BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Kehamilan
A. Definisi
Kehamilan adalah pertemuan antara sel telur (ovum) dengan
sperma yang menyebabkan amenore pada wanita usia reproduktif
disertai dengan perubahan fungsi anatomi tubuh. Kehamilan berlangsung
selama 40 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT)
(Mochtar, 2012; h. 35).
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum yang dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal
akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9
bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi menjadi 3
trimester, dimana trimester pertama berlangsung dalam 12 minggu,
trimester kedua 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27) dan trimester
ketiga 13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40) (Prawirohardjo, 2012; h.
B. Tanda – Tanda Kehamilan
Menurut Rustam Mochtar (2012 ; 35 ) tanda – tanda kehamilan adalah sebagai berikut :
1. Tanda – Tanda Presumtif
a. Amenorea (tidak mendapat haid).
Wanita harus mengetahui tanggal hari pertama haid
terakhir (HT) supaya dapat ditaksir umur kehamilan dan
taksiran tanggal persalinan (TTP), yang dihitung dengan
menggunakan rumus dari Naegele.
b. Mual dan Muntah (nausea and vomiting).
Biasanya terjadi pada bulan – bulan pertama kehamilan hingga akhir triwulan pertama. Karena sering terjadi
di pagi hari, maka disebut morning sickness (sakit pagi).
Apabila timbul mual dan muntah berlebihan karena kehamilan,
disebut hiperemesis gravidarum.
c. Mengidam (ingin makan makanan khusus).
Ibu hamil sering meminta makanan atau minuman
tertentu terutama pada bulan – bulan triwulan pertama. Mereka juga tidak tahan suatu bau – bauan.
d. Pingsan
Jika berada pada tempat – tempat ramai yang sesak dan padat, seorang waniita yang sedang hamil dapat pingsan.
e. Tidak Ada Selera Makan (anoreksia).
Hanya berlangsung pada triwulan pertama
f. Lelah (fatigue)
g. Payudara Membesar, Tegang, dan Sedikit Nyeri.
Disebabkan karena pengaruh estrogen dan
progesterone yang merangsang duktus dan alveoli payudara.
Kelenjar Montgomery terlihat lebih membesar.
h. Sering Miksi.
Dikarenakan kandung kemih tertekan oleh rahim
yang membesar. Gejala itu akan hilang pada triwulan kedua
kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala tersebut muncul
kembali karena kandung kemih tertekan oleh kepala janin.
i. Konstipasi/Obstipasi.
Disebabkan karena tonus otot – otot usus menurun oleh kadar hormone steroid.
j. Pigmentasi Kulit.
Hal ini terjadi karena pengaruh hormon kortikosteroid
plasenta, dijumpai di muka (chloasma gravidarum), areola
payudara, leher, dan dinding perut (line nigra).
k. Pemekaran Vena – Vena (varises).
Dapat terjadi pada kaki, betis, dan vulva, hal ini
umumnya dijumpai pada triwulan akhir.
2. Tanda – Tanda Kemungkinan Hamil a. Perut Membesar.
b. Uterus Membesar.
Karena terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan
c. Tanda Hegar.
Ditemukan di serviks dan isthmus uteri yang lunak
pada pemeriksaan bimanual saat usia kehamilan 4 sampai 6
minggu.
d. Tanda Chadwick.
Perubahan warna menjadi kebiruan yang terlihat di
porsio vagina dan labia. Tanda tersebut timbul akibat
pelebaran vena karena peningkatan kadar estrogen.
e. Tanda Piskacek.
Pembesaran dan pelunakkan rahim ke salah satu sisi
rahim yang berdekatan dengan tuba uterine. Biasanya tanda
ini ditemukan di usia kehamilan 7 sampai 8 minggu.
f. Braxton Hicks.
Kontraksi – kontraksi kecil uterus jika di rangsang. g. Teraba Ballotement.
Fenomena bandul atau pantulan balik. Hal ini dapat
dikenali dengan jalan menekan tubuh janin melalui dinding
abdomen yang kemudia terdorong melalui cairan ketuban dan
kemudian memantul balik ke dinding abdomen atau tangan
pemeriksa. Fenomena bandul jenis ini disebut ballottement in
toto. Jenis lain dari pantulan ini adalah ballottement kepala
yaitu hanya kepala hanin yang terdorong dan memantul
kembali ke dinding uterus atau tangan pemeriksa setelah
memindahkan dan menerima tekanan balik cairan ketuban di
3. Tanda Pasti Hamil
a. Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasa juga bagian – bagian janin.
b. Denyut jantung janin yang dibuktikan dengan :
1) Didengar dengan stetoskop-monoaural Laennec.
2) Dicatat dan didengar dengan alat Doppler.
3) Dicatat dengan feto-elektrokardiogram.
4) Dilihat pada ultrasonografi.
c. Terlihat tulang –tulang janin dalam foto rontgen. C. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Pada Perempuan Hamil.
Menurut Rustam Mochtar (2012; h. 29 - 30) perubahan anatomi
dan fisiologi pada perempuan hamil adalah sebagai berikut:
1. Sistem Reproduksi
a. Uterus
1) Ukuran, rahim membesar akibat hipertrofi dan hyperplasia otot
polos rahim, serabut - serabut kolagennya menjadi
higroskopik, endometrium menjadi desidua. Ukuran pada
kehamilan cukup bulan 30 x 25 x 20 cm dengan kapasitas
lebih dari 4000 cc.
2) Berat, berat uterus naik secara luar biasa dari semula yang
berbobot 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan
(40 minggu).
3) Bentuk dan konsistensi, pada bulan – bulan pertama kehamilan rahim berbentuk seperti buah alpukat, pada
kehamilan seperti bujur telur. Rahim yang tidak hamil kira – kira sebesar telur ayam, pada kehamilan 2 bulan sebesar telur
bebek, dan kehamilan 3 bulan sebesar telur angsa. Pada
minggu pertama, isthmus rahim mengalami hipertrofi dan
bertambah panjang sehingga jika diraba terasa lebih lunak.
Hal ini disebut tanda Hegar. Pada kehamilan 5 bulan, rahim
teraba seperti berisi cairan ketuban, dinding rahim terasa tipis
oleh karena itu bagian – bagian janin dapat diraba melalui dinding perut dan dinding rahim.
b. Serviks
Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih
lunak dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan
vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks,
bersamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada
kelenjar – kelenjar serviks (Prawirohardjo, 2010; h. 177). Hal tersebut menjadikan serviks bertambah vaskularisasinya dan
menjadi lunak yang disebut sebagai tanda Goodell. Kelenjar
endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus.
