• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Analisis Yuridis Penerapan Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Dalam Mendukung Iklim Usaha dan Investasi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia merupakan salah satu bagian penting dalam

pelaksanaan pembangunan nasional, karena kualitas dan peran sumber daya manusia

secara besar yang akan menentukan arah serta tujuan dan keberhasilan dari

pembangunan nasional. Pembangunan terhadap ketenagakerjaan merupakan bagian

dari pengembangan pembangunan sumber daya manusia, dalam rangka menjalankan

roda pembangunan di Indonesia ini.

Pemerintah dan masyarakat akan selalu mengamati dan juga menginginkan

keadilan, keadilan dapat diterima masyarakat apabila penegak hukum secara benar

melaksanakan Undang-Undang dan peraturan yang ada, karena dimata hukum semua

diperlakukan sama tanpa membedakan satu sama lain tidak terkecuali pekerja/buruh

ataupun pengusaha. Salah satu hak asasi manusia adalah bekerja,1 karena dengan

bekerja bagi tenaga kerja2

1

Lihat UUD 1945, Pasal 28 D ayat (2), yakni Setiap Orang Berhak Untuk Bekerja Serta Mendapatkan Imbalan yang Adil dan Layak dalam Hubungan Kerja.

2

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 1, yakni Tenaga Kerja adalah Setiap Orang yang Mampu Melakukan Pekerjaan Guna Menghasilkan Barang dan/atau Jasa Baik Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Maupun Untuk Masyarakat.

mempunyai makna sedemikian penting bagi kehidupannya.

Makna bekerja bagi pekerja/buruh dapat ditinjau dari segi perorangan sebagai gerak

daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badani

(2)

Tenaga kerja dalam menghasilkan barang atau/jasa dalam hal pekerjaannya

sebagaimana dimaksud, dapat melakukan secara individual (sendiri) maupun

grouping of work (pengelompokan pekerja) yang terikat oleh “hubungan kerja”.3

Dalam menghasilkan barang atau/jasa antara pekerja dengan pengusaha, dijumpai

pula mengenai ketentuan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, halmana dapat

dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan yang secara khusus

diatur pula dalam “perjanjian kerja”4, “peraturan perusahaan”5 ataupun “perjanjian

kerja bersama”6

Permasalahan/perselisihan dimaksud acapkali disebut dengan istilah

“perselisihan hubungan industrial”

yang ada di masing-masing perusahaan. Namun dalam pelaksanaan

hak dan kewajiban tersebut, tidaklah dapat terleapas dari yang namanya

permasalahan/perselisihan.

7

3

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan Hubungan Kerja adalah Hubungan Antara Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh Berdasarkan Perjanjian Kerja yang Mempunyai Unsur Pekerjaan, Upah dan Perintah.

4

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja adalah Perjanjian Antara Pekerja/Buruh Dengan Pengusaha Atau Pemberi Kerja yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Para Pihak.

5

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 20, yakni yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan adalah Peraturan yang Dibuat Secara Tertulis Oleh Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja Dan Tata Tertib Perusahaan

6

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 21, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang Merupakan Hasil Perundingan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Atau Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Tercatat Pada Instansi yang Bertanggungjawab Dibidang Ketenagakerjaan Dengan Pengusaha Atau Beberapa Pengusaha Atau Perkumpulan Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak.

antara pekerja dengan pengusaha yang sulit untuk

7

(3)

dihindari. Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia pertama sekali diatur dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 tentang Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan, kemudian diubah menjadi Undang-Undang 12 Tahun 1964 dan terakhir

dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (UU-PPHI), yang pada Tanggal 14 Januari 2004

diundangkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Selama pelaksanaan hubungan kerja, tidak tertutup kemungkinan terjadi

pemutusan hubungan kerja. Baik yang dilakukan atas inisiatif pengusaha atau atas

inisiatif pekerja. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 25 Undang-Undang No.13

Tahun 2003 pengertian pemutusan hubungan kerja yaitu ”Pengakhiran hubungan

kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berkhirnya hak dan kewajiban

antara pekerja/buruh dan pengusaha”.8

Sesuai Pasal 126 Undang-Undang ini, maka mulai berlakulah secara efektif 1

(satu) tahun setelah diundangkan yakni Tanggal 14 Januari 2005. Kemudian atas

pertimbangan Undang-Undang tersebut memerlukan pemahaman dan berbagai

kesiapan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, baik dilingkungan pemerintah

maupun di lembaga peradilan.

