• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Lokasi dan Kondisi Beberapa Sumber (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peta Lokasi dan Kondisi Beberapa Sumber (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Peta Lokasi dan Kondisi Beberapa Sumber Air Tawar sebagai Tempat Minum Satwa

di Taman Nasional Baluran

Ekki Totilisa1), Lina Mariantika1), R. Ayu Shufaira Habiebah1), Endang Arisoesilaningsih1)

1) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang, Jl. Veteran No. 169 Malang

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk melakukan pemetaan dan mengetahui penyebaran sumber air tawar untuk tempat minum satwa di Taman Nasional Baluran pada akhir musim kemarau tahun 2013, dan mengetahui profil sumber air tawar berdasarkan kuantitas air, kualitas air, kualitas vegetasi di sekitar lokasi, dan kunjungan satwa. Berdasarkan wawancara dari petugas dan masyarakat setempat, 6 dari 18 sumber air untuk tempat minum satwa dapat tereksplorasi, yakni Sumber Manting, Sumber Manting Utara, Sumber Bama, Kubangan Bekol, dan Sumber Kajang yang terletak di Resort Bama, serta Sumber Kedung Biru yang terletak di Resort Perengan. Kualitas air pada keenam lokasi tersebut masih tergolong baik karena beberapa variabel yang diamati masih memenuhi baku mutu untuk air minum hewan berdasarkan PP No 82 tahun 2001. Sementara itu, Kubangan Bekol dan Sumber Kedung Biru digolongkan memiliki kualitas air yang sangat baik, ditunjukkan oleh nilai pH sebesar 7, DO sebesar 5 mg/L, dan konduktivitas sebesar 550

μS/cm. Berdasarkan analisis QBR (Riparian Forest Quality) ditunjukkan bahwa empat dari enam sumber air yaitu

Manting Utara, Sumber Manting, Bama, dan Kedung Biru berada di area dengan kualitas vegetasi riparian yang baik, dengan skor 80-85. Vegetasi riparian yang paling terdegradasi terdapat di Kajang akibat adanya bangunan sipil. Berdasarkan kunjungan dan banyaknya jenis hewan, hampir semua lokasi sumber air yang terksplorasi mempunyai ekosistem dan kualitas air yang baik, karena masih banyak jenis hewan yang ditemukan beraktifitas dan memanfaatkan air di sumber air tersebut. Sumber Bama, Kedung Biru, dan Manting Utara digolongkan mempunyai kualitas ekosistem perairan yang baik juga karena kondisi sumber air yang masih alami tanpa modifikasi manusia.

Kata kunci : kualitas dan kuantitas air, peta, riparian, satwa, sumber air tawar

ABSTRACT

The aims of this research are to mapping and explore the water spring for animals drinking at Baluran National Park at the end of dry season on 2013, and know profile of water spring based on water quality and quantity, riparians quality, and animal visit. Based on interview with Baluran National Park officers and local community, 6 from 18 water spring for animal drinking can explored, that are Sumber Manting, Sumber Manting Utara, Sumber Bama, Bekol tub, and Sumber Bama located on Bama Resort, and Sumber Kedung Biru located in Perengan Resort. Water quality at those location are relatively good, because all value of physicochemical water quality parameter are appropriate with the standards for animal drinking water and husbandary based on PP No. 82 tahun 2001. Bekol tub and Sumber Kedung Biru have very good water quality because have pH values is 7, DO value is 5mg / L, and conductivity value between 550 μS /cm. The riparian analysis using QBR analysis shows that there are four locations are very good with QBR range 85-80, there are Sumber Manting Utara, Sumber Manting, Sumber Bama, and Sumber Kedung Biru. The lowest value of QBR (70) are found in Kajang with riparian quality category is good enough. Based on the visit and number of animals, almost all of locations explored has good ecosystem and water quality, because there are still many kinds of animals found and drink at those water source and tub. Sumber Bama, Kedung Biru and Manting Utara are classified have good ecosystem quality because physically it have natural condition without human intervention and modification.

