BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teoritis 2.1.1. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek salah satunya
adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan
mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki
(Wahyudi dan Pawestri, 2006 dalam Permanasari, 2010). Rika dan
Ishlahuddin (2008: 7) mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai pasar.
Alasannya, karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau
keuntungan bagi pemegang saham secara maksimum jika harga saham
perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi
keuntungan pemegang saham sehingga keadaan ini akan diminati oleh
investor karena dengan permintaan saham yang meningkat menyebabkan nilai
perusahaan juga akan meningkat. Nilai perusahaan dapat dicapai dengan
maksimum jika para pemegang saham menyerahkan urusan pengelolaan
perusahaan kepada orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, seperti
manajer maupun komisaris.
Para akademisi dan analis di bidang keuangan mengembangkan berbagai
konsep nilai sebagai upaya memahami tingkah laku harga saham. Berikut
A.Nilai Ekonomi
Konsep ini berkaitan dengan kemampuan dasar suatu aktiva untuk
memberikan aliran arus kas sesudah pajak kepada yang pemilikinya. Nilai
ekonomi pada dasarnya merupakan konsep pertukaran, didefinisikan sebagai
jumlah kas yang ingin diserahkan pembeli saat ini untuk dipertukarkan dengan
suatu pola arus kas masa depan yang diharapkan. Nilai ekonomi mendasari
beberapa konsep umum nilai lainnya karena nilai ekonomi didasarkan pada
logika pertukaran yang sangat alami dalam proses penginvestasian dana.
B.Nilai Pasar
Nilai pasar sering disebut kurs, harga yang terjadi dari proses
tawar-menawar di pasar juga dikenal sebagai nilai pasar wajar, adalah nilai yang
pada saat diperdagangkan dalam pasar yang terorganisasi atau diantara
pihak-pihak swasta dalam suatu transaksi tanpa beban dan tanpa paksaan.
C.Nilai Intrinsik
Pada dasarnya, nilai intrinsik adalah konsep yang paling abstrak karena
mengacu pada perkiraan nilai riil suatu saham sebagai wakil dari nilai
perusahaan. Makna nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan
sekedar harga dari sekumpulan aset, melainkan sebagai entitas bisnis yang
memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
D.Nilai Likuidasi
Nilai ini berkaitan dengan kondisi khusus mana kala suatu perusahaan
harus melikuidasikan sebagian atau seluruh aktiva serta tagihan-tagihannya.
demikian, nilai likuidasi dipergunakan dalam menilai aktiva dari perusahaan
yang belum diketahui untuk melaksanakan analisis perbandingan dalam
penilaian kredit. Nilai likuidasi bisa dihitung dengan cara yang sama dengan
menghitung nilai buku yaitu dari neraca performa yang disiapkan ketika suatu
perusahaan menjelang proses likuidasi.
E.Nilai Nominal
Nilai nominal lebih dikenal oleh banyak orang. Karena besaran itu
tercantum secara formal dalam anggaran dasar perusahaan. Nilai nominal
memiliki beberapa fungsi yuridis antara lain menunjukkan jumlah nominal
yang harus disetor pemegang saham dalam memenuhi kewajibannya, juga
memperlihatkan besarnya porsi kepemilikan seorang pemegang saham
terhadap perusahaan.
F.Nilai Pemecahan
Konsep nilai pemecahan berkaitan dengan pengambilalihan (take over) dan restrukturisasi aktivitas perusahaan. Dengan asumsi bahwa kombinasi
nilai ekonomi dari masing-masing segmen multi usaha melebihi nilai
perusahaan secara keseluruhan, karena manajemen masa lalu yang tidak cakap
ataupun kesempatan-kesempatan saat ini yang tidak diketahui lebih awal,
sehingga perusahaan dipecah menjadi komponen-komponen yang dapat dijual
untuk dilepaskan kepada pembeli lain.
G.Nilai Reproduksi
Nilai reproduksi merupakan jumlah yang diperlukan untuk menggantikan
satu dari beberapa tolak ukur yang digunakan dalam mempertimbangkan nilai
perusahaan yang masih berjalan. Penetapan nilai reproduksi didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan teknik.
