• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Seks Bebas dan Remaja Hamil Diluar Nikah (Studi Kasus Kualitatif Persepsi Masyarakat Terhadap Seks Bebas dan Remaja Hamil di Luar Nikah di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Seks Bebas dan Remaja Hamil Diluar Nikah (Studi Kasus Kualitatif Persepsi Masyarakat Terhadap Seks Bebas dan Remaja Hamil di Luar Nikah di Kota Medan)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perspektif/Paradigma Kajian

Paradigma atau paradigm (Inggris) atau paradigm (Perancis), istilah

tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis,

para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang

berarti model, contoh, arkatipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai

berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Paradigma merupakan cara

pandang atau pola pikir komunitas ilmu pengetahuan atas peristiwa/ realitas/ ilmu

pengetahuan yang dikaji, diteliti, dipelajari, dipersoalkan, dipahami, dan untuk

dicarikan pemecahan persoalannya (Pujileksono, 2015 : 25-26).

Ada beberapa alasan mengapa peneliti perlu memilih paradigm sebelum

melakukan penelian (Pujileksono, 2015 : 26), yaitu :

1. Paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan member pedoman seluruh proses penelitian.

2. Paradigma penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan tipe penjelasan yang digunakan.

3. Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metode, teknik penentuan subyek penelitian/sampling, teknik pengumpulan data, teknik uji keabsahan data dan analisis data.

Paradigma ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya,

menurut Dedy N. Hidayat (dalam Bungin, 2008 : 237) yang mengacu pada

pemikiran Guba (1990:1994) ada tiga paradigma, yaitu : (1) paradigma klasik

(classical paradigm), (2)paradigma kritis (critical paradigm) dan (3) paradigma

konstruktivisme (contructivism paradigm). Namun dalam perkembangan

komunikasi saat ini telah muncul paradigma intrepretasi. Menurut Sendjaja

(dalam Bungin, 2008 : 238), paradigma klasik merupakan gabungan dari

paradigma positivism dan post-positivism.

Paradigma positivistik merupakan suatu paradigma yang mempertanyakan

realita dengan ‘apa’, atau menanyakan mengenai apa yang terjadi di masyarakat.

Melihat fakta sosial sebagai realita yang bersifat umum yaitu hukum sebab-akibat.

(2)

Universitas Sumatera Utara terdapat jarak antara peneliti dan objek penelitian. Penelitian paradigma

positivistik merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian paradigma positivistik

menggunakan metode empiris untuk dapat menggambarkan fakta sosial sebagai

realita atau objek penelitian. Dalam paradigma ini, peneliti harus menggambarkan

realita yang ada di masyarakat secara objektif (Pujileksono, 2015 : 27).

Paradigma pos-positivistik merupakan paradigma yang melakukan kritik

terhadap paradigma postivistik. Paradigma ini lebih bersifat kualitatif sehingga

dalam penelitian ini, peneliti dapat memasukkan nilai-nilai pribadinya dalam

penelitian dan hubungan antara peneliti dengan objek lebih dekat. Namun, tujuan

paradigma ini sama dengan paradigma postivistik, yaitu untuk mengetahui pola

umum yang ada dalam masyarakat (Pujileksono, 2015 : 28).

Paradigma konstruktivistik merupakan paradigma yang melihat suatu

realita dibentuk oleh berbagai macam latar belakang sebagai bentuk konstruksi

realita tersebut dan dalam penelitian ini mempertanyakan ‘mengapa?’.

Keberadaan realita tidak terjadi pada diri peneliti namun terjadi di luar peneliti.

Jarak antara peneliti dan objek tidak terlalu dekat, namun tetap berinteraksi

dengan objek penelitian. Paradigma ini bersifat kualitatif, dimana peneliti dapat

memasukkan nilai-nilai pendapat ke dalam penelitiannya, sehingga penelitian

dengan paradigma ini sifatnya subjektif. Tujuan dari paradigma ini adalah untuk

memahami apa yang menjadi konstruksi suatu realita. Oleh karena itu, peneliti

harus mengetahui faktor apa saja yang mendorong realita tersebut dan

menjelaskan bagaimana faktor tersebut dapat menkonstruksi realita itu

(Pujileksono, 2015 : 28-29).

Paradigma kritis merupakan paradigma yang melihat realita yang terjadi

tidak sesuai dengan apa yang sebaiknya terjadi pada masyarakat. Keberadaan

realita terjadi pada diri peneliti dan juga di luar peneliti, jarak peneliti dengan

objek penelitian sangat dekat dan peneliti terlibat langsung dengan objek yang

diteliti. Penelitian dalam paradigma ini merupakan penelitian kualitatif dan

bersifat subjektif. Tujuan dari paradigma ini adalah untuk membangun kesadaran

kolektif demi mengubah struktur untuk menjadi lebih baik (Pujileksono, 2015 :

(3)

Universitas Sumatera Utara Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivistik. Remaja yang

hamil di luar nikah merupakan suatu realita yang merupakan hasil dari sebuah

konstruksi dirinya sebagai individu dan pengaruh lingkungan sekitar individu.

Namun, tidak semua masyarakat dapat menerima kehadiran remaja yang hamil di

luar nikah. Oleh karena itu, perlu diteliti untuk melihat bagaimana persepsi

masyarakat terhadap remaja yang melakukan seks bebas dan juga remaja hamil di

luar nikah akibat dampak seks bebas, apakah seks bebas sudah menjadi hal yang

tabu untuk dilakukan. Penelitian ini juga melihat apa saja faktor penyebab

terjadinya seks bebas pada remaja yang ada di Kota Medan saat ini.

