• Tidak ada hasil yang ditemukan

i USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA P (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "i USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA P (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PERBANDINGAN ANGKA HARAPAN DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER NASOFARING PADA PENGOBATAN MODERN

KONVENSIONAL DAN PENGOBATAN KOMPLEMENTER ALTERNATIF ASLI INDONESIA

BIDANG KEGIATAN: KESEHATAN PKM-P

Diusulkan oleh:

Jessica Christanti G2A007107 (angkatan 2007) Erika Kusumawardani G2A008072 (angkatan 2008) M.Rizki Febrianto G2A008119 (angkatan 2008)

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Perbandingan Angka Harapan dan Kualitas Hidup Penderita Kanker Nasofaring pada Pengobatan Modern Konvensional dan Pengobatan Komplementer Alternatif

d. Universitas : Universitas Diponegoro

e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl. Gergaji IV no. 1133 Semarang, 081806854064

f. Alamat email : jessicachristanti@yahoo.co.id 5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 orang

6. Dosen Pendamping

a. Nama Lengkap dan Gelar : dr. Awal Prasetyo, M.Kes, Sp.THT-KL

b. NIP : 19671002 199702 1 001

Ketua Jurusan/Program Studi/Departemen/ Ketua Pelaksana Kegiatan Pembimbing Unit Kegiatan mahasiswa

(Dr. Hartono Hadisaputro, Sp.OG) (Jessica Christanti)

NIP.1400 677 85 NIM. G2A007107

Pembantu atau Wakil Rektor Bidang Dosen Pendamping Kemahasiswaan/Direktur Politeknik/

Ketua Sekolah Tinggi,

(Sukinta, S.H., M.Hum.) (Dr.Awal Prasetyo, M.Kes., Sp.THT-KL) NIP.19600528 198803 1 001 NIP. 19671002 199702 1 001

(3)

A. JUDUL

Perbandingan Angka Harapan dan Kualitas Hidup Penderita Kanker Nasofaring pada Pengobatan Modern Konvensional dan Pengobatan Komplementer Alternatif Asli Indonesia.

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu fenomena pola hidup tidak sehat di Indonesia yang berkembang baik di masyarakat perkotaan maupun pedesaan adalah merokok. Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia setelah Cina dan India sebagai negara dengan jumlah perokok terbanyak. Sebanyak 65 juta penduduk Indonesia (28%) adalah perokok yang artinya setiap 4 orang Indonesia terdapat seorang perokok (Rasmin, 2008). Jumlah penduduk Indonesia usia > 15 tahun yang merokok meningkat dari tahun-ke tahun. Rokok terbukti merupakan faktor risiko dari 6 diantara 8 penyebab kematian tertinggi di dunia (WHO, 2008). Penyakit pernafasan merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak, menduduki 10 besar peringkat utama dengan variasi penyakit salah satunya adalah kanker. Pada sebuah penelitian epidemiologik tentang penyakit kanker, diperkirakan akan terjadi peningkatan 99% penderita pada tahun 2010 di negara berkembang dibandingkan pada tahun 1985. Sedangkan di negara maju, peningkatan jumlah penderita diperkirakan hanya 38%. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kanker menjadi masalah yang serius di negara berkembang di masa mendatang (Majalah Suplemen Medika Republika, 2005). Oleh karena itu perlu adanya strategi pengetahuan, teknologi dan kontrol dalam penatalaksanaan kanker selama dua puluh tahun ke depan dan seterusnya (WHO,2003).

(4)

(kanker sel skuamosa berkeratinisasi), WHO tipe II (kanker sel skuamosa tidak berkeratinasasi), dan WHO tipe III (kanker berdeferensiasi buruk, termasuk jenis limfoepitelioma dan anaplastik). Penggolongan kanker nasofaring ini penting untuk menentukan derajat suatu penyakit dan jenis pengobatan yang akan diberikan (American Joint Committee on Cancer,2010).

Gejala dan tanda pada kanker nasofaring tidak spesifik, sering sekali pasien mengalami salah diagnosis atau berobat ke dokter dalam kondisi stadium lanjut, sehingga terapi menjadi lebih rumit. Selain operasi, diperlukan juga kemoterapi, sehingga biaya semakin mahal dan kadang hasil pengobatan tidak memuaskan. Pengobatan kanker nasofaring memerlukan multidisiplin manajemen yang diberikan pada setiap pasien. Meskipun menyembuhkan kanker merupakan suatu tujuan utama, akan tetapi seorang dokter perlu untuk mempertimbangkan bagaimana pengobatan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang, termasuk bagaimana perasaan pasien, kepercayaan pasien terhadap diagnosa dokter, efek samping yang tidak diinginkan, dan biaya pengobatan yang tinggi (American Society of Clinical Oncology,2010). Penatalaksanaan kanker nasofaring yang

menyulitkan pasien menyebabkan pasien mengalami penurunan ketaatan terhadap pengobatan modern konvensional. Hal ini menyebabkan masyarakat beralih dengan mengkombinasi pengobatan komplementer alternatif yang lebih ekonomis. Selain itu juga banyak beredar artikel yang memberikan informasi yang menjanjikan kesembuhan kanker kepada pasien.

