BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, diprioritaskan
pada personal hygiene pada semua golongan usia, baik dewasa maupun
anak-anak. Kesehatan dan kebersihan dasar dapat dilihat dari gigi dan mulut
seseorang. Hal tersebut dapat menjadi tolak ukur bagaimana seseorang dalam
menjaga kesehatan diri sebagai cerminan pribadi. (Indah Irma, S. Ayu Intan;
2013).
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya sebab kesehatan gigi dan
mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Mulut yang sehat
memungkinkan individu untuk berbicara, makan dan bersosialisasi tanpa
mengalami rasa sakit, rasa tidak nyaman, maupun rasa malu. Gigi merupakan
salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan
mempertahankan bentuk muka. (Meishi, 2011)
Mengingat kegunaannya yang sedemikian maka penting untuk menjaga
kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini, gigi merupakan hal yang mulai
dental aesthetics atau perawatan estetika gigi mulai dari penggunaan behel gigi,
penambalan gigi berlubang, pemutihan warna gigi sampai dengan operasi gigi
dan gusi. Di sisi lain, hal ini membuktikan bahwa masalah gigi saat ini juga
sangat tinggi.
Karies gigi atau gigi berlubang merupakan salah satu penyakit yang
sangat luas penyebarannya, dan merupakan masalah utama kesehatan gigi dan
mulut di dunia, bahkan di negara-negara industri. Di negara-negara yang
sedang berkembang ada kecenderungan peningkatan prevalensi karies gigi
sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula dan kurangnya pemanfaatan fluor.
Menurut Machfoeds dan Zein dalam Kawuryan (2008), Karies gigi ini
banyak terjadi pada anak-anak karena anak-anak cenderung lebih menyukai
makanan yang manis-manis yang bisa menyebabkan terjadinya karies gigi.
Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk karena anak lebih
banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies dibanding
orang dewasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula dan apabila anak terlalu
banyak makan gula-gula dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya
banyak yang mengalami karies.
Diantara banyak kerugian-kerugian yang ditimbulkan, yang paling
banyak disorot dari pemakaian gula pasir dalam makanan bergula seperti
permen, snack dan minuman adalah kerusakan atau pengeroposan gigi,
terutama pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan atau karies
Kebersihan gigi dan mulut yang tidak diperhatikan, akan menimbulkan
masalah, salah satunya kerusakan pada gigi seperti karies atau gigi berlubang.
Karies gigi bersifat kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu
yang lama, sehingga sebagian besar penderita mempunyai potensi mengalami
gangguan seumur hidup. Anak usia sekolah diseluruh dunia diperkirakan 90%
pernah menderita karies. (Bedi; 2011).
Status kesehatan gigi dan mulut pada anak kelompok usia 12 tahun
merupakan indikator utama dalam kriteria pengukuran karies gigi yang
dinyatakan dengan indeks DMFT (Decay Missing Filling Tooth). Data dari
WHO (2000) menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies (DMFT) pada
anak usia 12 tahun berkisar 2,4. Data dari The Oral Health Atlas, Mapping a
neglected global health issue by Beaglehole et al 2009 menunjukkan sebanyak
70% penduduk dunia berusia 6-19 tahun menderita karies gigi.
Data dari Laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, melaporkan
bahwa 72% penduduk Indonesia mempunyai pengalaman karies dan 46,5%
diantaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat dan pada umumnya
diderita anak-anak (Depkes, 2007). Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 2004 menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi sebesar 90,05 %
(Depkes, 2004).
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar Propinsi Sumatera Utara tahun
2007, persentase penduduk dengan karies gigi adalah 13,6 % pada kelompok
umur 5-9 tahun dan yang mendapat perawatan medis gigi sebanyak 19,4 %.
hanya 21,0 % diantaranya yang mendapat perawatan medis gigi. Dari data
tersebut juga diketahui persentase penduduk kelompok umur 10 -14 tahun yang
berperilaku benar dalam menggosok gigi hanya 3,5 % (Depkes Propinsi
Sumatera Utara, 2007).