2.2. Kajian Pustaka 2.2.1. Komunikasi

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari

kata latin communis yang berarti sama. Communico, communication, atau

communicare yang berarti membuat sama. Istilah pertama (communis) paling

sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata

latin lainnya yang mirip (Mulyana, 2007 : 46). Komunikasi didefenisikan dalam

berbagai makna, sehingga menimbulkan kesulitan dalam mengkonseptualisasi

komunikasi sebagai suatu kajian ilmiah. Para pakar komunikasi, telah

merumuskan komunikasi dengan caranya sendiri (Arifin, 2013:23).

Lima komponen penting yang menyebabkan suatu komunikasi dapat

berjalan baik menurut Harold Lasswell yaitu whosays what in which channel to

whom with what effect atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada

siapa dengan pengaruh bagaimana (Effendy, 2003 : 7).

Komunikasi sekarang didefenisikan sebagai suatu proses dinamik

transaksional yang mempengaruhi perilaku dalam mana sumber dan penerimanya

dengan sengaja menyandi (to code) perilaku mereka untuk menghasilkan pesan

yang mereka salurkan lewat suatu saluran (channel) guna merangsang atau

memperoleh sikap atau perilaku tertentu (Mulyana dan Rakhmat, 1993 : 15).

Oleh karena pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

(4)

Universitas Sumatera Utara 1. Sumber (source), adalah orang yang mempunyai suatu kebutuhan

untuk berkomunikasi.

2. Penyandian (encoding), adalah suatu kegiatan internal seseorang untuk memilih dan merancang perilaku verbal dan non verbalnya yang

sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis guna

menciptakan suatu pesan.

3. Pesan (message), pesan terdiri dari lambang-lambang verbal atau non verbal yang mewakili perasaan dan pikiran sumber pada suatu saat dan

tempat tertentu.

4. Saluran (channel), adalah alat fisik yang menjadi penghubung antara sumber dan penerima.

5. Penerima (receiver),adalah orang yang menerima pesan dan sebagai akibatnya menjadi terhubungkan dengan sumber pesan.

6. Penyandian balik (decoding), adalah proses internal penerima dan pemberian makna kepada perilaku sumber yang mewakili perasaan dan

pikiran sumber.

7. Respon penerima (receiver response), adalah menyangkut apa yang penerima lakukan setelah ia menerima pesan. Respon ini terbagi dua,

yaitu respon minimum dan respon maksimum. Respon minimum

adalah keputusan penerima untuk mengabaikan pesan atau tidak

berbuat apapun setelah ia menerima pesan. Sebaliknya, respon

maksimum merupakan suatu tindakan penerima yang segera, terbuka

dan mengandung kekerasan.

8. Umpan balik (feedback), adalah informasi yang tersedia bagi sumber yang memungkinkannya menilai keefektifan komunikasi yang

dilakukan untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian atau

perbaikan-perbaikan dalam komunikasi selanjutnya.

2.2.2. Komunikasi Antarbudaya

Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, karena budaya tidak

hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana

orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya

(5)

Universitas Sumatera Utara perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan.

Konsekuensinya adalah budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya

beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktek komunikasi yang kita

lancarkan (Lubis, 2012 : 11-12).

Secara formal budaya didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang

diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha

individu dan kelompok (Mulyana dan Rakhmat, 1993 : 19).

Dalam pengertian lain, budaya adalah sebuah sistem pembagi pengertian

yang ditemukan diantara mereka yang berbicara dengan dialek bahasa tertentu,

melalui periode sejarah khusus dan dalam sebuah daerah geografis yang dapat

didefenisikan (Trandis, 1994 dalam Lubis, 2012 : 27).

Adapun elemen-elemen budaya (Samovar, Porter, dan Mc Daniel, 2010 :

29) cukup membagikan sejumlah komponen umum yang dapat membentuk

membedakan satu budaya dengan budaya lainnya,yaitu:

1. Sejarah

Sejarah menyoroti asal usul budaya, memberitahukan anggotanya apa

yang dianggap penting, dan mengidentifikasi prestasi suatu budaya

yang pantas untuk dibanggakan. Cerita tentang masa lalu memberikan

anggota dari suatu budaya, bagian dari sebuah budaya dari identitas,

nilai, aturan, tingkah laku, dan sebagainya.

2. Agama

Menurut Parkes, Laungani, dan Young semua budaya memiliki agama

dominan dan terorganisasi di mana aktivitas dan kepercayaan

mencolok (upacara, ritual, hal-hal tabu, dan perayaan) dapat berarti

berkuasa. Pengaruh agama dapat dilihat dari semua jalinan budaya,

(6)

Universitas Sumatera Utara 3. Nilai

Menurut Macionis, nilai adalah standar keinginan, kebaikan,

keindahan yang diartikan dari budaya yang berfungsi sebagai petunjuk

dalam kehidupan sosial. Nilai berguna untuk menunjukkan bagaimana

seseorang harusnya bertingkah laku.

4. Organisasi Sosial

Organisasi-organisasi (kadang merujuk pada sistem sosial atau struktur

sosial) mewakili unit sosial yang beraneka ragam yang terkandung

dalam suatu budaya. Institusi seperti keluarga, pemerintah, sekolah dan

suku bangsa menolong anggota dari suatu kelompok budaya untuk

mengatur kehidupan mereka.

