• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Derajat Deasetilasi Kitosan Dari Cangkang Belangkas (Tachypleus Gigas) Yang Diikat Silang Dengan Modifikasi Genipin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Derajat Deasetilasi Kitosan Dari Cangkang Belangkas (Tachypleus Gigas) Yang Diikat Silang Dengan Modifikasi Genipin"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin dan Kitosan

Kitin adalah polisakarida alami seperti selulosa, dekstran, alginat, dan sebagainya yang dapat terdegradasi secara alami dan non-toksik. Kitin merupakan polisakarida rantai linier dengan rumus β (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-D-glucopyranosa, sedangkan kitosan adalah deasetilasi kitin. Kitin ditemukan pada fungi dan arthropoda, merupakan komponen utama penyusun eksoskeleton (Merck Index, 1976).

(2)

Gambar 2.1 Struktur kitin, kitosan, dan selulosa

2.1.1 Kitin pada belangkas

Selulosa

Kitin

(3)

Kitin banyak ditemukan pada arthropoda yaitu krustacea (kerangka luar udang, kepiting, lobster, belangkas), insekta, arachnida, dan sebagainya. Belangkas termasuk ordo Xiphosura, terdiri dari hanya empat spesies yang masih tersisa yaitu Limulus polyphemus, Tachypleus gigas, T. tridentatus, dan Carcinoscorpius

rotundicauda (Qin, 2002). Belangkas memiliki panjang hingga 60cm, berekor, sekali bertelur sekitar 20.000 yang diletakkan betina dalam lubang-lubang pasir yang digalinya di pantai.

Pada cangkang belangkas (berbeda dengan kepiting dan krustacea lainnya) tidak memiliki komponen kalsium pada bahan kitin. Penelitian tentang kitin belangkas dilakukan oleh Rutherford dan Dunson (1984) mengenai permeabilitas film kitin yang diisolasi dari cangkang belangkas Limulus, sedangkan kitin dan kitosan dari Tachypleus gigas tampaknya belum ada diteliti.

2.1.2 Pengolahan kitin dan kitosan

Kitin secara komersial umumnya diekstraksi dari kulit udang, cangkang kepiting yang diperoleh dari limbah industri pengolahan. Proses ekstraksi kitin dari kulit udang dan cangkang kepiting secara kimia merupakan proses yang relatif sederhana. Ada beberapa metode dasar ekstraksi kitin yang banyak dikembangkan dalam berbagai penelitian, seperti metode Hackman; Whistler dan BeMiller; Horowitz, Roseman, dan Blumenthal; Foster dan Huckman; Takeda dan Katsuura; Broussignac. Sedangkan metode dasar deasitelasi kitin menjadi kitosan antara lain

(4)

Fujita; Peniston dan Johnson (Muzzarelli,1977). Alternatif lainnya untuk menggantikan proses ekstraksi kitin-kitosan cara asam-basa yaitu proses fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme bakteri proteolitik dan bakteri asam laktat (Peberdy,1999).

Kitin yang terdapat pada kulit atau cangkang ini masih terikat dengan protein, CaCO3, pigmen, dan lemak. Berbagai teknik dilakukan untuk memisahkannya, tetapi pada umumnya melalui tiga tahapan yaitu demineralisasi dengan HCl encer, deproteinisasi dengan NaOH encer (setelah tahap ini diperoleh kitin) dan selanjutnya deasetilasi kitin menggunakan NaOH pekat (Brine, 1984 dan Shahidi et al., 1999).

Beberapa penelitian menggunakan proses deproteinisasi dan demineralisasi yang berbeda, ada yang demineralisasi dulu kemudian deproteinisasi atau sebaliknya. Pilihan-pilihan pengolahan tergantung dari tujuan penggunaan kitosan.

2.1.2.1 Deproteinisasi

Proses deproteinisasi menggunakan berbagai pereaksi seperti Na2CO3, NaHCO3, KOH, Na2SO4, Na2S, Na3PO4, dan NaOH yang lebih banyak digunakan. Perlakuan dengan larutan NaOH bervariasi antara 0,25N hingga 2,5N, dengan berbagai variasi suhu dan lama perendaman seperti pada Tabel 1 (Roberts, 1992).

