BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu bagian penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, karena kualitas dan peran sumber daya manusia
secara besar yang akan menentukan arah serta tujuan dan keberhasilan dari
pembangunan nasional. Pembangunan terhadap ketenagakerjaan merupakan bagian
dari pengembangan pembangunan sumber daya manusia, dalam rangka menjalankan
roda pembangunan di Indonesia ini.
Pemerintah dan masyarakat akan selalu mengamati dan juga menginginkan
keadilan, keadilan dapat diterima masyarakat apabila penegak hukum secara benar
melaksanakan Undang-Undang dan peraturan yang ada, karena dimata hukum semua
diperlakukan sama tanpa membedakan satu sama lain tidak terkecuali pekerja/buruh
ataupun pengusaha. Salah satu hak asasi manusia adalah bekerja,1 karena dengan
bekerja bagi tenaga kerja2
1
Lihat UUD 1945, Pasal 28 D ayat (2), yakni Setiap Orang Berhak Untuk Bekerja Serta Mendapatkan Imbalan yang Adil dan Layak dalam Hubungan Kerja.
2
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 1, yakni Tenaga Kerja adalah Setiap Orang yang Mampu Melakukan Pekerjaan Guna Menghasilkan Barang dan/atau Jasa Baik Untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri Maupun Untuk Masyarakat.
mempunyai makna sedemikian penting bagi kehidupannya.
Makna bekerja bagi pekerja/buruh dapat ditinjau dari segi perorangan sebagai gerak
daripada badan dan pikiran setiap orang guna memelihara kelangsungan hidup badani
Tenaga kerja dalam menghasilkan barang atau/jasa dalam hal pekerjaannya
sebagaimana dimaksud, dapat melakukan secara individual (sendiri) maupun
grouping of work (pengelompokan pekerja) yang terikat oleh “hubungan kerja”.3
Dalam menghasilkan barang atau/jasa antara pekerja dengan pengusaha, dijumpai
pula mengenai ketentuan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, halmana dapat
dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan dan yang secara khusus
diatur pula dalam “perjanjian kerja”4, “peraturan perusahaan”5 ataupun “perjanjian
kerja bersama”6
Permasalahan/perselisihan dimaksud acapkali disebut dengan istilah
“perselisihan hubungan industrial”
yang ada di masing-masing perusahaan. Namun dalam pelaksanaan
hak dan kewajiban tersebut, tidaklah dapat terleapas dari yang namanya
permasalahan/perselisihan.
7
3
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan Hubungan Kerja adalah Hubungan Antara Pengusaha Dengan Pekerja/Buruh Berdasarkan Perjanjian Kerja yang Mempunyai Unsur Pekerjaan, Upah dan Perintah.
4
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja adalah Perjanjian Antara Pekerja/Buruh Dengan Pengusaha Atau Pemberi Kerja yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Para Pihak.
5
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 20, yakni yang dimaksud dengan Peraturan Perusahaan adalah Peraturan yang Dibuat Secara Tertulis Oleh Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja Dan Tata Tertib Perusahaan
6
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 21, yakni yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang Merupakan Hasil Perundingan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Atau Beberapa Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Tercatat Pada Instansi yang Bertanggungjawab Dibidang Ketenagakerjaan Dengan Pengusaha Atau Beberapa Pengusaha Atau Perkumpulan Pengusaha yang Memuat Syarat-Syarat Kerja, Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak.
antara pekerja dengan pengusaha yang sulit untuk
7
dihindari. Perselisihan Hubungan Industrial di Indonesia pertama sekali diatur dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1959 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan, kemudian diubah menjadi Undang-Undang 12 Tahun 1964 dan terakhir
dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (UU-PPHI), yang pada Tanggal 14 Januari 2004
diundangkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Selama pelaksanaan hubungan kerja, tidak tertutup kemungkinan terjadi
pemutusan hubungan kerja. Baik yang dilakukan atas inisiatif pengusaha atau atas
inisiatif pekerja. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 25 Undang-Undang No.13
Tahun 2003 pengertian pemutusan hubungan kerja yaitu ”Pengakhiran hubungan
kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berkhirnya hak dan kewajiban
antara pekerja/buruh dan pengusaha”.8
Sesuai Pasal 126 Undang-Undang ini, maka mulai berlakulah secara efektif 1
(satu) tahun setelah diundangkan yakni Tanggal 14 Januari 2005. Kemudian atas
pertimbangan Undang-Undang tersebut memerlukan pemahaman dan berbagai
kesiapan sarana, prasarana, dan sumber daya manusia, baik dilingkungan pemerintah
maupun di lembaga peradilan.
