• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMPELAJARI PENERAPAN SANITASI DAN MUTU KEAMANAN PENGOLAHAN PINDANG IKAN TONGKOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMPELAJARI PENERAPAN SANITASI DAN MUTU KEAMANAN PENGOLAHAN PINDANG IKAN TONGKOL"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

(

Euthynnus affinis

) STUDI KASUS DI PENGOLAHAN HASIL

PERIKANAN TRADISIONAL (PHPT) MUARA ANGKE

JAKARTA UTARA

KURNIANTO PUDJI SANTOSO C340734001

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

(

Euthynnus affinis

) STUDI KASUS DI PENGOLAHAN HASIL

PERIKANAN TRADISIONAL (PHPT) MUARA ANGKE

JAKARTA UTARA

Oleh:

Kurnianto Pudji Santoso

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

DI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN TRADISIONAL (PHPT) MUARA ANGKE JAKARTA UTARA.

Nama Mahasiswa : KURNIANTO PUDJI SANTOSO Nomor Pokok : C34074001

Menyetujui : Pembimbing I

Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. NIP. 195911271986011005

Pembimbing II

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. NIP. 197008071996032002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil NIP. 195805111985031002

(4)

KURNIANTO PUDJI SANTOSO. C34074001. Mempelajari Penerapan Sanitasi dan Mutu Keamanan Pengolahan Pindang Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Studi Kasus di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara. Dibimbing oleh AGOES M. JACOEB dan TATI NURHAYATI.

Wilayah Muara angke merupakan pusat kegiatan perikanan terpadu yang dikelola oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Di wilayah tersebut terdapat Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) yang merupakan merupakan kawasan untuk para pengolahan tradisional. Pemindangan ikan merupakan upaya pengolahan sekaligus pengawetan yang menggunakan metode penggaraman dan perebusan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Kendala yang dihadapi para pengolah, yaitu: usaha dalam skala kecil, teknologi tradisional, sanitasi dan higiene kurang diperhatikan, sehingga mutu dan daya tahan ikan pindang menjadi kurang baik. Penelitian ini bertujuan mempelajari penerapan sanitasi pada produk pindang ikan tongkol di Muara Angke dan mempelajari mutu serta keamanan bahan baku dan produk pindang ikan tongkol dari Muara angke.

Penerapan standar sanitasi yang dikaji pada penelitian ini meliputi: sanitasi bangunan, pintu, saluran pembuangan, keamanan air, es, garam, sanitasi permukaan yang kontak dengan produk, pencegahan kontaminasi silang, penanganan limbah, higiene pekerja, sanitasi peralatan dan perlengkapan, penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan, dan toilet, dan sanitasi pengendalian hama. Penelitian ini mengkaji aspek mutu serta keamanan produk pindang ikan tongkol baik secara mikrobiologi, fisik dan kimia. Proses pembuatan produk pindang ikan tongkol dari mulai penerimaan bahan baku hingga disribusi.

Hasil Analisis yang dilakukan terhadap penerapan sanitasi, terjadi berbagai penyimpangan, yaitu: penyimpangan kritis sebanyak 10, penyimpangan serius 1, mayor 3 dan minor 2. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahan baku yang digunakan memiliki nilai sebesar 6,50-6,84 di bawah standar baku. Hasil uji TPC pada bahan baku dan produk ikan pindang masih ditemukan nilai TPC yang melebihi ambang batas yaitu sebesar 10,5 x 105 (bahan baku) dan nilai TPC pada produk ikan pindang semua melebihi ambang batas Selain itu, berdasarkan pengujian formalin masih ditemukan formalin pada bahan baku dan produk ikan pindang sebanyak 25% dari total sampel yang diuji.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Mempelajari Penerapan Sanitasi dan Mutu Keamanan Pengolahan Pindang Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Studi Kasus di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Kurnianto Pudji Santoso

(6)

Kurnianto Pudji Santoso dilahirkan di Kota Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 11 Juli 1974 sebagai anak kedua dari enam bersaudara, putra pasangan Bapak Suwarto, BA (Alm.) dan Ibu Kantini.

Penulis lulus dari Akademi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Perikanan Bogor. Penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Pertanian pada tahun 1994, dan pada saat ini bertugas di Balai Pengujian Mutu Hasil Perikanan dan Kelautan (BPMPHPK) Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2007 diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Alih Jenjang.

Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Mempelajari Penerapan Sanitasi dan Mutu Keamanan Pengolahan Pindang Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Studi Kasus di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara”. Penelitian yang dilakukan merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl,-Biol dan Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si.

(7)

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Mempelajari Penerapan Sanitasi dan Mutu Keamanan Pengolahan Pindang Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Studi Kasus di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

(1) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku dosen pembimbing pertama atas pengarahan, perhatian dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama ini hingga mampu menyelesaikan skripsi ini. (2) Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua atas

bimbingan, arahan, perhatian, nasehat, motivasi serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama ini.

(3) Ir. Djoko Poernomo selaku dosen penguji atas kritikan, masukan dan perbaikannya sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

(4) Istriku Indrayani atas segala sesuatu yang diberikan kepada penulis, doa restu dan semangat hidup yang selalu mengiringi langkah-langkah perjuangan.Anak-anak ku tercinta Aulia Rahma Fauzia dan Akmal Dzaki Khairullah atas semangat dan doa kepada penulis.

(5) Bapak dan Ibu tercinta, yang telah memberikan doa tulus, kasih sayang, cinta, motivasi, dan nasehat kepada penulis selama ini. Semoga Allah memberkahi dan membalas lebih dari segala kebaikan tersebut.

(6) Seluruh staf dan dosen-dosen THP terima kasih atas bimbingan dan ilmu-ilmu yang diberikan.

(7) Teman seperjuangan Bayu, Irfan, Fu’ad dan Ale terima kasih atas kerjasama, saran, dan motivasi selama penelitian.

(8) Teman-teman THP 41, THP 42, THP 43 dan THP 44 terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

(8)

Bogor.

(10) Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2010

(9)

Hal

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tujuan Penelitian ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1.Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Ethynus affinis) ... 4

2.2.Ikan Pindang ... 5

2.3.Kelayakan Dasar (Pre Requisite Programe) ... 7

3. METODOLOGI ... 11

3.1.Waktu dan Tempat ... 11

3.2.Bahan dan Alat ... 11

3.3.Prosedur Penelitian ... 12

3.4.Analisis ... 13

3.4.1.Uji Organoleptik (SNI 01-4110.1-2006) ... 13

3.4.2.Uji Kimia ... 14

(1) Pengujian kadar histamin (SNI 235.10.2009) ... 14

(2) Pengujian kadar TVB (SNI 01-4495-1998) ... 15

(3) Pengujian formalin (Formaldehyde Test-Aquamerck) ... 16

3.4.3.Uji mikrobiologi ... 16

(1)Pengujian TPC atau penentuan angka lempeng total (ALT) pada produk perikanan (SNI 01-2332.3-2006) ... 16

(2)Pengujian bakteri E. coli (SNI 01-2332.1- 2006) ... 17

(3)Pengujian bakteri Salmonella (SNI 01-2332.2-2006) ... 20

3.5.Pengambilan Sampel ... 26

(10)

4.1.1.Lokasi Unit Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional

(PHPT) Muara Angke ... 27

4.1.2.Sejarah dan Perkembangan Unit Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke ... 27

4.1.3.Kondisi Pengolah Pindang Ikan Tongkol di Unit Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke ... 28

4.1.4.Fasilitas Pengolahan Pindang UPT PHPT Muara Angke ... 29

4.2.Penerapan Sanitasi Pada Pengolahan Produk Pindang di PHPT Muara Angke ... 32 4.2.1. Sanitasi bangunan ... 32 4.2.2. Pintu ... 34 4.2.3. Saluran pembuangan ... 35 4.2.4. Kemanan air ... 36 4.2.5. Es ... 36 4.2.6. Garam ... 37

4.2.7. Sanitasi permukaan yang kontak dengan produk ... 38

4.2.8. Pencegahan kontaminasi silang ... 38

4.2.9. Penanganan limbah ... 38

4.2.10.Higiene pekerja ... 39

4.2.11.Sanitasi peralatan dan perlengkapan ... 40

4.2.12.Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet ... 40

4.2.13.Sanitasi pengendalian hama ... 41

4.3.Mutu dan Keamanan Proses Pengolahan Pindang Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) ... 42

4.3.1. Penerimaan bahan baku ... 42

4.3.2. Pencucian ... 50

4.3.3. Perebusan ... 50

4.3.4. Pengemasan ... 53

4.3.5. Penyimpanan ... 54

4.3.6. Distribusi ... 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1.Kesimpulan ... 55

5.2.Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(11)

