commit to user
LAPORAN PRAKTEK PRODUKSI
PEMANFAATAN KULIT JERUK BALI (
Citrus maxima
)
DALAM PEMBUATAN SELAI SEBAGAI DIVERSIFIKASI
PANGAN
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Ahli Madya
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
DISUSUN OLEH :
ASTRINI DYANINGRATRI (H3108076)
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
commit to user
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Hidup adalah rangkaian pelajaran yang niscaya terus lestari agar dipahami.
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah
memudahkan bagi orang itu karena ilmu tersebut jalan menuju kesurga
(H.R Bukhari dan Muslim)
PERSEMBAHAN :
1.Kedua Orang Tuaku tercinta
2.Adikku tersayang
3.Teman-teman D3 Teknologi Hasil
Pertanian 2008 dan sahabat-sahabatku
tersayang
commit to user
iv
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan baik.
Tugas Akhir PraktekProduksi (PP) “Pemanfaatan Kulit Jeruk Bali (Citrus
maxima) dalam Pembuatan Selai sebagai Diversifikasi Pangan” disusun guna
memperoleh syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya (A.Md), Program
Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Tugas Akhir ini berisi tentang proses pembuatan, bahan baku dan
tambahan yang digunakan, analisis sensori, analisis kimia, dan analisis ekonomi
kelayakan usaha selai Kulit Jeruk Bali.
Penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir Bambang Puji Asmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T, selaku Ketua Program Studi Diploma III
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. R. Baskara K.A. STP, MP., selaku Pembimbing I dan Ir. Basito, M.Si., selaku
Pembimbing II Praktek Produksi, yang telah memberi bimbingan, dukungan,
dan saran dalam penyelesaian laporan praktek produksi ini.
4. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual serta
nasehat-nasehatnya.
5. Teman-teman DIII Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2008 yang telah
berjuan bersama, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya.
6. Semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya laporan Praktek
Produksi.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan
commit to user
v
penyusun harapkan demi perbaikan dan kemajuan laporan dimasa yang akan
datang. Harapan penyusun, semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Surakarta, Juli 2011
commit to user
vi
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii
B. Tujuan Praktek Produksi ... 3
C. Manfaat Praktek Produksi ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
C. Proses Pengolahan Selai... 14
1. Pengupasan Bahan baku... 14
commit to user
F. Analisis Ekonomi ... 20
1. Biaya Produksi ... 20
a. Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 20
b. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost) ... 20
2. Harga Pokok Penjualan ... 20
3. Kriteria Kelayakan Usaha ... 21
a. Break Even Point (BEP) ... 21
b. Return of Investment (ROI) ... 21
c. Net Benefit Cost (Net B/C) ... 22
d. Payback Period (PP) ... 22
BAB III METODE PELAKSANAAN ... 24
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 24
B. Metode Pelaksanaan ... 24
C. Alat dan Bahan ... 25
D. Cara Kerja ... 27
E. Persiapan Bahan ... 28
F. Analisis Kimia... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
A. Hasil Praktek Produksi Selai Kulit Jeruk Bali ... 31
B. Proses Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali ... 31
1. Pengupasan Kulit Jeruk ... 32
2. Pencucian ... 32
3. Perebusan ... 33
4. Perendaman ... 33
5. Penghancuran ... 34
commit to user
4. Overall (Keseluruhan) ... 37
D. Analisis Kimia... 38
E. Analisis Ekonomi ... 39
1. Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 40
a. Biaya Usaha ... 40
b. Biaya Penyusutan ... 40
c. Amortisasi ... 41
d. Pajak Usaha dan Asuransi ... 41
e. Dana Sosial ... 41
2. Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost) ... 42
a. Biaya Bahan Baku, Bahan Pembantu, dan Pengemas ... 42
b. Biaya Bahan bakar/Energi dan Pembersih ... 42
c. Biaya Perawatan dan Perbaikan (BPP) ... 43
3. Kriteria Kelayakan Usaha ... 44
a. Total Biaya Produksi ... 44
b. Harga Pokok Penjualan (HPP) ... 44
c. Biaya Tidak Tetap/bungkus ... 45
d. Laba Kotor ... 45
e. Laba Bersih ... 45
f. Break Even Point (BEP) ... 45
g. Return of Investment (ROI) sebelum Pajak ... 45
h. Return of Investment (ROI) setelah Pajak ... 46
i. Payback Period (PP)... 46
commit to user
ix
4. Analisis Ekonomi ... 46
a. Biaya Produksi ... 46
b. Kapasitas Produksi ... 47
c. Harga Pokok Produksi ... 47
d. Harga Jual ... 47
e. Laba (Keuntungan) ... 47
f. Break Even Point (BEP) ... 48
g. Return of Investment (ROI) ... 48
h. Payback Period (PP)... 49
i. Benefit Cost Ratio (B/C) ... 49
BAB V PENUTUP ... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
commit to user
x
Halaman
Tabel 2.1 Batas Toleransi Bahan Beracun dalam Persediaan Air ... 12
Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali ... 26
Tabel 3.2 Metode Analisis ... 30
Tabel 4.1 Hasil Analisis Sensori Selai Kulit Jeruk Bali ... 36
Tabel 4.2 Analisis Kimia Selai Kulit Jeruk Bali dengan... 38
Penambahan Gula 75% Tabel 4.3 Biaya Usaha ... 40
Tabel 4.4 Biaya Penyusutan/Depresiasi ... 40
Tabel 4.5 Amortisasi ... 41
Tabel 4.6 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) ... 41
Tabel 4.7 Biaya Bahan Baku, Bahan Pembantu, dan Pengemas ... 42
Tabel 4.8 Biaya Bahan Bakar/Energi dan Pembersih ... 42
Tabel 4.9 Biaya Perawatandan Perbaikan (BPP) ... 43
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Jeruk Bali ... 7
Gambar 2.2 Struktur Kimia Pektin ... 8
Gambar 2.3 Struktur Kimia Vanilin... 14
Gambar 2.4 Rumus Struktur Vitamin C ... 19
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali ... 27
Gambar 4.1 Selai Kulit Jeruk Bali ... 31
Gambar 4.2 Pengupasan Kulit Jeruk Bali ... 32
Gambar 4.3 Kulit Jeruk Bali yang Telah Dicuci ... 33
Gambar 4.4 Proses Perebusan Kulit Jeruk Bali ... 33
Gambar 4.5 Proses Perendaman Kulit Jeruk Bali ... 34
Gambar 4.6 Proses Penghancuran Kulit Jeruk Bali ... 34
commit to user
xii
Halaman
Lampiran I Borang Penilaian Analisis Sensori ... 56
Lampiran II Hasil Penilaian Organoleptik Selai Kulit Jeruk Bali ... 57
Lampiran III Hasil SPSS Analisis Sensori Selai Kulit Jeruk Bali ... 61
PRAKTEK PRODUKSI
PEMANFAATAN KULIT JERUK BALI (Citrus maxima) DALAM PEMBUATAN SELAI SEBAGAI DIVERSIFIKASI PANGAN
Astrini Dyaningratri1
R. Baskara K.A. STP,MP2 dan Ir. Basito, M.Si3
ABSTRAK
Selai adalah makanan semi padat atau kental, yang terbuat dari 45 bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Pada praktek produksi ini bertujuan untuk membuat produk olahan baru yang dinamakan selai kulit jeruk bali. Pertimbangan memilih kulit jeruk bali sebagai bahan baku selai adalah untuk memanfaatkan kulit jeruk bali yang selama ini dianggap limbah oleh masyarakat. Selain itu juga mengandung vitamin C dan kaya akan antioksidan. Adapun tahapan proses pembuatan selai kulit jeruk bali antara lain pengupasan kulit jeruk, pencucian, perebusan, perendaman, penghancuran, pemasakan, pendinginan, dan pengemasan. Produk selai kulit jeruk bali dibuat 4 formulasi setelah itu dilakukan uji sensoris dengan 25 panelis tidak terlatih, dan produk yang paling disukai dilakukan uji kimia, yaitu penentuan kadar vitamin C dan aktivitas antioksidan. Selain analisis sensori dan analisis kimia, dilakukan juga analisis ekonomi untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan selai kulit jeruk bali, baik biaya tetap maupun tidak tetap. Berdasarkan analisis sensori sampel yang paling disukai adalah formula dengan perbandingan 3:4 dengan formula kulit jeruk bali 100 gram, gula 75 gram, air 100 ml, asam sitrat 0,02 gram, dan vanili 1 gram. Pada uji kimia, dihasilkan kadar vitamin C sebesar 8,40245 mg dan aktivitas antioksidan sebesar 15,41665%. Dari hasil analisis ekonomi, kapasitas produksi selai kulit jeruk bali adalah 7500 cup/bulan, dengan harga pokok Rp. 3611,11/cup, dan harga jual Rp.4500/cup sehingga diperoleh laba bersih Rp. 6.516.649,26/bulan. Usaha akan mencapai titik impas pada tingkat produksi sebanyak 3372 cup/bulan dan akan mengalami pengembalian modal dalam waktu 4,06 bulan. Sedangkan Benefit Cost Ratio (B/C) produksi selai kulit jeruk bali sebesar 1,24 artinya usaha selai kulit jeruk bali ini layak dikembangkan karena nilai B/C lebih dari 1.