2. Bahasa

Bahasa merupakan mode utama dalam menyebarkan budaya. Tanpa

kapasitas terhadap budaya yang kompleks, budaya manusia seperti

yang kita ketahui tidak akan pernah ada. Bahasa yang terdiri dari

banyak kata, arti, tata bahasa, dan sintaks semuanya memberikan tanda

identitas dari budaya khusus.

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi ketika anggota

dari suatu budaya tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya lainnya.

Dengan kata lain, komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi antara

orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu

komunikasi (Samovar, Porter, Mc Daniel, 2010 : 13).

Komunikasi antarbudaya terjadi di antara orang-orang yang berbeda latar

belakang (ras, etnis, sosio-ekonomi), dimana kebudayaan adalah cara hidup yang

berkembang dan dianut oleh sekelompok orang dari generasi ke generasi (Tubb

dan Moss dalam Lubis, 2012 : 14).

Sekarang ini, komunikasi antarbudaya merupakan sesuatu hal yang

penting, adapun beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi

antarbudaya ini (Devito, Edisi Kelima : 530-532), yaitu :

(7)

Universitas Sumatera Utara Mobilitas masyarakat di seluruh dunia berasal dari perjalanan

masyarakat dari satu negara ke negara lain, dari satu benua ke benua

lain yang telah banyak dilakukan. Saat ini, orang sering mengunjungi

daerah lainnya untuk dapat mengenal budaya lain, daerah, serta

orang-orang yang berbeda budaya, serta untuk menggali peluang-peluang

ekonomi.

2. Saling kebergantungan ekonomi

Masa kini, kebanyakan negara secara ekonomis bergantung pada

negara lain. Contohnya adalah kehidupan ekonomi negara Amerika

banyak terkait dengan negara-negara Eropa yang kulturnya mirip

dengan kultur Amerika. Kehidupan ekonomi bangsa Amerika

bergantung pada kemampuan bangsa ini untuk berkomunikasi secara

efektif dengan kultur-kultur yang berbeda. Hal yang sama juga berlaku

pada bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia.

3. Teknologi komunikasi

Meningkat pesatnya teknologi komunikasi telah membawa kultur luar

yang adakalanya asing, masuk ke rumah kita. Melalui film-film asing

yang masuk ke budaya kita, menyebabkan kita menjadi tahu

bagaimana budaya serta adat kebiasaan negara asing. Dengan

membaca berita-berita dari luar negeri juga merupakan hal yang

lumrah. Kita juga setiap hari dapat membaca di media-media berita

tentang ketegangan rasial, pertentangan agama, diskriminasi, seks, dan

secara umum masalah-masalah yang disebabkan oleh kegagalan

komunikasi antarbudaya.

4. Pola imigrasi

Di hampir setiap kota besar di dunia kita dapat menjumpai orang-orang

dari bangsa lain. Kita bergaul, bekerja ataupun bersekolah dengan

orang-orang yang berbeda budaya dengan kita. Hal inilah yang

menyebabkan kita menjadi manusia yang antarbudaya.

5. Kesejahteraan politik

Kesejahteraan politik setiap negara sangat bergantung pada

(8)

Universitas Sumatera Utara Komunikasi antarbudaya merupakan bidang yang sulit untuk diriset serta

dimahiri. Terdapat dua kesulitan utama dalam memahami komunikasi

antarbudaya, yang pertama adalah Etnosentrisme, yaitu kecenderungan untuk

mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku dalam kultur sendiri sebagai suatu

hal yang lebih baik, lebih logis dan lebih wajar daripada kultur lain. Kesulitan

yang kedua adalah kesadaran (mindfulness) dan ketidaksadaran (mindless). Bila

kita berhubungan dengan orang dari kultur yang berbeda, kita sering kali berada

dalam keadaan ketidaksadaran diri sehingga bertindak tidak rasional dalam

banyak hal. Jika kesadaran diri kita dibangunkan, maka kita akan dapat bertindak

secara logis dan rasional. Kita menyadari bahwa orang lain dan sistem kultur lain

memang berbeda, namun tidak lebih baik ataupun lebih buruk daripada sistem

kultur kita sendiri (Devito, Edisi Kelima : 533-534).

Adapun fungsi-fungsi komunikasi antarbudaya antara lain (Liliweri, 2003 : 12) :

- Fungsi pribadi, adalah fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu yang meliputi :

a. Menyatakan identitas sosial b. Menyatakan integrasi sosial c. Menambah pengetahuan

d. Melepaskan diri atau jalan keluar

- Fungsi sosial, yang meliputi : a. Pengawasan

Dalam fungsi ini, komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan perkembangan tentang lingkungan.

b. Menjembatani

Dalam fungsi ini, komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya merupakan jembatan atas perbedaan diantara mereka. Fungsi menjembatani dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan.

c. Sosialisasi nilai

Fungsi ini merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.

d. Menghibur

(9)

Universitas Sumatera Utara Adapun bentuk-bentuk komunikasi antarbudaya (Devito, Edisi Kelima : 536-537), yaitu :

1. Komunikasi antarbudaya, misalnya antara orang Prancis dengan orang Norwegia, atau orang Cina dan Portugis.

2. Komunikasi antar ras yang berbeda (kadang-kadang dikatakan komunikasi antarras), misalnya orang kulit hitam dengan kulit putih.

3. Komunikasi antar kelompok etnis yang berbeda (kadang-kadang dikatakan komunikasi antaretnis), misalnya orang Amerika keturunan Italia dan orang Amerika keturunan Jerman.

