• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Keluhan Pelanggan Pendidikan Daya Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Keluhan Pelanggan Pendidikan Daya Manusia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KELUHAN PELANGGAN PENDIDIKAN; Studi Penanganan Keluhan Mahasiswa

Oleh: Jamaluddin

Penelitian ini berangkat dari kegilasahan akademis terhadap fenomena keluhan mahasiswa terhadap layanan pendidikan serta pengelolaan keluhan yang belum optimal. Hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif menemukan bahwa prilaku keluhan mahasiswa terhadap layanan pendidikan diwujudkan dalam bentuk voice response, silence response, dan third party responses. Ada tiga hal yang menjadi tema keluhan yaitu ketidakpuasan terhadap layanan pendidikan aktual, kebijakan pimpinan yang dirasakan sepihak, dan persoalan moral dan etika. Dua faktor terakhir menjadi karakteristik keluhan pelanggan pada dunia pendidikan yang membedakannya dengan dunia industri. Faktor-faktor determinan yang mewarnai belum optimalnya penanganan keluhan adalah; pertama, mindset pihak manajemen. Kedua, gaya kepemimpinan top leader yang kurang mendukung pengambilan keputusan yang cepat, tegas, fair, dan realistik. Ketiga, belum ada prosedur standar penanganan keluhan. Keempat, pola komunikasi yang masih cenderung satu arah Hasil penelitian ini merekomendasikan agar keluhan mahasiswa sebagai pelanggan primer dikelola secara profesional.

(2)

A. Pendahuluan

Kajian mengenai pemenuhan kebutuhan pelanggan dewasa ini menjadi menarik seiring dengan semakin banyak lembaga pendidikan yang mengadopsi sistem manajemen mutu yang biasa digunakan dalam dunia industri, seperti ISO 9001:2008. Apalagi seiring dengan Peraturan Pemerintah N0 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kriteria minimal tentang sistem pendidikan yang berlaku dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

IAIN Sulthan Thaha Saifuddin saat ini tengah bergeliat dalam mengembangankan mutu layanan pendidikan dengan secara bertahap mulai mengadopsi sistem manajemen mutu ISO 9001:2008, dengan komitmen menjadi perguruan tinggi yang bermutu dalam mengembangkan studi keislaman dan keilmuan menuju pengakuan nasional, regional, dan global serta menghasilkan lulusan yang mampu berkarya di masyarakat dan berdaya saing tinggi secara Islami (Dokumen ISO IAIN STS Jambi, 2013). Selanjutnya, guna mencapai standar mutu dan memenuhi harapan pelanggan serta kebutuhan dan kepuasan pelanggan diupayakan melalui; (1) proses perencanaan dan pemenuhan standar mutu IAIN STS Jambi secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholder memperoleh kepuasan, (2) membangun dan mengimplementasikan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan, (3) meningkatkan kompetensi sumberdaya manusia di bidang akademik, manajemen, dan kewirausahaan, dan (4) peningkatan kinerja dan layanan prima melalui pencapaian sasaran mutu yang ditetapkan.

(3)

tidak jarang cukup mengganggu stabilitas kampus sehingga berimplikasi terhadap suasana akademik. Sedangkan private response umumnya diwujudkan dengan menceritakan kondisi layanan kepada pihak luar sehingga akan memperburuk citra lembaga di dunia luar.

Oleh pihak lembaga, keluhan mahasiswa biasanya diakomodir baik melalui dialog antara mahasiswa dengan pihak manajemen maupun dengan langsung mengambil tindakan pencegahan dengan turun ke lapangan. Meskipun demikian berdasarkan dan pengamatan di lapangan ditemukan bahwa sejumlah keluhan mahasiswa cenderung belum dikelola secara optimal dan strategis sehingga keluhan dengan kasus yang sama tidak jarang berulang. Padahal pada hakikatnya tujuan utama pelanggan menyampaikan keluhan adalah untuk memperbaiki citra lembaga dan guna mendapatkan layanan terbaik yang pada prinsipnya akan menguntungkan lembaga sendiri.