No. Teks Hal

1. Persyaratan mutu dan keamanan bahan baku ikan (SNI 1-4110.1-2006) .... 6 2. Persyaratan mutu ikan pindang(SNI 01-2717-1992) ... 6 3. Interpetasi hasil pengujian Bakteri Escherichia coli ... 20 4. Daftar pengambilan padat dalam karung/peti ... 26 5. Karakteristik pengolah dan kondisi usaha pindang ikan tongkol

di PHPT Muara Angke ... 28 6. Hasil analisis mikrobiologi dan kimia pada pengolahan ikan A, B, C, D ... 47 7. Kandungan formalin yang terdapat pada bahan baku ikan tongkol ... 49 8. Hasil analisis mikrobiologi dan kimia produk pindang pada pengolahan

ikan A, B, C, D ... . 52 9. Kandungan formalin yang terdapat produk pindang pada pengolahan

(12)

No. Teks Hal

1. Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) ... 4

2. Diagram alir pengolahan pindang ikan tongkol ... 7

3. Diagram alir prosedur penelitian ... 13

4. Proses pengujian Salmonella (SNI 01-2332.2-2006) ... 25

5. Alat perebusan pindang ... 30

6. Keranjang ... 30

7. Bak fibre glass ... 31

8. Naya ... 31

9. Bangunan unit pengolahan ikan pindang ... 33

10.Dinding ruang pengolahan ... 33

11.Lantai ruang pengolahan ... 34

12.Pintu ruang pengolahan ... 35

13.Air untuk proses produksi ... 36

14.Garam untuk proses pemindangan ... 37

15.Karyawan yang bekerja di ruang pengolahan ... 39

16.Toilet (kamar mandi) karyawan ... 41

17.Bahan baku ikan tongkol ... 43

18.Hasil uji organoleptik ikan tongkol pada tiap unit pengolahan pindang di UPT PHPT ... 44

(13)

No. Teks Hal 1. Daftar penilaian/check list unit pengolahan ikan (UPI) ... 61

2. Daftar penilaian/check list unit pengolahan ikan (UPI) Modifikasi ... 67 3. Daftar kuesioner ... 71 4. Analisa Usaha Pengolahan Ikan Pindang Tongkol

(14)

 

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan salah satu daerah penghasil produk perikanan yang cukup besar. Produksi perikanan DKI Jakarta pada tahun 2005 terdiri dari perikanan laut 132.033,8 ton, perikanan darat 8.880,37 ton, ikan hias 49.002.044 ekor, dan kemungkinan akan terus meningkat di masa datang (Anonima 2010). Produk perikanan laut pada umumnya sebagai bahan baku industri pengolahan modern dan tradisional. Sentra pengolahan hasil perikanan tradisional di pesisir utara Jakarta terdapat di daerah Kamal Muara, Muara Angke, Muara Baru, Kalibaru dan Cilincing.

Karakteristik kehidupan sosial masyarakat pesisir di wilayah DKI Jakarta yang memiliki profesi sebagai nelayan dan pengolah tradisional pada umumnya masih tertinggal. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya pendidikan, produktivitas yang sangat tergantung pada musim, terbatasnya modal usaha, kurangnya sarana penunjang, buruknya mekanisme pasar dan lamanya transfer teknologi dan komunikasi, sehingga mengakibatkan pendapatan masyarakat pesisir, khususnya nelayan pengolah menjadi tidak menentu (Faiza 2004).

Wilayah Muara angke merupakan pusat kegiatan perikanan terpadu yang dikelola oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Di wilayah tersebut terdapat Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), cold storage, pabrik es, unit perbaikan kapal (Dok), Syahbandar, Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) dan rumah susun untuk nelayan. PHPT adalah suatu tempat yang khusus dibuat untuk menampung para pengolah tradisional produk perikanan, di tempat tersebut dapat dijumpai masyarakat nelayan yang melakukan aktifitas pengolahan produk perikanan secara tradisional. Menurut laporan tahunan UPT PHPT Muara Angke (2008) jenis pengolahan tradisional dan jumlahnya adalah sebagai berikut: pengasinan ikan 133 unit, pemindangan dan pengolahan lainnya 20 unit, pembuatan kerupuk ikan 20 unit, pembuatan terasi 13 unit, dan pengolahan kulit ikan pari sebanyak 10 unit. Jumlah keseluruhan pengolah tradisional di PHPT Muara Angke adalah 196 unit.

(15)

Salah satu usaha pengolahan tradisional yang dilakukan para nelayan di wilayah Muara angke Jakarta Utara adalah pembuatan pindang tongkol dengan bahan baku utama ikan tongkol (Euthynnus affinis). Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan yang menggunakan metode penggaraman dan perebusan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah (Adawyah 2007).

Bahan baku pindang tongkol di PHPT Muara Angke berasal dari dua tempat pelelangan ikan yaitu TPI Muara Angke dan TPI Muara Baru Jakarta Utara. Kapasitas produksi pindang tongkol (Cue) di PHPT Muara angke antara 2.400-4.000 kg per hari, dan jumlah pengolahan sebanyak 4 unit.

Kendala yang dihadapi para pengolah antara lain usaha pemindangan pada umumnya hanya dilakukan dalam skala kecil (industri rumah tangga), teknologi yang dilakukan didapat secara turun temurun, sanitasi dan higiene kurang diperhatikan terutama oleh indutri rumah tangga, sehingga mutu dan daya tahan ikan pindang menjadi kurang baik.

Penerapan kelayakan dasar berupa sanitasi perlu dilakukan pada semua jenis usaha perikanan baik yang modern maupun tradisional. Pada pengolahan pangan sistem manajemen mutu yang efektif dapat menjamin mutu dan keamanan produk. Penerapan sanitasi penting bagi pengolahan tradisional. Menurut Winarno dan Surono (2004) penerapan sanitasi membahas pemeliharaan umum bangunan atau fasilitas usaha, bahan yang digunakan untuk pembersihan atau sanitasi, pengendalian hama, sanitasi permukaan, penyimpanan dan penanganan peralatan serta tempat pembuangan (isi perut dan kotoran). Dengan mengkaji kelayakan dasar pengolahan pindang yang beroperasi di Muara Angke, maka akan diperoleh data tentang kelayakan para pengolah tersebut dan bisa dijadikan sebagai masukan untuk pembuat kebijakan di daerah.

(16)

 

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk :

(1) Mempelajari penerapan sanitasi pada produk pindang ikan tongkol di Muara Angke.

(2) Mempelajari mutu dan keamanan bahan baku dan produk pindang ikan tongkol dari Muara angke.

(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis)

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat, termasuk laut kepulauan dan laut nusantara. Klasifikasi Ikan Tongkol Menurut Saanin (1986), adalah sebagai berikut:

Phylum : Animalia Sub Phylum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Perchomorphi Sub Ordo : Scombrina Famili : Scombridae Genus : Euthynnus Spesies : Euthynnus affinis

Ciri-ciri ikan tongkol (Euthynnus affinis), badan berukuran sedang, memanjang seperti torpedo, mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh celah sempit, sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan, tidak memiliki gelembung renang, warna tubuh pada bagian punggung gelap kebiruan dan terdapat tanda garis-garis miring terpecah dan tersusun rapi (Collete dan Nauen 1983). Bentuk ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonimb 2010 )

Ikan tongkol memiliki sifat cenderung membentuk kelompok (school) multi spesies berdasarkan ukuran. Satu kelompok umumnya terdiri dari

(18)

 

100-5000 individu. Habitat ikan ini berada di perairan epipelagik, merupakan spesies neuritik yang mendiami perairan dengan kisaran suhu antara 18-29 °C. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan predator yang rakus memakan berbagai ikan kecil, udang, dan cepalopoda, sebaliknya juga merupakan mangsa dari hiu dan marlin. Panjang baku maksimum 100 cm dengan berat 13,6 kg, umumnya 60 cm, di Samudera Hindia usia 3 tahun panjang bakunya mencapai 50-65 cm (Collete dan Nauen 1983).

2.2 Ikan Pindang

Pemindangan merupakan pengolahan sekaligus pengawetan ikan yang menggunakan metode penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah (Adawyah 2007).

Jenis pindang di Indonesia ada beberapa macam. Pengelompokan pindang tergantung proses pembuatan, wadah yang digunakan, jenis ikan, bumbu, dan asal daerah ikan pindang tersebut. Beberapa istilah ikan pindang telah dikenal di masyarakat, dan digolongkan berdasarkan jenis ikan serta daerah asal pengolahannya. Istilah pindang berdasarkan jenis ikannya, misalnya pindang tongkol, pindang bandeng, pindang kembung, pindang cue, pindang presto, pindang naya, dan pindang besek. Sedangkan istilah pindang sesuai dengan daerah asal pengolahannya, misalnya pindang Muncar, pindang Bawean, pindang Pekalongan, dan pindang Tuban (Adawyah 2007). Persyaratan baku mutu untuk bahan baku ikan pindang tercantum dalam Tabel 1, dan untuk persyaratan mutu pindang menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.

