• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Sosial Masyarakat Rusunawa Kota Binjai Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi Sosial Masyarakat Rusunawa Kota Binjai Chapter III V"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

MASALAH –MASALAH YANG MUNCUL DI RUSUNAWA

3.1. Masalah Sarana dan Prasarana Rusunawa

3.1.1. Kebersihan

Dari hasil penelitian mengenai Prasarana di Rusunawa yaitu mengenai kebersihan ruang publik, ditemukan bahwa tingkat kebersihan dari ruang publik dapat dikatakan cukup bersih. Walau ditemukan kasus ketidak puasan pada beberapa individu terhadap kualitas kebersihan lingkungan mereka. Misalnya, terdapat kotoran – kotoran sampah, yang ternyata bagi masyarakat penduduk Rusunawa masih dianggap dalam batas kewajaran.

(2)

3.1.2. Kondisi Air Bersih

Penyediaan air bersih di Rusunawa, masih merupakan sebuah persoalan yang perlu untuk dicarikan alternatif dalam penyediaannya. Dari hasil penelitian ditemukan kecenderungan bahwa kualitas air minum masih kurang baik. Penghuni Rusunawa masih sering mengeluh dengan kondisi air yang bau dan jika dimasak rasanya sedikit berbeda. Selian itu juga yang sering menjadi persoalan bagi penghuni Rusunawa Kota Binjai adalah tarif air yang terlalu mahal dan terkadang mati apabila sedang diperlukan. Apalagi air sering mati ketika pagi hari dimana para penghuni sedang membutuhkan air untuk berbagai kebutuhan mereka seperti memasak dan mencuci. Terkadang mereka terpaksa membeli air galon untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk memasak. Atau alternatif lainnya penghuni Rusunawa terpaksa menunggu hingga air hidup kembali. Pada pagi hari biasanya air akan mati selama kurang lebih 3 jam. Meski kejadian seperti ini tidak terjadi setiap harinya, namun tetap saja membuat kebanyakan penghuni kesal dan mengeluh. Kondisi air di Rusunawa ternyata masih belum dapat memuaskan penghuni rusun.

3.1.3 Tempat Ibadah

(3)

Namun kebutuhan akan tempat peribadatan menurut penghuni Rusunawa masih belum memuaskan. Sebagai salah satu fasilitas sosial, rumah peribadatan menjadi bagian yang sebaiknya disediakan untuk menjamin kualitas lingkungan rusun. Dari hasil penelitian masih terdapat warga rusun yang belum menemukan kepuasan dalam menjalankan ibadahnya di lingkungan rusun, walaupun terdapat juga warga yang sudah merasakan terpenuhinya kebutuhan akan tempat ibadah.

Ketidakpuasaan yang di rasakan warga Rusunawa adalah dengan alasan, mereka sedikit terganggu ketika menjalankan ibadah Sholat di Mushollah. Dimana terdapat gangguan kebisingan dari anak-anak yang sedang bermain di sekitar Mushollah. Gangguan kebisingan memang tidak dapat dihidari. Oleh karena itu sebagian penghuni lebih memilih melakukan ibadah Sholat di dalam rumahnya dengan menutup pintu. Dengan begitu mereka merasa dapat menjalankan Sholat dengan lebih khusyuk. Selain itu bangunan Musholla yang tidak begitu besar juga menjadi salah satu faktor yang membuat ketidakpuasan para penghuni. Pasalnya mereka harus pergi ke Mesjid terdekat untuk melakukan kegiatan pengajian. Hal ini dikarenakan Mushollah yang terdapat di Rusunawa tidak dapat menampung semua peserta pengajian.

3.1.4. Ruang Pertemuan atau Aula

(4)

Keterbatasan ruang membuat para penghuni akan merasa bingung jika hendak melakukan suatu acara atau hajatan. Lokasi yang dapat dipergunakan sebagai tempat membuat hajatan hanyalah aula. Penghuni Rusunawa sangat menyayangkan karena aula yang tersedia juga dijadikan sebagai tempat parkir. Sehingga ketika mereka hendak melangsungkan suatu pertemuan atau hajatan mereka harus mengkosongkan tempat tersebut dari kendaraan-kendaraan yang terparkir. Sekaligus membersihkannya dari kotoran-kotoran bekas kendaraan dengan cara menyapu dan mengepel lantainya.

3.2. Masalah Antar Penguni Rusunawa

3.2.1. Persaingan

Persaingan merupakan proses sosial yang dilakukan oleh individu maupun kelompok dengan tujuan mencari keuntungan sendiri atau kelompoknya tanpa menggunakan ancaman ataupun kekerasan. Persaingan yang ditunjukan oleh penghuni Rusunawa adalah persaingan dalam mode pakaian, tas, sepatu, kendaraan pribadi dan barang-barang alektronik seperti handphone. Berdasarkan keterangan salah satu penghuni Rusunawa yaitu Ibu Wiwit, pada awal menghuni banyak dari mereka yang tidak memiliki sepeda motor namun saat ini hampir semua penghuni memiliki sepeda motor. Jika dilihat di parkiran maka banyak sepeda motor dengan berbagai warna dan bentuk yang terparkir. Mereka menurut Ibu Wiwit seperti “ikut-ikutan” dengan kata lain karena satu penghuni memiliki sepeda motor maka penghuni lain juga ingin memilikinya.

(5)

pengkreditan. Padahal sebelum memiliki kendaraan pribadi sebagian besar penghuni menggunakan angkutan umum sebagai alat transportasi. Apalagi lokasi Rusunawa Kota Binjai berada di tempat yang strategis dan di lewati oleh angkutan umum. Dulu tidak pernah ada masalah bagi mereka untuk menggunakan angkutan umum kemana pun mereka pergi namun sekarang mereka seperti enggan untuk menaiki angkutan umum lagi dan lebih memilih mengkredit sepeda motor. Padahal Ibu Wiwit bercerita bahwa terkadang sepeda motor itu pun tidak bertahan lama, ada bebrapa penghuni yang tidak sanggup membayar kreditan sepeda motornya sehingga di tarik oleh debt collector.

Ibu Sari contohnya, beliau adalah salah satu dari bebrapa penghuni yang nekat untuk mengkredit sepeda motor dengan bayaran yang besar setiap bulannya. Baru 5 bulan di pakai Bu Sari harus merelakan sepeda motornya ditarik kembali oleh shorum. Pasalnya ketidakmampuan Bu Sari untuk membayar tunggakan kreditan yang sudah nunggak selama 3 bulan. Bu Sari mengaku dia mengkedit sebuah sepeda motor atas keinginan putranya yang masih SMP namun ingin belajar mengendari sepeda motor seperti teman-temannya yang lain. Bu Sari mencoba mengabulkan permintaan putranya tersebut namun apalah daya pekerjaan suami Bu Sari yang hanya sebagai tukang becak membuat Bu Sari dan suaminya tidak sanggup untuk membayar kredit sepeda motor tersebut.

