• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan An (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan An (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Semua sel hidup memerlukan material untuk bertahan hidup dan melakukan fungsi kerja yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Perubahan massa sel darah merah menimbulkan dua keadaan yang berbeda, jika jumlah sel darah merah kurang, maka timbul anemia.

Anemia adalah tanda dari suatu proses perjalanan penyakit yang dapat diidentifikasikan karena anemia bukan penyakit yang spesifik. Telah diketahui secara umum anemia yang berat dapat membuat shock, biasanya gejalanya tidak diperhatikan oleh penderita.

Beberapa ahli epidemiologi mengkalkulasikan sedikitnya satu setengah populasi di dunia yang menderita anemia. Data tersebut memberi gambaran bahwa masalah anemia perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik karena kalau tidak akan menimbulkan komplikasi. Dalam hal ini perawat penting memberi penyuluhan tentang istirahat, pola makanan yang baik serta pengobatan yang teratur untuk membantu dalam proses penyembuhan dan peningkatan penyakit.

1. 2 Rumusan Masalah

1.2. 1 Apakah pengertian dari anemia? 1.2. 2 Apakah etiologi dari anemia? 1.2. 3 Apakah patofisiologi dari anemia? 1.2. 4 Apa saja klasifikasi dari anemia? 1.2. 5 Apa saja manifestasi dari anemia? 1.2. 6 Apa saja komplikasi dari anemia?

1.2. 7 Bagaimana asuhan keperawatan dari anemia?

1. 3 Tujuan

1.3. 1 Untuk mengetahui pengertian dari anemia. 1.3. 2 Untuk mengetahui etiologi dari anemia. 1.3. 3 Untuk mengetahui patofisiologi dari anemia. 1.3. 4 Untuk mengetahui klasifikasi anemia. 1.3. 5 Untuk mengetahui komplikasi dari anemia.

1.3. 6 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari anemia.

1. 4 Manfaat

(2)
(3)

BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium (Price & Wilson,2006).

Terdapat berbagai macam anemia. Sebagian akibat produksi sel darah merah tidak mencukupi, dan sebagian lagi akibat sel darah merah prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Faktor penyebab lainnya meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, dan penyakit kronis. Anemia kekurangan besi adalah anemia yang terbanyak di seluruh dunia.

2. 2 Etiologi

a) Hemolisis (eritrosit mudah pecah) b) Perdarahan

c) Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)

d) Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper

Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:

a) Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

b) Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.

c) Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.

(4)

e) Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).

f) Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12. g) Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada

kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah.

h) Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

2. 3 Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (mis., berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).

Lisis sel darah merah (disolusi), terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini, bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma. (Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar di atas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera.)

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia ↓

viskositas darah menurun ↓

(5)

penurunan transport O2 ke jaringan ↓

hipoksia, pucat, lemah ↓

beban jantung meningkat ↓

kerja jantung meningkat ↓

payah jantung

PATHWAY ANEMIA (Patrick Davey, 2002)

2. 4 Klasifikasi Anemia 2.4.1 Anemia Aplastik

(6)

retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak. Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. Anemia aplastik idiopatik diyakini dimediasi secara imunologis, dengan T limfosit pasien menekan sel-sel induk hematopoietik.

Penyebab-penyebab sekunder anemia aplastik (sementara atau permanen) meliputi berikut ini:

1. Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun 2. Agen antineoplastik atau sitotoksik

3. Terapi radiasi 4. Antibiotik tertentu

5. Berbagai obat seperti antikonvulsan, oat-obat tiroid, senyawa emas, dan fenilbutazon

6. Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organik, dan insektisida (agen yang diyakini merusak sumsum tulang secara langsung)

7. Penyakit-penyakit virus seperti mononukleosis infeksiosa dan human immunodeficiency virus (HIV); anemia aplastik setelah hepatitis virus terutama berat dan cenderung fatal.

Kompleks gejala anemia aplastik disebabkan oleh derajat pansitopenia. Tanda-tanda dan gejala-gejala meliputi anemia, disertahi kelelahan, kelemahan, dan napas pendek saat latihan fisik. Tanda-tanda dan gejala-gejala lain diakibatkan oleh defisiensi trombosit dan sel-sel darah putih. Defisiensi trombosit dapat menyebabkan (1) ekimosis dan petekie (perdarahan di dalam kulit), (2) epistaksis (perdarahan hidung), (3) perdarahan saluran cerna, (4) perdarahan saluran kemih dan kelamin, (5) perdarahan siste saraf pusat. Defisiensi sel darah putih meningkatkan kerentanan dan keparahan infeksi, termasuk infeksi bakteri,virus, dan jamur.

