INTISARI
Pengobatan mandiri merupakan penggunaan obat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan baik yang dialami oleh diri sendiri maupun keluarga tanpa adanya nasehat dokter. Perilaku pencarian pengobatan mandiri menggunakan obat yang dilakukan oleh penduduk Indonesia meningkat khususnya pada masyarakat pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode non random accidental sampling. Responden penelitian adalah masyarakat setempat berusia ≥18 tahun, bersedia diwawancarai dan
melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara. Data karakteristik responden dianalisis dengan menggunakan statistik dekskriptif dan data kualitatif hasil wawancara diolah dengan metode content analysis.
Responden yang menggunakan obat untuk pengobatan mandiri masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pengobatan mandiri dan obat untuk pengobatan mandiri. Responden beranggapan bahwa obat memiliki efek samping yang membahayakan tetapi responden menyatakan obat untuk pengobatan mandiri bermanfaat, menyukai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri dan akan menggunakan obat untuk mengatasi gejala atau sakit yang dialami.
ABSTRACT
Self medication is the use of medicine to treat self-recognized ilness or
symptom without doctor’s advice. Seeking behavior of self-medication using medicines by indonesian population is likely to increase, especially in rural people. The aim of this research is to describe knowledge, attitude and practice of using medicines for self-medication among people in Dieng Kejajar Wonosobo Jawa Tengah.
This study is a descriptive observational with cross sectional design. The sampling technique is non random accidental sampling. Respondents are local people ≥18 years, willing to be interviewed and took self-medication for a past month. The research instrument is interview guide. Data of respondent characteristics were analyzed with descriptive statistical and interview qualitative data was analyzed with content analysis method.
Most of the respondents that use medicines for self-medication still have less knowledge about self-medication and medicines. Respondents thought that medicines have harmful side effects. However, respondents hold that medicines for medication can treat ilness or symptom, like using medicines for self-medication and will use medicine to treat self-recognized ilness or symptom.
KAJIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN
MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yeni Mardiati Pasaribu NIM : 128114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
KAJIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN
MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yeni Mardiati Pasaribu NIM : 128114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi
kelimpahan.”
(Amsal 13:4)
“Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul
seperti emas”
(Ayub 23:10)
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus yang selalu menguatkanku,
Kedua orang tuaku yang tercinta, Loiker Simanjuntak dan Kristopel Pasaribu
Kakak dan adikku yang tersayang, Anitha Risnawaty dan Hasiholan Pasaribu
Keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakanku
Sahabat-sahabatku yang selalu ada buatku
vii PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah“. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Aris Widayati, M.SI., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk berdiskusi serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.
2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan arahan yang berharga kepada penulis.
3. Dita Maria Virgina, S.Farm., Apt., M.,Sc. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan arahan yang berharga kepada penulis.
viii
5. Masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah atas partisipasi dan respon baik terhadap penelitian yang telah dikerjakan.
6. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.
7. Bapak Mardi selaku Kepala Desa Dieng dan keluarga yang dengan murah hati mendukung, membimbing, mengarahkan, dan menerima penulis dengan baik selama berada di Desa Dieng.
8. Orang tuaku yang tercinta, Loiker simanjuntak yang selalu mendukung, menguatkan, membimbing, dan mencintaiku dengan penuh kasih sayang. 9. Kakak dan adikku yang tercinta, Anitha Risnawaty Pasaribu dan Hasiholan
pasaribu, yang selalu mendoakan, mendukung dan membantuku.
10.Keluarga besar Simanjuntak, terima kasih atas doa dan motivasinya untukku. 11.Teman-teman seperjuanganku “skripsi payung 4” “Veronika, Lusia Jois
Mariana, dan Natalia Putri Arumsari”.
12.Sahabat-sahabatku tercinta, Febe worabay, Eka Cresentia, Ivana Putri, Fransiska, Bella Tigau, untuk doa, perhatian dan semangat yang kalian berikan.
ix
14.Mas Awan Whisnubrata yang selalu siap menjadi kakak bila nasehatnya dibutuhkan dan juga untuk setiap doanya.
15.Teman-teman FKK B 2012 dan semua angkatan 2012 yang telah bersama-sama berbagi suka dan duka di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. 16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.
Yogyakarta, 26 November 2015
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ...xvii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 5
a. Manfaat teoritis ... 5
b. Manfaat praktis ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
2. Tujuan khusus ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7
A. Pengobatan mandiri ... 7
B. Penggunaan obat dalam pengobatan mandiri ... 9
xi
2. Obat bebas terbatas ... 11
3. Obat keras ... 12
C. Perilaku ... 13
1. Pengetahuan (knowledge) ... 14
2. Sikap (attitude) ... 16
3. Tindakan (practice) ... 17
D. Keterangan Empiris ... 19
BAB III. METODE PENELITIAN... 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20
B. Variabel Penelitian ... 20
C. Definisi Operasional ... 21
D. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian ... 21
E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 24
G. Teknik Pengambilan Sampel ... 25
H. Instrumen Penelitian ... 25
I. Tahapan Penelitian ... 26
1. Studi pustaka ... 26
2. Penentuan lokasi penelitian ... 26
3. Perizinan dan etika penelitian ... 26
4. Pembuatan panduan wawancara ... 27
5. Pengumpulan data ... 28
6. Pengolahan data ... 28
7. Analisis hasil ... 29
8. Keterbatasan penelitian ... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Karakteristik Responden ... 31
1. Jenis kelamin ... 32
2. Usia ... 32
3. Jenis pekerjaan ... 33
xii
5. Tingkat pendidikan terakhir ... 34
6. Pendapatan per bulan ... 35
B. Profil Perilaku Pengobatan Mandiri Menggunakan Obat di Kalangan Masyarakat Desa Dieng ... 35
1. Pengertian responden mengenai pengobatan mandiri ... 36
2. Pengetahuan responden mengenai obat untuk pengobatan mandiri ... 39
a. Pengenalan responden mengenai obat ... 39
b. Pengenalan responden mengenai bentuk obat untuk pengobatan mandiri ... 42
c. Pengenalan responden mengenai lambang obat untuk pengobatan mandiri ... 43
3. Sikap responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 45
a. Pendapat responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 45
b. Penilaian responden berdasarkan suka atau tidak suka terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 47
c. Penilaian responden berdasarkan kemanfaatan obat untuk pengobatan mandiri ... 48
