• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Obat Keras Di Pasaran (Studi pada BPOM Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Aspek Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran Obat Keras Di Pasaran (Studi pada BPOM Medan)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh tubuh manusia.

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu

usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan

kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Di dalam Sistem Kesehatan

Nasional disebutkan bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan

yang ruang lingkup dan jangkauanya sangat luas dan kompleks. Selain itu,

masyarakat Indonesia mempunyai tujuan untuk membangun manusia seutuhnya,

yakni terpenuhinya seluruh kebutuhan bangsa Indonesia, baik kebutuhan jasmani,

dan rohani termasuk kesehatan. Untuk mencapai tujuan itu, maka segala kegiatan

pembangunan yang dilakukan Negara ini harus trasparan, dan transparansi

itu akan memacu setiap orang untuk bersaing secara sehat dan kuat dan

akan memberikan begitu banyak tantangan, tantangan bagi konsumen,

produsen/pengusaha ataupun sebagai pemerintah.

Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang

selanjutnya disebut UU Kesehatan, pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,

baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yangmemungkinkan setiap

orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan pengertian

kesehatan menurut Wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial

(2)

WHO juga mempunyai pengertian tentang kesehatan yaitu sebagai suatu keadaan

fisik, mental, dan sosial kesejahteraan danbukan hanya ketiadaan penyakit atau

kelemahan.

Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, menurut perkembangan hukum

internasional hak asasi manusia, pemenuhan kebutuhan hak atas kesehatan yang

menjadi tanggung jawab pemerintah dalam setiap negara. Maka dari itu

Pemerintah setiap negara berkewajiban memberikan hak kesehatan kepada

rakyatnya seperti yang dijelaskan pada Pasal 14-20 UU No. 36 tahun 2009

Tentang Kesehatan. Hal ini dikarenakan kesehatan merupakan salah satu indikator

tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan

nasional suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah

tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu

disebabkan karena obat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau

memelihara kesehatan.

Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting

karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan. Dewasa ini

meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga

mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan termasuk pelayanan obat

yang semakin berkualitas dan profesional. Kegiatan penelitian dan pengembangan

yang lebih mandiri diharapkan terus ditingkatkan untuk menghasikan obat-obatan

(3)

Penyediaan obat-obatan dari impor yang tinggi karena pada kenyataannya

perlakuan pemerintah terhadap obat hampir sama terhadap barang mewah dengan

adanya pajak pertambahan nilai 10%, bea masuk dan tarif 5%. Hal ini membuat

obat-obatan sangat mahal ketika masyarakat golongan miskin membutuhkannya.

Selain harga, permasalahan lainnya adalah ketersediaan obat relatif terbatas.

Memang menjadi sehat dan tetap sehat adalah harapan kita bersama. Namun tidak

selamanya harapan itu sesuai dengan kenyataan.

Berbagai aktivitas yang tinggi seiring dengan gaya hidup yang cenderung

menyukai hal yang instan, misalnya mengkonsumsi makanan siap saji, dan

berbagai pencemaran baik udara, tanah, air dan suara memicu turunnya kesehatan

kita. Bila sudah dalam kondisi yang tidak sehat tidak ada pilihan lain selain

melakukan pengobatan. Sayangnya berbagai jenis pengobatan tidak selamanya

bersifat menyembuhkan, bahkan tidak jarang bila menggunakan obat-obatan yang

tidak sesuai justru akan menimbulkan penyakit yang baru. Karena hal tersebut

di atas dan karena sangat pentingnya fungsi obat, banyak masyarakat yang

menyalahgunakan. Salah satu contohnya banyak masyarakat yang dengan sengaja

mengedarkan obat-obatan tanpa mendapatkan izin dari Kepala BPOM.

Karena obat-obatan yang tanpa dilengkapi izin dari Kepala BPOM mudah di dapat

dan harganya jauh lebih ekonomis dibanding obat-obatan legal yang telah

mendapat izin edar dari Kepala BPOM. Keuntungan yang diperoleh oleh penjual

juga tidak sedikit. Keuntungan yang menggiurkan tersebutlah yang membuat

(4)

yang komposisinya bisa berdampak keras dan tidak tidak terdaftar pada BPOM.

Masyarakat yang tak tahupun menjadi korbanya. Padahal belum tentu obat

yang diedarkan itu benar dan tepat komposisinya. Dengan dipalsukan,

biaya pengobatan dapat ditekan karena bahan aktif bisa saja dikurangi atau tidak

semestinya takarannya. Jelas ini sangat berbahaya bagi pasien atau pengguna obat

merek tertentu.