Karena pertambahan dan pelebaran pembuluh darah, maka
endoservikal berubah warna menjadi livid atau kebiruan yang
c. Indung telur (ovarium)
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan
pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum
yang dapat ditemukan diovarium. Folikel ini akan berfungsi
maksimal selama 6 – 7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah
yang relatif minimal (Prawirohardjo, 2010; h. 178).
d. Vagina dan Perineum
Prawirohardjo (2010; 178) menjelaskan bahwa selama
kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat jelas
pada kulit dan otot – otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat berwarna keunguan yang dikenal sebagai
tanda Chadwick. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan
hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel – sel otot polos.
e. Kulit
Menurut Prawirohardjo (2010; h. 179) pada dinding kulit
perut akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam,
dan terkadang juga akan mengenai daerah payidara dan paha.
Perubahan ini dikenal dengan nama striea gravidarum. Pada
multipara selain striae kemerahan itu seringkali ditemukan garis
berwarna perak berkilau yang merupakan sikatrik dari striae
gravidarum sebelumnya. Selain itu, terjadi perubahan pula di garis
pertengahan perut (linea alba) yang akan berubah bertambah
f. Payudara
Payudara akan bertambah ukurannya di vena – vena di bawah kulit akan lebih terlihat. Puting payudara akan membesar,
kehitaman, dan tegak. Areola akan telbih besar dan kehitaman.
Kelenjar Montgomery akan membesar dan cenderung menonjol
keluar. Jika payudara semakin membesar, striae seperti yang
terlihat pada perut akan muncul pula di payudara (Prawirohardjo,
2010; h. 179).
2. Sistem Kardiovaskular
Pada minggu kelima cardiac output akan meningkat dan
perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskular sistemik.
Selain itu, denyut jantung juga mengalami peningkatan. Antara
minggu ke-10 dan minggu ke-20 terjadi peningkatan plasma.
Peningkatan estrogen dan progesteron juga akan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi dan penutrunan resistensi vaskular perifer.
Sejak pertengahan kehamilan pembesaran uterus akan menekan
vena kava inferior dan aorta bawah ketika berada dalam posisi
telentang. Penekanan vena kava inferior ini akan mengurangi darah
balik vena ke jantung. Akibatnya, terjadi penurunan preload dan
cardiac output sehingga menyebabkan terjadinya hipotensi arterial
yang dikenal sebagai sindrom hipotensi supine dan pada keadaan
yang cukup berat akan mengakibatkan ibu kehilangan kesadaran
Penekanan pada aorta ini juga akan mengurangi aliran
darah uteroplasenta ke ginjal. Selama trimester terakhir posisi
telentang akan membuat fungsi ginjal menurun jika dibandingkan
dengan posisi miring kekiri. Oleh karena itu lah mengapa ibu hamil
tidak dianjurkan dalam posisi telentang pada akhir kehamilan.
3. Sistem Respirasi
Frekuensi pernapasan hanya mengalami sedikit peruabahan
pada kehamilan tetapi volume tidal, volume ventilasi per menit dan
pengambilan oksigen per emnit akan bertambah secara signifikan
pada kehamilan lanjut. Perubahan ini akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-37 dan akan kembali hampir seperti semula sebelum hamil
dalam 24 minggu setelah persalinan (Prawirohardjo, 2010; h. 185).
4. Traktus Digestivus
Prawirohardjo (2010; h. 185) menjelaskan perubahan yang
nyata akan terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus
digestivus dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di
lambung sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis
(heartburn) yang disebabkan oleh refkluks asam lambung ke
esophagus bawah sebagai akibat perubahan posisi lambung dan
menurunnya tonus sfingter esophagus bagian bawah. Mual terjadi
karena penurunan motilitas usus besar.
5. Traktus Urinarius
Ginjal akan membesar, glomerular filtration rate, dan renal
plasma flow juga akan meningkat. Pada eksresi akan ditemukan
yang lebih banyak. Glukosuria juga merupakan hal yang umum
terjadi, akan tetapi kewaspadaan terhadap penyakit diabetes mellitus
tetap harus diwaspadai. Sementara itu, proteinuria dan hematuria
merupakan suatu hal yang abnormal. Pada fungsi renal akan dijumpai
peningkatan creatinine cleareance lebih tinggi yaitu 30 %.
6. Sistem Endokrin
Kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran hingga 15,0 ml
pada saat persalinan akibat dari hiperplasia kelenjar dan peningkatan
vaskularisasi. Kelenjar adrenal pada kehamilan normal akan
mengecil, sedangkan hormon androstenedion, testosteron,
dioksikortikosteron, aldosteron, dan kortisol akan meningkat
(Prawirohardjo, 2010; h. 186).
D. Komplikasi pada Kehamilan
Menurut Kemenkes RI (2013; h. 82 – 126) berikut ini adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada saat kehamilan yaitu :
1. Mual dan muntah pada kehamilan
a. Definisi
Adalah mual dan muntah yang terjadi pada kehamilan hingga 16
minggu. Apabila keadaan ini semakin berat, maka dinamakan
hiperemesis gravidarum.
b. Penatalaksanaan
Bila perlu, berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10
2. Abortus
a. Definisi
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan.
b. Penatalaksanaan
1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum dan
tanda – tanda vital ibu.
2) Periksa tanda – tanda syok. Bila ibu mengalami syok, berikan penanganan awal kasus syok.
3) Bila terdapat tanda – tanda sepsis, atau abortus dengan komplikasi berikan antibiotik.
4) Segera rujuk ibu kerumah sakit.
3. Preeklampsia dan Eklampsia
a. Definisi
Preeklampsia adalah tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg pada
usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan disertai dengan
proteinurin. Sedangkan eklampsia adalah semua gejala dan tanda
– tanda preeklampsia dan disertai dengan kejang.
b. Penatalaksanaan
1) Bila terjadi kejang perhatiakan jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi.
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan
eklampsia untuk tatalaksana kejang dan diberikan pada ibu
dengan preeklampsia berat untuk tatalaksana pencegahan
3) Berikan dosis awal MgSO4 dan rujuk ibu segera ke fasilitas
yang memadai.
4. Ketuban Pecah Dini
a. Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan atau sebelum adanya tanda – tanda inpartu. b. Penatalaksanaan
1) Berikan eritromisin 4x250 mg selama 10 hari.
2) Segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang memadai.
5. Kehamilan Lewat Waktu
a. Definisi
Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang berusia lebih
dari 42 minggu penuh terhitung sejak hari pertama haid terakhir.
b. Penatalaksanaan
1) Sedapat mungkin rujuk ibu ke fasilitas yang memadai.
2) Tawaran induksi persalinan dimulai dari usia kehamilan 41
minggu.
3) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41 – 42 minggu yang meliputi non-stress test dan pemeriksaan
volume cairan ketuban.