(6)

bagusnya dengan yang dimiliki oleh tetangganya. Baru-baru ini Ibu Wiwit melihat tetangga depan rumahnya mengganti telivisi lamanya dengan telivisi yang baru tidak lama kemudian tetangga lainnya juga ikut membeli telivisi yang sama padahal telivisi yang lama masih bisa digunakan. Ibu Wiwit tidak heran dengan tingkah para tentangganya sebab menurut Ibu Wiwit sejak awal mereka menjadi penghuni Rusunawa mereka memang sering terlihat berasaing dalam hal kekayaan. Tidak jarang mereka saling menjelekkan satu sama lain padahal hunian mereka letaknya berdampingan. Meski di belakangan mereka saling menceritakan keburukan satu dengan yang lainnya namun mereka tetap bersikap manis di depan penghuni yang bersangkutan. Ibu Wiwit mengungkapkan bahwa di antara penghuni Rusunawa memang mereka memiliki keuangan yang memadai dan mungkin lebih dari cukup untuk sekedar makan sehari-hari.

“uda gak heran kalau lihat mereka saling pamer-pameran barang kayak gitu. Hampir seluruh warga sini pun tahu mereka kayak mana. Tapi biar ajalah mungkin uangnya banyak, suaminya kan kerja di kantor jadi gengsinya pun tinggi. Pantang liat tetangga beli yang baru dia pun ikut-ikutan”. Ungkap Ibu Wiwit sambil sedikit tertawa.

(7)

3.2.2. Konflik

Adanya kepadatan penghunian serta masing-masing rusun yang berdekatan mengakibatkan kegaduhan akan mengurangi kenyamanan hidup penghuni rusun. Dari hasil penelitian ada beberapa penghuni yang mengalami pertentangan satu dengan yang lainnya. Biasanya pertentangan atau konflik terjadi berkaitan dengan anak-anak, hutang piutang dan kebisingan yang tidak pada waktunya dan tempatnya.

Biasanya anak-anak dalam bermain sering terjadi pertentangan atau perkelahian antar anak karena mereka ingin mempertahankan pendirannya masing-masing. Akan tetapi pertengkaran sang anak dapat menjadi konflik antara orangtua anak yang bersangkutan. Orangtua masing-masing anak melakukan pembelaan terhadap anaknya dan tidak terima jika anaknya disalahkan. Apalagi jika terjadi pertengkaran yang melukai fisik sang anak seperti di cakar, dijambak, atau dipukul. Orangtua yang tidak terima dengan perlakuan dari teman anaknya akan dengan sigap langsung memberi teguran terhadap teman anaknya atau bahkan mendatangi huniannya untuk memberi teguran. Hal semacam ini yang akhirnya menimbulkan konflik di antara para orangtua.

(8)

Rusunawa maka hampir seluruh penghuni akan mengetahuinya. Lebih dari itu bahkan sampai ada juga yang melaporkan kejadian ini kepada pengelola Rusunawa agar yang bersangkutan diberi teguran. Tetapi pihak pengelola merasa tidak perlu ikut campur menganai masalah yang sedang dialami para penghuni. Pengelola hanya bisa mengingatkan agar masing-masing penghuni tetap menjaga kenyamanan para penghuni lainnya selama tinggal di Rusunawa.

Hal seperti ini sama dengan yang dialami oleh Ibu Nuri. Dimana ketika itu anak laki-lakinya tidak sengaja mendorong temannya hingga jatuh ketika bermain di halaman Rusunawa. Karena tidak terima dengan perlakuan anak Ibu Nuri maka orangtua anak yang jatuh mendatangi Ibu Nuri dengan marah-marah. Ibu Nuri tidak melawan dan hanya diam saja karena tidak ingin memperpanjang masalah. Namun sepertinya ibu anak tersebut belum dapat melupakan atau bahkan memaafkan perlakuan anak Bu Nuri hingga sampai saat ini ibu anak tersebut tidak pernah menyapa atau hanya sekedar melempar senyuman kepada Bu Nuri.

(9)

Namun dari kenyataan yang penulis temukan dilapangan bahwa ada konflik yang terjadi akibat hutang piutang yang terjadi di antara peghuni. Ketika itu saya baru saja mau menaiki tangga untuk menuju lantai 3 namun dari lantai 2 saya mendengar suara perempuan dengan nada tinggi sedang menagih hutang di salah satu hunian warga yang bernama Ibu Novi. Ibu Novi adalah seorang ibu rumah tangga yang suaminya hanya bekerja sebagai tukang parkir. Penghasilan suaminya yang tidak mencukupi untuk membayar tangihan listik dan air yang sudah 3 bulan menunggak membuat Ibu Novi meminjam uang dengan salah satu penghuni yang bernama Ibu Wati. Karena apabila Ibu Novi tidak melunasi tagihan air dan listik pada bulan itu maka pihak pengelola Rusunawa terpaksa harus meminta Ibu Novi dan keluarganya untuk pindah dari Rusunawa sebagaimana telah tertera di peraturan yang telah di sepakati bersama.

Hutang yang telah sekian lama tidak dibayar oleh Ibu Novi membuat Ibu Wati geram dan mendatangi hunian Ibu Novi dengan marah-marah. Bukan hanya sekali atau dua kali Ibu Wati menagih agar hutangnya segara dilunaskan namun Ibu Novi hanya memberikan janji-janji yang sampai saat ini juga belum ditepatinya. Disisi lain Ibu Wati juga lagi membutuhkan uang untuk biaya sekolah anaknya yang akan melakukan perpisahan di sekolahnya. Di depan hunian Ibu Novi beliau dengan lantangnya mengatakan,

“aku uda capek ya mintanya sama kau, tiap hari kau bilang besok besok tapi gak kau bayarkan juga. Bukan kau aja yang butuh uang, aku pun lagi butuh. Anak ku mau bayar uang perpisahan sekolahnya. Jangan janji aja kau, gak mau tau aku kau bayar lah pokoknya besok hutang kau itu”

(10)

malah ikut mengunjing dan mengolok-olok mereka, hanya ada seorang laki-laki yang mencoba mengerai perkelahian tersebut. Karena Ibu Novi tidak melawan dan hanya bisa berkata “iya” maka akhirnya dengan muka yang masih terlihat jelas memancarkan kemarahan Ibu Wati meninggalkan hunian Ibu Novi dan kembali ke huniannya di lantai 2.

Kejadian seperti ini kerap terjadi di Rusunawa, apalagi banyak penghuni yang juga ikut campur dengan masalah penghuni lainnya. Mereka ikut mengomentari permasalahan yang terjadi dan memberi pembelaan kepada salah satu pihak yang sedang tersandung masalah. Akibatnya terjadi perselisihan yang semakin memanas diantara dua kubu dan perselisihan ini akan sulit untuk diselesaikan. Bahkan menurut penuturan salah satu penghuni yaitu Kak Sri yang sudah menghuni Rusunawa lebih dari 2 tahun bahwa,

“karena utang-utang kayak gini hari tu pun sampek ada yang pindah. Dia gak sanggup bayar karena ditinggal suaminya kerjanya ke Batam terus gak pernah ngirim suaminya itu. Pahadal Cuma 500 ribunya utangnya itu. Terakhir karena malu dia kan di omongin orang rusun ini pindah dia. Pindahnya pun gak ada yang tau diam-diam dia kayaknya pas malam hari”

(11)
(12)

BAB IV

PENYESUAIAN DIRI DAN PERUBAHAN YANG TERJADI PADA

PENGHUNI RUSUNAWA

4.1. Penyesuaian Terhadap Lingkungan Fisik

Perubahan lingkungan fisik mempengaruhi perilaku seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti yang terjadi pada penghuni Rusunawa Kota Binjai, secra fisik tempat hunian mereka mengalami perubahan dari lingkungan pemukiman horizontal menjadi lingkungan pemukiman vertikal. Perubahan lingkungan tersebut mempengaruhi para penghuni Rusunawa dalam menyikapi keterbatasan ruang pada huniannya. Mereka telah menyikapi perubahan lingkungan fisik dengan berbagai perilaku penyesuaian fisik.