(19)

Tabel 1 Persyaratan mutu dan keamanan pangan bahan baku ikan (SNI 01-4110.1-2006)

Jenis uji Satuan Persyaratan

a. Organoleptik b. Cemaran mikroba - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholerae c. Cemaran kimia* - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Cadmium (Cd) d. Fisika - Suhu pusat e. Parasit angka (1-9) koloni/g APM/g per 25 g per 25 g mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg o C Ekor minimal 7 maksimal 5,0 x 105 maksimal < 2 negatif negatif maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,1 maksimal -18 maksimal 0 *) Bila diperlukan

Tabel 2 Persyaratan mutu ikan pindang (SNI 01-2717-1992 Ikan pindang)

J e n i s u j i Persyaratan Mutu

Pindang air garam Pindang garam a. Organoleptik

- Nilai minimum - K a p a n g b. Mikrobiologi

- TPC per gram, maks

- Escherecia coli MPN per gram, maks

- Salmonella

- Vibrio cholera

- Staphylococcus aureus

c. Kimia

- Air, % bobot/bobot, maks - Garam, % bobot/bobot, maks

7 Negatif 1 x 105 3 Negative Negative 1 x 103 70 10 6 Negatif 1 x 105 3 Negative Negative 1 x 103 70 10

Menurut Adawyah (2007), proses pembuatan ikan pindang cue dengan bahan baku ikan tongkol (Euthynnus affinis) adalah sebagai berikut: mula – mula pemilihan bahan baku dengan kondisi yang masih bagus, kondisi baik, segar dan tidak ada bagian tubuh yang terluka. Selanjutnya ikan tongkol disiangi, dibuang bagian insang dan isi perut, kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Setelah ditiriskan, ikan direndam dalam larutan garam 3% selama 15 menit untuk membersihkan sisa-sisa darah dan kotoran yang ada. Ikan disusun di atas naya

(20)

 

atau besek. Naya atau besek yang berisi ikan disusun dalam langseng kemudian dicelupkan ke dalam dandangan atau drum berisi larutan garam jenuh yang mendidih selama 30-60 menit. Setelah perebusan selesai naya atau besek diangkat, disiram dengan air panas untuk menghilangkan kotoran yang dibawa dari air perebus. Naya atau besek diletakkan di atas rak-rak untuk didinginkan. Diagram alir pengolahan ikan pindang cue dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pengolahan pindang ikan tongkol (Adawyah 2007)

2.3 Kelayakan Dasar (Pre Requisite Programe)

Kelayakan dasar (Pre Requisite Programe) merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu unit pengolahan perikanan sebelum menerapkan program Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), sehingga penerapan HACCP dapat berjalan dengan efektif. Langkah-langkah dalam persyaratan

Disangi dan dicuci

Direbus Ditiriskan

Disusun di wadah naya atau besek

Disiram dengan air panas

Didinginkan Ikan tongkol

Disiangi dan dicuci

Direbus Ditiriskan

Disusun di wadah naya atau besek

Disiram dengan air panas

Didinginkan Diangkat dari perebusan

Pindang ikan tongkol

(21)

kelayakan dasar antara lain, Good Manufacturing Practices (GMP), Prosedur operasi standar tentang sanitasi (Sanitatios Standard Operation Procedure/SSOP) dan identifikasi, penelusuran serta penarikan kembali produk (Gasperz 2002 diacu dalam Erungan et.al. 2008).

Menurut Direktorat Jenderal PPHP (2007) adanya kendala teknis dalam penerapan program kelayakan dasar, mengakibatkan ketidaksesuaian dengan peraturan yang ada atau penyimpangan. Oleh karena itu disusun klasifikasi penyimpangan sebagai berikut:

(a) Penyimpangan minor (minor deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi mempengaruhi mutu pangan

(b) Penyimpangan mayor (mayor deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan koreksi akan mempunyai potensi mempengaruhi keamanan pangan.

(c) Penyimpangan serius (serious deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan koreksi akan mempengaruhi keamanan pangan.

(d) Penyimpangan kritis (critical deficiency). Penyimpangan yang apabila tidak dilakukan tindakan koreksi akan segera mempengaruhi keamanan pangan.

Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu prosedur yang mengatur cara berproduksi yang baik dan benar yang merupakan penilaian dari status kelayakan dasar (pre-requisite), dimana semua proses produksi harus memenuhi persyaratan standar mutu (Winarno dan Surono 2004).

Menurut Thaheer (2005) tujuan spesifik dari penerapan GMP dalam industri pangan adalah memberikan prinsip-prinsip dasar makanan yang diterapkan dalam memproduksi makanan sepanjang rantai dan jalur makanan (dimulai dari produk primer hingga produk siap konsumsi). Selain itu mengarahkan industri agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi, persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi dan karyawan.

Sanitasi dalam bidang industri pangan merupakan dasar pengetahuan dalam memelihara kondisi yang higiene dan sehat untuk menciptakan makanan yang aman. Secara umum sanitasi dan higiene mencakup kegiatan secara aseptik dalam persiapan pengolahan dan pengemasan produk pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Sanitasi pangan

(22)

 

adalah suatu kondisi yang bebas dari zat-zat yang menjadi penyebab penyakit dan juga harus bebas dari bahan asing yang tidak bisa diterima. Tujuan penerapan sanitasi ini adalah untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme penyebab penyakit dan meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan (Marriott dan Robert 2006 diacu dalam Darmo 2008).

Sanitasi dan higiene dari suatu pabrik pengolahan hasil perikanan mempunyai hubungan erat dengan mutu hasil produk akhir. Sanitasi yang buruk, yang tidak mampu menghindari terjadinya kontak makanan dengan serangga atau mikroorganisme lain umumnya akan berujung pada suatu masalah mikrobiologis. Hal tersebut memberikan peluang mikroba yang masuk ke dalam makanan semakin banyak. Sistem pengendalian sanitasi dan higiene sangat dibutuhkan agar keamanan pangan dapat terjamin baik. Sanitasi sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan perusahaan tempat proses pengolahan dilakukan. Higiene berkaitan dengan kondisi para pekerja dalam melakukan proses pengolahan. Sanitasi dan higiene ini akan berhubungan atau erat kaitannya dengan keamanan pangan dan kesehatan masyarakat (Jenie 1988).

Operasional sanitasi meliputi semua aspek yang berhubungan dengan kegiatan dan kondisi lingkungan yang dilaksanakan dalam SSOP, sedangkan higiene berhubungan dengan kondisi pekerja dalam melakukan proses pengolahan (Thaheer 2005). Menurut FDA (1995) diacu dalam Thaheer (2005) SSOP terdiri dari delapan aspek kunci:

(a) Keamanan air dan es yang digunakan dalam proses produksi.

Air yang digunakan untuk seluruh proses produksi, baik yang digunakan untuk pengolahan maupun untuk para pekerja harus air yang bersih dan aman atau mengalami proses perlakuan (treatment), sehingga memenuhi standar baku mutu (b) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan termasuk

peralatan , sarung tangan dan seragam produksi.

Kebersihan berhubungan dengan kegiatan sanitasi, sanitasi dalam proses pengolahan pangan bertujuan:

- Menghilangkan sisa bahan baku atau produk pangan yang banyak mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.

(23)

- Desinfeksi yang bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba sehingga menekan kontaminasi pada produk yang menyentuh permukaan secara langsung.

(c) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter misalnya makanan, material kemasan dari permukaan yang kontak dengan bahan pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan kontaminasi silang bahan baku.

(d) Pengelolaan fasilitas untuk kebersihan pekerja.

- Meliputi fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan dan toilet yang digunakan. - Kebersihan pekerja harus selalu diperhatikan, fasilitas cuci pakaian

sebaiknya disediakan. Terutama untuk pekerja yang kontak langsung dengan produk akhir.

- Perilaku yang bersih dan sehat dari pekerja sangat menunjang kebersihan produk yang dihasilkan.

(e) Pencegahan adulterasi

Bahan pangan atau produk akhir atau bahan yang kontak dengan bahan pangan harus terhindar dari bahan nonpangan dan cemaran kimia, fisik serta biologis. Bahan- bahan nonpangan tersebut antara lain pelumas, bahan bakar, senyawa pembersih, dan sanitizer

(f) Penggunaan labeling dan penyimpanan yang tepat

Pelabelan dan penyimpanan bahan pangan dan nonpangan, yaitu bahan-bahan kimia yang tepat dapat meminimalisir kontaminasi silang. Komponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan terpisah penempatannya. (g) Mengontrol kesehatan pekerja.

Pengendalian kesehatan pekerja supaya tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap produk, kemasan atau permukaan yang kontak langsung dengan makanan.

(h) Pencegahan hama pabrik.

Ruang produksi, gudang dan ruangan lainnya dalam pabrik pabrik harus bebas hama. Hama tersebut misal tikus, serangga dan lainnya.