H.Nilai Berkelanjutan
Ini merupakan penerapan dari nilai ekonomi karena perusahaan yang
masih berjalan diharapkan menghasilkan rangkaian arus kas dimana pembeli
harus menilai untuk memperkirakan harga dari perusahaan tersebut secara
keseluruhan.
James Tobin membangun suatu teori, yang disebut Teori q Tobin (Tobin’s q Theory), rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan. Inti teori ini adalah sistem kebijakan moneter yang mempengaruhi perekonomian melalui
pengaruhnya pada penilaian ekuitas. Tobin mendefinisikan q sebagai nilai
pasar perusahaan dibagi dengan biaya penggantian modal. Jika q tinggi, nilai
pasar relatif tinggi terhadap biaya penggantian modal, dan akan relatif murah
terhadap nilai pasar perusahaan. Perusahaan dapat mengeluarkan ekuitas dan
mendapatkan harga relatif tinggi terhadap biaya fasilitas dan perlengkapan
yang mereka beli. Pengeluaran investasi akan meningkat karena perusahaan
dapat membeli lebih banyak barang investasi baru dengan hanya
mengeluarkan sedikit ekuitasnya, begitupun sebaliknya.
Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik sebab rasio ini
mampu menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti
modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya
ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh aset perusahaan. Dengan
memasukkan seluruh aset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus
pada satu tipe investor saja, namun juga untuk kreditur sebab sumber
pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja, tetapi
juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004 dalam
Permanasari, 2010: 8). Jadi, semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan
bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat
terjadi karena semakin besar nilai pasar dibandingkan dengan nilai buku maka
semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih
untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004 dalam Permanasari,
2010: 8).
Dimana :
Tobin'sQ =Nilai perusahaan
MVE =Nilai pasar ekuitas (Closing price saham×Jumlah saham
beredar)
DEBT =Total kewajiban
TE =Nilai buku dari total ekuitas
2.1.2. Profitabilitas (Profitability)
Menurut Susan (2006: 47), profitabilitas merupakan “kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba (profit) selama periode tertentu yang dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal”.
TE
Debt
MVE
sQ
Harahap (2007: 53) menarik kesimpulan sebagai berikut :
Profitabilitas mengasumsikan bahwa perusahaan yang memiliki atau mendapatkan laba (profit) yang besar akan memiliki kesempatan yang baik untuk bersaing dengan jenis perusahaan yang sama. Rasio ini menghubungkan laba bersih yang diperoleh dari operasi perusahaan (net income) dengan jumlah aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut. Sebagai bagian dari laporan keuangan perusahaan, profitabilitas merupakan wujud keberhasilan manajemen dalam menjalankan perusahaan. Profitabilitas menyangkut efesiensi perusahaan menggunakan modal, baik modal sendiri maupun modal asing. Profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Rasio profitabilitas dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara
lain margin laba kotor (gross profit margin), margin laba bersih (net profit margin), pengembalian modal atas ekuitas (return on equity), pengembalian modal atas aset (return on assets).
A. Net Profit Margin (NPM)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan net income dari kegiatan operasi pokok bagi perusahaan yang bersangkutan. Rasio ini juga diinterprestasikan sebagai kemampuan
perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada
periode tertentu (Hanafi, 2005: 42). Profit margin yang tinggi menunjukkan
perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu.
Secara umum, rasio yang rendah menunjukkan ketidakefisienan manajemen.
Bersih
Penjualan
Bersih
Laba
B. Return On Equity (ROE)
Merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin
tinggi rasio ini, semakin baik posisi pemilik perusahaan, demikian pula
sebaliknya. Return on equity menurut Syamsudin (2000: 64), “Suatu pengukuran dari suatu penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan dalam perusahaan”. Rasio
ini juga menunjukkan kesuksesan manajemen perusahaan dalam mengelola
investasi.
C. Return On Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan
dalam menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu. Harahap
(2007: 54) menyatakan bahwa tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi
perusahaan maupun pihak luar perusahaan, yaitu:
a) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode tertentu.
b) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
c) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu.
d) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. e) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
pinjaman maupun modal sendiri.
f) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.