Untuk menjamin komposisi obat yang benar dan tepat, maka industri

farmasi harus melakukan seluruh aspek rangkaian kegiatan produksinya dengan

menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat

tradisional yang Baik (CPOTB). CPOB dan CPOTB merupakan pedoman yang

dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan

syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tercapai.

Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk

diperhatikan yaitu :

1. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa

konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

2. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan

mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personalia.

3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada

suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam

(5)

Zaman sekarang ini marak terjadinya peredaran obat illegal yang salah

satunya contohnya yaitu peredaran obat yang belum mendapatkan izin edar dan

berefek keras. Maraknya peredaran obat illegal di Indonesia membuktikan masih

lemahnya pertahanan Indonesia dari serbuan hal-hal yang membahayakan

masyarakat. Membiarkan beredarnya obat illegal atau tidak terdaftar pada

BPOM sama saja dengan membiarkan masyarakat menghadapi berbagai risiko

buruk, membiarkan kejahatan berkembang di masyarakat, dan merendahkan

kepercayaan, martabat, serta harga diri bangsa di mata dunia internasional.

Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia,

oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat

mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan

hubungan berbagai elemen yang satu dengan yang lainnya, yaitu antara

konsumen, pengusaha dan pemerintah karena ketiganya mempunyai keterkaitan

dan saling ketergantungan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kesehatan

dalam masyarakat.

Perkembangan perlindungan konsumen dimulai dari bangkitnya perekonomian

dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat sebagai konsumen yang perlu

dilindungi hak-haknya. Konsumen adalah pendukung utama lancarnya lalu lintas

perdagangan barang dan jasa, namun konsumen seringkali justru berada di pihak

yang lemah, mengakibatkan kedudukan konsumen terhadap pelaku usaha menjadi

tidak seimbang. Konsumen tidak lagi sebagai subjek, konsumen dijadikan objek

(6)

Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999, yang dimaksud dengan

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, sedangkan yang dimaksud

dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,

baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Menurut N.H.T. Siahaan (2005: 11), ada beberapa hal yang patut dicermati

dalam kasus-kasus perlindungan konsumen :

1. Perbuatan pelaku usaha, baik disengaja maupun karena kelalaian dan

mengabaikan etika bisnis, ternyata berdampak serius dan meluas.

Akibatnya kerugian yang diderita konsumen yang bersifat missal (massive effect)

karena menimpa apa saja dan siapa saja.

2. Dampak yang timbulkan juga bersifat seketika (rapidy effect). Sebagai contoh,

konsumen yang dirugikan (dari mengkonsumsi produk) bisa pingsan,

sakit atau bahkan meninggal dunia. Ada juga efek yang ditimbulkannya baru

terasa beberapa waktu kemudian (hidden effect). Contoh yang paling nyata

dari dampak ini adalah maraknya penggunaan bahan pengewet dan pewarna

makanan dalam sejumlah produk yang biasa mengakibatkan sakit kanker

(7)

3. Kalangan yang menjadi korban adalah masyarakat bawah. Karena tidak

punya pilihan lain, masyarakat ini terpaksa mengkonsumsi barang/jasa

yang hanya semampunya di dapat, dengan standar kualitas dan keamanan

yang sangat minim. Kondisi ini menyebabkan diri mereka selalu dekat

dengan bahaya-bahaya yang bisa mengancam kesehatan dan keselamatan

dirinya kapan saja.1

Dilihat dari kasus-kasus di atas maka dari itu masyarakat dihimbau harus

lebih berhati-hati dalam penggunaan terhadap barang-barang yang berhubungan

dengan kesehatan, karena sudah bayak contoh yang dapat dilihat, agar tidak

terulang kejadian yang sama masyarakat dan pemerintah harus lebih berhati-hati

dan saling memperhatikan satu sama lain karena merupakan pengguna atau

disebut sebagai konsumen.

Dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen salah satu

larangan bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dari

ketentuan perundang-undangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan

menurut ukuran yang sebenarnya.

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/jasa

tersebut.

       1

(8)

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,

mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket,

atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,

iklan, atau promosi barang dan/atau jasa tersebut.

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. Jangka waktu

penggunaan/pemanfaatanya yang paling baik adalah terjemahan dari kata

best before” yang biasanya digunakan dalam label produk makanan.

h. Tak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana dinyatakan

“halal” yang dicantumkan dalam label.