(4)

rendahnya kualitas nilai balikan (rate of return) dibandingkan dengan dana yang dikeluarkan oleh negara. Ketiga dalam konteks pengembangan sumberdaya manusia, ketidakoptimalan dalam pengelolaan keluhan pelanggan bermakna terjadinya proses manajerial yang masih menganut paradigma tradisional dan kurang memperhatikan dinamika masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

B. METODE

Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi dengan setting penelitian pada kondisi sosial keluhan mahasiswa di kampus IAIN Sulthan Taha Saifuddin Jambi. Pemilihan setting ini didasarkan pada pertimbangan ; pertama, lembaga tersebut merupakan salah instituti yang menjadi pilihan masyarakat Jambi dan sekitarnya serta secara kuantitas terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Kedua, pihak manajemen IAIN STS Jambi telah berkomitmen untuk melaksanakan sistem penjaminan mutu ISO 9001-2008, menunjukkan bahwa adanya kecenderungan untuk memberikan layanan terbaik untuk kepuasan pelanggan. Ketiga, mudah diakses, mudah menemui informan, dan dapat memperoleh data langsung sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Informan ditentukan melalui teknik purposive sampling dengan memilih sejumlah pihak yang dianggap memiliki pengetahuan dan keterkaitan dengan penanganan keluhan mahasiswa. Data penelitian dikumpulkan dengan mengedepankan teknik pengamatan langsung terhadap aksi keluhan selanjutnya ditrianggulasi dengan teknik wawancara mendalam dan studi dokumentasi.

(5)

anggota (member check), mengadakan diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing), dan f) mengadakan pengecekan dan kecukupan referensi (referensial adequacy scecks).

C. Bentuk Keluhan Mahasiswa

Keluhan mahasiswa terhadap kinerja layanan yang disajikan oleh IAIN STS Jambi merupakan bentuk keberatan baik terhadap sistem penyelenggaraan, transparansi pengelolaan, maupun etika pelenggara layanan secara umum. Bentuk –bentuk keluhan mahasiwa sangat bervariasi, berikut disajikan temuan yang terkait dengan bentuk keluhan mahasiswa.

1. Keluhan langsung-lisan. Keluhan jenis ini dilakukan oleh mahasiswa terhadap hal-hal yang berhubungan langsung dengan layanan pendidikan yang diterima di kampus dan disampaikan secara langsung kepada pihak pengelola baik secara individual maupun kelompok kecil. Dalam pengamatan peneliti keluhan jenis ini dilakukan oleh mahasiswa dengan mendatangi ketua Jurusan dengan mempertanyakan kejelasan dari satu masalah.

(6)

2. Keluhan Melalui Surat atau Pesan Tertulis. Hasil temuan di lapangan juga menemukan bahwa selain keluhan yang disampaikan langsung secara lisan, mahasiswa juga menempuh cara lain yaitu dengan menuangkan keluhan tersebut baik melalui surat keluhan kepada pihak terkait atau menyampaikannya melalui media sosial. Keluhan melalui surat resmi ke Fakultas atau Jurusan menurut keterangan salah seorang Ketua Jurusan dalam dua tahun terakhir sudah jarang dilakukan oleh mahasiswa, berbeda pada tahun-tahun sebelumnya mahasiswa melalui kosma berani menyurati Pimpinan jika ditemukan dosen yang kurang mampu mengajar. Menurut salah seorang mahasiswa, hal ini karena pada umumnya dosen sudah cukup mampu mengajar, sementara mahasiswa lainnya berargumen bahwa keluhan dengan cara seperti itu kurang tidak pernah ditindak lanjuti oleh Pimpinan.

