1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latarbelakang
Arsitektur adalah seni bangunan yang bersifat universal. Rumah tinggal
sebagai salah satu karya arsitektur merupakan bagian dari kebudayaan
masyarakat yang tidak dapat berdiri secara independen dan bebas, dipengaruhi
oleh ideologi, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berpengaruh pada
jenis, kualitas, dan produk karya arsitektur (Utabertha, 2003). Adapun menurut
Rasdi (2003), Arsitektur Islam berprinsip pada Alquran dan Sunah (Hadis Nabi),
dan menjadikan arsitektur Islam sebagai bagian integral dari Islam, yaitu ”Way of
life”.
Merujuk pendapat Utaberta (2008), terdapat dua pendekatan untuk
memahami Arsitektur Islam. Pendekatan pertama berorientasi pada objek
sebagai produk masyarakat Islam, sedangkan pendekatan kedua lebih melihat
pada nilai dan prinsip dasar dalam Islam. Pendekatan kedua inilah yang
dikembangkan dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan antara hal yang menjadi
produk masyarakat Islam dan nilai dasar prinsip Islam. Semua produk
masyarakat Islam itu belum tentu bernilai Islam, tetapi produk nilai prinsip Islam
sudah pasti Islami. Menurut Utaberta (2008), yang mengamati penulisan Spahic
Omer, akademisi yang menggunakan pendekatan nilai prinsip Islam, terdapat
tiga komponen sebagai inti pembahasan dan kerangka berpikir beliau. Pertama,
pemahaman dan pengertian tentang sejarah Islam. Kedua, analisis terhadap
Alquran dan Sunah sebagai sumber utama Islam. Ketiga, aktualisasi dari analisis
dan rumusan sebelumnya. Penerapan nilai prinsip Islam dalam arsitektur juga
dikemukakan oleh Munichy (2010), sebagai arsitek muslim, bahwa penerapan
nilai prinsip Islam dalam berarsitektur diharapkan mampu menjamin hubungan
hablumminallah,
hablumminannas, dan
hablumminal’alamin.
Pengaturan
tersebut akan menghasilkan konsep arsitektur Islami yang berpijak pada Alquran
dan Hadis, yang mencakup lima hal penting yaitu fungsi, bentuk, teknik,
keamanan, dan kenyamanan yang kesemuanya harus mempertimbangkan
kontekstualitas dan efisiensi.
Nilai-nilai Keislaman terdapat pada dua kitab, yaitu Alquran dan Hadis
(Sunah Rasul). Alquran merupakan firman Allah SWT sebagai pedoman hidup
manusia yang ditujukan untuk seluruh umat di dunia, baik umat muslim maupun
nonmuslim. Adapun Hadis merupakan sabda Rasul yang menjelaskan isi
Alquran. Kedua kitab ini memberikan petunjuk hidup untuk umat manusia, tidak
hanya untuk kehidupan akhirat, tetapi juga kehidupan dunia. Oleh karena itu,
arsitektur yang merupakan kebutuhan manusia di dunia sebaiknya juga
bercermin pada nilai-nilai yang terkandung pada kedua kitab tersebut (Pramono,
2010). Penggalan pendapat Kamil Khan Mumtaz dalam Utaberta, 2008,
menyebutkan bahwa jika ‘Islam‘ merujuk pada Agama Islam, dan ‘muslim’
merujuk pada orang-orang yang memeluk Islam, terminologi ‘Arsitektur Islam’
akan merujuk pada yang diinspirasikan oleh pemikiran dan aplikasi Islam, dan
dibuat untuk melayani kebutuhan religius Islam. Muslim atau orang-orang yang
memeluk Islam, pada dasarnya beraktivitas dengan mengikuti hal yang
diperintahkan dalam Islam dan menjauhi hal yang dilarang di dalamnya. Dalam
konteks rumah tinggal, terdapat aturan dan arahan dari ayat Alquran dan Sunah
Nabi yang membimbing aktivitas. Apabila hal tersebut dilakukan secara rutin
setiap hari, hal itu akan menjadi sikap hidup atau way of life bagi orang yang
melaksanakannya yang berpengaruh pada peruangan yang ditinggalinya dan
berpengaruh pada perwujudan rumah tinggalnya.