9

Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Serta Perselisihan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Suatu Perusahaan.

8

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 150

9

(4)

Peraturan terhadap penyelesaian hubungan industrial atau Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004, sejak diundangkan, maka sifat keberadaan hukumnya hanya

melengkapi 2 (dua) Undang yang telah lahir sebelumnya yaitu

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh yang telah

diundangkan pada Tanggal 4 Agustus Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diundangkan pada Tanggal 23 Maret

2003.

Sejak diberlaukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka terjadi perubahan sistem yang

mendasar dibandingkan dengan pola penyelesaian perburuhan dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1959 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 (sistem lama),

dimana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 penyelesaian perselisihan

dilakukan melalui lembaga eksekutif yakni Panitia Penyelesaian Perburuhan

Daerah/Pusat (P4D/P4P), sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

menyebutkan penyelesaian perselisihan dilakukan melalui sarana lembaga yudikatif

yakni melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

Mekanisme perubahan sebagaimana dimaksud, berdampak pada perubahan

sistem-sistem lainnya, maksudnya perubahan ini membawa akibat pada bergesernya

(5)

publik kemudian bergeser ke wilayah hukum privat.10

Alasan yang mendasari terjadinya perubahan sistem ini dapatlah dianalisa

berdasarkan pada 4 (empat) alasan yaitu :

Pergeseran tersebut tentunya

membawa implikasi positif bagi perkembangan hukum perburuhan di Indonesia,

dimana perubahan tersebut akan berakibat pada pola penyelesaian perselisihan

hubungan industrial bagi para pihak yang berselisih.

11

1. UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

yang selama ini digunakan sebagai dasar hukum penyelesaian perselisihan

hubungan industrial dirasa tidak dapat lagi mengakomodasi

perkembangan-perkembangan yang terjadi, karena hak-hak pekerja/buruh perorangan belum

terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial.

2. UU Nomor 22 Tahun 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan

perselisihan kepentingan secara kolektif, sedangkan penyelesaian perselisihan

hubungan industrial pekerja/buruh secara perorangan belum terakomodasi.

3. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1996 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara Putusan P4 Pusat adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara

yang dapat dijadikan obyek sengketa Tata Usaha Negara sehingga jalan yang

ditempuh baik oleh pihak pekerja/buruh maupun oleh Pengusaha untuk

mencari keadilan menjadi semakin panjang.

10

PHK & Perlindungan Negara Atas Hak

Kerja : Suatu Tinjauan Kritis Atas Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), diakses pada tanggal 02 Februari 2012.

11

(6)

4. Tuntutan demokratisasi yang menghendaki keterlibatan masyarakat dalam

menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi atau

arbitrase efektifnya suatu sitem hukum dapat diukur dari subtansi, struktur

dan kultur.

Sejalan dengan era keterbukaan dan demokratis dalam dunia industri yang

diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi pekerja/buruh, maka

jumlah serikat buruh disatu perusahaan dapat mengakibatkan perselisihan diantara

serikat pekerja/serikat buruh yang pada umumnya berkaitan dengan masalah

keanggotaan dan keterwakilan di dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja

bersama.

Perselisihan dimaksud merupakan suatu penghambat jalannya perekonomian

diamana industrial yang semakin meningkat dan kompleks, membuat pertumbuhan

iklim usaha dan investasi yang menurun sehingga mempengaruhi perekonomian

nasional. Dunia usaha adalah merupakan penggerak dalam melaksanakan

pembangunan ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat dalam pembangunan

ekonomi negara-negara berkembang memerlukan modal, baik modal asing maupun

modal dalam negeri, apabila pertumbuhan ekonomi rendah akan mengakibatkan

tingkat pengangguran semakin besar, dan akan memprihatinkan, untuk mengatasi

tingkat pengangguran yang besar, pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan, sehingga

mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, peningkatan pertumbuhan

ekonomi hanya dapat ditempuh dengan cara meningkatkan investasi, untuk itu

(7)

Seperti telah diuraikan diatas bahwa iklim usaha dan investasi dimaksud

dalam kajian penelitian ini, sesuai pada tujuan pemerintah pusat dengan pemerintah

daerah, yakni melalui Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian. Tujuan

tersebut ditujukan pada sektor dunia usaha, dari usaha mikro hingga multinasional,

untuk mulai membuka usaha, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas usaha.