3. Keluhan Melalui Dialog. Selain keluhan melalui media sosial, peneliti juga menemukan bahwa beberapa mahasiswa lebih suka menyampaikan keluhan melalui dialog bersama pimpinan IAIN STS Jambi. Jenis keluhan ini pada umumnya dilakukan oleh mahasiswa melalui perwakilan mereka yang duduk baik sebagai kosma, ketua HMJ, Ketua BEMF, maupun Ketua BEMI. Metode penyampaian keluhan juga lebih terstruktur dilengkapi dengan data lapangan dan argumentasi yang disertai dasar hukum, sehingga sering terjadi adu argumentasi yang alot antara mahasiswa dan pihak manajemen. Sementara konten keluhan menyangkut persoalan yang sangat krusial dan menjadi perhatian banyak mahasiswa, seperti masalah juknis dan juklak praktikum, tarif ujian TOEFL, TOAFL, Juz Amma, TIK, UKT, dan terakhir terkait dengan persoalan kesalahan pihak manajemen membuat kartu mahasiswa.

(7)

suara juru bicara yang lebih datar, dan bersalaman dengan pihak pimpinan setelah dialog merupakan beberapa indikator yang menunjukkan bahwa cara keluhan seperti ini lebih disukai oleh pimpinan. Meskipun demikian, nuansa ketegangangan, perdebatan alot dan saling curiga dari kedua pihak merupakan variabel yang tidak bisa diabaikan. Hal ini ditandai misalnya dari komentar pihak Lembaga yang menganggap argumentasi mahasiswa misalnya dalam hal pembayaran dana praktikum kurang berdasar, sementara dipihak lain, mahasiswa masih menyimpan ketidakpuasan atas solusi dan argumentasi yang ditawarkan oleh pihak Lembaga.

4. Keluhan Melalui Aksi. Temuan lain di lapangan terkait dengan model keluhan mahasiswa sebagai pelanggan Lembaga adalah melalui demonstrasi, atau mereka (mahasiswa) menyebutnya dengan istilah aksi. Selama melakukan penelitian sejak tahun 2013 peneliti berhasil merekam sejumlah keluhan yang dilakukan dalam bentuk aksi yang ditujukan kepada pimpinan Lembaga. Keluhan melalui aksi ini dilakukan oleh mahasiswa dengan cara mengumpulkan massa sebanyak mungkin di area tertentu, umumnya di depan pagar pintu masuk institut, pada waktu tertentu biasanya pagi hari, diikuti dengan penyampaian orasi oleh beberapa orang orator yang sudah dipilih dan menyampaikan keluhan mereka terhadap berbagai aspek baik yang terkait dengan layanan pendidikan maupun aspek moral dan etiak pengelola Lembaga.

(8)

jabatan pimpinan, isu plagiasi, dan sejenisinya. Kedua konten ini menjadi penciri dari model keluhan di perguruan tinggi yang membedakannya dengan dunia industri. Hal ini dapat difahami bahwa mahasiswa selain sebagai pelanggan utama pada perguruan tinggi, juga adalah bagian integral dari perguruan tinggi yang memiliki peran agent of change.

Tipologi prilaku keluhan mahasiswa dibedakan menjadi tiga kategori besar, yaitu voice responses, yang dilakukan dalam wujud menyampaikan keluhan kepada pihak Manajemen baik secara langsung berhadapan dengan pengelola, maupun dalam bentuk dialog dan aksi. Kedua, silent responses/private responses, yaitu dengan tidak menyampaikan keluhan kepada pengelola, namun lebih memilih menyampaikan kepada kawan atau saudara, memilih tidak menggunakan lagi jasa tersebut, atau tetap menggunakan layanan tersebut dengan segala keterbatasannya. Ketiga, third party responses, yaitu dengan menyampaikan keluhan kepada pihak lain, seperti ke media massa atau elektronik, lembaga swadaya masyarakat, namun pola ketiga ini termasuk yang paling jarang dilakukan. Temuan ini sejalan dengan pendapat Debora dan Wayne (2007: 289) bahwa ada beberapa tipe keluhaner, yaitu passives, voicers, irates, dan activist. Temuan yang hampir sama dikemukan oleh Pinto, Mansfield (2006) bahwa

the most common behavioral intentions are: Complain to other students face-to-face, complain to the professor in office, and never take another class from the professor. The research findings also indicate the number of students who are likely to use computer-mediated communication to complain. In addition, the results show strong correlations between computer-mediated omplaining and other complaining responses.