4. Tindakan responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
A. Kesimpulan ... 51
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN ... 58
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Karakteristik sosio-demografi dan ekonomi responden ...29
Tabel II. Definisi pengobatan mandiri menurut responden ...35
Tabel III. Pengetahuan responden mengenai bentuk obat ...40
Tabel IV. Pendapat responden mengenai penggunaan obat ...43
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lambang obat bebas ... 11
Gambar 2. Lambang obat bebas terbatas ... 11
Gambar 3. Lambang obat keras ... 13
Gambar 4. Skema hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan ... 19
Gambar 5. Skema pencarian subjek uji ... 22
Gambar 6. Skema kajian penelitian payung ... 24
Gambar 7. Persentase partisipan mendengar istilah pengobatan mandiri ... 34
Gambar 8. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah pengobatan mandiri ... 36
Gambar 9. Persentase pengetahuan responden tentang obat ... 37
Gambar 10. Pengetahuan responden mengenai peresepan obat... 39
Gambar 11. Persentase jawaban responden mengenai lambang obat ... 41
Gambar 12. Sikap memihak responden terhadap obat untuk pengobatan mandiri ... 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian. ... 56
Lampiran 2. Ethical clearence. ... 58
Lampiran 3. Inform consent. ... 59
Lampiran 4. Panduan wawancara ... 61
xvi INTISARI
Pengobatan mandiri merupakan penggunaan obat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan baik yang dialami oleh diri sendiri maupun keluarga tanpa adanya nasehat dokter. Perilaku pencarian pengobatan mandiri menggunakan obat yang dilakukan oleh penduduk Indonesia meningkat khususnya pada masyarakat pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode non random accidental sampling. Responden penelitian adalah masyarakat setempat berusia ≥18 tahun, bersedia diwawancarai dan melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara. Data karakteristik responden dianalisis dengan menggunakan statistik dekskriptif dan data kualitatif hasil wawancara diolah dengan metode content analysis.
Responden yang menggunakan obat untuk pengobatan mandiri masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pengobatan mandiri dan obat untuk pengobatan mandiri. Responden beranggapan bahwa obat memiliki efek samping yang membahayakan tetapi responden menyatakan obat untuk pengobatan mandiri bermanfaat, menyukai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri dan akan menggunakan obat untuk mengatasi gejala atau sakit yang dialami.
xvii ABSTRACT
Self medication is the use of medicine to treat self-recognized ilness or symptom without doctor’s advice. Seeking behavior of self-medication using medicines by indonesian population is likely to increase, especially in rural people. The aim of this research is to describe knowledge, attitude and practice of using medicines for self-medication among people in Dieng Kejajar Wonosobo Jawa Tengah.
This study is a descriptive observational with cross sectional design. The sampling technique is non random accidental sampling. Respondents are local people ≥18 years, willing to be interviewed and took self-medication for a past month. The research instrument is interview guide. Data of respondent characteristics were analyzed with descriptive statistical and interview qualitative data was analyzed with content analysis method.
Most of the respondents that use medicines for self-medication still have less knowledge about self-medication and medicines. Respondents thought that medicines have harmful side effects. However, respondents hold that medicines for medication can treat ilness or symptom, like using medicines for self-medication and will use medicine to treat self-recognized ilness or symptom.
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Salah satu upaya penyembuhan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengobati sakit atau ganggguan kesehatan untuk dirinya sendiri atau keluarga dikenal dengan pengobatan mandiri. Pengobatan mandiri merupakan pemilihan dan penggunaan obat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan. Pengobatan mandiri mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kesehatan (Ruiz, 2010). Penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit proporsi terbesar adalah pengobatan mandiri. Penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan mandiri proporsi terbesar menggunakan obat (91,04% di perkotaan dan 86,93% di pedesaan), sisanya menggunakan obat tradisional atau cara tradisional (Supardi, 2005). Pengobatan mandiri mempunyai kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan masyarakat tentang penyakit ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya, motivasi masyarakat untuk mengobati penyakit ringan yang mampu dikenali sendiri, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat-obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan atau gejala yang muncul (Notoatmodjo, 2010).
teratasi atau sembuh. Apabila seseorang atau anggota keluarga mengalami sakit atau gangguan kesehatan, biasanya salah satu keputusan yang diambil adalah melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat (Notoatmodjo,2010). Karena adanya kesadaran akan tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan bahwa tenaga profesional tidak terlalu dibutuhkan untuk penyakit yang ringan, seseorang cenderung melakukan pengobatan mandiri.
Menurut Badan Pusat Statistik (2015), persentase penduduk Provinsi Jawa Tengah yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat selama sebulan terakhir pada tahun 2013 yaitu sebesar 91, 53 %, sisanya menggunakan obat tradisional dan lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Supardi (2004), pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan mandiri umumnya masih rendah. Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan sangat penting dalam menentukan bentuk sikap yang akan membentuk suatu tindakan. Dalam melakukan pengobatan mandiri untuk mengatasi gangguan kesehatan, masyarakat dituntut harus mengetahui dan memahami tentang obat yang akan digunakan sehingga mampu menentukan pilihan obat yang tepat untuk dirinya dan keluarga.
Masyarakat Desa Dieng cenderung melakukan pengobatan mandiri karena pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan praktek dokter hanya tersedia di Kecamatan Kejajar yang relatif cukup jauh dari Desa Dieng sehingga pengobatan mandiri menggunakan obat menjadi pilihan pertama masyarakat Desa Dieng untuk mengatasi sakit atau gangguan kesehatan untuk keluarga yang dapat diakses di toko obat atau warung terdekat.
Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian kajian perilaku penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang penting utamanya untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat Desa Dieng dan juga daerah lainnya, terutama dalam hal peningkatan mutu pengobatan mandiri, baik melalui program yang sudah berjalan maupun penyuluhan.
1. Perumusan masalah
a. Seperti apa karakteristik masyarakat yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah?
b. Seperti apa profil perilaku pengobatan mandiri yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat di Kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah?