Hunian Rusunawa dengan ukuran luas 24 m² tentu saja membatasi ruang gerak penghuni. Berbeda dengan hunian sebelumnya dimana mereka memiliki hunian dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran hunian di Rusunawa yang sekarang mereka tempati. Untuk dapat memaksimalkan penggunaan ruang maka penghuni Rusunawa membuat sekat-sekat pada huniannya. Penghuni yang membuat sekat biasanya untuk kebutuhan ruang tidur. Ada yang membuat satu ruang tidur menjadi dua ruang dengan disekat menggunakan lemari atau triplek.

(13)

anak mereka sudah beranjak remaja sehingga tidak memungkinkan jika mereka tidur satu kamar bersama orangtuanya. Ada pula yang memanfaatkan ruang tamu juga sebagi ruang makan, ruang belajar dan ruang keluarga. Disamping banyaknya penghuni yang memanfaatkan ruang menjadi multifungsi, ada juga penghuni yang menerima dan memanfaat ruang sesuai dengan yang telah tersedia.

Keterbatasan ruang juga membuat beberapa penghuni yang memiki barang-barang yang banyak binggung untuk meletakkan barang-barang-barang-barangnya. Kebanyakan dari mereka membawa barang-barang dari hunian lamanya seperti kursi, tempat tidur, lamari, dan alat-alat elektronik berupa telivisi. Namun barang-barang yang mereka bawa akhirnya tidak dapat diletakkan semua di dalam hunian. Hunian Rusuanwa terlalu kecil untuk memuat semua barang-barang tersebut. Sebagain dari mereka ada yang nekat meletakkan kursi di teras depan hunian. Padahal menurut peraturan tata tertib yang telah disepakati perbuatan tersebut adalah suatu pelanggaran.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh salah seorang penghuni Rusunawa yang menjadi informan saya yaitu Bu Yus:

“gak boleh sebenarnya kursi ini diletak disini tapi di dalam pun ya gak muat, kalau tetap letak di dalam ya sempit kali ornag mau lewat pun susah jadi biar ajalah di sini. Uda perna juga kena tegur sama petugas kebersihan disini tapi aku ya diam aja gak ku pindah-pindahin juga. Orang ya masih petugasnya yang negur kalau pengelolanya yang negur ya baru takut juga.”

(14)

Kebanyakan warga yang melanggar memiliki alasan yang relatif sama yaitu karena tidak adanya lagi ruang kosong untuk meletakan barang-barang tersebut.

Foto 4.1: Perabotan rumah tangga yaitu kursi yang diletakkan di teras hunian

Walaupun ada sebagian penghuni yang melanggar peraturan tata tertib di Rusunawa, ada juga penghuni yang tetap mengikuti peraturan yang ada. Seperti halnya Bu Nuri, beliau adalah salah satu penghuni yang tetap mengikuti peraturan yang berlaku. Bu Nuri lebih memilih untuk menjual barang-barang yang tidak memungkinkan untuk diletakkan di dalam huniannya. Berbeda dengan Bu Yus, Bu Nuri merasa malu jika harus melanggar dan di beri teguran baik dari pengelola maupun dari petugas kebersihan.

(15)

ditanggapi oleh penghuni yang melakukan pelanggaran. Meski begitu bagi sebagian penghuni termasuk Bu Nuri, mereka tetap tidak berani untuk melanggranya dan lebih memilih untuk menjual barang-barang yang sekiranya kurang bermanfaat.

Bagi penghuni yang memiliki anak balita tinggal di Rusunawa juga menjadi suatu kecemasan tersendiri. Dimana bangunan bertingkat ini memiliki resiko kecelakaan yang tinggi. Untuk itu diperlukannya pengawasan orangtua terhadap anak yang lebih ekstra. Jika di hunian horizontal memiliki halaman yang bisa digunakan untuk bermain anak maka di Rusunawa setiap sudut bangunan dapat dijadikan sebagai tempat bermain. Selain halaman dasar Rusunawa, teras hunian adalah tempat yang sering digunakan untuk tempat bermain.

Demi supaya tidak terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti jatuhnya anak dari lantai atas maka beberapa penghuni yang memiliki anak balita usia 1-2 tahun memberi palang pintu yang terbuat dari papan. Tujuannya agar sang anak tidak keluar hunian. Sebenarnya untuk mencegah anak keluar hunian dapat dilakukan dengan menutup pintu hunian. Namun menurut informasi yang di dapat dari informan, jika menutup pintu hunian maka hunian menjadi sumpek dan panas. Oleh karena itu mereka menyiasatinya dengan membuat semacam palang yang menghalangi sang anak untuk keluar. Selain itu hal ini juga dilakukan agar orangtua seperti para ibu tetap dapat melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak tanpa harus mengawasi sang anak dari dekat. Tindakan seperti ini menurut para warga dapat mengurangi kecemasan mereka terhadap resiko jatuhnya anak.

(16)

hunian penghuni juga sering menjadi tempat bersosialisasi. Kegiatan yang bersifat privat ini memenuhi teras tersebut sehingga bagi penghuni lain yang ingin melintasi area tersebut jadi merasa terganggu dan enggan melewati tempat tersebut, sehingga teras yang merupakan akses utama pada rumah susun tidak berfungsi sebagaimana mestinya ruang milik bersama.

(17)

Foto 4.2: Balkon belakang yang digunakan untuk tempat tanaman.

(18)

Foto 4.3: jemuran penghuni yang merusak pemandangan

Kebanyakan perancangan rumah susun tidak disertai dengan antisipasi kebudayaan masyarakat dalam menjemur pakaian. Tidak tersedianya ruang jemur yang memadai memicu para penghuni untuk menggunakan balkon dengan luas “seadanya” itu untuk menjemur pakaian. Ini mencerminkan masyarakat khususnya di Indonesia yang sebenarnya belum siap menerima konsep rumah susun dan belum mampu sepenuhnya beradaptasi dengan lingkungan rumah susun tersebut.

4.2. Penyesuaian Terhadap Lingkungan Sosial

4.2.1. Menjalin Kerjasama Antar Sesama Penghuni

4.2.1.1. Kerjasama Dalam Hal Gotong Royong

(19)

Dalam rangka penelitian Rusunawa Kota Binjai, satuan sosial yang dimaksud adalah individu yaitu warga atau penghuni yang tinggal di Rusunawa tersebut.

Dalam perwujudannya sehari-hari hubungan sosial atau hubungan atara penghuni itu tampak dalam berbagai tindakan atau prilaku yang bersifat fisik. Secara garis besar, corak hubungan antar penghuni di Rusunawa ini dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama adalah corak hubungan yang bersifat kejasama dan sisi kedua yaitu corak hubungan yang bersifat pertentangan atau konflik.