Key words: ecosystem, map, riparian, water quality and quantity, water spring

PENDAHULUAN

Taman Nasional Baluran merupakan salah satu Taman Nasional di Indonesia yang memiliki beberapa lokasi yang merupakan miniatur habitat di Indonesia yang merupakan perwakilan tipe ekosistem savana klimaks terluas di Pulau Jawa, dan merupakan habitat ideal bagi mamalia besar [2]. Taman Nasional Baluran memiliki iklim monsoon, dimana termasuk tipe iklim E dengan temperatur berkisar antara 27,2-30,9°C, kelembaban udara 77%, kecepatan angin 7 knots, dan arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara

yang kuat. Dampak dari kondisi iklim yang demikian mengakibatkan distribusi musim kemarau dan penghujan yang relatif tidak seimbang, dimana musim kemarau berlangsung sangat lama. Musim hujan pada bulan November-April, sedangkan musim kemarau pada bulan April-Oktober dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember-Januari. Namun secara faktual, perkiraan tersebut sering berubah sesuai dengan kondisi global yang mempengaruhi [3].

(2)

Merak, Sungai Klokoran dan Sungai Bajulmati yang menjadi batas Taman Nasional Baluran di bagian Barat dan Selatan. Banyak dasar sungai yang berisi air selama musim penghujan yang pendek, akan tetapi banyak air yang meresap melalui abu vulkanik yang berpori-pori sampai mencapai lapisan lava yang keras di bawah tanah dan keluar lagi pada permukaan tanah sebagai mata air pada sumber air di daerah pantai (Popongan, Kelor, Bama, Mesigit, Bilik, Gatal, Semiang dan Kepuh), daerah kaki bukit (sumber air Talpat), pada daerah ujung pantai (teluk Air Tawar) dan air laut (dekat Tanjung Sedano). Pada musim hujan, tanah yang hitam sedikit sekali dapat ditembus air dan air mengalir di permukaan tanah, membentuk banyak kubangan (terutama di sebelah selatan daerah yang menghubungkan Talpat dengan Bama). Pada musim kemarau air tanah di permukaan tanah menjadi sangat terbatas dan persediaan air pada beberapa mata air tersebut menjadi berkurang [15].

Air merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keberlangsungan kelestarian populasi satwa liar di Taman Nasional Baluran. Semua satwa liar tersebut membutuhkan air untuk keberlangsungan hidupnya. Pada saat musim kemarau beberapa sumber air tempat minum satwa mengalami kekeringan dan mengakibatkan satwa berpindah mencari sumber air minum yang lain [13]. Menurut Tim Pengendali Ekosistem Hutan [15], sumber air tawar sebagai lokasi minum satwa yang terdapat di Taman Nasional Baluran yaitu Bekol, Bama, Kelor, Manting, Manting Selatan, Manting Utara Nyamplung, Sumber Batu, Popongan, Kedung Biru, Kalitopo, Kajang, Tanjung Kajang/Batu Hitam, sungai Bajulmati, Rowo Jambe, Palongan, Grekan dan Sigedung. Penelitian ini dilaksanakan untuk melakukan pemetaan dan mengetahui penyebaran serta profil sumber air tawar untuk tempat minum satwa berdasarkan kuantitas air, kualitas air, kualitas vegetasi di sekitar sumber, dan kunjungan satwa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September–Desember 2013. Pengukuran kualitas dan kuantitas air, pengamatan vegetasi riparian dan kunjungan satwa dilakukan di Taman Nasional Baluran, kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo Jawa Timur pada awal November 2013. Pengolahan dan analisa data dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

Pengumpulan data lokasi minum satwa di Taman Nasional Baluran di lakukan sebelum penelitian (dari penelitian terdahulu dan internet), dan saat penelitian (wawancara petugas Taman Nasional Baluran dan penduduk lokal). Lokasi minum satwa yang ditemukan

pada penelitian kemudian dipetakan dengan

menggunakan GPS. Selama proses pengambilan data, dilakukan proses marking lokasi dan dicatat koordinat letaknya.