2. Keaslian penelitian
a. “Hubungan Pengetahuan, Sikap, Perilaku Kepala Keluarga Dengan Pengambilan Keputusan Pengobatan Tradisional di Desa Rambah Tengah Hilir Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu, Riau” (Desni, Wibowo,
Rosyidah, 2011).
b. “Perilaku pengobatan sendiri yang rasional pada masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman’’ (Kristina, Prabandari, Sudjaswadi, 2008).
c. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Obat atau Obat Tradisional dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Pedesaan” ( Supardi, Muktiningsih,
Handayani, 1997).
d. “Health Seeking Behavior di Kalangan Masyarakat Urban di Kota Yogyakarta” (Widayati, 2012).
e. “Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional dan Cara Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia” (Supardi, Jamal, Raharni, 2005).
f. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap mengenai Obat Tradisional dan Obat Modern dengan Tindakan Pemilihan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah” (Pangastuti, 2014).
g. “Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap mengenai Obat Tradisional dan Obat Modern terhadap Tindakan Pemilihan Obat pada Pengobatan Mandiri di Kalangan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma” (Cristiana, 2014).
penelitian, waktu pelaksanaan. Perbedaan yang lainnya terletak pada tujuan penelitian sekarang yaitu untuk memberi gambaran profil perilaku pengobatan mandiri yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan menggunakan obat di Kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang kajian perilaku penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Memberikan dekskripsi yang jelas mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
b. Manfaat praktis
1) Dapat menjadi masukan dan data dasar bagi instansi terkait dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam penggunaan obat untuk pengobatan mandiri.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Untuk memberi gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
2. Tujuan khusus
a. Untuk memberi gambaran karakteristik masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A.Pengobatan Mandiri
Menurut World Health Organization (1998), Pengobatan mandiri merupakan tindakan seseorang dalam memilih dan menggunakan obat-obatan untuk mengobati gangguan kesehatan atau sakit. Salah satu keuntungan pengobatan mandiri adalah obat untuk mengatasi gangguan tersebut sering kali memang sudah tersedia di rumah. Bagi orang yang tinggal di desa terpencil, belum adanya praktik dokter menjadi alasan masyarakat di desa untuk melakukan pengobatan mandiri karena pengobatan mandiri akan menghemat banyak waktu dan biaya yang diperlukan untuk pergi ke kota mengunjungi seorang dokter (Tan dan Rahardja, 2010).
Menurut Djunarko dan Hendrawati (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pengobatan mandiri, antara lain sebagai berikut:
1. Mahal dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan seperti biaya rumah sakit dan berobat ke dokter, membuat masyarakat untuk mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit yang relatif ringan.
3. Promosi obat bebas dan obat bebas terbatas yang gencar oleh pihak produsen obat baik melalui media cetak maupun elektronik bahkan sampai beredar ke pelosok-pelosok desa.
4. Semakin tersebarnya distribusi obat melalui puskesmas dan warung obat desa yang berperan dalam peningkatan pengenalan dan penggunaan obat, terutama obat tanpa resep dalam swamedikasi.
5. Kampanye pengobatan mandiri yang rasional di masyarakat mendukung perkembangan farmasi komunitas.
6. Semakin banyak obat yang dahulu termasuk obat keras dan harus diresepkan dokter, dalam perkembangan ilmu kefarmasian yang ditinjau dari khasiat dan keamanan obat diubah menjadi obat tanpa resep seperti obat wajib apotek, obat bebas terbatas, dan obat bebas sehingga memperkaya pilihan masyarakat terhadap obat.
kondisi seseorang. Pelaku swamedikasi harus dapat memutuskan pilihan terapi yang tepat, perlu atau tidak diperiksakan ke dokter, perlu obat atau tidak, obat tradisional ataukah obat tanpa resep yang akan digunakan untuk mengatasi gejala dan sebagainya (Tan dan Rahardja, 2010).
B.Penggunaan Obat dalam Pengobatan Mandiri
Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan yang merupakan produk biologi yang digunakan untuk mengatasi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat merupakan komponen penting yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan (Syamsuni, 2006).
Obat dibuat dari bahan sintetik yang diolah secara modern dan digunakan serta diresepkan dokter dan kalangan medis untuk mengobati penyakit. Obat medis yang bisa diresepkan mempunyai kekuatan ilmiah karena sudah melalui uji klinis yang dilakukan bertahun-tahun. Sebagian besar obat medis yang beredar di Indonesia dan diresepkan berasal dari negara-negara barat dan dipatenkan meski begitu efek samping dari obat-obat yang sudah diuji klinis tetap ada karena daya tahan tubuh dan kondisi kesehatan orang masing-masing tidak sama (Harmanto dan Subroto, 2007).
kebijakan dalam membina kesehatan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat melakukan pengobatan mandiri, menteri kesehatan telah menetapkan obat bebas, obat bebas terbatas dan juga beberapa obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter langsung dari apoteker di apotek. Kelancaran pelaksanaan kebijakan menteri kesehatan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah atau gangguan kesehatan tergantung pada kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang obat dan kesehatan (Sartono,1993).
Penggolongan obat di Indonesia terdiri dari 5 golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras (termasuk di dalamnya obat wajib apotek), psikotropik dan narkotika. Penggolongan obat dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya (Depkes RI, 1993). Obat yang biasa digunakan sebagai upaya pengobatan mandiri adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (Sartono,1993).
1. Obat bebas (over the counter)
Obat bebas ditandai dengan lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Obat dengan simbol demikian dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter dan tersedia di banyak outlet, seperti apotek, toko obat, supermarket, dan bisa dibeli tanpa resep dokter. Contoh: Parasetamol, Aspirin dan vitamin-C.
Gambar 1. Lambang obat bebas
(DitJen Bina Kefarmasian, 2006) 2. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras namun dapat dijual atau dibeli dengan jumlah terbatas tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan garis tepi lingkaran berwarna hitam dan terdapat peringatan khusus pada kemasan (Depkes RI, 2008). Contoh: Ibuprofen, Bromhexin, dan Dexbrompheniramine Maleat. Terdapat tanda P yang berarti peringatan pada labelnya. Label P ada beberapa macam yaitu :
1. P.No. 1: awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya. 2. P.No. 2: awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan 3. P.No. 3: awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. 4. P.No. 4: awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar.
