TAHUN 2014 - 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penilitian Pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
MAYANGSARI
6661112293
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
“SUCCESS IS THE ABILITY TO GO FROM ONE
FAILURE TO ANOTHER WITH NO LOSS OF
ENTHUSIASM”
(Sir Winston Churchill, Great Britain Prime Minister on World War II)
“Kesuksesan adalah kemampuan untuk beranjak dari suatu kegagalan ke
kegagalan yang lain tanpa kehilangan keinginan untuk berhasil”
...Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orangtuaku tercinta yang tidak pernah
lelah memberikan doa dan dukungan serta adikku dan tak lupa untuk teman-teman
Kadomas Kabupaten Pandeglang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang 2016. Pembimbing I Rahmawati, S.Sos, M.Si, Pembimbing II Deden M Haris, S.Sos, M.Si.s
Kata Kunci : Kepatuhan Wajib Pajak, PBB-P2
Tax On Land And Building Rural And Urban In The Village Kadomas Pandeglang District. Study Program of Public Administration, Faculty of Social and Political, University of Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, 2016. Advisor I Rahmawati, S.Sos, M.Si, Advisor II Deden M Haris, S.Sos, M.Si.s
Keywords: Taxpayer Compliance, Land And Building Tax In Rural And Urban
(PBB-P2)
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Alhamdulilah, Puji syukur yang tak terhingga selalu kita panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan cinta-Nya yang telah
diberikan kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga juga para
sahabat. Dan atas berkat, rahmat, karunia, serta ridha-Nya pula penulis dapat
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis buat dan sampaikan untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial pada
Program Studi Ilmu Administrasi Negara dengan “Analisis Kepatuhan
Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan di Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang”.
Proses pengerjaan penelitian ini tentunya tidak lepas dari bantuan banyak
pihak yang selalu mendukung peneliti secara moril dan materil. Maka dengan
ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada kedua orang tuaku tercinta yang tek henti selalu memberikan do’a, kasih
sayang, serta dukungan dan motivasi dalam pengerjaan penelitian skripsi ini yang
tak pernah ada habisnya.
Pada kesempatan ini juga suatu kebanggan bagi penulis ucapkan
terimakasih yang sedalam-dalamnya untuk berbagai pihak yang telah membantu
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat., M.Pd, Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si Selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukhroman, S Ikom., M.Ikom Selaku Wakil Dekan II
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si Sebagai Pembantu Dekan III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
6. Ibu Listiyaningsih, S.Sos., M.Si Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Bapak Riswandi, Ph.D Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
8. Ibu Arenawati, S.Sos., M.Si Dosen Pembimbing Akademik Program Studi
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
9. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam proses
pembuatan Skripsi.
10.Bapak Deden M Haris, S.Sos., M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang
telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam proses
pembuatan Skripsi.
11.Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si, selaku Dosen Penguji seminar dan sidang
skripsi yang telah memberikan motivasi dan masukan yang sangat
bermanfaat.
12.Seluruh Dosen dan seluruh Staf Tata Usaha Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
13.Bapak Andry Effendy, ST selaku Kasi Penagihan & Keberatan PBB-P2
dan BPHTB di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pandeglang, terima
kasih atas bantuannya yang telah banyak memberikan informasi mengenai
permasalahan penelitian.
14.Bapak Tb. Saepul Bahri, selaku Lurah Kadomas di Kelurahan Kadomas
Kabupaten Pandeglang, yang memberikan data dan informasi yang
dibutuhkan selama wawancara dalam mencari data yang dibutuhkan
peneliti.
15.Seluruh pegawai di Kantor Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang
yang telah membantu dalam proses penelitian.
16.Seluruh warga Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang yang telah
17.Terima kasih kepada kedua orang tua ku yang dengan sabar menghadapi
ku, mendidik dan mendoakan yang terbaik bagi anakmu, atas
dukungannya baik moril maupun materi.
18.Terima kasih kepada kawan-kawan seperjuangan, teman-teman di kelas,
baik Reguler ataupun Non Reguler ANE angkatan 2011 yang telah
mengajarkan banyak hal dan saling berbagi cerita semasa kuliah.
19.Semua pihak yang ikut membantu dalam proses penyusunan skripsi yang
tidak dapat disebut satu-persatu.
Tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini
masih terdapat kekurangan, baik materis maupun dalam bentuk penyajiannya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif guna
membangun kemajuan yang lebih baik lagi terhadap penelitian skripsi ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih.
Wassalam’mualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu.
Serang, Januari 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN SKIRPSI MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang ... 1
I.2 Identifikasi Masalah ... 14
I.3 Batasan Masalah ... 15
I.4 Rumusan Masalah ... 15
I.5 Tujuan Penelitian ... 15
I.6 Manfaat Penelitian ... 16
I.7 Sistematika Penulisan ... 17
2.1 Deskripsi Teori ... 23
2.2 Pengertian Kepatuhan Pajak ... 23
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak ... 27
2.2.2 Proses Kepatuhan Wajib Pajak ... 31
2.2.3 Ketidakpatuhan Pajak ... 32
2.2.4 Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan .. 35
2.2.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak ... 35
2.3 Konsep Pajak ... 37
2.3.1 Definisi Pajak ... 38
2.3.2 Fungsi Pajak ... 40
2.3.3 Syarat Pemungutan Pajak ... 42
2.3.4 Asas-Asas Pemungutan Pajak ... 43
2.3.5 Sistem Pemungutan Pajak ... 45
2.3.6 Pengelompokan Pajak... 47
2.3.7 Tata Cara Pemungutan Pajak ... 48
2.3.8 Hambatan Pemungutan Pajak ... 49
2.3.9 Hambatan dan Hapusnya Utang Pajak ... 50
2.4 Pajak Daerah ... 50
2.4.1 Pajak Bumi dan Bangunan ... 53
2.4.2 Obyek Pajak Bumi dan Bangunan ... 54
2.4.4 Subyek Pajak Bumi dan Bangunan ... 55
2.4.5 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan ... 56
2.4.6 Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak ... 56
2.4.7 Dasar Pemghitungan PBB ... 56
2.4.8 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan... 57
2.4.9 Sanksi Pajak Bumi dan Bangunan ... 57
2.4.10 Penagihan Pajak Terhutang dengan Surat Paksa ... 59
2.4.11 Dasar Hukum ... 60
2.2 Penelitian Terdahulu ... 60
2.3 Kerangka Berfikir ... 62
2.4 Asumsi Dasar ... 66
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 67
3.2 Fokus Penelitian ... 68
3.3 Lokasi Penelitian ... 69
3.4 Fenomena yang diamati ... 70
3.4.1 Definisi Konsep ... 70
3.4.2 Definisi Operasional ... 71
3.5 Instrumen Penelitian ... 72
3.7 Teknis Penolahan Data dan Analisis Data ... 76
3.7.1 Teknik Pengolahan Data ... 76