(5)

komplementer alternatif, juga belum ada data angka harapan hidup pada penderita kanker dengan pengobatan komplementer alternatif di Indonesia.

Namun demikian, terlepas dari berkembangnya standardisasi pengobatan modern yang ada, pengobatan komplementer alternatif (obat tradisional) di Indonesia merupakan bagian dari sosial budaya yang memiliki keterikatan yang sulit dilepaskan. Akan tetapi, obat tradisional di Indonesia masih belum diakui di dunia kedokteran untuk menjadi pendamping obat-obatan kimia penghambat kanker karena belum ada yang teruji secara klinis. Menristek Kusmayanto Kadiman pada Simposium Penelitian Bahan Obat alami XIV Pendayagunaan Produk Bahan Alami dalam Mengatasi Kanker di Jakarta menyatakan bahwa dokter tidak mau mengakui obat herbal secara de jure, tapi secara de facto mereka biasa memanfaatkannya, misalnya tradisi minum jamu atau pijat. Sebenarnya beberapa tahun terakhir masyarakat dunia, khususnya negara maju lebih menyukai pengobatan tradisional berbahan dasar tumbuh-tumbuhan daripada menggunakan obat sintetik terkait efek sampingnya (Kompas, 2009).

Kecenderungan kembali menggunakan obat-obatan tradisional alami ini dikenal sebagai "gelombang hijau baru". Untuk itu, diperlukan suatu penelitian yang mendalam mengenai masalah ini yang diharapkan mampu menjawab segala keraguan yang timbul di masyarakat mengenai pengobatan kanker dengan pengobatan komplementer alternatif.

C. PERUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah perbandingan angka harapan hidup dan angka kualitas hidup penderita kanker nasofaring antara yang mendapatkan pengobatan modern konvensional dengan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia?

D. TUJUAN

D.1 Tujuan umum

(6)

D.2 Tujuan khusus

i) Menghitung angka harapan hidup dan angka kualitas hidup penderita kanker nasofaring yang mendapatkan pengobatan modern konvensional. ii) Menghitung angka harapan hidup dan angka kualitas hidup penderita

kanker nasofaring yang mendapatkan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia.

iii) Membandingkan angka harapan hidup dan angka kualitas hidup penderita kanker nasofaring antara yang mendapatkan pengobatan modern konvensional dengan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Artikel ini akan dikirim ke jurnal internasional. Artikel tersebut dapat menjadi dasar untuk pengembangan penelitian yang akan ditujukan ke penerbitan paten tentang pengaruh kombinasi kombinasi pengobatan modern konvensional dengan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia pada penderita kanker nasofaring.

F. KEGUNAAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

i) Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai pengaruh kombinasi kombinasi pengobatan modern konvensional dengan pengobatan komplementer alternatif asli Indonesia pada penderita kanker nasofaring. ii)Sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut mengenai metode pengobatan

berbagai jenis kanker lain.

iii)Sebagai landasan untuk pengembangan dan pemanfaatan pengobatan tradisional di bidang kesehatan terutama dalam penanganan berbagai jenis kanker.

G. TINJAUAN PUSTAKA

G.1. Kanker Nasofaring

(7)

belakang hidung sampai esofagus, lebih seringnya tumbuh di daerah Fossa Rusenmulleryang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Kanker ini biasanya berasal dari epitel atau mukosa yang melapisi permukaan nasofaring (F. Dubrulle, 2007). Lebih jauh lagi, di Indonesia kanker ini menempati urutan keempat diantara keganasan yang terjadi di seluruh tubuh dan urutan pertama untuk seluruh keganasan di daerah kepala dan leher dengan prosentase 60% (Soekamto,2002). Berdasarkan data epidemiologi, kanker ini banyak terjadi di daerah Cina Selatan. Bahkan karena angka kejadian yang tinggi ini, kanker nasofaring sering disebut sebagai cantonese cancer, karena kanker ini menimpa 25 dari 100.000 orang di daerah tersebut, 25 kali lebih tinggi dari daerah manapun di dunia (Yu and Yuan,2003). Hal ini diduga karena tingginya konsumsi daging dan sayuran yang diasinkan di daerah itu. Secara umum, kanker nasofaring jarang menyerang penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45-54 tahun, namun di Afrika kanker ini banyak menimpa anak-anak. Kanker ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita(Kentjono,2003). Di Indonesia sendiri kanker nasofaring lebih sering menyerang warga etnis tiongha dibandingkan dengan etnis lain. Berdasarkan gambaran histopatologisnya, kanker nasofaring diklasifikasikan kedalam 3 golongan :