5. P.No. 5: awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. 6. P.No. 6: awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan.
Gambar 2. Lambang obat bebas terbatas
3. Obat keras
Obat keras mempunyai tanda khusus berupa lingkaran bulat merah dengan geris tepi berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi (DitJen Bina Kefarmasian, 2006). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/MenKes/ SK/ VII/ 1990, obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Contoh: Asam Mafenamat, Ranitidin dan Teofilin.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan (1990) pertimbangan kebijakan obat wajib apotek, yaitu:
1. Bahwa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional; 2. Bahwa peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat
dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhakn untuk pengobatan sendiri sekaligus menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional;
3. Bahwa oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri;
Gambar 3. Lambang obat keras
(DitJen Bina kefarmasian, 2006)
C.Perilaku
Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal (Wawan dan Dewi, 2011). Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik dan nonfisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya di mana seseorang itu berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
Perilaku seseorang adalah sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pcychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu: pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 1993).
1. Pengetahuan (knowledge)
Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat diinterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, memyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek tersebut.
c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah diperoleh pada situasi atau kondisi nyata dan sebenarnya.
d. Analisis (analysis). Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaiaan terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada. 2. Sikap (attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan ingin memihak atau tidak memihak pada objek tertentu. Sikap Merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu, sehingga dengan kata lain, sikap merupakan suatu reaksi atau respon seseorang terhadap sesuatu yang akan diterima (Azwar, 2005).
Seseorang individu akan membentuk pola sikap tertentu tergantung dari interaksi sosial terhadap berbagai situasi psikologis yang dihadapinya. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional individu tersebut (Azwar, 2005).
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Jadi sikap adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2010)
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (Fitriani, 2011).
Menurut Notoatmodjo (2010) sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya sebagai berikut:
a. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan.
b. Menanggapi (responding). Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing). Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.
d. Bertanggung jawab (responsible). Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
3. Tindakan (practice)
Menurut Notoatmodjo (1993), terbentuknya tindakan pada dasarnya dimulai dengan domain pengetahuan terlebih dahulu, kemudian terbentuk respon batin (sikap) terhadap objek yang diketahui. Namun, seseorang juga dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya.
Menurut Notoatmodjo (2010) tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni:
a. Praktik terpimpin (guided response). Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan
b. Praktik secara mekanisme (mechanism). Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
[image:38.595.104.515.170.724.2]c. Adopsi (adoption). Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan tindakan yang berkualitas.
Gambar 4. Skema hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan STIMULUS
(rangsangan)
PROSES STIMULUS
REAKSI TERBUKA (tindakan)
REAKSI TERTUTUP (pengetahuan
Dari skema dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan adanya rangsangan berupa pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut, akan menjadi dasar dan mendorong seseorang untuk bertindak atau juga dapat menjadi pengetahuan dan menimbulkan respon sikap seseorang yang diyakini sehingga akhirnya dapat menjadi respon tindakan (Notoatmodjo,2010).
D.Keterangan Empiris
20 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Kajian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah” ini termasuk jenis
penelitian observasional dekskriptif dengan rancangan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010) dan Swarjana (2012) observasional deskriptif adalah sebuah rancangan penelitian yang bertujuan untuk melihat dan memahami fenomena yang terjadi di dalam suatu masyarakat, tidak membandingkan satu kelompok dengan kelompok lainnya dan umumnya bersifat cross sectional. Rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) adalah rancangan penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan pada satu titik waktu (Swarjana, 2012).
B. Variabel Penelitian
1. Pengetahuan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri.
2. Sikap masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri.
C. Definisi Operasional
1. Obat adalah golongan obat yang dapat diperoleh atau dibeli tanpa resep dokter, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.
2. Pengobatan mandiri adalah tindakan pemilihan atau penggunaan obat dalam satu bulan terakhir oleh seseorang untuk mengatasi sakit atau gangguan kesehatan yang dapat dikenali sendiri untuk diri sendiri atau anggota keluarga. 3. Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui atau dikenali oleh masyarakat Desa
Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah mengenai pengobatan mandiri dan obat meliputi bentuk sediaan, perlu tidaknya resep dokter untuk mendapatkan obat dalam melakukan pengobatan mandiri, akses untuk mendapatkan obat, lambang obat dan arti dari lambang tersebut.
4. Sikap adalah keinginan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah untuk memihak (sikap positif) atau tidak memihak (sikap negatif) terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri. 5. Tindakan adalah praktek masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadap pemilihan obat untuk pengobatan mandiri.
D. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian
dan melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir. Menurut Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, usia 18 tahun merupakan usia dewasa seseorang. Usia dewasa merupakan usia seseorang dapat melakukan perbuatannya sendiri dengan tanggung jawab (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, 2015).
Skema pencarian subjek penelitian dapat dilihat pada gambar 5, yaitu sebagai berikut:
[image:42.595.101.516.246.703.2]
Gambar 5. Skema pencarian subjek uji 52 responden yang bersedia diwawancara
17 responden dikeluarkan (6 responden mendapatkan resep
dari dokter dan 11 responden tidak melakukan pengobatan mandiri selama 1 bulan terakhir)
4 responden melakukan pengobatan mandiri
dengan obat
26 responden melakukan pengobatan mandiri
menggunakan obat tradisional dan obat
5 responden melakukan pengobatan
mandiri dengan obat tradisional
30 responden yang melakukan pengobatan
mandiri dengan obat
31 responden melakukan pengobatan
mandiri dengan obat tradisional
Responden dalam penelitian payung ini yang melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir sebanyak 52 responden. Sebanyak 17 responden dikeluarkan (6 responden mendapatkan resep dari dokter dan 11 responden menyatakan tidak melakukan pengobatan mandiri selama 1 bulan terakhir selama wawancara berlangsung). Sebanyak 35 responden yang tersisa yang memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 4 responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat, 26 responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat dan obat tradisional dan 5 responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat tradisional sehingga responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat sebesar 30 responden. Menurut Krithikadatta (2014) dan Hardon, Hodgkin, Fresle (2004) dengan jumlah minimal 30 responden sudah dapat memperoleh data yang terdistribusi normal bila akan dilakukan penelitian dengan analisis statistika seperti penelitian komparasi dan korelasi.