Temuan ini menunjukkan bahwa keluhan mahasiswa sudah menjadi prilaku yang diwujudkan dalam berbagai bentuk dan media yang berkembang sehingga tidak lagi menjadi sesuatu yang tabu dalam pengelolaan perguruan tinggi modern.

Keluhan yang dilakukan oleh mahasiswa selaku pelanggan pada hakikatnya tidak berdiri sendiri, namun dipicu oleh sejumlah kondisi.

(9)

lembaga masih belum optimal dalam memenuhi apalagi melampaui keinginan mahasiswa selaku pelanggan, hal ini dapat dilihat dari fasilitas penunjang pembelajaran dibeberapa fakultas yang masih belum merata dan terkesan kurang terpelihara dengan baik, pengelolaan praktikum yang selalu terlambat satu sampai dua semester, pengeloaan parkir yang belum profesional, keterbatasan buku-buku dan jurnal yang berbasis jurusan, fasilitas umum seperti toilet, jalan, air bersih yang masih belum memadai, keterbatasan fasilitas labor masing-masing jurusan, keterbatasan layanan akses internet, dan efektifitas kehadiran dosen di kelas.

Berdasarkan temuan tersebut, maka tema-tema keluhan yang diangkat oleh mahasiswa sesungguhnya masih on the track. Kehadiran perguruan tinggi pada hakikatnya untuk memberikan kepuasan kepada mahasiswa dalam proses perolehan pengetahuan. Contrast theory (Chiou, 1999) menyebutkan bahwa konsumen dalam konteks ini mahasiswa akan membandingkan kinerja jasa aktual dengan ekspektasi sebelum memasuki lembaga, apabila kinerja aktual lebih besar atau sam dengan ekspektasi maka pelanggan akan puas, sebaliknya jika kinerja aktual lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi maka mahasiswa akan tidak puas. Semakin tidak puas mahasiswa sebagai pelanggan, semakin besar pula kemungkinannya melakukan keluhan.

Kedua, kebijakan yang berhubungan langsung dengan mahasiswa. IAIN STS Jambi pada periode kepemimpinan sebelumnya (2007-2011) telah mengeluarkan kebijakan standar mutu lulusan yang mengharuskan mahasiswa memenuhi sertifikat TOEFL,TOAFL, komputer, dan tahfidz. Kebijakan ini berlanjut pada periode kepemimpinan berikutnya.

(10)

Sebagaiman dikemukakan oleh Zhang, Han, Gao (2012) ada beberapa aspek yang ikut mempengaruhi persepsi siswa terhadap mutu pendidikan. Customer satisfaction index includes college reputation, student expectation, perception quality, perception value, student satisfaction, and student loyaltystudent activity, has important influence to the student perception to the education quality and the perception value (46)

D. Pola Manajemen Keluhan Mahasiswa

Keluhan yang disampaikan oleh mahasiswa melalui berbagai cara sebagaimana dipaparkan pada temuan di atas, ditanggapi oleh pihak Manajemen melalui berbagai cara. Hasil penelusuran di lapangan mengungkapkan bahwa pengelolaan keluhan mahasiswa ditempuh dengan pola sebagai berikut.

Pertama, terhadap keluhan yang sifatnya sederhana dan dapat diatasi dengan cepat misalnya persoalan dosen yang tidak masuk tanpa konfirmasi, keterlambatan release nilai ujian akhir, ruang kuliah, dan lainnya, pihak Manajemen langsung memberikan tanggapan berupa tindakan koreksi jika persoalan tersebut dapat di atasi pada unit terkait.