Menurut Wahid Ahmadi (2004), sikap hidup muslim dalam sebuah
masyarakat muslim akan berdampak pada terbentuknya peradaban muslim,
sedangkan wajah sebuah peradaban merupakan bagian dari ekspresi nilai-nilai
yang melahirkannya. Kebudayaan dan peradaban Islami pada masyarakat
muslim akan berpengaruh pada perwujudan masyarakat dari nilai-nilai yang telah
terinternalisasi yang melekat (tersibghah) dalam masyarakat tersebut dan
terwujud pada bentukan fisik arsitektur Islam sebagai produk budaya fisik yang
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ajaran Islam merupakan
seperangkat nilai yang integral (mutakamil) dan komprehensif (syamil).
Ajarannya membimbing umat manusia seutuhnya menuju kehidupan yang lurus.
Fisik, akal pikiran, perasaan, jiwa, dan hati nurani diarahkan menuju satu satu
titik yang merupakan tujuan akhir seluruh kehidupan, yaitu Allah SWT. Kita
sesungguhnya berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Keterkaitan
antara nilai Islam, budaya Islam, dan perwujudannya dapat diuraikan dalam dua
hal. Pertama, jika nilai-nilai Islam seorang muslim (masyarakat muslim) telah
mengkarakter, nilai tersebut akan memunculkan kebudayaan dan peradaban
Islam yang berpengaruh terhadap perwujudan ruang. Kedua, perwujudan
arsitektur (termasuk rumah tinggal) dipengaruhi oleh nilai-nilai Islami yang ada
pada manusia dan masyarakatnya.
Menurut Rasdi (2003), pengertian Karya Arsitektur Islam (termasuk rumah
tinggal) tidak hanya terbatas pada perwujudan bentuknya, tetapi juga pada
nilai-nilai hakiki dan semangat moral/akhlak, serta hikmah yang terkandung di
dalamnya. Perwujudan/ekspresinya tergantung pada ijtihad dan kretivitas arsitek,
pendekatan terhadap materi, ruang, waktu, cara berfikir, dan sudut pandang
yang tolok ukurnya bersumber pada Alquran dan Hadis. Rumah tinggal Islami
merupakan salah satu karya arsitektur Islam yang masih perlu dibahas lebih
mendalam, terkait dengan nilai-nilai Islam yang mengkarakter pada diri
penghuninya yang akhirnya terwujud pada bangunan rumah tinggalnya.
Idealnya, nilai-nilai Islam perlu diwujudkan dalam sebuah bangunan rumah
tinggal sehingga tercipta sebuah bangunan yang berguna untuk kehidupan dunia
dan sekaligus bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Nilai-nilai Islam yang tertuang
dalam ajaran akhlaklah yang akan ditelusuri melalui penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Handryant (2011), menyebutkan bahwa
Islam sebagai sebuah agama rahmatan lil ‘alamin memberikan wawasan bahwa
sebuah rumah tidak hanya menjadi tempat berkumpul anggota keluarga, tetapi
juga menjadi tempat pendidikan dan pembelajaran. Islam juga menjelaskan
hubungan antara rumah, perumahan, dan permukiman dengan alam, sehingga
setiap elemen di dalam rumah harus dapat mencerminkankan kedamaian dan
kesatuan dengan lingkungan, serta menjelaskan pula berbagai aspek tentang
rumah tinggal di dalam Islam. Sebaliknya, yang terjadi pada masyarakat
Indonesia dewasa ini adalah rendahnya pemahaman umat Islam tentang konsep
rumah tinggal Islami (sebuah survei di Surakarta, 2010), juga isu yang
berkembang di masyarakat yang mempertanyakan bentuk rumah tinggal islami
tersebut (kompas.com, 4-7-09). Pertanyaan lain yang muncul adalah yang
mempertanyakan bentuk konsep permukiman yang menerapkan prinsip Islam.
Agama
Islam
dipeluk
mayoritas
penduduk
Indonesia,
maka
kecenderungan masyarakat muslim terhadap permintaan produk perumahan
dengan konsep Islam akan semakin tinggi. Dengan demikian, tidak
mengherankan jika saat ini semakin banyak pengembang yang menggarap
proyek hunian berkonsep Islami (kompas,com, 19-8-09).