Tabel 2.1 Kondisi Perlakuan dengan NaOH pada Proses Deproteinisasi Sumber

*

(5)

NaOH (N) (oC) (Jam)

Penggunaan enzim untuk memisahkan protein juga dilakukan dalam beberapa penelitian, diantaranya dengan pepsin, tripsin, enzim proteolitik seperti tuna proteinase dan papain, setelah didemineralisasi sebelumnya dengan suatu zat. Perlakuan dengan enzim ini masih menyisakan protein sekitar 5% yang memerlikan proses lanjutan (Roberts, 1992).

2.1.2.2 Demineralisasi

(6)

0,275-1 N, dengan kisaran suhu perendaman -20oC sampai dengan 22oC (Tabel 2). Perendaman pada suhu kamar lebih banyak dilakukan untuk meminimalkan hidrolisis pada rantai polimer (Roberts, 1992). Proses demineralisasi bertujuan untuk memisahkan kitin dari CaCO3.

(7)

2,0 2,0

Sk Sk

5 48 *

Sk : suhu kamar Roberts (1992)

Khusus pada belangkas spesies Limulus, berdasarkan penelitian Rutherford dan Dunson (1984), proses demineralisasi tidak dilakukan karena kitin yang terdapat pada cangkang tidak terikat dengan senyawa kalsium. Kenyataan ini mengakibatkan proses ekstraksi kitin dari cangkang belangkas menjadi lebih singkat, hanya memerlukan proses deproteinisasi.

2.1.2.3 Deasetilasi

(8)

Proses deasetilasi kimiawi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetilkitin melalui perebusan dalam larutan alkali konsentrasi tinggi. Hwang dan Shin (2000) menggunakan larutan NaOH 40% dalam proses deasetilasi kitin, pada suhu 70oC selama 6 jam yang menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 92%. Derajat deasetilasi kitosan tergantung dari konsentrasi alkali yang digunakan, lama reaksi, ukuran partikel kitin, dan berat jenis.

Makin tinggi konsentrasi alkali yang digunakan, makin rendah suhu atau makin singkat waktu yang diperlukan dalam proses ini. Rigby dan Dupont dalam Roberts (1992) membuat beberapa variasi deasetilasi seperti 5% NaOH, 150oC, 24 jam; 40% NaOH, 100oC, 1 jam.

2.1.3 Sifat-sifat Kimia Kitin dan Kitosan

Sebagian besar polisakarida yang terdapat secara alami seperti selulosa, dekstran, pektin, asam alginat, agar, karagenan bersifat netral atau asam dialam, sedangkan kitosan termasuk polisakarida yang bersifat basa (Kumar, 2000). Sifat kitosan lainnya yang unik yaitu dapat dibentuk berupa lapisan tipis seperti film (Caner, et al., 1998), mencegah peroksidasi lemak (Raharjo, 2000), dapat mengkelat ion-ion logam dan sebagainya.

(9)

air, alkohol dan hampir semua pelarut-pelarut organik. Kitin dapat larut dalam asam klorida, asam sulfat, dan asam posfat pekat (Merck Index, 1976); dalam larutan Dimetilasetamida-LiCl dan asam formiat 98-100% (Roberts, 1992). Hidrolisis kitin dengan asam pada kondisi tertentu, (Chang, 1992), menghasilkan olygosakarida yang terdiri dari N-asetil-chito-olygosakarida.

Kitosan dengan bentuk amino bebas tidak selalu larut dalam air pada pH lebih dari 6.5, sehingga memerlukan asam untuk melarutkannya (Sandford dan Hutchinhs, 1987). Kitosan larut dalam asam asetat dan asam formiat encer. Adanya 2 gugus hidroksil pada kitin, sedangkan kitosan dengan 1 gugus amino dan 2 gugus hidroksil merupakan target dalam melakukan modifikasi kimiawi (Hirano, et al., 1987). Modifikasi kitosan dengan berbagai teknik (cross-linked, acylasi) telah diteliti kurita (1987) untuk mengembangkan efesiensinya sebagai adsorben kation-kation logam.