Pihak manajemen pada masing-masing unit selalu menyerahkan persoalan kepada unit lainnya yang dianggap terkait, dalam beberapa kasus mahasiswa selalu merasa dipimpong. Misalnya keluhan mahasiswa terkait dengan fasilitas fisik gedung, sarana air bersih, dan toilet, antara pihak Manajemen Fakultas dan Rektorat selalu terjadi saling tuding, pihak Rektorat menyebut Fakultas bertanggung jawab terhadap area masing-masing karena sudah dianggarkan, sementara Fakultas berdalih bahwa semua fasilitas kampus adalah dibawah kontrol pihak Rektorat, dan anggaran pemeliharaan yang disebutkan itu tidak dikelolah oleh Fakultas.

(11)

pihak Pimpinan mengumpulkan semua unit terkait, seperti Bagian Keuangan, Dekan dan Ketua Jurusan untuk dimintai keterangan sebeleum memberikan penjelasan kepada mahasiswa, sedangkan jika persoalan tersebut terkait dengan masalah etika karyawan/dosen maka Pimpinan menempuhnya dengan cara berdiskusi dengan pihak-pihak yang terkait, termasuk pelaku dan korban untuk diupayakan penyelesaian damai.

Pola penanganan keluhan seperti ini membutuhkan waktu yang relatif lama dan alot, disamping karena mahasiswa selalu memberikan tekanan, pihak Manajemen juga terlihat sangat berhati-hati dalam membuat keputusan. Hasil penelitian menunjukkan bawha keluhan mahasiswa yang sifat urgen dan disampaikan baik melalui aksi dan dialog belum optimal ditindaklanjuti oleh pihak Manajemen. Sementara itu, keluhan mahasiswa terkait masalah etika dan moral cukup memberikan hasil yang signifikan tidak hanya ditandai dengan recall pelaku dari jabatan yang diembannya tapi juga cukup memberikan efek jera kepada oknum-oknum yang disinyalir memiliki prilaku demikian, hal ini misalnya dapat dilihat dari tidak adannya lagi keluhan mahasiswa terhadap aspek yang satu ini.

Terhadap keluhan mahasiswa yang disampaikan melalui media sosial, tidak ada tanggapan khusus dari pihak Manajemen, menurut pengakuan salah seorang Pimpinan hal ini karna keluhan tersebut sifatnya tidak resmi dan tidak ditujukan langsung kepada Manajemen meskipun ditulis pada akun facebook IAIN STS Jambi atau IAIN STS JAMBI.

(12)

solution. Namun demikian, kedua pola di atas belum mampu secara optimal meningkatkan kepuasan mahasiswa terhadap solusi yang ditawarkan oleh Pimpinan, bahkan sejumlah keluhan yang disampaikan secara langsung ke middle manajemen kurang diikuti dengan tindakan koreksi dan pencegahan, ini misalnya dapat dilihat persoalan fasilitas kelas, penerangan, akses internet, buku penunjang jurusan, keamanan kampus, dan praktikum masih menjadi problem klasik yang acapkali menjadi tema keluhan. Berbeda halnya keluhan yang disampaikan ke manajemen puncak, terdapat beberapa keputusan strategis misalnya dengan penghapusan beberapa matakuliah institut yang dianggap overlap, kebijakan recall pejabat yang bermasalah secara moral, dan kemudahan dalam pemenuhan standar skor TOAFL, TOAFL, Tahfidz, dan TIK. Meskipun pada sisi lain masih terdapat persoalan yang membutuhkan penangan serius seperti kejelasan pendanaan dan kegiatan praktikum, keamanan kampus, kebijakan Uang Kuliah Tunggal, dan lainnya.