Kata Kunci : Selai, Kulit Jeruk Bali Keterangan :
1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H3108076
2. Dosen Pembimbing
MAKING AS A DIVERSIFICATION IN FOOD jam of pomelo peel. Consideration for selecting the standart pomelo peel as a raw material jam that had been considered waste by the public. It also contains vitamin C and rich of antioxidants. The stages of the process of jam of pomelo peel include orange peel stripping, washing, boiling, soaking, crushing, cooking, cooling, and packaging. Product of jam of pomelo peel made by 4 formulations after a sensory test was conducted with 25 untrained panelist, and product are most preferably carried out chemical test, namely the determination of vitamin C and antioxidant activity. In addition to sensory analysis and chemical analysis, economic analysis is also permormed to determine the cost incurred in the manufacture in making jam of pomelo oeel, fixed cost and variabel cost. Pursuant to most analysis sensori sampel taken a fancy to formula with the comparison 3:4 by formula is pomelo peel 100 gram, sugar 75 gram, water 100 ml, citrid acid 0,02 gram, and vanili 1 gram. At chemical test, yielded of rate of vitamin C equal to 8,40245 mg and activity antioksidan [of] equal to 15,41665%. From economic analysis result, capacities produce the jam of pomelo peel is7500 cup /month, at the price of fundamental Rp. 3611,11 /cup, and price sell the Rp.4500 /cup so that obtained net profit Rp. 6.516.649,26 /month. Effort will reach the break even point of storey,level produce counted 3372 cup/month and will experience of the capital return during 4,06 month. While Benefit Cost Ratio ( B/C) produce the jam of pomelo peel equal to its 1,24 meaning effort this jam of pomelo peel is competent developed because value B/C more than 1.
commit to user
bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Bubur buah adalah daging
buah yang telah dihaluskan. Selai diperoleh dengan cara memanaskan
campuran antara bubur buah dengan gula, kemudian dipekatkan melalui
pemanasan dengan api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68%
(Fachruddin, 1997).
Jeruk Bali (Citrus maxima) adalah tumbuhan menahun (perennial)
dengan karakteristik tinggi pohon 5‐15 meter. Batang tanaman agak kuat,
garis tengah 10‐30 meter, berkulit agak tebal, kulit bagian luar berwarna
coklat kekuningan, bagian dalam berwarna kuning. Pohon jeruk mempunyai
banyak cabang yang terletak saling berjauhan dan merunduk pada bagian
ujungnya. Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna hijau, namun
lama‐lama menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau tua. Tajuk pohon agak
rendah dan tidak teratur. Daun tanaman berbentuk bulat telur dan berukuran
besar, dengan bagian puncak atau ujung tumpul dan bagian tepi hampir rata,
serta bagian dekat ujung agak berombak. Letak daun terpencar dengan
tangkai daun bersayap lebar, warna kekuningan, dan berbulu agak suram
(Asroruddin, 2004).
Ciri khas Citrus maxima adalah buah berukuran besar dan berkulit tebal
sehingga tahan disimpan dan diangkut dalam jarak jauh. Buah berbentuk
bulat atau bola yang tampak tertekan dan berkulit agak tebal, berisi 11‐ 16
segmen. Warna daging buah merah muda atau merah jambu. Daging buah
memiliki tekstur keras sampai lunak, rasa manis sampai sedikit asam, dan
berbiji sedikit. Adapun klasifikasi jeruk bali adalah sebagai berikut
commit to user Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub‐Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotylendonae
Sub‐kelas : Choripetalae
Bangsa : Geraniales
Suku : Rutaceae
Marga : Citrus
Jenis : Citrus maxima
Kandungan gizi kulit jeruk bali bagian dalam sama dengan kandungan
buahnya, yaitu likopen yang berfungsi untuk mencegah berbagai penyakit
kanker, terutama kanker prostat. Likopen merupakan pigmen karotenoid yang
membawa warna merah. Selain itu kulit jeruk dipercaya mengandung zat aktif
yang dapat membersihkan sel darah merah yang telah tua di dalam tubuh dan
menormalkan hematokrit, yaitu prosentase sel darah per volume darah. Jeruk
bali beserta kulitnya juga mengandung vitamin C yang sangat baik sebagai
sumber antioksidan yang dapat memperbaiki jaringan yang rusak. Di dalam
tubuh, vitamin C akan bersinergi dengan vitamin E, dan berperan sebagai
antioksidan untuk menangkal serangan radikal bebas. Jumlah vitamin C yang
terkandung dalam jeruk bali adalah 43 mg/100 gram daging buah. Sedangkan
kulit jeruk bagian luar yang berwarna hijau mengandung kelenjar minyak
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan minyak.
Hampir semua orang mengenal jeruk bali. Jeruk bali yang biasa disebut
dengan jeruk besar atau pomelo memiliki rasa yang khas, yaitu kombinasi
manis, asam, dan sedikit pahit. Daging buahnya bisa langsung dimakan
setelah dikupas, dibuat sari jeruk atau bisa digunakan untuk campuran rujak
dan salad. Tetapi selain buahnya yang segar, kulit jeruk bali yang selalu
commit to user
baik. Kulit jeruk bali ini dikenal sangat tebal dan empuk sehingga sayang
sekali apabila tidak dimanfaatkan.