Sifat kation kitosan adalah linier polielektrolit, bermuatan positif, flokulan yang sangat baik, pengkelat ion-ion logam. Sifat biologi kitosan adalah non-toksik, biodegradable, polimer alami; sedangkan sifat kimia seperti linier poliamin, gugus amino, dan gugus hidroksil yang aktif. Aplikasi kitosan dalam berbagai bidang tergantung sifat-sifat kationik, biologi, dan kimianya (Sandford dan Hutchings, 1987)

(10)

Karakteristik kitosan yang paling sering dianalisa adalah viskositas, derajat deasetilasi, berat molekul, pH, residu protein, kadar air, kadar abu, kandungan lemak. Kadar logam berat, warna dan lain-lain yang bersangkutan dengan tujuan penggunaan. Menurut Roberts (1992), standar mutu kitosan maupun polimernya belum ada, sehingga analisa kitosan ditujukan untuk menentukan karakterisasi yang berhubungan dengan sumber bahan kitosan dan tujuan penggunaannya.

Secara umum grade kitosan dikelompokkan atas pemanfaatannya pada berbagai bidang dan sumber bahan, seperti untuk farmasi dan kosmetika, untuk bahan pangan dan untuk aplikasi teknis lainnya. Kitosan yang hndak diaplikasikan dibidang farmasi dan medis memiliki kreteria khusus, seperti tidak adanya cemaran logam berat atau residu protein, sifat-sifat fisik, aktivitas biologi, tingkat kemurnian kimia dan mikrobiologi (Roberts, 1992).

(11)

Berat molekul merupakan salah satu parameter yang dapat membedakan kitin dan kitosan dengan adanya pengurangan berat molekul pada kitosan akibat proses deasetilasi yang menghilangkan gugus asetil pada kitin.

Metode yang paling sederhana untuk menentukan berat molekul dari kitin dan kitosan yaitu dengan viskometri (Kumar, 2000). Pada metoda ini berat molekul polimer ditentukan dengan persamaan Mark-Houwink, yaitu:

Dimana K dan α merupakan tetapan yang khas untuk sistem polimer-pelarut tertentu (Sopyan, 2001). Harga viskositas intrinsik atau [η] diperoleh dari nilai viskositas spesifik (ηsp) pada konsentrasi mendekati nol.

Viskositas spesifik (ηsp) dapat ditentukan dengan mengetahui waktu alir larutan dan pelarut pada alat viskometer.

[η] = K.Mα………...…(1)

ηsp= ………(2) t

to

ηsp/C = [η] + KI[η]2C ………(Persamaan Huggins)

(12)

Dimana t adalah waktu alir larutan dan to adalah waktu alir pelarut ( Firman, 1991)

2.1.4.2 Derajat Deasetilasi

(13)

Penentuan derajat deasetilasi dari kitin dan kitosan merupakan analisa kuantitatif dari spektroskopi FTIR dapat dilakukan berdasarkan spektra inframerah yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan Domszy dan Robers (Khan, 2002).

%D = 100 – [(A1665/ A3450 Dimana:

) x 100/1,33]

A1665 = absorbansi pada bilangan gelombang 1665 cm A

-1

3450 = absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm 1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A

-1

1665/A3450 asetilasi penuh

untuk kitosan dengan

Metode yang digunakan untuk menentukan absorbsi pada spektra inframerah adalah metode garis dasar (base line). Dengan metode ini , transmitan pada bilangan gelombang yang diinginkan ditentukan dengan memperbandingkan jarak antara dasar pita dan puncak pita pada bilangan gelombang yang diinginkan tersebut, yang secara matematis diberikan melalui persamaan berikut ini:

Karena absorbansi merupakan logaritma negatif dari transmitan, maka absorbansi dapat dinyatakan sebagai berikut:

I

Transmintan (T) = ………..(3)

(14)

Dengan I dan Io merupakan intensitas sisa dan intensitas awal.

Kebanyakkan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus %T. tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu direkam sebagai 100%T (dalam keadaan ideal). Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan %T dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana %T menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis dasar (baase line), yang didalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas (Fessenden,1992)

2.2 Genipin

(15)

Medical School menunjukkan bahwa bahan kimia tersebut memang efektif.