4. Komunikasi antar kelompok agama yang berbeda-beda, misalnya antara Katolik Roma dan Episkopal, atau antara orang Islam dengan orang Yahudi.

5. Komunikasi antar bangsa yang berbeda (kadang-kadang dinamakan komunikasi internasional), misalnya antara Amerika Serikat dan Meksiko, atau antara Prancis dan Italia.

6. Komunikasi antar subkultur yang berbeda, misalnya antara dokter dan pengacara atau antara tunanetra dan tunarungu.

7. Komunikasi antara suatu subkultur dan kultur yang dominan, misalnya antara kaum homoseks dan kaum heteroseks, atau antara kaum manula dan kaum muda.

8. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda, antara pria dan wanita.

2.2.3. Persepsi Budaya

Menurut Mulyana (dalam Lubis, 2012 : 61) persepsi muncul karena setiap

penilaian dan pemilihan seseorang terhadap orang lain diukur berdasarkan

pernyataan budaya sendiri. Dengan persepsi, peserta komunikasi akan memilih

apa-apa yang diterima atau menolaknya. Persepsi yang sama akan memudahkan

peserta komunikasi yang diharapkan.

Tahap penting dari persepsi menyangkut pemberian arti kata objek sosial

dan peristiwa dalam lingkungan. Objek sosial dan kejadian dapat sangat berubah

dalam kemampuan untuk memberikan pengartian yang luas menurut individu dan

kebudayaan individu. Sifat alami suatu budaya, bagaimanapun memperkenalkan

kepada kita pengalaman yang tidak sama (Lubis, 2012 : 62).

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi (Liliweri, 2011 : 155), yaitu:

(10)

Universitas Sumatera Utara 2. Kebudayaan, yang meliputi kepercayaan, nilai-nilai, pemahaman,

asumsi taken-for-granted.

3. Standpoint theory, yang meliputi komunitas sosial, ras, etnis, gender, kelas ekonomi, agama, spiritualitas, umur dan orientasi seksual, posisi kekuasaan dalam hierarki sosial.

4. Peranan sosial yang meliputi, peranan sosial ketika berkomunikasi dengan kita, harapan terhadap kepenuhan peran, pilihan karier.

5. Kemampuan kognitif 6. Kompleksitas kognitif

7. Persepsi yang berpusat pada orang

Persepsi seseorang terhadap suatu hal akan berbeda-beda. Apabila ada

sejumlah individu yang mempunyai persepsi yang sama terhadap suatu hal, maka

keseluruhan persepsi mereka dapat digolongkan dalam persepsi kelompok. Kita

sudah mengetahui bahwa semua manusia tergolong-tergolong dalam kelompok

tertentu. Pembentukan kelompok tersebut difaktori karena adanya kesamaan

identitas di antara mereka (Liliweri, 2001 : 114).

Faktor-faktor kesamaan yang mendorong pembentukan kebudayaan suatu

kelompok sering disebut dengan komponen kebudayaan. Ada beberapa komponen

kebudayaan (Liliweri, 2001 : 114-136), yaitu :

1. Pandangan hidup, kosmologi dan ontologi

Dalam setiap kebudayaan, selalu ada pandangan hidup, kosmologi dan

ontologi. Persepsi manusia tentang relasi individu dengan unsur-unsur

tersebut tersusun pada suatu hirarki berdasarkan atas kepentingan

terhadap unsur itu, yaitu kepercayaan, sikap dan nilai.

2. Skema kognitif

Skema kognitif diartikan dengan sistem konsep-konsep kognitif yang

dimiliki oleh individu atau sekelompok orang terhadap objek tertentu.

Skema mempengaruhi keputusan individu untuk menentukan prioritas

fungsi objek berdasarkan waktu dan tempat. Skema kognitif umumnya

ditentukan oleh persepsi individu yang dibentuk oleh pengalaman

kognisinya dari kebudayaan.

3. Bahasa, sistem, dan simbol

Menurut para ahli, bahasa menentukan ciri kebudayaan dan dari

(11)

Universitas Sumatera Utara kebudayaan menjadikan bahasa sebagai media untuk menyatakn

prinsip-prinsip ajaran, nilai dan norma budaya kepada para

pendukungnya. Bahasa menterjemahkan nilai dan norma,

menterjemahkan skema kognitif manusia, menterjemahkan persepsi,

sikap dan kepercayaan manusia tentang dunia para pendukungnya.

4. Konsep tentang waktu

Setiap kebudayaan mempunyai konsep tentang masa lalu, masa

sekarang dan masa yang akan datang. Salah satu hal penting untuk

memahami setiap kelompok adalah mengetahui struktur waktu dari

kelompok tersebut.

5. Konsep jarak ruang

Setiap kebudayaan mengajarkan kepada anggotanya tentang orientasi

terhadap jarak dan ruang. Ruang berhubungan dengan tata ruang lahan

pemukiman, pertanian dan lain-lain, yang sifatnya lebih kepada

kepentingan relasi sosial, sedangkan jarak lebih banyak berhubungan

dengan jarak fisik.

6. Agama, mitos dan cara menyatakannya

Setiap budaya mempunya gejala dan peristiwa yang dapat dijelaskan

secara rasional tapi hanya berdasarkan pengalaman iman semata-mata.