(24)

 

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2010, bertempat di Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara. Pengujian Mutu bahan baku dan produknya dilakukan di Laboratorium Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan dan Kelautan (BPMPHPK) Dinas Kelautan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis), sebagai bahan baku dan pindang tongkol sebagai produk jadi. Bahan- bahan kimia yang digunakan analisis histamine adalah Resin penukar ion-50-100 mesh, asam fosfat-3,57 N, orto-ptalatdikarboksialdehid (OPT) 1%. Selanjutnya bahan kimia yang digunakan untuk analisis TVB antara lain: larutan asam borat 2 %, indikator : campuran 1 bagian volume bromecresol 0,1 % dalam alkohol, larutan asam klorida (HCl) 0,02 N, larutan Trichloracetic acid (TCA) 7 %, larutan kalium karbonat (K2CO3) jenuh (1:1), larutan formalin 40 %, dan

vaselin.

Bahan-bahan untuk uji mikrobiologi antara lain Brilliant Green Lactose Bile

(BGLB), 2 % Broth, Lauryl Triptose Broth (LTB), EC Broth, Levine’s Eosin Methilen Blue (L-EMB) agar, Tryptone (tryptophane) broth (TB), MR-VP Broth,

Simmon Citrate Agar, Plate Count Agar, larutan butterfield’s phospahat buffered, pereaksi kovacs, pereaksi VP, indikator MR, pereaksi pewarnaan gram. Bismuth Sulfite Agar (BSA), Brain Heart Infusion Broth, Hectoen Enteric (HE), Lactose Broth, Lysine Decarboxylase Broth, Lysine Iron Agar (LIA), Malonate Broth, Motility Test Medium, MR-VP Broth, Phenol Red Carbohydrate Broth, Potasium Cyanide (KCN) Broth, Purple Carbohydrate Broth, Rappaport-Vassiliadis (RV)

Medium, Selenite Cystine Broth (SCB), Simmon Citrate Agar,Tetrathionate Broth

(TTB).

Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia, kolom kromatografi ukuran 200x7 (diameter dalam) mm, Spektrofluorometer, Rapipiet-1 dan 5 ml, timbangan analitik, blender, blender jar stainless steel kapasitas 100 ml, erlenmeyer 25 ml,

(25)

stop watch, corong, kertas saring diameter 15 cm, gelas ukur 100 ml, pipet, cawan conway beserta tutupnya, inkubator, buret 2 ml berskala 0,05 ml.

Waterbath, stomacher, botol pengencer, tabung durham, cawan Petri ukuran 15 mm x 90 mm, tabung reaksi ukuran 16 mm x 150 mm dan 13 mm x 100 mm, mikroskop.

3.3 Prosedur Penelitian

Rancangan penelitian untuk mengkaji dan mempelajari penerapan sanitasi pengolahan pindang ikan tongkol (Euthynnus Affinis) serta mutu keamanannya, dilakukan dengan wawancara (interview), pengamatan (observasi), dan analisis mutu pindang ikan tongkol. Pengamatan adalah mengumpulkan data dengan melihat langsung ke lapangan. Wawancara adalah pengumpulan data dengan langsung mengadakan tanya jawab kepada objek yang diteliti atau kepada perantara yang mengetahui persoalan dari objek yang sedang diteliti. Analisis adalah pengujian sampel yang dilakukan di laboratorium mutu.

Penilaian sanitasi pada pengolahan tradisional pindang ikan tongkol dilakukan dengan mengamati penerapan sanitasi pada proses pengolahan pindang ikan tongkol. Pada umumnya pengolahan tradisional tidak memiliki prosedur standar operasional sanitasi, sehingga terlebih dahulu dibuat lembar penilaian tersebut yang mengacu pada Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2007) yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan (Lampiran 1). Aspek-aspek yang dinilai, dihitung jumlah penyimpangannya yang meliputi penyimpangan Minor (MN), Mayor (MY), Serius (SR) maupun Kritis (KR) sesuai dengan yang telah ditentukan dalam daftar tersebut. Analisis mutu dilakukan untuk mengetahui mutu bahan baku dan produk pindang tongkol yang dikaitkan dengan proses pengolahan yang dilakukan oleh para pengolah.

Analisis mutu terdiri dari uji organoleptik, uji kimia, dan uji mikrobiologi . Uji kimia meliputi uji kadar histamine, TVB dan Formalin. Uji mikrobiologi, yaitu TPC (Total Plate Count), Escherechia coli, dan uji Salmonella. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(26)

 

Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian

3.4 Analisis

3.4.1 Uji organoleptik (SNI 01-4110.1-2006)

Metode yang digunakan untuk uji organoleptik ikan tongkol ini berdasarkan SNI 01-4110.1-2006 ikan beku. Metode ini menggunakan angka yang berkisar antara 1 sampai 9 dengan penilaian dalam keadaan beku dan setelah pelelehan(thawing). Penilaian dalam keadaan beku antara lain lapisan es, dehidrasi, dan diskolorasi. Pengukuran organoleptik merupakan cara penilaian mutu ikan tongkol yang bersifat subyektif dengan menggunakan indera manusia. Jumlah panelis yang digunakan adalah 6 orang dengan kategori panelis expert.

Pengolahan pindang ikan tongkol

Penilaian pengolahan pindang ikan tongkol wawancara ‐ Keadaan umum pengolahan pindang ikan tongkol ‐ Kapasitas produksi ‐ Asal bahan baku ‐ Proses pengolahan Penilaian penerapan Sanitasi ‐ Penyimpangan Minor ‐ Penyimpangan mayor ‐ Penyimpangan kritis ‐ Penyimpangan serius Analisis mutu pindang ikan tongkol

Mutu bahan baku Mutu produk

‐ Uji organoleptik ‐ Kadar histamin ‐ Kadar TVB ‐ Uji formalin ‐ Uji TPC ‐ Uji bakteri E. coli ‐ Uji Bakteri Salmonella

(27)

3.4.2 Uji kimia

Pengujian kimia dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia ikan pindang meliputi uji kadar histamin, Total Volatile Base (TVB), dan pengujian formalin.

(1) Pengujian kadar histamin (SNI 2534-10.2009)

Tahapan prosedur kerja yang dilakukan dalam pengujian histamin adalah sebagai berikut:

a) Tahap ekstraksi

Sebanyak 10 gram sampel ditimbang dan ditambah 50 ml metanol, selanjutnya dihomogenkan dengan homogenizer (blender) selama 1-2 menit. Larutan sampel yang sudah dihomogenkan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 60 0C selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam suhu ruang. Sampel yang sudah dingin dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan metanol sampai tanda tera serta dikocok agar homogen. Larutan sampel disaring dengan kertas saring dan dimasukkan dalam erlenmeyer. Sampel siap untuk di clean-up.

b) Tahap clean-up/elusi

Tahap ini disiapkan kolom kromatografi (panjang 20 cm diameter 7 mm), sebelum digunakan kolom tersebut di isi dengan glass woll secukupnya (tinggi 1 cm) dan aquadest. Kemudian dimasukkan resin penukar ion (dowex 1-x800-100-mesh) ke dalam kolom sampai tingginya kurang lebih 8 cm. Pada saat digunakan, diusahakan kolom jangan sampai kering hingga kebagian resinnya, karena akan mempengaruhi daya kerja penukar ion tersebut. Supaya tidak kering dibilas dengan akuades. Kemudian sampel dilewatkan sebanyak 1 ml ke dalam kolom yang telah diberi aquadest dan tampung hasilnya dalam labu ukur 50 ml yang telah diberi 5 ml HCl 1 N.

c) Tahap pembentukan

Beberapa tabung reaksi disiapkan, sebanyak 10 ml HCl 0,1 N dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 5 ml sampel (hasil elusi), 5 ml standar histamin (sebagai larutan standar) dan 5 ml HCl 0,1 N (sebagai blanko). Setelah itu ditambahkan 3 ml NaOH 1 N lalu dihomogenkan dan dibiarkan selama 5 menit. Kemudian ditambahkan lagi sebanyak 1 ml OPT (O-phtalaldehid) 1%

(28)

 

lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 4 menit. Setelah itu ditambahkan 3 ml H3PO4 3,57 N lalu homogenkan. Setelah selesai sampel siap untuk dibaca dengan

Spetroflourometer pada panjang gelombang 450 nm. Perhitungan nilai histamin dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan :

y : fluresensi contoh a : intersep

b : slope

x : konsentrasi contoh yang akan dihitung

konsentrasi histamin µg/g contoh Ax X volume akhir ml X fp gram contoh

Keterangan :

A = konsentrasi (x) yang didapat dalam perhitungan ( / (2) Pengujian TVB (SNI 01-4495-1998)

Sampel ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian ditambahkan 75 ml TCA 7% dan diblender sampai homogen, lalu disaring dengan kertas saring dan ditampung dalam erlenmeyer. Selanjutnya diambil 1 ml ekstrak dimasukkan ke dalam cekungan luar pinggir kiri dari cawan conway, dipipet sebanyak 1 ml K2CO3 dan dimasukkan ke dalam cekungan luar pinggir kanan. Setelah itu

sebanyak 2 ml asam borat dipipet dan masukkan ke dalam cekungan tengah cawan conway lalu tetesi dengan indikator conway sebanyak 2 tetes menggunakan pipet tetes. Kemudian cawan ditutup, sedikit digoyangkan untuk mencampur ketiga larutan tersebut. Setelah selesai inkubasi titrasi larutan borat pada bagian dalam (inner chamber) cawan conway blanko dengan larutan HCl 0,02 N sehingga warna larutan asam borat berubah menjadi merah muda (pink), selanjutnya berturut-turut titrasi larutan asam borat pada cawan conway contoh sampai diperoleh warna merah yang sama dengan blanko. Perhitungan nilai TVB dapat dihitung dengan rumus:

(29)

TVB mgN 100 g

i j x N HCl x 14,007 x Fp x 100 Berat sampel g

Keterangan:

i = volume titrasi sampel (ml) j = ml titrasi HCl blanko Fp = faktor pengenceran

(3) Pengujian formalin (formaldehyde test-aquamerck®)

Pengujian kandungan formalin pada ikan tongkol menggunakan metode kualitatif, dengan indikator warna setelah dilakukan reaksi. Prosedurnya sebagai berikut: contoh ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian ditambah akuades sebanyak 100 ml, dihomogenkan dengan stomacher. Contoh diambil sebanyak 50 ml dan disentrifuse selama 5 menit. Sebanyak 5 ml sampel yang telah dihomogenkan ditempatkan dalam dua botol sampel. Kemudian ke dalam salah satu botol sampel tersebut diteteskan sebanyak lima tetes larutan sodium hidroksida (reagent 1). Nilai pH harus diatas 13, dilakukan pengecekan dengan kertas pH. Selanjutnya ditambahkan sebanyak satu sendok mikro reagent 2. Botol sampel ditutup dan dikocok sampai larut dengan sempurna. Sampel didiamkan selama 5 menit dan dilakukan perbandingan warna pada kartu warna. Apabila terdapat warna ungu maka positif (+) mengandung formalin. Jika warnanya kuning maka negatif (-).

3.4.3 Uji mikrobiologi

Uji mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui cemaran biologis pada bahan baku dan pindang ikan tongkol. Uji mikrobiologi terdiri dari pengujian

Total Plate Count (TPC), bakteri Escherichia coli, dan Salmonella.

(1) Pengujian Total Plate Count (TPC) atau penentuan angka lempeng total (ALT) pada produk perikanan (SNI 01-2332.3-2006).

a) Preparasi Contoh

Sampel diambil secara acak dan dipotong kecil – kecil hingga beratnya 300 gram, kemudian dimasukkan dalam wadah atau plastik steril. Selanjutnya ditambahkan 225 ml larutan Bufferfield’s phosphate buffered dan dihomogenkan selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran10-1, kemudian

(30)

 

dengan pipet steril diambil 1 ml homogenat diatas dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan bufferfield’s phosphate buffered untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran selanjutnya (10-3), dilakukan dengan mengambil 1 ml sampel dari pengenceran 10-2 dimasukkan kedalam 9 ml larutan bufferfield’s phosphate buffered. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali. Selanjutnya dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-4, 10-5 dan seterusnya sesuai kondisi sampel.

b) Metode agar tuang/pour plate method

Sampel yang telah dienceran 10-1, 10-2 dan seterusnya, dipipet masing-masing 1 ml dan dimasukan ke dalam cawan petri steril. Prosedur tersebut dilakukan secara duplo untuk setiap pengenceran.

Media Plate Count Agar (PCA) yang telah didinginkan dalam waterbath

hingga mencapai suhu 45 oC, dituangkan sebanyak 12-15 ml ke dalam masing-masing cawan yang sudah berisi sampel. Cawan yang telah terisi sampel dan media PCA digerakkan ke depan ke belakang ke kiri dan ke kanan supaya tercampur sempurna. Setelah agar menjadi padat, untuk penentuan mikroorganisme aerob cawan-cawan tersebut diinkubasi dalam posisi terbalik dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 22 oC (psikrofilik), 35 oC(mesofilik), dan 45 oC (termofilik). Mikroorganisme anaerob ditentukan dengan

anaerobic jar, dengan cara cawan-cawan tersebut diinkubasikan dalam anaerobic jar dengan posisi terbalik dan dimasukkan ke dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 22 oC (psikrofilik), 35 oC (mesofilik), dan 45 oC (thermofilik).

Pengenceran yang digunakan dicatat dan dilakukan penghitungan jumlah total koloni. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mengandung koloni bakteri antara 25 koloni-250 koloni dan bebas spreader.

(2) Pengujian Bakteri Escherichia coli (SNI 01-2332.1-2006)

Pengujian bakteri Escherichia coli dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap uji tersebut adalah uji pendugaan, uji penegasan, uji morfologi, dan uji biokimia. a) Tahap analisis

Pengenceran 10-2 disiapkan dengan cara melarutkan 1 ml larutan 10-1 ke dalam 9 ml larutan pengencer Butterfield’s Phosphate Buffered. Pengenceran selanjutnya dilakukan sesuai dengan pendugaan kepadatan populasi contoh.

(31)

Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali. Sebanyak 1 ml larutan dipindahkan dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri atau 5 seri tabung

Lauryl Ttryptose Broth (LTB) yang berisi tabung durham. Tabung-tabung tersebut diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35 oC. Selanjutnya diperhatikan gas yang terbentuk setelah inkubasi 24 jam dan diinkubasikan kembali tabung-tabung negatif selama 24 jam. Tabung positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung durham.

b) Uji pendugaan Escherichia coli (presumptive Escherichia coli)

Setiap tabung LTB yang positif diinokulasi dengan jarum ose ke tabung-tabung yang berisi larutan EC Broth dan tabung durham. Selanjutnya tabung-tabung tersebut diinkubasi dalam waterbath sirculation selama 48 jam pada suhu 45 oC. Waterbath harus dalam keadaan bersih, air di dalamnya harus lebih tinggi dari cairan yang ada dalam tabung yang diinkubasi. Tabung-tabung tersebut diperiksa setelah 24 jam diinkubasi, untuk menguji timbulnya gas. Apabila tidak menghasilkan gas atau negatif, diinkubasi kembali sampai 48 jam. Tabung yang positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung durham. Selanjutnya ditentukan nilai angka paling memungkinkan (APM) berdasarkan jumlah tabung-tabung EC yang positif dengan menggunakan Angka Paling Memungkinkan (APM). Nilainya dinyatakan sebagai “APM/g faecal coliform”. c) Uji penegasan Escherichia coli (confirmed Escherichia coli)

Tabung-tabung EC Broth positif diambil dan digoreskan ke LEMB agar dengan menggunakan jarum ose, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 oC. Koloni Escherichia coli akan memberikan ciri yang khas, yaitu terdapat warna hitam pada bagian tengah dengan atau tanpa hijau metalik. Beberapa koloni (typical) Escherichia coli diambil dari masing-masing cawan LEMB dan digoreskan ke media PCA miring dengan jarum tanam, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 oC. Jika tidak ada koloni yang khas (typical), pindahkan satu atau lebih koloni yang tidak khas (typical) Escherichia coli

ke media PCA miring. d) Uji morfologi

Prosedur uji morfologi dilakukan dengan pewarnaan gram dari setiap koloni

(32)

 

24 jam. Dengan menggunakan mikroskop, bakteri Escherichia coli termasuk bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek atau coccus.

e) Uji biokimia 1. Produksi indol ( I )

Sebanyak satu ose koloni E. coli dari PCA miring yang diduga positif diambil dan dilakukan inokulasi kedalam tryptone Broth serta diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 oC. Uji Indol dilakukan dengan menambahkan 0,2 ml-0,3 ml pereaksi Kovacs. Reaksi menunjukkan positif jika terbentuk cincin merah pada lapisan bagian atas media dan negatif jika terbentuk cincin warna kuning.

2. Uji voges proskauer (VP)

Sebanyak satu ose koloni E. coli dari PCA miring yang diduga positif diambil dan dilakukan inokulasi kedalam MRVP Broth serta diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35 0C. Dipindahkan 1 ml dari setiap MRVP Broth yang tumbuh ke tabung reaksi ukuran 13 mm x 100 mm steril dan ditambahkan 0,6 ml larutan alpha naphtol dan 0,2 ml 40 % KOH, dan dikocok. Untuk mempercepat reaksi ditambahkan sedikit kristal kreatin. Selanjutnya dikocok kembali dan didiamkan selama 2 jam. Reaksi menunjukkan positif jika terbentuk warna merah muda eosin sampai merah mirah delima (ruby).

3. Uji methyl red (MR)

Media MRVP Broth di atas diinkubasi kembali selama 48 jam pada suhu 35 0C. Selanjutnya diambahkan 5 tetes indikator Methyl red pada setiap MRVP

Broth. Reaksi positif jika terbentuk warna merah dan negatif jika terbentuk warna kuning.

4. Uji sitrat (C)

Sebanyak 1 ose dari PCA miring digoreskan ke permukaan simmon citrat agar. diinkubasi selama 96 jam pada suhu 35 0C. Reaksi positif jika terjadi pertumbuhan dan media berubah warna menjadi biru, reaksi negatif jika tidak ada pertumbuhan dan media tetap hijau.

