BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Berawal dari tahun 1959, pemerintah Indonesia dengan konfrontasi politiknya mulai mengambil alih perusahaan-perusahaan milik Belanda. Namun yang terjadi setelah mengambil alih sejumlah perusahaan tersebut, sumber daya manusia di Indonesia ternyata belum mampu untuk mengelola dan mengembangkannya. Hal ini disebabkan perusahaan negara tersebut relatif besar dan seharusnya produktif, sehingga dikerahkan SDM Militer yang saat itu lebih baik.
Setelah beberapa tahun kemudian atau di tahun 1970-an, fakta menunjukkan BUMN berkembang menjadi sumber pendapatan bagi kelompok elit politik dan militer tertentu. Kelompok elit tersebut menyalahfungsikan BUMN untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya yang antara lain melalui kontrak bisnis yang bernuansa KKN (Korupsi,Kolusi,Nepotisme), pengadaan barang dan dana yang tidak transparan, alokasi konsesi dana bidang kehutanan, penyalahgunaan izin konsesi perminyakan dan pertambangan, dan sebagainya. Sebagai akibatnya, sejak tahun 1980-an kinerja BUMN telah memburuk. (Bastian, 2002:95)
konvensional dalam bentuk monopoli, subsidi, pajak maupun tarif serta perlindungan industri yang selama ini diterapkan ternyata tidak dapat dipertahankan lagi. BUMN juga tidak mampu untuk berkompetisi secara bebas sehingga menjadi tidak kompetitif dan mulai ditinggalkan oleh pelanggan serta konsumennya. (Bastian, 2002:159)
Semakin buruknya kinerja BUMN mendorong pemerintah untuk segera menemukan solusi. Di masa pemerintahan Habibie, program reformasi BUMN dimulai. Privatisasi yang merupakan salah satu pondasi reformasi BUMN diharapkan mampu memperbaiki kinerja BUMN tersebut dan dapat mengatasi masalah merosotnya perekonomian bangsa Indonesia yang disebabkan oleh krisis ekonomi. Selain itu, privatisasi juga diharapkan dapat membuat BUMN menjadi lokomotif pembangunan ekonomi.
Para penganjur privatisasi turut berpendapat bahwa setidaknya ada empat alasan mengapa reformasi BUMN semakin mendesak untuk dilakukan. Pertama, percepatan privatisasi dilakukan untuk membantu menutup defisit APBN dan mengurangi beban Negara. Kedua, meningkatkan good governance. Ketiga, memperbaiki kinerja perusahaan Negara. Keempat, mengurangi campur tangan pemerintah dan mendorong kepemilikan swasta. (Mudrajad Kuncoro, 2010:431)
Program privatisasi BUMN yang secara langsung menempatkannya di bawah pengawasan publik (public scrunity) memungkinkan penerapan good
corporate governance (GCG) yang lebih baik dan konsisten di lingkungan
menyentuh berbagai sektor ekonomi nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN ini akan sangat berpengaruh terhadap pemulihan perekonomian nasional secara keseluruhan. (I Nyoman Tjager, 2003:206)
Secara teori, privatisasi akan membantu terbentuknya pasar bebas. Mengembangnya kompetisi kapitalis dikarenakan privatisasi akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya, para sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan profit.
Dalam praktiknya di Indonesia, privatisasi diarahkan bukan semata-mata untuk pemenuhan APBN, tapi lebih diutamakan untuk mendukung pengembangan perusahaan dengan metode utama melalui penawaran umum di pasar modal. Di samping itu, juga untuk lebih mendorong penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG).Privatisasi melalui pasar modal terus dilakukan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan transparansi dan kontrol publik, independensi, serta kinerja BUMN dengan tetap mempertahankan kepemilikan mayoritas Pemerintah.
berdampak positif terhadap harga saham, kemudahan mendapatkan modal, dan penurunan biaya modal. (I Nyoman Tjager, 2003:4)
Sebuah survei yang dilakukan oleh McKinsey & Co menunjukkan bahwa
corporate governance menjadi perhatian utama para investor menyamai kinerja
finansial dan potensi pertumbuhan, khususnya bagi pasar-pasar yang sedang berkembang (emerging market). Dalam hal ini mereka cenderung menghindari perusahaan-perusahaan yang buruk dalam penerapan corporate governance.