E. Kunjungan Pemeriksaan Antenatal
Kunjungan pemeriksaan antenatal menurut Kemenkes RI (2013; h.
22) adalah sebagai berikut :
1. Trimester I
Jumlah kunjungan minimal satu kali dengan waktu kunjungan yang
dianjurkan adalah pada saat umur kehamilan sebelum minggu ke 16.
2. Trimester II
Jumlah kunjungan minimal satu kali dengan waktu kunjungan yang
dianjurkan adalah pada saat umur kehamilan 24 – 28 minggu. 3. Trimester III
Jumlah kunjungan minimal dua kali dengan waktu kunjungan yang
dianjurkan adalah pada saat umur kehamilan 30 – 32 minggu dan pada saat umur kehamilan 36 – 38 minggu.
Tabel 2.1 Rangkuman Tatalaksana Asuhan Antenatal Pertrimester.
Pemeriksaan dan tindakan I II III
Anamnesis
Riwayat medis lengkap
Catatan pada kunjungan sebelumnya Keluhan yang mungkin dialami selama hamil
V
Pemeriksaan fisik obstetrik
Vulva / perineum Pemeriksaan inspekulo Tinggi fundus
Pemeriksaan obstetri dengan manuver leopold Denyut jantung janin
Golongan darah ABO dan rhesus Kadar glukosa darah
Skrining status TT dan vaksinasi sesuai status Zat besi dan asam folat
Tabel 2.2 Klasifikasi Kehamilan
Kategori Gambaran
Kehamilan normal. Keadaan umum ibu baik. Tekanan darah < 140/90 mmHg.
Bertambahnya berat badan sesuai minimal 8 kg selama kehamilan ( 1 kg tiap bulan ) atau sesuai IMT ibu.
Edema hanya pada ekstremitas.
Denyut jantung janin 120 – 160 x / menit. Kehamilan normal. Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia 18
– 20 minggu hingga melahirkan. Tidak ada kelainan riwayat obstetri.
Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal.
Kehamilan dengan masalah khusus. Seperti masalah keluarga atau psikososial, kekerasan dalam rumah tangga, kebutuhan finansial, dan lain – lain.
Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan rujukan untuk konsultasi dan atau kerjasama penanganannya.
Riwayat pada kehamilan sebelumnya yaitu janin atau neonatus mati, keguguran ≥ 3 x, bayi < 2500 gram atau > 4500 gram, hipertensi, dan pembedahan pada organ reproduksi.
Kehamilan saat ini yaitu kehamilan ganda, usia ibu < 16 tahun atau > 40 tahun, Rh ( - ), hipertensi, massa pelvis, penyakit jantung, penyakit ginjal, diabetes mellitus, malaria, HIV, sifilis, TBC, anemia berat, penyalahgunaan obat – obatan dan alkohol, lila < 23,5 cm, tinggi badan ibu < 145 cm, kenaikan berat badan < 1 kg atau > 2kg tiap bulan atau tidak sesuai dengan IMT ibu, TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan ibu, pertumbuhan janin terhambat, infeksi saluran kemih, penyakit kelamin, malposisi / malpresentasi, gangguan kejiwaan, dan kondisi – kondisi lain yang dapat memperburuk kehamilan.
Kehamilan dengan kondisi kegawatdaruratan yang membutuhkan rujukan segera.
Perdarahan, preeklampsia, eklamsia, ketuban pecah dini, gawat janin, atau kondisi – kondisi kegawatdaruratan lain yang mengancam nyawa ibu dan bayi.
II. Persalinan
A. Definisi
Persalinan adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu
sendiri, tanpa bantuan alat – alat, serta tidak melukai ibu dan bayi, yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar, 2012; h.69).
Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu (Varney, 2008; h. 672).
B. Tanda – Tanda Persalinan
Menurut Rustam Mochtar (2012, h. 70) tanda – tanda inpartu adalah sebagai berikut yaitu :
1. Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan
teratur.
2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan – robekan kecil pada serviks.
3. Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah terjadi
pembukaan.
C. Mekanisme Persalinan Normal
Rustam Mochtar (2012, h. 71) mengatakan bahwa kala satu
persalinan adalah waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi
pembukaan lengkap 10 cm. kala dua persalinan adalah kala
pengeluaran janin, sewaktu uterus dengan kekuatan his ditambah
dengan kekuatan untuk mengejan mendorong janin hingga keluar. Kala
plasenta, dan kala empat persalinan adalah mulai dari lahirnya uri
sampai 2 jam postpartum.
a. Kala I (kala pembukaan)
1) Fase laten
Pembukaan serviks yang berlangsung lambat sampai
pembukaan 3 cm, yang lamanya sekitar 7 – 8 jam. 2) Fase aktif
Fase ini berlangsung selama 6 jam dan dibagi menjadi
3 sub fase yaitu :
a) Periode akselerasi
Periode ini berlangsung selama 2 jam dan
pembukaan menjadi 4 cm.
b) Periode dilatasi maksimal
Periode ini berlangsung selama 2 jam dan
pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
c) Periode deselerasi
Periode ini berlangsung lambat dan dalam waktu 2
jam pembukaan menjadi 10 cm (lengkap).
b. Kala II (kala pengeluaran janin)
Kepala janin telah turun dan masuk ke ruang panggul
seingga terjadi tekanan pada otot – otot dasar panggul yang melalui lengkung refleks menimbulkan rasa mengejan. Karena terdapat
tekanan pada rektum, ibu merasa seperti ingin buang air besar
dengan ditandai anus membuka. Pada waktu his, kepala janin mulai
mengedan yang terpimpin, akan lahir kepala, diikuti oleh seluruh
tubuh janin. Kala II pada primi berlangsung selama 1,5 – 2 jam dan pada multi berlangsung 30 menit – 1 jam.
c. Kala III (kala pengeluaran uri)
Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat,
dan berisi plasenta yang menjadi dua kali lebih tebal dari
sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan
pengeluaran uri. Dalam waktu 5 – 10 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina, dan akan lahir spontan atau
dengan sedikit dorongan dari atas simfisi atau fundus uteri. Seluruh
proses umumnya berlangsung 5 – 300 menit setrlah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira – kira 100 – 200 cc.
d. Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah
bayi dan plasenta lahir untuk mengamati keadaan ibu, terutama
pada bahaya perdarahan postpartum.
Tabel 2.3 Lamanya Persalinan pada Primigravida dan Multigravida.
Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam 30 menit
Kala III 30 menit 15 menit
Lamanya persalinan 14,5 jam 7 jam 45 menit
1. Mekanisme Persalinan (Varney, 2008; h. 754 – 755). a. Engagement
Terjadi ketika diameter biparietal kepala janin telah
melalui pintu atas panggul.
b. Penurunan
Terjadi selama persalinan. Penurunan merupakan hasil
dari sejumlah kekuatan yang meliputi kontraksi dan pada kala dua,
dorongan yang dilakukan ibu disebabkan karena kontraksi otot – otot abdomennya.
c. Fleksi
Melalui mekanisme ini, diameter suboksipitobregmatik
yang lebih kecil digantikan dengan diameter kepala janin yang
lebih besar. Fleksi terjadi ketika kepala janin bertemu dengan
tahanan, tahanan ini meningkat ketika terjadi penurunan dan yang
kali pertama ditemui adalah dari serviks, lalu dari sisi – sisi dinding pelvis, hingga akhirnya dari dasar pelvis.
d. Rotasi internal
Mekanisme ini menyebabkan diameter anteroposterior
kepala janin menjadi sejajar dengan diameter anteroposterior
pelvis ibu. Oksiput berotasi ke bagian anterior pelvis ibu, bi bawah
simfisis pubis. Ketika oksiput berotasi dari posisi LOP, ROP, LOT,
atau ROT, bahu juga berotasi dengan kepala sampai mencapai
posisi LOA atau ROA. Ketika oksiput melakukan rotasi 45 derajat
akhir de dalam posisi oksiput anterior, bahu bayi tidak melanjutkan
masuk ke pintu atas panggul pada salah satu diameter oblik. Oleh
karena itu, mekanisme ini memiliki efek memutar leher 45 derajat.
e. Pelahiran kepala
Berlangsung melalui ekstensi kepala untuk
mengeluarkan oksiput-anterior.ekstensi harus terjadi ketika
oksiput berada di bagian anterior karena kekuatan tahanan pada
dasar pelvis yang membentuk sumbu Carus yang mengarahkan
kepala menuju pintu bawah vulva. Dengan demikian, kepala
dilahirkan dengan ekstensi meliputi oksiput, sutura sagital,
fontanela anterior, alis, orbit, hidung, mulut, dan dagu secara
berurutan muncul dari perineum.
f. Rotasi eksternal
Terjadi pada saat bahu berotasi 45 derajat menyebabkan
diameter bisakromial sejajar dengan diameter anteroposterior
pada pintu bawah panggul. Hal ini menyebabkan kepala
melakukan rotasi eksternal lain sebesar 45 derajat ke posisi LOT
atau ROT, tergantung pada arah restitusi.
g. Pelahiran bahu
Bahu anterior terlihat pada orifisium vulvovaginal yang
menyentuh di bawah simfisis pubis, bahu posterior kemudian
menggembungkan perineum dan lahir dengan fleksi lateral.
Setelah bahu lahir, bagian badan yang tersisa mengikuti sumbu
Carus dan segera lahir. Sumbu Carus adalah ujung keluar paling
2. Komplikasi pada persalinan
a. Komplikasi pada kala satu dan kala dua persalinan.
Menurut Varney (2008; h. 780 – 802) adalah sebagai berikut : 1) Riwayat seksio sesaria sebelumnya.
2) Persalinan atau kelahiran prematur
Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai
pada awal usia kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu ke
37. Penatalaksanaan pada persalinan prematur didasarkan
pada pertama kali dengan mengidentifikasi wanita yang
beresiko mengalami komplikasi ini.
3) Ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan atau sebelum adanya tanda – tanda inpartu (Kemenkes RI, 2013; h.122)
a) Penatalaksaan (Kemenkes RI, 2013; h. 122).
(1) Berikan eritromisin 4x250 mg selama 10 hari.
(2) Segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang memadai.
4) Amnionitis dan korioamnionitis
Varney (2008; h. 792) mengatakan amnionitis adalah
inflamasi kantong amnion dan cairan amnion. Korioamnionitis
adalah inflamasi korion selain infeksi cairan amnion dan
kantong amnion.
a) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus ini menurut Varney (2008; h.
(1) Fasilitasi kelahiran.
(2) Induksi oksitosin atau augmentasi untuk
memperpendek fase laten persalinan.
(3) Hidrasi dengan cairan intravena.
(4) Pemantauan tanda – tanda vital setiap jam. (5) Pelaporan ke dokter pediatrik.
5) Prolaps tali pusat
Tindakan berikut dilakukan jika terjadi prolaps tali
pusat menurut varney (2008; h. 795) adalah sebagai berikut :
a) Tempatkan seluruh tangan anda ke dalam vagina wanita
dan pegang bagian presentasi janin ke atas sehingga tidak
menyentuh tali pusat di pintu atas panggul.
b) Jangan mencoba mengubah letak tali pusat pada kondisi
apapun.
c) Segera panggil bantuan dan panggil dokter atau segera
rujuk ibu ke fasilitas yang memadai.
6) Disporposi sefalopelvik
Adalah disporposi antara ukuran janin dan ukuran
pelvis, yaitu ukuran pelvis tidak cukup besar untuk
mengakomodasi keluarnya janin (Varney, 2008; h. 797).
a) Indikasi kemungkinan disporposi sefalopelvik
(1) Ukuran janin besar.
(2) Tipe dan karakteristik khusus tubuh wanita secara
umum.
(4) Pelvis platipeloid.
(5) Malpresentasi atau malposisi (Varney, 2008; h. 797).
7) Disfungsi uterus
a) Disfungsi uterus hipotonik
(1) Tanda dan gejala disfungsi uterus hipotonik menurut
Varney (2008; h. 799) adalah sebagai berikut :
(a) Kontraksi saat ini tidak nyeri sekali, kemajuan
persalinan berhenti.
(b) Kontraksi uterus tidak adekuat, durasi singkat dan
intensitas ringan.
(c) Tidak ada kemajuan dilatasi serviks atau
penurunan janin.
b) Disfungsi uterus hipertonik
(1) Tanda dan gejala disfungsi uterus hipertonik menurut
Varney (2008; h. 800) adalah sebagai berikut :
(a) Kontraksi terasa sangat nyeri selama periode
persalinan dan keparahan kontraksi saat palpasi.
(b) Kontraksi sering dan tonisisitas tidak teratur.
(c) Tidak ada kemajuan pendataran dan dilatasi
serviks.
b. Komplikasi pada kala tiga persalinan
1) Plasenta tertinggal
Plasenta tertinggal adalah plasenta yang belum
Manajemen untuk kasus ini adalah dengan manual plasenta
(Varney, 2008; h. 831).