(13)

melalui sistem informasi manajemen dan proses pembuatan kebijakan. Dengan demikian, persoalan yang dikeluhkan oleh mahasiswa dapat diselesaikan dari akar masalahnya sehingga kemungkinan untuk terulang lagi sangat kecil, jika kasus tersebut muncul pihak Manajemen sudah memiliki strategi untuk menanganinya. Penanganan keluhan mahasiswa sebagai pelanggan utama (primary customer) secara efektif akan memberikan peluang untuk mengubah pelanggan dari tidak puas menjadi pelanggan yang setia, sehingga mereka dapat menikmati perkuliahan dan mencapai prestasi yang diinginkan. Menurut Schiffman & Kanuk (2004: 14-15) if the customer’s experiences from a product is higher, than that customer is satisfied, or else dissatisfaction emerges. Namun demikian, dalam menghadapi keluhan ada kecenderungan pihak manajemen menempatkan keluhan mahasiswa sebagai ‘ancaman’ bagi mereka, hal ini misalnya dapat dilihat dari sikap Manajemen yang antipati terhadap para aktivitis, bahkan dalam setiap kali keluhan dalam bentuk aksi khususnya pihak Manajemen selalu mencari dalang dari aksi tersebut, demikian juga sikap petugas keamanan yang cenderung represif, serta berbagai bentuk intimidasi baik dari dalam maupun dari luar. Padahal dalam tradisi manajemen modern keluhan sejatinya ditangani secara efektif dimulai dari identifikasi dan penentuan sumber masalah diikuti dengan tindakan koreksi dan diupayakan agar masalah tersebut tidak muncul kembali di masa mendatang. Mudie & Cotamm (1999) dalam (Fandi & Gregorius, 2007: 240) mengatakan bahwa penanganan keluhan yang efektif akan bermanfaat ; (1) penyedia jasa mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa, (2) penyedia jasa terhindar dari publikasi yang negatif, (3) penyedia jasa bisa memahami aspek-aspek layanan yang perlu dibenahi dalam memuaskan pelanggan, (4) penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya, dan (5) karyawan dapat termotivasi untuk memberikan layanan berkualitas.

(14)

memberikan jasa cek and balance gratis kepada pihak Manajemen guna mewujudkan lembaga yang berkualitas. Karena itu tugas pihak manajemen tidak hanya menangani keluhan tapi dan yang lebih penting adalah mengeliminasi keadaan yang dapat menimbulkan keluhan pelanggan. Sebagaimana dikemukakan Seyran (2005: 50) Customer complaint management can be described as the whole practice for the purpose of eliminating the circumstance or discontent that leads to customer complaint.

Selanjutnya, Fandy dan Gregorius (2007) merekomendasikan empat aspek yang perlu diperhatikan dalam penanganan keluhan yang penting, yaitu empati terhadap pelanggan yang marah, kecepatan dalam penanganan keluhan, kewajaran dan keadilan dalam memecahkan permasalah, dan kemudahan bagi pelanggan untuk menghunbungi perusahaan

E. Faktor –Faktor Determinan yang Menyebabkan Belum Optimalnya Manajemen Keluhan

Belum optimalnya penanganan keluhan pada hakikatnya tidak berdiri sendiri namun dipengaruhi oleh beberapa faktor determin berikut.

(15)

dengan isu yang sama muncul kembali, demikian juga belum adanya itikad baik dari pihak Manajemen misalnya mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada mahasiswa, berempati kepada mahasiswa yang merasa dirugikan, merespon secara cepat, serta mencoba melibatkan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan strategis terkait dengan mutu, seperti penentuan standar sehingga. Adopsi sistem manajemen mutu ISO 9001-2008 di IAIN STS Jambi sejatinya diiringi dengan perubahan paradigma bahwa mahasiswa adalah pelanggan utama (primary customer) yang harus menjadi fokus kebijakan, dan pihak pengelola lembaga adalah abdi negara dan abdi masyarakat yang bertugas memberikan layanan terbaik kepada pelanggan.