1. Keratinizing Skuamos Cell Carcinoma atau kanker sel skuamosa dengan keratinisasi (WHO 1)

2. Non-Keratinizing Carcinoma atauKanker tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih kearah diferensiasi baik / (WHO 2)

3. Undifferentiated Carcinoma atau Kanker yang sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas (WHO 3)

Jenis yang paling banyak dijumpai adalah WHO 2 dan 3 (WHO,1978).

(8)

DNA EBV dapat dideteksi pada 96% plasma darah orang dengan kanker nasofaring non-keratinisasi, dibandingkan dengan hanya 7% pada kelompok kontrol. Lebih penting lagi, kadar DNA EBV juga berkorelasi dengan respon dari terapi kanker yang menunjukkan bahwa EBV bisa jadi merupakan penyebab bebas dalam terjadinya kanker nasofaring (Lo,1999). Namun selain itu, dapat pula berperan faktor-faktor lain seperti faktor makanan dan keturunan. Selain itu faktor-faktor seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol serta paparan terhadap bahan karsinogenik diduga juga dapat memicu timbulnya kanker nasofaring.

Pada penderita kanker nasofaring, gejala yang biasa timbul adalah gejala pada hidung, telinga, mata, saraf dan gejala menyebarnya tumor ke kelenjar limfe yang paling dekat, yaitu di daerah leher. Gejala pada hidung berupa ingus bercampur darah dan kadang bercampur sedikitingus kental, sumbatan pada hidung, dan suara sengau. Gejala pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor yang berada di dekat muara tuba eustachii (saluran penghubung hidung dan telinga). Gejalanya berupa telinga berdengung, rasa penuh tidak nyaman, nyeri dan kadang tuli akibat penutupan dari tuba eustachii. Gejala pada saraf dapat terjadi karena meluasnya tumor ke rongga tengkorak, yang merupakan tempat lewatnya saraf otak, seperti saraf ke III, IV, V, VI, bahkan sampai saraf ke IX, X, XI dan XII. Kerusakan saraf V dapat menyebabkan nyeri di bagian leher dan wajah (neuralgia trigeminal) serta lebih lanjut dapat menimbulkan kerusakan mata berupa pandangan yang kabur dan double vision. Lebih lanjut lagi, tumor juga dapat menyebar melalui pembuluh getah bening ke kelenjar-kelenjar getah bening, mulai dari yang paling dekat di kelenjar limfe daerah leher. Gejala yang timbul berupa pembengkakan pada leher (Soepardi, 2007).

(9)

bisa melakukan pemeriksaan radiologik seperti MRI, CT-Scan dan Sinar X untuk melihat penyebaran kanker. Kemudian dari hasil pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, dapat ditentukan tingkatan keganasan atau grading dan staging dari kanker tersebut. Klasifikasinya yang terbaru berdasarkan Union Internationale Contre Cancer (IUCC) tahun 1997, adalah sebagai berikut :

Stadium T (ukuran/luas tumor):

T0 Tak ada kanker di lokasi primer

T1 Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring

T2 Tumor meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi. T2a Tanpa perluasan ke ruang parafaring

T2b Dengan perluasan ke parafaring

T3 Tumor menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 Tumor meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan syaraf kranial, hipofaring, fossa infratemporal atau orbita.

Limfonodi regional (N) :

N0 Tidak ada metastasis ke limfonodi regional

N1 Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa supraklavikula N2 Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula N3 Metastasis nodus : N3a > 6 cm

N3b meluas sampai ke fossa supraklavikula Metastasis jauh (M) :

M0 Tak ada metastasis jauh M1 Metastasis jauh

Kemudian dari hasil grading dan staging tersebut dapat ditentukan stadium dari kanker pada tabel di bawah ini (Tabel 1).

Tabel 1. Data Grading dan Staging berdasarkan AJCC* 1998.