3.7.2 Teknik Analisis Data ... 82
3.7.2.1 Sumber Data ... 85
3.7.2.2 Uji Keabsahan Data... 86
3.8 Jadwal Penelitian ... 88
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 89
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Pandeglang ... 89
4.1.2 Gambaran Umum Dinas Pendapatan Daerah ... 89
4.1.2.1 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi DISPENDA ... 89
4.1.2.2 Kedudukan ... 90
4.1.2.3 Tugas Pokok ... 90
4.1.2.4 Fungsi ... 90
4.1.2.5 Rincian Tugas... 91
4.1.2.6 Struktur Organisasi... 94
4.1.2.7 Sumber Daya DISPENDA Kabupaten Pandeglang ... 95
4.1.2.8 Kondisi Sarana dan Prasarana yang digunakan ... 95
4.1.2.9 Target dan Realisasi Pendapatan ... 97
4.1.2.10 Visi dan Misi ... 97
4.1.3.1 Permasalahan dan Potensi Kelurahan Kadomas ... 100
4.1.3.2 Tugas dan Fungsi Aparat Kelurahan Kadomas ... 101
4.1.3.3 Kelompok Jabatan Fungsional ... 102
4.1.3.4 Visi dan Misi Kelurahan Kadomas ... 104
4.2 Deskripsi Data ... 104
4.2.1 Data Informan Penelitian ... 106
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ... 108
4.3.1 Aspek Yuridis ... 109
4.3.2 Aspek Psikologis ... 117
4.3.3 Aspek Sosiologis ... 124
4.4 Pembahasan ... 128
4.4.1 Aspek Yuridis ... 129
4.4.2 Aspek Psikologis ... 131
4.4.3 Aspek Sosiologis ... 132
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 138
5.2 Saran ... 138
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Pandeglang Tahun
Anggaran 2015
Tabel 1.2 Rekapitulasi Laporan Realisasi PBB-P2 Per Kecamatan Tahun Pajak
2015 Per 31 Desember 2015
Tabel 1.3 Realisasi Penerimaan PBB-P2 Perkelurahan Kabupaten Pandeglang
Tahun Anggaran 2014-2015
Tabel 1.4 Evaluasi Penerimaan PBB-P2 Kelurahan Kadomas Kecamatan
Pandeglang Kabupaten Pandeglang Tahun Anggaran 2014-2015
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
Tabel 3.2 Informan Penelitian
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara
Tabel 3.4 Jadwal Penelitian
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Kadomas
Tabel 4.2 Jumlah Pegawai di Kantor Kelurahan Kadomas Tahun 2016
Tabel 4.3 Kodefikasi Informan Penelitian
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Berfikir
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian Untuk Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Pandeglang.
2. Surat Izin Rekomendasi Penelitian Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Pandeglang.
3. Surat Izin Penelitian Untuk Kantor Kelurahan Kadomas Kabupaten
Pandeglang.
4. Surat Pernyataan.
5. Member Check.
6. Dokumentasi.
1 I.I Latar Belakang
Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945. Tujuan utamanya adalah untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Maksudnya adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kepatuhan wajib pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang
dilakukan oleh pembayaran pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi
pembangunan yang diharapkan di dalamnya pemenuhannya diberikan secara
sukarela.
Kepatuhan wajib pajak menjadi aspek penting mengingat sistem
perpajakan Indonesia menganut sistem Self Asessment di mana dalam prosesnya
secara mutlak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung,
membayar dan melapor kewajibannya. Kewajiban dan hak perpajakan menurut
Safri Nurmantu di atas dibagi ke dalam dua kepatuhan meliputi kepatuhan formal
dan kepatuhan material.
Kepatuhan formal dan material ini lebih jelasnya diidentifikasi kembali
dalam keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK/.04/2000. Menurut keputusan
Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000. Kepatuhan wajib pajak dapat
“Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir, tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir, dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal”.
Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) mengatakan
bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana
wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya.
Era otonomi saat ini, menuntut daerahnya untuk berkreasi dalam mencari
sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah daerah, dalam
rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Dengan demikian
pemerintah daerah tidak hanya dituntut untuk mampu menyelenggarakan
pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat akan tetapi secara finansial
mampu untuk segala kebutuhannya. Penyelenggaraan otonomi daerah perlu
menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan
dan keadilan, dan akuntabilitas serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman
daerah. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan undang-undang yang mengatur
tentang pemerintah daerah yaitu undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Sejak di berlakukannya Undang-undang tersebut, maka pemerintah daerah
adalah penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya, dalam sistem dan prinsip negara kesatuan
republik indonesia. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem negara kesatuan republik
indonesia. Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Daerah otonom diharuskan untuk semaksimal mungkin membiayai rumah
tangganya sendiri dari potensi-potensi ekonominya yang terangkum dalam
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi
Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah.Dalam pembiayaan pembangunan suatu daerah,
pemerintahan daerah membutuhkan pajak sebagai salah satu sumber penerimaan
daerah. Dengan adanya pemberian otonomi daerah kepada pemerintah daerah dan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan lebih banyak
mengatur sumber-sumber penerimaan daerah sebagai wujud pelaksanaan otonomi
daerah.
Pemerintah daerah harus mampu mengembangkan dan memaksimalkan
segala sumber daya yang tersedia, guna membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah. Ada banyak sumber pendapatan daerah, namun
dari berbagai alternatif penerimaan daerah, salah satu upaya yang dilakukan
pemerintahan daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah adalah dengan
memberlakukannya pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah merupakan
kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Setiap daerah diberikan jenis sumber pendapatan
yang sama, akan tetapi tidak berarti setiap daerah memiliki jumlah pendapatan
yang sama dalam membiayai kewenangannya. Pendapatan daerah tergantung pada
kondisi yang dimiliki oleh setiap daerah, misalnya jumlah penduduk, luas
wilayah, kekayaan daerah, dan tingkat pertumbuhan ekonomi di setiap daerah.
Pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dan
retribusi daerah telah mengakibatkan pemungutan berbagai jenis pajak dan
retribusi daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Pemungutan ini harus dapat di pahami oleh masyarakat sebagai sumber
penerimaan yang dibutuhkan oleh daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan undang-undang yang
Tahun 2009, undang-undang ini menjadi landasan hukum dalam pemungutan
pajak dan retribusi daerah yang kemudian memberikan kewenangan kepada
daerah untuk memungut atau tidak memungut suatu jenis pajak atau retribusi pada
daerahnya.