Data pemeriksaan gigi dan mulut pada murid SD melalui UKGS (Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah) di seluruh kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera
Utara pada tahun 2010, dari sebanyak 1.420.129 orang murid, telah diperiksa
sebanyak 375.180 orang atau sebesar 26,42 %, yang menderita karies gigi
sebanyak 42.617 orang, dan mendapat perawatan sebanyak 22.560 orang atau
sebesar 53,17 %. Jumlah SD yang pernah melakukan sikat gigi massal
sebanyak 1490 SD atau sebesar 17,19 % dari total jumlah SD sebanyak 8.869
SD (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2010).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2010 melaporkan bahwa
penyakit pulpa dan jaringan periapikal gigi menempati urutan ke-8 dari sepuluh
penyakit terbesar di kota Medan, yakni sebanyak 24.296 penderita atau sebesar
3,65 %. Data pemeriksaan gigi dan mulut pada murid SD melalui UKGS, dari
sejumlah 36.278 orang murid, telah mendapat pemeriksaan sebanyak 35.690
orang dan 10.723 orang diantaranya memerlukan perawatan, namun hanya
2884 orang atau 26,90 % yang mendapat perawatan (Profil Dinas Kesehatan
Kota Medan, 2010).
Sesuai dengan teori Blum (1980), bahwa faktor perilaku merupakan
faktor kedua yang dapat memengaruhi derajat kesehatan, maka tingginya angka
pengaruh faktor perilaku. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perilaku
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian karies gigi. Penelitian
Warni, 2009, menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tindakan anak
sekolah tentang kesehatan gigi terhadap kejadian karies gigi dengan p = 0,048
(< p = 0,05).
Menurut Beck yang dikutip oleh Hidayanti (2005) penyakit karies gigi
bersifat progresif serta akumulatif, berarti bila ada kelainan yang tidak diobati
kian lama kian bertambah parah, dan gigi yang sudah terkena tidak dapat
kembali normal dengan sendirinya. Selain itu pengobatan terhadap gigi yang
rusak juga menghabiskan waktu dan biaya yang mahal. Oleh karena itu,
pencegahan terjadinya kerusakan gigi jauh lebih baik dari pada merawat gigi
yang sudah rusak.
Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting penyebab
terjadinya karies gigi. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan
protein. Dari berbagai penelitian tampak ada hubungan antara intake
karbohidrat dengan karies dan hubungan yang lebih kompleks dengan lemak,
protein, vitamin dan mineral. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan atau
yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan
timbulnya karies, atau pada jajanan yang disukai anak-anak seperti permen,
coklat, es krim dan selai. Oleh karena itu anak-anak rentan terhadap karies gigi.
Budaya makan saat ini sudah mengalami perubahan, makanan siap saji
menjadi sangat popular bagi orang-orang dari semua usia terutama anak-anak.
mempertontonkan berbagai produk makanan. Mereka membeli makanan dan
minuman jajanan di sekolah seperti yang mereka lihat di televisi/iklan tersebut,
karena kurangnya pengetahuan mereka akan hal tersebut.
Bukti tentang adanya hubungan antara pola makan dengan karies telah
banyak dicatat baik sebelum maupun sesudah peningkatan ketersediaan gula
sebagai contoh adalah penduduk di pulau terpencil di Atlantik Selatan. Pada
tahun tiga puluhan kondisi gigi mereka sangat baik sekali, pada saat itu
makanan mereka hanya terdiri dari daging, ikan, kentang dan sayuran lainnya.
Sejak tahun 1940 terjadi peningkatan makanan impor bergula diikuti dengan
kenaikan serupa pada keadaan kariesnya (Kidd, 1991).
Bukti lain mengenai hubungan pola makan dan karies berkaitan dengan
penyakit herediter yang jarang, yaitu suatu intoleransi terhadap fruktosa, yang
disebabkan oleh kesalahan metabolisme bawaan. Pasien yang menderita
penyakit ini kekurangan enzim hati sehingga makanan yang mengandung
fruktosa akan mengakibatkan rasa mual yang hebat. Oleh karena itu, mereka
akan menghindari makanan yang manis-manis. Ternyata kekerapan karies
mereka menjadi sangat rendah (Kidd, 1991).
Makanan manis akan dinetralisir setelah 20 menit, maka apabila setiap
20 menit sekali memakan makanan manis akan mengakibatkan gigi lebih cepat
rusak. Makanan manis lebih baik dimakan pada saat jam makan utama seperti
sarapan, makan siang, makan malam, karena pada waktu jam makan utama
biasanya air ludah yang dihasilkan cukup banyak sehingga dapat membantu
Penelitian Barus (2008) yang dilaksanakan pada anak SD 060935 di
Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan tahun 2008 menunjukkan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan jajanan dengan
karies gigi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan anak-anak yang frekuensi
makanan jajanannya tinggi memiliki tingkat keparahan karies gigi yang berat
(74,2%).