Gambar 2.2 Struktur Genipin (Methyl (1R,2R,6S)-2-hydroxy-9-(hydroxymethyl)-3-oxabicyclo[4.3.0]nona-4,8-diene-5-carboxylate

2.2.1 Isolasi Genipin dari Buah Kacapiring

(16)

Kacapiring berasal dari Cina dan Jepang. Bisa ditemukan sebagai tanaman hias di pakarangan pada daerah pegunungan dengan ketinggian 400 m dpl dan baru berbuah jika ketinggian sekitar 3.000 kaki dpl.

Buah kacapiring rasanya pahit,namun berfungsi sebagai pembersih panas dan api, menyejukkan darah, membuang racun, serta menghilangkan lembab untuk kulit berminyak. Sudah lama buah kacapiring digunakan secara tradisional, antara lain untuk anti radang,mengobati radang hati (hepatitis), sakit kuning, pereda demam (antipiretik), kolagogum, dan tekanan darah tinggi (hi-pertensi). Juga efektif untuk menyembuhkan radang saluran kemih, perdarahan dan melancarkan sirkulasi darah (Dalimartha, dr. Setiawan. 2003)

(17)

sebagai perantara untuk sintesis alkaloid. Konsentrasi genipin dalam buah kacapiring agak rendah (sekitar 0,005-0,01%), sementara geniposide berada dalam kisaran 3,06-4,12% (Cao, Wang, & Jia, 2011)

2.3 Tripoliposfat

Tripolifosfat atau biasa disebut natrium polifosfat (sodium trypoliphosphate) merupakan suatu serbuk atau granul berwarna putih dan bersifat sedikit higroskopis. Tripolifosfat bersifat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Tripolifosfat ada yang berbentuk garam natrium yang terdapat dalam bentuk anhidrat maupun heksahidratnya. Tripolifosfat biasa digunakan sebagai bahan tambahan antara lain sebagai senyawa pembentuk tekstur.

Gambar 2.3 Rumus Struktur Natrium Tripolifosfat

O O O

(18)

Tripolifosfat adalah polinion non-toksik dapat berinteraksi dengan kitosan melalui gaya elektrostatik untuk membentuk ion pengikat silang (crosslinked ion) jaringan. Tripolifosfat juga dapat digunakan untuk pembuatan kitosan mikropartikel karena kemampuan gel yang cepat (Fwu-Long Mi, 2003)

2.4 Kadar Ikat Silang

Kitosan yang berupa edible film dengan ukuran tertentu ditimbang kemudian dibenamkan dalam 10,0 mL larutan genipin 100,0 ppm selama 24 jam. Kemudian, diambil dan dimasukkan ke dalam akuades untuk disetimbangkan. Jumlah genipin yang terikat pada edible film dan yang tak terikat diukur dengan metode spektrofotometrik (Santoso, E. ISBN 979). Kadar ikat silang (QCL kitosan ditentukan dengan persamaan (5) :

WG: massa genipin terikat silang dengan kitosan dan WT : massa edible film kitosan

WG

(19)

Semakin besar kadar ikat silang maka semakin besar derajat deasetilasi kitosan berarti semakin besar pula jumlah gugus amina dalam rantai polimernya, dan semakin besar pula rantai polimer tersebut untuk bereaksi dengan agen ikat silang genipin, yang reaksinya ditunjukkan pada gambar 4.3 (Santoso, E. ISBN 979)

2.5 Pengembangan (Swelling Degree) dan Tingkat Kelarutan (Dissolution)

Kadar pengembangan dilakukan dengan menggunakan buffer fosfat saline (PBS) pada pH 7,4. Tingkat pengembangan diukur setelah 24 jam perendaman. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi biokompatibilitas biomaterial adalah kadar airnya: penghisapan matriks polimer yang memadai jumlah air menunjukkan sifat yang mirip dengan jaringan hidup dalam hal stabilitas fisiologis, tegangan antarmuka rendah dan permeabilitas untuk biomolekul (Toda Turo, 2011). Sementara tingkat kelarutan dilakukan setelah selang beberapa hari Persentase pengembangan adalah dihitung sebagai:

Ws – Wo

(20)

Dimana Wo adalah bobot contoh sebelum pengembangan dan Ws merupakan bobot contoh setelah pengembangan (g)