Pada dasarnya kulit jeruk bali memang memiliki rasa yang pahit, getir
dan bau sengir, namun dengan pengolahan yang baik dan benar rasa pahit
tersebut dapat dihilangkan sehingga akan dihasilkan suatu produk olahan
yang berkualitas baik dan dapat diterima oleh konsumen. Salah satu bentuk
olahan kulit jeruk ini adalah selai. Selai yang dibuat dari sari buah dan kulit
buah genus Citrus biasa disebut marmalade. Marmalade ini dapat digunakan
sebagai olesan pada roti tawar, sebagai isi roti manis, dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan cake, kue kering, permen, atau pemanis pada minuman
seperti yogurt dan es krim. Dengan banyaknya produk yang menggunakan
selai mengindikasikan bahwa peluang pasar dari produk selai cukup luas.
Diversifikasi produk olahan dari kulit jeruk bali masih sangat
terbatas. Upaya untuk meningkatkan daya guna kulit jeruk bali dan nilai
ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk
olahan jeruk bali, untuk itu perlu dikembangkan cara pengolahan lain seperti
pembuatan “Selai Kulit Jeruk Bali”.
Pertimbangan pemanfaatan kulit jeruk bali sebagai pangan olahan baru
yang diberi nama “Selai Kulit Jeruk Bali” selain karena jeruk bali banyak
mengandung vitamin C dan antioksidan, juga untuk memberikan penanganan
terhadap kulit jeruk bali yang selama ini dianggap limbah.
B. Tujuan Praktek Produksi
Tujuan pelaksanaan Praktek Produksi adalah :
1. Membuat Selai Kulit Jeruk Bali sebagai diversifikasi pangan dengan
memanfaatkan kulit jeruk sebagai bahan bakunya.
2. Mengetahui bahan tambahan, proses, analisis sensori, analisis kimia, dan
commit to user C. Manfaat Praktek Produksi
Manfaat pelaksanaan Praktek Produksi adalah :
1. Dapat memberi sumbangan di bidang pangan tentang penganekaragaman
hasil olahan kulit jeruk bali.
2. Memberikan wawasan dan pengetahuan baru kepada mahasiswa jurusan
Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta tentang pemanfaatan kulit jeruk bali sebagai bahan
pembuatan selai.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan kulit jeruk
bali yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan selai.
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Selai
Selai adalah makanan semi padat atau kental, yang terbuat dari 45
bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Bubur buah adalah daging
buah yang telah dihaluskan. Selai diperoleh dengan cara memanaskan
campuran antara bubur buah dengan gula, kemudian dipekatkan melalui
pemanasan dengan api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68%.
Pemanasan atau pemasakan yang terlalu lama menyebabkan hasil selai
menjadi keras dan membentuk kristal gula. Sedangkan bila terlalu cepat atau
singkat, selai yang dihasilkan akan encer (Fachruddin, 1997).
Proses pembuatan selai memerlukan kontrol yang baik. Pemasakan
yang berlebihan akan menyebabkan selai menjadi keras dan kental,
sedangkan jika pemanasan kurang akan menghasilkan selai yang encer.
Pembuatan selai biasanya dilakukan pada titik didih 103oC – 105oC. Akan
tetapi, titik didih ini dapat bervariasi menurut buah atau perbandingan gula
(Wiraatmadja, 1988).
Buah yang dapat digunakan untuk membuat selai adalah buah yang
masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Selai
yang diperoleh dari buah hasilnya lebih banyak dari pada diolah menjadi
jeli, sehingga pengolahan jeli lebih banyak menggunakan buah yang murah
harganya. Buah yang masih muda tidak dapat digunakan untuk pembuatan
selai atau jeli karena masih banyak mengandung zat pati (karbohidrat) dan
kandungan pektinnya rendah. Kulit buah pun dapat digunakan untuk
commit to user
B. Bahan Pembuat Selai
1. Bahan Utama
Jeruk Bali atau Citrus maxima adalah tumbuhan menahun
(perennial) dengan karakteristik tinggi pohon 5‐15 meter. Batang tanaman
agak kuat, garis tengah 10‐30 meter, berkulit agak tebal, kulit bagian luar
berwarna coklat kekuningan, bagian dalam berwarna kuning. Pohon jeruk
mempunyai banyak cabang yang terletak saling berjauhan dan merunduk
pada bagian ujungnya. Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna
hijau, namun lama‐lama menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau tua.
Tajuk pohon agak rendah dan tidak teratur. Daun tanaman berbentuk bulat
telur dan berukuran besar, dengan bagian puncak atau ujung tumpul dan
bagian tepi hampir rata, serta bagian dekat ujung agak berombak. Letak
daun terpencar dengan tangkai daun bersayap lebar, warna kekuningan,
dan berbulu agak suram (Asroruddin, 2004).
Ciri khas Citrus maxima adalah buah berukuran besar dan berkulit
tebal sehingga tahan disimpan dan diangkut dalam jarak jauh. Buah
berbentuk bulat atau bola yang tampak tertekan dan berkulit agak tebal,
berisi 11‐ 16 segmen. Warna daging buah merah muda atau merah jambu.
Daging buah memiliki tekstur keras sampai lunak, rasa manis sampai
sedikit asam, dan berbiji sedikit. Di Inggris, jeruk bali juga dikenal dengan
nama Pamelo. Adapun klasifikasi jeruk bali adalah sebagai berikut
(Rukmana, 1994) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub‐Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotylendonae
Sub‐kelas : Choripetalae
commit to user Suku : Rutaceae
Marga : Citrus
Jenis : Citrus maxima
Gambar 2.1 Jeruk Bali
Kandungan jeruk bali salah satunya adalah likopen. Likopen
merupakan pigmen karotenoid yang membawa warna merah. Pigmen ini
termasuk ke dalam golongan senyawa fitokimia yang mudah ditemui pada
tomat, jeruk, semangka, dan buah-buahan lain yang berwarna merah.
Selain itu, pigmen ini juga terdapat di dalam darah manusia, yaitu 0,5
mol/liter darah. Nama likopen diambil dari spesies tomat yaitu Solanum
lycopersicum. Jeruk Bali yang banyak mengandung likopen adalah yang
bulir‐bulir jeruknya berwarna kemerahan. Jenis bulir yang berwarna putih
kehijauan kadar likopen relatif kecil. Likopen bermanfaat untuk mencegah
berbagai penyakit kanker, terutama kanker prostat. Sebagai anti radikal
bebas, likopen dapat masuk ke dalam aliran darah lalu menangkap radikal
bebas pada sel‐sel tua dan memperbaiki sel‐sel yang telah mengalami
kerusakan. Bentuk struktur kimia likopen sangat mendukung potensinya
sebagai antioksidan. Bentuk struktur kimia likopen berbeda dengan jenis
karoteniod pada umumnya. Secara kimiawi struktur likopen tidak dapat
dikonversi menjadi vitamin A dan diketahui lebih efisien dalam
commit to user
selai. Jumlah pektin yang ideal untuk pembuatan gel bekisar 0,75% -
1,5%. Kadar gula tidak lebih dari 65% dan konsentrasi pektin 1% sudah
dapat dihasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Makin besar
konsentrasi pektin makin keras gel yang terbentuk. Beberapa jenis buah
secara alami memiliki kandungan pektin yang cukup tinggi. Buah-buahan
yang akan matang (ripe) mengandung pektin yang cukup banyak. Makin
matang buah, kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim yang
memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Oleh karena itu untuk
memperoleh pektin yang cukup sebaiknya buah yang digunakan
dikombinasikan antara yang setengah matang dan matang penuh.