Corak kerjasama dapat terlihat pada penghuni yang berbaur dan menyatu satu dengan yang lainnya. Mereka saling bertegur sapa, tolong menolong dalam aktivitas tertentu seperti ikut bergotong royong yang dilakukan di Rusunawa. Secara konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu model kerjasama yang disepakati bersama. Dalam perspektif sosio budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih (mengharap balasan) untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Koentjaraningrat (1987) membagi dua jenis gotong royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia; gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum.

(20)

penghuni menyiapkan alat-alat kebersihan secara pribadi seperti sapu, arit, cangkul, serokan sampah dan lain sebagainya. Kegiatan kerja bakti ini dimulai pada pukul 07.00 WIB dan biasanya selesai pada pukul 10.00 WIB. Kegiatan pertama yang dilakukan para penghuni adalah membersihkan halaman yang ada di Rusunawa dilanjtukan dengan menaman bunga dan membersihkan aliran parit agar tidak tersumbat. Di saat yang bersamaan ada juga beberapa ibu rumah tangga yang sedang menyiapkan sarapan bagi penghuni yang sedang melakukan kerja bakti. Baik kegiatan kerja bakti maupun menyiapkan sarapan semua dilakukan para penghuni secara sukarela.

Kerja bakti bukanlah hanya sekedar membersihkan lingkungan agar menjadi bersih, asri, sehat dan rapi, sehingga kalau lingkungan selalu bersih dan indah maka secara langsung maupun tidak langsung akan menambah kenyamanan dan semangat warga. Dengan kerja bakti, ikatan keluarga kian tersambung rapih, kesusahan yang dialami dapat terobati, dan pekerjaan yang berat akan terasa ringan karena dilakukan secara bersama-sama dengan senang hati. Melalui bekerja sama, maka akan terbentuk suatu ikatan yang terdapat rasa saling percaya, dimana masing-masing warga bisa diandalkan dan bertanggung jawab akan perannya dalam masyarakat.

(21)

mengingatkan utnuk keikutsertaannya, sebab kegiatan kerja bakti ini memang bukan sebuah paksaan melainkan kesukarelaan para penghuni.

“semakin lama makin sikit yang mau ikut bersih-bersih. Paling cuma berapa orang aja. Karena satu orang malas yang lainnya ikutan malas juga. Tapi maunya ada lah rasa segannya ya kan, tapi ya gitu lah manusia sifatnya macam-macam. Kita pun ya gak bisa maksa juga”.

Penjelasan yang diberikan Pak Rial memperlihatkan bahwa penghuni yang tidak mau untuk kerja bakti juga mempengaruhi para penghuni lainnya. Penghuni yang dulunya rajin melakukan kerja bakti lama kelamaan juga menjadi malas karena melihat ada penghuni yang tidak mau terlibat dalam kerja bakti. Meski bukan contoh yang baik untuk ditiru namun kenyataannya kini semakin sedikit penghuni yang mau untuk bekerja bakti membersihkan lingkungan Rusunawa. Dan kegiatan kerja bakti yang dulunya hampir dilakukan setiap bulan kini terkadang hanya dilakukan dalam beberapa bulan sekali setiap tahunnya.

Harus dipahami bahwa tinggal di sebuah Rusunawa yang terdiri dari berbagai individu dengan berbagai sifat dan tingkah laku yang berbeda-beda terkadang memang lebih memerlukan sifat saling memahami dan saling menghargai. Ketidakcocokan pasti sering terjadi di antara penghuni, namun demi keharmonisan bertetangga beberapa penghuni lebih memilih untuk diam dan memendam ketidaksukaannya agar tidak terjadi kegaduhan atau adu mulut.

4.2.1.2. Kerjasama Dalam Hal Hajatan dan Kematian

(22)

berupa uang atau barang dengan harapan apabila yang bersangkutan berganti menyelenggarakan suatu kegiatan juga akan mendapat imbalan serupa. Pendapat penghuni Rusunawa seperti yang dijelaskan diatas sama dengan konsep Reriprositas. Secara sederhana resiprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok. Dalam resiprositas ini, individu atau kelompok memberikan barang atau jasa kepada individu atau kelompok lain tanpa menentukan batas waktu mengembalikan. Dalam pertukaran masing-masing pihak percaya bahwa mereka akan saling memberi, dan percaya bahwa barang dan jasa yang diberikan akan dibalas entah kapan. Sehingga juga bisa dikatakan bahwa resiprositas umum berlaku di kalangan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat dekat.

(23)

Lain halnya dengan terjadi musibah (meninggal dunia) dengan salah satu penghuni Rusunawa. Maka tetangga terdekat terutama yang terdapat di depan atau disebelah rumahnya pada satu lantai akan menyediakan sebagian ruang huniannya untuk tempat tamu yang sedang melayat. Sedangkan tetangga lainnya yang agak jauh atau yang berada di lantai yang berbeda secara spontan akan datang mengucapkan turut beduka cita dengan memberikan uang seikhlasnya. Tanpa disuruh warga terdekat juga ikut menyelesaikan persyaratan yang diperlukan, seperti dalam kegiatan proses penguburan.

4.2.1.3. Kerjasama Dalam Hal Tolong Menolong

Hubungan tolong menolong juga terlihat pada sebagian warga yang apabila sedang mendapat kesulitan. Mereka tidak segan untuk meminta tolong kepada tetangga yang telah dikenalnya dengan baik dan akrab. Misalnya ketika mereka kekurangan uang utnuk kebutuhan sehari-hari atau keperluan anak sekolah. Selain tolong-menolong dalam urusan keuangan penghuni Rusunawa juga sering meminjam bahan dapur seperti cabai, tomat, garam kepada tetangga di samping huniannya apabila ada bahan dapur yang kurang dan malas untuk turun ke bawah membeli bahan yang kurang. Menurut penghuni setempat sudah biasa jika seseorsng meminjam uang atau barang kepada tetangganya yang dekat dan dikenalnya. Mereka berpendapat bahwa suatu saat seorang meminta tolong tetapi di saat lain bisa saja warga itu yang akan memberikan pertolongan kembali.

“tinggal disini sudah lama, semua sudah ibu anggap keluarga. Kalau ada apa-apa ibu ceritanya sama tetangga karena keluarga jauh di Jawa. Kalau ibu butuh uang suami ibu belum gajian ya ibu pijam sama mereka. Syukur kalau mereka juga lagi punya uang ya dikasi pinjaman tapi kalau gak ada ya ibu pinjam sama angsuran5”. Ungkap Ibu Sari.

5

(24)

Menurut Ibu Sari karena beliau sudah kenal lama dan sudah akrab dengan para tetangganya di Rusunawa maka apabila dia mengalami kesulitan dia akan meminta bantuan pertama kali kepada tentangga terdekatnya yang sudah memiliki rasa saling percaya. Apalagi beliau adalah warga perantauan dari Pulau Jawa yang tidak memiliki banyak saudara di Kota Binjai. Jika ada keperluan mendesak dan suaminya belum gajian maka Ibu Sari lebih memilih meminjam uang kepada tetangganya dibandingkan dengan lentenir. Meski terkadang merasa segan namun bagi Ibu Sari tidak ada pilihan lain dibandingkan beliau harus meminjam uang kepada lintenir yang bunganya lumayan besar.