Ekuitas
Total
Bersih
Laba
ROE
=
Aktiva
Total
Bersih
Laba
2.1.3. Peluang Pertumbuhan (Growth Opportunity)
Perusahaan-perusahaan yang memprediksi akan mengalami pertumbuhan
tinggi di masa mendatang cenderung lebih memilih menggunakan saham
untuk mendanai operasional perusahaan. Sebaliknya, apabila perusahaan
memperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang rendah, mereka akan
berupaya membagi risiko pertumbuhan rendah dengan para kreditur melalui
penerbitan utang yang umumnya dalam bentuk utang jangka panjang (Mai,
2006).
Salah satu alasan mendasar atas pola ini adalah biaya mengambang pada
emisi saham biasa yang lebih tinggi dibanding pada surat berharga obligasi.
Dengan demikian, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung
lebih banyak menggunakan hutang jangka panjang (saham) dibanding dengan
perusahaan dengan pertumbuhan lebih lambat.
Variabel peluang pertumbuhan (growth opportunity), diukur dengan
Market to Books Total Equity (MTBE).
2.1.4. Struktur Modal (Capital Structure)
Menurut Rodoni dan Ali (2010), struktur modal adalah “proposi dalam
menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang
diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari
dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal
dari dalam dan luar perusahaan”.
Ekuitas
Total
Saham
Harga
Beredar
Saham
Lembar
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk
membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal
seorang investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat
pengembalian investasinya. Risiko keuangan yang kemungkinan terjadi
adalah ketidakmampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajibannya dan tidak tercapainya laba yang ditargetkan perusahaan.
Struktur modal merupakan masalah penting bagi perusahaan karena baik atau
buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi
keuangan perusahaan.
Hutang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena
utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan
tingkat penjualan) sementara itu, utang jangka panjang bersifat tetap selama
jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari satu tahun), sehingga
keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah
alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang
dan modal. Karena alasan itu pula biaya modal hanya mempertimbangkan
sumber dana jangka panjang (Mardiyanto, 2009).
Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang dapat
meminimalkan biaya penggunaan modal secara keseluruhan atau biaya modal
rata-rata (Martono dan Harjito, 2007 pada penelitian Rakhmawati, 2008).
Tujuan dari manajemen struktur modal atau capital structure management
adalah menggabungkan sumber-sumber dana yang digunakan perusahaan
struktur modal yang disebut rasio leverage, rasio leverage merupakan rasio
yang mengukur seberapa banyak perusahaan menggunakan dana dari hutang
(Martono dan Harjito, 2007 pada penelitian Rakhmwati, 2008).
Untuk mengukur struktur modal pada penelitian ini digunakan rasio
struktur modal yang disebut debt to equity ratio (DER). Dimana DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang
dengan modal sendiri. DER berguna untuk mengetahui jumlah hutang dan
modal yang digunakan untuk pendanaan perusahaan. Bagi perusahaan
semakin kecil debt to equity ratio akan semakin menguntungkan perusahaan karena resiko yang akan ditanggung atas kegagalan perusahaan yang
mungkin terjadi semakin kecil.
2.1.4.1.Teori Struktur Modal
B.1. Teori Trade-Off
Teori trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang
tersebut (Hartono, 2003 pada penelitian Hapsari, 2010). Esensi trade-off
dalam struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan
yang timbul dari penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar,
tambahan hutang masih diperbolehkan dan apabila penggunaan hutang
terlalu besar, maka tambahan hutang tidak diperbolehkan.
Ekuitas
Total
Kewajiban
Total
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa
menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting
adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi
kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan. Sebagai contoh, semakin tinggi
utang, semakin besar bunga yang harus dibayarkan. Pemberi pinjaman bisa
membangkrutkan perusahaan jika perusahaan tidak bisa membayar utang
(Hanafi, 2004).
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar
negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari
nilai perusahaan.
Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu :
a. Biaya Langsung
Biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi atau biaya
lainnya yang sejenis.
b. Biaya Tidak Langsung
Biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain
atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara
normal.
Dengan biaya kebangkrutan yang besar, proposisi MM dengan pajak
bisa dimodifikasi sebagai berikut ini.