2) Perdarahan kala tiga
3) Retensio plasenta
Adalah plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit
setelah bayi lahir. Manajemen untuk kasus ini adalah dengan
manual plasenta dan segera merujuk ibu ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
4) Inversio uterus
Adalah keadaan uterus benar – benar membalik dari bagian dalam keluar sehingga bagian dalam fundus menonjol
keluar melalui orifisum serviks, turun dan masuk kedalam
introitus vagina, dan menonjol keluar melewati vulva (Varney,
2008; h. 833).
c. Komplikasi pada kala empat persalinan
1) Perdarahan postpartum
a) Definisi
Definisi perdarahan adalah kehilangan darah secara
abnormal. Rata – rata kehilangan darah selama pelahiran pervaginam tanpa komplikasi adalah lebih dari 500 ml
(Varney, 2008; h. 841).
b) Faktor predisposisi
(1) Distensi berlebihan pada uterus.
(2) Induksi oksitosin atau augmentasi.
(4) Kala satu atau kala dua yang memanjang.
(5) Grande multipara.
(6) Riwayat atonia uteri.
3. 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal
Berikut ini adalah langkah – langkah asuhan persalinan normall menurut Kemenkes RI (2013; h. 39 – 49) :
Mengenali tanda dan gejala kala dua
1. Memeriksa tanda berikut :
a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan atau vaginanya.
c. Perineum menonjol dan menipis.
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
Menyiapkan Pertolongan Persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat – obatan esensial, yaitu :
a. Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril / DTT
siap dalam wadahnya.
b. Semua pakaian, handuk, selimut, dan kain untuk bayi dalam
kondisi bersih dan hangat.
c. Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan thermometer dalam
kondisi baik dan bersih.
d. Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril
e. Untuk resusitasi, tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat,
3 handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir,
lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.
f. Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu : cairan
kristaloid, set infuse.
3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu
tertutup kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.
4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan
handuk atau tisu bersih.
5. Pakai sarung tangan steril / DTT untuk pemeriksaan dalam.
6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan
oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set /
wadah DTT atau steril tanpa mengontaminasi spuit.
Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik
7. Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan
kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
8. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa
pembukaan serviks sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila
selaput ketuban belum pecah, dengan syarat : kepala sudah
masuk dalam panggul dan tali pusat tidak teraba.
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%,
rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua
tangan setelahnya.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi
berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali / menit). Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak
normal.
Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan
Meneran.
11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran.
a. Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia
merasa nyaman.
b. Anjurkan ibu untuk cukup minum.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan
yang kuat untuk meneran.
a. Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.
b. Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit.
Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi.
15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 - 6 cm,
letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat
dan bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Membantu Lahirnya Kepala.
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5 – 6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering,
sementara tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan
posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.
a. Anjurkan ibu untuk meneran sambil bernapas cepat dan
dangkal.
20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi.
a. Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali
pusat lewat kepala bayi.
b. Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu
gunting di antaranya.
21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.
Membantu Lahirnya Bahu.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
a. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis.
b. Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah kke
arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku
sebelah bawah.
a. Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan
yang berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.
a. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki
dan pegang masing – masing mata kaki dengan ibu jari dan jari – jari lainnya).
Penanganan Bayi Baru Lahir.
25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut
untuk menilai apakah ada asfiksia bayi :
a. Apakah kehamilan cukup bulan?
b. Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap – megap? c. Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir
normal. Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu.
a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya. Kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
b. Ganti handuk basah dengan handuk yang kering.
c. Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut
27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain
dalam uterus (hamil tunggal).
Manajemen Aktif Kala III
28. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan
oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin
10 unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan
aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali
pusat pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada
asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem
penjepit dorong isi tali pusat kea rah distal (ibu) dan lakukan
penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Potong dan ikat tali pusat.
a. Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit
kemudian gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil
lindungi perut bayi).
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT / steril pada satu sisi
kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan
lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.
32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan
perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang
topi pada kepala bayi.
34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di
tepi atas simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan
tangan yang lain.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah
sambil tangan yang lain mendorong uterus kea rah dorso-kranial
secara hati – hati, untuk mencegah terjadinya inversion uteri. a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau
anggota keluarga untuk menstimulasi puting susu.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta
terlepas, lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros
jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan dorso-kranial.
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta. b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali
pusat :
1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.
4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya.
5) Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit
setelah bayi lahir.
6) Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan.
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau
steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari – jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus
uterus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus terba keras).
a. Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak
berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil /
masase.
Menilai Perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
janin dan pastikan bahwa selaputnya lengkapndan utuh.
41. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.
Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
43. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak
kulit ibu – bayi (di dada ibu minimal 1 jam). 44. Setelah kontak kulit ibu – bayi dan IMD selesai :
a. Timbang dan ukur bayi.
b. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis
(tetrasiklin 1% atau antibiotika lain).
c. Suntikkan vitamin K 1 mg IM dip aha kiri anterolateral bayi.
d. Pastikan suhu tubuh bayi normal.
e. Berikan gelang pengenal pada bayi.
f. Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan.
45. Satu jam setelah pemberian vitamin K, berikan suntikan imunisasi
hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pencegahan perdarahan
pervaginam.
a. Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.
d. Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksanakan atonia
uteri jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai
kontraksi, mewaspasdai tanda bahaya pada ibu, serta kapan
harus memanggil bantuan medis.
49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu
setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30
menit selama jam kedua pascasalin.
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik serta suhu tubuh bayi normal.
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin
0,5% untuk dekontaminasi (10menit). Cuci dan bilas peralatan
setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan – bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang
bersih dan kering.
54. Pastika ibu merasa nyaman.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
balikkan bagian dalam kelaur dan rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian keringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan
bersih.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda
4. Inisiasi Menyusui Dini ( IMD )
a) Definisi
Inisiasi menyusui dini atau permulaan menyusu dini adalah bayi
mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Kontak antara kulit
bayi dengan kulit ibunya dibiarkan setidaknya selama satu jam
segera setelah lahir, kemudian bayi akan mencari payudara ibu
dengan sendirinya ( Sondakh, 2013; 170 ).
b) Manfaat Inisiasi Menyusui Dini ( IMD )
(1) Keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk bayi
(a) Kehangatan dada ibu dapat menghangatkan bayi,
sehingga apabila bayi diletakkan di dada ibu segera
setelah lahir, dapat menurunkan risiko hipotermia dan
menurunkan kematian akibat kedinginan.
(b) Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini akan
mempunyai kesempatan lebih berhasil menyusu eksklusif
dan mempertahankan menyusu daripada yang menunda
menyusu dini. Lalu, sentuhan, kuluman / emutan dan
jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang oksitosin
yang penting untuk membuat rahim berkontraksi dan
merangsang pengaliran ASI dari payudara.
(2) Keuntungan Inisiasi Menyusui untuk ibu
(a) Oksitosin
(i) Stimulasi kontraksi uterus dan menurunkan risiko
(ii) Merangsang pengeluaran kolostrum dan
meningkatkan produksi ASI.