4.2.1.5. Kerjasama Dalam Hal Olahraga

(25)

Di saat para pemuda Rusunawa asyik bermain sepak bola maka penghuni perempuan baik yang sudah dewasa maupun anak-anak ikut menonton dan memberi semangat layaknya supporter sepak bola. Sungguh suatu pemadangan yang seru di sore hari untuk melepas jenuh setelah beraktifitas seharian. Kegiatan olah raga ini juga menggambrakan bagaimana hubungan kerjasama anatar penghuni Rusunawa. 4.2.2. Mengikuti Organisasi Sosial

Organisasi sosial yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah organisasi nonformal yang terdapat di pemukiman Rusanawa Kota Binjai. Organisasi sosial nonformal adalah organisasi sosial yang keberadaannya merupakan hasil prakarsa warga dan sifatnya tidak resmi dan tidak berbadan hukum. Organisasi sosial nonformal yang terbentuk di Rusunawa Kota Binjai antara lain arisan dan pengajian. 4.2.2.1. Arisan

Arisan ibu-ibu di lingkungan Rusunawa terjadi terutama pada penghuni yang berada dalam satu lantai. Tidak hanya ada satu kelompok arisan tetapi ada beberapa kelompok arisan dengan anggota yang berbeda-beda. Jumlah anggota arisannya pun bervariasi begitu juga dengan jumlah uang setoran arisan yang dikeluarkan. Berdasarkan jumlah uang setoran yang dikeluarkan, kelompok arisan ini dapat dibedakan menjadi dua. Yaitu kelompok arisan dengan jumlah uang setoran yang besar dan kelompok arisan dengan jumlah uang setoran yang relatif kecil.

(26)

karena tidak sanggup membayar setoran setiap bulannya dan akhirnya berhenti mengikuti arisan tersebut.

Sementara pada kelompok arisan yang setorannya lebih kecil yaitu sebesar Rp. 20.000 setiap bulannya. Kelompok arisan ini memiliki anggota arisan yang lebih sedikit yaitu 20 orang. Arisan ini biasanya diundi di rumah salah satu anggota kelompok yang dapat sebelumnya secara bergiliran pada hari Minggu pertama setiap bulannya. Biasanya pengundian ini dilakukan para ibu-ibu Rusunawa saat sore hari dimana mereka setalah selesai beraktifitas. Di sana tersedia hidangan sederhana seperti air dan makanan ringan seperti kue yang disediakan oleh pemilik hunian.

Yang cukup menarik adalah peggunaan uang arisan yang diperolehnya. Masing-masing anggota arisan mempergunakan uang arisannya untuk berbagai kebutuhan. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa uang yang diperoleh dari arisan selalu digunakan untuk menambah biaya dapur dan untuk memutar modal bagi yang berdagang. Bagi mereka arisan merupakan tabungan untuk waktu yang lama. Artinya mereka menjadikan arisan ini sebagai alternatif bagi mereka untuk menabung disetiap bulannya, dan nantinya uang yang diperoleh dari arisan ini akan digunakan untuk berbagai kebutuhan hidup mereka.

(27)

Salah satu penghuni yang megikuti arisan hanya untuk memperetat rasa persaudaraan adalah Ibu Sri. Ibu Sri termasuk penghuni yang baru tinggal di Rusunawa, beliau baru tinggal di Rusunawa sekitar 8 bulan. Ibu Sri bekerja sebagai pegawai di salah pabrik yang ada di Medan. Waktu kerjanya yang terbilang panjang membuat beliau jarang bersosialisasi dengan para tetangganya. Waktu luang biasanya dipakai Ibu Sri untuk beristirahat. Sehingga untuk tetap dapat berhubungan baik dengan para tetangganya beliau mengikuti salah satu arisan di Rusunawa. Menurutnya selain mengikuti arisan ini dapat menyimpan uangnya dalam waktu yang lama, beliau juga dapat berbaur dan mempererat hubungan diantara sesama penghuni.

4.2.2.2. Pengajian

(28)

Foto 4.4 : Ibu-ibu Rusunawa yang sedang melakukan pengajian.

Meskipun kegiatan ini tidak dipaksakan dan bersifat sukarela, tetapi minat ibu-ibu Rusunawa dalam mengikuti pengajian ini cukup besar. Jadwal pengajian rasanya tak pernah dilewatkan dan selalu ramai. Banyak di antara para pesertanya adalah ibu-ibu muda yang baru berumah tangga. Kelihatannya kegiatan seperti ini sangatlah besar manfaatnya dalam membina hubungan sosial di lingkungan masyarakat Rusunawa Kota Binjai.

(29)

Waktu penghuni ketika bekerja juga berbeda-beda. Ada yang bekerja dari pagi hingga sore ada juga yang bekerja dari siang hingga malam. Sehingga waktu mereka untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya tidak dapat terjalin dengan intens karena perbedaan waktu dalam bekerja. Kegiatan seperti gotong royong, arisan dan pengajian yang diikuti oleh semua penghuni sangat membantu para penghuni untuk saling mengenal secara keseluruhan penghuni dan mempererat hubungan diantara mereka. Oleh karena itu maka keikutsertaan penghuni sangatlah penting di setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Rusunawa.

Untuk saling mengenal antar penghuni dan menjalin hubungan yang baik bukanlah suatu hal yang susah. Meski banyak perbedaan diantara penghuni namun semua penghuni Rusunawa berasal dari daerah yang sama yaitu Kota Binjai. Hal ini membuat mereka lebih cepat untuk mengenal satu dengan yang lainnya. Jika ada penghuni yang baru pindah maka sebagain penghuni terdekat datang untuk sekedar berkenalan dan berbincang-bincang. Dari penghuni yang lama, penghuni baru dapat mengetahui berbagai informasi mengenai Rusunawa. Tetapi ada juga menghuni yang tidak peduli dengan adanya penghuni baru. Penghuni seperti ini merasa bahwa dia adalah penghuni lama yang harus dihormati dan jika ingin berkenal maka penghuni baru tersebut harus datang ke huniannya.

(30)

berdampak positif baginya. Selain dia mendapat pembelajaran mengenai agama Islam, dia juga dapat mengenal para ibu-ibu penghuni Rusunawa lainnya. Selama 6 bulan ini pula Bu Dewi tidak pernah mengalami kegaduhan dengan tetangganya. Meski terkadang dalam obrolan sehari-hari dengan para tetangga lainnya juga sering terdengar kabar miring tetang penghuni lainnya Bu Dewi lebih memilih menjadi pendengar yang baik tanpa ikut mengomentari apalagi ikut campur tentang urusan para tetangganya.

