BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi
organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Terdapat beberapa manifestasi
klinis dalam preeklampsia yaitu proteinuria dan hipertensi. Proteinuria di
definisikan sebagai ekskresi protein dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein : kreatinin urin ≥ 0,3, atau terdapatnya protein sebanyak 30 mg/dL (1+ pada dipstick / carik celup 1+ ) dalam sampel acak urin secara
menetap. Preeklampsia cenderung terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau
bisa juga muncul pada trimester kedua (di atas 20 minggu). Preeklampsia jika
dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥140/90 mmHg, proteinuria,dan
edema.15
2.1.2 Epidemiologi
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar
3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 5% dari semua kehamilan yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. 5%
kehamilan mengalami preeklampsia. Pada primigravida frekuensi preeklampsia
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Diabetes Mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih
dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
preeclampsia.Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia >35 tahun mungkin
2.1.3 Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia
meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan
mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab
bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,
penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, penyebab jarang timbul kembali preeklampsia pada kehamilan
berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma.17
2.1.4 Patofisiologi
Perubahan pokok yang terjadi pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal
ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen
erteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh salah satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan proteinuria disebabkan oleh
spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus. Patofisiologi
preeklampsia lebih ditekankan ke arah disharmoni implantasi dan disfungsi
jaringan endotel. Hasil akhir dari adanya disharmoni implantasi adalah
melebarnya arteri spiralis yang tadinya tebal dan muskularis membentuk kantong
yang elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol
neurovaskuler normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk
pemasokan oksigen dan nutrisi bagi janin. Sedangkan definisi difungsi endotel
sendiri berarti berkurangnya sampai hilangnya kemampuan sel endotel dalam
2.1.5 Klasifikasi dan Diagnosis
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat.
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel dan disertai keadaan seperti berikut :
a) Tekanan darah 140/90 mmHg , atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau
lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih pada usia kehamilan
diatas 20 minggu dengan riwayat tekanan darah sebelumnya normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr/liter, kualitatif positif 1 atau 2 pada urine
kateter atau midstream.
c) Edema lokal pada kaki, jari tangan dan muka, atau edema generalisata,
serta kenaikan berat badan > 1kg/minggu. Pada kondisi yang lebih berat
pembengkakan terjadi di seluruh tubuh. Pembengkakan ini terjadi akibat
pembuluh kapiler bocor, sehingga air yang merupakan bagian sel
merembes dan masuk ke dalam jaringan tubuh dan tertimbun di bagian
tertentu.
2. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanana darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam dan disertai keadaan seperti berikut :
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun sudah dirawat di
rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oligouria, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e) Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
h) Hemolysis mikroangiopatik.
i) Trombositopenia berat : 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) : peningkatan kadar
alanin aspartate aminotransferase.
k) Pertumbuhan janin terhambat.15
2.1.6 Faktor Risiko
Preeklampsia merupakan salah satu penyulit kehamilan yang belum diketahui
dengan pasti penyebabnya. Tetapi beberapa penelitian menyimpulkan beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia, antara lain :
1. Faktor Genetik
Bila ada riwayat preeklampsia pada ibu, anak perempuan, saudara
perempuan, cucu perempuan, dari seorang ibu hamil, maka ia akan berisiko
2-5 kali lebih tinggi mengalami preeklampsia dibandingkan bila riwayat tersebut
terdapat pada ibu mertua atau saudara ipar perempuannya.
2. Faktor Umur
Umur merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Umur
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga
mempengaruhi status kesehatan seseorang. Umur yang baik untuk hamil
adalah 20-35 tahun. Wanita usia remaja yang hamil untuk pertama kali dan
wanita yang hamil pada usia >35 tahun akan mempunyai risiko yang sangat
tinggi untuk mengalami preeklampsia. Terdapat peningkatan risiko terjadinya
preeklampsia pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun.
3.Faktor Usia Gestasi
Preeklampsia paling sering ditemukan pada usia kehamilan di trimester
kedua. Tapi ada penelitian menyatakan bahwa preeklampsia timbul setelah
umur kehamilan 20 minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat
4.Faktor Indeks Masa Tubuh
Sudah diketahui secara umum bahwa wanita obesitas mempunyai risiko mengalami preeklampsia 3 1⁄2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang berat badannya ideal dan kurus.