Aplasia berat disertai penurunan (kurang dari 1%) atau tidak adanya retikulosit, jumlah granulosit kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit kurang dari 20.000

menyebabkan kematian akibat infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Sepsis merupakan penyebab tersering kematian.

(7)

keseluruhan yang baik. Pada perdarahan atau infeksi, penggunaan yang bijaksana terapi komponen darah (sel-sel darah merah dan trombosit) serta antibotik menjadi penting.

Pada individu muda dengan anemia aplastik berat yang sekunder akibat kerusakan sel induk, diindikasikan untuk melakukan transplantasi sel induk alogenik dengan donor yang cocok (saudara kandung dengan histocompatible leukocyte antigens [HLA] manusia yang cocok). Angka keberhasilan secara keseluruhan melebihi 80% pada pasien-pasien yang sebelumnya tidak ditransfusi. Pada pasien-pasien-pasien-pasien yang lebih tua dengan anemia aplastik atau pada kasus yang diyakini dimediasi secara imunologis, antibodi yang mengandung-globulin antihimosit (ATG) terhadap sel-sel T digunakan bersama dengan kortikosteroid dan siklosporin memberi manfaat pada 50% hingga 60% pasien. Respon sangat diharapkan dalam waktu 4 hinggan 12 minggu. Secara umum, respons ini parsial tetapi cukup tinggi untuk meningkatkan perlindungan pada pasien-pasien dan memungkinkan kehidupan yang lebih nyaman.

2.4.2 Anemia Defisiensi Besi

Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering dijumpai pada perempuan usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Penyebab-penyebab lain defisiensi besi adalah; (1) asupan besi yang tidak cukup, misal, pada bayi-bayi yang hanya diberi diet susu saja selama 12-24 bulan dan pada individu-individu tertentu yang vegetarian ketat; (2) gangguan absorpsi setelah gastrektomi; dan (3) kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat polip, neoplasma, gastritis, varises esofagus, ingesti aspirin, dan hemoroid.

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 4 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya. Lebih dari dua pertiga besi terdapat di dalam hemoglobin. Besi dilepas dengan semakin tua serta matinya sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Dengan pengecualian mioglobin (otot) dan enzim-enzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit, sisa zat besi disimpan di dalam hati, limpa, dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.

(8)

serta sakit. Dapat juga terjadi stomatitis angularis, pecah-pecah disertai kemerahan dan nyeri di sudut mulut.

Untuk mengobati defisiensi besi, penyebab mendasar anemia harus diidentifikasi dan dihilangkan. Intervensi pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif akibat polip, ulkus, keganasan, dan hemoroid; perubahan diet dapat diperlukan untuk bayi-bayi yang hanya diberi susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat meningkatan besi yang tersedia, suplementasi besi diperluan untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan cadangan besi.

2.4.3 Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik (sel darah merah besar) diklasifikasikan secara morfologis sebagai anemia makrositik normokromik. Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan gangguan sintesis

DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti. Defisiensi-defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik, infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta sebagai akibat agens-agens kemoterapeutik. Pada individu dengan infeksi cacing pita yang disebabkan oleh ingesti ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan pejamunya untuk mendapat vitamin B12 di dalam makanan yang diingesti, yang menyebabkan anemia megaloblastik.

Walaupun anemia pernisiosa khas pada anemia megaloblastik, defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktik klinis. Anemia megaloblastik sering terlihat sebagai malnutrisi pada orang yang lebih tua, pecandu alkohol, atau remaja, dan pada perempuan selama kehamilan, saat permintaan untuk mencukupi kebutuhan janin dan laktasi meningkat. Permintaan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan, dan hipertiroidisme. Penyakit seliak dan stomatitis tropik (tropical sprue) juga menyebabkan malabsorpsi, dan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga memengaruhi.

(9)

meradang, nyeri), diare, dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun. Sumsum tulang pada pasien anemia megaloblastik.

Seperti yang telah disebutkan, pengobatan bergantung pada pengidentifikasian dan penghilangan penyebab yang mendasarinya. Pengobatan ini meliputi memperbaiki defisinesi diet dan terapi penggantian dengan asam folat vitamin B12.

Pasien-pasien pecandu alhkool yang dirawat di rumah sakit sering memberi respons “spontan” jika diberikan diet seimbang.

2.4.4 Anemia Sel Sabit

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebkan oleh kelainan struktur homoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu rantai pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapatbanyak hemoglobin abnormal dengan berbagai derajat gejala, bervariasi dari tidak ada sampai berat.

Penyakit sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orang tua. Oleh karena itu, pasien homozigot. Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan hanya dari salah satu orang tua) dikatakan memiliki sifat sel sabit. Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup yang normal.