Setelah diundangkannya Undang-Undang tersebut, diputuskan bahwa
Pajak Bumi dan Bangunan diserahkan sepenuhnya kepada daerah menjadi salah
satu jenis Pajak Daerah. Undang- undang tersebut mulai berlaku secara efektif
pada tanggal 1 Januari 2010, sedangkan untuk peralihan PBB-P2 ke daerah diberi
tenggang waktu paling lama tanggal 1 Januari 2014. Berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Pandeglang Nomor 1 tahun 2011 tentang Pajak Daerah, bahwa
terdapat jenis-jenis Pajak Daerah di Kabupaten Pandeglang yaitu Pajak Hotel,
Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Parkir, Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Mineral
Bukan Logam, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan
BPHTB. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang
merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan kecuali kawasan yang digunakan
untuk kegiatan perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) memiliki kontribusi yang
cukup signifikan terhadap perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Pandeglang.
Dengan adanya pelimpahan wewenang tersebut pemerintah daerah
berusaha membuat kebijakan-kebijakan untuk mencapai target yang ditetapkan
ditetapkan pemerintah daerah antara lain adalah menetapkan target-target yang
harus dicapai oleh daerah di tingkat bawahnya, sampai dengan tingkat kelurahan.
Dimana pemungutan di tingkat kelurahan merupakan ujung tombak dari kegiatan
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
secara keseluruhan, karena di tingkat kelurahan para petugas pemungut akan
berhadapan langsung dengan masyarakat wajib pajak dan untuk itulah perananan
kepala daerah sangat dituntut keaktifannya dalam hal pemungutan pajak ini. Bagi
seorang kepala daerah perlu menetapkan data base, di mana saat daerah
masing-masing berada kemudiam dilakukan evaluasi bersama apa terjadi kemajuan atau
tidak. Berkenaan dengan itu, perlu adanya suatu pengakuan dan keberanian untuk
mengakui adanya kemunduran atau kemajuan untuk segera melakukan
penyesuaian-penyesuaian yang lebih strategis, konstruktif, dan progresif.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebagai
salah satu komponen yang mendukung dan perimbangan mempunyai pengaruh
terhadap besarnya bagian dana perimbangan yang akan diterima oleh daerah
penghasilan. Oleh karena itu PBB-P2 perlu mendapat perhatian yang serius dan
pemerintah daerah dalam hal penangannya, sehingga nantinya akan dapat
memberikan sumbangan yang besar pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Mengingat pentingnya sumbangan yang diberikan oleh penerimaan PBB-P2 bagi
pembiayaan pembangunan, maka pemungutan PBB-P2 harus dilakukan secara
efektif, sehingga nantinya dapat memenuhi target pemungutan yang telah
ditetapkan. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
undang-undang, ini berarti bahwa pemungutan pajak sudah disepakati bersama
antara pemerintah dengan masyarakat. Pajak sebagai salah satu sumber
penerimaan dalam negeri merupakan sektor yang potensial, penerimaan dari
sektor pajak ini selanjutnya dimanfaatkan oleh pemerintahan untuk membangun
sarana dan prasarana kepentingan umum. Mengingat betapa pentingnya peran
masyarakat dalam peran sertanya menanggung pembiayaan negara, maka dituntut
adanya kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, kondisi masyarakat yang
kurang atau bahkan tidak mengerti pajak, serta tingkat perkembangan intelektual
masyarakat, sehingga mereka tidak melaksanakan kewajibannya dalam membayar
pajak. Mengingat kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB-P2 sangat penting
untuk meningkatkan penerimaan negara yang digunakan sebagaian besar untuk
daerah wajib pajak itu sendiri.
Perlawanan pajak yang diikuti anggapan yang salah oleh masyarakat
tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan akan sangat
merugikan bagi negara, oleh karena itu dalam rangka mengurangi atau bahkan
menghilangkan sama sekali hambatan-hambatan tersebut maka perlu diusahakan
suatu kondisi yang membuat masyarakat wajib pajak menjadi sadar, mau dan
mampu membayar pajak. Memberikan bimbingan dan penerangan kepada
masyarakat mengenai manfaat pajak merupakan langkah yang paling dalam
mensosialisasikan pajak tersebut.
Untuk lebih memfokuskan penelitian ini pada hal-hal yang terkait dengan
kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB-P2, maka peneliti mengambil
Kadomas Kabupaten Pandeglang kurang berjalan dengan baik luput dari adanya
masalah dalam kurangnya pengetahuan masyarakat tentang PBB-P2, sehingga
adanya kecenderungan akan keengganan masyarakat di Kelurahan Kadomas
Kabupaten Pandeglang dalam membayar pajak tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti harus melakukan penelitian ini
karena mengingat kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB-P2 merupakan
faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu upaya adanya
pemeriksaan pajak agar masyarakat dapat mematuhi kewajibannya. Sebagian
besar masyarakat yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar PBB-P2
otomatis merupakan hambatan dalam pemungutan pajak. hambatan dalam
pemungutan PBB-P2 ini bukanlah merupakan usaha nyata dari masyarakat,
namun karena kondisi masyarakat yang kurang sadar untuk membayar pajak atau
bahkan tidak tahu seluk beluk fungsi pembayaran itu sendiri.