Perhatikan bahwa biaya kebangkrutan sampai tingkat utang tertentu
akan lebih tinggi dibandingkan dengan PV penghematan pajak. Nilai
perusahaan akan mulai menurun pada titik tersebut.
Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya
keagenan utang (agency cost of debt). Teori keagenan mengatakan bahwa di perusahaan terjadi konflik antar pihak-pihak yang terlibat, seperti pihak
pemegang hutang dengan pemegang saham. Jika utang meningkat, maka
konflik antara keduanya akan semakin meningkat. Dalam situasi tersebut,
pemegang utang akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring)
terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk
biaya-biaya monitoring seperti persyaratan yang lebih ketat, menambah jumlah
akuntan, dan bisa juga dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan
memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa
diperluas sebagai berikut ini.
VL = VU+PV Penghematan Pajak-[PV Biaya Kebangkrutan+PV Biaya Keagenan]
Bagan tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan utang
akan semakin meningkat dengan meningkatnya utang. Tetapi nilai tersebut
mulai menurun pada titik tertentu. Pada titik tersebut, tingkat utang
merupakan tingkat optimal. Dengan demikian gabungan antara teori
struktur modal Modigiliani-Miller dengan memasukkan biaya
kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasikan adanya trade-off
tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade-off struktur modal atau
static trade-off capital structure theory. B.2. Pecking Order Theory
Teori trade-off diperkenalkan pertama kali oleh Donalson pada tahun 1961, teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan kedudukan sumber dana yang paling disukai.
Teori ini mempunyai implikasi bahwa manajer akan berfikir dalam
kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris, nampaknya
jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Seorang akademisi,
Donalson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal
perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa
perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung
menggunakan utang yang lebih rendah.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam
penggunaan dana. Skenario urutan dalam pecking order theory adalah sebagai berikut :
a) Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tersebut
diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan
perusahaan.
b) Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada
perkiraan kesempatan investasi.
c) Karena kebijakan deviden yang konstan, digabung dengan
fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa
perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran
investasi pada saat saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang
lain.
d) Jika pandangan eksternal diperlukan, perusahaan akan
mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu.
Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat
berharga campuran seperti obligasi konvertibel, dan kemudian
barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori tersebut tidak mengindikasikan target struktur modal. Teori
tersebut menjelaskan urut-urutan pendanaan. Menurut teori ini, manajer
keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal. Kebutuhan
dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Jika ada kesempatan investasi,
maka perusahaan akan mencari dana untuk mendanai kebutuhan investasi
tersebut. Perusahaan akan mulai dengan dana internal dan sebagai pilihan
terakhir adalah menerbitkan saham. Di samping kebutuhan investasi, hal
lain yang berkaitan adalah pembayaran dividen. Pembayaran dividen akan
menyebabkan dana kas berkurang. Jika kas berkurang, maka perusahaan
akan menerbitkan sekuritas baru. Penelitian menunjukkan bahwa
perusahaan lebih menyukai kebijakan dividen yang stabil, yaitu besarnya
dividen tidak berubah-ubah.
Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat
utang yang lebih kecil. Tingkat utang yang kecil tersebut tidak
dikarenakan perusahaan mempunyai target tingkat utang yang kecil.
mempunyai target tingkat utang yang kecil, tetapi karena mereka tidak
membutuhkan dana eksternal. Tingkat keuntungan yang tinggi menjadikan
dana internal mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi.
2.1.5. Profitabilitas Terhadap Struktur Modal
Sebagaimana disebutkan di awal, profitabilitas merupakan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba (profit) selama periode tertentu yang dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal (Susan
2006: 47), Perusahaan-perusahaan dengan profit yang tinggi cenderung
menggunakan lebih banyak pinjaman untuk memperoleh manfaat dalam
aspek pajak. Hal ini karena pengurangan laba oleh bunga pinjaman akan
lebih kecil dibandingkan apabila perusahaan menggunakan modal yang
tidak dikenai bunga, namun penghasilan kena pajak akan lebih tinggi
(Mai, 2006). Keputusan pendanaan yang dilakukan secara tidak cermat
akan menimbulkan biaya tetap dalam bentuk biaya modal yang tinggi,
yang selanjutnya dapat berakibat pada rendahnya profitabilitas perusahaan
(Kartini dan Arianto, 2008). Dengan kata lain, keputusan pendanaan atau
struktur modal sangat berpengaruh terhadap rendah atau tingginya
profitabilitas suatu perusahaan.