Senada dengan itu, penelitian Hidayanti (2005) yang dilaksanakan pada
anak Sekolah Dasar di Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya tahun 2005
menunjukkan ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik,
makanan pencegah karies dan skor konsumsi makan dengan keparahan karies
gigi. Rata-rata konsumsi makanan kariogenik sebesar 12,6± 4,5 dan rata-rata
indeks def-t sebesar 5,93 ± 3,13. Terdapat hubungan kesukaan anak terhadap
makanan kariogenik dengan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik. Ada
hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencega h karies
gigi, dan delta konsumsi makan dengan keparahan karies gigi.
Hadnyanawati (2002), melalui penelitiannya pada siswa sekolah dasar
di Kabupaten Jember, juga menunjukkan adanya pengaruh pola jajan di sekolah
terhadap karies gigi (p<0,01). Siswa yang mengkonsumsi biskuit memeliki
DMF-T sebesar 2,5, yang mengkonsumsi permen coklat memiliki DMF-T
sebesar 2,9 dan yang mengkonsumsi es krim memiliki DMF-T sebesar 5,0 serta
yang mengkonsumsi sirup memiliki DMF-T sebesar 3,8. Keadaan ini
menunjukkan bahwa makanan yang bersifat kariogenik terutama karbohidrat
Penelitian Karunianingtyas (2008) yang dilakukan pada anak usia
prasekolah di Taman Kanak-kanak Pondok Beringin juga menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dan konsumsi
makanan jajanan kariogenik dengan kejadian karies gigi. Faktor yang paling
berpengaruh adalah konsumsi makanan jajanan kariogenik. Hasil penelitian ini
juga mengungkapkan bahwa kebiasaan menggosok gigi berkategori kurang
baik 40%, konsumsi makanan jajanan kariogenik berkategori tinggi 88,3%.
Terdapat 85% anak usia pra-sekolah menderita karies gigi.
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2013
menyatakan bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada anak-anak
sekolah dasar kawasan Perumnas Simalingkar, terdapat 1.283 kasus karies gigi.
Berdasarkan data dari puskesmas Pembantu Wilayah Kerja Puskesmas
Simalingkar Medan yang merupakan penanggung jawab UKGS SD 068004
tersebut, hasil pemeriksaan pada anak kelas I yang berjumlah 12 orang, 9
diantaranya ditemukan menderita karies gigi atau dengan kata lain 75 % anak
kelas I menderita karies gigi.
Berangkat dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan
dan didukung oleh rujukan dan data yang diperoleh dari Puskesmas Pembantu
yang menaungi beberapa sekolah dikawasan Perumnas Simalingkar, peneliti
memutuskan akan meneliti anak-anak SD Negeri 068004.
Situasi dan kondisi di Sekolah dasar Negeri 068004 Perumnas
Simalingkar Medan menjual makanan jajanan yang dapat menimbulkan karies
minuman susu serta cendol. Makanan dan minuman ini berifat kariogenik.
Berdasarkan survei pendahuluan peneliti, belum pernah diadakan penyuluhan
tentang makanan kariogenik terhadap siswa-siswa SD Negeri 068004 tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan makanan kariogenik pada
anak-anak penderita karies gigi di SD Negeri 068004 Medan.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan tentang makanan kariogenik
terhadap pengetahuan pada anak-anak penderita karies gigi di SD Negeri
068004 Perumnas Simalingkar Medan tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang
makanan kariogenik di SD Negeri 068004 tahun 2015 Medan sebelum
mendapat penyuluhan.
2. Untuk mengetahui pengetahuan anak-anak penderita karies gigi tentang
makanan kariogenik di SD Negeri 068004 tahun 2015 Medan setelah
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai informasi bagi anak SD Negeri 068004 Medan mengenai
konsumsi makanan untuk kesehatan gigi serta pemeliharaan
kesehatan gigi.
2. Sebagai masukan dan informasi mengenai konsumsi makanan
kariogenik untuk kesehatan gigi anak bagi puskesmas di dalam
meningkatkan program UKGS.
1.5. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dari penelitian ini adalah Memberikan
penyuluhan hanya kepada siswa-siswi yang duduk di kelas 3, 4,5,6 atau yang
berumur 8 sampai 13 tahun yang dalam pemeriksaan gigi oleh dokter gigi
diperoleh 50 jumlah anak yang menderita karies gigi di SD Negeri 068004
Perumnas Simalingkar Medan karena pada umur tersebut banyak dari mereka
yang menderita karies gigi berdasarkan rujukan dari Puskesmas pembantu
wilayah kerja Puskesmas Simalingkar dan pada umur tersebut dianggap sudah