T1 T2a T2b T3 T4

N0 I IIA IIB III IVA

N1 IIB IIB IIB III IVA

(10)

N3 IVB IVB IVB IVB IVB

M1 IVB IVB IVB IVB IVB

(*.American Joint Committee on Cancer,1998)

Angka harapan hidup merupakan pedoman standar bagi praktisi kesehatan untuk menentukan prognosis dari pasien. Kadang pasien ingin mengetahui angka harapan hidup menurut statistik dari pasien dengan kondisi yang sama. Angka harapan hidup 5 tahun menunjukkan persentase pasien yang dapat hidup dalam kurun waktu 5 tahun setelah mereka terdiagnosa kanker. Tentu saja banyak orang yang hidup lebih dari 5 tahun ( dan banyak diantaranya yang sembuh). Angka kelangsungan hidup relatif disesuaikan bagi pasien dengan kanker nasofaring yang meninggal oleh karena sebab lain, seperti penyakit jantung. Dengan ini, maka praktisi kesehatan dapat menggambarkan prospek yang lebih akurat untuk pasien dengan tipe dan stadium kanker tertentu.

Guna mendapatkan angka harapan hidup 5 tahun, praktisi kesehatan harus menelusuri pasien-pasien yang dirawat minimal 5 tahun yang lalu. Perbaikan dalam pengobatan saat ini meningkatkan prognosis yang lebih menguntungkan bagi pasien yang terdiagnosa kanker nasofaring.

Tingkat kelangsungan hidup seringkali didasarkan pada hasil sebelumnya sejumlah orang yang mempunyai penyakit ini, tetapi mereka tidak dapat memprediksi apa yang akan terjadi pada tiap-tiap pasien tersebut. Banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi prognosis dari pasien, seperti umur, kesehatan secara keseluruhan, dan respon pengobatan. Angka harapan hidup 5 tahun dibawah ini berdasarkan the American Joint Committee on Cancer, pada pasien yang didiagnosa pada tahun 1998 dan 1999 (Tabel2).

Tabel 2. Data angka harapan hidup 5 tahun berdasarkan stadium

Stadium Angka Harapan Hidup 5 Tahun

I 72%

II 64%

III 62%

(11)

G.2 Pengobatan Kanker Nasofaring dengan Modern Konvensional

Standar perawatan untuk pasien dengan kanker nasofaring termasuk terapi radiasi, kemoterapi dan pembedahan. Pengobatan berdasarkan stadium:

i) Stadium Ikanker nasofaring menggunakan terapi radiasi untuk tumor dan kelenjar getah bening pada leher.

ii) Stadium II kanker nasofaring menggunakan kemoterapi yang dikombinasi dengan radiasi dan terapi radiasi pada tumor dan kelenjar getah bening pada leher.

iii) Stadium III kanker nasofaring menggunakan kemoterapi dikombinasi dengan terapi radiasi, terapi radiasi pada tumor dan kelenjar getah bening dileher, terapi radiasi diikuti oleh pembedahan untuk menghilangkan kanker termasuk kelenjar getah bening pada leher yang akan kembali setelah radiasi, dan sebelumnya menggunakan kemoterapi percobaan klinik dikombinasi dengan atau terapi radiasi.

iv) Stadium IV kanker nasofaring menggunakan kemoterapi dikombinasi dengan terapi radiasi, terapi radiasi pada tumor dan kelenjar getah bening di leher, terapi radiasi diikuti oleh pembedahan untuk menghilangkan kanker termasuk kelenjar getah bening pada leher yang akan kembali setelah radiasi, dan sebelumnya menggunakan kemoterapi klinik dikombinasi dengan atau terapi radiasi.

(12)

kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan terapi radiasi konvensional (Kam,2007). Publikasi dari tinjauan hasil klinis menyatakan, terapi radiasi radikal untuk kanker kepala dan leher menunjukkan hilangnya kontrol lokal yang signifikan pada pemberian terapi radiasi yang berkepanjangan, sehingga perpanjangan jadwal pengobatan standar harus dihindari (Fowler,1992).

Bukti telah menunjukkan bahwa terjadinya insidensi hipotiroid yang tinggi sebesar >30% - 40% pada pasien yang telah menerima EBRT ke seluruh kelenjar tiroid atau kelenjar hipofisis. Tes fungsi tiroid pada pasien harus dipertimbangkan sebelum terapi dan merupakan bagian dari follow up post treatment (Turner,1995).

