DARI MOTIVASI BELAJAR
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Matematika
Oleh
MIRA AGUSTINA
NPM. 1311050177
Jurusan : Pendidikan Matematika
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
DARI MOTIVASI BELAJAR
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Matematika
Oleh
MIRA AGUSTINA
NPM. 1311050177
Jurusan : Pendidikan Matematika
Pembimbing I : Farida, S.Kom., MMSI. Pembimbing II : Hasan Sastra Negara, M.Pd
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
ii Oleh Mira Agustina
Kurikulum matematika yang diimplementasikan ke dalam kegiatan belajar mengajar matematika menuntut guru untuk menguasai apa yang harus dibelajarkan serta membelajarkan peserta didik, memotivasi, menginspirasi dan memberi ruang peserta didik untuk melakukan keterampilan proses. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan menggunakan model problem based learning dengan teknik scaffoldingterhadap hasil belajar matematika dengan tujuan ingin mengetahui (1) model problem based learning dengan teknik scaffolding memberikan hasil belajar matematika yang efektif daripada model konvensional, (2) ada tidaknya perbedaan hasil belajar matematika pada peserta didik yang memiliki motivasi tinggi, sedang, dan rendah, (3) ada tidaknya interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika.
Penelitian ini merupakan Quasi Eksperimen Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bandar Lampung. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara acak kelas. Sampel dalam penelitian ini menggunakan 2 kelas, kelas VIII-7 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-6 sebagai kelas kontrol.
Pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan sel tak sama, dengan taraf signifikasi 5%. Sebelum melakukan uji hipotesis dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dengan menggunakan uji liliefors dan uji homogenitas dengan uji Barlett. Dari hasil analisis diperoleh = 4,45 > = 3,998, sehingga ditolak, = 17,15 > = 3,148, sehingga ditolak, = 0,325 > = 3,148, sehingga diterima, diperoleh kesimpulan (1) Model
problem based learning dengan teknik scaffolding memberikan hasil belajar yang efektif daripada model konvensional, (2) terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara motivasi tinggi, sedang, dan rendah, (3) tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika peserta didik.
v
َنﻮُﻘِﺴَٰﻔۡﻟٱ ُﻢُھُﺮَﺜۡﻛَأَو
١١٠
vi
1. Kedua orangtuaku tercinta, ayahanda Rusdi Josan dan Ibunda Nurjasmi serta Ibu Elly Junaidah yang tiada henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang, serta semangat serta pengorbanan yang tidak bisa ananda balas dengan apapun jua.
2. Kakak-kakak, adik-adikku yang selalu memberikan dukungan, semangat, canda tawa selama ini.
vii
anak ketiga dari lima bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Bapak Rusdi Josan dan Ibu Nurjasmi.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah SDN 1 Kampung Baru Bandar Lampung, tamat dan berijazah pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 8 Bandar Lampung, tamat dan berijazah pada tahun 2010. Dilanjutkan ke SMA Negeri 9 Bandar Lampung, tamat dan berijazah pada tahun 2013.
viii
memberikan rahmat kasih sayangnya kepada penulis berupa kesehatan jasmani maupun rohani, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Problem Based Learning dengan Teknik Scaffolding
Terhadap Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Bandar Lampung Ditinjau Dari Motivasi Belajar” tanpa ada halangan apapun. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan kepada kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman nanti.
Penulis menyusun skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada program Strata Satu (S1) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung telah dapat penulis selesaikan sesuai target meskipun terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini semoga tidak mengurang esensi dari tujuan yang akan disampaikan.
Keberhasilan ini tentu saja tidak dapat terwujud tanpa bimbingan dan dukungan serta bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan rasa hormat yang paling dalam penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Chairul Anwar, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.
ix
4. Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
5. Drs. H. Hariyanto, M.Si selaku kepala sekolah, Ibu M. Khasanah selaku guru mata pelajaran matematika, dan Staf TU SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang telah bersedia memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian hingga terselesaikan skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan yang luar biasa di Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2013, terkhusus Matematika Kelas D yang selalu kompak dan memberikan dorongan semangat serta motivasi.
7. Teman-teman PPL dan KKN yang memberikan motivasi dan dukungannya. 8. Teman-teman asosiasi penerima bidik misi (AMPIBI) terimakasih atas bantuan
dan kebersamaannya selama ini.
9. Sahabat terbaik Eva Istiana dan Nur Khasanah Ekayuni terimakasih atas bantuan, dan persahabatan yang terjalin selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
x
Akhirnya dengan iringan rasa terimakasih penulis bersyukur kepada Allah SWT, semoga jerih payah bapak-bapak dan ibu-ibu serta teman-teman sekalian akan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung, Juli 2017 Penulis
xi
HALAMAN JUDUL ...i
ABSTRAK ...ii
LEMBAR PERSETUJUAN ...iii
LEMBAR PENGESAHAN ...iv
MOTTO ...v
PERSEMBAHAN...vi
RIWAYAT HIDUP ...vii
KATA PENGANTAR...viii
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...xvi
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah ...9
C. Pembatasan Masalah ...9
D. Rumusan Masalah ...10
E. Tujuan Penelitian ...10
F. Manfaat Penelitian ...11
G. Definisi Operasional...12
BAB II LANDASAN TEORI ...13
A. Kajian Pustaka...13
1. Model Pembelajaran...13
xii
f. Kelemahan Model PBL...18
3. Teknik Scaffolding...19
a. Pengertian Teknik Scaffolding...19
b. Langkah-Langkah Teknik Scaffolding ...21
c. Kelebihan Teknik Scaffolding ...23
d. Kelemahan Teknik Scaffolding ...23
4. Model PBLdengan Teknik Scaffolding ...24
a. Pengertian Model PBL dengan Teknik Scaffolding ...24
b. Langkah-Langkah Model PBL dengan Teknik Scaffolding ...24
5. Hasil Belajar Matematika...25
6. Materi Penelitian ...26
7. Motivasi Belajar ...27
a. Pengertian Motivasi Belajar...27
b. Indikator Motivasi Belajar ...28
B. Kerangka Berfikir...29
C. Hipotesis Penelitian...30
BAB III METODE PENELITIAN ...31
A. Metode Penelitian...31
B. Variabel Penelitian ...32
C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel, dan Sampel ...34
D. Lokasi dan Waktu Penelitian...35
E. Teknik Pengumpulan data ...35
F. Instrumen Penelitian...36
G. Teknik Analisis data...46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...59
A. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ...59
1. Tes Motivasi Belajar Matematika ...59
2. Tes Hasil Belajar Matematika...60
a. Validitas Isi ...60
xiii
3. Uji Normalitas Data Amatan...68
4. Uji Homogenitas Data Amatan ...71
5. Uji Hipotesis Penelitian ...72
a. Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama ...72
b. Uji Komparasi Ganda (Scheeffe’)...74
C. Pembahasan...79
1. Hipotesis Pertama...81
2. Hipotesis Kedua ...82
3. Hipotesis Ketiga ...83
D. Keterbatasan Penelitian...84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...85
A. Kesimpulan ...85
B. Saran...86
DAFTAR PUSTAKA
xiv
Tabel 1.1 Data Ulangan Harian Matematika Kelas VIII... 7
Tabel 1.2 Hasil Angket Motivasi Belajar Pra Penelitian ... 8
Tabel 2.1 Tahapan-Tahapan Model Problem Based Learning... 17
Tabel 2.2 Tahapan-Tahapan Model PBL dengan teknik Scaffolding... 24
Tabel 3.1 Desain Faktorial Penelitian ... 31
Tabel 3.2 Kriteria Penskoran Hasil Belajar ... 37
Tabel 3.3 kategori Pengelompokan Motivasi Belajar ... 40
Tabel 3.4 Interprestasi Indeks Korelasi “r” Product Moment... 41
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran Item Soal ... 43
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Beda... 45
Tabel 3.7 Tabel Klasifikasi Anava Dua Arah ... 53
Tabel 4.1 Uji Validitas Butir Angket ... 59
Tabel 4.1 Uji Validitas Butir Soal... 62
Tabel 4.2 Corrected Item-Total Correlation Coefficient... 62
Tabel 4.3 Tingkat Kesukaran Item Soal Tes... 63
Tabel 4.4 Indeks Daya Beda Item Soal Tes ... 65
Tabel 4.5 Validitas, Tingkat Kesukaran, Daya Beda ... 66
xv
Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar
Matematika... 71
Tabel 4.10 Rangkuman Data Amatan, Rataan, dan Jumlah Kuadrat Deviasi ... 72
Tabel 4.11 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama... 73
Tabel 4.12 Rataan dan Rataan Marginal ... 74
xvi
Lampiran 1 Daftar Nama Responden Kelas Uji Coba Tes Hasil
Belajar Matematika ... 91
Lampiran 2 Daftar Nama Responden Kelas Sampel... 92
Lampiran 3 Pedoman Penskoran Hasil Belajar Matematika ... 93
Lampiran 4 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Matematika... 95
Lampiran 5 Soal Tes Hasil Belajar Matematika ... 97
Lampiran 6 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Matematika... 105
Lampiran 7 Soal Tes Hasil Belajar Matematika ... 107
Lampiran 8 Angket Motivasi Belajar Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Matematika... 112
Lampiran 9 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika ... 163
Lampiran 10 Analisis Validitas Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Matematika ... 164
Lampiran 11 Analisis Uji Corrected Item-Total Correlation Coefficient... 168
Lampiran 12 Analisis Tingkat Kesukaran Uji Coba Butir Soal Tes Hasil Belajar Matematika... 172
Lampiran 13 Perhitungan Daya Beda Butir Soal Tes Hasil Belajar Matematika... 175
xvii
Lampiran 18 Daftar Hasil Angket Motivasi Belajar ... 193
Lampiran 19 Analisis Data Skor Tes Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 194
Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen... 196
Lampiran 21 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 198
Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Motivasi Tinggi ... 200
Lampiran 23 Perhitungan Uji Normalitas Motivasi Sedang ... 202
Lampiran 24 Perhitungan Uji Normalitas Motivasi Rendah... 204
Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 206
Lampiran 26 Perhitungan Uji Hipotesis... 219
Lampiran 27 Perhitungan Uji Komparasi Ganda (Sceffee’)... 224
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan dunia pendidikan dihadapkan kepada perkembangan yang pesat tentang ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi yang ditandai dengan semakin luasnya informasi dari berbagai belahan bumi. Mengiringi kebijakan Pemerintah dalam standar nasional pendidikan PP No. 32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan, Kemendikbud menilai perlu dikembangkan kurikulum baru. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan selanjutnya mengadakan perubahan kurikulum 2006 KTSP menjadi Kurikulum tahun 2013. Dalam mengimplementasikan kurikulum 2013, yang terpenting adalah guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanakan kurikulum. Kompetensi guru bukan saja menguasai apa yang harus dibelajarkan (content) tapi bagaimana membelajarkan siswa yang menantang, menyenangkan, memotivasi, menginspirasi dan memberi ruang kepada siswa untuk melakukan keterampilan proses yaitu mengobservasi, bertanya, mencari tahu, merefleksi.1 Sebagaimana yang terkandung di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi:
1
ُعۡدٱ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”2
Ayat di atas menerangkan bahwa seorang pendidik atau guru dalam proses belajar dan mengajar berperan sebagai pengajar, juga sebagai fasilitator yang bertugas memperlancar jalannya proses belajar mengajar. Disamping itu guru juga bertindak sebagai motivator yang bertugas memberi dorongan pada siswa agar mereka melakukan aktivitas belajar. Hal ini akan lebih berhasil, jika peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, peserta didik berperan aktif dalam proses belajar mengajar dan terlibat secara maksimal.
Model Problem Based Learning (PBL) adalah proses pembelajaran yang memiliki ciri-ciri pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata, pemelajar berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah dan solusi dari masalah tersebut.3 Sebagimana yang terkandung di dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rad ayat 11 yang berbunyi:
2
Awaludin Latief. Ummul Mukminin Al-Qur’an dan Terjemahan(Jakarta:Wali, 2010), h. 281 3
ۗ
“...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka...”4
Ayat diatas menerangkan bahwa Allah menghimbau kepada umat manusia untuk menjadi manusia yang senantiasa berusaha dalam menghadapi persoalan. Hal ini berkaitan dengan model problem based learning yang melatih kita untuk memecahkan permasalahan untuk mendapatkan solusi dari permasalahan tersebut. Teknik Scaffolding adalah memberikan bimbingan, dorongan (motivasi), perhatian kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dimana guru memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas secara bertahap dari awal pembelajaran kemudian guru mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan sendiri tugas-tugas tersebut.5
Hasil belajar ataupun proses pembelajaran yang optimal, dapat juga dipengaruhi oleh kemampuan bernalar peserta didik. Sesuai dengan konsep dan implementasi kurikulum 2013, pendekatan ilmiah dalam pembelajaran terdiri atas
Observing (mengamati), Questioning (menanya), Associating (menalar),
Exsperimenting (mencoba), dan Communicating (mengkomunikasikan).6
Kemampuan bernalar adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta
4
Ibid. h. 250 5
Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati,Metodologi Pembelajaran IPA(Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 131.
6
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Istilah menalar dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan ide dan beragam peristiwa untuk kemudian dijadikan sebagai dasar pembuatan keputusan.
Model Problem Based Learning (PBL) dengan Teknik Scaffolding terhadap hasil belajar, dan motivasi yang tinggi dapat mempengaruhi proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik, hal ini diperkuat juga oleh penelitian-penelitian baik di dalam maupun di luar. Penelitian yang dilakukan oleh Herman Dwi Surjono. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah: 1) Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar dengan model Problem Based Learning dengan siswa yang diajar dengan model Demonstrasi, 2) Terdapat perbedaaan hasil belajar yang signifikan antara motivasi tinggi, sedang, dan rendah, 3) tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara model Problem Based Learning dan model Demonstrasi dengan motivasi belajar terhadap hasil belajar.7
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nicke Sepriani, Irwan, dan miera menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil deskripsi dan analisis data yang dilakukan, diperoleh nilai rata-rata kelas eksperimen 22,778 dan nilai rata-rata kelas kontrol 19,13. Maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika dengan pendekatan Scaffolding lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep untuk
7
siswa yang belajar dengan model konvensional pada siswa kelas VIII SMP Pertiwi 3 Padang.8
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Berti Okta Sari, Mardiyana, dan Dewi Retno Sari Saputro disimpulkan bahwa : (1) Model pembelajaran PBL menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari model pembelajaran discovery learning
maupun dan model pembelajaran discovery learning menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari model pembelajaran Cooperative Learning. (2) Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik dari pada siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal sedang maupun rendah dan siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal sedang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik dari pada siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal rendah. (3) Pada masing-masing tingkat kecerdasan interpersonal, model pembelajaran PBL menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada model pembelajaran Discovery Learning dan Cooperative Learning, model pembelajaran Discovery Learning menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada model pembelajaran Cooperative Learning. (4) Pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan kecerdasan interpersonal tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik dari pada siswa dengan kecerdasan interpersonal sedang dan rendah, siswa dengan kecerdasan interpersonal sedang
8
mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik dari pada siswa dengan kecerdasan interpersonal rendah.9
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, variabel-variabel tersebut juga banyak permasalahan, permasalahan tersebut ada dari guru dan juga siswa. Pada kenyataannya masih banyak guru belum memvariasikan model pembelajaran, permasalahan seperti ini juga ditemui di SMPN 1 Bandar Lampung. Model pembelajaran yang diterapkan di sekolah tersebut yaitu model discovery learning. Akan tetapi model pembelajaran ini belum membuat siswa semangat dan antusias dalam pembelajaran. Hal ini ditunjukan masih rendahnya hasil belajar peserta didik. Berdasarkan hasil prasurvei dan wawancara dengan salah satu guru di SMPN 1 Bandar lampung pada tanggal 24 Februari 2016, permasalahan yang ditemui di sekolah tersebut khususnya pada peserta didik kelas VIII yaitu pada kemampuan
saintifik peserta didik terutama pada kemampuan bernalar. Kemampuan bernalar peserta didik bervariasi namun sebagian besar peserta didik masih mempunyai kemampuan penalaran rendah dan sedang. Hal ini terlihat dari peserta didik yang cenderung malas mencoba mengerjakan soal yang diberikan oleh guru dan kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang dijelaskan. Kurang optimalnya kemampuan bernalar peserta didik menyebabkan hasil belajar peserta didik juga rendah. Hal ini dapat dilihat dari data ulangan harian peserta didik yang disajikan pada tabel berikut:
9
Tabel 1.1
Data Ulangan Harian Matematika Kelas VIII SMPN 1 Bandar Lampung
Sumber: Buku legger hasil belajar SMPN 1 Bandar Lampung TA 2016/2017 oleh guru mata pelajaran matematika M. Khasanah, S.Pd
Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 1.1 diketahui bahwa nilai dari Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) di SMPN 1 Bandar Lampung yakni 80. Peserta didik yang mendapatkan nilai pada skala <80, yaitu 100 orang peserta didik, sedangkan peserta didik dengan skala ≥80 jumlah peserta didik hanya 72 orang. Hal tersebut bila dinyatakan dalam bentuk persentase diperoleh perbandingan antara peserta didik yang belum mencapai nilai KKM dengan peserta didik yang sudah mencapai KKM yaitu 58, 14% berbanding dengan 41,86 %. Nampak bahwa lebih dari separuh jumlah peserta didik yang hasil belajarnya belum mencapai KKM. Hasil nilai uji pra survey diatas menunjukkan bahwa ketuntasan belajar peserta didik masih belum sesuai yang diharapkan.
Hasil belajar yang dicapai peserta didik rendah juga disebabkan oleh tingkat motivasi belajar peserta didik yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang semangat dan antusias dalam pembelajaran, adapula yang mengobrol saat pembelajaran
No Kelas Hasil Belajar Jumlah
≥80 <80
1 VIII/6 15 24 32
2 VIII/7 16 18 32
3 VIII/8 14 19 39
4 VIII/9 15 18 35
5 VIII/10 12 21 33
berlangsung. Hal ini diperkuat dengan hasil angket motivasi belajar peserta didik yang disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1.2
Hasil Angket Motivasi Belajar Siswa kelas VIII SMPN 1 Bandar Lampung
No Kelas Motivasi Belajar
Tinggi Sedang Rendah
1 VIII/6 20% 60% 20%
2 VIII/7 18,75% 59,375% 21,875%
3 VIII/8 24,24% 48,48% 27,27%
4 VIII/9 30,30% 45,45% 24,24%
5 VIII/10 21,21% 45,45% 33,33%
Rata-Rata 22,9% 51,75% 25,343%
Sumber : angket hasil motivasi belajar kelas VIII oleh peneliti.
Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dilihat pesentase secara keseluruhan peserta didik pada kategori motivasi tinggi sebesar 22,9%, motivasi peserta didik pada kategori sedang sebesar 51,75%, dan motivasi peserta didik pada kategori rendah sebesar 25,343%. Hal ini berarti sebagian besar motivasi belajar peserta didik berada pada kategori sedang dan rendah.
Berdasarkan beberapa penelitian yang relevan serta kondisi yang terjadi di SMPN 1 Bandar Lampung, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Efektivitas Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Teknik
B. Identifikasi Masalah
Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas dapat dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Belum dikembangkannya model pembelajaran yang mampu membuat peserta didik antusias dan semangat dalam belajar.
2. Motivasi belajar peserta didik yang masih rendah.
3. Kemampuan bernalar peserta didik masih rendah menyebabkan hasil belajar peserta didik juga rendah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan agar penelitian ini dapat terarah dan mendalam serta tidak terlalu luas jangkauannya maka dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model
Problem Based Learning(PBL) dengan Teknik Scaffolding.
2. Motivasi belajar siswa didalam penelitian ini motivasi belajar matematika peserta didik pada tingkatan tinggi, sedang, dan rendah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model Problem Based Learning dengan teknik Scaffolding
memberikan hasil belajar matematika yang efektif daripada model pembelajaran Konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada peserta didik yang memiliki motivasi tinggi, sedang, dan rendah pada sub materi bangun ruang sisi datar?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar peserta didik terhadap hasil belajar matematika?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini dilakukan bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah penerapan model Problem Based Learning dengan teknik Scaffolding memberikan hasil belajar matematika yang efektif daripada model pembelajaran Konvensional.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada peserta didik yang memiliki motivasi tinggi, sedang, dan rendah.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis adalah manfaat yang berhubungan dengandisiplin ilmu yang di pelajari, disini adalah ilmu matematika.
Dalam penelitian ini ada 2 manfaat teoritis yang dapat diperoleh yaitu:
a. Memperkaya hasil penelitian tentang matematika khususnya dalam penerapan model pembelajaran matematika.
b. Dapat digunakan sebagai acuan atau rujukan untuk penelitian selanjutnya 2. Manfaat Praktis
Manfaat penilitian sering dikaitkan dengan masalah yang bersifat praktis. Penelitan ini memberikan sumbangan kepada guru matematika di sekolah.Bagi guru yang mengetahui cara berpikir peserta didiknya bisa memberikan alternatif solusi sehingga mempermudah peserta didik dalam memahami suatu materi.
G. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi pemahaman yang berbeda tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan, yaitu: 1. Model Problem Based Learning (PBL) adalah proses pembelajaran dengan
menyajikan rangkaian masalah yang harus diselesaikan oleh peserta didik secara berkelompok, sehingga menggali kemampuan bernalar peserta didik dan pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan nyata.
pembelajaran dimana guru memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas secara bertahap dari awal pembelajaran kemudian guru mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan sendiri tugas-tugas tersebut.
3. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang dapat memicu timbulnya rasa senang dan semangat untuk belajar
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Model Pembelajaran
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melaului pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar marupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penugasan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.1
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam kelas atau dalam latar tutorial dan dalam membentuk materiil-materiil pembelajaran termasuk buku-buku, film-film, pita kaset, dan program media komputer dan kurikulum (serangkaian studi jangka panjang).2 Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce :
“Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”. Maksud kutipan tersebut adalah bahwa setiap model
1
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet. 14, h. 36 2
mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.3
Pendapat senada dikemukakan oleh Dahlan dalam Isjoni yang menyatakan bahwa: “Model pembelajaran dapat diartikan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas”.4
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu pola atau rencana yang digunakan sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran atau guru dalam merencakan dan melaksanakan pembelajaran.
2. Model PembelajaranProblem Based Learning (PBL)
a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan di Amerika Utara hampir tiga puluh tahun yang lalu untuk mempersiapkan medis siswa untuk realitas praktek klinis. Dalam beberapa tahun terakhir, penerapannya telah diperpanjang untuk banyak disiplin ilmu di seluruh dunia. PBL, seperti namanya, selalu dimulai dengan masalah. Masalah ini mengacu pada akademis atau isu prfesional yang relevan dari mana siswa seharusnya mempelajari lebih lanjut. Pembelajaran berbasis masalah diinformasikan ke dalam sesi dimana ada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 6 atau 8 siswa
3
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Cet. 4, h. 51.
4
dengan bimbingan dari tutor. Mereka berkesepakatan melibatkan beberapa masalah di sesi tersebut dan mencoba untuk menemukan jawaban yang tepat untuk masalah ini. Sesi ini merupakan dasar dari model pembelajaran berbasis masalah. Sesi ini bertujuan untuk memungkinkan siswa untuk belajar dengan berangkat masalah yang menjelaskan materi pelajaran dipelajari.5
Model PBL merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk membantu guru mengembangkan kemampuan bernalar dan keterampilan memecahkan masalah pada siswa selama mereka mempelajari materi pembelajaran. Menurut Tan pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berfikir dan bernalar siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan bernalar secara kesinambungan.6
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecapakan berpartisipasi dalam tim.7 Peran guru dalam pembelajaran adalah mengajukan permasalahan nyata,
5
Alihan, Mustafa, “The effects of problem based learning and traditional teaching methods on students’ academic achievements, conceptual, developtment and Scientifik Process Skills”, Procedia Social and Behavioral Sciences 2 (2010) 2409–2413( Januari 2010), h. 2409.
6
M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning(Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 21.
memberikan dorongan, motivasi, menyediakan bahan ajar dan fasilitas yang diperlukan peserta didik untuk memecahkan masalah serta memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan temuan dan perkembangan intelektual peserta didik. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah nyata.
b. Teori yang Mendasari Model Problem Based Learning(PBL)
Pembelajaran berbasis masalah atau PBL, dapat dilihat dari segi pedagogis yang didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri:
1) Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar.
2) Pergulatan dengan masalah dan proses inquiri masalah menciptakan disonasi kognitif yang menstimulasi belajar.
c. Langkah-Langkah Model Problem Based Learning
Langkah-langkah Problem Based Learning disajikan dalam tabel berikut:8
Tabel 2.1
Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Indikator Tingkah laku pendidik 1
Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3
Membimbing pengalaman individual atau kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan, dan proses yang mereka gunakan.
d. Keunggulan Model Problem Based Learning
Setiap model pembelajaran pasti memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Adapun keunggulan dari model problem based learningadalah:
1) Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa
8
2) Meningkatkan motivasi siswa.
3) Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata.
4) Membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. PBL dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil belajar maupun proses belajar. 5) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpikir dan bernalar serta
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
6) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
7) Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
8) Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata.
e. Kelemahan Model Problem Based Learning
Problem Based Learning (PBL) juga memiliki kelemahan, diantaranya:
2) Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
3) Keberhasilan problem based learning (PBL) membutuhkan waktu yang cukup lama.9
3. Teknik Scaffolding
a. Pengertian Teknik Scaffolding
Istilah scaffolding merupakan istilah pada ilmu teknik sipil yang berupa bangunan kerangka sementara (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung. Perumpamaan ini harus secara jelas dipahami agar makna dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.10 Di dalam kamus bahasa Inggris Scaffolding artinya perancah; membangun perancah. Dalam kamus bahasa Indonesia perancah adalah bambu (papan dsb) yang didirikan untuk tumpuan ketika bangunan (rumah dsb) sedang dibangun.
Secara istilah Scaffolding adalah pemberian bantuan oleh pendidik kepada peserta didik di saat mengalami kesulitan pada proses pembelajaran dan menghentikan bantuan tersebut dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab setelah peserta didik mampu untuk menyelesaikan permasalahan sehingga dapat mencapai tujuannya. Dengan demikian
9
dalam penelitian ini, teknik scaffolding dapat diartikan sebagai serangkaian proses pemberian bantuan yang dapat berupa isyarat-isyarat, petunjuk, peringatan-peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan sehingga peserta didik dapat mencapai tujuannya.
Scaffolding merupakan penerapan teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky. Vygotsky menyatakan, bahwa interaksi sosial merupakan faktor terpenting dalam mendorong perkembangan kognitif seseorang.11 Perkembangan kognitif akan membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang tingkat kesulitannya lebih tinggi dari kemampuan dasarnya setelah ia mendapat bantuan dari seseorang yang lebih mampu. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistiks dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti bahwa diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas tang kompleks yang pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut.12
Menurut Vygotsky dalam Budiningsih perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat
11
Asih Widi Wisudawati dan Eka Sulistyowati,Metodologi Pembelajaran IPA Cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 131.
12
perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal atau
Zone of Proximal Development (ZPD).13 Zone of Proximal Development adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu, sebelum fungsi itu terserap ke dalam individu tersebut.
b. Langkah-langkah Teknik Scaffolding
Menurut Rosdianti adapun teknik scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan berikut:
1) Assemen kemampuan dan taraf perkembangan setiap siswa untuk menentukan
Zone of Proximal Development (ZPD).
2) Menjabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang akan discafold.
3) Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai taraf perkembangan siswa. 4) Mendorong siswa untuk menyelesai-kan tugas belajar secara mandiri.
5) Memberikan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda mata (minders), dorongan, hal lain yang memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar.
13
Sedangkan menurut Gasong dalan langkah-langkah teknik scaffoldingyaitu: 1) Menjelaskan materi pembelajaran.
2) Menentukan Zone of Proximal Development (ZPD) atau level perkembangan siswa berdasarkan tingkat kognitifnya dengan melihat nilai hasil belajar sebelumnya.
3) Mengelompokkan siswa.
4) Memberi tugas belajar berupa soal-soal berjenjang yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
5) Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar menyelesaikan soal-soal secara mandiri dengan berkelompok.
6) Memberikan bantuanberupa bimbingan, motivasi, pemberian contoh, kata kunci atau hal lain yang dapat memancing siswa ke arah kemandirian belajar.
7) Mengarahkan siswa yang memiliki ZPD yang tinggi untuk membantu siswa yang memiliki ZPD yang rendah.
8) Menyimpulkan pelajaran dan memberikan tugas-tugas.14
Berdasarkan langkah-langkah dari beberapa pendapat diatas maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan langkah-langkah Teknik Scaffolding menurut Gasong karena langkah-langkah lebih terperinci.
14
Rirymardiyan, “Metode Pembelajaran Scaffolding”(on-line), tersedia di
c. Kelebihan Teknik Scaffolding
Adapun Teknik Scaffolding memiliki keunggulan sebagai berikut: 1) Meminimalkan frustasi atau resiko.
2) Memotivasi dan mengaitkan minat siswa dengan tugas belajar.
3) Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai anak.
4) Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan. 5) Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar
atau yang diharapkan.
6) Memberi model dan mendefinisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan.
d. Kelemahan Teknik Scaffolding
Adapun Teknik Scaffolding memiliki kelemahan sebagai berikut 1) Guru kurang/tidak mampu melakukan dengan benar.
2) Menghabiskan banyak waktu.
3) Sulitnya menentukan zone of proximal development (ZDP).15
15
4. Model Pembelajaran Problem Based Dengan Teknik Scaffolding
a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Dengan Teknik
Scaffolding
Model Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah nyata.Teknik Scaffolding adalah serangkaian proses pemberian bantuan yang dapat berupa isyarat-isyarat, petunjuk, peringatan-peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan sehingga peserta didik dapat mencapai tujuannya. Maka dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Teknik Scaffolding adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah nyata dimana dalam proses pembelajarannya guru memberikan serangkaian bantuan kepada siswa ke dalam langkah-langkah pemecahan sehingga peserta didik mencapai tujuannya.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan
Teknik Scaffolding
Langkah-langkah Model PembelajaranProblem Based Learningdengan Teknik
Scaffoldingdapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:
Tabel 2.2
Tahapan-tahapan Model PBL dengan Teknik Scaffolding
Fase Indikator Tingkah laku pendidik
1
Orientasi siswa pada masalah
Menentukan Zone of Proximal Development(ZPD) atau level
perkembangan siswa berdasarkan tingkat kognitifnya, Menjelaskan tujuan
Fase Indikator Tingkah laku pendidik pada aktivitas pemecahan masalah. 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3
Membimbing pengalaman individual atau kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, mengarahkan peserta didik dengan ZPD tinggi untuk membantu peserta didik dengan ZPD rendah.
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka dengan memberi arahan serta bantuan-bantuan untuk berbagi tugas dengan temannya.
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan, dan proses yang mereka gunakan.
5. Hasil belajar Matematika
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan emosi dari suatu proses penalaran (rasio) terhadap suatu masalah.
Hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan seorang peserta didik terhadap bidang studi matematika setelah menempuh proses belajar mengajar yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari hasil tes hasil belajarnya. Dimana hasil belajar matematika peserta didik dapat diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang biasanya disebut tes hasil belajar. Pada penelitian ini hasil belajar yang digunakan adalah hasil belajar pada ranah kognitif menurut teori hasil belajar Bloom sebelum revisi yang mencakup nilai yang berhubungan dengan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.16
6. Materi Penelitian
Materi pada penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar yang terdiri dari luas permukaan dan volume pada balok, kubus, prisma, dan limas.
a. Luas Permukaan
1) LpBalok = 2( + + )
2) LpKubus = 6
3) LpPrisma = 2 × ( ) + ( ) ×
4) LpLimas = + ℎ
b. Volume
1) Volume Balok = × × 2) Volume Kubus =
16
3) Volume Prisma = ×
4) Volume Limas = × ×
7. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat.17 Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Sardiman menjelaskan motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. 18 Dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri peserta didik untuk dapat melakukan kegiatan belajar, menambah ketrampilan, dan pengalaman belajar.
Motivasi belajar pada penelitian ini merujuk pada motivasi belajar menurut Jhon Keller. Keller menuturkan bahwa motivasi belajar dibangun atas empat aspek prilaku, diantaranya perhatian (attention), relevansi (relevance), kepercayaan diri
17
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya Cet.1 (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 3.
18
(confidence) dan kepuasan (satisfaction).19Motivasi belajar siswa akan tinggi seiring dengan tingginya pencapaian aspek-aspek motivasi belajar tersebut.
b. Indikator Motivasi Belajar
Jhon Keller mendeskripsikan minat dan motivasi belajar peserta didik melalui 4 komponen utama, yaitu:
1. Perhatian (Attention)
Perhatian adalah bentuk pengarahan untuk dapat berkonsultasi/ pemusatan pikiran dalam proses belajar mengajar di kelas.
2. Relevansi (Relevance)
Relevansi dapat diartikan sebagai keterkaitan atau kesesuaian antara materi pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar peserta didik.
3. Percaya diri (Confidence)
Hal ini dilakukan dengan membantu peserta didik membangun harapan positif untuk sukses.
4. Kepuasan (Satisfaction)
Kepuasan dalam hal ini adalah perasaan gembira, perasaan ini bisa menjadi positif kalau orang mendapatkan penghargaan atau dirinya. Perasaan ini dapat
19
John M. Keller, “Motivation, Learning, and Technology: Applying the ARCS-V
meningkat kepada perasaan percaya diri siswa nantinya dengan membangkitkan semangat belajar.20
B. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir atau paradigma adalah pandangan dunia atau worldview dari peneliti untuk memahami asumsi-asumsi sebuah study secara ontologis, epistomologis, dan aksiologis.21 Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka di atas serta hasil penelitian yang relevan, maka prosedur pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada kerangka berfikir berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Penelitian ini menggunakan 3 variabel penelitian yang terdiri dari 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel bebasnya adalah Model Pembelajaran Problem based Learning (PBL) dengan Teknik Scaffolding ( ) dan Motivasi Belajar ( ) terhadap variabel terikat adalah hasil belajar matematika ( ). Pada penelitian ini,
20
Ibid., h.3-4. 21
Rochiati Wiriatmadja, Strategi Penelitian Tiindak Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru dan Dosen.Bandung, 2008, h.85 dalam Erwansah,Penerapan Model Pembelajaran Improving Learning dengan Teknik Inquiry, IAIN, 2016, h. 20.
Model Pembelajaran ( )
Motivasi Belajar ( )
peneliti ingin melihat hasil belajar matematika peserta didik. Model Problem Based Learning (PBL) dengan Teknik Scaffoldingmerupakan model yang digunakan dalam penelitian yang di harapkan dapat meningkatkan kemampuan bernalar peserta didik sehingga hasil belajar matematika peserta didik dapat meningkat. Hasil belajar yang optimal juga dipengaruhi oleh tingkat motivasi belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki motivasi tinggi akan berpengaruh baik terhadap hasil belajar matematika. Motivasi belajar peserta didik juga rendah juga akan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika peserta didik. Model Problem Based Learning
(PBL) dengan Teknik Scaffoldingini diharapkan agar peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga hasil belajar matematika peserta didik akan lebih baik.
C. Hipotesis Penelitian
1. Model Problem Based Learning dengan teknik Scaffolding memberikan hasil belajar matematika yang efektif daripada Model Pembelajaran Konvensional pada sub materi bangun ruang sisi datar.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar matematika pada peserta didik yang memiliki motivasi tinggi, sedang, dan rendah pada sub materi bangun ruang sisi datar.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan Quasi Experimen desain yaitu bentuk desain eksperimen yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 Desain penelitian ini, mengambil dua kelompok subjek dari populasi meliputi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok kelas eksperimen diberi perlakuan model Problem Based Learning (PBL) berbasis Teknik Scaffolding, sedangkan kelas kontrol hanya menggunakan model konvensional. Rancangan penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah desain faktorial 2 x 3.
Tabel 3.1
Desain Faktorial Penelitian
Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)
(A1B1) (A1B2) (A1B3)
(A2B1) (A2B2) (A2B3)
Keterangan:
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R&D(Bandung: Alfabeta, 2015), cet.ke-10, h. 114.
Model Pembelajaran (Ai)
Motivasi Belajar (Bj)
Model Pembelajaran Konvensional (A2)
Ai : Model Pembelajaran Bj : Motivasi Belajar
A1 : Model Problem Based Learning(PBL) dengan Teknik Scaffolding
A2 : Model Pembelajaran Konvensional
B1 : Motivasi Belajar Tinggi
B2 : Motivasi Belajar Sedang
B3 : Motivasi Belajar Rendah
A1B1 : Motivasi Belajar Tinggi melalui model Problem Based Learning (PBL)
dengan Teknik Scaffolding
A1B2 : Motivasi Belajar Sedang melalui model Problem Based Learning (PBL)
dengan Teknik Scaffolding
A1B3 : Motivasi Belajar Rendah melalui model Problem Based Learning (PBL)
dengan Teknik Scaffolding
A2B1 : Motivasi Belajar Tinggi melalui model Pembelajaran Konvensional
A2B2 : Motivasi Belajar Sedang melalui model Pembelajaran Konvensional
A2B3 : Motivasi Belajar Rendah melalui model Pembelajaran Konvensional B. Variabel Penelitian
adalah suatu kualitas (qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.2
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah beberapa perlakuan yang diberikan dan aspek yang diukur dalam penelitian. Menurut hubungan antar satu variabel dengan variabel lainnya terdapat beberapa macam variabel dalam penelitian ini yang digunakan yaitu:
1. Variabel bebas (Independent Variable)
Variabel ini sering disebut variabel stimulus, prediktor, dan antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).3 Adapun di dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah Model Problem Based Learning (PBL) dengan Teknik Scaffolding (X1) dan
Motivasi Belajar (X2)
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel ini sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel terikat.4 Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau aspek yang diukur, dalam penelitian disebut variabel Y. Dalam hal ini yang menjadi variabel terikatnya adalah hasil belajar peserta didik ( ).
2
Ibid.h. 60-61.
3
Ibid. 4
C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampling dan Sampel
1. Populasi.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.5 Populasi dalam penelitian adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandar lampung tahun ajaran 2016/2017.
2. Teknik Pengambilan Sampling.
Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya6 Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling
(sampling acak kelompok). Cluster Random Sampling ialah sampel acak kelompok sederhana dimana dari semua populasi (5 kelas) diambil 2 kelas secara acak (menggunakan lot/seperti arisan), dan terpilih kelas VIII-6 dan VIII-7 Dari 2 kelas tersebut, kelas VIII-7 dijadikan kelas eksperimen dan kelas VIII-6 sebagai kelas kontrol.
3. Sampel.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.7Jika jumlah populasi besar, maka tentunya peneliti akan sulit menggunakan
5
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 120.
6
Ibid. h. 121. 7
semua yang ada pada populasi.8 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bandar Lampung yaitu kelas VIII-6 dan VIII-7.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di salah satu SMP di Bandar lampug, yaitu di SMPN 1 Bandar Lampung. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian yang diambil adalah pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan data primer dan sekunder, dalam suatu penelitian. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuisioner (angket), dan observasi (pengamatan), yang diperlukan penulis menggunakan atau menempuh cara sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan pada salah satu matematika di SMP Negeri 1 Bandar Lampung untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan proses belajar mengajar khususnya pada mata pelajaran matematika kelas VIII.
2. Angket
Angket adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, prilaku, dan karakteristik beberapa orang utanama di dalam organisasi yang bisa berpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang sudah ada. Pada penelitian ini digunakan angket motivasi belajar untuk melihat tingkat motivasi belajar peserta didik.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan langsung adalah kegiatan pengumpulan data dengan melakukan penelitian langsung terhadap kondisi lingkungan objek penelitian yang mendukung kegiatan penelitian, sehingga didapat gambaran secara jelas tentang kondisi objek penelitian tersebut.9 Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi untuk melihat kondisi lingkungan peserta didik.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk memperoleh, mengolah, dan menginterprestasikan informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur yang sama.10 Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes (tes hasil belajar) dan instrumen angket (angket motivasi belajar). Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reabil.
9
Syofian Siregar, Statistik Parametrik Untuk Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Cet. 2, h. 18-21.
10
1. Tes Akhir
Tes yang diberikan berupa butir soal uraian (essay). Kemampuan yang diharapkan dalam tes ini adalah dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dari suatu materi yang diberikan. Melalui tes uraian dapat diketahui langkah-langkah pengerjaan peserta didik dan penalaran dalam mebuat kesimpulan.Nilai hasil belajar matematika peserta didik diperoleh dari penskoran terhadap jawaban peserta didik tiap pada butir soal. Kriteria penskoran yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:11
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Hasil Belajar Matematika
No
Indikator Hasil Belajar pada Ranah Kognitif
Respon Peserta Didik Terhadap Soal Skor
1 Pengetahuan
Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan. 0 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang
salah. 1
Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandung perhitungan yang salah. 2
Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan. 3 Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan
benar. 4
2
Pemahaman
Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan. 0 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang
salah. 1
Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandung perhitungan yang salah. 2
Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan. 3
11
No
Indikator Hasil Belajar pada Ranah Kognitif
Respon Peserta Didik Terhadap Soal Skor Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan
benar. 4
3 Penerapan
Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan. 0 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang
salah. 1
Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandung perhitungan yang salah. 2
Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan. 3 Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan
benar. 4
4 Analisis
Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan. 0 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang
salah. 1
Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandung perhitungan yang salah. 2
Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan. 3 Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan
benar. 4
5 Sintesis
Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan. 0 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang
salah. 1
Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandung perhitungan yang salah. 2 Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan. 3 Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan
benar. 4
6 Evaluasi
Tidak ada jawaban atau salah menginterpretasikan. 0 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang
salah. 1
Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti), namun mengandung perhitungan yang salah. 2 Jawaban hampir lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun terdapat sedikit kesalahan. 3 Jawaban lengkap dan melakukan perhitungan dengan
2. Instrumen Angket
Instrumen angket untuk mengatur motivasi belajar peserta didik dalam penelitian ini diukur dengan skala likert. Peserta didik diminta untuk memberikan jawaban dengan memberi tanda “√” hanya pada satu pilihan jawaban yang telah tersedia.12Terdapat empat pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Pernyataan dalam angket terdiri dari item positif dan negatif.13
a) Item Positif
Pernyataan SS S TS STS
Skor 4 3 2 1
b) Item negatif
Pernyataan SS S TS STS
Skor 1 2 3 4
Pengelompokkan skor motivasi belajar ke dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1. Menjumlahkan skor semua siswa
2. Mencari nilai rata-rata (Mean) dan simpangan baku (Standar Deviasi) Mean =∑
12
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), h. 101. 13
Keterangan :
∑ = Jumlah semua skor N = Banyaknya siswa
SD = ∑ − ∑ ( )
2
Keterangan
SD : Standar Deviasi
∑ 2 : Jumlah skor yang telah dikudratkan kemudian dibagi N
∑ ( )
2
: Jumlah skor yang dikuadratkan, dibagi banyaknya siswa (N)
Tabel 3.3
Kategori Pengelompokan Motivasi belajar Peserta Didik14
No Interval Kategori
1 ≥ ̅ + Tinggi
2 ̅ − ≤ < ̅ + Sedang
3 < ̅ − Rendah
Instrumen yang baik harus memenuhi persyaratan yang penting yaitu, uji validitas, uji tingkat kesukaran, uji daya beda, dan uji reliabilitas.
a. Uji Validitas isi
Validitas alat pengumpul data mengacu kepada sejauhmana alat pengumpul data tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Konsep validitas
14
merupakan suatu “unitary concept”. Validitas Isi (Content validity) menunjuk kepada sejauhmana alat pengumpul data mencerminkan isi yang dikehendaki. Validitas isi biasanya dikaitkan dengan kisi-kisi alat pengumpul data yang menggambarkan ruang lingkup dan aspek tingkah laku yang diukur. Validitas isi atau korelasi product moment diperoleh yang rumus berikut:
= ∑ − (∑ )(∑ )
( ∑ − (∑ ))( ∑ − (∑ ))
Keterangan
= Koefisien validitas dan
= Skor masing-masing butir soal
= Skor total butir soal
N = Jumlah peserta tes15
Tabel 3.4
Interprestasi Indeks Korelasi “r” Product Moment
Besarnya “r” Product Moment Interprestasi
<0,30 Tidak valid
≥0,30 Valid
15
Bila dibawah 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang. Oleh karenanya, untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini,digunakan butir-butir soal dengan kriteria valid, yaitu dengan membuang soal dengan kategori tidak valid.
Kemudian dicari corrected item-total correlation coefficientdengan rumus sebagai berikut:
( ) = −
+ − 2 ( )( )
Keterangan :
= Koefisien korelasi antara x dan y = Jumlah subyek
∑ = Jumlah perkalian antar skor x dan skor y = Jumlah total skor x
= Jumlah skor y
= Jumlah dari kuadrat x = Jumlah dari kuadrat y
Butir soal dikatakan baik jika r ( ≥ r) dan tidak baik jika r ( < r) .16
b. Pengujian Tingkat Kesukaran
Instrumen yang baik adalah instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Sudijono mengatakan bermutu atau tidaknya butir-butir tes hasil belajar
16
diketahui dari derajat kesukaran yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Menurut whiterington, angka indeks kesukaran item besarnya berkisar 0 sampai dengan 1,00. Untuk menghitung tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus:
Keterangan:
= indeks kesukaran item
= Banyaknya teste yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan
N = Jumlah testeeyang mengikuti test
Penafsiran indeks kesukaran butir tes digunakan kriteria menurut Thorndika dan Hagen (dalam Sudijono) sebagai berikut:17
Tabel 3.5
Kriteria Tingkat Kesukaran Suatu Item Soal
Indeks kesukaran (P) Keterangan
P 0,30 Item soal sukar
0,30 P 0,70 Item soal sedang
P 0,70 Item soal mudah
17
c. Uji Daya Pembeda
Uji daya pembeda soal tes adalah tingkat kemampuan untuk membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Rumus untuk menenteukan daya pembeda tiap item adalah:
= −
Keterangan: DB = Daya beda
PT = Proporsi kelompok tinggi PR = Proporsi kelompok rendah
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis daya pembeda butir tes adalah sebagai berikut:
1) Mengurutkan jawaban peserta didik mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah
2) Membagi kelompok atas dan kelompok bawah
3) Menghitung proporsi kelompok atas dan bawah dengan rumus
= dan =
Keterangan:
JB= Jumlah testee yang termasuk kelompok bawah
4) Menghitung daya beda dengan rumus yang telah ditentukan.18
Tabel 3.6
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Klasifikasi
0,00-0,19 Jelek
0,20-0,39 Cukup
0,40-0,69 Baik
0,70-1,00 Baik Sekali
d. Uji Reliabilitas
Reliabilitas tes diukur berdasarkan koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat kesenjangan suatu tes. Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes berbentuk essay, pengujian reliabilitas secara internal menggunakan rumus Alpha dari Cronbach
= (1 −∑ )
Dimana:
= koefisien reliabilitas tes
= Banyaknya butir item tang dikeluarkan dalam tes 1 =bilangan konstanta
∑ = Jumlah varians skor tiap-tiap butir item
18