Profil kondisi lokasi minum satwa dicari dengan mengukur kualitas dan kuantitas air berdasarkan parameter fisik air yaitu suhu, warna, kecerahan, konduktivitas, lebar dan kedalaman sumber air, dan parameter kimia air yaitu pH, DO dan salinitas. Kualitas vegetasi riparian di sekitar lokasi minum satwa diukur dengan menggunakan metode penilaian berdasarkan pengamatan sederhana dan indeks QBR (Qualitat del Bosc de Ribera atau Riparian Forest Quality). Kualitas vegetasi riparian dinilai berdasarkan empat kategori yaitu tutupan vegetasi, struktur tutupan, kualitas tutupan dan pemanfaatan saluran. Masing-masing komponen diberi nilai 0, 5, 10, dan 25 [9]. Berikut klasifikasi kualitas riparian berdasarkan indeks QBR:

≥ 95 = habitat riparian dalam kondisi alami 75-90 = sedikit gangguan, kualitas baik

55-70 = mengalami gangguan yang penting, kualitas cukup baik

30-50 = ada perubahan yang kuat, kualitas tidak baik

≤ 25 = degradasi besar, kualitas jelek.

Kualitas lokasi minum satwa juga dinilai dengan melihat satwa yang berkunjung ke lokasi. Metode yang digunakan yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu melihat satwa yang berkunjung di lokasi secara langsung, sedangkan metode tidak langsung yaitu dengan melihat jejak kaki, dan feses (kotoran satwa) yang terdapat di sekitar lokasi minum satwa.

Pemetaan lokasi minum satwa di analisis dengan menggunakan program Quantum GIS dengan cara menginput data terlebih dahulu dengan menggunakan program berbasis teks, yakni data dengan ekstensi .txt, atau .cvs [1]. Titik lokasi sumber air yang ditampilkan dalam Quantum GIS berupa data vektor sehingga ketika diolah akan tampak titik lokasinya. Penambahan informasi peta juga dilakukan untuk menambah kejelasan dari peta yang dibuat. Penginderaan jauh yang dipakai untuk menambah informasi lokasi sumber adalah dengan menggunakan plugins Google Layers. Tampilan dari Google Layers akan sama dengan tampilan pada Google Earth.

Data pengukuran kualitas dan kuantitas air yang diperoleh dikompilasi menggunakan Microsoft excel 2007. Profil sifat fisiko-kimia air ditentukan dengan menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi pada masing-masing parameter di seluruh lokasi penelitian dan dibandingkan dengan Baku Mutu Air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air [5].

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Peta sumber air tawar dan kubangan sebagai tempat minum satwa di Taman Nasional Baluran

Berdasarkan wawancara dari petugas dan masyarakat setempat ketika pelaksanaan penelitian lapang, 6 dari 18 sumber air tawar [2,13,15] untuk tempat minum satwa dapat tereksplorasi, yakni Sumber Manting, Sumber Manting Utara, Sumber Bama, Kubangan Bekol, Sumber Kajang di Resort Bama, dan Sumber Kedung Biru di Resort Perengan (gambar 1). Semua sumber air tawar yang berhasil dieksplorasi merupakan perairan tergenang.

Gambar 2. Profil kondisi sumber air yang diteliti. Sumber Manting Utara (a), Sumber Bama (b), Sumber Kedung Biru (c), Sumber Manting (d), Kubangan Bekol (e), Sumber Kajang (f).

Kuantitas air yang dihitung dari volume air , menunjukkan nilai yang bervariasi berkisar 47,08-6648,95 m3. Volume terrendah terdapat di Kajang sebesar 47,08 m3, dan terbesar terdapat di Bama sebesar 6648,95 m3. Besar kecilnya volume air ini tergantung dari luasan sumber dan kubangan, kondisi tanah, topografi, penutupan lahan dan luas [14]. Dari keenam sumber air dan kubangan yang diteliti, diketahui bahwa Sumber Bama, Sumber Manting Utara dan Sumber Kedung Biru memiliki kondisi yang masih alami, dan tanpa modifikasi bangunan dari manusia seperti Sumber Kajang dan Sumber Manting. Hal ini mempengaruhi kualitas air, kualitas riparian dan kualitas ekosistem sumber air tawar tersebut. Kubangan Bekol merupakan kubangan air buatan sebagai tempat minum satwa di savana seperti Rusa dan Merak. Hal ini dikarenakan hilangnya kubangan alami di daerah savana Bekol, sehingga dibuat kubangan sebagai tempat minum hewan di savana [16].