G.3 Pengobatan Kanker Nasofaring dengan Komplementer Alternatif

Beberapa abad yang lalu, pengobatan kanker nasofaring (NPC) baik melalui kemampuannya untuk mengaktifkan virus Epstein-Barr (EBV) atau melalui efek mempromosikan langsung terhadap EBV-sel berubah telah dilakukan. Untuk menyelidiki lebih lanjut, 104 histologis dikonfirmasi kasus cancer nasofaring dan 205 kontrol yang sesuai di Filipina. (Allan Hildesheim; 1992)

Salah satu bahan yang digunakan dalam pengobatan herbal ini adalah jamur. Tingginya senyawa molekul dari obat-obatan herbal Cina, termasuk ribosom-inactivating protein dan polisakarida dari jamur telah diuji untuk pengobatan penyakit ganas. Polisakarida memiliki aktivitas imunostimulan dapat digunakan sebagai ajuvan dalam pengobatan tumor. Jamur yang mengandung polisakarida seperti biasanya jamur atau tonik dalam Pengobatan Tradisional Cina. Bagian dari tanaman tinggi seperti Radix Astragali dan Lycii Fructus polisakarida yang mengandung terutama digunakan sebagai tonik dalam Pengobatan Tradisional Cina. Ribosom-inactivating protein adalah kelompok protein mengerahkan aktivitas sitotoksik melalui penghambatan sintesis protein. Beberapa protein ribosom-inactivating telah digunakan sebagai bagian sitotoksik dalam konjugasi dengan antibodi monoklonal sebagai penargetan tumor obat. Mekanisme sitotoksik dan antineoplastik dari senyawa molekul tinggi agak berbeda dari senyawa-senyawa molekul rendah.

(13)

ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional (Yanmedik,2010). Pengobatan komplementer alternatif disebut juga sebagai suatu perpaduan pengobatan modern konvensional dengan pengobatan tradisional (NCCAM,2010).

Berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tentang penggunaan pengobatan tradisional termasuk di dalamnya pengobatan komplementer – alternatif yang meningkat dari tahun ke tahun (digunakan oleh 40% penduduk Indonesia).

Jenis pelayanan pengobatan komplementer – alternatif berdasarkan Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007 adalah :

1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa dan yoga

2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda

3. Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut

4. Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah

5. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, mikro nutrient

(14)

H. METODE PELAKSANAAN H.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di InstalasiRekam Medik RSUP dr.Kariadi Semarang dan FK UNDIP selama 5 bulan dan menyangkut bidang ilmu patologi anatomi, patobiologi, onkologi dan ilmu kesehatan THT-KL.

H.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain kasus-kontrol terhadap blok parafin hasil biopsi nasofaring yang didiagnosis sebagain kanker nasofaring. Diagnosis kanker nasofaring dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kasus (penderita kanker nasofaring yang menggunakan komplementer alternatif asli Indonesia) dan kelompok control (penderita kanker nasofaring yang menggunakan modern konvensional) (Gambar 1).

Gambar 1. Skema desain penelitian kasus-kontrol H.3 Variabel Penelitian

H.3.1 Variabel bebas (independen)

(15)

H.4 Definisi Operasional Variabel

i) Pengobatan komplementer alternatif asli indonesia adalah suatu perpaduan pengobatan modern konvensional dengan pengobatan tradisional, merupakan pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional.

ii) Pengobatan modern konvensional adalah standar pengobatan yang telah diterima dalam kedokteran konvensional.

iii) Angka harapan hidup adalah persentase orang yang bertahan hidup jenis kanker tertentu dengan jumlah waktu tertentu.

iv) Angka kualitas hidup adalah evaluasi subyektif suatu kualitas hidup baik atau memuaskan secara keseluruhan,di samping itu bisa berguna dalam keputusan klinis dan dalam perencanaan perawatan untuk pasien kanker. H.5 Cara dan Skala Pengukuran

i) Cara pengukuran penggunaan komplementer alternatif adalah dengan melakukan deep interview dengan perangkat kuesioner terhadap riwayat karsinoma nasofaring pada keluarga terdekat. Skala pengukuran penggunaan komplementer alternatif adalah nominal; 1) komplementer alternatif positif dan 2) komplementer negatif.

ii) Cara pengukuran penggunaan modern konvensional adalah dengan melakukan deep interview dengan perangkat kuesioner terhadap riwayat paparan lingkungan pada kehidupan penderita sehari-hari. Skala pengukuran penggunaan modern konvensional adalah nominal; 1) modern konvensional positif dan 2) modern konvensional negatif.

iii) Cara pengukuran angka harapan hidup adalah dengan melakukan Kaplan-Meirer test dengan perangkat kuesioner perkiraan kelangsungan hidup dari

(16)

iv) Cara pengukuran angka kualitas hidup dengan Functional Living Index-Cancer adalah mengukur kualitas hidup dalam studi yang berhubungan dengan kanker untuk mengetahui hasil klinis berdasarkan studi tersebut. H.6 Populasi dan Sampel

H.6.1 Populasi target adalah semua blok parafin hasil biopsi nasofaring yang didiagnosis kanker nasofaring selama tahun 2005 sampai 2010 di pusat laboratorium patologi anatomi FK UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang. H.6.2 Populasi terjangkau adalah populasi target yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi.