Dalam World Development Report 2005 disimpulkan bahwa perbaikan iklim

investasi merupakan masalah sentral dalam pencapaian sasaran pertumbuhan

ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta penurunan jumlah penduduk miskin pada

kelompok negara berkembang. Kesempatan kerja yang luas bagi kelompok usia

produktif merupakan kunci bagi tercapainya pembangunan yang inklusif dan

merata.12

Bagi Indonesia, perbaikan iklim investasi sangatlah mendesak menimbang

pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen pertahun dan pertambahan

angkatan kerja baru sebanyak 2.2 juta orang per tahun Untuk menurunkan tingkat

pengangguran yang mencapai 7,14 persen tahun 2010 menjadi 5 hingga 6 persen pada

tahun 2014 diperlukan penyediaan lapangan kerja baru sekitar 2,75 juta pertahun. Jika

digunakan asumsi elastisitas penciptaan lapangan kerja baru sebanyak 400 ribu orang

per satu persen pertumbuhan, maka pertumbuhan ekonomi harus mencapai rata-rata

6,9 persen pertahun selama periode 2011-2014. Tingkat pertumbuhan ini perlu

12

(8)

diupayakan berasal dari sektor yang banyak menciptakan lapangan kerja seperti

pertanian, industri, konstruksi.13

Mengundang minat investor berinvestasi bukanlah hal yang semudah

membalikkan telapak tangan. Diperlukan upaya yang serius, sistimatik, terintegrasi

dan konsisten untuk menanamkan kepecayaan investor menanamkan modalnya di

wilayah host country. Bagaimana pun juga harus diingat bahwa pertimbangan

investor sebelum menanamkan modal selalu dilandasi motivasi ekonomi untuk

menghasilkan keuntungan dari modal dan seluruh sumber daya yang

dipergunakannya. Oleh karena itu, investor selalu melakukan kajian awal (feasibility

study) baik terhadap aspek ekonomi, politik dan aspek hukum sebelum mengambil

keputusan untuk berinvestasi untuk memastikan keamanan investasi yang akan

dilakukannya. Terkait hal ini, setidak-tidaknya calon investor akan

mempertimbangkan aspek economic opportunity, political stability dan legal

certainty.14

Beberapa faktor penghambat investasi yang antara lain adalah pada sektor

ketenagakerjaan, khususnya pelaksanaan hubungan industrial antara pekerja/buruh

dengan pengusaha. Adanya perbedaan dan pandangan dalam pelaksanaan hubungan

industrial seperti disebut diatas akan menimbulkan perselisihan, pertentangan atau

konflik (dispute). Konflik dimaksud adalah situasi (keadaan) dimana dua atau lebih

pihak-pihak memperjuangkan tujuan mereka masing-masing yang tidak dapat

13

Ibid

14

(9)

diperasatukan dan dimana tiap-tiap mereka mencoba meyakinkan pihak lain

mengenai kebenaran/tujuannya masing-masing. Pihak yang dimaksud adalah pekerja,

pengusaha, dan pemerintah.

Demokratisasi yang lahir dialam reformasi memunculkan berbagai perubahan

paradigma dalam hubungan industrial. Munculnya multi trade union (serikat pekerja)

merupakan masalah tersendiri dalam interaksi kelompok pekerja dan pengusaha.