Gambar 3. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional Baluran berdasarkan kuantitas air dan profil kubangan

Gambar 4. Volume air pada masing-masing lokasi minum satwa

Gambar 5. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional Baluran berdasarkan kualitas fisikokimia air

Kualitas air pada tempat minum satwa digolongkan sangat baik karena semua nilai parameter fisikokimia air memenuhi baku mutu untuk air minum hewan sesuai PP No. 82 tahun 2001 [5]. Kualitas air digolongkan baik karena terdapat satu nilai parameter kualitas fisikokimia air yang besarnya dibawah baku mutu air untuk air minum hewan. Sumber air Bekol dan Kedung Biru digolongkan memiliki kualitas air yang sangat baik karena memiliki nilai pH antara 6-9 dan, DO antara 3-6 mg/L, dan konduktivitas antara 250-700

μS/cm. Sumber air Bama, Manting Utara, dan Sumber

Manting digolongkan memiliki kualitas air yang baik karena nilai DO kurang dari 3 mg/L [8]. Sumber air Kajang digolongkan memiliki kualitas air yang baik karena hanya nilai konduktivitas air yang melebihi baku mutu air untuk air minum hewan, yakni sebesar 785

μS/cm.

a b c

(4)

Rata-rata nilai pH pada enam lokasi yang di amati berkisar antara 6,7-8,4 (Gambar 3a). Nilai tersebut masih memenuhi standar baku mutu kualitas air golongan III yaitu 6-9 yang diperuntukan untuk air minum hewan. Nilai pH mempengaruhi ketersediaan nutrisi bagi tanaman yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Nilai pH tinggi (>8,5) disebabkan oleh tingginya konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3

2-) dan Na+ [4].

Hasil pengukuran DO di enam lokasi berkisar antara 1,1-4,9 mg/L (Gambar 3b). Kisaran tersebut menunjukkan masih terdapat sumber air yang berada dibawah batas yang diijinkan sebesar 3-6 mg/L. Nilai DO yang berada dibawah batas yaitu terdapat pada sumber air Manting Utara, Sumber Manting, dan Bama, sedangkan untuk Kajang, Bekol dan Kedung Biru memiliki nilai DO yang tergolong normal berdasarkan ketetapan PP No.82 tahun 2001 [5].

Hasil pengukuran salinitas pada ke enam lokasi berkisar 0-0,2 ‰. Manting Utara, Sumber Manting, Bekol, Bama dan Kajang nilai salinitas 0 ‰, sedangkan Kedung Biru mempunyai nilai salinitas 0,2 ‰. Berdasarkan Effendi [6] kisaran salinitas 0-0,5 tergolong dalam perairan tawar.

Hasil pengukuran konduktivitas (Gambar 3c) di enam lokasi menunjukkan hanya terdapat satu lokasi yang melebihi batas maksimum baik berdasarkan Semwall dan Alkolkar [14] yaitu sumber Kajang, sedangkan untuk lima sumber yang lain tergolong katergori konduktivitas yang baik. Konduktivitas berpengaruh terhadap peningkatan kadar garam atau salinitas. Salintas yang tinggi akan berpengaruh pada produktivitas tanaman karena ketidakmampuan tanaman untuk menyerap air dalam tanah sehingga akan mengalami dampak kekeringan [7].

Suhu air pada enam lokasi sumber air bervariasi, berkisar 28,7-32,60C. Nilai suhu terrendah ditemukan pada Sumber Manting sebesar 28,70C, sedangkan suhu tertinggi terletak pada Kedung Biru sebesar 32,60C. Suhu paling rendah ditemukan di Sumber Manting karena terdapat banyak pohon yang menaungi sehingga suhu lebih rendah dibanding lokasi yang lain. Dilihat pula dari penutupan vegetasi kualitas riparian yang baik berdasarkan indeks QBR yakni dengan skor 85. Skor QBR tinggi pada Sumber Manting karena tingginya persentase penutupan vegetasi, karena banyaknya tanaman dengan habitus pohon [10,12], kubangan masih alami atau tidak termodifikasi oleh manusia.