H.6.3 Besar sampel/jumlah sampel minimal ditetapkan berdasarkan rumus untuk penelitian kasus-kontrol yang menilai rasio odds (RO), yaitu menggunakan rumus sampel untuk studi kasus kontrol berpasangan.

Z1- α/2√2P(1-P) + Z1-β√P1(1-P1) + P2(1 P2) 2

-(P1 - P2)2

H.6.4 Cara pengambilan sampel dilakukan secara consecutive, yaitu mencari blok parafin yang memenuhi kriteria inklusi sampai jumlah sampel minimal terpenuhi.

H.6.5 Kriteria inklusi dan eksklusi

i) Blok parafin dengan sampel biopsi nasofaring berukuran cukup besar, minimal 5 mm.

ii) Blok parafin yang melalui pemrosesan jaringan yang baik.

iii) Data rekam medik yang lengkap, meliputi; nama, alamat, jenis kelamin, dan usia pemilik sampel.

H.7 Materi/Bahan/Alat Penelitian

Spesimen: hasil biopsi nasofaring yang sudah dilakukan pemrosesan jaringan dan diblok parafin, dimana sebelumnya difiksasi dengan formalin.

H.8 Prosedur Penelitian/Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dapat berasal dari rekam medik atau merupakan data sekunder. Wawancara/pemeriksaan langsung atau hasil pengukuran dari laboratorium merupakan data primer. Waktu dan tempat pengumpulan data dan cara pengumpulan data, termasuk alur penelitian.

(17)

H.9 Pengolahan dan Analisis Data

Penjelasan tentang langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengolah data, yang meliputi; pengelompokkan data, tabulasi data, penyajian data secara deskriptif dengan tabel dan grafik, serta analisis inferensial dengan uji Chi-square dan logistik regresi dengan menggunakan SPSS for Windows 11.5.

H.10 Alur Penelitian

Gambar 2. Alur Penelitian

I. JADWAL KEGIATAN

Waktu Kegiatan

Bulan 1 Persiapan penelitian dan pengumpulan blok parafin hasil biopsi nasofaring yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Bulan 2 Pengumpulan data rekam medik yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi. Bulan 3 Pembuatan kuesioner.

Bulan 4 Deep interview sampel menggunakan kuesioner.

Bulan 5 Pembuatan laporan akhir.

Blok parafin kasus KNF

Diagnosa PA KNF

Komplementer Alternatif Modern Konvensional Kuesioner

Angka harapan hidup dan

Angka kualitas hidup

Analisis Perbandingan

Angka harapan hidup

dan

(18)

J. RANCANGAN BIAYA

1) Transportasi = Rp 650.000,00

2) Alat tulis (kertas, tinta, dll.) = Rp 600.000,00

3) Internet @ 7.000 x 250 hari = Rp 1.750.000,00

4) Foto copy = Rp 500.000,00

5) Tanda terima kasih untuk responden @ 50.000 x 60 org = Rp 3.000.000,00

6) Komunikasi = Rp 500.000,00

Total Biaya =Rp 7.000.000,00

K. DAFTAR PUSTAKA

American Society of Clinical Oncology. 2010. Head and Neck Cancer, [online] Available at:<http://www.cancer.net/patient/Cancer+Types/Head +and+Neck+Cancer?sectionTitle=Staging>[Accessed 11 September 2010].

ANT, 2009. Obat Herbal Antikanker Belum Diakui, Kompas, [online] Available at: <http://sains.kompas.com/read/2009/08/14/22095386/ Obat.Herbal.Antikanker.Belum.Diakui> [ Accessed 21 June 2010 ].

Cho, W.C. and Chen, H. Y., 2009, Clinical efficacy of traditional Chinese medicine as a concomitant therapy for nasopharyngeal carcinoma: a systematic review and meta-analysis, [online] Available at

:<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19212827> [ Accessed 2 July 2010].