5.Faktor Bayi
Insidens preeklampsia tiga kali lebih tinggi pada kehamilan kembar
dibandingkan dengan kehamilan tunggal.
6.Faktor Ras
Risiko preeklampsia ringan dihubungkan dengan ras kulit hitam, namun
untuk preeklampsia berat ras tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
7.Faktor Riwayat Penyakit
Peningkatan risiko preeklampsia / eklampsia dapat terjadi pada ibu yang
memiliki riwayat hipertensi kronis, diabetes, dan adanya riwayat
preeklampsia/eklampsia sebelumnya. 19
2.1.7 Manifestasi Klinis
Terdapat sejumlah manifestasi neurologis sindrom preeklampsia.
Masing-masing manifestasi menunjukkan keterlibatan berat suatu organ dan memerlukan
perhatian segera :
Nyeri kepala dan skotomata diduga timbul akibat hiperfusis serebrovaskular
yang memiliki predileksi pada lobus okspitalis. Menurut Sibai dan Zwart dkk,
50–75% perempuan mengalamai nyeri kepala dan 20–30% diantaranya
mengalami gangguan penglihatan yang mendahului kejang eklamptik. Nyeri
kepala dapat ringan hingga berat, dan dapat intermitten atau konstan,
Kejang bersifat diagnostic untuk eklampsia.
Kebutaan jarang terjadi pada preeclampsia saja, tetai sering menjadi
komplikasi pada kejang eklamptik, yaitu pada 15% perempuan. Kebutaan
timbul hingga seminggu atau lebih setelah kelahiran.
Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeclampsia dan
kebingungan hingga koma. Kondisi ini khususnya berbahaya karena dapat
menyebabkan herniasi supratentorial yang membahayakan jiwa.15
2.1.8 Komplikasi
Bila preeklampsia tidak ditangani dengan baik, maka dapat berkembang menjadi eklampsia yang mana tidak hanya dapat membahayakan ibunya tetapi
juga janin dalam rahim ibu. Kemungkinan yang terberat adalah terjadinya
kematian ibu dan janin, solusio plasenta, hipofibrinogemia, haemolisis,
perdarahan otak, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, sindroma HELLP, dan
kelainan hati. Komplikasi-komplikasi potensial maternal meliputi Eklampsia,
solusio plasenta, gagal ginjal, nekrosis hepar, rupture hepar, DIC, anemia
hemolitik mikroangiopatik, perdarahan otak, edema paru dan pelepasan retina.
Sedangkan komplikasi–komplikasi pada janin meliputi prematuritas, insufisiensi
utero-plasental, retardasi pertumbuhan intrauterine, dan kematian janin
intrauterine.19
2.1.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya.
2.1.9.1 Preeklampsia Ringan
Istirahat ditempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan
walaupun janin masih prematur.
2.1.9.2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah
diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan larutan
sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml disuntikan intramuskular pada bokong
kiri dan kanan sebagai dosis permulaan. Pemberian dapat diulang dengan dosis
yang sama dalam rentang waktu 6 jam menurut keadaan pasien. Tambahan sulfas
magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella positif
dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain
sulfas magnesikus, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan
klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg
secara intramuscular.17
2.1.10 Pencegahan
Berbagai strategi yang digunakan untuk mencegah atau memodifikasi
keparahan preeklampsia telah dievaluasi. Beberapa poin menurut American
Congress of Obstetricians and Gynecologist ( ACOG ) pada tahun 2013 mengenai
pencegahan preeclampsia :
Manipulasi Diet :
a. Diet rendah garam : Salah satu usaha penelitian pertama untuk mencegah
preeklampsia adalah retriksi garam, tapi retriksi garam tidak efektif dalam
mencegah preeclampsia.
b. Suplementasi kalsium : Pemberian kalsium : 1.500–2.000mg/hari dapat
dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia, tetapi
kalsium tidak memiliki manfaat kecuali perempuan tersebut memang
kekurangan kalsium.
c. Suplementasi minyak ikan
d. Tirah baring atau pembatasan fisik lain tidak disarankan sebagai pencegahan
primer preeklampsia dan komplikasinya.