Gambar 6. Rata-rata nilai pH (a), DO (b), konduktivitas (c), dan suhu (d) di beberapa lokasi minum satwa

Keterangan gambar:

batas baku mutu air golongan III untuk air minum hewan

Gambar 7. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional Baluran berdasarkan kualitas vegetasi riparian

Kualitas vegetasi riarian di sekitar tempat minum satwa yang tereksplorasi digolongkan sangat baik karena

memiliki nilai indeks QBR sebesar ≥ 95, digolongkan

baik karena memiliki nilai indeks QBR antara 75-90, digolongkan cukup baik karena memiliki nilai indeks QBR sebesar 55-70. Kriteria baik dan tidaknya kualitas riparian, dilihat dari banyaknya jumlah pohon yang menaungi, jenis tanaman, dan habitus tanaman [9]. Hasil analisis kualitas riparian di enam lokasi menggunakan indeks QBR menunjukkan bahwa pada enam lokasi sumber air terdapat lima lokasi yang tergolong baik dengan kisaran nilai riparian sebesar 85-80 yaitu Manting Utara, Sumber Manting, Bama, dan Kedung Biru. Nilai riparian terrendah terdapat di Kajang sebesar 70 dengan katergori kualitas riparian cukup baik.

(5)

Gambar 9. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional Baluran berdasarkan banyaknya jenis hewan yang berkunjung dan memanfaatkan

Tempat minum satwa yang digolongkan

memiliki riparian yang sangat baik dan baik yaitu Sumber Manting Utara, Bekol, Bama, dan Kedung Biru digolongkan juga memiliki kualitas ekosistem yang baik berdasarkan jumlah jenis hewan yang berkunjung dan memanfaatkan sumber air tersebut sebagai habitat dan sumber air minum (gambar 9). Banyak ditemukan mamalia yang minum (rusa, monyet, dan lutung), jejak mamalia (babi hutan dan kerbau) di sumber air tersebut. Banyak juga ditemukan amfibi (katak), reptil (ular, tokek, dan biawak), dan serangga air (capung, kumbang air, dan anggang-anggang) yang beraktivitas di sumber air tersebut. Hal ini dikarenakan sumber air tawar tersebut memiliki riparian yang cukup baik, yang sering dimanfaatkan sebagai sumber makanan serta habitat [10]. Hal ini juga berhubungan dengan kualitas air yang baik, yang memenuhi baku mutu air untuk air minum hewan [5]. Kehadiran serangga air, amfibi dan reptil yang melakukan aktivitasnya di sumber air tersebut juga didukung oleh sifat fisikokimia air dangan nilai pH, DO dan konduktivitas yang cocok untuk habitat mereka [9].

Hewan yang ditemukan beraktivitas di sumber air Kajang hanya serangga air (kumbang air), karena kualitas air yang mendukung untuk menjadi habitatnya. Tidak ditemukan hewan yang menggunakan sumber air Kajang sebagai sumber air minum, diduga karena kondisi ekosistem sumber air yang sudah merupakan ekosistem buatan, riparian dan jenis tanaman tidak mendukung sebagai area feeding ground, dan kedalaman sumur yang sulit dijangkau oleh hewan serta kuantitas air yang kecil.

