• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonoso Jawa Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonoso Jawa Tengah."

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

POLA DAN MOTIVASI PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA

TENGAH

Natalia Putri Arumsari 128114146

INTISARI

Pengobatan mandiri adalah upaya dalam mengobati gejala sakit tanpa nasehat dokter. Pengobatan mandiri menggunakan obat sudah menjadi kebiasaan masyarakat sebagai alternatif untuk mengatasi sakit bagi diri sendiri dan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Responden penelitian adalah masyarakat setempat yang berusia ≥18 tahun, dipilih secara accidental sampling dan pernah melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat sebulan terakhir dan bersedia diwawancarai. Data karakteristik responden dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan data kualitatif hasil wawancara diolah secara content analysis.

Pola penggunaan obat dengan frekuensi 1x dalam sebulan. Obat diperoleh di warung terdekat dengan jarak dan harga yang dapat dijangkau. Pengobatan mandiri banyak dilakukan untuk diri sendiri. Bentuk obat yang dikonsumsi adalah tablet dengan Bodrex® dan Paramex® paling banyak digunakan untuk keluhan pusing. Penggunaan dengan diminum langsung dan obat tidak menimbulkan efek samping sehingga sembuh setelah menggunakan. Sumber informasi diperoleh dari TV (iklan). Pengalaman penggunaan obat sebelumnya sudah pernah dilakukan. Motivasi penggunaan obat adalah merasa cocok dan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak memeriksan diri ke dokter.

(2)

PATTERNS AND MOTIVATIONS USING MEDICINES FOR SELF-MEDICATION AMONG PEOPLE AT DESA DIENG KECAMATAN

KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH Natalia Putri Arumsari

128114146 ABSTRACT

Self medication is an attempt to treat the symptom of illnesses without doctor’s advice. Self medication using medicine has become the habit of people to treat illnesses for themselves and their family. The aim of this study is to identify the pattern and motives of self medication using medicines among people at Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

This study was an observational, with desciptive design and cross sectional design. Subject of the study were people with age ≥18 years old, selected using Accidental sampling and have ever done self medication using medicine for the last 1 month and willing to be interviewed. Subject characteristic were analyzed using descriptive statistic and qualitative data from interview were analyzed by Content Analysis.

The pattern of using medicine is 1x in a month. Medicines were acquied from nearby store. Self medication mostly done for themselves. Medicines that are use for self medication are Bodrex® dan Paramex® mostly use for treating headache. Those drugs was used directly and there was no side effects, so subjects were cured after taking drugs.

The information was acquired from TV(commercial). Medicines use have ever been done. Motive for using medicines for self medication is beacause they feel that the drug is suitable for treating the illnesses, so they don’t have to go to doctor.

(3)

POLA DAN MOTIVASI PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN

KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Natalia Putri Arumsari NIM : 128114146

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

POLA DAN MOTIVASI PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN

KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Natalia Putri Arumsari NIM : 128114146

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

(8)
(9)
(10)

vii PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Allah Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “POLA DAN MOTIVASI

PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI

KALANGAN MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini:

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta, pembimbing utama dan dosen penguji yang telah memberikan informasi, bimbingan, pengarahan, saran, nasehat, dan koreksi selama pelaksanaan penelitian.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan kritik dan saran, serta dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan naskah skripsi ini.

(11)

viii

4. Bapak Jeffry Julianus, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan, masukan dan motivasi dari awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian dan memberikan ethical clearance.

6. Bapak Kepala Kecamatan Kejajar yang membantu memberikan informasi dalam menentukan lokasi penelitian.

7. Bapak Kepala Desa Dieng yang membantu selama pengambilan data penelitian.

8. Masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang telah bersedia mengikuti penelitian dari awal sampai akhir. 9. Bapak Stefanus Mardjono dan Ibu Christina Asiati yang telah memberikan

cinta, kasih sayang, doa, dukungan, teladan dan kepercayaan kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian ini.

10. Kedua kakak penulis, mas Robertus Dhamar Mudho Prasetyo dan Robertus Wahyu Fajar Sasongko, terima atas dukungan yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis dan selalu menjadi panutan bagi penulis.

11. Yohanes Arsadewa, terimakasih untuk segala dukungan, semangat, motivasi, doa dan cinta tiada henti yang diberikan kepada penulis.

(12)

ix

Wahyu Teguh Santoso. Terimakasih untuk suntikan semangat yang diberikan dan selalu ada dalam suka maupun duka sampai saat ini.

13. Teman-teman sekelompok penelitian dan seperjuangan sekaligus keluarga bagi penulis: Lusia Jois Mariana, Veronika Purba dan Yenni Mardiati Pasaribu. Terimakasih untuk dukungan, semangat, motivasi, dan suka duka selama ini.

14. Keluarga Cemara: Cyndi, Yeni, Lusia, Maria, Boni, Sisca, Atik, Adit, Nanda, Mona, Trisna, Vero, Rahayu, Rury, Satrio, Sona, Itin, dan Ida. Terimakasih atas keceriaan, kebersamaan dan semangat luar biasa yang selalu diberikan pada penulis.

15. Teman-teman KKN Angkatan L Universitas Sanata Dharma Kelompok 21 Watugajah, Yasinta Osy Petriana, Ruth Dewi Santana, dan Tamara Anjani Utomo. Senang bisa mengenal kalian, terimakasih semangatnya!

16. Teman-teman kelas FSM D 2012 dan FKK B 2012, terimakasih atas segala perjuangan yang telah kita lewati bersama dalam proses belajar ini. Pengalaman yang sangat luar biasa mengenal kalian semua.

17. Teman-teman farmasi angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma yang luar biasa, terimakasih untuk setiap perjuangan, semangat, motivasi dan kebersamaan kita selama ini.

(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 7

a. Manfaat teoritis ... 7

(14)

xi

B. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan umum... 7

2. Tujuan khusus ... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 9

A. Pengobatan Mandiri ... 9

B. Obat ... 12

1. Obat Bebas (OB) ... 13

2. Obat Bebas Terbatas (OBT) ... 13

3. Obat Keras (OK)... 14

4. Obat Wajib Apotek (OWA)... 15

C. Pola Penggunaan Obat ... 16

D. Motivasi ... 21

E. Keterangan Empiris ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel Penelitian ... 23

C. Definisi Operasional Penelitian ... 24

D. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian ... 24

E. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 26

G. Teknik Pengambilan Sampel ... 27

H. Instrumen Penelitian ... 28

(15)

xii

1. Studi Pustaka ... 28

2. Penentuan Lokasi Penelitian... 28

3. Perizinan dan Etika Penelitian ... 29

4. Pembuatan Panduan Wawancara ... 30

5. Pengumpulan Data... 30

6. Pengolahan Data ... 31

J. Analisis Hasil ... 31

1. Hasil data karakteristik ... 31

2. Hasil data kualitatif... 32

K. Keterbatasan Penelitian ... 32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Karakteristik Responden ... 33

1. Usia ... 34

2. Jenis kelamin ... 34

3. Jenis pekerjaan... 35

4. Status pernikahan... 35

5. Pendidikan terakhir ... 36

6. Pendapatan per bulan ... 37

B. Pola Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng ... 38

1. Frekuensi penggunaan dalam satu bulan terakhir ... 38

2. Lokasi pembelian obat ... 40

(16)

xiii

4. Harga obat ... 43

5. Pengguna obat untuk pengobatan mandiri ... 44

6. Nama-nama obat ... 45

7. Frekuensi dalam mengkonsumsi obat ... 47

8. Cara pemakaian obat ... 48

9. Bentuk-bentuk obat ... 49

10. Keluhan/sakit yang diobati ... 50

11. Pengalaman penggunaan obat sebelumnya ... 52

12. Efek samping yang dirasakan... 52

13. Sumber informasi ... 53

14. Frekuensi kesembuhan ... 55

C. Motivasi Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng ... .... 56

1. Alasan memilih obat untuk pengobatan mandiri ... .56

2. Alasan menggunakan obat untuk mengatasi penyakit yang dialami dibandingkan memeriksakan diri ke puskesmas/RS/dokter ... 57