Kelurahan Kadomas merupakan salah satu dari empat kelurahan yang
berada di wilayah Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang yang terdiri dari
Kelurahan pandeglang, kelurahan babakan dan kelurahan kabayan. Adapun
realisasi penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Pandeglang tahun 2015 dapat
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Pandeglang Tahun Anggaran 2015
No Jenis Pajak Daerah Target Realisasi Persentase (%)
1 Pajak Hotel 2.297.500.000 2.783.304.809 121.1
2 Pajak Restoran 820.000.000 1.509.646.659 184.1
3 Pajak Hiburan 22.916.000 4.088.400 17.84
4 Pajak Reklame 760.000.000 854.461.417 112.4
5 Pajak Penerangan
Jalan 8.000.789.000 9.298.010.754 116.2
6 Pajak Parkir 50.750.000 56.045.437 110.4
7 Pajak Air Bawah
Tanh 146.000.000 70.316.617 48.16
8 Pajak Sarang Burung
Walet 95.900.000 - -
9 Pajak Mineral Bukan
Logam 35.000.000 48.309.350 138
10
Sumber : Data DISPENDA Pajak Daerah Tahun 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menempati urutan ketiga terendah
dengan target pencapaian sebesar Rp. 12.933.389.910 dan realisasi penerimaan
Tabel 1.2
Rekapitulasi Laporan Realisasi PBB-P2 Per Kecamatan Tahun Pajak 2015 Per 31 Desember 2015
No Kecamatan Target Realisasi %
1 Sumur 232.085.487 205.572.229 88,58
2 Cimangsu 289.650.428 289.777.327 100,04
3 Cibaliung 136.194.309 135.581.769 99,55
4 Cibitung 75.940.261 76.557.716 100,81
5 Cikeusik 337.503.672 340.338.148 100,84
6 Cigeulis 174.488.984 174.554.419 100,04
7 Panimbang 602.384.232 480.515.622 79,77
8 Sobang 207.117.370 179.142.321 86,49
9 Munjul 131.373.140 131.586.513 100,16
10 Angsana 122.513.595 123.687.137 100,96
11 Sidangresmi 113.320.102 107.127.363 94,54
12 Picung 187.027.357 168.624.337 90,16
13 Bojong 64.903.604 65.991.612 101,68
14 Saketi 198.814.139 184.878.796 92,99
15 Cisata 104.998.405 105.096.872 100,09
16 Pagelaran 286.110.168 227.474.560 79,51
17 Patia 67.652.192 67.652.192 100,00
18 Sukaresmi 229.570.637 207.695.267 90,47
19 Labuan 325.197.288 222.751.285 68,50
20 Carita 684.250.624 347.991.621 50,86
21 Jiput 201.257.761 197.096.739 97,93
22 Cikedal 176.476.651 176.736.779 100,15
23 Menes 186.355.406 161.074.977 86,43
24 Pulosari 104.558.569 98.790.199 94,48
25 Mandalawangi 240.054.418 240.301.142 100,10
26 Cimanuk 256.660.424 259.359.007 101,05
27 Cipeucang 150.997.218 150.997.218 100,00
28 Banjar 108.994.649 108.994.649 100,00
29 Kaduhejo 199.418.021 152.583.482 76,51
30 Mekarjaya 100.450.179 98.771.069 98,33
31 Pandeglang 475.940.299 192.286.072 40,40
32 Majasari 356.144.934 180.210.754 50,60
33 Cadasari 198.765.474 176.301.395 88,70
34 Karangtanjung 269.914.298 95.215.512 35,28
35 Koroncong 104.275.659 62.155.409 80,42
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2)
di Kecamatan Pandeglang menempati urutan yang rendah dibandingkan
kecamatan-kecamatan yang lain dengan perolehan target sebesar Rp.
475.940.299,- dan realisasi penerimaan Rp. 192.286.072 atau setara dengan 40,40
%.m
Tabel 1.3
Realisasi penerimaan PBB-P2 Perkelurahan Kabupaten Pandeglang Tahun Anggaran 2014-2015
No Kelurahan 2014 % 2015 %
Target Realisasi Target Realisasi
1 Pandeglang 288.363.580 147.355.607 51,10 287.548.127 140.344.274 48,80 2 Kabayan 125.348.611 48.360.626 38,58 125.106.515 30.779.558 24,59 3 Kadomas 35.127.659 14.209.407 40,45 34.894.773 8.406.269 24,09 4 babakan 28.005.672 19.784.527 70,64 28.390.884 12.755.971 44,92 Total 476.845.522 229.710.167 48,17 475.940.299 192.286.072 40,40 Sumber : Data DISPENDA PBB-P2 Tahun 2015
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terjadi pada tahun anggaran 2014
sampai dengan 2015 Kelurahan Kadomas terjadi penurunan penerimaan PBB-P2
terkecil dibandingkan dengan 3 (tiga) Kelurahan lain, yakni Kelurahan
Pandeglang, Kelurahan Kabayan dan Kelurahan Babakan, dengan realisasi
penerimaan sebesar Rp.14.209.407 (2014) atau setara dengan 40,45% dari target
Rp. 35.127.659. Sedangkan pada tahun anggaran 2015 Kelurahan Kadomas tidak
mencapai realisasi sebesar Rp. 8.406.269 atau setara dengan 24,09% dari target
sebesar Rp. 34.894.773.
Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa kepatuhan masyarakat dalam
membayar PBB-P2 pada tahun anggaran 2014 masih rendah, hal tersebut dapat
Kelurahan Kadomas mengalami penurunan yang sangat tinggi dilihat dari presen
tase sebanyak 24,09% .
Berdasarkan wawancara dengan pihak-pihak terkait dan hasil observasi
lapangan, dijumpai berbagai masalah yang terjadi terkait dengan penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang diterima oleh
daerah, diantaranya :
Pertama, masih rendahnya kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2), hal tersebut terlihat dari
jumlah realisasi pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan 2 tahun
terakhir yang terhitung dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2015 yang belum
mencapai target.
Tabel 1.4
Evaluasi Penerimaan PBB-P2 Kelurahan Kadomas Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang Tahun Anggaran 2014-2015
TAHUN SPPT TARGET SPPT REALISASI %
2014 2,398 Rp. 27.461.307 72 Rp. 524.117 45,1 2015 2,414 Rp. 27.848.697 42 Rp. 290.199 25,67 Sumber : Data Kelurahan Kadomas
Kurangnya kepatuhan masyarakat dalam membayar PBB-P2 dapat
disebabkan olah banyak faktor antara lain seperti kurang giatnya aparat dalam
melakukan penagihan dan sikap apatis dari masyarakat itu sendiri dalam
membayar pajak.
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Bapak H.
Kabupaten Pandeglang, beliau mengatakan bahwa kepatuhan masyarakat
sebenernya baik tetapi ada saja yang nakal kadang-kadang membayar pajak tidak
seberapa tetapi masyarakat acuh untuk membayar, masyarakat pun ada yang
peduli dan tidak peduli untuk membayar pajak, beliau juga mengatakan pihak
kelurahan sering mengadakan membinaan masyarakat dengan melalui RW dan
RT tetapi hasil tetap tidak maksimal. Namun kurangnya kepatuhan masyarakat
dalam membayar pajak bukan saja hanya disebabkan oleh kurang giatnya aparat
dalam melakukan penagihan, tetapi juga sikap apatis dari masyarakat.
Hal ini juga diperkuat dari wawancara yang peneliti lakukan dengan salah
satu wajib pajak yang bernama Bapak Yanto, beliau mengatakan bahwa memiliki
objek pajak yang bertipe semi permanen sudah 1 tahun ini tidak membayar pajak
bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan karena menurut bapak tersebut
sangat rugi untuk membayarnya. Namun sampai detik ini tidak ada aparat yang
melakukan penagihan pajak.