5. Produksi gas dari laktosa

Sebanyak 1 ose dari PCA miring diinokulasikan kedalam LTB, dan diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 35 0C. Reaksi positif jika menghasilkan

(33)

gas pada tabung durham. Interpetasi hasil pengujian bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Interpetasi Hasil Pengujian Bakteri Escherichia coli

(SNI 01-2332.1-2006)

Kriteria Biotipe 1 Biotipe 2

Gas pada tabung LTB + +

Indol + -

MR + +

VP - -

Citrat - -

Uji Morfologi Gram negatif, bentuk batang pendek berspora

Gram negatif, bentuk batang pendek tidak berspora

(3) Pengujian Bakteri Salmonella (SNI –01-2332.2-2006)

Prinsip dasar uji bakteri Salmonella adalah dengan menumbuhkan terlebih dahulu koloni Salmonella dari sampel yang diuji pada media pengkayaan, kemudian dideteksi dengan menumbuhkannya pada media agar selektif. Koloni-koloni yang diduga Salmonella (suspected colonies) pada media selektif diisolasi dan dilanjutkan dengan konfirmasi melalui uji biokimia dan uji serologi untuk meyakinkan ada atau tidaknya bakteri Salmonella.

Sampel ditimbang sebanyak 25 g, kemudian dimasukkan ke dalam wadah atau plastik steril dan ditambahkan 225 ml larutan Lactose Broth. Sampel yang akan dianalisis dihomogenkan selama 2 menit dan dikocok hingga rata serta dikendurkan tutup wadah secukupnya. Selanjutnya sampel diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 oC. Sebanyak 0,1 ml larutan sampel dipindahkan ke dalam 10 ml Rappaport-Vassiliadis (RV) medium dan 1 ml larutan sampel ke dalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB). Selanjutnya 1 ml larutan sampel dipindahkan ke dalam masing-masing 10 ml TTB. RV medium diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42 oC (Waterbath) dan inkubasi TTB selama 24 jam pada suhu 43 oC (Waterbath).

Tabung dikocok menggunakan vortex dan digoreskan TTB yang telah diinkubasi ke dalam media Hectoen Enteric (HE), Xylose Lysine Desoxycholate

(XLD) agar, dan Bismuth sulfite Agar (BSA). Media BSA disiapkan sehari sebelum digunakan untuk analisis, dan simpan di tempat gelap pada suhu ruang. Tahap berikutnya digoreskan ke dalam media yang sama dari RV Broth. Cawan

(34)

 

HE, XLD, dan BSA diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 oC, kemudian dilakukan pengamatan akan kemungkinan adanya koloni Salmonella.

Koloni Salmonella diambil 2 atau lebih dari masing-masing media agar selektif setelah 24 jam inkubasi. Kriteria koloni-koloni Salmonella yang khas (typical) pada masing-masing media adalah sebagai berikut :

1) HE Agar, koloni hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti hitam. Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau hampir seluruh koloni terlihat berwarna hitam.

2) XLD Agar, koloni merah jambu (pink) dengan atau tanpa inti hitam. Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau hampir seluruh koloni terlihat berwarna hitam.

3) BSA, koloni coklat, abu-abu atau hitam, kadang-kadang metalik. Biasanya media di sekitar koloni pada awalnya berwarna cokelat, kemudian berubah menjadi hitam (halo effect) dengan semakin lamanya waktu inkubasi. Apabila koloni yang khas (typical) tumbuh pada BSA setelah 24 jam inkubasi, diambil 2 koloni atau lebih, kemudian diinkubasikan kembali media BSA selama 24 jam. Setelah 48 jam inkubasi, diambil 2 atau lebih koloni yang khas (typical) yang tumbuh pada media BSA. Pengambilan ini dilakukan jika hanya koloni yang tumbuh pada media BSA yang diinkubasi selama 24 jam memberi reaksi yang tidak sesuai pada Triple Sugar Iron

(TSI) dan Lysine Iron Agar (LIA), yang menjadikan kultur ini dinyatakan sebagai bukan Salmonella.

Bagian tengah koloni diambil menggunakan jarum inokulasi steril dan digoreskan ke permukaan media TSI agar, dilanjutkan dengan menggoreskan jarum tersebut pada media LIA dengan cara menusuk agar tegak lebih dahulu, setelah itu goreskan pada media agar miring. Kedua media tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 oC dengan membiarkan tutup sedikit kendur untuk mencegah terbentuknya H2S. Pengamatan dilakukan untuk kengetahui adanya

koloni salmonella.

Sebanyak satu ose dari media TSI diambil menggunakan jarum inokulasi steril, dimasukkan kedalam Indol, MR-VP, Simmon Citrat Agar, Dulcit, Lactose, Sukrose,Urea Broth dan LDB. Media-media tersebut diinkubasi selama 24 jam

(35)

pada suhu 35 oC. Media indol yang telah diinkubasi 24 jam, dilanjutkan dengan uji KCN, malonat, dan uji indol menggunakan pereaksi Kovaks.

Pengujian Methyl Red dilakukan dengan memindahkan satu ml MR-VP Broth yang telah diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35 °C ke dalam tabung reaksi steril dan diinkubasikan kembali MR-VP Broth selama 48 jam pada suhu 35°C. Sebanyak 0,6 ml alpha naphtol ditambahkan dan dikocok, ditambahkan lagi 0,2 ml larutan 40 % KOH dan kocok kembali. Kristal keratin ditambahkan sedikit untuk mempercepat reaksi dan hasilnya dapat diamati setelah 4 jam. Pengujian Methyl red (MR) ditambahkan 5-6 tetes indikator Methyl Red kedalam media MR-VP yang telah diinkubasi selama 96 jam. Umumnya, Salmonella

memberikan reaksi positif, ditandai dengan terjadinya difusi warna merah pada media. Reaksi positif ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi merah muda eosin sampai merah delima (ruby) pada media. Terjadinya warna kuning menunjukan reaksi negatif. Salmonella memberikan reaksi VP negatif.

Uji serologi Polyvalent Flagellar (H) dapat dilakukan setelah uji biokimia. Sebanyak satu ose dari masing-masing TSI Agar yang memberikan reaksi negatif dipindahkan ke dalam 5 ml BHI Broth, dan diinkubasi selama 4-6 jam pada suhu sampai terlihat pertumbuhan. Sebanyak 2,5 ml larutan Formanilized Physiological Saline ditambahkan ke dalam BHI Broth (untuk uji pada hari yang sama) atau 5 ml Trypticase Soy-Tryptose Broth (TSTB) dan inkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC, 2,5 ml larutan Formanilized Physiological Saline ke dalam TSTB (untuk uji pada hari berikutnya).

Sebanyak 2 kultur dari TSI (contoh dan control) yang telah diberi

Formanilized Physiological Saline dan uji dengan Salmonella Polyvalent Flagellar (H) disiapkan, kemudian dimasukkan 0,5 ml larutan Salmonella Polyvalent Flagellar (H) antisera dalam tabung serologi 10 x 75 mm atau 13 x 100 mm. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml antigen yang akan diuji. Disiapkan kontrol saline dengan mencampur 0,5 ml Formanilized Physiological Saline dengan 0,5 ml formalinized antigen. Inkubasi campuran tersebut dalam

waterbath pada suhu 48-50 oC. Pengamatan dilakukan pada setiap interval waktu 15 menit dan diamati juga hasilnya selama 1 jam. Reaksi positif apabila terjadi penggumpalan dalam uji campuran dan tidak ada penggumpalan dalam kontrol.

(36)

 

Reaksi negatif apabila tidak ada penggumpalan dalam uji campuran dan tidak ada penggumpalan dalam kontrol.

Perlakuan terhadap kultur yang memberikan hasil uji serologi flagellar (H) negatif maka menunjukkan bahwa kultur tersebut adalah Salmonella. Penggumpalan flagellar (H) negatif mungkin disebabkan karena organisme non motil atau karena antigen flagellar tidak berkembang. Pembuatan kultur dilakukan dengan diinokulasi Motility Test Medium dalam petridish menggunakan koloni yang tumbuh pada TSI miring. Media diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 oC. Bila organisme berpindah sejauh 40 mm atau lebih maka dilakukan uji ulang dengan cara diinokulasi sejumlah pertumbuhan terjauh ke dalam Trypticase Soy-Trytose Broth.

Pengulangan pengujian Polyvalent Flagellar (H) dilakukan apabila tidak terjadi pergerakan setelah 24 jam pertama, diinkubasikan kembali selama 24 jam pada suhu 35 oC, dan apabila masih tidak bergerak diinkubasi sampai 5 hari pada suhu 25 oC. Kultur yang tidak bergerak (non motile) pada semua uji diatas menunjukkan hasil uji yang negatif. Selanjutnya, bila kultur memberikan reaksi flagellar (H) negatif tetapi memberikan reaksi biokomia positif, maka kultur perlu untuk diuji serologi.