Setelah pengeringan pada 37 ◦C selama 48 jam dalam oven vent, sampel ditimbang lagi dan persentase kelarutan dihitung sebagai:

Dimana Wd merupakan bobot contoh kering. Uji kelarutan ini mempunyai tujuan untuk mempelajari stabilitas mereka dalam larutan air. Tingkat kelarutan kitosan mikropartikel berhubungan dengan tingkat ikat silangnya. Kelarutan kitisan mikopartikel yang tinggi menunjukkan rendahnya ikat silang kitosan mikropartikel tersebut (Jesada, Mangkorn, Prasong, 2010).

2.6 Scanning Mikroskop Elektron (SEM)

Wd – Wo

(21)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5 – 10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbsi elektron.

Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat perubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dimana alat yang biasa digunakan adalah SEM.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan.

(22)

2.7 Spektroskopi IR dan FTIR

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM melalui absorbansi radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan gelombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain. (Sudarmadji, 1989).

(23)

Jumlah energi yang diserap juga bervariasi untuk setiap ikatan. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan momen ikatan sewaktu absorbsi. Ikatan nonpolar (C-H atau C-C) pada umumnya memberikan absorbsi lemah, sedangkan ikatan polar (C-O) akan terlihat sebagai absorbsi yang kuat.

Tabel 2.3 Beberapa daerah penting pada spektrum inframerah dari senyawa kitin dan kitosan berdasarkan gugus-gugus yang ada diberikan

Ikatan yang menyebabkan absorbs Bilangan gelombang (cm-1)

Alkana

C-H dari metil (-CH3 C-H dari metilen

)

Alkohol

O-H dari alkohol primer (-CH2 C-O dari alkohol primer (-CH

OH)

2 O-H dari alkohol sekunder (-CHOH)

OH)

C-O dari alkohol sekunder (-CHOH)

(24)

N-H dari amida sekunder (-CONH-) C-O dari amida sekunder (-CONH-)

Amina

N-H dari amina sekunder (R-NH2 C-O dari amina primer

)

Eter

C-O dari eter jenuh asiklik

C-H dari eter jenuh asiklik C-O dari eter siklik

3430-3140s 1700-1630

3500-3400s 1340-1250

1150-1080k

2830-2815 1140-1070k

*Silverstein (1986)

Keterangan: k = kuat dan s = sedang

(25)

Gambar

Gambar 2.1 Struktur kitin, kitosan, dan selulosa
Tabel 2.2 Kondisi Perlakuan dengan HCl pada Proses Demineralisasi*
Gambar 2.3 Rumus Struktur Natrium Tripolifosfat
Tabel 2.3 Beberapa daerah penting pada spektrum inframerah dari senyawa kitin dan

Referensi

Dokumen terkait

PERTAMA : Penyelenggara Ujian Nasional melalui rapat dewan guru menetapkan kelulusan peserta didik berdasarkan kreteria kelulusan sebagaimana yang diatur oleh Peraturan

[r]

Bioac vity and gene c screening of ac nobacteria associated with red algae Gelidiella acerosa were conducted to discover new an bacterial compounds against Vibrio alginoly cus.. A

Potensi simpanan karbon tingkat tiang yang terdapat di Hutan Penelitian Dramaga yaitu 8,10 ton/ha, sehingga bila diestimasikan pada luasan lokasi penelitian maka

Pada penelitian ini didapatkan hasil wawancara terstruktur yang menjawab pertanyaan yang merasakan adanya perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi tanpa stimulasi

EFEKTIVITAS PESAN IKLAN INDOSAT IM3 SERU ANTI GALAU DI TELEVISI VERSI “LOE GUE END” PADA MASYARAKAT DI SURABAYA (Studi Deskr iptif Kuantitatif tentang

Fungsi kidung-kidung suci di atas sebagai nasihat agar semua para Umat Hindu menurut pada perintah dari ajaran agama yang dipercayai untuk memuja kepada Tuhan Sang Hyang

Natalina Aritonang : Kajian Kuantitatif Pelapukan Pedokimia(C → A)pada Tanah Berbahan Induk Tuff Dasit di