Selain itu kadang kala wajib pajak yang memiliki objek pajak berada di
luar kota, sehingga kepemilikan objek pajak tidak membayar pajak bumi dan
bangunan perdesaan dan perkotaan setiap tahun. Dan masyarakat yang
mempunyai objek pajak bertipe semi permanen pun tidak mau membayar pajak
karena menurut wajib pajak rugi untuk membayarnya berdasarkan wawancara
dengan Bapak H. Saepul Bahri selaku Lurah di Kelurahan Kadomas Kecamatan
Ketiga, tidak adanya sanksi hukum yang ditegakan bagi masyarakat yang
tidak membayar PBB-P2. Hal tersebut diperkuat dari wawancara yang peneliti
lakukan dengan Bapak H. Saepul Bahri selaku Lurah di Kelurahan Kadomas
Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang, beliau mengatakan tidak ada
sanksi hukum yang tegas untuk masyarakat yang tidak membayar PBB-P2 namun
apabila masyarakat tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar hanya
dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% perbulan.
Berdasarkan realisasi pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan
perkotaan tterhitung sejak tahun 2014 sampai dengan 2015, Kabupaten
Pandeglang dalam Realisasinya belum mencapai target yang telah ditetapkan.
Dengan penerimaan terkecil didapatkan oleh Kelurahan Kadomas dengan jumlah
realisasi yang sangat kecil dibandingkan dengan kelurahan yang lainnya seperti
Kelurahan Pandeglang, Kelurahan Kabayan dan Kelurahan Babakan. Sehingga
peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang seberapa tinggi tingkat
kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak bumi dan bangunan perdesaan
perkotaan di Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dan hasil wawancara beserta
observasi awal maka peneliti mengidentifikasi masalah terkait dengan :
1. Masih rendahnya kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan
2. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya membayar
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sehingga
kesadaran masyarakat masih rendah.
3. Tidak adanya sanksi hukum yang jelas bagi masyarakat yang tidak
membayar pajak.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti memberikan batasan masalah yaitu
pada Kepatuhan Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) di Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah disampaikan sebelumnya
dan berdasarkan batasan masalah diatas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana karakteristik pembayaran pajak di Kelurahan Kadomas
Kabupaten Pandeglang?
2. Bagaimana sosialisasi pembayaran pajak di Kelurahan Kadomas
Kabupaten Pandeglang?
3. Apa sanksi hukum bagi masyarakat bagi masyarakat yang tidak bayar
pajak di Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu
tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh
setelah selesai melakukan penelitian (Hasan, 2002:44).
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui
Kepatuhan Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
Perkotaan (PBB-P2) di Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dalam penyelenggaraan
penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan dunia
akademis.
a. Memperbanyak ilmu pengetahuan dalam dunia akademis khususnya Ilmu
Administrasi Negara.
b. Mempertajam dan mengembangkan teori-teori yang ada dalam dunia
akademis khususnya teori mengenai Analisis Kepatuhan Masyarakat
Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan
(PBB-P2) di Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang, serta mengembangkan
ilmu yang di dapat selama perkuliahan khususnya ManajemenPublik.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dalam
a. Dapat memberikan pemahaman sekaligus informasi terkait dengan hal-hal
Kepatuhan Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) di Kelurahan Kadomas Kabupaten
Pandeglang. Sehingga penulis dapat mengetahui tingkat kepatuhan
masyarakat dalam membayar PBB-P2 yang dilaksanakan oleh masyarakat
setempat.
3. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi baik secara langsung
atau tidak bagi kepustakaan jurusan Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan
penulis lainnya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang
Analisis Kepatuhan Masyarakat Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) di Kelurahan Kadomas Kabupaten Pandeglang.
1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah merupakan gambaran tentang ruang
lingkup masalah yang akan diteliti dan alasan penelitian yang dilakukan
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah menyebutkan tentang permasalahan yang
muncul dan berkaitan dengan obyek penelitian. Identifikasi masalah ini
dilakukan pada saat melakukan studi pendahuluan tentang permasalahan
1.3. Batasan Masalah
Pembatasan masalah memfokuskan pada masalah spesifik yang
akan diajukan dalam rumusan masalah. Pembatasan masalah dapat
diajukan dalam bentuk pernyataan. Selain itu pembatasan masalah juga
disertai lokus dan tujuan adanya permasalhan tersebut
1.4. Rumusan Masalah
Perumusan masalah menjelaskan tentang pertanyaan dan
pernyataan yang akan dibahas dalam penelitian.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini mengungkap tentang sasaran yang ingin
dicapai dengan dilaksanakannya penelitian, sesuai dengan perumusan
masalah yang telah ditetapkan
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini menjelaskan baik secara teoritis maupun
praktis tentang temuan penelitian. Sistematika penulisan menguraikan
tentang isi bab per bab secara singkat dan jelas dari keseluruhan penelitian
BAB II DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR
2.1. Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan
Dengan mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep maka peneliti akan
memiliki konsep penelitian yang jelas, dapat menyusun pertanyaan dengan
rinci untuk penyelidikan sehingga memperoleh temuan lapangan yang
menjadi jawaban atas masalah yang telah dirumuskan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai
sumber ilmiah, baik Skripsi, Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian.
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai
kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca
mengapa peneliti mempunyai anggapan seperti yang dinyatakan dalam
hipotesis. Biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berpikir
dapat dilengkapi dengan sebuah bagan yang menunjukkan alur pikir
peneliti. Bagan tersebut disebut juga dengan nama paradigma atau model
penelitian.
2.4. Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan
yang diteliti, dan akan diuji kebenarannya.
Bagian ini menguraikan mengenai pendekatan penelitian yang
digunakan. Metode penelitian dengan menggunakan pendekatan tertentu
antara lain dapat berbentuk: ex post facto, exsperiment, survey, descriptitive,
case study, action research, dan sebagainya.
3.2. Fokus Penelitian
Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian
penelitian yang akan dilakukan.
3.3. Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. Menjelaskan
tempat penelitian, serta alasan memilihnya.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menjelaskan tentang proses penyusunan dan
jenis alat penggumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Dalam
penelitian kualitatif, instrumennya adalah peneliti itu sendiri.
3.5. Informan Penelitian
Informan Penelitian dan key informant ataupun second informant,
menjelaskan tentang pihak-pihak mana saja yang dipilih secara langsung
untuk pengumpulan data-data penelitian.
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data menjelaskan tentang teknik analisa beserta
yang diteliti. Analisis data dilakukan melalui pengkodean dan
pengkodingan data (berdasarkan kategori data), interpretasi data, penulisan
hasil laporan dan keabsahan data.
3.7. Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data menjelaskan tentang derajat ketepatan antara
data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh
peneliti.