Pembuatan selai yang menggunakan buah dengan kandungan pektin tinggi
tidak memerlukan tambahan pektin dari luar (Anonim, 2008).
Gambar 2.2 Struktur Kimia Pektin
Jeruk bali dipercaya mengandung zat aktif yang dapat
membersihkan sel darah merah yang telah tua di dalam tubuh dan
menormalkan hematokrit, yaitu prosentase sel darah per volume darah.
Tingkat hematokrit normal pada wanita adalah 37-47 persen, sedangkan
laki-laki 40-54 persen. Rendahnya hematokrit akan menyebabkan anemia,
tetapi jika sangat tinggi dapat memicu penyakit jantung karena darah jadi
mengental. Selain itu jeruk bali juga mengandung vitamin C. Vitamin C
sangat baik sebagai sumber antioksidan. Peningkatan kadar vitamin C di
commit to user
akibat tidak stabilnya molekul radikal bebas karena rokok dan polusi udara
(Khairuzzaman, 2009).
Kadar vitamin C pada jeruk bali adalah 43 mg/100 g daging buah.
Vitamin C juga merupakan antioksidan yang cukup baik. Di dalam tubuh,
vitamin C akan bersinergi dengan vitamin E, dan berperan sebagai
antioksidan untuk menangkal serangan radikal bebas. Vitamin C bersama
vitamin E mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Dengan
demikian maka vitamin C juga berperan dalam menghambat reaksi
oksidasi yang berlebihan dalam tubuh dengan cara bertindak sebagai
antioksidan (Bohm et al., 1995).
Kulit jeruk bali yang berada pada lapisan dalam yang berwarna
putih berupa gabus memiliki kandungan yang sama dengan buahnya,
antara lain adalah likopen yang berfungsi untuk mencegah penyakit
kanker, terutama kanker prostat. Selain lipkopen kulit jeruk bali juga
mengandung vitamin C. Sama seperti kandungan buahnya, di dalam tubuh
vitamin C akan bersinergi dengan vitamin E yaitu berperan sebagai
antioksidan untuk menangkal serangan radikal bebas. Sedangkan kulit
buah yang berwarna hijau mengandung kelenjar minyak, sehingga kulit
buah yang berwarna hijau dan keras dapat digunakan untuk pembuatan
minyak (Astawan, 2001).
Kulit jeruk bali bagian luar yang berwarna hijau mengandung
banyak minyak atsiri yang menyebabkan rasa pahit dan getir. Kulit buah
jeruk bali bagian luar bisa digunakan untuk membuat minyak jeruk. Begitu
juga kulit jeruk bali bagian dalam yang menyerupai gabus berwarna putih
kandungannya sama dengan kulit yang berwarna hijau yaitu mengandung
minyak atsiri tetapi tidak sebanyak kulit jeruk bagian luar (Astawan,
2001).
2. Bahan Tambahan
a. Gula
Gula merupakan bahan makanan sumber kalori, tetapi bukan
commit to user
batu, dan gula madu. Semua ini merupakan sumber hidrat arang atau
sumber kalori. Gula mengandung hidrat arang 90-98% yaitu berarti
bahwa gula adalah zat hidrat arang (Soejuti dan Tarwatjo, 2004).
Penambahan gula pada makanan berarti juga berpengaruh pada
kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan gel
yang terbentuk. Hal ini disebabkan gula akan mengikat air sehingga
pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu
gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel lebih
tahan lama terhadap kerusakan mekanik (Winarno, 1992).
Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk
memperoleh tekstur, penampakan, dan rasa yang ideal. Selain itu, gula
dapat pula berfungsi sebagai pengawet. Pada konsistensi tinggi (paling
sedikit 40% padatan terlarut), larutan gula dapat mencegah
pertumbuhan bakteri, ragi, dan kapang atau biasa disebut humektan.
Mekanismenya, gula dapat menyebabkan dehidrasi sel mikroba
sehingga sel mengalami plasmolisis dan terhambat siklus
perkembangbiakan disertai tingkat keasaman yang rendah, pasteurisasi,
dan penambahan bahan kimia seperti asam benzoat (Purnomo dan
Adiono, 1987).
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan
karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous
dan kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20°C.
Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi
dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Secara
komersial gula yang banyak diperdagangkan dibuat dari bahan baku
tebu atau bit. Gula digunakan untuk membuat adonan menjadi manis,
juga dapat membuat adonan menjadi lebih empuk dan berwarna coklat.
Gula pasir dapat diperoleh di toko, pasar. Kriteria mutu gula pasir yang
bagus adalah sebagai berikut (Buckle et al., 1985) :
commit to user 2) Dipegang tidak lengket
3) Warnanya putih bersih
Jumlah penambahan gula yang tepat pada pembuatan selai
tergantung pada banyak faktor, antara lain tingkat keasaman buah yang
digunakan, kandungan gula dalam buah, dan tingkat kematangan buah
yang digunakan. Perbandingan gula dengan buah yang digunakan untuk
buah yang asam adalah 1:1. Penambahan gula akan mempengaruhi
keseimbangan air dan pektin yang ada. Buah yang kandungan
pektinnya rendah, maka penambahan gula sebaiknya lebih sedikit
daripada bagian buahnya. Sebaliknya, buah yang kandungan pektinnya
tinggi, maka penambahan gula sebaiknya lebih banyak. Kandungan
gula yang ideal pada produk selai berkisar 60%-65% (Margono, 2000).
b. Air
Air (H2O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat
kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan
gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang
diinginkan (Winarno, 1992).
Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak berwarna,
tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa. Air (H2O) merupakan
komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir
serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air
sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Syarif
dan Irawati, 1988).
Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat
mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang
digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air
yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak
commit to user
menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Arpah, 1993).
Analisa kimiawi pada air yang digunakan dalam pengolahan
pangan sangat berguna terutama untuk mendeteksi kemungkinan
terdapatnya bahan-bahan kimia, serta beberapa bahan yang dapat
menimbulkan kesulitan dalam proses produksi. Batas toleransi
konsentrasi bahan berbahaya yang boleh terdapat di dalam air yang
layak untuk diminum adalah sebagai berikut (Anonim, 2004) :
Tabel 2.1 Batas Toleransi Bahan Beracun dalam Persediaan Air
Bahan Batas Maksimum Konsentrasi
yang Diperkenankan (mg/L)
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada
daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini
merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan
sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan.
Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam
siklus asam sitrat yang terjadi di dalam mitokondria, yang penting
dalam metabolisme makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunakan
sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan
(Anonima, 2011).