Uji serologi Polyvalent Somatic (O) dilakukan dengan mengambil 1 ose kultur dari TSI yang telah diinkubasi selama 24-48 jam dan diletakkan diatas gelas preparat. Gelas preparat yang telah diberi kultur ditetesi dengan larutan saline 0,85% steril dan diemulsikan. Koloni Antiserum dicampurkan sedikit demi sedikit dengan suspensi koloni sampai tercampur sempurna. Pembuatan kontrol dengan menggunakan larutan saline dan Antiserum. Hasil uji positif apabila terjadi penggumpalan pada larutan kultur dan tidak terjadi penggumpalan pada larutan kontrol, dan hasil uji negatif apabila tidak terjadi penggumpalan buih pada larutan kultur maupun larutan kontrol.

(37)
(38)

  C

PROSES PENGUJIAN

SALMONELLA (2)

Positif Koloni Samonella ? Y

Ambil Koloni & Teteskan Serum Positif Koloni Samonella ? Y T T E D Positif Koloni Samonella ? Y

Ambil Koloni & Teteskan Serum Positif Koloni Samonella ? Y T T F Laporan Salmonella END

(39)

3.5 Pengambilan Sampel

Cara pengambilan contoh disesuaikan dengan metode sampling, peralatan yang digunakan untuk pengambilan contoh ini harus bersih, kering, tidak bocor, steril dan ukurannya harus sesuai dengan contoh yang diambil. Pengambilan contoh dilakukan pada bahan baku dan produk jadi (pindang tongkol), dengan menggunakan cool box, supaya suhu dapat dipertahankan. Sampel produk jadi (pindang tongkol) diletakkan dalam wadah plastik dengan menggunakan tutup yang aman.

Pengambilan sampel dengan metode tak acak (nonprobability sampling), yaitu purposive sampling (perkiraan) dimana penarikan sampel dilakukan dengan perkiraan yang dapat dianggap mewakili populasi. Pengambilan jumlah sampel untuk bahan baku dan produk jadi (pindang tongkol) mengacu pada pengambilan sampel padat atau curah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Daftar pengambilan sampel padat dalam karung/peti

Jumlah contoh per lot Karung/peti

Jumlah sampel yang diambil Karung/peti 1 – 10 11 – 25 26 – 50 51 – 100 > 100

Semua karung atau peti harus diambil 5

7 10

Akar pangkat dua dari jumlah karung atau peti

Sumber: Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. : 2897.a/PD.670.320/L/10/07.

3.6 Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif, yaitu analisis data dengan cara menggambarkan keadaan dan kondisi pengolahan ikan pindang. Data disajikan dalam bentuk histogram, tabel atau gambar kemudian diinterpretasikan. Statistik deskriptif atau statistik deduktif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami (Hasan 2008).

(40)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Pengolahan Tradisional

Pengolahan tradisional merupakan unit pengolahan produk tradisional melalui proses pengeringan atau penggaraman, dan pengawetan dengan cara pemindangan, peragian, fermentasi serta pengasapan (Heruwati 2002). Produk olahan tradisional sangat digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Produk olahan ini mempunyai daya awet dan kualitas yang berbeda tergantung cara pengolahan, penyimpanan serta aspek sanitasi yang diterapkan.

4.1.1 Lokasi unit pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT) Muara Angke

Unit pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT) berlokasi di Kawasan Perikanan Terpadu Muara Angke, Jakarta Utara. Muara Angke secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Kawasan ini berbatasan dengan Kali Angke di sebelah Barat dan Selatan, Jalan Karang Pluit di sebelah Timur, serta Laut Jawa di sebelah Utara. Lokasi Muara Angke cukup strategis dengan aksesibilitas yang sangat baik. Kondisi jalan beraspal dengan sarana transportasi yang memadai.

Jarak PHPT dari Balai Kota Jakarta Utara sekitar 15 km dan berada satu lokasi dengan pendaratan ikan Muara Angke sehingga memudahkan memperoleh bahan baku. Lokasi PHPT bagian timur berbatasan dengan Perumahan Pluit Permai dan PLTU Muara Karang, sebelah barat berbatasan dengan Perumahan Pantai Indah Kapuk, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah selatan berbatasan dengan Pantai Indah Kapuk. PHPT memiliki luas tanah ± 40.000 m2.

4.1.2 Sejarah dan perkembangan unit pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT) Muara Angke

Unit pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT) Muara Angke didirikan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta pada tahun 1982 dengan SK Gubernur DKI Nomor 184 tahun 1982. Unit pengolahan tradisional PHPT ini didirikan atas dasar pertimbangan bahwa daerah Muara Angke merupakan daerah yang strategis,

(41)

dimana di daerah ini tersedia bahan baku berupa hasil tangkapan laut yang melimpah dan untuk merelokasi unit-unit pengolahan tradisional yang sebelumnya tersebar di sepanjang Pantai Utara Jakarta. Pada awalnya lokasi tersebut di bawah tanggung jawab Badan Pengelola Lingkungan (BPL), kemudian diserahkan pengelolaannya kepada Dinas Perikanan Provinsi DKI Jakarta.

4.1.3 Kondisi pengolah pindang ikan tongkol di unit pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT) Muara Angke.

Karakteristik pengolah pindang ikan tongkol di PHPT Muara Angke dapat diketahui setelah dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner. Kuesioner merupakan sekumpulan pertanyaan yang dirancang untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Kriteria kuesioner yang baik, yaitu: mudah dimengerti oleh responden, mudah diproses oleh peneliti, dan mudah ditanyakan oleh petugas pengumpul data (data collector) (Anonimc 2008). Hasil

pengisian kuesioner disajikan pada Tabel 4.

Tabel 5 Karakteristik pengolah dan kondisi usaha pindang ikan tongkol di PHPT Muara Angke

Pengolah Karakteristik

dan kondisi usaha

A B C D

I. Karateristik responden

1Usia 47 tahun 50 tahun 50 tahun 52 tahun

2Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki

3Pendidikan terakhir SD SD SD SD

4Pengalaman berusaha 17 tahun 20 tahun 20 tahun 20 tahun 5Jumlah keluaraga 7 orang 6 orang 5 orang 6 orang

II. Karakteristik usaha

6Jenis usaha Pengolahan pindang ikan tongkol Pengolahan pindang ikan tongkol Pengolahan pindang ikan tongkol Pengolahan pindang ikan tongkol 7Bahan baku Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol 8Kebutuhan bahan baku 1000-1600 kg/hari 1000-1600 kg/hari 1000-1600 kg/hari 1000-1600 kg/hari 9Kapasitas produksi 600-1000 kg/hari 600-1000 kg/hari 600-1000 kg/hari 600-1000 kg/hari 10Asal bahan baku TPI Muara Angke

TPI Muara Baru

TPI Muara Angke TPI Muara Baru

TPI Muara Angke TPI Muara Baru

TPI Muara Angke TPI Muara Baru 11Jumlah tenaga kerja 10 orang 10 orang 9 orang 10 orang 12Tingkat pendidikan tenaga kerja Tidak tamat SD dan tamat SD Tidak tamat SD dan tamat SD Tidak tamat SD dan tamat SD Tidak tamat SD dan tamat SD 13Pemasaran produk Pasar lokal Pasar lokal Pasar lokal Pasar lokal

(42)

Karakteristik pengolah dan kondisi usaha berdasarkan Tabel 5 menunjukkan pada umumnya pemilik dan tenaga kerja berpendidikan rendah atau hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Namun demikian pengalaman usaha yang dimiliki rata-rata di atas 10 tahun, sehingga pengalaman berusaha tersebut sangat mendukung kelancaran usaha pengolahan ikan pindang.

Kebutuhan bahan baku per hari untuk setiap pengolah adalah 1000-1600 kg atau 4000-6400 kg per hari untuk semua pengolah. Kapasitas produksi per hari untuk setiap pengolah antara 600-1000 kg, sehingga total produksi yang dihasilkan setiap hari rata-rata 2400-4000 kg. Bahan baku berasal dari dua tempat pelelangan yang cukup besar yaitu TPI Muara Angke dan Muara Baru Jakarta Utara, dengan demikian para pengolah tersebut tidak menemui kesulitan dalam pengadaan bahan baku ikan tongkol. Pemasaran produk pindang ikan tongkol saat ini baru menjangkau pasar lokal, mengingat pasar lokal dapat menyerap semua produk ikan pindang yang dihasilkan oleh para pengolah pindang ikan tongkol dari Muara Angke.

4.1.4 Fasilitas pengolahan pindang UPT PHPT Muara Angke

1 Fasilitas Produksi

Pengolahan pindang di PHPT Muara Angke memiliki fasilitas produksi mencakup air, listrik, peralatan pengolahan pindang dan penyimpanan produk. Air yang digunakan berasal dari air bersih yang berasal dari para penjual air eceran. Air digunakan untuk mencuci bahan baku pindang ikan tongkol, dan pada proses pemasakan pindang. Pemenuhan tenaga listrik disuplai dari PLN dengan kapasitas 1300 watt. Listrik dimanfaatkan sebagai penerangan ruang pengolahan.