9
Perselisihan Kepentingan dan Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja Serta Perselisihan Antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Suatu Perusahaan.
8
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 150
9
Peraturan terhadap penyelesaian hubungan industrial atau Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004, sejak diundangkan, maka sifat keberadaan hukumnya hanya
melengkapi 2 (dua) Undang yang telah lahir sebelumnya yaitu
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh yang telah
diundangkan pada Tanggal 4 Agustus Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diundangkan pada Tanggal 23 Maret
2003.
Sejak diberlaukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka terjadi perubahan sistem yang
mendasar dibandingkan dengan pola penyelesaian perburuhan dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1959 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964 (sistem lama),
dimana menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 penyelesaian perselisihan
dilakukan melalui lembaga eksekutif yakni Panitia Penyelesaian Perburuhan
Daerah/Pusat (P4D/P4P), sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
menyebutkan penyelesaian perselisihan dilakukan melalui sarana lembaga yudikatif
yakni melalui Pengadilan Hubungan Industrial.
Mekanisme perubahan sebagaimana dimaksud, berdampak pada perubahan
sistem-sistem lainnya, maksudnya perubahan ini membawa akibat pada bergesernya
publik kemudian bergeser ke wilayah hukum privat.10
Alasan yang mendasari terjadinya perubahan sistem ini dapatlah dianalisa
berdasarkan pada 4 (empat) alasan yaitu :
Pergeseran tersebut tentunya
membawa implikasi positif bagi perkembangan hukum perburuhan di Indonesia,
dimana perubahan tersebut akan berakibat pada pola penyelesaian perselisihan
hubungan industrial bagi para pihak yang berselisih.
11
1. UU Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
yang selama ini digunakan sebagai dasar hukum penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dirasa tidak dapat lagi mengakomodasi
perkembangan-perkembangan yang terjadi, karena hak-hak pekerja/buruh perorangan belum
terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan hubungan industrial.
2. UU Nomor 22 Tahun 1957 hanya mengatur penyelesaian perselisihan hak dan
perselisihan kepentingan secara kolektif, sedangkan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial pekerja/buruh secara perorangan belum terakomodasi.
3. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1996 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Putusan P4 Pusat adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara
yang dapat dijadikan obyek sengketa Tata Usaha Negara sehingga jalan yang
ditempuh baik oleh pihak pekerja/buruh maupun oleh Pengusaha untuk
mencari keadilan menjadi semakin panjang.
10
PHK & Perlindungan Negara Atas Hak
Kerja : Suatu Tinjauan Kritis Atas Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), diakses pada tanggal 02 Februari 2012.
11
4. Tuntutan demokratisasi yang menghendaki keterlibatan masyarakat dalam
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi atau
arbitrase efektifnya suatu sitem hukum dapat diukur dari subtansi, struktur
dan kultur.
Sejalan dengan era keterbukaan dan demokratis dalam dunia industri yang
diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi pekerja/buruh, maka
jumlah serikat buruh disatu perusahaan dapat mengakibatkan perselisihan diantara
serikat pekerja/serikat buruh yang pada umumnya berkaitan dengan masalah
keanggotaan dan keterwakilan di dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja
bersama.