7. Hubungan sosial dan jaringan sosial

Di dalam semua kebudayaan, struktur keluarga merupakan masyarakat

inti, selebihnya adalah keluarga yang diperluas. Hubungan dalam

komunitas dapat dibentuk komunal dan kerjasama atau persaingan juga

individualistik, tergantung apakah kebudayaan itu merupakan

kebudayaan lisan atau kebudayaan membaca. Oleh karena itu,

sebagian komunikasi dalam kebudayaan selalu menggunakan

komunikasi lisan. Menurut Mc.Luhan (dalam Liliweri, 2001 : 135),

ketergantungan satu sama lain selalu mereka ciptakan agar tidak ada

seorang pun menempatkan diri secara individual dan khusus.

Tahap penting dari persepsi menyangkut pemberian arti objek sosial dan

persitiwa dalam lingkungan. Objek sosial dan kejadian dapat sangat berubah

(12)

Universitas Sumatera Utara kebudayaan individu. Sifat alami suatu budaya, bagaimanapun budaya tersebut

diperkenalkan kepada yang lain, tetap akan berbeda dan setiap orang memiliki

pengalaman yang tidak sama. Menurut Sarbaugh dan Samovar, et, al (dalam

Lubis, 2012 : 62-63), terdapat tiga elemen pokok persepsi budaya yang memiliki

tiga pengaruh besar dan langsung terhadap individu-individu peserta komunikasi

antarbudaya. Yang pertama adalah pandangan budaya dunia (world view), kedua

adalah sistem lambang, dan yang ketiga adalah organisasi sosial.

2.2.3.1. Pandangan Dunia

Untuk memahami dunia, nilai-nilai dan tindakan-tindakan orang lain, kita

harus memahami kerangka persepsinya. Dalam berkomunikasi antara budaya

yang ideal kita berharap banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi

budaya. Tetapi karakter budaya berkecenderungan memperkenalkan kita kepada

pengalaman-pengalaman yang tidak sama atau berbeda berdasarkan pandangan

dunia (world view) yang terbentuk semula. Oleh sebab itu ia membawa persepsi

budaya yang berbeda-beda pada dunia di luar budaya sendiri. Sebagai contoh,

persepsi masyarakat Amerika Utara percaya bahwa kekejaman terhadap binatang

adalah salah satu perbuatan yang melelahkan dengan membunuh seekor matador,

oleh karena itu, masyarakat Amerika Utara akan menghindari tontonan matador

karena tontonan tersebut dianggap hal yang negatif. Berbeda halnya dengan

masyarakat Amerika Latin yang menganggap bahwa pertandingan matador adalah

sebuah pertarungan keberanian antara manusia dengan binatang, dianggap sebagai

suatu hal yang positif, dan kemenangan seorang matador dipandang sebagai suatu

hal yang menunjukkan perbuatan yang berani, keterampilan dan ketangkasan

fisik. (Lubis, 2012 : 63).

Cara budaya mengorganisasikan dirinya dan lingkungannya juga

berpengaruh terhadap anggota budayanya dalam mempersepsi dunia dan cara

mereka berkomunikasi, didapati bahwa keluarga dan sekolah merupakan dua

elemen yang dominan dalam membentuk dan mengubah persepsi budaya.

Menurut Mulyana dan Rakhmat (dalam Lubis, 2012 : 63-64), pandangan dunia

merupakan dasar dari suatu budaya, impaknya mempengaruhi kepercayaan /

(13)

Universitas Sumatera Utara Pandangan dunia sebagai sistem kepercayaan yang membentuk seluruhan

sistem berfikir tentang sesuatu, yang dimana pandangan dunia merupakan struktur

yang dipengaruhi oleh kebudayaan, yaitu kebudayaan telah menerima berbagai

peranan , kemudian menggerakkan atau membentuk sejenis semangat kepada

individu untuk menjelaskan sebuah peristiwa. Seringkali pandangan dunia

dianggap sebagai rumusan persepsi dan andaian fundamental yang meliputi cara

sebuah kebudayaan mengajarkan anggotanya untuk menerangkan sebuah sistem

kepercayaan, nilai baik dan buruk, serta cara berperilaku.

Pandangan dunia sangat mempengaruhi komunikasi antarbudaya, karena

setiap orang memiliki pandangan dunia yang tertanam pada orang yang

sepenuhnya dianggap benar dan ia otomatis menganggap bahwa pihak lain juga

memandang dunia sebagaimana ia memandangnya. Pandangan dunia mampu

membentuk budaya dan berfungsi membedakan satu budaya dengan budaya

lainnya. (Lubis, 2012 : 65).

a. Agama dan Sistem Kepercayaan

Agama dan sistem kepercayaan memiliki fungsi sosial yaitu untuk

memperkuat struktur sosial dan prinsip-prinsip moral masyarakat beragama,

sistem kepercayaan manusia berperan untuk menetralisir sifat jahat manusia, nilai

agama berperan untuk memperbaiki akhlak manusia. Peranan agama dalam etnis

manapun merupakan unsur utama, karena agama mengandung nilai-nilai universal

yang berisi pendidikan dan pembinaan serta pembentukan moral dalam keluarga

(Lubis, 2012 : 65-66).

b. Nilai

Nilai merupakan norma dimana suatu etnis memberitahukan kepada

seseorang anggotanya mana yang baik dan buruk, benar dan salah, yang boleh dan

yang tidak boleh. Nilai tidak bersifat universal karena kecenderungannya berbeda

antara satu budaya dengan budaya lainnya. Nilai-nilai budaya adalah aspek

penilaian daripada sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Nilai-nilai budaya adalah

sesuatu aturan yang tersusun untuk membuat pilihan-pilihan dan mengurangi

(14)