Peralatan pengolahan pindang pada UPT PHPT Muara Angke terdiri dari : (a) Alat perebusan

Peralatan perebusan terdiri dari tungku perebusan dan drum perebusan.

Tungku perebusan dibuat sederhana yang berasal dari tumpukan bata sedangkan

drum yang digunakan memiliki kapasitas 25 kg bahan baku. Jumlah tungku

perebusan dan drum sebanyak 2 unit tiap unit pengolahan pindang ikan tongkol. Alat

(43)

Gambar 5 Alat perebusan pindang (b) Penyimpanan produk

Tempat penyimpanan produk terbuat dari rak kayu yang disatukan dengan ruang pengolahan pindang. Rak kayu mampu menampung sekitar 30-40 naya.

2 Sarana dan Prasarana Penunjang

Sarana dan prasarana penunjang yang terdapat di Pengolahan Pindang UPT PHPT Muaran Angke yang menunjang proses produksi meliputi :

(a) Keranjang

Keranjang yang digunakan sebagai wadah ikan tongkol, memiliki kapasitas 25-50 Kg. Keranjang berfungsi sebagai wadah bahan baku baik pada saat penerimaan bahan baku maupun setelah proses pencucian serta sebagai wadah produk olahan pindang yang siap dikemas. Keranjang yang digunakan pada proses produksi disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Keranjang

(44)

(b) Bak fiber glass

Bak fiber glass digunakan untuk menampung bahan baku sementara, serta

untuk menampung es dengan kapasitas 1000 L. Kapasitas bak untuk bahan baku sebesar 500 Kg. Gambar 7 menunjukkan fiber glass yang digunakan untuk

menampung bahan baku.

Gambar 7 Bak fibre glass

(c) Timbangan

Timbangan digunakan untuk menimbang bahan baku. Timbangan yang digunakan yaitu timbangan gantung dengan kapasitas 50 Kg untuk menimbang tongkol per keranjang.

(d) Kemasan produk

Bahan pengemas yang digunakan adalah naya yang merupakan wadah

anyaman bambu untuk menyimpan produk pindang yang siap dipasarkan. Kapasitas

naya yang digunakan sekitar 10 ekor ikan. Naya yang digunakan sebagai wadah

penyimpanan ikan pada saat perebusan dan produk akhir disajikan pada Gambar 8.

(45)

4.2 Penerapan Sanitasi Pada Pengolahan Produk Pindang di PHPT Muara Angke

Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dari tempat produksi, persiapan, penyimpanan, dan penyajian makanan serta air sanitasi pangan. Hal ini merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap kegiatan menyiapkan makanan, khususnya dalam cara penanganan pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan pada makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah kontaminasi kembali maupun kontaminasi silang. (Winarno dan Surono 2004).

Standar baku sanitasi yang diterapkan di pengolahan pindang UPT PHPT Muara Angke meliputi bagian-bagian sebagai berikut lokasi dan lingkungan, konstruksi bangunan, keamanan air, es, garam, penanganan limbah, toilet, ruang pemeliharaan peralatan, wadah dan alat lain, kontrol sanitasi, perlengkapan anti serangga dan binatang pengganggu lainnya.

4.2.1 Sanitasi bangunan

Sanitasi bangunan harus diperhatikan mencakup lay-out desain arsitektur,

lantai, dinding, langit-langit, ventilasi, dan penerangan. Lay-out tempat pengolahan pindang ikan tongkol berada di kawasan industri yang telah disetujui. Ruangan produksi tidak disekat sehingga tidak dapat mencegah terjadinya konstaminasi silang. Selain itu, area pengolahan tidak memungkinkan pekerja untuk melakukan pekerjaan secara saniter dan higiene. Hal itu berpotensi terjadinya penyimpangan kritis. Tata letak ruangan produksi dengan ruangan penerimaan bahan baku serta penyimpanan berdasarkan prosedur sanitasi yang baik harus terpisah sehingga mencegah terjadinya kontaminasi silang dan pekerja dapat melakukan pekerjaan secara saniter dan higiene (Lisyanti et al. 2009). Bangunan unit pengolahan dapat disajikan pada Gambar 9.

(46)

Gambar 9 Bangunan unit pengolahan ikan pindang

Dinding pada bagian pengolahan pindang di UPT PHPT Muara Angke tidak halus, retak, kusam serta tidak mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding sulit dibersihkan. Dinding dalam ruangan produksi tidak disekat dengan ruang penerimaan bahan baku dan ruangan penyimpanan produk pindang. Selain itu, permukaan dalam dinding tidak kedap air dan tidak tahan lama. Pertemuan antara dinding dengan dinding dan antara dinding dengan lantai tidak boleh membentuk sudut mati dan harus melengkung serta rapat air (Depkes RI 1978). Penyimpangan-penyimpangan tersebut merupakan penyimpangan kritis. Dinding ruang pengolahan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Dinding ruang pengolahan

Langit-langit pada pengolahan pindang di UPT PHPT Muara Angke tidak dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran, mengurangi kondensasi dan pertumbuhan jamur serta pengelupasan. Selain itu, terdapat retak dan celah serta tidak mudah dibersihkan. Hal ini dapat berpotensi terjadinya kontaminasi silang serta mengganggu proses produksi. Munurut Lisyanti et. al. (2009), langit-langit dalam

(47)

ruang proses harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran, kondensasi, pertumbuhan jamur dan pengelupasan. Konstruksi jendela dan bagian yang dapat dibuka pada bangunan dirancang untuk dapat mencegah akumulasi kotoran atau debu serta dilengkapi dengan kasa pencegah masuknya serangga dan mudah dilepas untuk dibersihkan. Permukaan bagian dalam harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan, permukaan rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan (Depkes RI 1978)

Lantai unit pengolahan di UPT PHPT Muara Angke memiliki permukaan kasar, retak, sulit dibersihkan dan didesinfeksi serta lembab. Lantai pengolahan terbuat dari tanah yang tidak kedap air, licin, mudah pecah dan tidak memiliki kemiringan lantai yang sesuai dan menyebabkan air tergenang. Konstruksi lantai tidak dibuat miring 5 ˚. Menurut Winarno dan Surono (2004), lantai harus berbentuk sudut di bagian tengah dan masing-masing ke bagian pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan 5º terhadap horizontal. Terjadi penyimpangan kritis pada bagian lantai, yaitu lantai ruang produksi yang jarang dilakukan pengujian laboratorium serta permukaan lantai yang tidak mendukung proses produksi yang saniter. Gambar 11 menunjukkan lantai ruang pengolahan.

Gambar 11 Lantai ruang pengolahan

4.2.2 Pintu

Pintu ruangan pengolahan terbuat dari bambu dan terbuka. Pintu tidak dirancang dengan baik untuk mencegah kontaminasi dari luar ruang pengolahan. Pembatas ruangan tidak dilengkapi dengan alat pencegah serangga yaitu berupa

(48)

lampu penarik serangga (insect killer). Terjadi penyimpangan kritis disebabkan

ruangan tidak dilengkapi pintu dengan desain yang baik. Menurut (Swastawati et al.

2007) ruangan unit pengolahan harus terdapat pintu yang terbuat dari bahan yang tahan lama dan tahan korosi serta menutup secara otomatis serta mudah dibersihkan dan dalam kondisi baik serta dilengkapi dengan alat pencegah lalat. Pintu ruang produksi disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Pintu ruang pengolahan

4.2.3 Saluran pembuangan

Instalasi saluran pembuangan di ruang proses terbuat dari bahan yang tahan karat, halus, rata dan tidak membentuk sudut. Saluran ini terbenam ± ½ meter dari permukaan lantai dilengkapi dengan penutup berlubang yang terbuat dari bahan yang tahan karat. Sistem pembuangan air atau saluran kotor dan pembuangan yang tidak lancar sehingga memungkinkan arus balik ke dalam ruang pengolahan. Selain itu, terdapat tumpukan sampah di dalam saluran pembuangan di luar unit pengolahan yang dapat menghambat aliran sistem pembuangan limbah. Penyimpangan-penyimpangan tersebut termasuk Penyimpangan-penyimpangan serius. Saluran pembuangan yang ke luar melalui dinding ruangan pengolahan harus dilengkapi dengan alat pelindung, misalnya jeruji besi yang dapat diangkat sehingga mempermudah pembersihan dan mencegah masuknya tikus dan binatang lainnya ke dalam ruang pengolahan (Winarno dan Surono 2004).

Gambar

Gambar 2. Diagram alir pengolahan pindang ikan tongkol (Adawyah 2007)
Gambar 3  Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 4  Proses pengujian Salmonella (SNI  01-2332.2-2006)
Tabel 5  Karakteristik pengolah dan kondisi  usaha pindang ikan tongkol di PHPT    Muara Angke
+7

Referensi

Dokumen terkait