E. Tempat dan Waktu Penelitian
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul utama yaitu “Profil Perilaku Pengobatan Mandiri Menggunakan Tumbuhan Obat
di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan oleh 4 mahasiswa dengan kajian yang berbeda-beda. Kajian yang diangkat oleh peneliti adalah “Pengetahuan, Sikap dan
[image:44.595.102.507.233.604.2]Tindakan Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah”.
Gambar 6. Skema kajian penelitian payung Kajian
Obat
Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan
Kajian Penelitian Peneliti
Pola dan Motivasi
Obat Tradisional
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
G. Teknik Pengambilan Sampel
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode non-random sampling. Metode non-random sampling merupakan metode pengambilan sampel yang setiap individu dari populasi tidak memiliki kemungkinan (non-probability) yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Teknik accidental sampling dilakukan dengan cara memilih atau mengambil responden
yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat atau keadaan tertentu sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010). Responden yang diambil berdasarkan prinsip “ketidaksengajaan” (accidental). Ketidaksengajaan terjadi karena beberapa faktor seperti kemudahan dan situasi kondisi yang terjadi pada saat itu (Herdiansyah, 2010).
H. Instrumen Penelitian
Wawancara untuk memperoleh data kualitatif dilakukan dengan bantuan alat berupa panduan wawancara, alat perekam dan inform consent. Panduan wawancara divalidasi dengan metode expert judgement, dalam hal ini mengundang ahli dalam bidang obat untuk mereview panduan wawancara sebagai instrumen untuk pengambilan data penelitian ini. Panduan wawancara terdiri dari sejumlah pertanyaan yang dapat menggambarkan karakteristik responden, pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri. Inform consent yang telah ditandatangani oleh responden merupakan bukti bahwa
I. Tahapan Penelitian 1. Studi pustaka
Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi dan penelaahan pustaka mengenai pengobatan mandiri, obat, perilaku seseorang, metode penelitian, dan proses pembuatan panduan wawancara dan metode analisis data. Informasi atau hasil bacaan studi pustaka diperoleh dari jurnal dan buku. 2. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
3. Perizinan dan etika penelitian
Sebelum melakukan penelitian maka izin penelitian diurus ke Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Badan KESBANGLINMAS) Daerah Istimewa Yogyakarta yang kemudian diteruskan kepada kepala Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 5 Mei 2015. Setelah mendapatkan izin, peneliti bertemu dengan Ketua Kecamatan Kejajar yang memberikan masukan dan mengarahkan peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Dieng. Kemudian para peneliti bertemu dengan Ketua RT Desa Dieng mengenai maksud kedatangan peneliti. Pengurusan ethical clearance diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan
Sebelum diminta menandatangani inform consent, responden mendapatkan penjelasan singkat tentang penelitian ini.
4. Pembuatan panduan wawancara
Panduan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada kuesioner penelitian Pangastuti (2014). Namun untuk menyesuaikan dengan penelitian ini, ada penambahan beberapa pertanyaan untuk dijadikan panduan wawancara pada penelitian ini. Setelah itu panduan wawancara diuji validitasnya. Uji validitas yang dilakukan adalah terkait rasional isi pertanyaan yang dilakukan oleh dosen yang ahli pada bidang swamedikasi dan obat. Metode validitas yang digunakan adalah profesional judgement yang dilakukan bersama dosen pembimbing.
5. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan berdasarkan panduan wawancara yang berisi beberapa pertanyaan dan tujuan wawancara untuk mendapatkan penjelasan tentang sesuatu fenomena (Herdiansyah, 2010). Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan alat perekam, panduan wawancara dan buku catatan. Sebelum pengumpulan data dilakukan, calon responden diminta untuk menandatangani inform consent sebagai persetujuan untuk mengikuti penelitian ini.
Pengumpulan data dilakukan 2 kali. Pengambilan data pertama dilakukan pada tanggal 14-16 Mei 2015 dan pengambilan data kedua dilakukan pada tanggal 13-15 Juni 2015. Pada pengambilan data kedua juga dilakukan verivikasi data pada pengambilan pertama kali karena ada beberapa data hasil wawancara yang perlu diperjelas.
6. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan content analysis. Content analysis adalah cara mencari makna dari data tertulis atau visual dengan cara alokasi isi sistematis ke kategori terinci yang telah ditentukan sebelumnya dan kemudian menghitung dan menginterpretasikan hasilnya (Sarosa, 2012).
dibuat oleh asisten peneliti pada saat wawancara berlangsung. Peneliti kedua mengulang proses ini sebagai upaya pemastian keakuratan proses transkrip data. Langkah kedua adalah hasil transkrip wawancara dikuantifikasikan berdasarkan pertanyaan panduan wawancara dan dihitung persentasenya. Langkah ketiga adalah mendeskripsikan atau menggambarkan hasil wawancara tersebut.
J. Analisis Hasil
Data berupa karakteristik responden yang menggunakan obat dianalisis dengan metode statistik dekskriptif. Metode statistik yang digunakan adalah teknik perhitungan persentase yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram. Perhitungan presentase dilakukan dengan menggunakan rumus:
�% = × 100%
P : presentase jawaban (dalam %) A : jumlah jawaban
B : jumlah responden total
K. Keterbatasan Penelitian
1. Teknik pengambilan sampel yang digunakan merupakan non-random sampling sehingga hasil yang didapatkan tidak mewakili populasi masyarakat
Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah
2. Penelitian ini berfokus mendekskripsikan karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penggunnaan obat untuk pengobatan mandiri pada masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah sehingga informasi yang diperoleh terbatas pada hal tersebut.
31 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
[image:51.595.109.511.268.743.2]Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor faktor internal dan eksternal individu. Salah satu dari faktor internal individu adalah karakteristik sosio-demografi ekonomi. Karakteristik sosio-demografi ekonomi responden dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu: jenis kelamin, usia, pekerjaan, status pernikahan, pendidikan terakhir dan pendapatan per bulan. Responden yang bersedia menjadi subjek penelitian ini sebanyak 30 responden.