Perselisihan dimaksud merupakan suatu penghambat jalannya perekonomian
diamana industrial yang semakin meningkat dan kompleks, membuat pertumbuhan
iklim usaha dan investasi yang menurun sehingga mempengaruhi perekonomian
nasional. Dunia usaha adalah merupakan penggerak dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi yang pelakunya adalah masyarakat dalam pembangunan
ekonomi negara-negara berkembang memerlukan modal, baik modal asing maupun
modal dalam negeri, apabila pertumbuhan ekonomi rendah akan mengakibatkan
tingkat pengangguran semakin besar, dan akan memprihatinkan, untuk mengatasi
tingkat pengangguran yang besar, pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan, sehingga
mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, peningkatan pertumbuhan
ekonomi hanya dapat ditempuh dengan cara meningkatkan investasi, untuk itu
Seperti telah diuraikan diatas bahwa iklim usaha dan investasi dimaksud
dalam kajian penelitian ini, sesuai pada tujuan pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah, yakni melalui Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian. Tujuan
tersebut ditujukan pada sektor dunia usaha, dari usaha mikro hingga multinasional,
untuk mulai membuka usaha, menciptakan lapangan kerja, dan memperluas usaha.
Dalam World Development Report 2005 disimpulkan bahwa perbaikan iklim
investasi merupakan masalah sentral dalam pencapaian sasaran pertumbuhan
ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta penurunan jumlah penduduk miskin pada
kelompok negara berkembang. Kesempatan kerja yang luas bagi kelompok usia
produktif merupakan kunci bagi tercapainya pembangunan yang inklusif dan
merata.12
Bagi Indonesia, perbaikan iklim investasi sangatlah mendesak menimbang
pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,49 persen pertahun dan pertambahan
angkatan kerja baru sebanyak 2.2 juta orang per tahun Untuk menurunkan tingkat
pengangguran yang mencapai 7,14 persen tahun 2010 menjadi 5 hingga 6 persen pada
tahun 2014 diperlukan penyediaan lapangan kerja baru sekitar 2,75 juta pertahun. Jika
digunakan asumsi elastisitas penciptaan lapangan kerja baru sebanyak 400 ribu orang
per satu persen pertumbuhan, maka pertumbuhan ekonomi harus mencapai rata-rata
6,9 persen pertahun selama periode 2011-2014. Tingkat pertumbuhan ini perlu
12
diupayakan berasal dari sektor yang banyak menciptakan lapangan kerja seperti
pertanian, industri, konstruksi.13
Mengundang minat investor berinvestasi bukanlah hal yang semudah
membalikkan telapak tangan. Diperlukan upaya yang serius, sistimatik, terintegrasi
dan konsisten untuk menanamkan kepecayaan investor menanamkan modalnya di
wilayah host country. Bagaimana pun juga harus diingat bahwa pertimbangan
investor sebelum menanamkan modal selalu dilandasi motivasi ekonomi untuk
menghasilkan keuntungan dari modal dan seluruh sumber daya yang
dipergunakannya. Oleh karena itu, investor selalu melakukan kajian awal (feasibility
study) baik terhadap aspek ekonomi, politik dan aspek hukum sebelum mengambil
keputusan untuk berinvestasi untuk memastikan keamanan investasi yang akan
dilakukannya. Terkait hal ini, setidak-tidaknya calon investor akan
mempertimbangkan aspek economic opportunity, political stability dan legal
certainty.14
Beberapa faktor penghambat investasi yang antara lain adalah pada sektor
ketenagakerjaan, khususnya pelaksanaan hubungan industrial antara pekerja/buruh
dengan pengusaha. Adanya perbedaan dan pandangan dalam pelaksanaan hubungan
industrial seperti disebut diatas akan menimbulkan perselisihan, pertentangan atau
konflik (dispute). Konflik dimaksud adalah situasi (keadaan) dimana dua atau lebih
pihak-pihak memperjuangkan tujuan mereka masing-masing yang tidak dapat
13
Ibid
14
diperasatukan dan dimana tiap-tiap mereka mencoba meyakinkan pihak lain
mengenai kebenaran/tujuannya masing-masing. Pihak yang dimaksud adalah pekerja,
pengusaha, dan pemerintah.
Demokratisasi yang lahir dialam reformasi memunculkan berbagai perubahan
paradigma dalam hubungan industrial. Munculnya multi trade union (serikat pekerja)
merupakan masalah tersendiri dalam interaksi kelompok pekerja dan pengusaha.