Berdasarkan pemantauan kualitas air terhadap beberapa parameter kualitas fisiko-kimia (pH, DO, konduktivitas, suhu dan salinitas), vegetasi riparian, dan kunjungan hewan, dapat dilakukan pengelompokan wilayah berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis (Gambar 10), selanjutnya dibuat analisis cluster (Gambar 11). Berdasarkan analisis cluster tersebut, pada tingkat 80%, wilayah penelitian terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok 1 (Kubangan bekol, Sumber Manting utara, Sumber Manting, dan Sumber Kedung biru), dan kelompok 2 (Sumber Kajang dan Sumber Bama) yang memiliki karakteristik yang hampir serupa, tingkat kesamaan antara kelompok 1 dana kelompok 2 kurang dari 80%. Pengelompokan kualitas air berdasarkan

kualitas fisiko-kimia, vegetasi riparian dan kunjungan hewan berdasarkan Principal Component Analysis (PCA) memperoleh hasil yang sama dengan analisis cluster. Berdasarkan analisis cluster menunjukkan bahwa kelompok 2 yaitu Sumber Bama dan Sumber Kajang mempunyai kesamaan nilai konduktivitas yang tinggi dibanding yang lainnya. Kubangan Bekol, Sumber Manting utara, Sumber Kedung biru mempunyai nilai yang hampir sama tingginya pada parameter DO, suhu, salinitas, pH, nilai QBR dan kunjungan hewan.

Gambar 10. Pengelompokan wilayah penelitian berdasarkan kualitas fisiko-kimia air, vegetasi riparian, dan kunjungan hewan dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA) menggunakan biplot.

Keterangan: K.B= Kubangan bekol, S.Mu= Sumber Manting utara, S.M= Sumber manting, S.Kb= Sumber Kedung biru, S.K= Sumber Kajang, S.B= Sumber Bama

Gambar 11. Kesamaan habitat sumber air berdasarkan kualitas fisiko-kimia air, vegetasi riparian, dan kunjungan hewan berdasarkan indeks kesamaan Bray-Curtis.

Keterangan: K.B= Kubangan bekol, S.Mu= Sumber Manting utara, S.M= Sumber manting, S.Kb= Sumber Kedung Biru, S.K= Sumber Kajang, S.B= Sumber Bama Keterangan gambar:

batas kesamaan lokasi (80%)

KESIMPULAN

(6)

ditunjukkan oleh nilai pH sebesar 7, DO sebesar 5 mg/L, dan konduktivitas sebesar 550 μS/cm.

Sumber Bama, Kedung Biru, dan Manting Utara digolongkan mempunyai kualitas ekosistem perairan yang baik juga karena kondisi sumber air yang masih alami tanpa modifikasi manusia. Sumber Manting dan Kajang sudah dimanfatkan oleh masyarakat untuk cuci dan minum, serta dibuat kubangan buatan (dari semen), sehingga kondisi menjadi tidak alami. Kubangan Bekol merupakan kubangan buatan sebagai tempat minum hewan di Savana Bekol, dan masih memiliki kualitas air yang sangat baik untuk air minum hewan.

Berdasarkan analisis QBR ditunjukkan bahwa empat dari enam sumber air yaitu Manting Utara, Sumber Manting, Bama, dan Kedung Biru berada di area dengan kualitas vegetasi riparian yang baik, dengan skor indeks QBR 80-85. Vegetasi riparian yang paling terdegradasi terdapat di Kajang akibat adanya bangunan sipil. Berdasarkan kunjungan dan banyaknya jenis hewan, hampir semua lokasi sumber air yang terksplorasi mempunyai ekosistem dan kualitas air yang baik, karena masih banyak jenis hewan yang ditemukan beraktifitas di sumber air tersebut, didukung dengan kondisi sumber air tersebut yang masih alami, tanpa ditemukan modifikasi dan aktifitas manusia.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada tim dosen dan asisten mata kuliah Survei dan Manajemen Data Sumber Daya Hayati yang telah mendampingi mahasiswa dalam pelaksanaan penelitian lapang di Taman Nasional Baluran. Terimakasih juga kepada petugas Taman Nasional Baluran Resort Bama dan Perengan yang telah mendampingi ketika pelaksanaan penelitian lapang.

DAFTAR PUSTAKA

[1]Alifianto, F., R. Azrianingsih, B. Rahardi. 2013. Peta Persebaran Porang (Amorphophallus muelleri Blume) Berdasarkan Topografi Wilayah di Malang Raya. Jurnal Biotropika. Edisi (1) No.2.

[2]balurannationalpark.web.id. 2008. Peta Kerja Taman Nasional Baluran. Diakses Tanggal 17 September 2013.