Tabel I. Karakteristik sosio-demografi dan ekonomi responden
Karakteristik sosio-demografi dan ekonomi responden Persentase (%)
n=30 Jenis kelamin: Perempuan Laki-laki 70 30 Usia (tahun): Range: 18-24 25-31 32-38 39-45 46-52 53-59 26 17 26 17 7 7 Jenis pekerjaan: Belum Bekerja Petani Wiraswasta/pedagang Guru Karyawan Ibu Rumah Tangga
3 36 33 3 14 11 Status pernikahan: Menikah Belum menikah 80 20
Pendidikan tertinggi yang dicapai:
S1 SMA SMP SD 7 40 33 20
Pendapatan keluarga per bulan:
Tidak memiliki pendapatan Pendapatan < Rp 300.000
Rp 300.000 ≤ pendapatan < Rp 1.000.000
Rp 1.000.000 ≤ pendapatan < Rp 1.500.000
Rp 1.500.000 ≤pendapatan ≤ Rp 2.000.000 Pendapatan > Rp 2.000.000
1. Jenis kelamin
Berdasarkan Tabel I, persentase terbanyak masyarakat Desa Dieng yang bersedia menjadi responden dan diwawancarai yaitu perempuan sebesar 70% dengan jumlah 21 orang .Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Berardi et al. (2002) yang mengungkapkan bahwa kaum perempuan lebih sering melakukan pengobatan mandiri untuk mengatasi minor illness dengan obat tanpa resep dibanding dengan kaum laki-laki. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Noviana (2011) dan Thoma (2011) yang menyatakan bahwa kaum wanita lebih banyak melakukan pengobatan mandiri baik untuk diri sendiri dan keluarga dibandingkan dengan kaum laki-laki dan kaum perempuan juga mempunyai pengetahuan yang baik dalam melakukan pengobatan mandiri untuk keluarganya. Proses pencarian pengobatan dalam suatu keluarga cenderung untuk dilakukan oleh kaum perempuan mengingat pengalaman dan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga sehingga tingkat pengetahuan dan pemahaman perempuan tentang konsep sehat dan sakit serta pentingnya pengobatan untuk setiap gangguan kesehatan yang diderita anggota keluarga, sangat menentukan pilihan pengobatan yang mana untuk digunakan keluarga.
2. Usia
melakukan pengobatan mandiri adalah kelompok usia sekolah dan usia kerja. Kelompok usia responden merupakan kelompok usia kerja. Semua responden pada penelitian ini berada pada rentang usia produktif sehingga bila responden mengalami sakit atau gangguan kesehatan, maka produktivitasnya terganggu karena tidak mampu bekerja atau beraktivitas.
3. Jenis pekerjaan
4. Status pernikahan
Status pernikahan responden meliputi menikah dan belum menikah. Berdasarkan hasil yang diperoleh, 24 dari 30 responden atau sebesar 80% responden telah menikah. Menurut hasil penelitian Widayati (2012), status pernikahan berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan untuk pengobatan mandiri. Status pernikahan responden menjadi penting karena berkaitan dengan pengalaman dan informasi yang didapatkan mengenai pengobatan mandiri. Responden yang sudah menikah khususnya para ibu biasanya mengikuti pertemuan PKK dan penyuluhan kesehatan sehingga memungkinkan mendapat informasi mengenai pengobatan mandiri lebih bervariasi. Dalam keluarga, seorang ibu memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan keluarga.
5. Tingkat pendidikan terakhir
6. Pendapatan per bulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu pendapatan per bulan dengan persentase terbesar yaitu 27% adalah antara Rp 300.000,00 ≤ pendapatan < Rp 1.000.000,00 (8 responden). Menurut Aoyama, Koyama dan Hibino (2012) tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap perilaku pengobatan mandiri. Hal ini diperkuat oleh penelitian Kristina (2008) yang menyatakan bahwa pendapatan secara signifikan mempengaruhi perilaku pengobatan mandiri. Masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi akan dengan mudah mengakses sarana kesehatan dibandingkan dengan masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Tingginya biaya pelayanan kesehatan seperti biaya dokter menjadi pemicu seseorang mencari pengobatan yang relatif murah. Berdasarkan hasil wawancara selama penelitian, ditemukan bahwa masyarakat yang berpendapatan tinggi lebih percaya berobat ke dokter meskipun untuk penyakit ringan. Sebaliknya masyarakat berpendapatan rendah, memilih warung untuk membeli obat untuk mengobati keluhan mereka.
B. Profil Perilaku Pengobatan Mandiri Menggunakan Obat di Kalangan Masyarakat Desa Dieng
1. Pengertian responden mengenai pengobatan mandiri
Pengobatan mandiri adalah pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu (atau anggota keluarga individu) untuk mengobati kondisi atau gejala yang dirasakan atau didiagnosis sendiri (Ruiz, 2010). Berdasarkan pertanyaan “Apakah Anda pernah mendengar istilah pengobatan mandiri?”, bahwa sebesar
[image:56.595.100.508.249.566.2]67% (20 responden) menyatakan tidak pernah mendengar istilah pengobatan mandiri.
Gambar 7. Persentase responden mendengar istilah pengobatan mandiri, n=30
Menurut Supardi dan Notosiswoyo (2004), umumnya pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan mandiri masih sangat rendah. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pangastuti (2014). Pengetahuan tentang pengobatan mandiri berhubungan dengan pengobatan mandiri yang aman, tepat, dan rasional sehingga bila pengetahuan tentang pengobatan mandiri baik maka obat untuk pengobatan mandiri memungkinkan untuk digunakan secara rasional.
Pernah mendengar
istilah pengobatan
mandiri 33% tidak pernah
mendengar istilah pengobatan
Dalam penelitian ini juga dibahas mengenai definisi pengobatan mandiri menurut responden. Sesuai dengan pengertian pengobatan mandiri, hasil penelitian didapatkan bahwa responden dari 10 responden yang pernah mendengar istilah pengobatan mandiri, hanya 1 responden yang dapat menjelaskan definisi pengobatan mandiri secara baik dan benar yaitu:
[image:57.595.105.516.146.603.2]“Menggunakan obat untuk mengobati sakit yang dapat dikenali sendiri”.