Serikat pekerja dimaksud ialah sebagai salah satu kekuatan yang mengandung potensi
konflik, yang pada dasarnya adalah karena ketidakpercayaan pekerja/serikat pekerja
kepada pengusaha dan pemerintah. Dimana pengusaha dan pemerintah sering dinilai
selalu berkolaborasi meresepsi pekerja. Dalam beberapa kasus, serikat pekerja
menghadapi masalah serius karena tidak handal dalam berunding, kurang
berwawasan luas dan kredibel sehingga lebih menghendaki penyelesaian masalah
melalui tekanan massa, unjuk rasa dan mogok kerja.15
Pola perjuangan seperti ini menciptakan api dalam sekam, karena pengusaha
seakan menyetujui sesuatu desakan, sehingga pada saat yang tidak diduga pengusaha
melakukan pembalasan. Contohnya peristiwa hengkangnya perusahaan Sony ke
Malaysia pada tahun 2004. perusahaan ini memilih Malaysia untuk berinvestasi
meskipun upah pekerja 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari Indonesia, tetapi
perundang-undangan Malaysia melarang pemogokan di sektor industri vital (seperti industri
15
elektronik) dan melarang pembentukan serikat pekerja dalam bentuk struktur
nasional, melainkan hanya ditingkat perusahaan.16
Kondisi hubungan industrial di Indonesia akhir-akhir ini sangat dinamis.
Untuk menjaga suasana tetap kondusif dalam hubungan industrial dan menjaga
momentum pertumbuhan serta stabilitas perekonomian serta iklim investasi yang
kondusif, maka Serikat Pekerja dan Pengusaha harus mengedepankan dialog serta
tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keamanan dan
ketertiban umum.
Memperhatikan kasus diatas maka yang dirugikan bukan saja terhadap suatu
investasi semata yang dilakukan suatu perusahaan, namun berpengaruh juga terhadap
tingkat pengangguran akibat dari pemutusan hubungan kerja antara pekerja dengan
pengusaha yang ada di Indonesia. Hubungan industrial yang harmonis di perusahaan
yang melibatkan serikat pekerja dan pengushaa mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mewujudkan iklim investasi yang kondusif sebagai langkah yang
strategis dalam menciptakan lapangan kerja guna mengurangi tingkat pengangguran.
Menurut Adrian Sutedi “tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dunia
usaha sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi hubungan industrial, utamanya
peranan pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia usaha tersebut (stake holders).
Semakin baik hubungan industrial maka semakin baik perkembangan dunia usaha”.18
Melalui analisis penelitian ini, nantinya diharapkan akan berguna bagi
pengambil kebijakan publik untuk meninjau kembali atau bahkan mereformasi sistem Jadi keharmonisan dalam hubungan industrial tergantung bagaimana para pihak
memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain sehingga pihak yang lain itu
mendapatkan hak-haknya.
Pertumbuhan ekonomi itu sendiri terkait erat dengan tingkat investasi, karena
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat investasi yang
tinggi dan juga adanya hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan
antara pekerja dengan pengusaha dalam proses produksi barang ataupun jasa. Oleh
karena itu penyelesaian perselisihan hubugan industrial ini mempunyai peranan
penting untuk menjaga hubungan harmonis antara pekerja dengan pengusaha
diperusahaan.
Atas dasar kondisi yang demikian, maka peneliti tertarik untuk menganalisis
secara mendalam, mengenai keterkaitan Undang-Undang Perselisihan Hubungan
Industrial terhadap Iklim Usaha dan Investasi. Dimana ketentuan yuridis penerapan
hubungan industrial tersebut, saling berpengaruh dengan aspek yuridis yang ada
dalam mendukung pola investasi yang baik.
18
hukum ketenagakerjaan yang ada, karena kepincangan-kepincangan dalam komponen
substansi, struktur dan kulturalnya menimbulkan dampak yang cukup luas bagi
masyarakat khususnya masyarakat pekerja dan dunia usaha serta upaya penegakan
hukum ketenagakerjaan itu sendiri.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapatlah dirumuskan
beberapa permasalahan yakni, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Hubungan Industrial ?
2. Apakah peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi memiliki
keterkaitan dengan peraturan perselisihan hubungan industrial?
3. Apakah mekanisme perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mampu memberi dukungan dalam
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyelesaian perselisihan
hubungan industrial berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Hubungan Industrial.