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 68

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik Responden ... 33

Tabel II. Jarak pembelian obat untuk pengobatan mandiri ... 42

Tabel III. Frekuensi harga obat untuk pengobatan mandiri ... 44

Tabel IV. Nama-nama obat untuk pengobatan mandiri ... 46

Tabel V. Frekuensi konsumsi obat untuk pengobatan mandiri ... 47

Tabael VI. Cara pemakaian obat untuk pengobatan mandiri ... 48

Tabel VII. Keluhan/sakit yang dialami responden ... 51

Tabel VIII. Efek samping obat yang dirasakan ... 53

Tabel IX. Persentase sumber informasi obat ... 54

Tabel X. Persentase alasan memilih obat ... 57

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lambang obat bebas (OB)... 13

Gambar 2. Lambang obat bebas terbatas (OBT) ... 14

Gambar 3. Lambang obat keras (OK) ... 15

Gambar 4. Skema pencarian subjek penelitian ... 25

Gambar 5. Skema kajian penelitian payung ... 27

Gambar 6. Frekuensi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir ... 39

Gambar 7. Presentase lokasi pembelian obat ... 40

Gambar 8. Presentase pengguna obat untuk pengobatan mandiri ... 45

Gambar 9. Persentase bentuk-bentuk obat untuk pengobatan mandiri ... 50

Gambar 10. Frekuensi pengalaman penggunaan obat sebelumnya untuk pengobatan mandiri ... 52

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas Farmasi ... 69

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian Daerah DIY ... 70

Lampiran 3. Ethical Clearance... 71

Lampiran 4. Informed Consent ... 72

Lampiran 5. Panduan Wawancara ... 74

Lampiran 6. Peta Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah ... 79

(20)

xvii INTISARI

Pengobatan mandiri adalah upaya dalam mengobati gejala sakit tanpa nasehat dokter. Pengobatan mandiri menggunakan obat sudah menjadi kebiasaan masyarakat sebagai alternatif untuk mengatasi sakit bagi diri sendiri dan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Responden penelitian adalah masyarakat setempat

yang berusia ≥18 tahun, dipilih secara accidental sampling dan pernah melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat sebulan terakhir dan bersedia diwawancarai. Data karakteristik responden dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan data kualitatif hasil wawancara diolah secara content analysis.

Pola penggunaan obat dengan frekuensi 1x dalam sebulan. Obat diperoleh di warung terdekat dengan jarak dan harga yang dapat dijangkau. Pengobatan mandiri banyak dilakukan untuk diri sendiri. Bentuk obat yang dikonsumsi adalah tablet dengan Bodrex® dan Paramex® paling banyak digunakan untuk keluhan pusing. Penggunaan dengan diminum langsung dan obat tidak menimbulkan efek samping sehingga sembuh setelah menggunakan. Sumber informasi diperoleh dari TV (iklan). Pengalaman penggunaan obat sebelumnya sudah pernah dilakukan. Motivasi penggunaan obat adalah merasa cocok dan untuk mengatasi penyakit ringan sehingga tidak memeriksan diri ke dokter.

(21)

xviii

ABSTRACT

Self medication is an attempt to treat the symptom of illnesses without doctor’s advice. Self medication using medicine has become the habit of people to treat illnesses for themselves and their family. The aim of this study is to identify the pattern and motives of self medication using medicines among people at Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

This study was an observational, with desciptive design and cross sectional design. Subject of the study were people with age ≥18 years old, selected using Accidental sampling and have ever done self medication using medicine for the last 1 month and willing to be interviewed. Subject characteristic were analyzed using descriptive statistic and qualitative data from interview were analyzed by Content Analysis.

The pattern of using medicine is 1x in a month. Medicines were acquied from nearby store. Self medication mostly done for themselves. Medicines that are use for self medication are Bodrex® dan Paramex® mostly use for treating headache. Those drugs was used directly and there was no side effects, so subjects were cured after taking drugs.

The information was acquired from TV(commercial). Medicines use have ever been done. Motive for using medicines for self medication is beacause they feel that the drug is suitable for treating the illnesses, so they don’t have to go to doctor.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sehat merupakan impian ideal setiap manusia. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika tidak sedikit orang saat ini yang berupaya menjalani hidup

sehat dengan menerapkan prinsip “Lebih baik mencegah datangnya penyakit

daripada mengobati” (Zeenot, 2013). Dewasa ini masyarakat sudah lebih menyadari kesehatan diri dan keluarganya sehingga dirasakan adanya kebutuhan informasi yang jelas dan tepat mengenai penggunaan obat-obat yang dapat dibeli bebas di apotik atau toko obat secara aman dan tepat guna bagi pengobatan sendiri (Tan dan Rahardja, 2010).

Salah satu kebiasaan manusia yang diwarisi dari nenek moyangnya ialah melakukan pengobatan mandiri jika menderita sakit. Pengobatan mandiri di Indonesia dilakukan dengan menggunakan obat tradisional atau jamu dan obat-obat paten baik dari golongan obat-obat bebas maupun golongan obat-obat bebas terbatas (Sartono, 1993). Dengan meningkatknya pendidikan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan, penggunaan obat dalam rangka pengobatan sendiri (self-medication atau self-care) yang juga merupakan salah satu unsur dari Kebijaksanaan Obat Nasional akan meningkat (Tan dan Rahardja, 2010).

(23)

terutama melakukan penyembuhan tanpa obat, istirahat dan pengobatan mandiri dengan produk herbal tradisional merupakan pilihan utama masyarakat urban dalam upaya pencarian pengobatan.

Pelaksanaan pengobatan mandiri didasari oleh pemikiran bahwa pengobatan mandiri cukup mengobati masalah kesehatan yang dialami tanpa melibatkan tenaga kesehatan. Hasil Susenas tahun 2009, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit di Indonesia yang melakukan pengobatan mandiri (Kartajaya dkk, 2011).

Berdasarkan Jurnal Ilmiah Farmasi Pharmacon (Meriati dkk, 2013) dituliskan bahwa pengobatan mandiri menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya pengobatan mandiri dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya.

Sekarang ini dimanapun dia berada, konsumen akan berusaha mengatasi sendiri masalah kesehatannya yang sifatnya sederhana dan umum diderita. Masyarakat melakukan hal itu karena cara ini dianggap lebih murah dan lebih praktis. Mereka sering merasa kondisi yang dirasakannya belum memerlukan pemeriksaan ke tenaga kesehatan, atau karena memang mereka tidak mempunyai kesempatan atau tidak ada pilihan lain (InfoPOM, 2004).