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama

barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal

pembuatan, akibat sampingan, nama, dan alamat pelaku usaha, serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam

bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

k. Memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa

memberikan informasi yang lengkap.

l. Memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas,

dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap.2

       2

(9)

Pada dasarnya undang-undang ini dibuat untuk melindungi masyarakat

dari segala dampak buruk dalam hal kesehatan terutama dalam memilih dan

mengkonsumsi obat, namun sering sekali masyarakat atau konsumen tidak

memperhatikan hal tersebut. Sehingga membuat diri mereka sendiri celaka dan

dirugikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu ada

baiknya masyarakat harus lebih peka dalam memperhatikan dan menggunakan

segala hal-hal yang menyangkut tentang kesehatan, agar mereka sendiri dapat

menjamin dan memproleh kesehatan itu secara baik.

Oleh sebab itu, demi mewujudkan masyarakat yang sehat dan terhindar

dari segala macam kelalain dari dampak-dampak penggunaan obat-obatan yang

berkomposisi keras dan tidak terdaftar pada BPOM, maka penulis mencoba untuk

meneliti dan memebahas lebih dalam lagi tentang unsur-unsur obat-obatan keras

tersebut yang pada kenyataanya banyak beredar di masyarakat dan tidak

diperhatikan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal tersebut,

termasuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang terancam kesehatannya

atas penggunaan obat tersebut dan memberikan kontribusi kepada masyarakat

dalam mewaspadai, menyadari juga melawan bahaya dalam penggunaan obat-obat

tersebut.

B. Permasalahan

Berdasarkan judul skripsi ini yaitu mengenai “Aspek Perlindungan

Konsumen terhadap Peredaran Obat Keras di Pasaran”, maka perlu dikaji

permasalahan yang ada dalam judul skripsi ini. Permasalahan yang akan dibahas

(10)

1. Bagaimana kriteria obat yang dapat didaftarkan pada BPOM?

2. Bagaimana fungsi BPOM dalam perlindungan hukum konsumen?

3. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap pemakaian obat keras?

4. Upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan konsumen akibat dari

kerugian dalam penggunaan obat keras tersebut?

C.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejauhmana peran BPOM dalam menentukan kriteria

obat yang beredar di masyarakat.

2. Untuk mengetahui sejauhmana peran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen Dalam Melindungi Masyarakat.

3. Untuk mengetahui akibat dari penggunaan obat keras di masyarakat yang

beredar di pasaran khususnya di Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui akibat hukum yang dapat terjadi apabila adanya

pelanggaran atas peraturan yang berlaku.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan yang dapat dikutip dari skripsi ini antara lain adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah perkembangan pengetahuan mengenai wawasan hukum di bidang

perlindungan konsumen.

b. Memberi tambahan pengetahuan mengenai perkembangan obat keras dan

(11)

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi masyarakat luas yang menjadi korban untuk lebih

meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan dari penggunaan obat-obatan

keras di pasaran yang tidak jelas asal-muasalnya.

b. Sebagai masukan terhadap pemerintah, para pembuat undang-undang

untuk lebih peka dan peduli terhadap kesehatan khususnya terhadap

peredaran obat keras yang berkembang saat ini di masyarakat.

E. Keaslian Penulisan

Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Aspek Perlindungan Konsumen

terhadap Peredaran Obat Keras di Pasaran sengaja diangkat penulis sebagai judul

skripsi ini, karena telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema di atas didasarkan pada ide,

gagasan, pemikiran, refrensi, buku-buku dan pandangan pihak-pihak lain terhadap

obat-obat keras tersebut. Judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Hal ini juga didasarkan pada

penelitian yang dilakukan pada kepustakaan keperdataan khususnya perdata

BW (Burgerlijk Wetboek), sehingga dikatakan bahwa isi penulisan ini adalah asli.

Sepengetahuan penulis, skripsi ini belum pernah ada yang membuat.

Kalaupun ada, penulis yakin bawasanya substansi pembahasannya adalah berbeda.

(12)

1. Freddy Evenggelista/020200088, Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap

Obat-obatan yang beredar di Masyarakat yang Belum Terdaftar di Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

2. Syerli Puspita Indah Sari/070200003, Perlindungan Hukum Konsumen

Terhadap Beredarnya Obat Tradisional Impor yang Tidak Mencantumkan

Label Berbahasa Indonesia pada Kemasannya.

3. Daulat Sianturi/070200093, Fungsi dan Peranan Lembaga Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM) dalam Perlindungan Konsumen terhadap Makanan

yang mengandung zat berbahaya.