Universitas Sumatera Utara c. Perilaku

Perilaku atau sistem tingkah laku adalah perwujudan daripada kepercayaan

dan nilai-nilai yang dipedomani oleh setiap individu dan dibentuk oleh sebuah

proses belajar serta kebudayaan. Paige dan Martin (dalam Lubis, 2012 : 70)

mengatakan bahwa pandangan dunia merupakan salah satu lensa dalam hal

manusia memandang realita dunia dan tentang kehidupan dunia. Isu-isu yang

bersifat abadi dan merupakan landasan paling mendasar bagi suatu budaya. Oleh

karena itu, setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang tertanam

pada jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan otomatis menganggap bahwa

pihak lainnya memandang sebagaimana ia memandangnya.

2.2.3.2. Sistem Lambang

Perwujudan dari perilaku adalah melalui sistem lambang yang digunakan

seperti melalu percakapan, bertulis, bahasa tubuh, penampilan dan lain-lainnya

(Ruben dalam Lubis, 2012:72). Budaya membingkai komunikasi dengan secara

langsung mempengaruhi isi dan susunannya. Penggunaan sistem lambang seperti

bahasa lisan sehari-hari misalnya, terlihat sebagai suatu peristiwa komunikasi

dimana orang-orang setiap harinya saling berhubungan dari budaya yang sangat

spesifik. Bahasa merupakan media utama yang digunakan budaya untuk

menyampaikan maksud dan tujuan melalui interaksi diantara individu (Lubis,

2012: 72).

Bahasa mempengaruhi persepsi, menyalurkan dan turut membentuk

pikiran, oleh karena itu bahasa merupakan suatu sistem yang tidak pasti untuk

menyajikan realitas secara simbol. Menurut Ruben (dalam Lubis, 2012:73)

menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses yang mendasari

intersubjektivitas suatu fenomena yang terjadi akibat simbolisasi publik dan

penggunaan serta penyebaran simbol. Makna kata sangat bergantung pada

berbagai penafsiran individu-individu yang berkomunikasi.

Menurut Gudykunst dan Kim (dalam Lubis, 2012:73), untuk

menjembatani semua perbedaan makna dalam bahasa, pesan harus jelas dan

(15)

Universitas Sumatera Utara benar-benar cermat atas kandungan pesan oleh si komunikan. Selain itu, pola-pola

berpikir suatu budaya dituntut sebagaimana individu-individu dalam budaya yang

berbeda itu berkomunikasi.

Bahasa lisan merupakan media utama yang digunakan dalam

berkomunikasi antarbudaya untuk menyampaikan maksud dan objektifitas melalui

interaksi diantara individu. Gudykunst dan Kim (dalam Lubis, 2012:73),

menyatakan bahwa kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah ketidakpastian

dalam menyampaikan isi secara cermat, yang terdapat hubungan positif antara

teori pengurangan ketidakpastian dengan komunikasi efektif. Proses verbal

merupakan media utama untuk pertukaran pikiran dan gagasan, namun proses

nonverbal juga tidak kalah penting dan lebih sering dipergunakan dalam proses

komunikasi walau tanpa disadari sepenuhnya.

Temuan Lubis (2011 : 204-207), mendapati bahwa bahasa yang digunakan

oleh orangtua di rumah juga berdampak pada anak-anak dan lingkungan

sekitarnya. Seperti contoh, ketika terdapat suatu keluarga beretnis Tionghoa,

kedua orangtuanya memasukkan kedua anaknya untuk mengikuti les bahasa

Indonesia. Dengan hal ini, tidak mengurangi atau menghilangkan nilai budaya

Tionghoa pada kedua anaknya tersebut, tetapi semakin menambah nilai positif

bagi mereka yaitu mereka dapat berbicara bahasa Indonesia dan semakin mudah

bergaul dengan teman-teman lainnya.

2.2.3.3. Organisasi Sosial

Organisasi sosial adalah cara bagaimana suatu kebudayaan

dikomunikasikan kepada anggotanya. Ada dua organisasi sosial yang berperan

dalam membentuk individu (Samovar dan Poerter dalam Lubis, 2012 : 76), yaitu:

a. Keluarga

Keluarga sangat berperan penting dalam mengenalkan kebudayaan dan

menilai kebudayaan yang paling baik dibandingkan kebudayaan lainnya, serta

menjaga agar anak tidak terpengaruh oleh budaya luar. Galvin dan Bromel (dalam

Lubis, 2012 : 76) mengatakan bahwa keluarga merupakan institusi dasar bagi

(16)

Universitas Sumatera Utara menjadi manusia yang sempurna yang menghabiskan seluruh hidupnya di dalam

lingkungan masyarakat dan membentuk suatu budaya. Beberapa sikap dasar,

nilai-nilai serta tingkah laku dimulai dari keluarga.

Bennett, Wolin dan Mc Avity (dalam Lubis, 2012 : 77) mengatakan bahwa

di dalam sebuah keluarga, budaya dapat menggambarkan batasan-batasan,

harapan-harapan, aturan-aturan untuk berinteraksi, pola komunikasi, serta cara

penyelesaian masalah. Pengembangan identitas keluarga dipengaruhi oleh dua

faktor utama, yaitu identitas keluarga asli dan identitas keluarga yang dibentuk

sejalan dengan pernikahan dan keturunan.