(24)

sehingga keracunan, akibat kesalahan diagnosa terhadap penyakit yang diderita. Disamping bahaya tersebut pengobatan sendiri juga mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: biaya yang dikeluarkan pasien relatif murah, sehingga menurunkan biaya pelayanan kesehatan.

Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000), motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan, dimana seseorang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat. Berdasarkan pendapat diatas disebutkan bahwa motivasi dapat menyebabkan seseorang melakukan tingkah laku (Nurdiyana, dkk 2010).

Desa Dieng merupakan salah satu desa di kawasan wisata alam pegunungan di dataran tinggi Dieng di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Desa Dieng merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa yang berada di ketinggian 2100 mdpl. Desa Dieng terletak di lembah yang dikelilingi oleh beberapa bukit. Untuk akses kesehatan sendiri, seperti puskesmas dan apotek berada di luar Kecamatan Kejajar yaitu di Kecamatan Garung, dengan jarak yang relatif jauh kurang lebih 10 km. Hal ini membuat akses masyarakat setempat terhadap pelayanan kesehatan tersebut menjadi terbatas karena pelayanan kesehatan utamanya apotek hanya dapat diakses dengan transportasi umum (Sanitasi Kabupaten Wonosobo, 2012).

(25)

Jawa Tengah mengenai pola dan motivasi penggunaan obat sebagai salah satu upaya pengobatan mandiri. Hal ini terkait dengan belum pernah adanya penelitian sejenis pada masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, sehingga menarik untuk dijadikan sebagai model dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui deskripsi mengenai pola dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Seperti apa karakteristik masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah?

b. Seperti apa pola penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah yang meliputi frekuensi penggunaan, lokasi pembelian, jarak pembelian, harga obat, pengguna obat, nama-nama obat, frekuensi dalam mengkonsumsi, cara pemakaian, bentuk-bentuk obat, keluhan/sakit yang diobati, pengalaman penggunaan obat, efek samping yang dirasakan, sumber informasi, dan frekuensi kesembuhan?

(26)

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai pola dan motivasi penggunaan pengobatan mandiri yang telah dilakukan adalah penelitian dengan judul:

a. “Kajian Motivasi, Pengetahuan, Tindakan, Dan Pola Penggunaan Obat

Tradisional Cina Pada Pengunjung Dari 8 Toko Obat Berizin Di Yogyakarta Periode April-Mei 2004” (Liliani, 2004). Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan rancangan dekriptif non analitik dengan pendekatan waktu sesaat dan menggunakan teknik purposive non random sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan wawancara pribadi. Hasil diolah secara statistik deskriptif dalam bentuk persentase dan ditampilkan dengan menggunakan visual grafik dan tabel.

b. “Pola Perilaku Pengobatan Mandiri Di Antara Pria Dan Wanita Di

(27)

c. “Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional Dan Cara Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri Di Indonesia” (Supardi, Jamal, Raharni, 2005). Rancangan penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder hasil SUSENAS 200 berupa kuesioner KOR. Populasi penelitian adalah penduduk Indonesia yang mengeluh sakit dalam kurun waktu sebulan. Sampel adalah penduduk yang mengeluh sakit yang melakukan pengobatan sendiri menggunakan obat, obat tradisional atau cara tradisional. Dari responden tesebut diketahui penduduk yang mempunyai keluhan sakit dalam sebulan sebelum survey sebanyak 225.057 orang (25,3%). Kemudian dari penduduk yang mengeluh sakit sebanyak 129.836 orang (57,7%) melakukan pengobatan sendiri, yaitu menggunakan obat 107.380 orang (82,7%), menggunakan obat tradisional 41.129 orang (31,7%), dan menggunakan cara tradisional 12.772 orang (9,8%).

Perbedaan penelitian yang telah disebutkan di atas dengan penelitian yang sekarang terletak pada tujuan penelitian, subjek atau responden penelitian, lokasi penelitian, waktu pelaksanaan penelitian, teknik pengambilan responden penelitian, dan analisis data. Penelitian ini dilakukan di Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, pada tahun 2015, dimana responden penelitian adalah masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten

(28)

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Memberikan gambaran mengenai pola dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri pada masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

b. Manfaat Praktis

Dapat menjadi sumber informasi yang berguna mengenai pola dan motivasi penggunaan obat bagi masyarakat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pola penggunaan dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

(29)

obat, efek samping yang dirasakan, sumber informasi, dan frekuensi kesembuhan.

(30)

9 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengobatan Mandiri

Menurut World Health Organization (WHO) 1998, pengobatan mandiri diartikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional, oleh individu untuk merawat diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Pengobatan mandiri biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain.

Keuntungan pengobatan mandiri menurut World Self-Medication Industry (2010), adalah membantu mencegah dan mengobati gejala dan penyakit yang tidak membutuhkan dokter, mengurangi pelayanan-pelayanan medis untuk meringankan penyakit-penyakit ringan, khususnya ketika keuangan dan sumber daya manusia terbatas, dan untuk meningkatkan adanya pelayanan kesehatan untuk penduduk yang tinggal di daerah pedesaan atau terpencil. Proses pengobatan sendiri melibatkan 5 tahap tindakan, yaitu:

1. Mengenali gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit.

2. Menentukan kebutuhan obat sesuai dengan daya kerja dan golongan.

3. Memilih nama dagang berdasarkan komposisi dan zat berkhasiat, indikasi, kontra indikasi, dosis pemakaian serta efek samping obat.

4. Menggunakan obat.

(31)

Menurut Zeenot (2013), ada beberapa faktor penyebab pengobatan mandiri yang keberadaanya hingga saat ini mengalami peningkatan, antara lain sebagai berikut:

1. Faktor sosial ekonomi

Seiring dengan semakin meningkatnya pemberdayaan masyarakat, yang berdampak pada semakin meningkatnya tinggi tingkat pendidikan, sekaligus semakin mudahnya akses untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi pula tingkat ketertarikan masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga, hal itu kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan dalam upaya untuk berpartisipasi langsung terhadap pengambilan keputusan kesehatan oleh masing-masing individu tersebut.

2. Gaya hidup

Kesadaran tentang adanya dampak beberapa gaya hidup yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan, mengakibatkan banyak orang yang memiliki kepedulian lebih untuk senantiasa menjaga kesehatannya daripada harus mengobati ketika sedang mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang. 3. Kemudahan memperoleh produk obat

Saat ini tidak sedikit dari pasien atau pengguna obat lebih memilih kenyamanan untuk membeli obat dimana saja bisa diperoleh dibandingkan dengan harus mengantri lama di Rumah Sakit maupun klinik.

4. Faktor kesehatan lingkungan

(32)

meningkatnya kemampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan mempertahankan kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit.

5. Ketersediaan produk baru

Sekarang, produk baru yang sesuai dengan pengobatan sendiri atau pengobatan mandiri semakin mengalami peningkatan. Selain itu, terdapat pula beberapa produk lama yang keberadaanya juga sudah cukup populer dan semenjak lama sudah memiliki indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan dalam kategori obat bebas. Secara tidak langsung, hal tersebut langsung membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri atau pengobatan mandiri semakin banyak tersedia.

Di dalam melakukan pengobatan mandiri dengan benar, masyarakat perlu mengetahui informasi yang jelas dan terpercaya mengenai obat-obat yang digunakan. Apabila pengobatan mandiri tidak dilakukan dengan benar, maka dapat berisiko munculnya keluhan lain karena penggunaan obat yang tidak tepat (InfoPOM, 2004). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 dituliskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman, dan rasional.

(33)

profesional dan kurangnya pengawasan untuk penyakit kronis, kurangnya kesempatan berinteraksi dengan tenaga kesehatan yang profesional, dan tidak tepat obat.

B. Obat

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Menurut Putra (2012), secara umum obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan (obat) untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk untuk memperoleh tubuh atau bagian tubuh manusia.

Adapun menurut bentuk sediaannya, obat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

1. Bentuk padat, seperti serbuk, tablet, pil, kapsul, dan supositoria.

2. Bentuk setengah padat, seperti salep, krim, pasta, cerata, gel, dan salep mata. 3. Bentuk cair/larutan, seperti potio, sirup, eliksir, obat tetes, gargarisma, ijeksi,

infirs intravena, lotio, dan lain-lain.

(34)

Untuk penggolongan obat di Indonesia berdasarkan data dari Depkes RI, 2008, penggolongan obat di Indonesia terdiri dari 5 golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras (termasuk di dalamnya obat wajib apotek), psikotropik dan narkotika. Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan kategori obat yang digunakan masyarakat dalam upaya pengobatan mandiri, karena obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan golongan obat tanpa resep dokter (Anonim, 2006).

1. Obat Bebas (OB)

Obat bebas merupakan sejenis obat yang bisa secara bebas dijualbelikan, baik di apotek, toko obat maupun di warung-warung kecil yang biasa menjajakan berbagai jenis obat dan tidak termasuk dalam jenis narkotika dan psikotropika. Obat bebas bisa dibeli tanpa harus menggunakan resep dari dokter. Obat sejenis ini biasa ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam (Zeenot, 2013).

Gambar 1. Lambang Obat Bebas

(Media Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, 2014).

2. Obat Bebas Terbatas (OBT)

(35)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir. Djen/S.K/69 tanggal 28 Oktober 1969, harus dicantumkan tanda peringatan pada wadah dan kemasannya. Sesuai obatnya, pemberitahuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. P. no. 1. Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam. 2. P. no. 2. Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. 3. P. no. 3. Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. 4. P. no. 4. Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.

5. P. no. 5. Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.

6. P. no. 6. Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan (Sartono, 1993).

Gambar 2. Lambang Obat Bebas Terbatas

(Media Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, 2014).

3. Obat Keras (OK)

Obat keras merupakan jenis obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan menggunakan resep dokter. Biasanya, obat sejenis ini ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf “K”

(36)

menyebabkan kematian. Obat keras ini juga merupakan obat golongan wajib apotek dengan simbol yang sama. Salah satu contoh obat keras yang termasuk obat tanpa resep (OTR) untuk pengobatan mandiri adalah OWA (Obat Wajib Apotek).

Gambar 3. Lambang Obat Keras

(Media Sosialisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, 2014).

4. Obat Wajib Apotek (OWA)

Pada dasarnya, obat wajib apotek merupakan sejenis obat keras, yang keberadaannya bisa diperjualbelikan di apotek tanpa harus menggunakan resep dari dokter dan harus diserahkan oleh apoteker sendiri. Sampai saat ini, daftar obat wajib apotek sudah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Nomor: 347/MenKes/SK/VII/1990, tanggal 16 Juli 1990, yaitu OWA. No.1, OWA. No.2, dan OWA. No.3. Contoh OWA sendiri meliputi Antalgin 500 mg, Asam mefenamat 500 mg, dan Piroxicam 10 mg.

Pertimbangan kebijakan obat wajib apotik, yaitu:

(37)

b. Bahwa peningkatan pengobatan mandiri secara tepat, aman, dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan mandiri sekaligus menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional;

c. Bahwa oleh karena itu, peran apoteker di apotik dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri; d. Bahwa untuk itu, perlu ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang obat

keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotik (KepMenKes, 1990).

C. Pola Penggunaan Obat

Penggunaan obat yang rasional adalah suatu tindakan pengobatan terhadap suatu penyakit dan pemahaman aksi fisiologis yang benar dari suatu penyakit atau gejala-gejalanya. Obat yang digunakan harus tepat dosis, tepat penderita, tepat indikasi, tepat cara pemakaian, tepat jumlah dan frekuensi serta lama pemakaian, terpilih untuk penyakitnya, tepat kombinasi, dan tepat informasinya, serta waspada terhadap adanya efek samping obat. Penggunaan dikatakan tidak rasional jika boros, berlebihan, kurang, salah, majemuk atau polifarmasi (Ikawati, 1994).

(38)

sistem pelayanan kesehatan, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Pengobatan mandiri mempunyai kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan tidak bisa disangkal bahwa setiap individu pernah melalukan pengobatan mandiri, baik untuk diri sendiri, keluarga, ataupun teman.

Menurut Perwitasari (2009), obat tanpa resep dapat diperoleh mulai dari apotek hingga warung-warung kecil. Obat tanpa resep yang ada di apotek dan toko obat lebih beragam jumlahnya lebih terjamin daripada di warung, tetapi kebenaran informasi yang diberikan tergantung dari siapa yang memberikan informasi. Warung merupakan outlet obat yang paling mudah dicapai oleh masyarakat. Biasanya obat-obat yang dijual di warung adalah untuk keluhan sakit yang diketahui jelas oleh orang awam seperti demam, batuk, pegal linu, sakit kepala, dan lain-lain.

Jarak merupakan faktor utama dalam pertimbangan membeli obat. Seperti yang dituliskan Perwitasari (2009) dalam penelitiannya, bahwa faktor jarak yang relatif dekat menjadi pilihan utama dibandingkan dengan jarak yang harus ditempuh jauh.

(39)

Menurut Sarwono (1997), dalam menganalisa kondisi tubuhnya biasanya orang melalui dua tingkat analisa, yaitu:

1. Batasan sakit menurut orang lain

Orang-orang di sekitar individu yang sakit mengenali gejala sakit pada diri individu tersebut dan mengatakan bahwa dia sakit dan perlu mendapat pengobatan. Penilaian orang lain ini sangat besar artinya pada anak-anak dan bagi orang dewasa yang menolak kenyataan bahwa dirinya sakit.

2. Batasan sakit menurut diri sendiri

Individu tersebut mengenali gejala penyakitnya dan menentukan apakah dirinya akan mencai pengobatan atau tidak. Analisa orang lain dapat sesuai atau bertentangan dengan analisa individu, namun biasanya analisa itu mendorong individu untuk mencari upaya pengobatan.

Penggunaan obat tanpa resep pada hakekatnya ditujukan untuk gejala-gejala penyakit ringan dan mudah diobati (Donatus, 2000). Perwitasari (2009), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa responden yang pengetahuan tentang obat-obatnya terbatas, rentan terjadi ketidakrasionalan dalam memilih dan menggunakan obat tanpa resep, terutama karena pengaruh persuasif dari iklan semata.