Serikat pekerja dimaksud ialah sebagai salah satu kekuatan yang mengandung potensi

konflik, yang pada dasarnya adalah karena ketidakpercayaan pekerja/serikat pekerja

kepada pengusaha dan pemerintah. Dimana pengusaha dan pemerintah sering dinilai

selalu berkolaborasi meresepsi pekerja. Dalam beberapa kasus, serikat pekerja

menghadapi masalah serius karena tidak handal dalam berunding, kurang

berwawasan luas dan kredibel sehingga lebih menghendaki penyelesaian masalah

melalui tekanan massa, unjuk rasa dan mogok kerja.15

Pola perjuangan seperti ini menciptakan api dalam sekam, karena pengusaha

seakan menyetujui sesuatu desakan, sehingga pada saat yang tidak diduga pengusaha

melakukan pembalasan. Contohnya peristiwa hengkangnya perusahaan Sony ke

Malaysia pada tahun 2004. perusahaan ini memilih Malaysia untuk berinvestasi

meskipun upah pekerja 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari Indonesia, tetapi

perundang-undangan Malaysia melarang pemogokan di sektor industri vital (seperti industri

15

(10)

elektronik) dan melarang pembentukan serikat pekerja dalam bentuk struktur

nasional, melainkan hanya ditingkat perusahaan.16

Kondisi hubungan industrial di Indonesia akhir-akhir ini sangat dinamis.

Untuk menjaga suasana tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga

momentum pertumbuhan serta stabilitas perekonomian serta iklim investasi yang

kondusif, maka Serikat Pekerja dan Pengusaha harus mengedepankan dialog serta

tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keamanan dan

ketertiban umum.

Memperhatikan kasus diatas maka yang dirugikan bukan saja terhadap suatu

investasi semata yang dilakukan suatu perusahaan, namun berpengaruh juga terhadap

tingkat pengangguran akibat dari pemutusan hubungan kerja antara pekerja dengan

pengusaha yang ada di Indonesia. Hubungan industrial yang harmonis di perusahaan

yang melibatkan serikat pekerja dan pengushaa mempunyai peranan yang sangat

penting dalam mewujudkan iklim investasi yang kondusif sebagai langkah yang

strategis dalam menciptakan lapangan kerja guna mengurangi tingkat pengangguran.

(11)

Menurut Adrian Sutedi “tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dunia

usaha sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi hubungan industrial, utamanya

peranan pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia usaha tersebut (stake holders).

Semakin baik hubungan industrial maka semakin baik perkembangan dunia usaha”.18

Melalui analisis penelitian ini, nantinya diharapkan akan berguna bagi

pengambil kebijakan publik untuk meninjau kembali atau bahkan mereformasi sistem Jadi keharmonisan dalam hubungan industrial tergantung bagaimana para pihak

memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain sehingga pihak yang lain itu

mendapatkan hak-haknya.

Pertumbuhan ekonomi itu sendiri terkait erat dengan tingkat investasi, karena

untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat investasi yang

tinggi dan juga adanya hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan

antara pekerja dengan pengusaha dalam proses produksi barang ataupun jasa. Oleh

karena itu penyelesaian perselisihan hubugan industrial ini mempunyai peranan

penting untuk menjaga hubungan harmonis antara pekerja dengan pengusaha

diperusahaan.

Atas dasar kondisi yang demikian, maka peneliti tertarik untuk menganalisis

secara mendalam, mengenai keterkaitan Undang-Undang Perselisihan Hubungan

Industrial terhadap Iklim Usaha dan Investasi. Dimana ketentuan yuridis penerapan

hubungan industrial tersebut, saling berpengaruh dengan aspek yuridis yang ada

dalam mendukung pola investasi yang baik.

18

(12)

hukum ketenagakerjaan yang ada, karena kepincangan-kepincangan dalam komponen

substansi, struktur dan kulturalnya menimbulkan dampak yang cukup luas bagi

masyarakat khususnya masyarakat pekerja dan dunia usaha serta upaya penegakan

hukum ketenagakerjaan itu sendiri.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapatlah dirumuskan

beberapa permasalahan yakni, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Hubungan Industrial ?

2. Apakah peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi memiliki

keterkaitan dengan peraturan perselisihan hubungan industrial?

3. Apakah mekanisme perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mampu memberi dukungan dalam

(13)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyelesaian perselisihan

hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

tentang Penyelesaian Hubungan Industrial.

2. Untuk mengetahui dan membandingkan keterkaitan antara

peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi dengan peraturan-peraturan

perselisihan hubungan industrial.