(16)

kurang tegasnya Top Leader dalam mengambil keputusan dan tindakan yang tegas terhadap keluhan yang menuntut campur tangan pimpinan, Top Leader dalam beberapa kesempatan dialog terlihat kurang memahami persoalan secara detail, jawaban yang diberikan juga terdengar kurang tegas dan mengambang, lebih banyak menyerahkan kepada para wakilnya dan unit-unit untuk memberikan jawaban yang spesifik, serta terlihat kurang berani mengambil keputusan tegas dan strategis terhadap keluhan yang sifatnya menuntut campur tangan top leader sebelum mendengarkan masukan dari para ‘pembisik’nya. Sikap demikian pada satu sisi positif dalam konteks koordinasi dan kehati-hatian pengambilan keputusan, namun hal ini juga mengesankan bahwa Top Leader kurang memiliki kewibawaan dan ketegasan dalam pengambilan keputusan sehingga berbuntut pada pemecahan masalah yang bersifat jangka pendek dan kurang menyentuh akar permasalahan. Hal ini selanjutnya berimplikasi pada kurang puasnya mahasiswa terhadap tindakan yang diambil pimpinan, kondisi ini menjadi pemicu lahirnya aksi-aksi berikutnya.

Kepemimpinan adalah aspek krusial dalam manajemen keluhan. kepemimpinan yang kuat akan menghasilkan keputusan yang mengakar, sebaliknya kepemimpinan yang lemah akan menghasilkan keputusan yang sifatnya permukaan. Bass dan Avolio (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan seorang dalam konsep 4i, yaitu; (1) idealized influence, prilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya (trust) dari bawahan maupun pelanggan, (2) inspirational motivation, senantiasa menyediakan tantangan dan makna atas pekerjaan orang-orang yang dipimpinnya, ada antusiasme dan optimisme, (3) intellectual simuation, senantiasa menggali ide baru dan solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya, (4) individualized consideration, selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, dan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan orang –orang yang dipimpinnya.

(17)

demikian juga kondisi yang ditemukan di IAIN STS Jambi. Temuan menunjukkan bahwa penanganan keluhan mahasiswa masih berlangsung secara alamiah dan beragam bergantung pada gaya kepemimpinan pada masih-masing unit, indikasinya dapat dilihat beragamnya cara pengelola menyelesaikan keluhan mulai dari yang sangat prosedural maupun yang respek, ada yang langsung mengambil tindakan koreksi tanpa meneliti keabsahan keluhan, ada yang langsung berkoordinasi dengan lembaga/unit terkait, ada yang mengundang mahasiswa untuk berdialog dan adapula yang mengaku bukan bagian dari tupoksinya. Fakta lainnya adalah, beberapa kasus yang sama diberikan pemecahan masalah yang berbeda oleh pengelola yang berbeda, demikian juga tindakan koreksi yang diberikan belum tersosialisasi dengan merata baik pada level middle, lower manajemen maupun kepada mahasiswa sehingga menimbulkan miskomunikasi, misalnya kebijakan keharusan menyertakan sertifikat tahfidz sebelum agenda wisuda atau boleh sesudah wisuda dan hanya menjadi persyaratan mendapatkan ijazah sempat menjadi perdebatan antara mahasiswa dan pihak manajemen bawah.

(18)

menghindari tumpah tindih peran dan saling lempar persoalan antar unit/bagian dan antara level manajemen.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Alma dan Hurriyati (ed). (2008). Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan Fokus pada Mutu dan Layanan Prima. Bandung: Alfabeta

Band, W. A. (1991). Crafting Value for Customer. New York: John Wiley and Sons Inc.

Bernes, J. G. (2001). Secret of Customer Relationship Management. New Jersey:Pranctice Hall.

Berry, L.L. &. Parasuraman. A (1991). Marketing Service, Competing Through Quality. New York: The Free Press.

Besterfileld. D.H., B. C. (1995). Total Quality Management. New Jersey: Prentice Hall.