Tabel II. Definisi pengobatan mandiri menurut responden Definisi pengobatan mandiri menurut responden Tidak dapat menerangkan
Alternatif pengobatan Meracik sendiri
Pengobatan yang kurang enak dan jarang diminati
Pengobatan yang kurang baik menggunakan kimia dan tradisional Seperti obat tradisional
Menggunakan obat untuk mengobati sakit yang dapat dikenali sendiri Obat yang dibeli di warung atau toko obat
Belajar mengidentifikasi sakit dan obat sendiri Pengobatan mandiri itu kurang bagus
Sebanyak 10 responden yang pernah mendengar tentang pengertian pengobatan mandiri, juga diteliti dari mana sumber informasi mengenai pengobatan mandiri.
Gambar 8. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah pengobatan mandiri, n=10
Dari 10 responden yang menyatakan pernah mendengar pengobatan mandiri, sebagian besar responden mendapatkan informasi mengenai pengobatan mandiri dari teman. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pangastuti (2014) yang menyatakan bahwa sumber informasi tentang pengobatan mandiri terbesar didapatkan dari media cetak atau elektronik. Responden merupakan masyarakat desa dieng yang mana akses sumber informasi elektronik dan cetak masih sangat terbatas. Selama melakukan penelitian, responden cenderung untuk berkumpul bersama atau berinteraksi dengan lainnya sehingga dari adanya interaksi satu dengan yang lainnya dapat terjadi pertukaran informasi mengenai pengobatan mandiri. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan
Teman 40%
Tetangga 20% Orang Lain
10%
Media cetak dan elektronik
Wawan dan Dewi (2011) faktor sosial dan budaya mempengaruhi perkembangan dan pengetahuan individu.
2. Pengetahuan responden mengenai obat untuk pengobatan mandiri
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).
a. Pengenalan responden mengenai obat
Obat merupakan obat yang dapat digunakan dalam pengobatan mandiri. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penetapan diagnosis, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan. Obat yang dapat digunakan untuk pengobatan mandiri adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek yang diserahkan langsung oleh apoteker. Obat dalam penelitian ini merupakan obat bebas dan obat bebas terbatas.
Gambar 9. Persentase pengetahuan responden tentang obat untuk pengobatan mandiri, n=30
Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan responden mengenai obat bebas dan bebas terbatas masih sangat rendah tetapi ada kemungkinan responden yang tidak pernah mendengar tentang obat mengetahuinya tetapi tidak memahami bahwa obat yang sering mereka gunakan untuk pengobatan mandiri merupakan obat sehingga perlu adanya peran serta tenaga kesehatan dan pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap obat.
Berdasarkan hasil penelitian 11 responden yang pernah mendengar tentang obat mengatakan bahwa obat dapat dibeli di warung. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Supardi (2000) yang mengatakan bahwa salah satu sumber obat obat dalam upaya pengobatan mandiri di masyarakat adalah warung. Warung merupakan suatu usaha swadaya masyarakat yang menjual secara eceran aneka ragam bahan kebutuhan pokok sehari-hari. Obat merupakan kebutuhan masyarakat yang tersedia di warung dalam jumlah yang terbatas tetapi obat tidak dapat disamakan dengan barang yang dijual di warung karena terkait dengan perundang-undangan kesehatan (Supardi, 2000). Di Desa
Pernah mendengar mengenai obat
40% Tidak pernah
Dieng, membuka warung merupakan kegiatan ibu rumah tangga, disamping kesibukan sehari-hari mengurus rumah tangga dan juga kegiatan membuka warung merupakan keuntungan yang dimanfaatkan para warga terkait Desa Dieng yang merupakan tempat wisata. Pendidikan dan status pemilik warung umumnya tidak berbeda dengan masyarakat lingkungannya. Penelitian Supardi (2000) menyatakan bahwa persentase terbesar pemilik warung mendapat informasi dari toko obat, brosur dan kemasan obat sehingga bila responden membeli obat obat di warung maka sumber informasi mengenai obat yang mereka dapatkan berasal dari pemilik warung yang mana mendapatkan informasi dari kemasan obat, brosur dan toko obat. Berdasarkan hal tersebut, informasi yang responden dapatkan mengenai obat obat untuk pengobatan mandiri masih sangat minim dan dapat terjadi pengobatan yang tidak rasional.
Gambar 10. Pengetahuan responden mengenai perlu tidaknya resep dokter untuk pengobatan mandiri, n=12
Sebanyak 67% (8 responden) menyatakan bahwa obat untuk pengobatan mandiri dapat dibeli tanpa resep dokter. Dengan adanya pengetahuan responden bahwa obat dapat dibeli tanpa resep dokter maka tidak dapat dipungkiri akses untuk melakukan pengobatan mandiri semakin mudah tetapi dapat juga terjadi pengobatan mandiri yang boros atau tidak rasional. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara langsung sudah mengetahui konsep pengobatan mandiri tetapi mungkin mereka tidak menyadari bahwa obat yang mereka beli dan gunakan merupakan tindakan pengobatan mandiri.
b. Pengenalan responden mengenai bentuk obat untuk pengobatan mandiri.
Menurut Depkes (2008) ada beberapa bentuk sediaan obat, yaitu kapsul, tablet, pulvis, puyer, sirup dan larutan obat luar. Berdasarkan hasil penelitian, responden paling mengenal bentuk tablet kemudian cairan, kapsul dan sebuk.