3.8.Jadwal Penelitian
Menjelaskan jadwal penelitian secara rinci beserta tahapan penelitian
yang akan dilakukan. Jadwal penelitian ditulis dalam bentuk tabel.
BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari
instansi tempat penelitian dilaksanakan serta hal-hal lain yang terkait
dengan objek penelitian.
4.2. Deskripsi Data
Menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah dioleh dari data
mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan.
4.3. Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
mungkin terdapat dalam pelaksanaan penelitiannya. Keterbatasan tersebut
kemudian dapat dijadikan rekomendasi terhadap penelitian lebih lanjut
dalam bidang yang menjadi objek penelitiannya, demi pengembangan ilmu
pengetahuan.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat,
jelas dan mudah dipahami.
5.2. Saran-saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang
23 BAB II
DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI DASAR
2.1 Deskripsi Teori
Ulber (90:2012)teori adalah satu set atau seperangkat konstruk (variabel)
yang saling berhubungan,definisi, dan proposisi yang menyajikan suatu
pandangan sistematis tentang fenomena dengan memrinci hubungan-hubungan di
anntara variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala itu. Teori
bukan saja membantu menjawab pertanyaan apa karakteristk suatu fenomena
tertentu (penelitian deskriptif) melainkan juga menjawab pertanyaan menngapa
dan bagaimana hubungan antara suatu fenomena dan fenomena lain.
2.2 Pengertian Kepatuhan Perpajakan
Berdasarkan sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia yaitu Self
Assessment System, dalam hal ini wajib pajak diberikan kebebasan secara penuh
untuk menghitung, menyetor, serta melaporkan besarnya pajak yang terhutang
berdasarkan Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini
kepatuhan wajib pajak sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesadaran
wajib pajak tentang pentingnya menerapkan perpajakannya sesuai dengan
Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia. Berikut adalah beberapa
pengertian tentang kepatuhan wajib pajak ( Tax Compliance ) yang ada di
1. Pengertian Kepatuhan Pajak / Tax Compliance :
Pengertian Kepatuhan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
(2010:138) dalam Siti Kurnia Rahayu menyatakan bahwa :
Istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.
Pengertian Kepatuhan Pajak menurut Safri Nurmantu (2010:139) dalam
Siti Kurnia Rahayu menyatakan bahwa :
Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.
Pengertian Pajak menurut Norman D, Nowak (2010:138) yang dikutip oleh
Moh. Zain (2004) dalam Siti Kurnia Rahayu menyatakan bahwa kepatuhan wajib
bajak memiliki beberapa pengertian yaitu :
Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana :
a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan.
b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
wajib pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak taat, tunduk, sadar, dan
patuh untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku di
2. Pengertian Kepatuhan Material
Pengertian Kepatuhan Material menurut Sefri Nurmantu (2010:138) dalam
Siti Kurnia Rahayu menyatakan bahwa :
Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Pengertian kepatuhan material menurut Chaizi Nasucha (2006:111) dalam Siti
Kurnia Rahayu menyatakan bahwa :
Kepatuhan material wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Berdasarkan kedua pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantife
atau pada hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakannya serta
kepatuhan dalam hal melakukan penghitungan dan pembayaran pajak yang
terutang sesuai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia.
3. Macam – macam Kepatuhan
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) dalam buku Perpajakan Indonesia
menyatakan bahwa ada dua macam kepatuhan, yaitu :
a. Kepatuhan Formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret.
Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuab Pajak
Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret.
b. Kepatuhan Material
Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara
substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak
yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi
dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai
ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
4. Indikator Kepatuhan Wajib Pajak
Indikator kepatuhan wajib pajak dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan dasar pemikiran menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139) yang
menyatakan bahwa :
Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal, wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.
Kepatuhan pajak menurut International Tax Glossary (1992:296) dalam
Nasucha (2004:131), adalah tingkatan yang menunjukkan wajib pajak patuh atau
tidak patuh terhadap aturan perpajakan di negaranya. Sedangkan menurut Hom
(1993:13) dalam Nasucha (2004:131), kepatuhan dalam perpajakan dapat
diartikan sebagai tingkat sampai dimana wajib pajak mematuhi undang-undang
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan perpajakan adalah
sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak taat, tunduk dan patuh melaksanakan
ketentuan perpajakan, memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan
hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Masalah
kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara
maju maupun di negara berkembang. Karena jika wajib pajak tidak patuh maka
akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran,
pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak yang pada akhirnya tindakan
tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang.
Wajib pajak patuh, adalah wajib pajak yang sadar pajak, paham hak dan
kewajiban perpajakannya dan diharapkan peduli pajak yaitu melaksanakan
kewajiban perpajakan dengan benar dan paham akan hak kewajiban
perpajakannya tentunya akan mendapat kemudahan dan fasilitas yang lebih
dibandingkan dengan pemberian pelayanan pada wajib pajak yang belum atau
tidak patuh.
2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pajak
Menurut Silviani (1992:274-275) dalam Nasucha (2004:132), untuk
meningkatkan kepatuhan sukarela diperlukan keadilan dan keterbukaan dalam
penerapan peraturan perpajakan, kesederhanaan peraturan, prosedur perpajakan,
dan pelayanan yang baik serta cepat terhadap wajib pajak. Kesadaran dan
masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak,
teknis pemeriksaan, penyelidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan
kepada wajib pajak selaku pihak pemberi dana bagi negara dalam hal membayar
pajak. Di samping itu juga tergantung kemauan wajib pajak juga, sampai sejauh
mana wajib pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (Rahayu, 2009:141).
Menurut Salamun AT (1990:191), ada 6 hal yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak , yaitu :
1) Tarif pajak, pelaksanaan yang rapi, konsisten, dan konsekuen.
2) Ada tidak sanksi pelanggaran.
3) Pelaksanaan sanksi secara konsisten, konsekuen tanpa pandang bulu.
4) Pembelajaraan dan penggunaan dana untuk kepentingan umum dan
kesejahteraan masyarakat, maksudnya hasil dari pajak tersebut terlihat
masyarakat dan wujud nyata.
5) Pelayanan birokrasi pemerintah yang baik dan bersih tanpa ada kesulitan
dan pungutan liar, korupsi.
Poin nomor 1-4 adalah kewenangan Direktorat Jendral Pajak.
Selain itu menurut Andreoni et al. (1998:818-856) dalam Nasucha
(2004:278), menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain : pelayanan publik, kebijakan dan keuangan publik, penawaran
penghasilan pajak, tarif pajak, demografi, kondisi sosial masyarakat, penegakan
hukum, kompleksitas dan amnesti pajak.