Menurut pecking order theory, “perusahaan dengan tingkat keuntungan yang besar memiliki sumber pendanaan internal yang lebih
besar dan memiliki kebutuhan untuk melakukan pembiayaan investasi
melalui pendanaan eksternal yang lebih kecil” (Schoubben dan Van Hulle,
teori ini memprediksikan profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
struktur modal.
Perusahaan dengan rate of return yang tinggi cenderung menggunakan proporsi utang yang relatif kecil. Karena dengan rate of return yang tinggi, kebutuhan dana dapat diperoleh dari laba ditahan. Perusahaan yang
profitabilitasnya tinggi akan lebih banyak mempunyai dana internal
daripada perusahaan yang profitabilitasnya rendah. Apabila dalam
komposisi struktur modal penggunaan modal sendiri lebih besar daripada
penggunaan utang, maka rasio struktur modal akan semakin kecil. Dengan
demikian sesuai dengan teori di atas, maka semakin besar tingkat
profitabilitas maka akan semakin kecil rasio struktur modal, sehingga
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Berdasarkan
uraian tersebut, hipotesa pertama yang akan diuji adalah bahwa
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal.
2.1.6. Peluang Pertumbuhan Terhadap Struktur Modal
Growth opportunity adalah peluang pertumbuhan suatu perusahaan di masa depan (Mai, 2006). Peluang pertumbuhan merupakan ukuran sampai
sejauh mana laba per lembar saham suatu perusahaan dapat ditingkatkan
oleh leverage. Perusahaan-perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang
cepat membutuhkan dana lebih besar di masa depan sehingga harus
meningkatkan aktiva tetapnya dan lebih banyak mempertahankan laba.
Laba ditahan dari perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
lebih banyak melakukan utang untuk mempertahankan rasio utang yang
ditargetkan (Mai, 2006). Secara empiris peluang pertumbuhan
berpengaruh positif terhadap sruktur modal (Setiawan, 2006), dan dalam
penelitian ini hipotesa kedua yang akan diuji adalah peluang pertumbuhan
berpengaruh positif terhadap struktur modal.
2.1.7. Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan
Profitabilitas diukur dengan indikator return on equity (ROE). Pertumbuhan ROE menunjukkan prospek perusahaan yang semakin baik,
yang akan ditangkap oleh investor sebagai sinyal positif dari perusahaan
yang selanjutnya mempermudah manajemen perusahaan untuk menarik
modal dalam bentuk saham. Apabila terdapat kenaikkan permintaan saham
suatu perusahaan, maka secara tidak langsung akan menaikkan harga
saham tersebut di pasar modal.
Sari (2005) membuktikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
nilai perusahaan adalah kepemilikan manajerial, rasio leverage, interaksi
leverage dengan investasi dan interaksi profitabilitas dengan investasi.
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesa ketiga yang akan diuji adalah
profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.1.8. Peluang Pertumbuhan Terhadap Nilai Perusahaan
Terkait dengan leverage, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber pembiayaan untuk
dengan manajemen perusahaan. Sebaliknya, perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber
pembiayaannya karena penggunaan hutang mengharuskan perusahaan
tersebut membayar bunga secara teratur.
Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian
dan pengembangan. Semakin besar R&D cost-nya, maka berarti ada prospek perusahaan untuk tumbuh (Sartono, 2001). Mengacu pada uraian
ini, hipotesa keempat yang akan diuji adalah peluang pertumbuhan
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.1.9. Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan
Struktur modal yang menunjukkan perbandingan antara modal
eksternal jangka panjang dengan modal sendiri, merupakan aspek yang
penting bagi setiap perusahaan karena mempunyai efek langsung terhadap
posisi finansial perusahaan. Perusahaan yang memiliki aktiva berwujud
cukup besar, cenderung menggunakan hutang dalam proporsi yang lebih
besar dibandingkan dengan perusahaan dengan aktiva tak berwujud besar
meskipun yang terakhir ini memiliki kesempatan tumbuh lebih baik. Ini
mudah dipahami karena perusahaan yang hanya memiliki goodwill namun tidak didukung oleh aktiva berwujud yang cukup, sulit diprediksi prospek
kinerjanya.