[3]balurannationalpark.web.id. 2008. Iklim dan

Topografi Taman Nasional Baluran.

balurannationalpark.web.id/iklim-dan-topografi/. Diakses 1 Desember 2013.

[4]Bauder, T.,R.M. Waskom, P.L. Sutherland dan J.G. Davis. 2011. Irrigation Water Quality Criteria. Colorado State University. Cooperative Extension. 7/03.

[5]Depkes. 2008. Peraturan Pemerintah. No. 82 Tahun 2001. Tetang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 19 November 2013

[6]Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air (Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

[7]Fernandez, Nelson., Ramirez, Alberto., dan Solano, Fredy. 2008. Physico-chemical Water Quality Indice. Department of Environmental Quality. Universidad de Pamplona. Colombia.

[8]Joshi, D.M., A. Kumar dan N. Anggrawal. 2009. Assesment of the Irrigation Water Quality of River Ganga in Haridwar Distric. Rasayan Journal of Chemistry. 2(2):285-292.Joshi dkk., 2009).

[9]Munne, A., N. Prat, C. Sola, N. Bonada, and M. Rieradevall. 2003. A simple field method for assessing the ecological quality of riparian habitat in rivers and streams: QBR index, Aquatic Conservation: Mar. Freshw. Ecosyst, 13:147-163. [10]Nasir, D.M., A. Priyono, M. D. Kurrini. 2003.

Keanekaragaman Amphibi (ordo Anura) di Sungai Ciapus Leutik, Bogor, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[11]Pengendali Ekosistem Hutan. 2006. Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan: Labelisasi Pohon.

[12]Philips, Don., Burdick, Connie., Merja, Becky., dan Brown, Norm. 2009. Assesment of Ecosystem Serivices Provided by Urban Trees. Technical Report Public Lands Within the Urban Growth Boundary of Corvalis, Oregon.

[13]Pratiwi, A. 2005. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa di Taman Nasional Baluran. Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. [14]Semwal, N dan P. Akolkar. 2011. Suistability of

Irrigation Water Quality of Canals in NCR Delhi. International Journal of Basic and Applied Chemical Sciences. 1(1):60-69

[15]Tim Pengendali Ekosistem Hutan. 2007. Pemantauan Sumber Air Minum Satwa. Laporan Kegiatan

Pengendali Ekosistem Hutan.

balurannationalpark.web.id. Diakses tanggal 17 September 2013.

Gambar

Gambar 3. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional Baluran berdasarkan kuantitas air dan profil kubangan
Gambar 6. Rata-rata nilai pH (a), DO (b), konduktivitas (c), dan suhu (d) di beberapa lokasi minum satwa
Gambar 9. Peta beberapa tempat minum satwa di Taman Nasional  Baluran berdasarkan banyaknya jenis hewan yang berkunjung dan memanfaatkan

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini dijalankan dengan tujuan untuk membangunkan Modul Pendekatan Pengajaran Berasaskan Otak dengan Integrasi i-Think dan Brain Gym dan menilai

Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh budaya etis organisasi dan orientasi etika (idealisme-relativisme) terhadap sensitivitas etika (yang digambarkan sebagai kemampuan

Penelitian ini dilakukan semata-mata untuk menambah wawasan mengenai penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan Good Corporate Governance pada lembaga perbankan syariah

Jenis pakan yang diujicobakan terdiri dari daun sirsak sebagai tanaman utama, daun kaliki dan jarak pagar sebagai perlakuan terhadap banyaknya konsumsi pakan. Berdasarkan

Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kasus Carpal Tunnel Syndrome adalah Infra Red (IR), Ultrasound , Trancutaneus Elctrical Nerve Stimulation (TENS),

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

Orang yang sangat berperan dalam nengatur aktifitas proses belajar mengajar adalah kepala sekolah sebagai pemimpin serta bertanggungjawab terhadap pelaksanaan semua

Aku akan membuat tuan muda Russel Matthew yang terhormat tidak tertarik dengan rumah ini." Brenda mengedipkan sebelah matanya pada