(iii) Keuntungan dan hubungan mutualistik ibu dan
bayi.
(iv) Ibu menjadi lebih tenang, memfasilitasi kelahiran
plasenta, dan pengalihan rasa nyeri dan berbagai
prosedur pascapersalinan lainnya.
(b) Prolaktin
(i) Meningkatkan produksi ASI.
(ii) Membantu ibu mengatasi stress terhadap berbagai
rasa kurang nyaman.
(iii) Memberi efek relaksasi pada ibu setelah bayi
selesai menyusu.
(iv) Menunda ovulasi.
(3) Keuntungan Inisiasi Menyusui Dini untuk bayi
(a) Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapat
kolostrum segera disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
(b) Segera mendapatkan kekebalan pasif pada bayi.
(c) Meningkatkan kecerdasan.
(d) Membantu bayi mengoordinasikan kemampuan mengisap,
menelan, dan napas.
(e) Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi.
(f) Mencegah kehilangan panas.
5. Ketuban Pecah Dini ( KPD )
a) Definisi
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu (
Kemenkes RI, 2013; 122 ).
b) Diagnosis
Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan inspekulo. Dari anamnesis
didapatkan pasien merasa keluar cairan yang banyak secara tiba
– tiba. Pemeriksaan dalam sebaiknya tidak dilakukan kecuali akan
dilakukan penanganan aktif karena dapat mengurangi latensi dan
meningkatkan resiko infeksi ( Kemenkes RI, 2013; 122 ).
c) Etiologi
Manuaba ( 2012; 119 ) menyebutkan bahwa penyebab
atau etiologi dari ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
(1) Serviks inkompeten.
(2) Overdistensi uterus.
(3) Faktor keturunan ( ion Cu serum rendah, vitamin C rendah,
dan kelainan genetik ).
(4) Grande multipara.
(5) Disproporsi sefalopelvik.
d) Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dimulai dengan
terjadi pembukaan prematur serviks. Ketuban yang terkait dengan
pembukaan mengalami devaskularisasi, nekrosis, dan dapat
diikuti pecah spontan. Jaringan ikat yang menyangga ketuban,
semakin berkurang. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat
dengan infeksi yang mengeluarkan enzim ( enzim proteolitik dan
kolagenase ) ( Manuaba, 2012; 119 – 120 ). e) Faktor predisposisi
Sarwono Prawirohardjo ( 2010; 678 ) menyebutkan bahwa
faktor yang menunjang kejadian ketuban pecah dini adalah
sebagai berikut :
(1) Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.
(2) Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Menurut Kemenkes RI ( 2013; 123 ) faktor predisposisi
ketuban pecah dini adalah sebagai berikut :
(1) Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya.
(2) Infeksi traktus genital.
(3) Perdarahan antepartum.
f) Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal
maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi
tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea
atau gagalnya persalinan normal ( Prawirohardjo, 2010; 678 ).
g) Tatalaksana
Menurut Kemenkes RI ( 2013; 123 )
(1) Tatalaksana umum
(a) Berikan eritromisin 4 x 250 mg selama 10 hari.
(b) Rujuk ke fasilitas yang memadai.
(2) Tatalaksana khusus
Pada rumah sakit rujukan, tatalaksana ketuban pecah dini
sesuai dengan umur kehamilan, yaitu :
(a) Usia kehamilan ≥ 34 minggu.
(i) Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila
tidak ada kontraindikasi.
(b) Usia kehamilan 24 – 33 minggu.
(i) Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan
kematian janin lakukan persalinan segera.
(ii) Berikan deksametason 6 mg IM setiap 12 jam
selama 48 jam atau betametason 12 mg IM setiap
24 jam selama 48 jam.
(iii) Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi
(iv) Bayi dilahirkan di usia 34 minggu, atau di usia
kehamilan 32 – 33 minggu bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil
menunjukkan bahwa paru sudah matang.
(c) Usia kehamilan ≤ 24 minggu.
(i) Pertimbangan dilakukan dengan melihat resiko ibu
dan janin.
(ii) Lakukan konseling pada pasien. Terminasi
kehamilan mungkin menjadi pilihan.
(iii) Jika terjadi infeksi ( korioamnionitis ) lakukan
tatalaksana sesuai kasus.
6. Induksi persalinan
a) Definisi
Induksi partus adalah suatu upaya agar persalinan mulai
berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan
dengan jelan merangsang timbulnya his ( Mochtar, 2012; 40 ).
b) Nilai pelvis ( pelvic score )
Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih
dahulu pemeriksaan dalam guna memberikan kesan tentang
keadaan serviks, bagian terbawah janin dan panggul. Hasil
pemeriksaan dicatat dan disimpulkan dalam suatu tabel nilai
Tabel 2.4 Nilai Pelvis ( pelvic score )
Sumber : Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri Jilid 2.
c) Indikasi
Menurut Mochtar ( 2012; 40 ) indikasi dilakukannya induksi
persalinan adalah sebagai berikut :
(1) Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsi dan
eklamsi.
(2) Postmaturitas.
(3) Ketuban pecah dini.
(4) Kematian janin dalam kandungan.
(5) Diabetes mellitus pada kehamilan 37 minggu.
(6) Antagonisme rhesus.
(7) Penyakit ginjal berat.
(8) Hiramnion yang besar ( berat ).
(9) Cacat bawaan seperti anensefalus.
(10) Keadaan gawat janin atau gangguan pertumbuhan janin.
(13) Indikasi nonmedis, sosial dan ekonomi, dan sebagainya.
d) Kontraindikasi
Menurut Mochtar ( 2012; 41 ) kontra indikasi dilakukannya
induksi persalinan adalah sebagai berikut :
(1) Disproporsi sefalopelvik.
(2) Ibu menderita penyakit jantung berat.
(3) Hati – hati pada bekas operasi atau uterus yang cacat. e) Cara induksi partus
Induksi partus dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
(1) Cara kimiawi
(2) Cara mekanis
(3) Cara kombinasi mekanis dan kimiawi
f) Induksi persalinan dengan prostaglandin E1
Misoprostol atau cytotec adalah prostaglandin E1 sintetik
dalam dosis 100 atau 200 mcg yang berguna untuk pencegahan
ulkus peptikum. Obat ini telah digunakan secara “ off label “ untuk pematangan serviks prainduksi dan dapat diberikan per oral atau
per vagina. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa tablet
misoprostol yang dimasukkan kedalam vagina efektifitasnya sama
atau lebih baik dibandingkan dengan gel prostaglandin E1
intraserviks ( Cunningham, 2014; 525 ).
Tablet prostaglandin E1 juga efektif jika diberikan per oral.