Interaksi komunikasi antarbudaya diantara etnis yang berbeda budaya

bermula dari persepsi sebuah keluarga dalam menanamkan pandangan (world

view), nilai-nilai dan terwujud dalam perilaku. Keluarga berperan dalam

mengajarkan para anggota keluarganya untuk mengenali budaya yang dibawa oleh

orangtuanya. Dalam sebuah keluarga, anak-anak diajarkan untuk mengenali dunia

dan kedudukan mereka di dunia (Lubis, 2012 : 78).

Cote dan Bornstein (dalam Lubis, 2012 : 80), menyatakan bahwa

kekurangan daripada pembentukan keluarga antara budaya adalah menyinggung

tentang nilai-nilai budaya dan kebiasaan-kebiasaan. Hal ini dapat berubah secara

perlahan karena diwakilkan oleh identitas individu, di mana nilai-nilai budaya

sangat dipengaruhi oleh faktor internal. Dengan berinteraksi komunikasi

antarbudaya secara aktif dan berterusan, dapat merubah terhadap pemahaman

nilai-nilai budaya in group.

b. Sekolah

Melalui pendidikan di sekolah, seorang individu dikenalkan dengan

sejarah kebudayaan etnis-etnis yang ada di dunia, memberikan fakta-fakta,

menanamkan nilai-nilai dan sikap dari kebiasaan-kebiasaan yang baik dan dapat

diterima dalam kebudayaan yang besar. Samovar dan Porter (dalam Lubis, 2012 :

81) mengatakan bahwa sekolah adalah organisasi sosial yang diberikan tanggung

jawab besar untuk mewariskan dan memelihara suatu budaya. Sekolah merupakan

(17)

Universitas Sumatera Utara memberitahu anggota-anggota barunya apa yang telah terjadi, apa yang penting

dan apa yang harus diketahui seseorang sebagai anggota budaya.

Selain sekolah, peranan organisasi kemasyarakatan seperti Serikat Tolong

Menolong (STM), kelompok perkumpulan, maupun tempat kita bekerja, para

individu yang berbeda budaya mencoba untuk saling belajar dan memahami

perbedaan-perbedaan yang terdapat pada masing-masing budayanya. Individu-

individu pada kebudayaan saling bergantung dan harus menyesuaikan diri ke

dalam nilai-nilai dan norma-norma kelompok mereka. Sikap yang pertama adalah

dengan memelihara hubungan pada kelompok dan menyokong hubungan sosial

kekeluargaan. Tujuannya yaitu mempertinggi esksistensi diri yang merupakan

kepentingan kedua pada kebudayaan itu (Lubis, 2012 : 82).

2.2.4. Seks Bebas

Menurut Sarwono (dalam Miron, 2006) perilaku seksual adalah segala

tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya

maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa orang lain, orang dalam

khayalan, atau diri sendiri. Berdasarkan defenisi tersebut, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual atau aktifitas fisik yang melibatkan tubuh untuk

mengekspresikan perasaan erotis atau afektif.

Seks bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan

pernikahan, baik suka sama suka ataupun dalam dunia prostitusi. Seks bebas

bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja, bahkan yang telah berumah tangga pun

sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan

dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi

kejenuhan.

Seks bebas merupakan suatu perilaku negatif yang terjadi pada remaja.

Pada dasarnya, seks bebas pada remaja terjadi tidaklah murni terjadi atas tindakan

diri mereka sendiri, namun ada faktor pendukung atau faktor yang mempengaruhi

dari luar. Menurut Ghifari (dalam Kauma, 2002) faktor-faktor yang menjadi

(18)

Universitas Sumatera Utara - Kualitas diri remaja itu sendiri, seperti perkembangan emosional yang

tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang

mendalami norma agama, dan ketidakmampuan dalam menggunakan

waktu luang.

- Kualitas keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik,

bahkan tidak mendapatkan kasih sayang dari orangtua dan pergeseran

norma keluarga dalam mengembangkan norma positif.

- Kualitas lingkungan yang kurang sehat, seperti lingkungan masyarakat

yang mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.

- Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat

globalisasi, akibatnya anak remaja sangat kesulitan atau jarang

mendapatkan informasi sehat dalam seksualitas.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser

(dalam Dariyono, 2004), hal-hal yang mendorong remaja melakukan hubungan

seks di luar pernikahan adalah :

1. Hubungan seks sebagai bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam

masa pacaran. Seringkali remaja memiliki pandangan yang salah bahwa

masa pacaran merupakan masa dimana seseorang boleh mencintai dan

dicintai kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa cinta dapat

dinyatakan dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya pemberian hadiah,

berpelukan, berciuman, bahkan melakukan hubungan seksual. Hal inilah

yang menyebabkan tindakan yang salah tersebut terjadi.

2. Kehidupan iman yang rapuh, dalam keadaan apa saja orang yang taat

beragama selalu dapat menempatkan diri dan mengendalikan diri agar

tidak berbuat hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Apabila

iman seseorang rapuh, maka kemungkinan untuk melakukan hubungan

seks pranikah sangat besar.

3. Faktor kematangan biologis, dengan adanya kematangan biologis seorang

remaja sudah dapat melakukan fungsi reproduksi layaknya orang dewasa.