Cooper, J. S. Cohen, R. and Stevens, R. E., 2000. A Comparison of Staging Systems for Nasopharyngeal Carcinoma, [online] Available at :

<http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/%28SICI%291097-0142%2819980715%2983:2%3C213::AID-CNCR3%3E3.0.CO;2-R/pdf> [ Accessed 22 July 2010 ].

Dubrulle, F. Sovillard, R. and Hermans, R., 2007. Extension Patterns of Nasopharyngeal Carcinoma, [online] Available at : <http://www.

springerlink.com/content/gq06g75623714522/> [Accessed 22 July 2010].

Fowler JF, Lindstrom MJ: Loss of local control with prolongation in radiotherapy. Int J Radiat Oncol Biol Phys 23 (2): 457-67, 1992. Henderson, B. E., 1976, Risk Factors Associated with Nasopharyngeal Carcinoma, [online] available at : <http://www.nejm.org/doi/pdf/ 10.1056/NEJM197611112952003> [Accessed 22 July 2010].

(19)

<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6424/1/09E01722.pdf> [Accessed 16 September 2010 ].

Hildesheim, Allan,et al.1992. The enigmatic epidemiology of nasopharyngeal carcinoma, Herbal Medicine Use, Epstein-Barr Virus, and Risk of

Nasopharyngeal Carcinoma, [online] Available at :

<http://cancerres.aacrjournals.org/content/ 52/11/3048.abstract> Accessed [24 June 2010].

Hunt, M.A et all,1993, The effect of setup uncertainties on the treatment of nasopharynx cancer, [online] Available

at:<http://www.redjournal.org/article/0360-3016(93)90257-V/abstract>Accessed [16 October 2010].

Kam MK, Leung SF, Zee B, et al.: Prospective randomized study of intensity-modulated radiotherapy on salivary gland function in early-stage nasopharyngeal carcinoma patients. J Clin Oncol 25 (31): 4873-9, 2007.

Kentjono WA. Perkembangan terkini penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Makalah lengkap simposium bedah kepala leher. Sub bagian onkologi bagian THT FKUI; Hotel Sahid Jakarta;1- 2 Mei 2003.

Lo YM, et al. Quantitative analysis of cell-free Epstein-Barr virus DNA in plasma of patients with nasopharyngeal carcinoma. Cancer Res.

1999;59:1188–1191.

Mediasehat, 2005, Mengenal Kanker, [online] Available

ar:<http://mediasehat.com/utama07.php> [Accessed 5 July 2010].

Mendenhall WM, Riggs CE Jr, Cassisi NJ: Treatment of head and neck cancers. In: DeVita VT Jr, Hellman S, Rosenberg SA, eds.: Cancer: Principles and Practice of Oncology. 7th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott Williams & Wilkins, 2005, pp 662-732.

Rasmin M. Kedokteran Respirasi, Pemahaman Sebuah Perjalanan. Pidato Pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 23 Februari 2008.

Saunders. M. L, 2006, Squamous Cell Head and Neck Cancer: Recent Clinical Progress and Prospects for the Future, [online] available

at:<http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMbkrev39156> [Accessed 2 August 2010 ].

(20)

Soekamto SM, Sandhika W, Fauziah D. Aspek patologi tumor telinga hidung tenggorokan-kepala leher: perkembangan terkini diagnosis dan

penatalaksanaan tumor ganas THT-KL. SMF Ilmu Penyakit THT-KL FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya.2002:9-37.

Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta: 2007, FKUI.

Tang, Weici; Hemm, Ingrid; Barbara Bertram. 2003.Recent Development of Antitumor Agents from Chinese Herbal Medicines. Part II. High Molecular Compounds, [online] Available

at:<https://www.thieme-connect.com/ejournals/abstract/plantamedica/doi/10.1055/s-2003-38494> Accessed [ 24 June 2010 ].

Turner SL, Tiver KW, Boyages SC: Thyroid dysfunction following

radiotherapy for head and neck cancer. Int J Radiat Oncol Biol Phys 31 (2): 279-83, 1995.

U.S National Institute of Health. 2010. Nasopharyngeal Cancer Treatment, [online] Available at :

<http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/nasopharyngeal/Patient/ page4> [Accessed 24 September 2010].

WHO. 2003. Global cancer rates could increase by 50% to 15 million by 2020, [online] Available at :

<http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2003/pr27/en/> [Accessed 15 September 2010].

WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2008, [online] Available at : <http://www.who.int/tobacco/mpower/mpower_report_forward_summary_20 08.pdf >[Accessed 19 May 2009]

Wiratno.2009.PengaruhPolifenolTehHijauTerhadapSistemImunPenderitaKarsi nomaNasofaring yang MendapatRadioterapiKajianjumlahmonosit,

limfositsertaproduksiTNF-฀, IFN-฀ dan IL-2 ex vivo, [online] Available at: <http://eprints.undip.ac.id/15225/1/vol_43_4_2008_175_-_181.pdf> Accessed [ 24 June 2010 ].

(21)

L. LAMPIRAN

1) BIODATA DOSEN PEMBIMBING

Nama Lengkap dan Gelar : dr. Awal Prasetyo, M.Kes, Sp.THT-KL NIP : 19671002 199702 1 001

Alamat Rumah dan No Tel./HP : Taman Kradenan Asri Blok H-11 D Semarang, 0248503635, 08122810954

Semarang, 24 Oktober 2010

(dr.Awal Prasetyo, M.Kes., Sp.THT) NIP. 19671002 199702 1 001 2) BIODATA KETUA

Nama : Jessica Christanti

Tempat dan tanggal lahir : Jakarta, 29 Desember 1989

Alamat : Jalan Gergaji 4 no 1133, Semarang HP:081806854064

Email : jessicachristanti@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan : SDK Kalam Kudus 3 tahun 2001

SMPK IPEKA PURI tahun 2004

SMAK BPK 4 PENABUR Jakarta tahun 2007 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Penghargaan : Finalis Lomba Poster Ilmiah Scientific Fair

Fakultas Kedokteran UNDIP berjudul Potensi Sereal Biji Kecipir Berfortifikasi dalam Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil

Juara 2 Seleksi Nasional Paper Competition 31st Asian Medical Student Conference, Jakarta

Semarang, 24 Oktober 2010

(22)

3) BIODATA ANGGOTA KELOMPOK

a. Nama : Erika Kusumawardani

Tempat dan tanggal lahir : Pulau Sambu, 22 April 1990

Alamat : Jalan Gergaji IV no 1133 Semarang, Indonesia HP:08566610067

Email : erica_pinkers@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan : SD YKPP P. Sambu Batam tahun 2002

SMP N 1 Batam tahun 2005

SMA N 1 Magelang tahun 2008 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Penghargaan : Juara 2 Seleksi Nasional Paper Competition 31st

Asian Medical Student Conference, Jakarta

Semarang, 24 Oktober 2010

(Erika Kusumawardani)

NIM. G2A008072

b. Nama : Muhammad Rizki Febrianto

Tempat dan tanggal lahir : 11 Februari 1991

Alamat : Jalan NgaliyanPermai I, Blok H-5 , Semarang HP:085641106344

Email : m.rizki.f@hotmail.co.id

Riwayat Pendidikan : SD N Anjasmoro 01 Semarang tahun 2002 SMP Semesta Semarang tahun 2005 SMA Semesta Semarang tahun 2008 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Penghargaan : Juara 2 Seleksi Nasional Paper Competition 31st

Asian Medical Student Conference, Jakarta

Semarang, 24 Oktober 2010

(Muhammad Rizki Febrianto)

Gambar

Tabel 1. Data Grading dan Staging berdasarkan AJCC*  1998.
Tabel 2. Data angka harapan hidup 5 tahun berdasarkan stadium
Gambar 1. Skema desain penelitian kasus-kontrol
Gambar 2. Alur Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Umam, khaerul: Perilaku Organisasi, Pustaka Setia: Bandung, halaman: 21.. Pesatnya pembangunan nasional dalam segala bidang era reformasi ini memerlukan aparatur

The primary objectives of the seminar were to bring together leading and promising young researchers in the different communities to discuss scheduling problems that arise in

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat

Dilihat dari penyebab yang terjadi maka bisa kita gunakan peran pendidikan nonformal disini untuk dijadikan sebuah solusi alternatif, seperti permasalahan kenakalan

Berdasarkan evaluasi uji coba sistem dan pengguna pada sistem informasi permintaan pembelian barang di STMIK STIKOM Surabaya, sistem informasi dapat mengolah data

Program utama yang digunakan dalam pembuatan sistem simulasi pendingin ruangan berbasis logika fuzzy adalah Arduino IDE. Sebelum program dibuat maka didefinisikan terlebih

Dengan adanya regulasi yang diatur Pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No 180 Tahun 2015 terhadap penggunaan drone, dapat mengurangi adanya

Berdasarkan kuisener yang dibagikan kepada semua peserta workshop, dapat disimpulkan bahwa sebagian guru yang tergabung dalam MGMP Seni dan Budaya di Kabupaten Pacitan miskin