Bentuk-bentuk sediaan yang banyak dikenal oleh masyarakat meliputi: 1. Kapsul

(40)

2. Larutan

Larutan merupakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut

3. Pulvis dan Pulveres

Pulvis dan pulveres termasuk sediaan obat dalam bentuk serbuk. Serbuk adalah sediaan dalam bentuk setengah padat (Putra, 2012).

Ada juga sediaan berbentuk tablet. Tablet merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet sendiri dibagi menjadi beberapa macam, yaitu tablet kunyah, tablet lepas-lambat, dan tablet hisap (Lozenges) (Anonim, 2015).

Rute penggunaan obat dapat melalui beberapa cara:

1. Oral

Obat dimasukkan melalui mulut, kemudian melewati tenggorokan dan ke perut. Penggunaan obat melalui oral adalah yang paling menyenangkan, murah, dan paling aman

2. Topikal

Obat digunakan untuk daerah luar, yaitu kulit. Penggunaan obat pada kulit dimaksudkan untuk memperoleh efek pada atau di dalam kulit

3. Parenteral

(41)

Dalam melakukan pengobatan mandiri, ada beberapa masyarakat yang sebelumnya pernah menggunakan obat tanpa resep tersebut dan ada juga masyarakat yang belum pernah menggunakannya sama sekali. Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000), pengalaman adalah proses ketika konsumen (manusia) menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Hasil dari pengalaman individu akan membentuk suatu pandangan tertentu terhadap suatu produk sehingga akan menciptakan proses pengamatan dan perilaku pembelian yang berbeda-beda.

Dalam pelaksanaan pengobatan mandiri, obat-obat yang dikonsumi dapat menimbulkan efek samping. Namun ada juga beberapa individu yang tidak merasakan adanya efek samping obat. Anief (1995) menjelaskan bahwa efek samping obat merupakan efek yang tidak diinginkan untuk tujuan efek terapi dan tidak ikut pada kegunaan terapi.

(42)

memainkan peran terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku manusia.

D. Motivasi

Perilaku manusia merupakan proses pembentukan atau perubahan perilaku yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun luar individu. Perilaku konsumen yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan eksternal meliputi kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, dan keluarga. Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor-faktor internal yang meliputi motivasi, pengamatan, belajar, kepribadian dan konsep diri, dan sikap (Wawan, 2011).

Perilaku manusia dimulai dengan adanya suatu motivasi. Motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan. Sumber yang mendorong terciptanya suatu kebutuhan tersebut dapat berasal dari dalam diri sendiri atau dari lingkungan sekitarnya (Dharmmesta dan Handoko, 2000).

(43)

E. Keterangan Empiris

(44)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian berjudul “Pola dan Motivasi Penggunaan Obat Untuk

Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah” merupakan jenis penelitian observasional

deskriptif dengan rancangan cross sectional. Menurut Bog dan Taylor (1993), (cit., Prastowo, 2014), observasional desktiptif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Saryono, 2011).

B. Variabel Penelitian

(45)

C. Definisi Operasional Penelitian Definisi operasional:

1. Pengobatan mandiri didefinisikan sebagai penggunaan obat-obat tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif mereka sendiri dalam waktu satu bulan terakhir.

2. Obat didefinisikan sebagai golongan obat seperti obat bebas dan obat bebas terbatas yang dapat diperoleh atau dibeli tanpa resep dokter.

3. Pola penggunaan obat didefinisikan sebagai tindakan responden dalam menggunakan obat untuk pengobatan mandiri dalam waktu satu bulan terakhir, meliputi frekuensi penggunaan, lokasi pembelian, jarak pembelian, harga obat, frekuensi yang menggunakan, nama obat, cara pemakaian, bentuk-bentuk obat, keluhan/sakit yang diobati, frekuensi penggunaan sebelumnya, efek samping, sumber informasi, dan frekuensi kesembuhan. 4. Motivasi penggunaan adalah faktor-faktor yang melatarbelakangi suatu

penggunaan, yang dapat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologis.

D. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian

(46)

52 responden yang

Gambar 4. Skema Pencarian Subjek Penelitian

(47)

pengobatan mandiri menggunakan obat adalah sebanyak 30 responden. Jumlah minimal sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 30 responden, dengan alasan jumlah tersebut cukup untuk mendapatkan data yang terdistribusi normal bila akan dilakukan penelitian dengan analisis statistika seperti penelitian komparasi dan korelasi (Krithikadatta, 2014; Hardon, et al, 2004).

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei dan Juni 2015. Waktu pengumpulan data dilakukan dua kali. Pengambilan data pertama dilakukan pada tanggal 14-16 Mei 2015 dan pengambilan data kedua yang dilakukan pada tanggal 13-15 Juni 2015.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan dua judul utama yaitu “Profil Perilaku Pengobatan Mandiri Menggunakan

Tumbuhan Obat di Kalangan Masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah (Upaya Awal untuk Pelestarian Lingkungan dan Mempertahankan Kearifan Lokal)”. Penelitian ini telah memperoleh ijin dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

(48)

pola dan motivasi penggunaan obat; dan pola dan motivasi penggunaan obat tradisional. Kajian yang diangkat oleh peneliti adalah “Pola dan Motivasi Penggunaan Obat Untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa

Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah”. Berikut

merupakan kajian penelitian payung yang dapat dilihat pada Gambar.5.

Gambar 5. Skema Kajian Penelitian Payung

G. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan data kualtitatif dilakukan dengan wawancara mendalam. Responden adalah penduduk dewasa Desa Dieng, yang berusia 18 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan yang bersedia berpartisipasi di dalam penelitian ini dengan mengikuti wawancara yang dipilih secara accidental sampling. Teknik sampling purposif dilakukan dengan cara mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.

(49)

Sampel yang diambil secara aksidental berarti sampel diambil dari responden atau kasus yang kebetulan ada di suatu tempat atau keadaan tertentu (Notoatmojo, 2010).

H. Instrumen Penelitian

Wawancara untuk memperoleh data kualitatif dilakukan dengan bantuan alat berupa panduan wawancara, alat perekam (audio taped), dan catatan hasil wawancara. Panduan wawancara sudah divalidasi dengan metode expert judgement, dalam hal ini divalidasi oleh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, sehingga panduan wawancara dapat digunakan untuk pengambilan data.

I. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan terlebih dahulu mengenai pengobatan mandiri, obat, pola penggunaan obat di kalangan masyarakat Desa Dieng, motivasi penggunaan obat oleh masyarakat Desa Dieng, metode penelitian teknik pengambilan sampel, dan besar sampel penelitian.

2. Penentuan lokasi penelitian

(50)

3. Perizinan dan etika penelitian

Perizinan penelitian dilakukan dengan mengajukan rekomendasi dari Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Badan Kesbanglinmas) Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah. Pengurusan etika penelitian diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kedoketran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sehingga setelah pegurusan izin dan etika penelitian sudah diterima, penelitian dapat dilaksanakan.

(51)

4. Pembuatan panduan wawancara

Panduan wawancara divalidasi terlebih dahulu dengan metode expert judgement dilakukan oleh dosen pembimbing. Tujuan validasi panduan wawancara untuk melihat kesesuaian pertanyaan dengan tujuan yang akau dicapai dan menunjukkan tingkat kesahihan instrumen penelitian yang akan digunakan untuk pengambilan data penelitian. Panduan wawancara yang digunakan dalam penelitian berdasarkan kuesioner penelitan yang sudah ada, namun terdapat perbedaan karena ada penambahan pertanyaan untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian.

5. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara terstruktur dengan responden. Wawancara dilakukan langsung dengan bantuan panduan wawancara dan alat perekam (audio-video taped). Panduan wawancara berisi daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun, sehingga pertanyaan yang ditanyakan saat wawancara berlangsung sudah terstruktur. Calon responden yang bersedia mengisi dan menandatangani inform consent yang diikutkan sebagai responden dan sebagai tanda persetujuan responden tersebut mengikuti penelitian.

(52)

6. Pengolahan data

Data diolah dengan cara mentranskripsikan data hasil wawancara melalui alat perekam (audio taped). Peneliti pertama melakukan transkripsi data hasil wawancara, kemudian menyesuaikan dengan catatan yang ditulis saat pengambilan data. Peneliti kedua melakukan proses yang sama dengan peneliti pertama agar proses transkripsi oleh peneliti pertama dan data hasil wawancara lebih akurat. Data hasil wawancara yang telah ditranskripsikan kemudian dikualifikasikan sesuai dengan pertanyaan yang ada di panduan wawancara dengan menghitung persentase dan mendeskripsikan hasil penelitian dari setiap pertanyaan pada panduan wawancara tersebut.

J. Analisis Hasil 1. Hasil data karakteristik

Hasil data karakteristik responden yang mengunakan obat dianalisis dengan metode statistik deskriptif. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis hasil adalah teknik perhitungan persentase, yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram. Perhitungan persentase dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: P : Persentase jawaban dalam satuan persen a : Jumlah jawaban

(53)

2. Hasil data kualitatif

Hasil data kualitatif dari wawancara mendalam mengenai pola dan motivasi penggunaan obat dianalisis dengan teknik content analysis. Data kualitatif hasil wawancara dikategorikan dan dihitung persentasenya, disetiap kategori disertai dengan pembahasan dan deskripsi mendalam.

K.Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

a. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah secara non-random karena peneliti hanya merekrut masyarakat Desa Dieng yang kebetulan ditemui saat pengambilan data dan memenuhi kriteria inklusi, sehingga setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan subjek penelitian.

b. Pengumpulan data yang dilakukan oleh tim peneliti dilakukan dengan metode wawancara terstruktur dengan respoden yang ditemui dan pada keadaan tertentu, sehingga adanya keterbatasan waktu dan suasana yang kurang nyaman saat melakukan wawancara.

(54)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Sebanyak 30 responden bersedia diwawancarai pada penelitian ini. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi: usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pernikahan, pendidikan terakhir dan pendapatan per bulan.

Tabel I. Karakteristik responden penelitian di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah

Karakteristik responden Persentase (%)

n=30

Belum ada pendapatan 3

Kurang dari Rp 300.000,00 20

Rp 300.000,00 ≤ pendapatan < Rp 1.000.000,00 27

Rp 1.000.000,00 ≤ pendapatan < Rp 1.500.000,00 23

Rp 1.500.000,00 ≤ pendapatan < Rp 2.000.000,00 10

(55)

1. Usia

Seperti yang terlihat pada Tabel I responden penelitian yang ditetapkan sebagai kriteria inklusi adalah responden yang berusia lebih dari atau sama dengan 18 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rentang usia responden yang mengikuti penelitian adalah 18-59 tahun. Dari rentang usia responden tersebut, dibagi menjadi enam kelas dimana rentang usia yang mengikuti penelitian terbanyak adalah 18-24 tahun dan 32-38 tahun dengan persentase 26%. Undang-Undang nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyebutkan, pada usia 18 tahun merupakan batas usia dewasa seseorang. Menurut Baharuddin (2009), periodisasi perkembangan umur 17-24 tahun dapat disebut masa academia, saat seseorang memasuki perguruan tinggi atau akademik. Tahap ini merupakan tahap perkembangan fungsi kemampuan berdikari, self direction, dan self control. Seorang remaja dapat mengalami proses pembudayaan dengan menghayati nilai-nilai ilmiah, disamping mempelajari macam-macam ilmu pengetahuan. Umur tersebut dapat juga dikatakan sebagai umur dewasa sehingga sudah dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Pada penelitian ini responden dapat dikatakan berusia dewasa sehingga dapat mengambil keputusan sendiri, dalam hal ini adalah keputusan untuk melakukan pengobatan mandiri.

2. Jenis kelamin

(56)

kelamin perempuan dan sebesar 30% adalah jenis kelamin laki-laki. Menurut Noviana (2011), kaum wanita lebih banyak melakukan pengobatan mandiri dan lebih peduli terhadap kesehatan. Selain itu menurut Anna dan Chandra (2011), pada dasarnya wanita lebih peduli terhadap kesehatan dibanding kaum pria sehingga pengetahuan mengenai kesehatan lebih banyak dimiliki kaum wanita dibanding kaum pria.

3. Jenis pekerjaan

Menurut Kurniasari (2007), jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi tingkat sosial dan interaksi sosial seseorang dengan orang lain yang berasal dari lingkungan yang berbeda. Berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan responden yang terlihat pada Tabel I menunjukkan sebagian besar pekerjaan responden masyarakat Desa Dieng adalah sebagai petani dengan persentase 36%. Hasil pertanian yang berkembang dan menjadi tanaman andalan masyarakat Desa Dieng adalah carica dan kentang. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suryo (2010), bahwa jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari di antara konsumsi makanan dan pemeliharaan kesehatan.

4. Status pernikahan

(57)

menjawab pertanyaan saat wawancara terstruktur yaitu sebesar 20% belum menikah dan sebesar 80% sudah menikah. Status pernikahan ini penting karena bekaitan dengan pengalaman dan informasi yang diperoleh tentang pengobatan mandiri. Responden yang sudah menikah khususnya para ibu biasanya pernah mengikuti penyuluhan kesehatan, sehingga lebih mendapatkan informasi mengenai pengobatan mandiri yang lebih mendalam.

5. Pendidikan terakhir

Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai demand yang lebih tinggi (Joko, 2005). Pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk meningkatkan kesadaran status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan.

(58)

6. Pendapatan per bulan

(59)

B. Pola Penggunaan Obat Untuk Pengobatan Mandiri Di Kalangan Masyarakat Desa Dieng

Pola penggunaan obat dalam penelitian ini meliputi: frekuensi penggunaan obat dalam satu bulan terakhir, lokasi pembelian obat, jarak pembelian obat, harga obat, pengguna obat, nama-nama obat, frekuensi menggunakan obat, cara pemakaian obat, bentuk-bentuk obat, keluhan/sakit yang diobati responden dengan obat, pengalaman penggunaan obat sebelumnya untuk pengobatan mandiri, efek samping yang dirasakan setelah menggunakan obat, sumber informasi mengenai obat, dan frekuensi kesembuhan responden setelah diobati dengan obat.

1. Frekuensi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir

Pengobatan mandiri mempunyai kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan tidak bisa disangkal bahwa setiap individu pernah melalukan pengobatan mandiri untuk diri sendiri, keluarga, ataupun teman. Penelitian ini ingin melihat dan mengetahui seberapa sering responden melalukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir. Rentang waktu yang diberikan hanya satu bulan karena untuk bertujuan memberikan batasan waktu agar mempermudah responden dalam mengingat obat apa yang mereka konsumsi untuk pengobatan mandiri dan untuk menghindari terjadinya bias.