Windrim, dkk dalam Cunningham ( 2014; 525 ) melaporkan bahwa
pemberian misoprostol per oral memiliki manfaat yang serupa
Induksi persalinan dengan prostaglandin E1 baik misoprostol oral
maupun per vagina dapat digunakan untuk pematangan serviks
atau induksi persalinan.
7. Non Stress Test ( NST )
Prawirohardjo ( 2010; 231 – 232 ) menjelaskan bahwa pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung
janin dalam hubungannya dengan gerakan / aktifitas janin. Berikut ini
adalah interpretasi NST :
a) Reaktif
(1) Terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam waktu 20
menit pemeriksaan yang disertai dengan adanya akselerasi
paling sedikit 10 – 15 dpm.
(2) Frekuensi dasar denyut jantung janin di luar gerakan janin
antara 120 – 160.
(3) Variabilitas denyut jantung janin antara 6 – 25 dpm. Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang
tidak teratur, yang nampak pada rekaman denyut jantung
janin.
b) Non reaktif
(1) Tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan
atau tidak ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan
janin.
(2) Variablitias denyut jantung janin mungkin masih normal atau
c) Meragukan
(1) Terdapat gerakan janin tetapi kurang dari 2 kali selama 20
menit pemeriksaan atau terdapat akselerasi yang kurang dari
10 dpm.
(2) Frekuensi dasar denyut jantung janin normal.
(3) Variabilitas denyut jantung janin normal.
8. Partograf
a) Definisi
Prawirohardjo ( 2010; 315 ) mengatakan bahwa partograf adalah
alat bantu yang digunakan selama persalinan. Tujuan utama
penggunaan partograf adalah untuk mencatat hasil observasi dan
kemajuan persalinan serta mendeteksi apakah proses persalinan
berjalan secara normal.
b) Halaman depan partograf
Prawirohardjo ( 2010; 316 – 317 ) menjelaskan bahwa halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi yang dimulai
pada fase aktif persalinan, dan menyediakan lajur serta kolom
untuk mencatat hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan
termasuk :
(1) Informasi tentang ibu.
(2) Waktu pecahnya selaput ketuban.
(3) Kondisi janin.
(4) Kemajuan persalinan.
(5) Jam dan waktu.
(7) Obat – obatan dan cairan yang di gunakan. (8) Kondisi ibu.
(9) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya.
c) Cara pengisian halaman depan partograf
(1) Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal atas partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan ( tertulis
sebagai “ jam “ pada partograf ) dan perhatikan kemungkinan
ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya
pecah ketuban.
(2) Kesehatan dan kenyamanan janin
(a) Denyut jantung janin
Nilai dan catat denyut jantung janin setiap 30 menit ( lebih
sering jika ada tanda – tanda gawat janin ). Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan waktu 30 menit. Catat
denyut jantung janin dengan memberi tanda titik pada garis
yang sesuai dengan angka yang menunjukkan denyut
jantung janin. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan
titik yang lainnya dengan garis yang tidak terputus.
(b) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah
dengan menggunakan lambang :
(i) U : ketuban utuh ( belum pecah ).
(iii) M : ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium.
(iv) D : ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah.
(v) K : ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban
( “ kering “ ).
(c) Molase ( Penyusupan Tulang Kepala Janin )
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa
jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian
keras panggul ibu. Setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan di
kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban dengan
menggunakan lambang :
(i) 0 : tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat dipalpasi.
(ii) 1 : tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
(iii) 2 : tulang kepala janin saling tumpang tindih, tetapi
masih dapat dipisahkan.
(iv) 3 : tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan.
(3) Kemajuan persalinan
(a) Pembukaan serviks
Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam ( lebih
sering dilakukan jika ada tanda – tanda penyulit ). Tanda “
besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan – temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama
kali selama masa fase aktif persalinan di garis waspada.
Hubungkan tanda “ X “ dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh.
(b) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
Penurunan kepala janin diukur seberapa jauh dari tepi
simfisis pubis. Dibagi menjadi 5 kategori dengan simbol 5/5
sampai 0/5. Simbol 5/5 menyatakan bahwa bagian kepala
janin belum memasuki tepi atas simfisis pubis, sedangkan
simbol 0/5 menyatakan bahwa bagian kepala janinsudah
tidak dapat lagi dipalpasi diatas simfisis pubis. Kata – kata
“ turunnya kepala “ dan garis terputus dari 0 – 5, tertera di
sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan
tanda ( O ) pada garis waktu yang sesuai.
(c) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis
waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah
kanan garis waspada ( pembukaan kurang dari 1 cm per
jam ), maka harus dipertimbangkan pula adanya tindakan
(4) Jam dan waktu
(a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf ( pembukaan serviks dan
penurunan ) tertera kotak – kotak diberi angka 1 – 16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya
fase aktif persalinan.
(b) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan
pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catatkan
waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
(5) Kontraksi uterus
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit
dengan mengisi angka pada kotak yang sesuai. Nyatakan
lamanya kontraksi dengan :
(a) Beri titik – titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya kurang dari 20 detik.
(b) Beri garis – garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20 – 40 detik.
(c) Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi
yang lamanya lebih dari 40 detik.
(6) Obat – obatan dan cairan yang diberikan (a) Oksitosin
Jika tetesan ( drip ) oksitosin sudah dimulai,
yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan
tetesan per menit.
(b) Obat – obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat – obatan tambahan dan atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
(7) Kesehatan dan kenyamanan ibu
(a) Nadi, tekanan darah, dan temperatur tubuh
(i) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase
aktif persalinan. Beri tanda titik pada kolom waktu
yang sesuai.
(ii) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam
selama fase aktif persalinan. Beri tanda panah
pada partograf pada kolom waktu yang sesuai ( ↕ ).
(iii) Nilai dan catat temperatur tubuh ibu setiap 2 jam
dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang
sesuai.
(b) Volume urin, protein, atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2
jam. Jika memungkinkan saat ibu berkemih, lakukan
pemeriksaan adanya aseton atau protein dalam urin.
d) Lembar belakang partograf
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir
setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah
seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian
lembar belakang partograf seabagai berikut :
(a) Data dasar
Data dasar terdiri atas tanggal, nama bidan, tempat
persalinan, alamat tempat persalinan, catatan, alasan
merujuk, tempat rujukan dan pendamping saat merujuk. Isi
data tiap tempat yang telah disediakan atau dengan cara
memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang
sesuai.
(b) Kala I
Kala I terdiri atas pertanyaan – pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada, masalah – masalah yang dihadapi, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksanaan tersebut.
(c) Kala II
Kala II terdiri atas episiotomi persalinan, gawat janin,
distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan dan
hasilnya. Beri tanda “ √ “ pada kotak disamping jawaban
yang sesuai.