Solihah dan Taswan (2002) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
kebijakan hutang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
dan Miller (1963) menyatakan bahwa dengan memasukkan pajak
penghasilan perusahaan, maka penggunaan hutang akan meningkatkan
nilai perusahaan. Jika pendekatan Moddigliani Miller dalam kondisi ada
pajak penghasilan perusahaan benar, maka nilai perusahaan akan
meningkat terus karena penggunaan hutang yang semakin besar. Ini
mengindikasikan bahwa struktur modal yang optimal dapat dicapai dengan
menyeimbangkan keuntungan perlindungan pajak dengan beban biaya
sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar. Struktur model
terkait dengan harga saham, aturan struktur finansial konservatif
menghendaki agar perusahaan tidak mempunyai hutang yang lebih besar
daripada jumlah modal sendiri. Pada sisi lain, konsep cost of capital
menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha untuk memperoleh struktur
modal yang dapat meminimumkan biaya penggunaan modal rata-rata.
Minimalisasi biaya modal rata-rata ini tidak mengharuskan komposisi
jumlah modal eksternal yang lebih sedikit dari jumlah modal sendiri.
Ketika manajer memiliki keyakinan kuat atas prospek perusahaan
kedepan dan ingin agar harga saham meningkat, maka manajer dapat
menggunakan hutang lebih banyak sebagai sinyal yang lebih dapat
dipercaya oleh calon investor. Dalam tataran empiris, kebijakan hutang
memformulasikan hipotesa kelima yang akan diuji dalam paper ini, bahwa
struktur modal berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.1.10.Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan dengan Struktur Modal sebagai Variabel Interveningnya
Menurut penelitian Wulandari (2013) menyatakan, “Struktur
modal tidak memediasi hubungan profitabilitas terhadap nilai perusahaan”.
Penelitiannya menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI selama tahun 2011. Hal yang sama juga diutarakan
Hermuningsih dalam penelitiannya, “Variabel struktur modal tidak
merupakan variabel intervening bagi profitabilitas. Penelitian ini
menggunakan sampel perusahaan publik yang terdaftar di BEI periode
tahun 2006-2010. Namun, Penelitian yang dilakukan Chen menyatakan,
“profitability berpengaruh signifikan terhadap capital structure sebagai variabel interveningnya. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan
yang berada di Taiwan periode tahun 2005-2009. Mengacu pada uraian
ini, hipotesa keenam yang akan diuji adalah profitabilitas memiliki
pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
2.1.11.Peluang Pertumbuhan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Struktur Modal sebagai Variabel Interveningnya
Menurut penelitian yang dilakukan Hermuningsih, “Variabel
variabel intervening pada peluang pertumbuhan dan nilai perusahaan.
Mengacu pada uraian ini, hipotesa ketujuh yang akan diuji adalah peluang
pertumbuhan memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
dengan struktur modal sebagai variabel interveningnya.
2.2.Review Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan dengan nilai perusahaan telah dilakukan oleh
penelitian sebelumnya, sehingga terdapat beberapa poin penting hasil dari
penelitian sebelumnya yang dijadikan dasar dalam penelitian ini.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian Variabel yang Digunakan Hasil Penelitian
1. Ayu Indira Mega Susanti dan Anak Agung Gede Suarjaya (2014)
Determinan Struktur Modal dan Dampaknya Terhadap Nilai Perusahaan
Variabel Independen: 1.Profitability (ROA), 2.Growth Sales, 3.Assets Structure. Variabel Dependen: 1.Nilai perusahaan. Variabel Intervening: 1.Struktur modal.
1)Assets structure
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal,
sedangkan profitability
dan growth sales tidak berpengaruh signifikan; 2)Profitability
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan,
sedangkan growth sales,
assets structure, struktur modal tidak berpengaruh signifikan.