4. Mey Oncy Hutasoit/070200155, Penerapan Ketentuan UU No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan Terhadap Pelaku Pengedaran Obat-obatan Palsu

sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Konsumen (Studi Putusan

No. 45 /Pid./2010/Jkt.Ut)

Dengan demikian maka keaslian penulisan skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penulisan

1. Spesifikasi Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini dilakukan penulis dengan menggunakan

penelitian hukum normatif yaitu meneliti dengan menggunakan

(13)

b. Sifat Penelitian

Penelitian bersifat deskriktif yaitu penelitian dilakukan dengan terjun

langsung ke lapangan untuk mendapatkan informasi untuk mendukung

teori yang telah ada.

c. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan

untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data skunder

terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian

terhadap data primer di lapangan.

2. Sumber Data

a. Data Skunder

Data skunder dalam penelitian ini didapatkan melalui penelusuran

kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer,

bahan hukum skunder, serta bahan hukum tertier. Bahan hukum primer

adalah peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang

Obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949, Keputusan Kepala

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :

HK.00.05.3.1950 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat,

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan. Bahan hukum

skunder adalah buku-buku yang memberikan penjelasan tentang

bahan hukum primer. Bahan hukum tertier adalah kamus yaitu

(14)

b. Data Primer

Data primer ini diperoleh melalui hasil penelitian di lapangan

dan akan dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan

Kepala Sertifikasi dan Layanan Konsumen Badan pemeriksa Obat dan

Makanan (BPOM) Kota Medan, Ibu Neni serta dengan Ibu Pangabean,

yang bekerja sebagai Pegawai Tata Usaha di Badan Pemeriksa Obat

dan Makanan (BPOM).

3. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu

penelitian melalui kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan

(field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan

data-data yang berhubungan dengan skripsi ini yang dapat dipergunakan

sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang

ada. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara turun langsung ke

lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung

dengan responden yaitu Kepala Sertifikasi dan Layanan Konsumen Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ibu Neni dan Bagian Tata Usaha

BPOM yaitu Ibu Panggabean.

4. Analisis Data

Dalam penyusunan skripsi ini data yang diperoleh akan dianalisis dengan

menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitas

yaitu apa yang dinyatakan oleh reponden secara lisan, digambarkan dan

(15)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan

kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh

manfaatnya. Adapun materi pembahasan dalam skripsi ini secara keseluruhan

dapat diuraikan dalam 5 bab yang terperinci sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan merupakan pengantar yang berisi uraian mengenai

Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan,

Keaslian Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini berisi mengenai uraian tentang hukum di Indonesia yang

mengatur tentang obat dan konsumen yang pembahasannya meliputi :

Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen,

Latar Belakang Lahirnya Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban

Konsumen, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Perlindungan

Konsumen Terhadap Pemakaian Obat Keras.

BAB III : Penerapan menegenai sejarah dan pengawasan terhadap obat dan

makanan di Indonesia terkhusus di Sumatera Utara, yang terdiri dari :

Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Badan Pengawas Obat dan

Makanan, Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, Peranan Badan

Pengawas Obat dan Makanan melalui Kebijakan Obat Nasional,

Pengawasan Terhadap Peredaran Obat di Sumatera Utara.

BAB IV : Bab ini membahas tentang kriteria Obat yang dapat didaftarkan pada

BPOM, pihak yang berwenang, berperan untuk melindungi konsumen

akibat dari penggunaan Obat keras.

BAB V : Merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari

Referensi

Dokumen terkait

10/POJK.04/2017 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka yang pada intinya mengatur kewajiban Perusahaan Terbuka untuk menyediakan Bahan

Permasalahan yang terjadi adalah belum optimalnya proses produksi teh celup single chamber sehingga perlu dilakukan perbaikan dengan pendekatan lean manufacturing untuk

It was concluded that happiness is a state of the perceived positive individuals based on his/her judgement to their life satisfaction, which marked by positive feelings

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Kontrol

Apabila pelayanan yang diberikan sesuai dengan keinginan konsumen maka kualitas pelayanan tersebut dapat dikatakan baik.. Apabila jasa yang diterima melebihi

ABSTRAKSI: Penelitian ini menjelaskan perkembangan kesenian Angklung Buncis di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki peranan penting dalam

Hasil ini menunjukan hubungan yang signifikan dengan arah korelasi negatif dan interpretasi kuat yang berarti individu yang memiliki kontrol nyeri yang baik akan

Salah satu kawasan hutan yang dapat digunakan untuk mempelajari struktur dan komposisi tegakan hutan pegunungan serta karbon tersimpannya di Provinsi Sumatera