3. Untuk mengetahui mekanisme perselisihan hubungan industrial menurut

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan menganalisis sejauh mana manfaat

dan dukungan mekanisme perselisihan tersebut dalam meningkatkan iklim

usaha dan investasi.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, kajian dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menambah ilmu pengetahuan

hukum yang berkaitan dengan masalah Hukum Administrasi Negara, atau khususnya

terhadap perkembangan permasalahan hukum ketenagakerjaan. Sisi lain hukum

ketenagakerjaan dimaksud, juga berkaitan dengan keberadaan dan perkembangan

(14)

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat

memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum atau lembaga-lembaga

pemerintahan seperti pengadilan sebagai pelaksana keadilan dalam penyelesaian

perselisihan hubungan industrial, dan juga bagi para pengusaha (pelaku proses

produksi perusahaan) diharapkan agar dapat mengetahui informasi dan mekanisme

penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara baik dan benar.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Fakultas

Hukum, pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dan

rekomendasi dari sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas

Sumatera Utara sampai sekarang belum ada judul yang sama mengenai “Analisis

Yuridis Penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial Terkait Pada Iklim Usaha dan Investasi”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam

(15)

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.19

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Menurut Soerjono

Soekanto, bahwa kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum, selain bergantung pada

metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.

20

Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses

tertentu terjadi.

21

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis

artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka

teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.22

Oleh karenanya dalam penelitian tesis ini digunakan 2 (dua) teori sebagai

pisau analitisnya, yakni teori tentang sistem hukum dan konsep hukum. Teori tentang

sistem hukum menurut Lawrence M. Freidmann terdiri dari tiga elemen, yaitu :

elemen struktur (structure), substansi (substance), dan budaya hukum (legal

culture).23

19

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, 1994, Bandung, hal. 80

20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.6

21

J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203

22

Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6

23

(16)

Elemen struktur (structure) dirumuskan bahwa sistem hukum (legal system)

terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam kecepatan yang

berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek sistem yang

berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada disitu dalam

jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum, kerangka atau rangkanya, elemen yang

tetap bertahan, elemen yang memberi semacam bentuk atau batasan terhadap

keseluruhan. Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum (substance),

yang dimaksud Freidman dengan substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola

perilaku nyata manusia, atau yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Itulah

substansi hukum.24

Sedangkan mengenai budaya hukum (Legal Culture) yang merupakan elemen

ketiga dari system hukum, Freidman mengartikannya sebagai sikap masyarakat

terhadap hukum dari sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, pemikiran, serta

harapan masyarakat tentang hukum. Selanjutnya untuk menjelaskan hubungan antara

ketiga elemen sistem hukum tersebut, Freidman menggambarkan sistem hukum

sebagai suatu “proses produksi”, dengan menempatkan mesin sebagai “struktur”,

kemudian produk yang dihasilkan sebgai “substansi hukum”, sedangkan bagaimana

mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen “budaya hukum”. Ketiga

elemen ini dapat digunakan untuk mengurai apapun yang dijalankan oleh sistem

hukum.25

24

Ibid

25

(17)

Teori sistem hukum menurut Freidman, sebagimana dimaksud jelaslah dapat

dihubungkan dengan keberadaan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Yakni pada

perubahan sistem hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mana

sebelumnya perselisihan hubungan industrial ditentukan dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Dalam

Undang-Undang ini yang dimaksud perselisihan hubungan industrial adalah

pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau

gabungan serikat buruh bergabung dengan tidak adanya persesuaian persepsi

mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.26

Sementara perubahan ketentuan dan aturan perundang-undangan penyelesaian

perselisihan hubungan industrial terus berubah, yang mana perubahan terakhir diganti

kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, didalam Undang-Undang ini

Perselisihan Hubungan Industrial pengertiannya berubah pula menjadi “perbedaan

pendapat yang mengaikabatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan

pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya

perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan antara serikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”.27

Mengenai perbedaan pengertian perselisihan tersebut dalam masing-masing

Undang-Undang diatas, merupakan poin dari substansi hukum dari teori sistem

26

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Pasal 1 ayat (1).

27

(18)

hukum yang dikemukakan Freidman, yaitu elemen struktur (structure) dari sistem

hukum (legal system) terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam

kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek

sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada

disitu dalam jangka panjang. 28

Dihubungkannya teori sistem hukum dengan teori konsep hukum ialah agar

tidak terjadi multi tafsir terhadap pemahaman objek penelitian yang dilakukan.