Obat untuk pengobatan mandiri dapat
dibeli tanpa resep dokter
67% Obat untuk
pengobatan mandiri harus dibeli dengan resep dokter
Tabel III. Pengetahuan responden mengenai bentuk obat Bentuk Obat Persentase jawaban (%)
n=12
Tablet 75
Cairan 58
Serbuk 33
Kapsul 58
*jawaban responden dapat lebih dari 1 bentuk sediaan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan seseorang tentang kesehatan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri. Berdasarkan hasil di atas, responden paling banyak mengenal bentuk tablet dan cairan. Responden lebih mengetahui bentuk-bentuk sediaan di atas dari pengalaman mereka pada saat melakukan pengobatan mandiri.
c. Pengenalan responden mengenai lambang obat untuk pengobatan mandiri
Gambar 11. Persentase jawaban responden mengenai lambang kemasan obat, n=30
Berdasarkan hasil penelitian, dari 12 responden yang mengatakan pernah mendengar mengenai obat, hanya sebesar 25% (3 responden) pernah melihat lambang pada kemasan obat tetapi 2 dari 3 responden yang dapat menyebutkan lambang obat tidak mengetahui artinya. Tiga responden tersebut mengatakan bahwa:
“Hijau, biru, merah” (U) “Hijau, merah” (L)
“Hijau bulat artinya herbal” (I)
Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan responden mengenai lambang obat masih kurang. Responden yang pernah melihat lambang obat tidak memahami arti dari lambang tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurulita (2003) dan Supardi (2006) menyatakan bahwa masyarakat cenderung melakukan pengobatan mandiri tanpa didasari pengetahuan yang memadai mengenai obat yang dikonsumsi. Informasi tentang obat yang
Pernah melihat 25% Tidak pernah
melihat lambang pada kemasan
mereka dapatkan sebagian besar dari pengalaman orang lain dan hanya 5,63% informasi dari petugas kesehatan. Sedikitnya informasi yang diperoleh oleh responden dalam melakukan pengobatan mandiri dapat mempengaruhi pengetahuan responden sehingga dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.
3. Sikap responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri Sikap merupakan respon evaluatif yang dilakukan individu terhadap objek. Melalui sikap, seseorang memahami proses kesadaran yang menentukan tindakan nyata yang dilakukannya (Wawan dan Dewi, 2011). Dalam penelitian ini sikap digali melalui pendapat dan penilaian responden terhadap objek yaitu obat untuk pengobatan mandiri.
a. Pendapat responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri
Tabel IV. Pendapat responden mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri
Pendapat responden mengenai penggunaan obat Persentase (%) n=12 Banyak Efek sampingnya jadi bahaya bila sering
digunakan
34 Memakai obat bila obat tradisional tidak dapat
menyembuhkan
8 Bisa menyembuhkan tapi tergantung kecocokan
individu
25
Dapat dipercaya 8
Bagus 17
Tidak bagus 8
b. Penilaian responden berdasarkan suka atau tidak suka terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri
[image:67.595.103.495.218.582.2]Penilaian atau perasaan suka atau tidak suka terhadap obat dalam melakukan pengobatan mandiri juga diteliti dalam penelitian ini. Penilaian responden terhadap obat digambarkan pada Gambar 11.
Gambar 12. Sikap memihak responden terhadap obat untuk pengobatan mandiri, n=12
Dari hasil di atas, sebesar 50% (6 responden) menyukai atau memihak untuk menggunakan obat untuk pengobatan mandiri sedangkan 6 responden lainnya tidak menyukai menggunakan obat untuk pengobatan mandiri. Menurut Depkes (2007) bahwa penduduk yang melakuan pengobatan mandiri menggunakan obat terbesar di pedesaan sebesar 87,72%, sisanya menggunakan obat tradisional dan cara lainnya. Sebagian masyarakat Desa Dieng menyatakan tidak menyukai menggunakan obat. Hal ini dapat dikarenakan masyarakat Desa
Menyukai menggunakan
obat untuk pengobatan
mandiri 50% Tidak menyukai
menggunakan obat untuk pengobatan
Dieng takut terjadi efek samping bila mereka mengkonsumsi obat untuk mengatasi keluhan atau sakit yang dialami. Sebagian lainnya menyatakan menyukai menggunakan obat untuk pengobatan mandiri sehingga pengetahuan responden tentang obat untuk pengobatan mandiri harus ditingkatkan agar obat dapat digunakan secara baik dan benar.
c. Penilaian responden berdasarkan kemanfaatan obat untuk pengobatan mandiri
[image:68.595.101.514.236.609.2]Perilaku individu berubah dan berkembang seiring dengan kesadaran dan pengambilan keputusan dirinya terhadap kualitas kesehatan (Sudarma, 2008). Penilaian mengenai suatu objek akan menentukan tindakan yang akan dilakukan seseorang (Fitriani, 2011).
Gambar 13. Kemanfaatan obat untuk pengobatan mandiri, n=12
Sebagian besar responden, 67% (8 responden) menyatakan bahwa obat bermanfaat untuk menyembuhkan sakit atau keluhan responden. Obat bisa sangat membantu masyarakat dalam pengobatan mandiri secara aman dan efektif bila
Tidak bermanfaat 25%
Ragu-ragu/tergantung
penyakit 8% Obat bermanfaat
untuk pengobatan mandiri
digunakan secara benar (Kristina, 2008). Sikap positif responden terhadap manfaat obat untuk pengobatan mandiri kemungkinan dikarenakan obat efektif untuk menghilangkan keluhan, efisiensi biaya dan efisiensi waktu.
4. Tindakan responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri
[image:69.595.97.518.228.576.2]Perilaku penyembuhan adalah tindakan (action) yang diambil oleh seseorang atau keluarga yang sedang sakit untuk memperoleh penyembuhan. Salah satu dari perilaku atau tindakan penyembuhan adalah mengobati diri sendiri atau pengobatan mandiri. Menurut Depkes (2007) masyarakat pedesaan memiliki persentase sebesar 66,03% untuk mengobati diri sendiri atau melakukan pengobatan mandiri dan kebanyakan obat yang digunakan untuk pengobatan mandiri oleh masyarakat pedesaan adalah obat (persentase 87,87%).
Tabel V. Respon tindakan responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri
Respon tindakan responden Persentase (%) n=12 Akan menggunakan obat untuk mengatasi gejala/sakit 92 Tidak akan menggunakan obat untuk mengatasi
gejala/sakit
8
51 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Karakteristik masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah yang mengikuti penelitian ini sebagian besar merupakan perempuan (70%), sudah menikah (80%), sebagian besar berusia 18-24 dan 32-38 tahun (masing masing 26%), memiliki pekerjaan sebagai