Corporate governance dipandang sebagai kriteria kualitatif penentu. (I Nyoman
Tjager, 2003:5)
Mekanisme pasar memiliki kaitan yang sangat penting dengan corporate
governance. Kompetisi pasar memberi tekanan terhadap manajemen untuk
Sektor telekomunikasi merupakan salah satu sektor non infrastruktur yang dikelola oleh BUMN Indonesia. Sektor ini penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena mendukung peningkatan berbagai aspek, seperti aspek perekonomian, pendidikan, dan hubungan antar bangsa. Melalui privatisasi yang telah dilakukan pada sektor telekomunikasi, efisiensi operasional perusahaan dan kinerjanya semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari total perolehan laba sektor telekomunikasi yang terus naik setelah 3 tahun dari pelaksanaan privatisasi.
Keuntungan lain yang didapatkan oleh sektor telekomunikasi setelah privatisasi yaitu adanya peningkatan penjualan dan labour share yang lebih baik. Privatisasi yang dianggap telah berperan baik nyatanya tidak hanya memberikan keuntungan saja. Privatisasi juga mendorong peningkatan harga, biaya capital
maintenance yang tinggi dan cost to customer yang harus ditanggung oleh antar
pelanggan. Selain itu, kenaikan program investasi juga menuntut pengorbanan yang lebih besar dari para pelanggan untuk turut menanggung beban investasi tersebut. (Bastian, 2002:241)
meningkatkan kinerja manajemen. Selain itu, struktur biaya yang lebih baik akan sangat mendukung upaya untuk meningkatkan efisiensi manajemen dan perbaikan kinerja perusahaan secara menyeluruh. (Bastian, 2002:241)
Dengan melihat masalah utama pada BUMN sektor telekomunikasi, diperlukan pengelolaan yang lebih baik dengan menerapkan prinsip-prinsip tertentu agar terjadinya perubahan yang meliputi kinerja perusahaan maupun tingkat efisiensi perusahaan. Kebijakan privatisasi yang telah dikembangkan diharapkan mampu mendorong prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu prinsip-prinsip yang semula memang diharapkan untuk pengembangan perusahaan agar dapat mengatasi masalah utama tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah profitabilitas dan pengelolaan perusahaan dalam penelitian ini dengan memberi judul “Analisis Perbedaan Profitabilitas dan Pengelolaan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Privatisasi
yang Mewujudkan Good Corporate Governance (Studi Empiris Pada BUMN
Sektor Telekomunikasi di Indonesia)”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi perumusan masalah pada penelitian ini adalah: bagaimana perbandingan profitabilitas serta pengelolaan perusahaan sebelum dan sesudah privatisasi yang mewujudkan good
1.3Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat perbedaan signifikan profitabilitas serta pengelolaan perusahaan sebelum dan sesudah privatisasi yang mewujudkan good
corporate governance pada BUMN sektor telekomunikasi di Indonesia dengan
melihat Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Net Profit Margin
(NPM) serta melihat dari perbedaan pada tata kelola perusahaannya.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi Pemerintah
Dapat memberikan informasi mengenai perkembangan tata kelola perusahaan serta perbedaan profitabilitas sebelum dan sesudah privatisasi yang mewujudkan good corporate governance terutama bagi Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang berperan di sektor telekomunikasi.
2. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan mendalam tentang penelitian yang dilakukan dan dapat mengetahui langsung praktek yang terjadi pada objek yang diteliti. 3. Bagi pihak lain