(60)

mengatakan bahwa dia sakit dan perlu pengobatan. Batasan sakit menurut diri sendiri adalah bahwa individu itu mengenal gejala penyakitnya dan menentukan apakah akan mencari pengobatan atau tidak (Sarwono, 1997).

Gambar 6. Frekuensi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir, n=30

Hasil penelitian menunjukkan dalam satu bulan terakhir, dari 30 responden diperoleh sebesar 67% (Gambar 6) responden menggunakan obat untuk pengobatan mandiri sebanyak satu kali. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cristiana (2014), dimana pengobatan mandiri cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

67%

10% 10%

3% 10%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

(61)

2. Lokasi pembelian obat untuk pengobatan mandiri

Berdasarkan lokasi pembelian obat untuk pengobatan mandiri, responden paling sering membeli di warung-warung dengan persentase sebesar 80% sedangkan di apotek dengan persentase 17%. Gambar 7 menunjukkan persentase lokasi pembelian obat untuk pengobatan mandiri.

Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa responden cenderung membeli obat di warung-warung terdekat yang dapat dijangkau dengan jarak rumah mereka. Hal ini juga memperlihatkan bahwa pengetahuan mereka untuk membeli obat hanya di warung terdekat saja, padahal apabila dalam melakukan pengobatan mandiri responden dapat memperoleh obat di apotek atau toko obat yang menyediakan lebih beragam obat untuk keluhan sakit mereka dan mendapatkan

3% 3%

17%

80%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Bidan Sales Apotek Warung

(62)

kebenaran informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut tidak menjadi masalah apabila responden sudah paham betul mengenai kesehatan yang sedang dialami, dan terkait indikasi dan bentuk sediaan obat yang akan mereka beli dan konsumsi. Penelitian ini juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Perwitasari (2009) dan Pangastuti (2014) sebelumnya bahwa kebanyakan masyarakat membeli obat di warung-warung terdekat.

Namun selain membeli obat di warung, ada responden yang menyatakan bahwa mereka memperoleh obat tersebut dari bidan dan sales. Berikut merupakan hasil wawancara dengan responden yang memperoleh obat dari bidan dan sales:

“Saya, memperoleh obatnya dari orang yang menjual obat-obat dari rumah

ke rumah mbak. Obatnya saya pakai untuk daya tahan tubuh karena saat itu saya merasa sangat capek.”

“Saya udah pakai obatnya dari lama mbak, pertama kali saya periksa ke bidan dan dikasih obat itu dan obatnya cocok. Jadi jika maag saya kambuh saya tidak periksa lagi ke bidan tapi langsung menebus obatnya saja di

bidan.”

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden tersebut, dapat dilihat bahwa responden yang memperoleh obat dari sales termasuk melakukan pengobatan mandiri karena membeli obat tanpa resep dokter. Namun, perlu diperhatikan dan ditinjau lebih lanjut lagi apabila membeli obat di sales, karena fenomena sales seperti obat rentengan sedang marak dikalangan masyarakat, dan saat diwawancara lebih lanjut responden lupa nama obat yang dibeli dari sales tersebut.

(63)

memeriksakan terlebih dahulu ke bidan. Namun, karena responden tersebut sudah lama menggunakan obat tersebut dan merasa cocok, saat merasakan penyakitnya kambuh maka responden tersebut kembali membeli obat tersebut. Hal ini juga masih termasuk dalam pengobatan mandiri karena responden menggunakan obat tersebut apabila penyakitnya kambuh saja tanpa harus memeriksakan diri ke bidan lagi, jadi responden tahu tentang keadaannya sendiri.

3. Jarak pembelian obat untuk pengobatan mandiri

Berdasarkan wawancara peneliti dengan responden, didapatkan hasil bahwa jarak yang paling banyak ditempuh responden memperoleh obat untuk pengobatan mandiri adalah ±10 – 50 meter dengan presentase 39%. Ada juga responden yang tidak mengetahui seberapa jauh antara rumah mereka dengan tempat memperoleh obat tersebut, dimana persentasenya sebesar 7%. Hasil jarak pembelian obat untuk pengobatan mandiri dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Jarak pembelian obat untuk pengobatan mandiri, n=30

Jarak Persentase

(%)

± 10 – 50 meter 39

± 100 – 500 meter 17

± 2 – 5 meter 16

± 26 km 13

± 26 km 13

± 1,5 km 3

Tidak tahu 7

(64)

pembelian obat yang akan mereka konsumsi. Apabila keluhan sakit yang mereka alami seperti batuk, sakit kepala, flu, demam dan pegal linu, maka mereka akan memperoleh obat di warung dengan jarak yang dekat dengan rumah mereka. Dimana selain menjual kebutuhan sehari-hari warung juga menjual obat-obatan yang dapat dibeli masyarakat tanpa resep dengan nama dagang yang sudah dikenal oleh masyarakat. Namun dapat dilihat juga bahwa adapun responden yang membeli obat dengan jarak yang tidak dekat yaitu di apotek yang berada di Kabupaten Wonosobo yang berjarak sekitar 26 km (13%). Responden yang memperoleh obat dengan jarak yang lumayan jauh tersebut, yaitu di apotek yang berada di luar Kecamatan Kejajar saat itu sedang pergi dan memutuskan membeli obat sekalian untuk mengatasi keluhan sakit yang dialami responden saat itu.

4. Harga obat yang digunakan untuk pengobatan mandiri

(65)

Tabel III. Frekuensi harga obat untuk pengobatan mandiri Harga obat

(Rp)

Persentase (%)

500 – 1.500 40

2.000 – 7.000 44

15.000 – 75.000 13 Tidak dapat menyebutkan 3

Dari hasil (Tabel III) tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat lebih memilih membeli obat yang relatif murah dan harga terjangkau dibandingkan mendapatkan pelayanan kesehatan yang relatif mahal. Hal ini juga terkait dengan karakteristik responden dimana sebagian besar responden berpenghasilan rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Angkoso (2006), bahwa harga obat yang digunakan dalam swamedikasi relatif lebih murah dibandingkan jika harus pergi ke dokter dan pelayanan kesehatan yang lainnya.

Selain itu, ada juga responden yang memperoleh obat dengan harga yang lumayan mahal, yaitu berkisar antara Rp 15.000,00-75.000,00 dengan presentase 13%. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, obat yang diperoleh responden ini merupakan obat penurun kolesterol yang dibeli dari sales dengan harga yang mahal.

5. Pengguna obat untuk pengobatan mandiri

(66)

untuk dirinya sendiri, dan sebanyak 30% responden melakukan pengobatan mandiri untuk keluarganya.

Dari hasil dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi obat dalam pengobatan mandiri untuk dirinya sendiri. Responden yang menggunakan obat untuk dirinya sendiri ini dipastikan sudah mengetahui tentang keadaan kesehatannya sehingga mampu menggunakan obat tersebut sendiri.