2. Untuk mengetahui dan membandingkan keterkaitan antara
peraturan-peraturan dibidang hukum ekonomi dan investasi dengan peraturan-peraturan
perselisihan hubungan industrial.
3. Untuk mengetahui mekanisme perselisihan hubungan industrial menurut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 dan menganalisis sejauh mana manfaat
dan dukungan mekanisme perselisihan tersebut dalam meningkatkan iklim
usaha dan investasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, kajian dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menambah ilmu pengetahuan
hukum yang berkaitan dengan masalah Hukum Administrasi Negara, atau khususnya
terhadap perkembangan permasalahan hukum ketenagakerjaan. Sisi lain hukum
ketenagakerjaan dimaksud, juga berkaitan dengan keberadaan dan perkembangan
2. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum atau lembaga-lembaga
pemerintahan seperti pengadilan sebagai pelaksana keadilan dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, dan juga bagi para pengusaha (pelaku proses
produksi perusahaan) diharapkan agar dapat mengetahui informasi dan mekanisme
penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara baik dan benar.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Fakultas
Hukum, pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dan
rekomendasi dari sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara sampai sekarang belum ada judul yang sama mengenai “Analisis
Yuridis Penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Terkait Pada Iklim Usaha dan Investasi”.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.19
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Menurut Soerjono
Soekanto, bahwa kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum, selain bergantung pada
metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.
20
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.
Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses
tertentu terjadi.
21
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis
artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka
teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.22
Oleh karenanya dalam penelitian tesis ini digunakan 2 (dua) teori sebagai
pisau analitisnya, yakni teori tentang sistem hukum dan konsep hukum. Teori tentang
sistem hukum menurut Lawrence M. Freidmann terdiri dari tiga elemen, yaitu :
elemen struktur (structure), substansi (substance), dan budaya hukum (legal
culture).23
19
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, 1994, Bandung, hal. 80
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.6
21
J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203
22
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6
23
Elemen struktur (structure) dirumuskan bahwa sistem hukum (legal system)
terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam kecepatan yang
berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek sistem yang
berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada disitu dalam
jangka panjang. Inilah struktur sistem hukum, kerangka atau rangkanya, elemen yang
tetap bertahan, elemen yang memberi semacam bentuk atau batasan terhadap
keseluruhan. Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum (substance),
yang dimaksud Freidman dengan substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola
perilaku nyata manusia, atau yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Itulah
substansi hukum.24
Sedangkan mengenai budaya hukum (Legal Culture) yang merupakan elemen
ketiga dari system hukum, Freidman mengartikannya sebagai sikap masyarakat
terhadap hukum dari sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, pemikiran, serta
harapan masyarakat tentang hukum. Selanjutnya untuk menjelaskan hubungan antara
ketiga elemen sistem hukum tersebut, Freidman menggambarkan sistem hukum
sebagai suatu “proses produksi”, dengan menempatkan mesin sebagai “struktur”,
kemudian produk yang dihasilkan sebgai “substansi hukum”, sedangkan bagaimana
mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen “budaya hukum”. Ketiga
elemen ini dapat digunakan untuk mengurai apapun yang dijalankan oleh sistem
hukum.25
24
Ibid
25
Teori sistem hukum menurut Freidman, sebagimana dimaksud jelaslah dapat
dihubungkan dengan keberadaan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Yakni pada
perubahan sistem hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang mana
sebelumnya perselisihan hubungan industrial ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud perselisihan hubungan industrial adalah
pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau
gabungan serikat buruh bergabung dengan tidak adanya persesuaian persepsi
mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan.26
Sementara perubahan ketentuan dan aturan perundang-undangan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial terus berubah, yang mana perubahan terakhir diganti
kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, didalam Undang-Undang ini
Perselisihan Hubungan Industrial pengertiannya berubah pula menjadi “perbedaan
pendapat yang mengaikabatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”.27
Mengenai perbedaan pengertian perselisihan tersebut dalam masing-masing
Undang-Undang diatas, merupakan poin dari substansi hukum dari teori sistem
26
Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Pasal 1 ayat (1).