Bahwa penelitian ini bukan mengkaji pada satu atau beberapa iklim usaha dan

investasi disatu tempat atau daerah yang ada di Indonesia, akan tetapi pada penelitian

ini hanya menghubungkannya menururt ketentuan peraturan Perundang-Undangan Sehingga perubahan Perundang-Undangan mengenai penyelesaian hubungan

industrial dimaksud, penerapannya dapat diartikan sebaagi perubahan pemahaman

pelaksanaan peraturan perselisihan hubungan industrial, maksudnya adalah

pemahaman diasumsikan sebagai budaya hukum (legal culture) yang merupakan

elemen ketiga dari teori sistem hukum yakni sikap dari lapisan masyarakat (yang

dalam hal ini adalah para pekerja/buruh terhadap pengusaha atau perusahaan, juga

keadaan sebaliknya), terhadap keyakinan, nilai, pemikiran serta harapan dari

penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat lebih cepat, tepat dan

murah sebagai upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan

berkeadilan guna mendorong iklim investasi yang kondusif.

28

(19)

mengenai perselisihan hubungan industrial saja, hal mana ditinjau dari

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Fungsi teori konsep hukum disini sebagai penyekat antara sebab dan akibat

lainnya yang dapat berpengaruh terhadap iklim usaha dan investasi. Sebagai contoh

faktor Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) terhadap pemahaman dan

penguasaan bidang pekerjaan, juga merupakan hal yang mempengaruhi iklim usaha

dan investasi. Selanjutnya dapatlah diuraikan apakah sebenarnya pengertian dari teori

konsep hukum ini.

Teori tentang konsep hukum ialah menggambarkan fungsi dari apa yang

terkandung dalam hukum, menurut Gunarto Suhardi dari Antony Allot dalam The

Limit of Law, menguraikan berbagai arti fungsi dari hukum. Pola perubahan

penerapan peraturan perundang-undangan perselisihan hubungan industrial

sebagaimana dimaksud dalam teori sistem hukum pelaksanaannya haruslah ditopang

dengan bagaimanakah teori konsep hukum yang sebenarnya. Maksudnya bahwa

perbedaan pemahaman pelaksanaan hukum terhadap penyelesaian hubungan

industrial ini membuat pertentangan atau ketidaksesuaian antara pekerja/buruh

dengan pengusaha atau perusahaaan.

Perbedaan pemahamaan tersebut tercermin dalam tindakan pengusaha atau

perusahaan terhadap pekerja/buruh yang melanggar suatu ketentuan hukum.

Misalnya: Pengusaha membayar upah pekerja/buruh dibawah ketentuan hukum yang

mengatur upah minimum, atau pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja

(20)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; atau pekerja/buruh

telah melakukan kerja lembur tidak dibayar oleh pengusaha, disini merupakan faktor

penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial.

Gunarto juga mengemukakan bahwa, hukum adalah ketentuan dan informasi

yang bersifat abstrak tetapi berpengaruh, pengertian hukum berupa norma-norma

hukum positif dan selanjutnya hukum sebagai proses atau akibat berlakunya hukum

itu sendiri.29

Batasan-batasan hukum adalah sebagai berikut :30

2. ada kekuatan-kekuatan sosial yang dalam beberapa hal dirasakan sebagai

suatu keharusan. Hal ini sudah membentuk hukum yang bersifat abstrak.

3. hukum positif yang berupa struktur dan aturan-aturan.

4. pengaruh dari hukum terhadap perilaku nyata.

Sementara perselisihan hubungan industrial yang tanpa didahului suatu

pelanggaran pada umumnya disebabkan perbedaan pendapat dalam menafsirkan

hukum ketenagakerjaan. Misalnya, berdasarkan ketentuan hukum tertentu, menurut

pengusaha, pekerja/buruh tidak berhak melaksanakan cuti sebelum melahirkan,

setelah ia melahirkan anak secara prematur. Dilain pihak pekerja/buruh atau serikat

pekerja/serikat buruh menafsirkan bahwa ketetuan hukum mengenai cuti sebelum

29

Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonom, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 4.