Erard dan Feinstein (1994:70-89) dalam Nasucha (2004-140),
menggunakan teori psikologi yaitu rasa bersalah dan rasa malu dalam
hubungannya dengan kepatuhan pajak. Menurut mereka dalam melakukan
kewajiban perpajakannya, wajib pajak mengantisipasi rasa bersalah ketika
memikirkan penggelapan pajak dan lolos dari pengawasan dan perasaan malu
ketika memikirkan penggelapan pajak dan kemudian tertangkap. Kedua, adalah
persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka
tanggung. Dalam ilmu psikologi, sistem perpajakan yang tidak adil mendorong
wajib pajak untuk menggelapkan pajak. Ketiga, adalah pengaruh dari tingkat
kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
Selain itu menurut Filho (1985:10) yang dikutip Nasucha (2004:32),
menyebutkan secara psikologis terdapat rintangan terhadap seseorang akan
kewajiban perpajakannya yang tersirat dalam sikap, kecenderungan, kepercayaan,
dan nilai-nilai yang tampak pada perilakunya. Hal tersebut akan berkembang
dalam masa pembentukannya. Nilai-nilai, ide yang dimiliki individu dipengaruhi
oleh pandangan moral dan hal tersebut mempengaruhi perilaku individu dan
persepsinya. Asumsi psikologi mengenai kepatuhan terhadap perpajakan secara
sederhana diakibatkan oleh kebiasaan, kecenderungan untuk melakukan sesuatu
Toshiyuki (2001: 6-18) dalam Nasucha (2004:34), membuat deskripsi
untuk mengukur kondisi kepatuhan wajib pajak berdasarkan pendekatan rasional
ekonomi, psikologi, dan sosiologi. Dimensi-dimensi kepatuhan termaksud adalah:
1. Kepatuhan wajib pajak yang mendasar.
2. Kondisi pelaporan pajak.
3. Kondisi pembayaran pajak.
4. Tanggapan para wajib pajak terhadap adanya pemeriksaan, serta penagihan.
5. Kondisi pengelolaan keuangan.
6. Kondisi pekerja keuangan.
7. Kondisi organisasi non pemerintahan.
8. Pengertian rakyat selain wajib pajak mengenai perpajakan.
Menurut Nasucha dalam disertai penelitiannya, aspek-aspek tingkat
kepatuhan wajib pajak terdiri dari :
1. Aspek yuridis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari ketaatan terhadap prosedur administrasi perpajakan yang ada. Aspek ini meliputi laporan perkembangan penyampaian SPT, laporan perkembangan penyampaian SPT secara persentase yang diisi secara benar dan tidak benar, serta laporan perkembangan penyampaian angsuran berdasarkan perkembangan SPT masa. 2. Aspek psikologis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari persepsi
wajib pajak dilihat dari persepsi wajib pajak terhadap penyuluhan, pelayanan, dan pemeriksaan pajak.
3. Aspek sosiologis, yaitu kepatuhan wajib pajak dilihat dari aspek sosial perpajakan, antara lain kebijakan publik, kebijakan fiskal, kebijakan perpajakan, dan administrasi perpajakan (Nasucha, 2004:148).
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yeng mempengaruhi kepatuhan pajak terdiri, prosedur perpajakan, persepsi wajib
pajak terhadap kebijakan dan pelayanan, dan sistem sosial dari perpajakan
tersebut. Percobaan yang dilakukan oleh Alm et al., (1992) dalam Nasucha
(2004:140), menunjukkan bahwa kepatuhan akan meningkat jika wajib pajak
penelitian Webley et al., (1991) dalam buku yang sama, menemukan hal serupa
bahwa wajib pajak yang tidak puas atas kinerja pemerintah cenderung melakukan
penghindaran pajak. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Clotfelter
(1983) dan Feinstein (1991), menyatakan bahwa penghindaran pajak rendah pada
kepala rumah tangga statusnya hidup bersama dan usianya lebih dari 65 tahun,
tetapi tinggi pada kepala rumah tangga yang statusnya kawin. Selain itu, tingkat
kepatuhan tiap bidang-bidang usaha berbeda-beda. Tingkat ketidakpatuhan
tertinggi ada pada perusahaan perseorangan yang bergerak pada penjualan, diikuti
usaha jasa transportasi, komunikasi, dan utilitas. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Baldry (1987) dan Friedland et al., (1978) menyimpulkan bahwa
laki-laki cenderung melakukan penghindaran pajak dibandingkan dengan wanita.
2.2.2 Proses Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Soekanto (1982) dalam buku Nasucha (2004:132), dari perspektif
hukum kepatuhan dapat mengandung empat proses utama berikut ini yaitu :
1. Indroctination, yaitu orang mematuhi hukum karena diindroktinasi untuk berbuat seperti yang dikehendaki kaidah hukum. Umumnya terjadi melalui proses sosialisasi sehingga orang mengetahui kaidah hukum tersebut. 2. Habituation, yaitu sikap lanjut dari proses sosialisasi dilakukan suatu sikap
dan perilaku yang terus-menerus dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan.
3. Utility, yaitu orang yang cenderung berbuat sesuatu karena merasakan atau memperoleh manfaat dari sikap yang dilakukannya.
4. Group identification, yaitu kepatuhan hukum yang didasarkan pada kebutuhan identifikasi dengan kelompok sosialnya.
Dalam Nasucha (2004:133), kepatuhan hukum sebagai derajat kualitatif dapat
1. Compliance, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada harapan adanya imbalan dan sebagai usaha menghindarkan diri dari hukuman. Kepatuhan akan muncul jika terdapat pengawasan yang efektif dari penegak hukum.
2. Indentification, yaitu inisiatif dan motivasi untuk mematuhi hukum adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan baik, sehingga kepatuhan bergantung pada baik buruknya hubungan tersebut.
3. Internalization, yaitu yang penting dalam sistem hal orang percaya bahwa tujuan yang akan dicapai oleh hukum hendak memberikan imbalan baginya.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib
pajak merupakan proses yang harus disosialisasikan dan diperlukan pengawasan
yang efektif sehingga menjadi suatu kebiasaan dan dapat dirasakan manfaat atau
keuntungannya dan memberikan imbalan.
Masalah kepatuhan sangat dipengaruhi oleh motif wajib pajak untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya. Masalah peningkatan kepatuhan merupakan
masalah yang rumit dan banyak menimbulkan perdebatan para ahli. Dua
pendekatan penting untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak menurut Hom
(1999:13) dalam Nasucha (2004:135), yaitu :
1. Pendekatan wortel dan tongkat.
Dapat didasarkan pada interpretasi rasional ekonomi. Wajib pajak yang tidak patuh dapat dijelaskan dengan faktor tingkat tarif pajak, probabilitas kemungkinan tertangkap menghindari pajak, denda yang dikenakan, tingkat penolakan resiko.
2. Pendekatan warga yang bertanggung jawab.
Kebijakan kepatuhan yang berhasil harus memikirkan motivasi yang lebih luas dari pada hadiah dan hukuman yang sederhana.
2.2.3Ketidakpatuhan Pajak
Dalam Nasucha (2004:132), ketidakpatuhan sebagai lawan kata kepatuhan
bertindak sesuai dengan peraturan atau undang-undang dan administrasi yang
berlaku tanpa penerapan kegiatan penegakan undang-undang.
Zhang Xin dalam Chin dan Choi dalam Nasucha (2004:33) menyebutkan
bahwa ketidakpatuhan merupakan perilaku yang melanggar hukum. Oleh karena
itu kontrol merupakan titik pangkal untuk memahami permasalahan
ketidakpatuhan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ketidakpatuhan
adalah sikap yang tidak taat, tidak mematuhi, tidak berdisiplin, dan tidak menuruti
terhadap perintah dan peraturan atau ketentuan yang berlaku. Ketidakpatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dapat mempengaruhi
penerimaan pajak dan peningkatan penerimaan pajak. Untuk itu apabila terdapat
wajib PBB yang tidak memenuhi kewajibannya, maka selayaknya pejabat
administrasi dari suatu kantor pelayanan pajak untuk memberi sanksi sesuai
aturan yang ada.
Menurut Andreoni et al., (1998:818-822) dalam Nasucha (2004: 130-131),
menyatakan bahwa ketidakpatuhan wajib pajak merupakan persoalan yang sejak
dulu ada dari perpajakan itu sendiri. Mengkarakteristikan dan menerangkan
pola-pola dari ketidakpatuhan wajib pajak, kemudian menemukan cara-cara untuk
menguranginya merupakan langkah yang sangat penting.
Anderson (1979:114) dalam Nasucha (2004:259), ada lima faktor yang
menjadi penyebab ketidakpatuhan masyarakat terhadap suatu kebijakan, yaitu :
1. Ketidakpatuhan selektif terhadap hukum.
2. Keanggotaan seseorang dalam kelompok mempunyai gagasan
3. Keinginan untuk mencari keuntungan.
4. Ketidakpatuhan atau ketidakjelasan hukuman yang saling
bertentangan sehingga menjadi ketidakpatuhan terhadap hukum atau kebijakan pemerintah.
Menurut Salamun AT (1990:191), sebab-sebab ketidakpatuhan wajib
pajak dalam melaksanakan kewajibannya secara umum dibagi kedalam 2 bagian,
yaitu :
ketidakpatuhan masyarakat dalam perpajakan yaitu berkaitan dengan tanggapan
masyarakat atas sistem perpajakan, dan pelayanan pajak yang berkaitan dengan
kerumitan sistem dan prosedur, sistem informasi perpajakan yang belum terpadu
secara fungsional dan mandiri secara operasional. Selain itu ada beberapa faktor
yang dapat dianalisis sebagai penyebab rendahnya kepatuhan pajak. Misalnya
kurang berperannya pelaksana kebijakan pajak, yaitu para petugas pajak dalam
implementasi kebijakan untuk mensosialisasikan kebijakan pajak kepada
masyarakat wajib pajak seperti melalui media masa selain respon dari wajib pajak
itu sendiri.
Dalam Nasucha (2004:281), menyebutkan bahwa respon masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: Pertama, respek anggota masyarakat
kebijakan. Ketiga, keyakinan bahwa kebijakan dibuat secara sah oleh pejabat
melalui prosedur yang telah ditetapkan. Keempat, melaksanakan kebijakan
tersebut sesuai dengan kepentingan pribadi. Kelima, sanksi yang dikenakan
apabila tidak melaksanakan kebijakan tersebut. Keenam, penyesuaian waktu
khususnya bagi kebijakan yang mendapat penolakan dari masyarakat. Dari
keenam kebijakan, menerima atau menolak, mematuhi atau membangkang.
2.2.4 Ketidakpatuhan Wajib Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan
Ketidakpatuhan wajib pajak dalam Undang-Undang PBB dapat dirinci
sebagai berikut :
a. Wajib pajak tidak menyampaikan SPOP walaupun sudah ditegur secara tertulis (Pasal 9 Ayat (2) dan Pasal 10 Ayat (2) huruf a Undang-Undang PBB).
b. Wajib pajak melaporkan data obyek pajak tidak benar (lebih kecil dari hasil pemeriksaan Ditjen Pajak).(Pasal 10 Ayat (2) huruf b Undang-Undang PBB).
c. Pajak terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang dibayar (Pasal 11 Ayat (3) Undang-Undang PBB).
Tolok ukur kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak tidak hanya dilihat
dari melaporkan tetapi dapat dilihat juga dari realisasi penerimaan pokok
ketetapan pada tahun berjalan yaitu dengan membandingkan antara realisasi
penerimaan pokok ketetapan dengan pokok ketetapan pada tahun tersebut.
2.1.5 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2007, wajib pajak adalah orang
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Berikut adalah hak dan kewajibannya,
hak-hak wajib pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah
sebagai berikut:
1. Melaporkan beberapa masa pajak dalam 1 (satu) surat pemberitahuan masa.
2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu.
3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada direktur jenderal pajak.
4. Membetulkan surat pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat direktur jenderal pajak yang belum melakukan tindakan pemeriksaan.
5. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6. Mengajukan keberatan kepada direktur jenderal pajak atas suatu: a. Surat ketetapan kurang bayar.
b. Surat ketetapan kurang bayar tambahan. c. Surat ketetapan pajak nihil.
d. Surat ketetapan pajak lebih bayar, atau
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
7. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas surat
keputusan keberatan.
8. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan.
Kewajiban wajib pajak
1. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
3. Mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
4. Menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa indonesia dengan
menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
6. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
7. Menyelenggarakan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak , dan melakukan pencatatan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
8. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.
9. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 10.Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.
2.3 Konsep Pajak
Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian yang cuma-cuma)
namun sifatnya dapat dipaksakan yaang harus dilaksanakan oleh rakyat
(masyarakat) kepada penguasa, namun bentuknya berupa padi, ternak atau hasil
tanaman lainnya. Pemberian tersebut digunakan untuk keperluan atau kepentingan
raja atau penguasa setempat. Sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan
kepada rakyat tidak ada oleh karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan
sepihak seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang
lebih tinggi status sosialnya dibanding rakyat. Namun dalam perkembangannya,