4.3. Menumbuhkan Rasa Toleransi yang Tinggi

Di bangunan vertikal yang menjulang tinggi ini pasti ditemukan orang-orang dari asal usul yang berbeda, agama yang berbeda dan suku yang berbeda. Di Rusunawa Kota Binjai mayoritas penghuninya beragama Islam, hanya ada sekitar 15 penghuni yang non muslim. Rusunawa memiliki sebuah mushollah yang selalu digunakan oleh penghuni yang muslim untuk beribadah. Ketika memasuki waktu solat penghuni yang beragama non muslim dengan kesadaran sendiri tidak melakukan aktifitas yang mengundang kebisingan. Apalagi ketika waktu Sholat Magrib, hampir semua penghuni baik muslim maupun non muslim masuk ke dalam huniannya dan tidak melakukan aktifitas di luar hunian.

(31)

muslim. Sejauh ini perbedaan agama di Rusanawa belum pernah menjadi persoalan yang mengakibatkan konflik. Masing-maisng dari mereka memiliki rasa toleransi yang tinggi demi keharmonisan bertetangga.

4.4. Kebiasaan-Kebiasaan Lama Yang Masih Terbawa ke Rusunawa

Tinggal di rumah susun merupakan budaya yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia, sehingga seringkali kegiatan sehari-hari yang biasa dilakukan pada lingkungan perumahan horizontal terbawa ke lingkungan perumahan yang baru yakni perumahan vertikal Rusunawa. Hidup di Rusunawa identik dengan kesumpekan karena keterbatasan ruang. Gangguan kebisingan menjadi fenomena yang muncul di hunian Rusunawa. Rumah penghuni satu dengan lainnya yang hanya dibatasi dinding memungkinkan dapat mendengar suara yang agak keras dari tetangga sebelahnya. Berbicara dan menggunakan perangkat audio yang terlalu keras menggangu tetangga kamar maupun penghuni secara keseluruhan. Hal ini merupakan kebiasaan penghuni yang terbawa ke dalam lingkungan tersebut. Deretan unit-unit satuan Rusunawa yang berdekatan tidak memberikan keleluasaan bagi masing-masing penghuninya dalam berbicara maupun untuk sekadar memuaskan kebutuhan batinnya dengan mendengarkan musik dalam volume suara yang keras. Disini penghuni dituntut untuk menyesuaikan dirinya agar tidak saling mengganggu tetangganya.

(32)

sedang beristirahat. Belum lagi jika ada pertengkaran antara suami istri, suara mereka akan terdengar hingga ke hunian lainnya. Kebanyakan penghuni tidak menyadari hal ini, mereka beranggapan bahwa tetangga di sebelah mereka tidak akan mendengar pertengkaran yang sedang terjadi. Namun ketika tetangga lainnya mengingatkan barulah mereka merasa malu dan membiasakan diri untuk lebih mengontrol suara mereka ketika sedang bertengkar atau berbicara.

Pada umumnya penghuni Rusunawa mengatakan bahwa mereka tidak masalah dengan kemungkinan gangguan kebisingan selagi masih dalam batas kewajaran. Mereka masing-masing juga memaklumi hidup di Rusunawa tidak akan terlepas dari masalah kebisingan. Sehingga meskipun bising mereka akan tetap bertahan tinggal di Rusunawa. Faktor kebutuhan tempat tinggal yang murah dan strategis menjadi faktor utama mereka betah tinggal di Rusunawa meskipun ada gangguan-gangguan seperti kebisingan. Namun meskipun begitu penghuni harus memiliki rasa toleransi sesama penghuni, agar dapat terjalinnya hubungan yang harmonis antar sesama penghuni dan masing-masing penghuni Rusunawa merasa nyaman tinggal di Rusunawa.

(33)

Pada umumnya penghuni masih berpola pikir dan berperilaku sebagai pemilik tunggal atas hunian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kebiasaan para penghuni yang hanya terpaku pada pemeliharaan satuan rumah susun yang disewanya saja. Sedangkan terhadap benda-benda dan bagian-bagian bersama seperti kebocoran atap, rusaknya tangan tangga, kebersihan lantai, para penghuni tidak mempedulikan kerapihan dan ketertiban lingkungan. Terhadap kejadian-kejadian tersebut, mereka cenderung menyalahkan orang atau pihak lain. Konsepsi kepemilikan tunggal yang berdampak pada perilaku dalam memelihara bagian bersama Rusunawa benar-benar tidak dapat dihilangkan.

Masalah lain ialah adanya kebiasaan membuang sampah yang cenderung tidak pada tempatnya. Tanpa disadari membuang sampah atau barang tidak berharga lainnya ke luar yang dapat mengganggu kenyamanan penghuni terutama penghuni lainnya, khususnya penghuni lantai bawah. Kecenderungan manusia yang malas untuk turun kebawah dan membuang sampah memicu tindakan yang dapat merusak lingkungannya ini. Selain itu juga yang kerap menjadi area buangan sampah ialah ruang tangga. Ruang tangga yang cenderung sepi dan tidak banyak terdapat aktifitas di tempat itu menjadi area untuk membuang sampah. Penghuni beranggapan bahwa asalkan tidak terlihat oleh tetangga, maka sah untuk membuang sampah di area tangga.

(34)

di hunian lama mereka, mereka juga hanya mementingkan tempat tinggal atau rumahnya sendiri tanpa memikirkan kebersihan lingkungan sekitarnya.

Seorang petugas kebersihan yang sedang membersihkan daerah halaman Rusunawa bernama Kak Rini yang menjadi informan saya menjelaskan bahwa,

“lumayan capek kerja disini dari lantai 1 sampai lantai 5 kami yang bersihin. Orang-orang yang tinggal disini pun pada jorok-jorok, sampah dimana mana. Semua diserahkan sama kami gak ada pengertiannya. Nanti sampah dibuang dari atas, apa gak jorok lagi halaman ini yang sudah kami bersihin”

Begitulah keluhan dari salah seorang petugas kebersihan yang berkerja di Rusunawa. Mereka bekerja dari pagi hingga siang hari utnuk membersihkan Rusunawa pada lantai dasar dan teras-teras hunian dari lantai I-V. Yang sering membuat mereka merasa kesal adalah dimana para penghuni terutama anak-anak sering dengan gampangnya melemparkan sampah dari lantai atas padahal halaman dasar Rusunawa telah dibersihkan sehingga mereka harus mengutip atau menyapu kembali halaman tersebut. Berbeda lagi dengan para ibu rumah tangga yang sering meletakkan sampah yang telah di bungkus plastik di depan huniannya. Mereka seperti malas untuk turun dan membuang sampahnya di bak sampah yang ada di lantai dasar. Sehingga petugas kebersihan yang merasa terganggu dengan adanya sampah di depan hunian terpaksa harus membuangnya. Padahal hal tersebut bukanlah bagian dari tugas mereka.

(35)

mau mengerti dan ikut membersihkan teras atau bahkan tangga. Sebagian besar lainnya hanya mementingkan kebersihan di dalam huniannya saja.

4.5. Perubahan Yang Dirasakan Penghuni Rusunawa

4.5.1. Perubahan Pola Hidup

Seperti yang telah di bahas di muka, telah diketahui bahwa prioritas sasaran program dibangunnya Rusunawa di Kota Binjai ini adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Semua penghuni yang telah menempati Rusunawa adalah mereka-mereka yang telah disaring oleh pengelola dengan melihat penghasilan setiap bulannya dan juga jumlah anggota keluarga. Tidak ada pembedaan penghuni dari lantai I sampai dengan lantai V. Mereka menempati hunian sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh penglola Rusunawa.