30

(21)

melahirkan tetap merupakan hak pekerja/buruh wanita yang melahirkan anak secara

prematur31

2. Konsepsi

Konsep diartikan sebagai ”kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”32

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis

yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional

yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”33

a. Analisis

Bertolak dari kerangka teori sebagaimana tersebut diatas, berikut ini disusun

kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional, yakni sebagai

berikut :

Maksud dari analisis adalah, suatu tinjauan atau pengharapan terhadap

masalah tertentu.34 Analisis dimaksudkan terhadap ketentuan yuridis

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.

31

http://www.hukumonlinHak Mogok di Indonesia, diakses

pada Tanggal 02 September 2011.

32

Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998. Hal 28

33

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1984. hal. 133

34

(22)

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004

Maksud dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah, undang-undang

tentang penyelesaian hubungan industrial

c. Penyelesaian Perselisihan

Maksud dari penyelesaian perselisihan adalah, pelaksanaan, upaya dan solusi

untuk mencari kesepakatan berdamai terhadap perselisihan hubungan

industrial, baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun diluar pengadilan

(non litigasi). Akan tetapi penyelesaian perselisihan hubungan indusatrial

wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan

bipartit.35 Selanjutnya jenis penyelesaian perselisihan dimaksud menurut

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, ada tiga mekanisme penyelesaian

perselisihan diluar pengadilan (non litigasi) yaitu mediasi36, konsiliasi37 dan

arbitrase.38

35

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 10 jo Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3). Yakni yang dimaksud perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Selanjutnya perundingan bipartit tersebut dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.

36

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 11, yakni yang dimaksud dengan mediasi adalah mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

37

(23)

Sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan

(litigasi) maka, berada dalam yurisdiksi Peradilan Umum,39 yakni pada

pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri setempat.40

Konsep hukum acara yang dianut Undang-Undang No.2 Tahun 2004

menunjukkan adanya suatu perubahan dalam pola penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial. Penyelesaian hanya melalui mekanisme hukum acara

perdata tentu menarik jika dilihat dari aspek kepentingan para pihak. Hukum

perdata yang pada dasarnya meletakkan pengaturan pada kebebasan

individu.41

Perubahan pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui

mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial merupakan mekanisme baru

buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

38

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan arbitrase adalah arbitrase hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

39

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 57, yakni Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undangundang ini.

40

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 14 ayat (2), yakni Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.

41

(24)

dalam persoalan ketenagakerjaan di Indonesia, karena Pengadilan ini relatif

baru.42

d. Perselisihan Hubungan Industrial

dibandingkan dengan pengadilan khusus lainnya.

Maksud dari Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat

yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha

dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya

perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan

hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu

perusahaan.

e. Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Maksud dari pekerja atau buruh adalah, setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan atau dalam bentuk lain.

Sedangkan maksud dari serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang

dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di

luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan

bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak

dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan

pekerja/buruh dan keluarganya.

42

(25)

f. Pengusha43 dan Perusahaan44

Maksud dari pengusaha dan perusahaan ialah, tempat dimana pekerja/buruh

menerima perintah, melaksanakan, dan mentataati peraturan kerja yang telah

disepakati antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaan.

g. Investasi

Maksud dari investasi ialah, penanaman atau pendanaan sejumlah modal

(dalam bentuk nilai mata uang), dari pengusaha atau perusahaan baik nasional

maupun dari luar negeri semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dari

investasi dimaksud.

Namun dalam penelitian ini investasi hanya dikaitkan dengan penerapan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubunga Industrial. Maksudnya bahwa apabila Undang-Undang dimaksud

tidak dapat menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial secara efektif

seperti isi dari Mukadimah huruf a Undang-Undang dimaksud, yakni bahwa

hubungan industrial dinilai harus bersikap harmonis, dinamis, dan berkeadilan

43

Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 6, yakni yang dimaksud pengusaha adalah (1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam poin (1) dan (2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

44

(26)

perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan

asumsi sebab-akibat, bahwa investasi sangat berpengaruh pada pola

penyelesaian yang ada dalam ketentuan Undang-Undang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. Bila intensitas perselisihan kecil maka

iklim usaha berjalan kondusif sehingga para investor tidak ragu untuk

berinvestasi, demikian juga sebaliknya jika intensitas perselisihan lebih besar

maka akan berpengaruh terhadap investasi tersebut.