Permasalahan mengenai melemahnya karakter dan daya saing, serta
kehidupan beragama merupakan isu selanjutnya. Kehidupan modern, kesibukan,
dan rutinitas sering kali membuat orang mengabaikan dan melalaikan nilai-nilai
agama. Perubahan gaya hidup dan budaya bangsa pada era globalisasi dan
teknologi informasi berpengaruh pada konsep dasar pembentukan rumah tinggal.
Antisipasi secara dini diperlukan agar masyarakat Indonesia dan generasi
penerus bangsa mendapatkan rumah tinggal dan lingkungan permukiman yang
kondusif untuk tumbuh suburnya generasi Islam. Tuntutan untuk lebih
mengkondusifkan sarana yang menunjang tumbuh suburnya generasi Islam ini
antara lain dapat diiringi dengan dilakukannya penelitian-penelitian terkait. Salah
satunya adalah penelitian mengenai penelusuran nilai-nilai Islami dalam
meningkatkan kualitas kehidupan. Penelitian tentang hal tersebut saat ini sangat
diperlukan (lppm UMS, 2012). Isu berikutnya berkaitan dengan rumah tinggal
yang berkelanjutan. Isu tersebut berkaitan dengan fungsi manusia sebagai
khalifah, dalam hal ini fungsi arsitek, yang memiliki tanggung jawab terhadap
lingkungan dalam mengelola alam untuk melakukan aktivitasnya di muka bumi
dengan prinsip keseimbangan dan keselarasan.
Pada dasarnya prinsip Islam dengan prinsip sustainable arsitektur dan
green building adalah sejalan atau tidak bertentangan. Prinsip pelestarian alam
dan semua turunannya yang gencar disosialisikan pada masa sekarang ternyata
telah lebih dahulu dikumandangkan oleh Islam, seperti yang tercantum dalam
Alquran Surat Al-Anbiya (surat 21) ayat 107:
yang artinya: Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Konsep Islam yang menganjurkan manusia untuk menjaga bumi selaras
dengan prinsip green building, sedangkan konsep Islam yang memerintahkan
agar mampu menyelaraskan diri dengan alam, mempunyai sifat-sifat yang ada
pada alam, tidak boros energi, dan tidak merusak alam sejalan dengan konsep
sustainabel. Jadi dalam hal ini, green building dan sustainabel arsitektur
termasuk dua hal dalam pembahasan arsitektur Islam. Islam sebagai agama
rahmatan lil alamin menempatkan nilai-nilai Islami dalam setiap sendi kehidupan,
tidak merusak, penuh rahmat, dan cinta kehidupan. Allah menciptakan manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini berarti bahwa manusia tersebut merupakan
pemimpin, sekaligus pemelihara dan penjaga (Utaberta, 2003). Oleh karena itu,
manusia memiliki kewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan alam
ini untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pernyataan tersebut jelas
bermakna bahwa Islam adalah agama rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh
alam) sehingga lingkungan binaan, dalam hal ini produk arsitektur, harus
berprinsip pelestarian alam, yaitu serasi-awet-lestari (Noe’man, 2003).
Akhir-akhir ini, telah terjadi kerusakan lingkungan dan krisis energi di bumi.
Kerusakan itu kini telah nyata, seperti terjadinya pemanasan global, cuaca yang
tidak menentu, pencemaran udara, bencana alam, kerusakan lingkungan, serta
krisis energi yang berakibat pada menurunnya kualitas hidup. Hal tersebut terjadi
karena konsumsi manusia yang berlebihan dalam menggunakan sumber daya
alam. Padahal, jika ditinjau kembali, jumlah sumber daya alam yang ada di dunia
ini terbatas sehingga pada akhirnya alam tidak mampu lagi mensuplai dan
memperbarui sumbernya untuk kebutuhan manusia dalam jumlah yang lebih
(Moughtin, 2005). Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, dikhawatirkan
manusia dan makhluk di bumi tidak dapat terus hidup. Disinyalir, sekitar 48%
penyumbang kerusakan di bumi disebabkan oleh bidang pembangunan
(konstruksi), mulai dari pengambilan sumber daya alam sampai polusi yang
dihasilkannya (Holcim, Akmal, 2007). Sebetulnya, prinsip pengingatan akan
kehidupan yang berkelanjutan dan banyaknya kerusakan dimuka bumi telah
tercantum dalam Alquran Surat Ar-Ruum (30) ayat 41:
Yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Salah satu formula konsep berkelanjutan menurut Hiroshi Kawase (2007),
pakar sustainabel dari Kyushu University, Jepang, menyatakan bahwa secara
kuantitatif, sustainabel habitat dinilai dari daya manfaat yang lebih besar dari
daya rusaknya. Sistem Sustainabel Habitat merupakan konsep arsitektur
berkelanjutan yang menerapkan metode pereduksian kerusakan lingkungan dan
pemeliharaan serta peningkatan kualitas hidup. Hal tersebut dikuantitatifkan
dengan Rumus Dasar T=W-D, dengan T adalah Throughput (keluaran), W
adalah Welfare (kemanfaatan), dan D adalah Environmental Damage (Kerusakan
Lingkungan). Menurut rumus ini, sebuah bangunan dan lingkungan dikatakan
sustainabel apabila kemanfaatannya lebih besar dari kerusakannya.
Adapun Konsep Perancangan Arsitektur Islam menurut Noe’man (2003),
adalah bahwa nilai-nilai Islami yang diacu dalam perancangan bangunan
arsitektur mengandung unsur-unsur rahmatan lil alamin, berkiblat, beraturan,
efisien, keindahan dalam kesederhanaan, silaturrahim, bersih, sehat, nyaman,
dan berkelanjutan (sustainabel). Sebagai contoh, rumah tinggal merupakan salah
satu produk bangunan yang membutuhkan, antara lain material sumber daya dan
energi alam. Konsep yang mempertahankan sumber daya alam agar bertahan
lebih lama dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan
ekologis manusia itu merupakan konsep arsitektur berkelanjutan atau sustainable
arsitektur (Probo H, 2007).
Konsep desain permukiman Islam, antara lain dikemukakan oleh Hakim
(1988), yaitu tentang aturan elemen-elemen eksterior dan interior pada rumah
tinggal dan elemen pembentuk permukiman muslim. Hal-hal yang diatur
termasuk posisi jalan terhadap rumah, lorong pada permukiman, dan tinggi
bukaan pada jendela yang menghadap ke jalan, yang memperhatikan aturan
Islam, terutama bertujuan untuk melindungi privasi tuan rumah (terutama
perlindungan untuk wanita muslim). Hakim (1988) menambahkan bahwa pada
prinsipnya rumah adalah aurat sehingga segala sesuatu yang ada di dalam
rumah jangan sampai terlihat jelas dari luar. Hal ini terlihat dari aturan bukaan
jendela yang menghadap ke jalan, yang posisi bukaannya berada di atas kepala
manusia yang sedang berjalan di luar. Dengan posisi lantai rumah yang lebih
tinggi dari jalan, orang-orang di dalam rumah dapat melihat ke luar, tetapi orang
di luar tidak dapat melihat ke dalam rumah.
Konsep desain permukiman Islam juga dikemukakan oleh Mortada (2003),
bahwa desain rumah tinggal dan permukiman di Arab bervariasi, antara rumah
tinggal untuk keluarga kecil dan rumah tinggal untuk keluarga besar, yang
dizoningkan berdasarkan aktivitas kegiatan untuk tiap lantainya. Pada lantai
paling bawah, digunakan untuk kegiatan publik, seperti menerima tamu laki-laki
sehingga semakin keatas, sifat kegiatan yang dilakukan di dalamnya semakin
pribadi.
Salah satu contoh permukiman berkonsep desain arsitektur Islam dilihat
dari bangunan dan lingkungan kehidupannya adalah Perumahan Bukit Az Zikra
Sentul, yang dikembangkan oleh PT Cigede Griya Permai. Pada permukiman
tersebut diterapkan tata pergaulan dan kehidupan yang Islami. Terdapat masjid,
hotel berkonsep syariah, Islamic center, pondok pesantren, dan sport center.
Misalnya, pada fasilitas sport center penghuni laki-laki dipisahkan dari penghuni
wanita ketika melakukan olahraga. Penerapan program Islami pada tata hidup
dan aktivitas penghuninya dilakukan dengan program harian, pekan, bulanan,
dan tahunan. Sebagai contoh, kaum wanita jika keluar rumah harus mengenakan
jilbab. Program harian di antaranya salat berjamaah di masjid, kajian Alquran,
dan pengajian untuk anak-anak. Program setiap pekan berupa zikir bersama
setiap hari Minggu, buka puasa bersama setiap hari Senin dan Kamis, tarbiyah
(pendidikan), dan salat tahajud bersama tiap akhir pekan. Program bulanan
berupa taushiyah (ceramah) dan zikir akbar. Adapun program tahunan berupa
peringatan hari-hari besar Islam, yakni tahun baru Islam, Nuzulul Quran, Maulid
Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha. Selain itu, terdapat program Ramadhan berupa
buka puasa bersama, salat malam berjamaah, itikaf, dan tausyiah (http://www.
bukitazzikrasentul.com/).
Dalam dunia arsitektur, terdapat banyak teori mengenai rumah tinggal.
Teori arsitektur yang berkaitan dengan rumah tinggal, antara lain Teori Lang
(1987), yaitu teori tentang faktor yang mempengaruhi pola rumah tinggal. Di
dalamnya disebutkan bahwa bentuk pola rumah tinggal dipengaruhi oleh jumlah
penghuni, aktivitas penghuni, tingkat pendapatan penghuni, status rumah, dan
nilai filosofi yang dianut. Rapoport (1969) menyebutkan bahwa dalam desain
rumah tinggal, bentuk rumah tinggal mengikuti adat budaya lingkungan sekitar.
Hal ini berlaku pada semua tempat termasuk pada permukiman Islami yang di
dalamnya
terdapat
langgam
arsitektur
kontekstual.
Rapoport
(1977)
menyebutkan bahwa latar belakang dari seorang manusia menentukan sistem
aktivitas dari manusia tersebut sehingga berpengaruh pada jenis wadah
kegiatannya. Teori perubahan dalam rumah tinggal oleh Lang (1987)
menyebutkan bahwa perubahan dalam kehidupan akan menyebabkan
perubahan pada susunan ruang atau rumah. Menurut Rapoport (1983), bentuk
perubahan lingkungan buatan tidak terjadi langsung secara spontan dan
menyeluruh, tetapi sesuai dengan kedudukan elemen-elemen tersebut dalam
sistem budaya, yaitu core element (seting yang selalu tetap) dan peripheral
element (seting yang berubah sesuai perkembangan).
Menurut Maslow (2003), kebutuhan manusia menunjukkan hierarki dari
kebutuhan yang paling dasar/pokok hingga kebutuhan tingkat lanjut (advance).
Teori Maslow tersebut menjelaskan hierarki kebutuhan manusia terhadap
pemenuhan hunian. Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini pada
umumnya akan berjenjang lima tahapan, mulai dari 1) Psysiological Needs atau
Survival Needs (Fisiologis), 2) Safety Needs atau Security Needs (Keamanan), 3)
Social Needs (Sosial), 4) Esteem Needs (Penghargaan), dan 5). Self
Actualization Needs (Kebutuhan aktualisasi diri). Kaitan Social Need dengan
manusia sebagai makhluk sosial dalam ajaran Islam adalah interaksi hubungan
hablum minannas, yaitu bahwa pada dasarnya manusia ingin berhubungan
dengan manusia lainnya dan ingin diakui serta diterima sebagai anggota
masyarakat.
Teori Al Faruqi (1999) tentang Seni Islam (Arsitektur Islam) menyatakan
bahwa seni Islam selain sebagai ungkapan keindahan juga merupakan ungkapan
kebenaran dan kebaikan bagi para pemeluknya. Beliau merumuskan bahwa seni
Islam merupakan pandangan tentang keindahan yang muncul dari pandangan
dunia tauhid yang merupakan inti ajaran Islam, yaitu keindahan yang dapat
membawa kesadaran penanggap kepada ide transendensi. Klasifikasi Al Faruqi
(1999) terhadap produk estetis dunia Islam (Produk Seni Islam) yang konsisten
dengan dasar pandangan tauhid adalah (1) seni sastra, (2) seni kaligrafi, (3) seni
dekorasi, (4) arabesque/stilisasi versi Islam, (5) seni suara, meliputi handasah
al-shawt/tilawah Alquran, seni musik, dan seni pertunjukan/performance art, serta
(6) seni ruang (spatial art) meliputi arsitektur, pertamanan (hortikultura &
aquakultura), tata kota (urban planning), dan tata desa (rural planning). Contoh
penggunaan Struktur Arabesk (stilisasi versi Islam) dalam seni ruang di
antaranya (a) struktur multi unit, (b) struktur saling mengunci (interlocking), (c)
struktur berkelok, dan (d) struktur mengembang. Al Faruqi menempatkan
Arsitektur sebagai salah satu bagian dalam seni ruang, yang di dalamnya
terdapat enam karakteristik estetis seni Islam, yaitu abstraksi, struktur modular,
kombinasi suksesif, repetisi, dinamisme, dan kerumitan. Teori-teori tersebut
terwujud dalam fisik rumah tinggal yang sangat beragam, bergantung pada
pemahaman, pemaknaan, dan tingkah laku yang diungkapkan, baik secara
terbuka maupun tersembunyi. Perlu diketahui bahwa, rumah tinggal muslim
berbeda dengan rumah tinggal nonmuslim karena di dalamnya terdapat aktivitas
beribadah sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadis Rasulullah. Dalam rumah
tinggal muslim, terdapat tempat untuk menghadap Allah SWT, yaitu tempat untuk
salat lima waktu, baik dijalankan sendiri-sendiri maupun berjamaah.
Mayoritas
penduduk
Indonesia
beragama
Islam,
tetapi
dalam
kenyataannya kesadaran untuk mewujudkan rumah Islami masih tergolong
rendah (Nurjayanti, 2010). Hal ini dipengaruhi oleh sekulerisasi pendidikan
arsitektur yang dipengaruhi budaya barat. Perkembangan arsitektur yang
dipelopori oleh bangsa Eropa lebih mementingkan konsep topografi,
pemandangan, arah mata angin, sirkulasi, aksesibilitas, dan pengendalian
kebisingan. Kesemuanya itu menekankan pada tujuan kenyamanan semata atau
kesejahteraan duniawi. Konsep ini tertanam kuat dalam dunia pendidikan
arsitektur di Indonesia. Jika diperhatikan, arsitektur rumah tinggal tradisional lebih
religius dibandingkan rumah tinggal modern. Sebagai contoh, arsitektur rumah
tradisional Jawa dan Bali yang menekankan aspek ketuhanan atau memuat
aspek religius, sementara arsitektur rumah tinggal modern cenderung lebih
mementingkan nilai-nilai fungsional semata. Rumah tinggal tradisional Jawa
sebagai contoh mempunyai ruang senthong tengah sebagai tempat untuk
beribadah dan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali mempunyai tempat
pemujaan (pemerajan) yang terletak di arah timur laut lahan.
Nilai-nilai keislaman pada rumah rumah tinggal yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah nilai berdasar Alquran dan Hadis, khususnya yang berkaitan
dengan aktivitas dalam rumah tinggal. Islam merupakan norma untuk mengatur
semua aktivitas manusia. Adapun arsitektur merupakan ruang/wadah untuk
berlangsungnya aktivitas manusia sehingga dalam Islam ruang tersebut harus
mampu menampung dan mengakomodasi semua aktivitas takwa (halal) dan
tidak mewadahi aktivitas yang haram. Jika ruang tersebut menjadi wadah untuk
aktivitas-aktivitas yang bersifat takwa, ruang tersebut dapat disebut ruang takwa
(Reza, 2004). Ruang takwa ini mewadahi norma-norma absolut yang bersumber
pada Alquran dan Hadis. Agama Islam mengajarkan Alquran dan Hadis sebagai
pedoman hidup dan dasar tolok ukur seseorang atas ketaqwaannya kepada
Allah yang dijabarkan dalam Rukun Iman dan Rukun Islam sebagai landasan
akidah dan sebagai landasan pengamalan. Rukun Iman sebagai dasar keyakinan
terdiri atas enam keimanan, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat,
iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi/Rasul Allah, iman kepada hati
kiyamat, dan iman kepada takdir Allah. Rukun Islam sebagai dasar pengamalan
terdiri atas lima rukun, yaitu syahadat, salat, puasa, zakat dan haji (Shihab,
1992). Masing-masing harus dikerjakan dan diamalkan sesuai kemampuan
dalam tingkatan pemahaman manusia terhadap Iman, Islam, dan Ihsan. Selain
itu, keduanya pun tercermin dalam nilai-nilai Islami yang tampak secara batiniah
dan lahiriah, yang juga berdampak pada wujud kehidupan individu dan sosial
pada kehidupan dunia sebagai bekal hidup di akhirat.
Prinsip Iman merupakan dasar keyakinan yang fundamental dalam ajaran
Islam. Keyakinan kuat terhadap Allah, yakni keyakinan bahwa Allah itu Maha
Esa, Mahakuasa, Mahakaya, dan Maha segala-galanya, akan menempatkan
manusia pada kedudukan yang sebenar-benarnya yang taat dan patuh serta
berserah diri kepada zat penciptanya, yaitu Allah subhanahuwata’ala. Sikap
berserah diri dan tunduk yang didasari keyakinan penuh inilah yang disebut
Islam. Dengan keimanan yang kuat, kokoh, dan membaja dengan dilandasi oleh
rasa berserah diri sepenuhnya kepada zat pencipta, Allah SWT, manusia akan
merasa bahwa semua tingkah laku, perbuatan, dan ucapannya selalu diawasi
dan dikontrol oleh Allah SWT. Pemahaman tersebut menyebabkan manusia
berhati-hati dalam bertindak, tidak melakukan penyelewengan, ketidakjujuran,
kemunafikan, dan sebagainya karena perbuatan manusia setiap harinya selalu
diketahui Allah dan terekam, serta tercatat oleh malaikat. Semua kegiatan
muslim berlandaskan pada ibadah untuk mencari rida Allah ini disebut Ihsan.
Jadi, ajaran Islam yang pokok adalah Iman, Islam, dan Ihsan.
Dari berbagai uraian sebelumnya, dapat diuraikan tentang State of the Art
mengenai penelitian Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal, sebagaimana
terlihat pada Gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1: State of the art Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal
Gambaran pentingnya penelitian (urgensi penelitian) terlihat pada Tabel
1.1 yang menunjukkan adanya Theoretical Gap, yaitu bahwa hal yang masih
perlu diteliti adalah penelitian tentang keterkaitan hubungan antara nilai-nilai
keIslaman dan perwujudannya dalam rumah tinggal, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya sehingga penelitian ini layak dilakukan.
Tabel 1.1: Theoretical Gap
Teori & Konsep
Gap
Empiri
Teori Lang (1987),
Rapoport (1969,1977),
adalah teori arsitektur
yang belum
dikolaborasikan
dengan konsep Islam
khususnya Rumah
Tinggal Islami
Belum ada kasus khusus
yang meneliti keterkaitan
hubungan antara nilai–
nilai keislaman dengan
perwujudannya dalam
rumah tinggal serta
faktor-faktor yang
berpengaruh pada
terwujudnya rumah
tinggal
Penelitian pada kasus di
tiga lokasi yang berbeda
dengan citra Islam, dilihat
dari: waktu mulai
terbangun, nilai historis,
kebudayaan, dan corak
bangunan, menyiratkan
adanya hubungan antara
nilai-nilai keislaman dan
perwujudannya dalam
rumah tinggal
Adapun kerangka pemikiran penelitian Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah
Tinggal terlihat pada Gambar 1.2
STATE OF THE ART NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM RUMAH TINGGAL
Nilai-nilai Keislaman dan perwujuda nnya dalam Rumah Tinggal: Hakekat Rahmatan lil alamin Fungsi rumah tinggal sbg sarana ibadah Aktivitas: hablumminallahh ablumminannas, hablum minal alamin. Zona berkonsep muhrim Ruang-ruang wajib dan ruang sunah Seni tauhid/hias islami ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL ISLAMI: Definisi, Hakekat, Karakter/sifat, Fungsi, Prinsip Islami Aktivitas islami, Zona Islami, Tata Ruang Islami, Estetika islami
TEORI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL:
Lang(1987),Rapoport (1969, 1977), Ronald (2005)
SUSTAINABEL ARSITEKTUR: Hiroshi Kawase (2007) Moughtin (2005
)
Teori ARSITEKTUR ISLAM: Faruqi (1999), (Hakim, 1988) (Mortada, 2003) Noe’man, 2003
ISLAM: Nilai-nilai Alquran +Hadis: Tauhid, Ibadah, Akhlaq, Muamalah, Syari’ah, diamalkan dlm Ibadah Mahdhah &Ghairu Mahdhah