Agen Antitrombotik : Terdapat alasan-alasan teoritis yang cukup banyak untuk
menduga bahwa agen antitrombotik dapat menurunkan preeklampsia. Karena
preeclampsia ditandai oleh vasospasme, disfungsi sel endotel, dan aktivasi
trombosit serta sistem koagulasi-hemostasis.
a. Aspirin dosis rendah : Dalam dosis oral 50-150 mg/hari. Dimulai pada akhir
trimester pertama disarankan pada wanita dengan riwayat eklampsia dan
kelahiran preterm kurang dari 34 minggu atau preeklampsia pada lebih dari
satu kehamilan sebelumnya. Aspirin secara efektif menghambat biosintesis
tromboksan A2 dalam trombosit dengan efek minimal pada produksi
prostasiklin vascular. Untuk wanita yang mendapatkan obat antitrombosit,
risiko relatif preeclampsia menurun secara bermakna sebesar 10% untuk
terjadinya preeclampsia.
b. Aspirin dosis rendah plus heparin : Karena tingginya prevalensi lesi
trombolitik plasenta pada preeklampsia berat, telah dilakukan beberapa
penelitian observasional untuk mengevaluasi terapi heparin untuk wanita yang
mengalami preeklampsia berat. Mereka melaporkan hasil akhir yang baik pada
wanita yang mendapatkan heparin berberat molekul rendah ditambah aspirin
dosis rendah dibandingkan pada wanita yang hanya mendapatkan aspirin dosis
rendah saja.15
2.2 Berat Bayi Lahir Rendah 2.2.1 Definisi
berat badan kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) tanpa
memandang masa kehamilan. Bayi yang berada dibawah persentil 10 dinamakan
ringan untuk umur kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang
dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut prematur. Pembagian
menurut berat badan ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan. Sehingga lambat
laun diketahui bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas pada neonatus tidak hanya
bergantung pada berat badan saja,tetapi juga pada tingkat maturitas bayi itu
sendiri.
Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir
kurang 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR). Sedangkan pada
tahun 1970, kongres European Perinatal Medicine II yang diadakan di London
juga diusulkan definisi untuk mendapatkan keseragaman tentang maturitas bayi
lahir, yaitu sebagai berikut :
1. Bayi kurang bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu ( 259 hari).
2. Bayi cukup bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu
sampai 42 minggu ( 259-293 hari ).
3. Bayi lebih bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau
lebih ( 294 hari atau lebih ).
BBLR sendiri dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : bayi dengan berat badan lahir sangat rendah ( BBLSR ) yaitu dengan verat lahir 1.000-1.500 gram
dan berat badan lahir amat sangat rendah ( BBLASR ) yaitu dengan berat lahir
kurang 1.000 gram.
Secara umum BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi
lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan lahirnya lebih
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-
negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan
90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9% -30%,
hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-
17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5
%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.21
2.2.3 Klasifikasi BBLR
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR, yaitu : 1. Menurut harapan hidupnya:
a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
b) Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram
c) Berat bayi lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir <1000 gram
2. Menurut masa gestasinya:
a. Prematuritas murni:
Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan.
1. Faktor Ibu
a) Penyakit : Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan
misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis,
dan psikologis. Penyakit lainnya ialah nefritis akut, diabetes mellitus,
infeksi akut atau tindakan operatif dapat merupakan faktor etiologi
prematuritas.
b) Usia : Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia ibu
dibawah 20 tahun dan pada multigravida yang jarak antar kelahirannya
terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia ibu antara 26-35 tahun.
c) Keadaan sosial ekonomi : Keadaan ini sangat berperan terhadap
timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan
sosial ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi
yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
2 .Faktor janin
Hidramnion, kehamilan ganda umumnya akan menyebabkan kelahiran berat
bayi lahir rendah (BBLR).