Bogdan, R.C dan Biklen S.P. (tt). Qualitative Research for Education. Boston : Allyn and Bacon, INC.

Creswell, J.W. (2008). Educational Research. New Jersey: Pearson . DIKTI (2003). Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance)

Pendidikan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Gaspersz, V. (1997) Manajemen Kualitas. Jakarta: PT. Gramedia.

…..(2008). Total Quality Management. Jakarta: Gramedia

Gerson, R. F. (1993). Mengukur Kepuasan Pelanggan. (Measuring Customer Satisfaction. Jakarta: Crisp Publication, PPM

Jusoh, A., dkk. (2004). Service Quality In Higher Education: Management Student’s Perspective. (online). Tersedia: http;/eprints.utm.mys2 (27 Januari 2010). (03 April 2009)

Leon, S. G., Lazar, K.L. (2004). Customer Behavior. International Edition, 8th Ed., Prentice Hall: New Jersey, p. 14-15

Lewis, R. G dan Smith, D. H. (1994). Total Quality in Higher Education. Florida: St. Lucie Press.

Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA: Sage Publications, Inc.

(20)

Nasution, M.N. (2005). Manajemen Mutu Terpadu ; Total Quality Management. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Oakland, J.S. (1989). Total Quality Management. London: Heinemenn Professional Publishing Ltd.

Oliver, R.L. (1997). Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Customer. New York: McGraw-Hill, Inc.

Pinto, M.B.,Mansfield, P. (2006). The Use Of Computer Mediated Communication In Consumer Complaining: A Study In Higher Education. Journal of College Teaching & Learning – January 2006

Volume 3, Number 1.

journals.cluteonline.com/index.php/TLC/article/download/.../1742. Page 83

Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Limited.

Supranto, J. (2001). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Stoner, J.A.F, et.al. (1987). Management. Sixth Edition. London: Prentice Hall – International Inc.

Taylor, S.J. dan Bogdan, R (1984(. Introduction to Qualitative Research Methode. New York: A Wilwy Intersciense Publication.

Tjiptono, F. (2005). Prinsip-Prinsip Total Quality Service (TQS). Yogyakarta: Andi

Tuchman, B. W. (1972). Constructing Educational Research. New York: Harcourt Brace Jovanic.

Wayne, H. D., Deborah.M. J. (2007). Customer Behavior, 4th Ed., Houghton

Mifflin Co.: Boston, p. 289

Zhang, L, Han, Z, Gao, Q. . Empirical Study on the Student Satisfaction Index in Higher Education. International Journal of Business and Management. Vol. 3, No. 9.page 46.

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran matematika dengan model konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar

Perioda puncak gelombang maksimum terjadi pada musim timur selama 5 detik, pada musim barat dan musim peralihan I periode puncak gelombang adalah sebesar 4,7 detik dan nilai

Pemaparan dari penulis yang terakhir mengenai hubungan bilateral Indonesia dan Italia yang semakin erat pasca investasi PT Saipem Indonesia di Kabupaten Karimun

Memahami cara kerja dari protokol B.A.T.M.A.N dan Babel secara mendasar dalam melakukan pencarian jalur atau routing , dimana protokol B.A.T.M.A.N dan Babel dari beberapa sumber

bagian interpretasi data, dimana sejarawan diharap melakukan penulisan narasi yang refleksif. Artinya di sini tulisan tersebut akan mencerminkan sudut pan- dang

Penggunaan tema pada interior tidak hanya dilihat dari segi estetik maupun bentuk dari furniturnya saja, namun penggunaan materialnya juga berpengaruh terhadap

Pemenuhan tugas perkembangan keluarga, terutama aspek tugas terkait peran orangtua sebagai ayah ibu berpengaruh bagi remaja dalam mencapai tugas

- Pada hari Minggu tanggal yang sudah tidak dapat diingat oleh saksi korban KORBAN Binti Ahmad Tamrin yang masih berusia 14 tahun atau yang tahir pada hnggal 09 Agustus