Pola hidup yang dimaksud disini adalah kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan perilaku ini seperti yang diutarakan oleh seorang warga Rusunawa bernama Ibu Dewi yang dulunya sempat menghuni sebuah pemukiman kumuh yang berada dipinggiran sungai Bingai,

“setelah kondisi huniannya seperti ini, sekarang perilakunya lebih teratur. Misalnya kalau dulu buang sampah dan limbah rumah tangga itu selalu ke sungai, atau mungkin mesti pada tempatnya tapi berserakan, sekarang sudah punya kesadaran membuang pada tempatnya. Mungkin karena sekarang fasilitas pembuangan sampah sudah disediakan dan di setiap pojok hunian”

(36)

perubahan pola hidup seperti yang dilakukan Ibu Dewi tersebut nampaknya tidak begitu dirasakan oleh sebagian penghuni yang notabene tidak berasal dari pemukiman kumuh. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Widodo bahwa,

“sama saja pola hidupnya, sebelumnya waktu masih ngontrak di luar pola hidup kami sekeluarga juga saya rasa sudah sehat, sudah teratur tuh”.

Perbedaan perubahan pola hidup yang dominan dirasakan oleh Ibu Dewi dan Pak Widodo dapat dimengerti. Hal ini mengingat Bu Dewi adalah penghuni lama yang sebelumnya tinggal di permukiman kumuh dengan fasilitas permukiman yang sangat terbatas. Setelah ada peningkatan kualitas hunian, secara tidak langsung juga mempengaruhi pola hidup mereka terutama dari segi kesehatan dan keteraturan hidup. Sedangkan Pak Widodo adalah penghuni Rusunawa yang berasal dari kalangan umum yang sebelumnya mengontrak di luar. Kondisi hunian mereka sebelumnya bisa dikatakan lebih baik dari penghuni yang berasal dari pemukiman kumuh seperti Ibu Dewi. Oleh sebab itu ketika mereka pindah ke rumah Rusunawa (dengan fasilitas hunian yang sedikit lebih baik dari sebelumnya), perubahan pola hidup tidak begitu dirasakan.

4.5.2. Perubahan Perilaku Sosial

(37)

“ya wajarlah kalau sekarag lebih individualistis, la wong sekarang kalau mau maen kerumah tetangga paling juga yang satu lantai. Ya males gitu mungkin naik turunnya. Sekarang juga lebih sibuk karena dikejar kebutuhan ekonomi, wong sekarang yang ibu-ibu juga nyambi kerja”

Ibu Sari juga merasakan hal yang serupa bahwa ada perubahan perilaku sosial yang dirasakan selama tinggal di Rusunawa. Ibu Sari menyatakan bahwa,

“sekarang itu perasaan saya kehidupan bertetangganya gak kayak dulu gitu, kalau dulu itu apa-apa bareng-bareng sekarang kayaknya cenderung sendiri-sendiri gitu. Ya ga tau kenapa tapi setelah tinggal di rumah susun yang saya rasakan seperti itu”

Tetapi disamping ada penghuni yang menyatakan bahwa terjadinya perubahan pada prilaku sosial, ada juga penghuni yang merasa tidak ada perubahan setelah tinggal di Rusunawa. Pernyatan seperti itu diutarakan Ibu Siti selaku penghuni lantai empat bahwa,

“tidak ada yang berubah kalau perilaku sosialnya,biasa saja kalau yang saya rasakan. Hubungan sosial dengan lingkugan sekitar juga saya rasa baik-baik saja. Sama, ga berubah”

Perbedaan perubahan perilaku sosial penghuni rumah susun ini dapat dipahami karena perbedaan latar belakang hunian penghuni rumah susun sebelumnya. Penghuni Rusunawa kini harus membiasakan diri dengan bertetangga tidak hanya secara horizontal tetapi juga vertikal. Namun saat ini masih banyak penghuni yang tidak bisa merubahpola interaksi diantara mereka sehingga kebanyakan dari penghuni hanya melakukan hubungan dekat dengan tetangga satu lantainya saja. Kondisi seperti ini yang menyebabkan kesan individualisme.

(38)

gunakan untuk bekerja dan sebagiannya lagi untuk beristirahat. Sehingga menyebabkan para penghuni tidak memiliki waktu yang lebih intrnsif untuk menjalin hubungan yang baik dengan para tetangganya.

4.5.3. Perubahan Ekonomi

Dari hasil penelitian diketahui bahwa menempati Rusunawa di kota Binjai ini juga berdampak pada segi perekonomian para penghuninya. Peningktan ekonomi dirasakan oleh sebagian besar penghuni Rusunawa yang merupakan masyarakat berpenghasilan rendah. Dengan tinggal di Rusuanwa penghuni merasakan perekonomian mereka sedikit terbantu. Karena mereka tidak perlu lagi mengeluarkan uang yang banyak utnuk menyewa sebuah rumah kontrakan. Adanya peningkatan ekonomi keluarga setelah tinggal di rumah susun di rasakan oleh salah seorang penghuni yaitu Ibu Siti, yang menyatakan bahwa,

“cukup membantu perekonomian keluarga dengan adanya rumah susun ini. Kalau dibanding di luar kan lebih murah di sini mas, selisihnya itu kan lumayan untuk ditabung. Ya peningkatan tetep ada dari segi ekonomi. Kalau dulu kan hampir ga ada yang disisihkan untuk di ditabung, kalau sekarang ya alhamdulillah”.

(39)

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA) Kota Binjai mengenai Penyesuaian Diri Masyarakat di Rusunawa Kota Binjai dibedakan dalam dua jenis kesimpulan yaitu kesimpulan Substantif dan kesimpulan Analisis.

a. Kesimpulan Substantif

Kesimpulan substantif adalah kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebagaikan berikut:

1. Wujud hubungan sosial yang terjalin di Rusunawa Kota Binjai dapat di bedakan menjadi dua yaitu, hubungan sosial yang bersifat kerjasama dan hubungan sosial yang bersifat pertentangan atau konflik.

2. Dalam hubungan kerjasama yang dilakukan oleh penghuni Rusunawa Kota Binjai dapat dilihat dari kegiatan gotong royong yang dilakukan setiap minggunya. Tidak hanya itu penghuni Rusunawa Kota Binjai juga sering tolong memolong dalam memberi pinjaman berupa uang dan bumbu-bumbu dapur jika ada yang kurang. Bila ada kemalangan dan hajatan penghuni Rusunawa juga dengan sukarela ikut membantu penghuni yang sedang berduka atau penghuni yang sedang melakukan hajatan. Meski bantuan tersebut dalam bentuk yang sederhana namun ini sangat membantu para penghuni.

(40)

kepemilikan kendaraan roda dua yang semakin hari semakin memadati parkiran motor yang sudah disediakan oleh pihak pengelola di lantai dasar. Kebutuhan akan kepemilikan kendaraan pribadi seakan-akan hanya sebagai alasan bagi para pemiliknya. Secara samar terlihat bahwa mereka ingin memiliki kendara pribadi karena terjadinya suatu persaingan diantara sesama penghuni. Tidak hanya pada kendaraan bermotor, persaingan juga terjadi pada kepemlikan barang elektronik dan pakaian. meski begitu persaingan diantara penghuni Rusunawa ini memang tidak terlalu menonjol.

4. Dalam berhubungan sosial konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dielakan. Konflik yang terjadi di Rusunawa diakibatkan karena adanya masalah hutang piutang dan masalah perkelahian anak yang berdampak kepada orang tua yang anak. Bagi penghuni yang sedang berkonflik biasanya mereka tidak akan bertegur sapa dalam waktu yang panjang. Selain itu konflik akibat hutang piutang yang terjadi juga sampai membuat salah satu penghuni Rusunawa pindah dengan cara lari malam. Hal ini terjadi karena penghuni tersebut merasa malu dan tidak tahan dengan cemohan para tetangganya.

5. Megikuti organisasi sosial seperti arisan pengajian adalah salah satu cara penghuni untuk menyesuaiakan diri dengan lingkungan sosialnya. Dengan begitu para penghuni dapat mempererat hubungan diantara mereka ditengah kesibukan mereka yang dapat mengurangi waktu mereka untuk berinterkasi. 6. Penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik dilakukan para penghuni Rusunawa

(41)

mengurangi resiko jatuhnya anak dari lantai atas. Pemanfaatan balkon belakang hunian juga dijadikan sebagai tempat tanaman bagi penghuni yang memiliki kegemaran menanam bunga atau tumbuhan.

7. Penyesuaian diri penghuni Rusunawa terhadap lingkungan budaya belum sepenuhnya merubah prilaku mereka ketika berada dihunian lamanya. Kebiasaan seperti menyalakan perangkat audio dengan keras dan berbicara dengan keras masih terbawa hingga ke Rusunawa. Padahal hal ini dapat menggangu kenyamanan para penghuni lainnya. Selain itu kebiasaan lainnya yang masih terbawa adalah kebiasaan hanya membersihkan bagian dala hunian saja tanpa menghiraukan kebersihan daerah sekitarnya. Padahal kebersihan semua kawasan Rusunawa adalah tanggung jawab semua penghuni Rusunawa. 8. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan penghuni sudah mendapat teguran

dari pihak pengelola Rusunawa. Namun setelah mendapatkan teguran mereka 9. tetap melakukan pelanggaran lagi dan belum ada sanksi selain teguran yang

diberikan pengelola Rusunawa terhadap penghuni yang melakukan pelanggaran. Ini mencerminkan bahwa peraturan yang dibuat belum berjalan tegas.

(42)

b. Kesimpulan Analisis

Kesimpulan Analisis adalah dimana hasil penelitian dikaitakan dengan teori-teori yang digunakan dalam kajian pustaka. Dalam kesimpulan ini dijelaskan apakah hasil penelitian sesuai dengan teori yang digunakan. Adapun kesimpulan Analisis sebagai berikut:

1. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Untuk itu penghuni Rusunawa juga harus menjalin hubungan sosial dengan cara berinteraksi dengan sesama penghuni agar dapat bertahan hidup di Rusunawa. Hubungan yang terjalin akan terwujud dalam bentuk kerja sama, saling berbicara dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sama dengan pendapat Soekanto mengenai interaksi sosial. Dimana interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

2. Jika ada hubungan yang harmonis pada penghuni Rusunawa Kota Binjai maka juga terjadi hubungan disharmonis diantara para penghuni. Konflik yang terjadi diakibatkan oleh berbagai macam sebab. Di dalam hidup bermasyarakat terkadang konflik tidak dapat dihindari walaupun tidak ada keinginan untuk memiliki masalah dengan pihak lain. Seperti yang dikemukakan oleh Simmel (dalam Lawang, 1985:269), tidak ada interaksi sosial yang bebas dari konflik, justru konflik sangat erat terjalin dengan berbagai proses mempersatukan kehidupan sosial.

(43)

Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dalam setiap proses dan waktu, dampak perubahan tersebut dapat berakibat positif dan negatif (Fajrina: 2016). Perubahan sosial yang terjadi pada interaksi sosial pada masyarakat Rusunawa adalah dimana setelah tinggal di Rusunawa mereka harus berinteraksi dengan penghuni di atas, di samping dan di bawah. Berbeda dengan sebelumnya dimana pada hunian yang horizontal mereka hanya melakukan interaksi secara horizontal juga yaitu berinterkasi dengan tetangga yang ebrada di samping rumah. Meski terkadang kebanyakan penghuni hanya menjalin hubungan yang intens dengan tetangga yang berada disamping hunian, namun lama kelamaan mereka juga mulai berinteraksi dengan penghuni secara keseluruhan.

4. Menurut Suparlan (Suparlan,1984: 20) adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Salah satu syaratnya yaitu, syarat dasar sosial. Dalam hal ini penghuni Rusunawa melakukan adaptasi atau penyesuaian diri dengan cara mengikuti organisasi sosial yang ada di Rusunawa Kota Binjai yaitu arisan dan pengajian agar tidak dikucilkan dari pergaulan para penghuni Rusunawa.

5. Jikia di lihat dari Teori Adaptasi Purwanigsih (2011) yang mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh individu dalam upaya untuk mengurangi ketidaksesuaian dibedakan menjadi :

(44)

2. Adaptasi by reaction, yaitu tindakan menolak atau melawan terhadap lingkungan dengan melakukan perubahan-perubahan fisik lingkungan guna menambah keselarasan antara individu dengan lingkungan fisiknya.

Sebagian besar penghuni Rusunawa beradaptasi dengan by reaction terhadap lingkungan fisik. Hanya beberapa penghuni yang beradaptasi dengan by adjustment terhadap lingkungan fisik. Adaptasi by reaction banyak dilakukan penghuni Rusunawa terhadap keterbatasan ruang dan penggunaan ruang. Seperti memberi sekat pada ruangan dan menjadikan ruangan sebagai multifungsi. Pada adaptasi by adjustment penghuni menggunakan ruang sesuai yang telah tersedia tanpa melakukan penolakan.

5.2. Saran

(45)

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Time

24/Kpts- II/1999 tapi pada saat yang sama Pemerintah menggunakan otoritasnya untuk memberikan hak pemanfaatan sumber daya alam kepada perusahaan CPM seperti pemberian

merupakan benda tidak berwujud hasil kegiatan intelektual (daya cipta) manusia yang diungkapkan ke dalam suatu bentuk Ciptaan atau Penemuan tertent u.. Kegiatan intelektual (daya

mungkin orang-orang didalamnya sudah termasuk bukan oramg-orang muda lagi atau sudah lama berpengalaman di bidang ini yaitu bidan di puskesmas soposurung ini dengan pendidikan

Menurut penelitian Ria Yuli, dkk (2013), penelitiannya yang berjudul “Pengaruh penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E terhadap hasil belajar siswa kelas XI

Pengantar & Teori Ilmu Sosial Budaya Dasar Kebidanan. Buku Kedokteran

Hasil pada penilaian hubungan antara kategori derajat merokok indeks Brinkman dengan nilai saturasi oksigen yang diukur dengan menggunakan pulsa Oksimetri yang

terhadap loyalitas pelanggan pada produk kosmetik hijau merek The Body Shop. Hal tersebut berarti semakin citra merek yang dipersepsikan positif oleh. pelanggan, mampu