27
hukum yang dikemukakan Freidman, yaitu elemen struktur (structure) dari sistem
hukum (legal system) terus berubah, namun elemen-elemen sistem itu berubah dalam
kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek
sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada abad yang lalu akan berada
disitu dalam jangka panjang. 28
Dihubungkannya teori sistem hukum dengan teori konsep hukum ialah agar
tidak terjadi multi tafsir terhadap pemahaman objek penelitian yang dilakukan.
Bahwa penelitian ini bukan mengkaji pada satu atau beberapa iklim usaha dan
investasi disatu tempat atau daerah yang ada di Indonesia, akan tetapi pada penelitian
ini hanya menghubungkannya menururt ketentuan peraturan Perundang-Undangan Sehingga perubahan Perundang-Undangan mengenai penyelesaian hubungan
industrial dimaksud, penerapannya dapat diartikan sebaagi perubahan pemahaman
pelaksanaan peraturan perselisihan hubungan industrial, maksudnya adalah
pemahaman diasumsikan sebagai budaya hukum (legal culture) yang merupakan
elemen ketiga dari teori sistem hukum yakni sikap dari lapisan masyarakat (yang
dalam hal ini adalah para pekerja/buruh terhadap pengusaha atau perusahaan, juga
keadaan sebaliknya), terhadap keyakinan, nilai, pemikiran serta harapan dari
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat lebih cepat, tepat dan
murah sebagai upaya menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan
berkeadilan guna mendorong iklim investasi yang kondusif.
28
mengenai perselisihan hubungan industrial saja, hal mana ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Fungsi teori konsep hukum disini sebagai penyekat antara sebab dan akibat
lainnya yang dapat berpengaruh terhadap iklim usaha dan investasi. Sebagai contoh
faktor Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) terhadap pemahaman dan
penguasaan bidang pekerjaan, juga merupakan hal yang mempengaruhi iklim usaha
dan investasi. Selanjutnya dapatlah diuraikan apakah sebenarnya pengertian dari teori
konsep hukum ini.
Teori tentang konsep hukum ialah menggambarkan fungsi dari apa yang
terkandung dalam hukum, menurut Gunarto Suhardi dari Antony Allot dalam The
Limit of Law, menguraikan berbagai arti fungsi dari hukum. Pola perubahan
penerapan peraturan perundang-undangan perselisihan hubungan industrial
sebagaimana dimaksud dalam teori sistem hukum pelaksanaannya haruslah ditopang
dengan bagaimanakah teori konsep hukum yang sebenarnya. Maksudnya bahwa
perbedaan pemahaman pelaksanaan hukum terhadap penyelesaian hubungan
industrial ini membuat pertentangan atau ketidaksesuaian antara pekerja/buruh
dengan pengusaha atau perusahaaan.
Perbedaan pemahamaan tersebut tercermin dalam tindakan pengusaha atau
perusahaan terhadap pekerja/buruh yang melanggar suatu ketentuan hukum.
Misalnya: Pengusaha membayar upah pekerja/buruh dibawah ketentuan hukum yang
mengatur upah minimum, atau pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; atau pekerja/buruh
telah melakukan kerja lembur tidak dibayar oleh pengusaha, disini merupakan faktor
penyebab terjadinya perselisihan hubungan industrial.
Gunarto juga mengemukakan bahwa, hukum adalah ketentuan dan informasi
yang bersifat abstrak tetapi berpengaruh, pengertian hukum berupa norma-norma
hukum positif dan selanjutnya hukum sebagai proses atau akibat berlakunya hukum
itu sendiri.29
Batasan-batasan hukum adalah sebagai berikut :30
2. ada kekuatan-kekuatan sosial yang dalam beberapa hal dirasakan sebagai
suatu keharusan. Hal ini sudah membentuk hukum yang bersifat abstrak.
3. hukum positif yang berupa struktur dan aturan-aturan.
4. pengaruh dari hukum terhadap perilaku nyata.
Sementara perselisihan hubungan industrial yang tanpa didahului suatu
pelanggaran pada umumnya disebabkan perbedaan pendapat dalam menafsirkan
hukum ketenagakerjaan. Misalnya, berdasarkan ketentuan hukum tertentu, menurut
pengusaha, pekerja/buruh tidak berhak melaksanakan cuti sebelum melahirkan,
setelah ia melahirkan anak secara prematur. Dilain pihak pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh menafsirkan bahwa ketetuan hukum mengenai cuti sebelum
29
Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonom, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 4.