6. Nama-nama obat untuk pengobatan mandiri

Produk obat yang beredar di pasaran sangat beragam dan banyak dijumpai di media cetak maupun media elektronik. Tersedianya banyak produk obat tersebut menjadi bagian penting dalam pengobatan mandiri. Tabel IV menunjukkan bahwa 23% responden menggunakan obat Bodrex® dan Paramex® dalam pengobatan mandiri untuk mengatasi keluhan sakit mereka. Sebanyak 7% responden menggunakan obat Bodrexin®, Neuromacyl® dan Ultraflu®. Sisanya sebanyak 3% responden menggunakan obat Cataflam® dan lain sebagainya yang dapat dilihat pada Tabel IV.

Diri sendiri;

70% Keluarga;

30%

(67)

Tabel IV. Nama-nama obat untuk pengobatan mandiri

Nama obat Persentase

(%)

Bodrex® 23

Paramex® 23

Bodrexin® 7

Neuromacyl® 7

Ultraflu® 7

Natureindo® 3

Inzana® 3

Oskadon® 3

Hufamag plus® 3

Ponstan® 3

Promag® 3

Woods® 3

Vitamin 3

Cataflam®* 3

Tidak dapat menyebutkan 3

Keterangan : *Cataflam® merupakan obat keras (OK)

Menurut Donatus (2000), penggunaan obat tanpa resep pada hakekatnya ditujukan untuk gejala-gejala penyakit ringan dan mudah diobati. Pengetahuan yang cukup seharusnya dimiliki oleh penderita sakit sehingga dapat memilih obat dengan tepat (Perwitasari, 2009).

(68)

(2001), obat sakit kepala yang paling sering diperhatikan adalah Bodrex® dengan persentase 23,09%.

Namun ada juga responden yang menggunakan Cataflam®, dimana kandungan obat ini adalah natrium diklofenak. Cataflam® merupakan golongan obat keras dimana untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan harus diserahkan oleh apoteker sendiri. Pada kenyataannya, berdasarkan wawancara dengan responden obat Cataflam® dapat diperoleh dan digunakan oleh responden untuk keluhan sakit responden tersebut tanpa menyerahkan resep dari dokter. Berdasarkan pernyataan dari responden tersebut, perlu dilakukan peningkatan pengetahuan responden agar responden tau obat mana yang bisa digunakan untuk pengobatan mandiri

7. Frekuensi dalam mengkonsumsi obat tersebut untuk pengobatan mandiri Dari Tabel V diketahui sebanyak 67% menyatakan kadang kala dalam mengkonsumsi obat untuk pengobatan mandiri. Kadang kala disini dapat diartikan seperti saat capek saja, hanya sekali, jika tidak ada keluhan sakit lagi, dan saat penyakit kambuh/sakit.

Tabel V. Frekuensi konsumsi obat untuk pengobatan mandiri Frekuensi konsumsi Persentase

(%) Kadang kala 67

1x sebulan 20

2x sebulan 7

3x sebulan 7

(69)

terdapat dalam kemasan obat bebas dan bebas terbatas tersebut dan tidak untuk digunaka secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Hal ini sudah sesuai dengan jawaban responden, yaitu jika responden mengkonsumsi tidak secara terus menerus atau dalam jangka waktu yang panjang, namun apabila responden merasakan keluhan sakit saja.

8. Cara pemakaian obat tersebut untuk pengobatan mandiri

Untuk cara pemakaian obat, responden sebanyak 20 responden (67%) (Tabel VI) melakukan dengan cara langsung diminum dengan menggunakan air putih. Kemudian ada juga responden mengkonsumsi obat dengan cara dioles (sediaan topikal), diminum setelah dan sebelum makan, pagi dan sore hari, malam hari dan digerus (untuk anak dari responden).

Tabel VI. Cara pemakaian obat untuk pengobatan mandiri

Cara pemakaian Persentase

(%)

Langsung diminum 67

Malam hari 13

Digerus 3

Dioles 3

Sebelum makan 3

Setelah makan 3

Pagi dan sore hari 3 Tidak dapat menyebutkan 3

(70)

Menurut Depkes RI (2008), semua obat harus digunakan sesuai dengan aturan pakai yang terdapat dalam kemasan obat tersebut. Penggunaan obat harus sesuai dengan aturan pakai yang tertera dalam kemasan, sehingga penggunaan obat menjadi rasional. Dari hasil penelitian, sebagian besar responden menjawab

langsung diminum”. Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah memahami

dengan aturan pakai obat yang digunakan. Terdapat juga responden yang menjawab

dioles” dan “sebelum makan”, yang menunjukkan responden mengetahui bahwa

obat tersebut termasuk obat untuk pemakaian luar dan obat golongan antasida bila dikonsumsi sebelum makan. Responden sudah dapat memilih obat dengan baik dan benar untuk mengatasi keluhannya dengan melihat terlebih dahulu indikasi dan aturan pakai dalam kemasan.

9. Bentuk-bentuk obat yang digunakan responden saat melakukan pengobatan mandiri

(71)

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa (Anonim, 2015). Tablet sendiri dibagi menjadi beberapa macam, yaitu tablet kunyah, tablet lepas-lambat, dan tablet hisap (Lozenges).

10. Keluhan/sakit yang diobati responden dengan obat untuk pengobatan mandiri

Pengobatan mandiri dilakukan untuk mengatasi keluhan sakit yang dirasakan dan dialami oleh penderita. Terdapat banyak keluhan dan penyakit yang dapat diatasi dengan pengobatan mandiri, seperti batuk, demam, flu, pusing, pegal, maag, dan lain sebagainya. Tabel VII menunjukkan keluhan responden ketika melakukan pengobatan mandiri. Dari tabel di bawah dapat dilihat bahwa keluhan terbanyak yang dialami oleh patisipan adalah sakit kepala, yaitu dengan persentase sebesar 54%.

Kapsul

7% Salep

3% Sirup 3%

Tablet 87%

Gambar

Gambar 1. Lambang Obat Bebas
Gambar 2. Lambang Obat Bebas Terbatas
Gambar 3. Lambang Obat Keras
Gambar 4. Skema Pencarian Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan di 4 kelurahan di Kecamatan Pemalang dengan tujuan mengetahui penggunaan obat generik untuk swamedikasi pada masyarakat di Kecamatan Pemalang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan obat generik untuk swamedikasi pada masyarakat di Kecamatan Pemalang, berdasarkan karakteristik responden,

Rumusan masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran penggunaan obat tradisional untuk pengobatan sendiri pada masyarakat di Desa Jimus Polanharjo

Penelitian ini dimungkinkan untuk di kaji lebih dalam lagi mengenai alasan tindakan penggunaan obat dan perilaku pengobatan dengan metode wawancara terbuka serta

AKBAR BHAYU TAMTOMO, D0210006, PENCARIAN INFORMASI DI KALANGAN MASYARAKAT TEPIAN KOTA (Studi Kasus Masyarakat Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo,

Hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan oleh Dinas Kesehatan setempat sebagai sumber data untuk memberikan konseling terkait swamedikasi parasetamol untuk mengatasi

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian Survei Penggunaan Internet Untuk Pencarian Informasi Obat dan Kesehatan di Kalangan Remaja Desa Bleberan Kecamatan Playen Kabupaten Gunung

Perlu d ila kukan penelitian lebih lanjut tentang kerasionalan pengobatan sendiri di masyarakat Desa Karanggondang Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara selain penyakit