Penambahan asam bertujuan untuk mengatur pH dan menghindari
pengkristalan gula. pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan
commit to user
selai adalah asam sitrat (C6H8O7), kecuali produk yang berasal dari
bahan rasa asam seperti nanas penggunaannya harus dibatasi, yaitu
antara 0,8-1,5% (8-15 g/kg berat produk). Penggunaan asam tidak
mutlak, tetapi hanya apabila diperlukan saja. Apabila terlalu asam akan
terjadi sineresis yaitu keluarnya air dari gel sehingga selai akan
berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel (Prihatiningsih,
1996).
d. Vanili
Tanaman vanili akan berbunga setelah 2 tahun, mulai berbuah
setelah 3 tahun dan mencapai hasil maksimum dalam waktu 10-12
tahun. Vanili berbunga satu kali dalam setahun dan hanya 50 bunga dari
setiap tanaman yang dapat dilakukan penyerbukan menggunakan
tangan. Setelah pembuahan berhasil, buah membutuhkan waktu 6 bulan
untuk mencapai ukuran yang maksimal (6-10 inci) dan 8-9 bulan untuk
matang. Masa panen vanili di Indonesia berlangsung sekitar 2-3 bulan
antara Mei sampai dengan Juli (Anonimb, 2011).
Selain prekursor dan enzim pembentuk flavor, buah vanili
mengandung komponen zat gizi lengkap yang meliputi protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral. Per 100 g berat buah vanili kering
Vanilla planifolia Andrews, mengandung 20 g air, 3-5 g protein, 11 g
lemak, 7-9 g gula, 15-20 g serat, 5-10 g abu, 1.5-3 g vanilin, 2 g soft
resin dan asam vanilat yang tidak berflavor (de Guzman, 1999).
Senyawa vanilin dapat diperoleh melalui kerja enzim terhadap
suatu komponen heterosida (glukosida) Prekursor vanilin dalam buah
vanili hijau adalah koniferosida, dimana melalui reaksi oksidasi akan
terpecah menjadi vanilosida (glukovanilin) yang menghasilkan vanilin
dan glukosa jika dihidrolisis oleh enzim. Disamping itu, terdapat
mekanisme alternatif dari pembentukan vanilin dimana glukosida dari
vanililalkohol dioksidasi menjadi glukovanilin. Selanjutnya diketahui
bahwa vanili hijau mengandung paling sedikit 4 glukosida yang
commit to user
ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit, diikuti oleh glukosida dari
asam protokatekuat (asam 3,4-dihidroksibenzoat) (Purseglove et al.,
1981).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Vanilin
C. Proses Pengolahan Selai
1. Pengupasan Bahan Baku
Pengupasan bahan baku bertujuan untuk memisahkan bahan yang
layak diolah dengan bahan yang tidak layak untuk diolah. Pengupasan
bahan baku juga dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang
seragam. Bahan baku mentah yang rusak akan mempengaruhi hasil akhir
produk (Anonimc, 2011).
2. Pencucian Bahan Baku
Pencucian akan mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan
sejenis malam (lilin) yang melapisi kulit pada beberapa jenis hasil
pertanian seperti buah-buahan, untuk menghilangkan kotoran yang
melekat pada bahan yang dapat menunjukkan adanya populasi
mikroorganisme, untuk menghilangkan adanya sisa-sisa insektisida. Air
yang digunakan untuk mencuci harus bersih, sebaiknya digunakan air
yang mengalir dan bersih. Pencucian dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu dengan cara basah atau kering, penyemprotan angin,
perendaman bak perendam atau disemprot air (Afrianti dan Herliani,
commit to user
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang
menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh
penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan
air atau dengan sikat (Buckle, et al., 1985).
3. Perebusan Bahan Baku
Perebusan bahan baku biasa disebut juga dengan blanching.
Blanching berfungsi untuk menonaktifkan enzim. Disamping itu juga
untuk menaikkan temperatur jaringan, untuk membersihkan bahan dan
untuk melayukan bahan sehingga memudahkan perlakuan berikutnya,
yang paling penting dalam blanching adalah perusakan mikroba
(Widjanarko, 1998).
Perlakuan blanching praktis selalu dilakukan karena jika bahan
pangan dibekukan tidak dapat menghambat keaktifan enzim secara
sempurna. Blanching dipengaruhi panas yang diberikan sehingga dapat
mematikan mikroba (Winarno dan fardiaz, 1980).
4. Perendaman
Perendaman bertujuan untuk melunakkan tekstur pada bahan baku
sehingga memudahkan proses berikutnya. Selain itu perendaman juga
bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa kandungan atau mikroba yang
masih tersisa (Anonimc, 2001).
5. Penghancuran
Penambahan air ini ditujukan agar memudahkan proses
penghancuran, sedangkan tepung maizena agar lebih kental bubur yang
dihasilkan. Proses penghancuran ini dilakukan sampai halus (Suprapti,
2001).
6. Pemasakan
Tahap pemasakan adalah tahap yang paling kritis, pemasakan
bertujuan untuk menghilangkan bau mentah. Pemasakan dilakukan
commit to user
terlalu tinggi membuat rosella menjadi gosong (Desrosier, 1988).
Pemasakan bertujuan untuk membuat campuran gula dan bubur
buahmenjadi homogen dan mencegah menjadi pekat. Di samping itu,
pemasakan juga bertujuan untuk mengekstraksi pektin untuk memperoleh
sari buah yang optimum, untuk menghasilkan cita rasa yang baik, dan
untuk memperoleh struktur gel. Selama pemasakan harus dilakukan
pengadukan agar campuran bahan selai, yaitu buah, pektin, gula, dan
asam menjadi homogen. Pengadukan juga bertujuan untuk memperoleh
struktur gel. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat
menimbulkan gelembung-gelembung yang dapat merusak tekstur dan
penampakan akhir (Widjanarko, 1998).
7. Pendinginan
Pendinginan pada pembuatan selai bertujuan untuk membuat
tekstur selai menjadi bagus. Proses pendinginan selai kurang lebih hingga
suhunya 40oC (Anonimc, 2001)
8. Pengemasan
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi
sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian
membutuhkan pemikiran dan perhatian yang besar dari pada yang
biasa-biasanya diketahui. Industri pangan cenderung untuk membedakan antara
proses pengalengan dan pembotolan di suatu pihak lain. Sampai batas
tertentu, ini merupakan perbedaan nyata antara metoda pengolahan
pangan yang mengikutsertakan sterilisasi dan/atau pasteurisasi terhadap
metoda pengawetan lainnya termasuk rehidrasi dan pembekuan cepat
(Buckle, et al., 1985).
Semua bahan pangan mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah
jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk
membedakan antara bahan pangan yang segar dengan bahan pangan yang
telah disimpan selama jangka waktu tersebut di atas. Perubahan yang
commit to user
pangan mungkin menjadi matang atau tua setelah dikemas dan memang
ada perbaikan dalam waktu singkat tetapi kemungkinan diikuti oleh
kerusakan (Buckle, et al., 1985).
Cara mensterilkan botol ini dengan cara memasukkan
botol-botol ke dalam oven bersuhu 1200C selama 30 menit dan merebus tutup
botolnya selama 30 menit. Botol-botol dikeluarkan dari oven saat akan
melakukan pengemasan. Tutup botol harus dikeringkan dengan lap bersih
sebelum menutup botol. Cara lain yang biasa dilakukan adalah dengan
merebus botol berikut tutupnya di dalam panci besar selama kurang lebih
15 menit, dan hanya dikeringkan saat akan mengemas (Apandi, 1984).
D. Analisis Sensori
Uji organoleptik adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan
penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indra. Panelis
adalah orang/kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk,
dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis
terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak
terlatih (25 orang). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis),
psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam
pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta
memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat
tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan
panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak
mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon
kemampuan mengembang (Kume, 2002).
Uji skoring atau uji skor berfungsi untuk menilai suatu sifat
organoleptik yang spesifik, selain itu uji scoring dapat juga digunakan untuk
menilai sifat hedoni atau sifat mutu hedonic. Pada uji scoring diberikan
penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ii
commit to user
skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. (Rahayu, 2001).
Dalam uji skoring parameter-parameter yang mencirikan produk
tersebut dengan atribut/ karakteristik/ diskriptor/ teminologi. Pemilihan
atribut sensoris dan batasanya dihubungkan dengan sifat kimia untuk flavour,
rasa dan bau. Sementara untuk tekstur dan kenampakannya dihubungkan
dengan sifat fisik. Pemahaman pada sifat reologi dan kimia produk
memudahkan untuk penyusunan diskripsi dan data untuk di interpretasikan
dan berguna dalam penentuan keputusan. (Utami, 1999).
E. Analisis Kimia
1. Vitamin C
Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat
melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus
mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk
pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain
(Rachmawati, 2007).
Vitamin C dapat berbentuk L-askorbat dan asam
L-dehidroaskorbat, keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C.
Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi
L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan
dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat
yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 1992).
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176
dengan rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna,
titik cair 190-192oC. Bersifat larut dalam air, dan sedikit larut dalam
aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C
sukar larut dalam khloroform, ether dan benzene. Pada pH rendah lebih
stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih
apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar,
commit to user
7,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti di atas (Sudarmadji
dkk, 1997).
Gambar 2.4 Rumus Struktur Vitamin C
2. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul
yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan
dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas. Antioksidan
didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi
dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal
bebas tak reaktif yang relatif stabil. Akan tetapi jika dikaitkan dengan
radikal bebas yang menyebabkan penyakit, antioksidan didefinisikan
sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya
radikal bebas oksigen reaktif (Kumalaningsih, 2006).
Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat
memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah
sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi.
Antioksidan dapat mencegah oksidasi atau menetralkan senyawa yang
telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen atau elektron
(Silalahi, 2006).
Radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) merupakan radikal
organik nitrogen yang stabil, yang memberikan efek warna ungu.
Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH didasarkan pada
pengukuran kemampuan pereduksian terhadap radikal DPPH.
Pengukuran dapat dilakukan dengan pengukuran penurunan absorbansi.
radikal-commit to user
sehingga intensitas warna ungu akan turun. Penurunan intensitas warna
ungu dapat diukur pada panjang gelombang 517 nm (Brand-William
dkk., 1995).
F. Analisis Ekonomi
Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kalayakan
suatu usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis
ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat
memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan
kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi
selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi
perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, harga penjualan,
perkiraan pendapatan (rugi atau laba), serta kriteria kelayakan usaha.
1. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha
dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun
perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas
biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana
sosial.
b. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika
melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya tenaga
kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan
bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan.
2. Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak
mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan dapat
commit to user Harga Pokok Penjualan (HPP) =
ln
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah break event
point (BEP), Return On Investment (ROI), net benefit cost (Net B/C), dan
pay back period (PBP).
a. Break Event Point (BEP)
BEP dipakai untuk menentukan besarnya volume penjualan di
mana perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua biaya-biaya
tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan.
BEP adalah suatu titik kesinambungan dimana pada titik tersebut
jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan
atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan
berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini,
maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).
Perhitungan rumus BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai
b. Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya
commit to user
hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi
pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi
pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat
dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap +
modal kerja.
c. Net Benefit Cost (Net B/C)
Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria
yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya amat dikenal
dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau
sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada manfaat bagi
kepentingan umum dan bukan keuntungan financial perusahaan, namun
bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini.
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara
pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka
perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika
nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi).
Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas
Pay Back Period merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat
berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Pay back
periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk
industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau
commit to user
Rumus penentuannya adalah sebagai berikut :
Ab I Periode Back
Pay =
Dimana I : Jumlah modal
Ab : Penerimaan bersih per tahun
commit to user
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Produksi yang berjudul “Pemanfaatan Kulit Jeruk
Bali (Citrus maxima) dalam Pembuatan Selai Sebagai Diversifikasi Pangan”
dilaksanakan mulai bulan April sampai Juli 2011 di Laboratorium Rekayasa
Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
B. Metode Pelaksanaan
1. Observasi
Metode observasi merupakan langkah pertama dalam melaksanakan
praktek produksi. Observasi atau pengamatan dilaksanakan di tempat
perbelanjaan atau pasar mengenai produk apa yang sekiranya belum ada di
pasaran.
2. Studi Pustaka
Setelah mengetahui atau menentukan jenis produk apa yang akan
dibuat, selanjutnya melakukan pembelajaran yang lebih lanjut mengenai
produk tersebut yang berhubungan dengan bahan baku, cara pembuatan,
dan juga parameter mutu dari produk tersebut. Hal-hal tersebut dapat
diperoleh melalui buku-buku yang ada di perpustakaan atau di dalam
sarana komunikasi yang lain seperti internet.
3. Percobaan
Percobaan merupakan praktek cara pembuatan produk yang
dilakukan dengan beberapa formula, kemudian dipilih tiga formula yang
paling baik.
4. Praktek Produksi
Membuat produk di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan
commit to user
Maret Surakarta berdasarkan hasil analisis sensori dengan metode uji
kesukaan skoring yang diperoleh.
5. Pegujian Produk
Produk yang telah dibuat kemudian dilakukan pengujian yaitu
analisis sensori dengan uji kesukaan skoring. Dari hasil pengujian akan
didapatkan produk yang diterima dan yang paling disukai oleh konsumen.
Kemudian produk yang telah dinalisis sensori selanjutnya akan dilakukan
analisis kimia yaitu analisis antioksidan dengan metode DPPH dan analisis
vitamin C. Produk dengan formula inilah yang akan dibuat dalam praktek
produksi dan dikembangkan lebih lanjut.
6. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi bertujuan untuk menghitung biaya produksi (biaya
tetap, biaya variable), BEP (Break Event Point), Payback Period (PP),
ROI, dan Benefit Cost Ratio (B/C)
C. Alat dan Bahan 1. Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali adalah
pisau, timbangan, panci untuk merebus, blender, baskom untuk merendam,
wajan, pengaduk, kompor gas, dan botol pengemas. Sedangkan alat yang
digunakan pada uji kimia Selai Kulit Jeruk Bali adalah vortex, pipet
volume 25 ml, pipet ukur 5 ml, buret 50 ml, labu takar 100 ml, erlenmeyer
250 ml, spektrofotometer, pipet volume 10 ml, dan pipet volume 1 ml.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam Praktek Produksi “Substitusi Kulit Jeruk
Bali dalam Pembuatan Selai” adalah kulit jeruk bali, gula pasir, asam
sitrat, vanili, dan air. Sedangkan bahan yang digunakan pada uji kimia
Selai Kulit Jeruk Bali adalah selai kulit jeruk bali, indikator amilum 1%,
larutan iodine 0,01 N, aquadest, larutan metanol, dan larutan DPPH 0,1
commit to user
Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali Bahan Formulasi I
(2:1)
Formulasi II (3:4)
Formulasi III (1:1) Kulit Jeruk
Bali 100 gr 100 gr 100 gr
Gula 50 gr 75 gr 100 gr
Air 100 ml 100 ml 100 ml
Vanili 1 gr 1 gr 1 gr
commit to user
D. Cara Kerja
Proses pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali meliputi delapan tahap
proses, yaitu tahap pengupasan kulit jeruk, pencucian, perebusan,
perendaman, penghancuran, pemasakan, pendinginan, dan pengemasan.
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali Direndam 24 jam dengan air matang
Dihancurkan selama 3 menit Kulit jeruk
bali
Dicuci dengan air bersih
Direbus 30 menit, T=85-100oC
Dimasak 30 menit, T=100oC Gula, vanili, asam sitrat Air
Dikemas
Dikupas dan diambil bagian dalam yang berwarna putih
Didinginkan sampai suhu 40oC selama 2 jam Ditiriskan
commit to user
adalah pengupasan kulit jeruk. Pengupasan kulit jeruk dilakukan dengan cara
mengambil kulit jeruk bagian tengah yang menyerupai gabus putih. Setelah
dikupas kulit jeruk dicuci dengan air bersih agar kotoran dan getahnya hilang.
Proses selanjutnya adalah perebusan kulit jeruk untuk membantu
membersihkan dan menghilangkan getah yang masih menempel dan
menghilangkan kandungan minyak atsiri pada kulit yang meyebabkan rasa
getir dan pahit. Kulit jeruk direbus pada suhu suhu 85-100oC selama 30
menit. Kemudian setelah direbus kulit jeruk direndam selama 24 jam dengan
air matang untuk mendapatkan tekstur yang lebih lunak. Proses kelima adalah
penghancuran dengan menggunakan blender selama 3 menit dan ditambah
dengan air agar mempermudah proses penghancuran. Kulit jeruk yang sudah
dihancurkan dimasak dengan menambahkan bahan-bahan lain yaitu gula,
asam sitrat dan vanili selama 30 menit dengan suhu 100oC. Setelah 30 menit
selai didinginkan kurang lebih selama 2 jam sampai suhunya kurang lebih
40oC. Selai yang sudah dingin kemudian dikemas dengan menggunakan cup
selai yang telah disterilkan yang terbuat dari bahan plastik PP
(Polypropylene) yang berfungsi untuk melindungi produk agar tidak mudah
rusak.
E. Persiapan Bahan
Untuk menghasilkan produk yang baik dan berkualitas, perlu
dilakukan seleksi atau pemilihan terlebih dahulu. Pada pembuatan selai kulit
jeruk bali perlu ada persiapan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan
selai kulit jeruk bali yaitu meliputi pemilihan bahan yang akan digunakan
dalam proses pembuatan selai kulit jeruk bali, penimbangan, perebusan, dan
commit to user 1. Pemilihan Bahan
a. Kulit Jeruk Bali
Kulit jeruk bali yang digunakan dalam pembuatan selai adalah
kulit jeruk bali yang berwarna putih yang menyerupai gabus, masih
segar, tidak kotor dan tebal.
b. Gula Pasir
Gula pasir yang digunakan dalam pembuatan selai adalah
berbentuk kristal, tidak basah, tidak ada noda, warna putih, dan tidak
berbau.
c. Asam Sitrat
Asam sitrat yang digunakan dalam pembuatan selai adalah
berwarna putih dan tidak bernoda.
d. Air
Air yang digunakan dalam pembuatan selai adalah air yang
terbebas dari kontaminan logam, tidak berbau, tidak berwarna, dan
tidak berasa.
e. Vanili
Vanili yang digunakan dalam pembuatan selai adalah yang
berbentuk serbuk, berwarna putih, dan berbau harum.
2. Penimbangan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan selai kulit
jeruk bali ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi agar
dihasilkan produk yang baik dan seragam.
3. Perebusan
Perebusan merupakan pemanasan dalam air panas yang bertujuan
untuk membantu membersihkan dan menghilangkan getah yang masih
tertinggal pada kulit jeruk bali. Perebusan kulit jeruk bali dilakukan selama
commit to user
Perendaman kulit jeruk bali dilakukan selama 24 jam untuk
mendapatkan tekstur yang baik (lebih lunak), selain itu juga untuk
menimbulkan aroma jeruk yang sebelumnya belum ada aromanya.
F. Analisis Kimia
Produk selai rosella yang telah dibuat kemudian dilakukan anlisis
sensori dengan uji kesukaan, analisis kimia yaitu analisis vitamin C dan
analisis antioksidan yang ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Metode Analisis
No Macam
Analisis Metode
1 Sensori Uji Skoring (Rahayu, 2001)
2 Vitamin C Titrasi Iodin (Sudarmadji et al., 1997)
commit to user BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktek Produksi Selai Kulit Jeruk Bali
Hasil praktek produksi Selai Kulit Jeruk Bali dapat dilihat pada
Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Selai Kulit Jeruk Bali
Selai Kulit Jeruk Bali yang dibuat dari komposisi kulit jeruk bali,
gula, asam sitrat, vanili, dan air ini dihasilkan warna kuning kecoklatan. Selai
Kulit Jeruk Bali dikemas dengan berat bersih 150 gram per cup selai.
Pengemasan Selai Kulit Jeruk Bali ini dikemas dengan menggunakan cup
yang terbuat dari plastik PP (Polypropilen) dengan tutup yang disealer
sebelum ditutup dengan penutup cup selai yang berfungsi untuk melindungi
produk dari kontaminasi.
B. Proses Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali
Pada proses pembuatan selai, bahan yang digunakan adalah kulit jeruk
bali. Kulit jeruk bali yang digunakan adalah kulit jeruk bali yang berwarna
putih yang menyerupai gabus, masih segar, tidak kotor, dan tebal. Dalam
pembuatan selai dipilih kulit jeruk karena selama ini kulit jeruk dianggap
sebagai limbah dan tidak bisa dimanfaatkan, dan ternyata kulit jeruk dapat
commit to user memanfaatkan kulit jeruk dalam pembuatan selai.
Proses pembuatan selai kulit jeruk bali meliputi pengupasan kulit
jeruk bali, pencucian kulit jeruk bali, perebusan, perendaman, penghancuran,
pemasakan, pendinginan, dan pengemasan. Untuk penjelasan dari
masing-masing tahapan proses pembuatan selai kulit jeruk bali dapat dilihat di bawah
ini :
1. Pengupasan Kulit Jeruk
Pengupasan kulit jeruk dilakukan dengan cara mengambil kulit
jeruk bagian tengah atau dalam yang menyerupai gabus putih dan ada
juga yang berwarna kemerah-merahan. Kemudian kulit bagian dalam
dipisahkan dengan kulit bagian luar yang berwarna hijau. Kulit yang
digunakan untuk pembuatan selai harus kulit yang tebal agar hasil selai
lebih bagus. Kulit jeruk yang dipakai adalah kulit jeruk yang berasal dari
buah jeruk bali yang tua dan sebaiknya berumur dua bulan setelah panen.
Gambar 4.2 Pengupasan Kulit Jeruk bali 2. Pencucian
Setelah dilakukan pengupasan kulit jeruk, dilakukan pencucian
dengan air bersih terhadap kulit jeruk. Pencucian kulit jeruk ini bertujuan
commit to user
Gambar 4.3 Kulit Jeruk Bali yang telah Dicuci 3. Perebusan
Perebusan merupakan pemanasan dalam air panas untuk membantu
membersihkan dan menghilangkan getah yang masih tertinggal dan
menghilangkan kandungan minyak atsiri pada kulit yang menyebabkan
rasa pahit dan getir setelah dilakukan pencucian. Kulit jeruk direbus
selama 30 menit dengan suhu 85-100oC.
Gambar 4.4 Proses Perebusan Kulit Jeruk bali 4. Perendaman
Perendaman kulit jeruk dilakukan selama 24 jam untuk
mendapatkan tekstur yang lebih baik (lebih lunak). Kulit jeruk direndam
commit to user
Gambar 4.5 Proses Perendaman Kulit Jeruk bali 5. Penghancuran
Kulit jeruk yang telah direndam selama 24 jam kemudian ditiriskan
dan dihancurkan dengan menggunakan blender selama 3 menit dan
ditambah dengan air agar mempermudah proses penghancuran. Pada
proses penghancuran, kulit dihancurkan jangan terlalu halus dan jangan
terlalu kasar. Jika terlalu halus selai yang dihasilkan akan encer,
sedangkan jika terlalu kasar selai yang dihasilkan akan menggumpal
karena serat-serat kulit jeruk masih belum halus.
commit to user 6. Pemasakan
Pemasakan dilakukan dengan mencampur semua bahan utama dan
bahan tambahan. Bahan utama dalam pembuatan selai ini adalah kulit
jeruk bali yang telah dihancurkan, sedangkan bahan tambahan yang
digunakan adalah gula, asam sitrat, dan vanili. Pemasakan dilakukan
selama 30 menit dengan suhu 100oC sampai selai mengental.
Pemanasan dan pemasakan sangat berpengaruh terhadap mutu
selai. Pemanasan dan pemasakan yang terlalu lama akan menyebabkan
hasil selai terlalu keras dan membentuk kristal gula. Sedangkan apabila
terlalu cepat atau singkat, selai yang dihasilkan akan encer. Pengadukan
juga berpengaruh terhadap mutu selai, apabila pengadukan dilakukan
terlalu cepat akan menimbulkan gelembung udara yang akan merusak
tekstur dan penampakan akhir.
Gambar 4.7 Proses Pemasakan Selai Kulit Jeruk Bali 7. Pendinginan
Setelah dilakukan pemasakan, selai didinginkan. Pendinginan
dilakukan kurang lebih selama 2 jam hingga suhunya menjadi kurang
lebih 40oC. Setelah didinginkan, tekstur selai menjadi menggumpal dan
tidak lembek. Jika pendinginan kurang dari 2 jam, selai masih panas dan
jika dikemas akan menimbulkan uap. Sedangkan jika pendinginan lebih
commit to user
Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk dari kotoran dan
kontaminan. Selai yang telah dingin dikemas dengan menggunakan cup
selai yang terbuat dari bahan plastik jenis PP (Polypropilen) karena
plastik jenis Polipropilen ini lebih kuat dan ringan dengan daya tembus
uap yang rendah, dan stabil terhadap suhu tinggi, sehingga produk akan
lebih awet. Cup selai yang digunakan harus benar-benar bersih.
C. Analisis Sensori
Analisis sensori dilakukan dengan uji organoleptik yaitu dengan
menggunakan uji skoring untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap
mutu selai kulit jeruk bali yang dibuat dengan perbedaan konsentrasi gula
yang berbeda. Parameter yang diuji antara lain adalah warna, rasa, tekstur,
dan penilaian secara keseluruhan (overall). Hasil analisis sensori selai kulit
jeruk bali dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Analisis Sensori Selai Kulit Jeruk Bali
Pada uji organoleptik ini penelis diminta untuk memberikan penilaian
tingkat kesukaan untuk tiap-tiap atribut mutu yang diujikan seperti warna,
rasa, tekstur, dan overall.
Skala nilai : 1 = Tidak Suka
2 = Kurang Suka
3 = Agak Suka
4 = Suka
5 = Sangat Suka
Sampel Warna Rasa Tekstur Overall
Selai dengan perbandingan 2:1 3,16a 3,08a 2,52a 3,00a
Selai dengan perbandingan 3:4 3,40a 3,96b 3,60b 3,88b
commit to user
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa selai kulit jeruk bali dengan
konsentrasi penambahan gula 50 %, 75% dan 100% memiliki nilai rerata
yang berbeda-beda. Dari hasil uji statistik dapat diketahui tingkat penerimaan
konsumen terhadap selai :
1. Warna
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan gula
pada selai tidak memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
penerimaan warna selai yang dihasilkan. Penerimaan warna selai dengan
penambahan gula 50%, selai dengan penambahan gula 75%, dan selai
dengan penambahan gula 100% tidak berbeda nyata yang artinya dari
ketiga konsentrasi selai tidak ada perbedaan warna. Tetapi dari rerata,
warna selai yang paling disukai adalah selai dengan penambahan gula
100%.
2. Rasa
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan gula
pada selai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
penerimaan rasa selai yang dihasilkan. Penerimaan rasa selai dengan
penambahan gula 50% tidak berbeda nyata dengan selai dengan
penambahan gula 100%. Akan tetapi penerimaan rasa selai dengan
penambahan gula 75% berbeda nyata dengan penerimaan rasa selai
dengan penambahan gula 50% dan 100%. Pada parameter rasa, selai
yang terpilih adalah selai dengan penambahan gula 75%, yaitu tidak
terlalu asam dan tidak terlalu manis.
3. Tekstur
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan gula
pada selai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
penerimaan tekstur selai yang dihasilkan. Penerimaan tekstur selai
dengan penambahan gula 75% tidak berbeda nyata dengan selai dengan
penambahan gula 100%. Akan tetapi penerimaan tekstur selai dengan
commit to user
yang terpilih adalah selai dengan penambahan gula 100%.
4. Overall (Keseluruhan)
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa konsentrasi penambahan gula
pada selai memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
penerimaan secara keseluruhan selai yang dihasilkan. Penerimaan secara
keseluruhan selai dengan penambahan gula 75% tidak berbeda nyata
dengan selai dengan penambahan gula 100%. Akan tetapi penerimaan
secara keseluruhan selai dengan penambahan gula 50% berbeda nyata
dengan penerimaan secara keseluruhan selai dengan penambahan gula
75% dan 100%. Tetapi jika dilihat dari rerata yaitu 3,88 maka sampel
selai dengan penambahan gula 75% paling disukai oleh konsumen secara
keseluruhan yaitu dari warna, rasa, dan tekstur.
D. Analisis Kimia
Selain analisis sensori, proses produksi ini juga dilakukan analisis kimia
untuk mengetahui kandungan pada selai kulit jeruk bali yang meliputi vitamin
C dan antioksidan. Hasil analisis kimia vitamin C dan antioksidan dalam selai
kulit jeruk bali dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kimia Selai Kulit Jeruk Bali
Analisis Hasil
Vitamin C (mg)
Antioksidan (%)
8,40245
15,41665
Vitamin C adalah vitamin yang berguna untuk memelihara dan
menambah daya tahan tubuh. Oleh karena itu vitamin C sangat dibutuhkan di
dalam tubuh. Sumber vitamin C biasanya dari buah-buahan yang berwarna
kuning atau pada buah-buahan yang berwarna merah. Fungsi lain dari vitamin