30
melahirkan tetap merupakan hak pekerja/buruh wanita yang melahirkan anak secara
prematur31
2. Konsepsi
Konsep diartikan sebagai ”kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”32
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya
merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional
yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”33
a. Analisis
Bertolak dari kerangka teori sebagaimana tersebut diatas, berikut ini disusun
kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional, yakni sebagai
berikut :
Maksud dari analisis adalah, suatu tinjauan atau pengharapan terhadap
masalah tertentu.34 Analisis dimaksudkan terhadap ketentuan yuridis
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
31
http://www.hukumonlinHak Mogok di Indonesia, diakses
pada Tanggal 02 September 2011.
32
Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998. Hal 28
33
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1984. hal. 133
34
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
Maksud dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 adalah, undang-undang
tentang penyelesaian hubungan industrial
c. Penyelesaian Perselisihan
Maksud dari penyelesaian perselisihan adalah, pelaksanaan, upaya dan solusi
untuk mencari kesepakatan berdamai terhadap perselisihan hubungan
industrial, baik melalui jalur pengadilan (litigasi) maupun diluar pengadilan
(non litigasi). Akan tetapi penyelesaian perselisihan hubungan indusatrial
wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan
bipartit.35 Selanjutnya jenis penyelesaian perselisihan dimaksud menurut
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, ada tiga mekanisme penyelesaian
perselisihan diluar pengadilan (non litigasi) yaitu mediasi36, konsiliasi37 dan
arbitrase.38
35
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 10 jo Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3). Yakni yang dimaksud perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Selanjutnya perundingan bipartit tersebut dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat, penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
36
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 11, yakni yang dimaksud dengan mediasi adalah mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi yaitu penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
37
Sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan
(litigasi) maka, berada dalam yurisdiksi Peradilan Umum,39 yakni pada
pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri setempat.40
Konsep hukum acara yang dianut Undang-Undang No.2 Tahun 2004
menunjukkan adanya suatu perubahan dalam pola penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Penyelesaian hanya melalui mekanisme hukum acara
perdata tentu menarik jika dilihat dari aspek kepentingan para pihak. Hukum
perdata yang pada dasarnya meletakkan pengaturan pada kebebasan
individu.41
Perubahan pola Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui
mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial merupakan mekanisme baru
buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
38
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 15, yakni yang dimaksud dengan arbitrase adalah arbitrase hubungan industrial yang selanjutnya disebut arbitrase yaitu penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
39
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 57, yakni Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam undangundang ini.
40
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 14 ayat (2), yakni Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.
41
dalam persoalan ketenagakerjaan di Indonesia, karena Pengadilan ini relatif
baru.42
d. Perselisihan Hubungan Industrial
dibandingkan dengan pengadilan khusus lainnya.
Maksud dari Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat
yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha
dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
perusahaan.
e. Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Maksud dari pekerja atau buruh adalah, setiap orang yang bekerja dengan
menerima upah atau imbalan atau dalam bentuk lain.
Sedangkan maksud dari serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang
dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di
luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak
dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
42
f. Pengusha43 dan Perusahaan44
Maksud dari pengusaha dan perusahaan ialah, tempat dimana pekerja/buruh
menerima perintah, melaksanakan, dan mentataati peraturan kerja yang telah
disepakati antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau perusahaan.
g. Investasi
Maksud dari investasi ialah, penanaman atau pendanaan sejumlah modal
(dalam bentuk nilai mata uang), dari pengusaha atau perusahaan baik nasional
maupun dari luar negeri semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dari
investasi dimaksud.
Namun dalam penelitian ini investasi hanya dikaitkan dengan penerapan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubunga Industrial. Maksudnya bahwa apabila Undang-Undang dimaksud
tidak dapat menyelesaiakan perselisihan hubungan industrial secara efektif
seperti isi dari Mukadimah huruf a Undang-Undang dimaksud, yakni bahwa
hubungan industrial dinilai harus bersikap harmonis, dinamis, dan berkeadilan
43
Lihat, Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 angka 6, yakni yang dimaksud pengusaha adalah (1) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam poin (1) dan (2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
44
perlu diwujudkan secara optimal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan
asumsi sebab-akibat, bahwa investasi sangat berpengaruh pada pola
penyelesaian yang ada dalam ketentuan Undang-Undang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. Bila intensitas perselisihan kecil maka
iklim usaha berjalan kondusif sehingga para investor tidak ragu untuk
berinvestasi, demikian juga sebaliknya jika intensitas perselisihan lebih besar
maka akan berpengaruh terhadap investasi tersebut.
G. Metode Penelitian
Sebelum mengurai lebih lanjut mengenai metode penelitian pada tesis ini.
Ada baiknya peneliti mengurai secara sederhana mengenai pengertian penelitian
hukum, sebagai perbandingan terhadap penelitian yang objek kajiannya bukan
merupakan kajian ilmu hukum, yang bertujuan setidaknya menghilangkan multi tafsir
dalam suatu penelitian hukum.
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter deskriptif ilmu hukum. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan didalam keilmuan yang bersifat deskriftif yang menguji
kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian
hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai
preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jika pada keilmuan yang
diharapkan didalam penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau
wrong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh didalam
penelitian hukum sudah mengandung nilai.45
1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat Preskriptif analitis yang bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap permasalahan
penerapan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial. Dalam hal ini ialah terkait pada iklim usaha dan investasi
merupakan faktor permasalahan dalam penelitian ini. Mengenai sifat-sifat atau
faktor-faktor tertentu, maksudnya hasil data penelitian diolah, dianalisa dan selanjutnya
diuraikan secara cermat terhadap aspek-aspek penerapan hukumnya yang diberikan
kepada para pihak.46 (dalam hal ini ialah pekerja/buruh dengan pengusaha atau
perusahaan) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Jenis Penelitian
Penelitian tesis ini digunakan jenis pendekatan yuridis normatif, yaitu
penelitian yang hanya menggunakan dan mengolah data-data sekunder atau disebut
juga dengan metode kepustakaan yang berkaitan dengan Penyelesaian Perselisihan
45
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Ed. 1 Cet. 1, Jakarta, 2005, hal. 35
46
Hubungan Industrial atau hal lain yang berhubungan dengan topik permasalahan
dalam penelitian ini (yang berkaitan dengan sinkronisasi hukum). Peneltian ini
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma dalam
hukum positif.
3. Bahan-Bahan Hukum Penelitian
Sesuai uraian pada jenis penelitian tersebut diatas, maka digunakan pula
teknik pengumpulan data seperti yang akan diuraikan berikut, guna mendapatkan
hasil yang objektif ilmiah dan dibuktikan kebenarannya serta dapat pula
dipertanggungjawabkan hasilnya. Maka pengumpulan data dilakukan dengan cara
melakukan studi dokumen yakni dengan melakukan studi kepustakaan berupa bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.
Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini ialah Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
sedangkan bahan hukum sekunder ialah buku-buku literatur, tulisan para ahli, hasil
penelitian yang berupa laporan tertulis, dan sumber/informasi melalui media
elektronik seperti internet, yang berkaitan dengan topik permasalahan dalam
penelitian ini. Adapun bahan hukum tertier dimaksud diatas adalah berupa kamus dan
4. Analisis Data
Semua data yang diperoleh dikelompokkan (diklasifikasi), dianalisis, dan
dilakukan evaluasi untuk mengetahui faliditasnya secara prespektif dengan metode
deduktif dan induktif. Melalui metode deduktif, akan dapat ditarik kesimpulan
spesipik yang mengarah pada penyusunan jawaban sementara terhadap masalah
penelitiannya. Sedangkan melalui prosedur logika induktif akan diperoleh
kesimpulan umum yang diarahkan pada penyusunan jawaban teoritis terhadap
permasalahannya.47
47
Maria S.W Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hal. 43
Kesimpulan umum seperti disebut diatas adalah tentang bagaimana bentuk,
manfaat, serta hak dan kewajiban terhadap penerapan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial terkait pada iklim