G. Metode Penelitian

Sebelum mengurai lebih lanjut mengenai metode penelitian pada tesis ini.

Ada baiknya peneliti mengurai secara sederhana mengenai pengertian penelitian

hukum, sebagai perbandingan terhadap penelitian yang objek kajiannya bukan

merupakan kajian ilmu hukum, yang bertujuan setidaknya menghilangkan multi tafsir

dalam suatu penelitian hukum.

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter deskriptif ilmu hukum. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriftif yang menguji

kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian

hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai

preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan yang

(27)

diharapkan didalam penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau

wrong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam

penelitian hukum sudah mengandung nilai.45

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat Preskriptif analitis yang bertujuan untuk

menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap permasalahan

penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial. Dalam hal ini ialah terkait pada iklim usaha dan investasi

merupakan faktor permasalahan dalam penelitian ini. Mengenai sifat-sifat atau

faktor-faktor tertentu, maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa dan selanjutnya

diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek penerapan hukumnya yang diberikan

kepada para pihak.46 (dalam hal ini ialah pekerja/buruh dengan pengusaha atau

perusahaan) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Jenis Penelitian

Penelitian tesis ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu

penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut

juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Penyelesaian Perselisihan

45

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Ed. 1 Cet. 1, Jakarta, 2005, hal. 35

46

(28)

Hubungan Industrial atau hal lain yang berhubungan dengan topik permasalahan

dalam penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum). Peneltian ini

difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma dalam

hukum positif.

3. Bahan-Bahan Hukum Penelitian

Sesuai uraian pada jenis penelitian tersebut diatas, maka digunakan pula

teknik pengumpulan data seperti yang akan diuraikan berikut, guna mendapatkan

hasil yang objektif ilmiah dan dibuktikan kebenarannya serta dapat pula

dipertanggungjawabkan hasilnya. Maka pengumpulan data dilakukan dengan cara

melakukan studi dokumen yakni dengan melakukan studi kepustakaan berupa bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini ialah Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

sedangkan bahan hukum sekunder ialah buku-buku literatur, tulisan para ahli, hasil

penelitian yang berupa laporan tertulis, dan sumber/informasi melalui media

elektronik seperti internet, yang berkaitan dengan topik permasalahan dalam

penelitian ini. Adapun bahan hukum tertier dimaksud diatas adalah berupa kamus dan

(29)

4. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dikelompokkan (diklasifikasi), dianalisis, dan

dilakukan evaluasi untuk mengetahui faliditasnya secara prespektif dengan metode

deduktif dan induktif. Melalui metode deduktif, akan dapat ditarik kesimpulan

spesipik yang mengarah pada penyusunan jawaban sementara terhadap masalah

penelitiannya. Sedangkan melalui prosedur logika induktif akan diperoleh

kesimpulan umum yang diarahkan pada penyusunan jawaban teoritis terhadap

permasalahannya.47

47

Maria S.W Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hal. 43

Kesimpulan umum seperti disebut diatas adalah tentang bagaimana bentuk,

manfaat, serta hak dan kewajiban terhadap penerapan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial terkait pada iklim

Referensi

Dokumen terkait

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan

Gerakan intelektual Islam harus melangkah lebih jauh, yakni bergerak dari teks menuju konteks yang berarti intelektual Islam harus meng ganti “Islamisasi Ilmu

Tidak adanya hubungan yang signifikan antara status gizi dengan status hidrasi dan bertolak belakangnya hasil penelitian ini dengan teori dapat disebabkan

[r]

Skripsi ini meneliti tentang praktik jual beli padi dengan sistem tebas dan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa transaksi jual beli padi

Apakah ada Polis atau SPAJ atau proses pemulihan untuk asuransi dasar, asuransi penyakit kritis, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan yang pernah diajukan atau masih dalam

TABEL PENGHITUNG DAYA DUKUNG PERAIRAN TERHADAP POTENSI BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN.. PADA KERAMBA

Untuk mengetahui kualitas media pembelajaran berbasis android dengan Program Adobe Flash CS5.5 untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa SMP Kelas VIII pada