2. Dwi Retno Wulandari (2013)
Pengaruh Profitabilitas, Operating Leverage, Likuiditas Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Struktur Modal Sebagai Intervening
Variabel Independen: 1.Profitabilitas,
2.Operating Leverage, 3.Likuiditas,
berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan terhadap struktur modal sebagai intervening;
2)Likuiditas tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan, maupun terhadap struktur modal sebagai intervening; 3)Struktur modal tidak memediasi hubungan
profitabilitas, operating
3. Ria Nofrita (2013) Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Deviden sebagai Variabel 1.Kebijakan deviden.
1) Profitabilitas dan kebijakan deviden berpengaruh signifikan positif terhadap nilai perusahaan;
2) Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan deviden tidak signifikan. 4.Sri Hermuningsih
(2013)
Pengaruh Profitabilitas, Growth
Opportunity, Struktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Publik di Indonesia
Variabel Independen:
pendekatan Structural
Equation Model (SEM) pada 150
perusahaan yang terdaftar di BEI selang periode 2006-2010, paper ini memberikan beberapa temuan empiris. 1)Variabel profitabilitas,
growth opportunity dan struktur modal,
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan;
2)Variabel struktur modal merupakan variabel
intervening bagi growth
opportunity dan
tidak bagi profitabilitas; 3)Profitabilitas memiliki pengaruh
yang berlawanan dengan struktur modal.
5. Shilvia Hansen dan Kim SungSuk (2013)
Influence of Stock Liquidity to Firm Value inIndonesian Stock Market
Variabel Independen: 1)Liquidity measures Variabel Dependen: 1)Firm Value Variabel Kontrol: 1)The natural logarithm of
total asset
2)The natural logarithm of firm age
Penelitian ini
menunjukkan stock
liquidity berpengaruh
positif terhadap firm value
terdaftar di BEI. Stock
liquidity yang likudnya tinggi lebih baik baik
performa firm value yang
berarti lebih baik
dibandingkan pengaruhnya
dengan capital structure
dan profitability yang tinggi.
6.Li-JuChen (Taiwan) and Shun-Yu Chen (Taiwan) (2011)
The influence of profitability on firm value with capital structure as the mediator and firm size and type industry as moderators
Variabel Independen: profitability
Variabel Dependen: firm value
Variabel Intervening: capital structure Variabel Moderating:
firm size and type industry
Fokus penelitian ini adalah
capital structure
(leverage) sebagai variabel intervening pada
profitability (ROA) dan
Hasilnya adalah sebagai
terhadap leverage, dimana
leverage berpengaruh
negative terhadap firm
value, dan profitability
berpengaruh signifikan
terhadap capital structure
sebagai variabel interveningnya;
2)Penelitian memasukkan
variabel type industry
sebagai variabel
moderating menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan dengan
profitability dan firm value. Sedangkan,
memasukkan firm size
sebagai variabel
moderating menunjukkan pengaruh yang signifikan
dengan profitability
terhadap firm value.
2.3. Kerangka Konseptual
ε1 ε2
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan
teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterikatan antara variabel
yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan keterkaitan antara
variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah
PROFITABILITAS (X1)
PELUANG
PERTUMBUHAN
NILAI PERUSAHAAN (Y2)
STRUKTUR MODAL (Y1)
penelitian serta merumuskan hipotesis. Dalam penelitian ini variabel
independen adalah profitabilitas (profitability) dan peluang pertumbuhan (growth opportunity), variabel dependennya adalah nilai perusahaan (firm’s value) dan variabel interveningnya adalah struktur modal (capital structure) dengan perusahaan properti dan real estate yang terdaftar di BEI periode tahun
2010-2012 sebagai perusahaan yang akan diuji.
2.4.Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji
secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan yang diduga secara logis
antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara
empiris (Erlina, 2008: 49).
Berdasarkan tinjauan teoritis, rumusan masalah dan kerangka konseptual
yang dijelaskan diatas maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut
H1:Profitabilitas berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.
H2:Peluang pertumbuhan berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.
H3:Profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
H4:Peluang pertumbuhan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
H5:Struktur modal berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
H6:Profitabilitas berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan struktur
modal sebagai intervening-nya.
H7:Peluang pertumbuhan berpengaruh terhadap nilai perusahaan dengan