(d) Kala III
Kala III terdiri atas lama kala III, pemberian oksitosin,
penegangan tali pusat terkendali, pemijatan fundus,
laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah
penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban pada
tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di
samping jawaban yang sesuai.
(e) Bayi baru lahir
Informasi bayi baru lahir terdiri atas berat dan panjang
badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir,
pemberian ASI, masalah penyerta, tatalaksana terpilih dan
hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta
beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai.
(f) Kala IV
Kala IV berisi tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi
fundus, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama
untuk menilai apakah terdapat resiko atau terjadi
perdarahan pascapersalinan. Pengisian pemantauan kala
IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama
setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada satu jam
III. Bayi Baru Lahir
A. Definisi
Menurut Kosim (2007) dalam Indiasari (2012) mengatakan
bahwa bayi baru lahir adalah bayi lahir dengan berat lahir antara 2500
gram sampai dengan 4000 gram, cukup bulan, lehir langsung menangis
dan tidak ada kelainan Kongenital yang berat. Sedangkan Potter dan
Perry (2005, h. 650) dalam Mitayani et al (2011) berpendapat bahwa
neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
di dalam rahim menjadi kehidupan di luar rahim.
B. Adaptasi Bayi Baru Lahir terhadap Kehidupan Ekstrauteri
Tabel 2.5 Mekanisme Hemostatis / Adaptasi Bayi Baru Lahir.
Sistem Intrauterine Ekstrauterin
1. Sistem Pernapasan
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari
pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran gas
harus melalui paru – paru bayi. Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena tekanan mekanik dari toraks sewaktu melalui
jalan lahir (stimulasi mekanik), penurunan Pa O₂ dan kenaikan Pa
CO₂ merangsang kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus
(stimulasi kimiawi), rangsangan dingin di daerah muka dan refleks
deflasi hering breur (Muslihatun, 2010, h. 12). Refleks deflasi hering
breur adalah refleks yang mencegah paru membesar secara
berlebihan karena volume tidal lebih dari 1 liter ( Kuntarti, 2005; 31 ).
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu
30 menit pertama sesudah lahir. Resiprasi pada neonatus biasanya
pernapasan diafragmatik dan abdominal, sedangkan frekuensi dan
dalamnya belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli
akan kolaps dan paru – paru kaku sehingga terjadi atelektasis (Muslihatun, 2010, h. 12).
Tabel 2.6 Respons Pernapasan Normal dan Abnormal.
Normal Abnormal
Frekuensi rata – rata 40 kali per menit - Rentang 30 – 60 kali per menit -
Pernapasan diafragma dan abdomen Retaksi interkosta, retraksi prosesus xifoideus Harus bernapas melalui hidung Napas cuping hidung
- Suara dengkur pada saat ekspirasi
2. Perubahan Sirkulasi
Menurut Varney (2008; 880) menjelaskan bahwa kombinasi
tekanan yang meningkat dalam sirkulasi sistemik, pada sirkulasi paru
tekanan menurun akan menyebabkan perubahan tekanan aliran
darah dalam jantung. Tekanan akibat peningkatan aliran darah di sisi
kiri jantung menyebabkan foramen ovale menutup. Duktus arteriosus
pada saat kehidupan intrauterin bertugas mengalirkan darah plasenta
yang kaya oksigen ke otak dalam kehidupan janin kini sudah tidak lagi
berfungsi mengalirkan darah plasenta yang kaya akan oksigen ke
janin pada kehidupan ekstrauterin. Dalam 48 jam duktus arteriosus
akan mengecil dan secara fungsional menutup akibat penurunan
hormon prostalglandin E2 yang sebelumnya disuplai oleh plasenta.
Akibat perubahan dalam tahanan sistemik dan paru, serta penutupan
duktus arteriosus juga foramen ovale mengakibatkan perubahan
radikal pada anatomi dan fisiologi jantung.
Menurut Muslihatun (2010; h. 15) fetus in utero mempunyai
sirkulasi yang jelas berlainan dari kehidupan setelah lahir. Darah yang
sudah direoksigenasikan meninggalkan plasenta melalui vena
umbilika. Vena umbilika berjalan di dalam tali pusat menuju umbilikus
dan disana terdapat vena kecil yang menuju ke porta hepatis. Hampir
tidak ada darah yang masuk kedalam hati karena vena umbilika
langsung bersambung dengan vena kava inferior melalui pembuluh
darah besar yang disebut duktus venosus. Setelah berada pada vena
Sebagian besar darah bukan masuk ke dalam ventrikel kanan seperti
orang dewasa juga tidak masuk ke dalam atrium kiri, akan tetapi
melalui lubang fetal yang hanya untuk sementara ada di dalam
septum interatrial yang disebut foramen ovale.
Setelah mencapai atrium kiri, darah masuk melalui katup
mitral ke dalam ventrikel kiri. Kontraksi ventrikel kiri mendorong darah
masuk ke dalam aorta desendens. Darisini sebagian besar darah
dialirkan ke jantung, otak, dan anggota tubuh bagian atas. Darah yang
tertinggal dalam lengkungan aorta masuk ke dalam aorta
torasika-abdominalis desendens. Setelah beredar dalam otak dan anggota
tubuh bagian atas, darah kembali ke jantung melalui vena kava
superior dan mencapai atrium kanan. Darah berjalan terus ke bawah
ke dalam atrium kanan, kemudian melalui lubang tricuspid darah
masuk ke dalam ventrikel kanan. Dari sini darah dipompa masuk ke
dalam arteri pulmonalis (Muslihatun, 2010; h. 15).
3. Termoregulasi
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas melalui empat
mekanisme yaitu konveksi, konduksi, radiasi, dan evaporasi (Varney,
2008; h. 881). Menurut Saifuddin (2010; h. 367 – 368) penjelasan keempat mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir adalah
a. Konduksi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara konduksi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui benda – benda padat yang berkontak dengan kulit bayi. Kehilangan panas
secara konduksi jarang terjadi kecuali jika bayi diletakkan pada
alas yang dingin.
b. Konveksi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara konveksi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui aliran
udara di sekitar bayi.
c. Evaporasi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara evaporasi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui
penguapan air pada kulit bayi yang basah. Bayi baru lahir yang
dalam keadaan basah kehilangan panas dengan cepat melalui
mekanisme ini. Oleh karena itu, bayi harus segera dikeringkan
seluruhnya termasuk kepala dan rambut bayi setelah dilahirkan.
Lebih baik bila menggunakan handuk hangat untuk mencegah
hilangnya panas secara konduktif.
d. Radiasi
Mekanisme kehilangan panas bayi baru lahir dengan
cara radiasi yaitu bayi akan kehilangan panas melalui benda – benda padat dekat bayi yang tidak berkontak secara langsung