Tanda dan gejala yang terjadi sebagai akibat dari penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan infark pada berbagai organ, seperti ginjal, paru, dan sistem saraf pusat. Bayi-bayi biasanya asimtomatik selama 5 sampai 6 bulan karena adanya hemoglobin fetus (Hb F), yang cenderung menghambat pembentukan sabit. Manifestasi klinis meliputi sindrom kegagalan-perkembangan, gangguan tumbuh dan kembang, dan seringnya episode infeksi bakteri, terutama infeksi pneumokokus. Ada awalnya limpa membesar; akan tetapi karena adanya infark berulang, limpa menjadi atrofi dan tidak berfungsi sebelum anak mencapai usia 8 tahun. Proses ini disebut sebagai autosplenektomi. Kerentanan terhadap infeksi menetap seumur hidup. Harapan hidup berkurang akibat infark yang menyebabkan gagal organ.

(10)

hingga beberapa hari. Insiden krisis menurun dengan bertambahnya usia. Dapat juga terjadi krisis aplastik, terutama pada anak-anak, disertai penghentian fungsi sumsum tulang yang intermiten dan penurunan jelas eritropoesis serta jumlah retikulosit. Krisis sekuestrasi visera disertai pembentukan sabit dan pengumpulan darah, terutama di dada, merupakan penyebab utama kematian.

Sering terjadi tanda-tanda pada jantung akibat anemia, seperti takikardia atau bising. Dapat juga terjadi pembesaran jantung dan gagal jantung kongestif. Terkenanya ginjal dapat dibuktikan dengan adanya gangguan kemampuan pemekatan urine, dan infark berulang dapat menyebabkan nekrosis papila dan hematuria. Infeksi atau infark paru berulang (atau keduanya) mengganggu fungsi paru. Infark sistem saraf pusat (“stroke”), walaupun jarang, dapat menyebabkan berbagai derajat hemipelgia. Dapat ditemukan ulkus tungkai kronis di atas pergelangan kaki dan di sepanjang sisi media tibia. Karena meningkatnya pemecahan SDM, pasien sering terlihat ikterus dan mengalami kolelithiasis (batu empedu) yang sekunder akibat peningkatan bilirubin. Tampilan fisik berkisar dari kurus astenik hingga perkembangan normal.

2. 5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung (Sjaifoellah, 1998).

2. 6 Komplikasi

(11)

2. 7 Asuhan Keperawatan 2.7.1 Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).

Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi : 1) Aktivitas / istirahat

1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

2.7.3 Intervensi

1) Dx 1: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.

Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji kemampuan ADL pasien. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

2. Kaji kehilangan atau

gangguankeseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot

Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.

3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

(12)

oksigen adekuat ke jaringan. 4. Berikan lingkungan tenang, batasi

pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan

Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.

5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).

Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

2) Dx 2: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).

Tujuan : Infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.

INTERVENSI RASIONAL

1. Tingkatkan cuci tangan yang baik; oleh pemberi perawatan dan pasien.

Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan: pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.

(13)

3) Dx 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda mal nutrisi. Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.

Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.

2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.

Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.

3. Timbang berat badan setiap hari. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi

4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.

Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster

5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.

Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

6. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.

Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.

Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.

4) Dx 4: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

Tujuan : peningkatan perfusi jaringan

Kriteria hasil : menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

(14)

1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.

Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi. 2. Tinggikan kepala tempat tidur

sesuaitoleransi.

Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk

3. kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi. Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.

Dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.

4. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.

5. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.

Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi

(15)

BAB III PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium (Price & Wilson,2006).

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Pasien. EGC : Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dari sebuah kotak yang berisi delapan bola merah dan enam bola biru, diambil 3 bola sekaligus secara acak.. Peluang terambil dua bola merah dan satu bola biru

Penelitian ini mengungkap perbedaan penilaian customer terhadap kompetensi lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang disingkat LPTK Islam (Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Pada bulan Januari tahun 2021 kondisi tekanan udara rata-rata per jam di Stasiun Kualanamu menunjukkan bahwa tekanan udara maksimum terjadi pada tanggal 20 Januari dengan nilai

Definisi dari ulama terkait hadis Ahad sangatlah beragam, namun perbedaan definisi para ulama kita dalam masalah ini -pada umumnya- adalah perbedaan dalam konteks

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Tanah laut Nomor 8 tahun 2005 tentang retribusi Pasar dan Sewa Toko, Kios, Los, Bak Pasar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung sagu terhadap karaketeristik fisik dan sensori bakso dan menentukan konsentrasi tepung sagu

Indikator Soal : Disajikan 1 buah senyawa, peserta didik dapat menganalisis ikatan – ikatan yang terdapat dalam senyawa tersebut. Untuk menjawab soal di atas, peserta didik

Namun demikian, dari skripsi dan buku yang penulis sebutkan di atas, tidak ada satupun yang sama persis dengan yang penulis teliti, karena belum ada yang secara gamblang