Hal inilah yang membawa konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah

(19)

Universitas Sumatera Utara Selain itu, terdapat bentuk-bentuk perilaku seks bebas (dalam

a. Kissing : saling bersentuhan antara dua bibir manusia atau

pasangan yang didorong oleh hasrat seksual.

b. Necking : seks yang dilakukan dengan bercumbu namun tidak

sampai menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan dengan

berpelukan, memegang payudara, atau melakukan oral seks pada

alat kelamin tetapi belum bersenggama.

c. Petting : seks yang dilakukan dengan bercumbu sampai

menempelkan alat kelamin, yaitu dengan menggesek-gesekkan alat

kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama.

d. Intercourse : melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh di luar

pernikahan.

2.2.5. Remaja

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari awal

anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 tahun

hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja

bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan,

perubahan bentuk tubuh dan perkembangan karakteristik seksual seperti

pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan tumbuhnya kumus beserta

perubahan di dalam suaranya.

Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh

pada umumnya memperoleh bentuk sempurna. Secara fisiologis, alat-alat kelamin

tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula, yang ditandai dengan haid pada

wanita dan mimpi basah pada laki-laki. Menurut WHO (dalam Poltekkes Depkes

Jakarta I, 2010) berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas :

1. Masa remaja awal (10-13 tahun)

Pada tahapan ini, remaja mulai fokus pada pengambilan keputusan,

baik dalam rumah maupun di sekolah. Remaja mulai menunjukkan

(20)

Universitas Sumatera Utara standar di masyarakat maupun di sekolah. Remaja mulai menggunakan

istilah-istilah sendiri.

2. Masa remaja tengah (14-16 tahun)

Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok,

sehingga tidak selalu bergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi

seksual dengan menggunakan pengalaman dan pemikiran yang lebih

kompleks. Pada tahap ini, remaja akan menganalisis dan berpikir

bagaimana cara mengembangkan identitas.

3. Masa remaja akhir (17-22 tahun)

Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan

datang dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir, proses

berpikir secara kompleks digunakan untuk memfokuskan diri pada

masalah-masalah idealism, toleransi, keputusan untuk karier dan

pekerjaan, serta peran orang dewasa dalam masyarakat.

Pada umumnya, bahaya yang menimpa masa remaja tergolong gawat

karena berakibat jangka panjang dan kontradiktif dengan tahap perkembangan

sebelumnya. Bahaya psikologis pada masa remaja lebih banyak dan berakibat

lebih luas daripada bahaya fisiknya. Tidak banyak anak remaja yang terpengaruh

oleh bahaya fisik, tetapi banyak terpengaruh dengan bahaya psikologisnya

walaupun tingkat beragam (Al-Mighwar, 2006 : 42).

Terdapat beberapa karakteristik perkembangan pada masa remaja

(Hurlock, 1993), yaitu :

1. Masa remaja adalah masa peralihan

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan

berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini, remaja bukan lagi

seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan

masa dimana seseorang remaja dapat membentuk gaya hidup dan

menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan

yang diinginkannya.

(21)

Universitas Sumatera Utara Terdapat empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu

perubahan emosi, perubahan peran, perubahan minat dan perubahan

pola perilaku.

3. Masa remaja adalah masa yang penuh masalah

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal

ini terjadi karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya

sendiri tanpa meminta bantuan orang lain. Akibatnya, terjadi

penyesalan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

4. Masa remaja adalah masa yang mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya

dan apa peran dirinya di masyarakat.

5. Masa remaja adalah masa yang menimbulkan kekuatan

Pandangan buruk yang diberikan orangtua kepada remaja, membuat

masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, sehingga

menimbulkan pertentangan yang membuat jarak antara orangtua

dengan remaja.

6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistis

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya

sendiri, baik dalam melihat dirinya sendiri maupun melihat orang lain.

Mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana

yang mereka harapkan.

7. Masa remaja adalah ambang dewasa

Dengan berlalunya usia belasan, remaja semakin matang berkembang

dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa.

Mereka akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan

dengan status orang dewasa

2.3. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah haisl pemikiran yang rasional dan merupakan

uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang

dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001

(22)

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan kerangka teori yang telah dijabarkan di atas, kerangka

pemikiran yang terbentuk adalah :

Model 1. – Kerangka Penelitian Peneliti

Remaja hamil di luar nikah Persepsi

masyarakat Tokoh

Masyarakat Akademisi

Referensi

Dokumen terkait

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

 Amir adalah warga negara Indonesia  Jadi, Amir wajib taat pada hukum

atau materi penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum. f) Peraturan DPRD Kabupaten Sleman Nomor 1 tahun 2011. tentang Tata

Transistor PMOS terbuat dari substrat dasar tipe-n dengan daerah source dan drain didifusikan tipe p + dan deerah kanal terbentuk pada permukaan tipe p. Positif MOS

1) Menetapkan materi layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan atau permasalahan siswa yang akan dikenai layanan. 2) Menetapkan tujuan atau hasil yang ingin dicapai. 3)

Untuk menggambarkan hal ini dengan tangan kanan Fleming aturan, ibu jari dan dua jari pertama dari tangan kanan diperluas pada sudut yang tepat untuk satu sama lain, ibu jari

Tanda perubahan (alterasi) adalah istilah yang dipakai untuk perubahan kromatis (nada yang berjarak ½) salah satu nada dalam suatu Accord.. Tanda perubahan (alterasi) dibagi menjadi

Pada hari ini Selasa tanggal Tiga Belas bulan Juni tahun Dua Ribu Tujuh Belas telah diadakan Rapat Penjelasan Pelelangan atau Aanwijzing sehubungan dengan Pelelangan Pekerjaan