Karakteristik Klinis :
Berat badan bayi kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama
dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang 33
cm. Masa gestasi kurang dari 37 minggu. Tampak luar sangat bergantung pada
maturitas atau lamanya gestasi. Kepala relatif lebih besar daripada badannya,
kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan imatur. Desensus
testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh
labia mayora. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltis usus dapat
terlihat. Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam sehingga sulit terlihat satu
persatu. Tulang rawan dalam daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas
daun telinga masih kurang. Jaringan mammae belum sempurna dan puting
susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal
lebih banyak tidur daripada bangun. Tangisnya lemah, pernafasan belum
teratur dan sering terdapat apnu. Otot masih hipotonik sehingga sikap selalu
dalam keadaan kedua tungkai abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi
dan kepala menghadap ke satu jurusan. Tonic neck reflex biasanya lemah,
refleks Moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum sempurna,
demikian juga refleks batuk. Bayi yang kelaparan biasanya menangis, gelisah
dan aktifitas bertambah. Bila dalam waktu 3 hari tanda kelaparan ini tidak
terdapat, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau perdarahan
intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang menjadi lebih
nyata dalam 24 – 48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat
pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi.
Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus dan toksemia gravidarum. Frekuensi pernafasan bervariasi sangat luas
terutama pada hari-hari pertama. Walaupun demikian bila frekuensi
pernafasan terus meningkat atau selalu diatas 60 kali/menit, harus waspada
akan kemungkinan terjadinya membran hialin (sindrom gangguan pernafasan
idiopatik) atau gangguan pernafasan karena sebab lain. Dalam hal ini penting
sekali melakukan pemeriksaan radiologi toraks.
b. Dismaturitas:
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi itu. Berat bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya.
Gejala klinis :
Dismaturitas dapat terjadi preterm, term atau post term. Pada preterm akan
tampak gejala fisis bayi prematur dan mungkin ditambah dengan gejala
dismaturitas. Karakteristik fisik bayi dismaturitas sama dengan bayi prematur dan
ditambah dengan retardasi-pertumbuhan dan wasting. Pada bayi dismaturitas yang
Menurut Greunwald (1997) mengatakan bahwa tidak semua kekurangan
makanan pada janin diakibatkan oleh insufisiensi plasenta. Gejala insufisiensi
plasenta timbulnya bergantung pada berat dan lamanya bayi menderita defisit.
Defisit yang menyebabkan retardasi pertumbuhan biasanya berlangsung kronis.
Retardasi pertumbuhan yang kronis dapat menyebabkan fetal distress.
Fetal distress dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
Fetal distress akut yaitu defisit atau fetal deprivation yang hanya
mengakibatkan perinatal distress tetapi tidak mengakibatkan retardasi
pertumbuhan.
Fetal distress subakut yaitu bila fetal deprivation tersebut menunjukan
tanda wasting tetapi tidak terdapat retardasi pertumbuhan.
Fetal distress kronis yaitu bila bayi jelas menunjukan retardasi
pertumbuhan.22
2.2.4 Diagnosis BBLR
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu 1 jam setelah lahir, dapat diketahui dengan dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamnesis untutk menegakkan
mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
BBLR :
a. Umur Ibu
b. Riwayat hari pertama haid terakhir
c. Riwayat persalinan sebelumnya
d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
e. Kenaikan berat badan selama hamil
f. Aktivitas
h. Obat-obatan yang diminum selama hamil
2. Pemeriksaan fisik
Yang dapat dijumpai pada saaat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara
lain:
a. Berat badan
b. Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
c. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan)
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pemeriksaan Ballard Score
b. Shake test, dianjurkan untuk bayi kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah
d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai umur 8 jam atau didapat / diperkirakan
akan terjadi sindrom gawat nafas.21
2.2.5 Penatalaksanaan umum pada BBLR 1) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam inkubator. Suhu
inkubator yang optimum yang diperlukan agar panas yang hilangdan
konsumsi oksigen terjadi miniml sehingga bayi telanjang pun dapat
mempertahankan seuhu tubuhnya sekitar 36,5-370 C. Tingginya suhu
lingkungan ini tergantung dari besar dan kematangan bayi. Dalam keadaan
tertentu bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk
mengatur suhu tubuhnya tetapi memerlukan pleksiglas panas atau topi
1,7kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil.
2) Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan
pilihan, menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu ) merupakan pilihan
pertama jika bayi mampsu mengisap. Permulaan cairan yang diberikan sekitar
200cc/kgBB/hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada
bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau
susu formula khusus bayi BBLR. Cara pemberian makanan bayi BBLR harus
diikuti tindakan pencegahan khusu untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan
masuknya udara dalam usus. Pada bayi inkubator dengan kontak yang
minimal, tempat tidur, atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik
pada sisi kananya. Sedangkan pada bayi yang lebih besar dapat diberi makan
dalam posisi pangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan
mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol, makanan dapat diberikan
melalui Naso Gatric Tube (NGT).
3) Pencegahan infeksi
Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh
infeksi nasokomial. Rentan terhadap infeksi karena kadar immunoglobulin
serum pada bayi BBLR masih rendah. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh
kontak dengan penderita infeksi apapun. Digunakan masker dan baju khusus
dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, hidung, kulit tindakan
aseptis dan antiseptic alat-alat yang digunakan.
4) Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencermikan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan
5) Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang
diberikan sekitar 30-35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi O2
yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.
6) Pengawasan jalan nafas
Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apnu dan defisiensi surfaktan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya
diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan
jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi
miring, merangsang pernafasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila
tindkaan ini gagal dilakukan ventilasi, intubasi endotrakeal dan pemberian
oksigen.20
2.3 Hubungan Preeklampsia degan kejadian BBLR
Menurut Behrman, preeklampsia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR. Preeklampsia menyebabkan terjadinya retardasi pertumbuhan
janin bahkan kematian janin. Hal ini dikarenakan preeklampsia dapat
menyebabkan insufisiensi plasenta dan hipoksia yang berpengaruh sangat besar
terhadap perkembangan janin. 24
Menurut Kosim, jika preeklampsia terjadi pada akhir trimester kehamilan,
pertumbuhan jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh,
sedangkan ukuran hati, limpa dan timus sangat berkurang. Keadaan klinis seperti
ini merupakan gangguan pertumbuhan asimetri dan paling sering terjadi pada ibu
hamil yang menderita preeklampsia karena preeklampsia paling sering terjadi
pada trimester akhir kehamilan. Namun jika retardasi pertumbuhan janin telah
terjadi sejak awal kehamilan, pertumbuhan otak dan tulang rangka pun terganggu.
dengan hasil akhir perkembangan saraf yang buruk. 24
Menurut Prawiroharjo, preeklampsia salah satu faktor risiko terjadinya
pertumbuhan janin terhambat, BBLR, dismaturitas, prematuritas janin bahkan
terjadi intra uterine fetal death (IUFD). Pada penderita preeklampsia, aliran darah
ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta. Plasenta yang
tidak baik akan berdampak pada gangguan pertumbuhan janin sehingga berat
badan janin yang dilahirkan rendah. Preeklampsia juga dapat menyebabkan
peningkatan tonus uterus dan kepekaannya terhadap rangsang sehingga terjadi
partus prematur. 25
Menurut Wijayarini, salah faktor predisposisi terjadinya BBLR adalah
hipertensi. Hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi serius trimester
kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti edema, hipertensi, proteinuria, kejang sampai
koma dengan umur kehamilan diatas 20 minggu dan dapat terjadi antepartum,
intrapartum, dan pascapartum. Dengan terjadinya hipertensi, maka terjadi spasme
pembuluh darah, sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta, maka sirkulasi
uteroplasenter akan terganggu, pasokan nutrisi dan O2 akan terganggu sehingga
janin akan mengalami pertumbuhan janin yang terganggu dan bayi akan lahir
dengan berat bayi lahir rendah.26
Menurut Michael, wanita dengan preeklampsia pada kehamilan dapat
mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi
platelet. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat sehingga menyebabkan BBLR bahkan kematian janin dalam
rahim. 27
Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan hidup dalam
rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena
buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi