• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Arsitektur adalah seni bangunan yang bersifat universal. Rumah tinggal sebagai salah satu karya arsitektur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Arsitektur adalah seni bangunan yang bersifat universal. Rumah tinggal sebagai salah satu karya arsitektur"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latarbelakang

Arsitektur adalah seni bangunan yang bersifat universal. Rumah tinggal

sebagai salah satu karya arsitektur merupakan bagian dari kebudayaan

masyarakat yang tidak dapat berdiri secara independen dan bebas, dipengaruhi

oleh ideologi, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berpengaruh pada

jenis, kualitas, dan produk karya arsitektur (Utabertha, 2003). Adapun menurut

Rasdi (2003), Arsitektur Islam berprinsip pada Alquran dan Sunah (Hadis Nabi),

dan menjadikan arsitektur Islam sebagai bagian integral dari Islam, yaitu ”Way of

life”.

Merujuk pendapat Utaberta (2008), terdapat dua pendekatan untuk

memahami Arsitektur Islam. Pendekatan pertama berorientasi pada objek

sebagai produk masyarakat Islam, sedangkan pendekatan kedua lebih melihat

pada nilai dan prinsip dasar dalam Islam. Pendekatan kedua inilah yang

dikembangkan dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan antara hal yang menjadi

produk masyarakat Islam dan nilai dasar prinsip Islam. Semua produk

masyarakat Islam itu belum tentu bernilai Islam, tetapi produk nilai prinsip Islam

sudah pasti Islami. Menurut Utaberta (2008), yang mengamati penulisan Spahic

Omer, akademisi yang menggunakan pendekatan nilai prinsip Islam, terdapat

tiga komponen sebagai inti pembahasan dan kerangka berpikir beliau. Pertama,

pemahaman dan pengertian tentang sejarah Islam. Kedua, analisis terhadap

Alquran dan Sunah sebagai sumber utama Islam. Ketiga, aktualisasi dari analisis

dan rumusan sebelumnya. Penerapan nilai prinsip Islam dalam arsitektur juga

dikemukakan oleh Munichy (2010), sebagai arsitek muslim, bahwa penerapan

nilai prinsip Islam dalam berarsitektur diharapkan mampu menjamin hubungan

hablumminallah,

hablumminannas, dan

hablumminal’alamin.

Pengaturan

tersebut akan menghasilkan konsep arsitektur Islami yang berpijak pada Alquran

dan Hadis, yang mencakup lima hal penting yaitu fungsi, bentuk, teknik,

keamanan, dan kenyamanan yang kesemuanya harus mempertimbangkan

kontekstualitas dan efisiensi.

Nilai-nilai Keislaman terdapat pada dua kitab, yaitu Alquran dan Hadis

(Sunah Rasul). Alquran merupakan firman Allah SWT sebagai pedoman hidup

manusia yang ditujukan untuk seluruh umat di dunia, baik umat muslim maupun

nonmuslim. Adapun Hadis merupakan sabda Rasul yang menjelaskan isi

(2)

Alquran. Kedua kitab ini memberikan petunjuk hidup untuk umat manusia, tidak

hanya untuk kehidupan akhirat, tetapi juga kehidupan dunia. Oleh karena itu,

arsitektur yang merupakan kebutuhan manusia di dunia sebaiknya juga

bercermin pada nilai-nilai yang terkandung pada kedua kitab tersebut (Pramono,

2010). Penggalan pendapat Kamil Khan Mumtaz dalam Utaberta, 2008,

menyebutkan bahwa jika ‘Islam‘ merujuk pada Agama Islam, dan ‘muslim’

merujuk pada orang-orang yang memeluk Islam, terminologi ‘Arsitektur Islam’

akan merujuk pada yang diinspirasikan oleh pemikiran dan aplikasi Islam, dan

dibuat untuk melayani kebutuhan religius Islam. Muslim atau orang-orang yang

memeluk Islam, pada dasarnya beraktivitas dengan mengikuti hal yang

diperintahkan dalam Islam dan menjauhi hal yang dilarang di dalamnya. Dalam

konteks rumah tinggal, terdapat aturan dan arahan dari ayat Alquran dan Sunah

Nabi yang membimbing aktivitas. Apabila hal tersebut dilakukan secara rutin

setiap hari, hal itu akan menjadi sikap hidup atau way of life bagi orang yang

melaksanakannya yang berpengaruh pada peruangan yang ditinggalinya dan

berpengaruh pada perwujudan rumah tinggalnya.

Menurut Wahid Ahmadi (2004), sikap hidup muslim dalam sebuah

masyarakat muslim akan berdampak pada terbentuknya peradaban muslim,

sedangkan wajah sebuah peradaban merupakan bagian dari ekspresi nilai-nilai

yang melahirkannya. Kebudayaan dan peradaban Islami pada masyarakat

muslim akan berpengaruh pada perwujudan masyarakat dari nilai-nilai yang telah

terinternalisasi yang melekat (tersibghah) dalam masyarakat tersebut dan

terwujud pada bentukan fisik arsitektur Islam sebagai produk budaya fisik yang

mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ajaran Islam merupakan

seperangkat nilai yang integral (mutakamil) dan komprehensif (syamil).

Ajarannya membimbing umat manusia seutuhnya menuju kehidupan yang lurus.

Fisik, akal pikiran, perasaan, jiwa, dan hati nurani diarahkan menuju satu satu

titik yang merupakan tujuan akhir seluruh kehidupan, yaitu Allah SWT. Kita

sesungguhnya berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Keterkaitan

antara nilai Islam, budaya Islam, dan perwujudannya dapat diuraikan dalam dua

hal. Pertama, jika nilai-nilai Islam seorang muslim (masyarakat muslim) telah

mengkarakter, nilai tersebut akan memunculkan kebudayaan dan peradaban

Islam yang berpengaruh terhadap perwujudan ruang. Kedua, perwujudan

(3)

arsitektur (termasuk rumah tinggal) dipengaruhi oleh nilai-nilai Islami yang ada

pada manusia dan masyarakatnya.

Menurut Rasdi (2003), pengertian Karya Arsitektur Islam (termasuk rumah

tinggal) tidak hanya terbatas pada perwujudan bentuknya, tetapi juga pada

nilai-nilai hakiki dan semangat moral/akhlak, serta hikmah yang terkandung di

dalamnya. Perwujudan/ekspresinya tergantung pada ijtihad dan kretivitas arsitek,

pendekatan terhadap materi, ruang, waktu, cara berfikir, dan sudut pandang

yang tolok ukurnya bersumber pada Alquran dan Hadis. Rumah tinggal Islami

merupakan salah satu karya arsitektur Islam yang masih perlu dibahas lebih

mendalam, terkait dengan nilai-nilai Islam yang mengkarakter pada diri

penghuninya yang akhirnya terwujud pada bangunan rumah tinggalnya.

Idealnya, nilai-nilai Islam perlu diwujudkan dalam sebuah bangunan rumah

tinggal sehingga tercipta sebuah bangunan yang berguna untuk kehidupan dunia

dan sekaligus bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Nilai-nilai Islam yang tertuang

dalam ajaran akhlaklah yang akan ditelusuri melalui penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Handryant (2011), menyebutkan bahwa

Islam sebagai sebuah agama rahmatan lil ‘alamin memberikan wawasan bahwa

sebuah rumah tidak hanya menjadi tempat berkumpul anggota keluarga, tetapi

juga menjadi tempat pendidikan dan pembelajaran. Islam juga menjelaskan

hubungan antara rumah, perumahan, dan permukiman dengan alam, sehingga

setiap elemen di dalam rumah harus dapat mencerminkankan kedamaian dan

kesatuan dengan lingkungan, serta menjelaskan pula berbagai aspek tentang

rumah tinggal di dalam Islam. Sebaliknya, yang terjadi pada masyarakat

Indonesia dewasa ini adalah rendahnya pemahaman umat Islam tentang konsep

rumah tinggal Islami (sebuah survei di Surakarta, 2010), juga isu yang

berkembang di masyarakat yang mempertanyakan bentuk rumah tinggal islami

tersebut (kompas.com, 4-7-09). Pertanyaan lain yang muncul adalah yang

mempertanyakan bentuk konsep permukiman yang menerapkan prinsip Islam.

Agama

Islam

dipeluk

mayoritas

penduduk

Indonesia,

maka

kecenderungan masyarakat muslim terhadap permintaan produk perumahan

dengan konsep Islam akan semakin tinggi. Dengan demikian, tidak

mengherankan jika saat ini semakin banyak pengembang yang menggarap

proyek hunian berkonsep Islami (kompas,com, 19-8-09).

(4)

Permasalahan mengenai melemahnya karakter dan daya saing, serta

kehidupan beragama merupakan isu selanjutnya. Kehidupan modern, kesibukan,

dan rutinitas sering kali membuat orang mengabaikan dan melalaikan nilai-nilai

agama. Perubahan gaya hidup dan budaya bangsa pada era globalisasi dan

teknologi informasi berpengaruh pada konsep dasar pembentukan rumah tinggal.

Antisipasi secara dini diperlukan agar masyarakat Indonesia dan generasi

penerus bangsa mendapatkan rumah tinggal dan lingkungan permukiman yang

kondusif untuk tumbuh suburnya generasi Islam. Tuntutan untuk lebih

mengkondusifkan sarana yang menunjang tumbuh suburnya generasi Islam ini

antara lain dapat diiringi dengan dilakukannya penelitian-penelitian terkait. Salah

satunya adalah penelitian mengenai penelusuran nilai-nilai Islami dalam

meningkatkan kualitas kehidupan. Penelitian tentang hal tersebut saat ini sangat

diperlukan (lppm UMS, 2012). Isu berikutnya berkaitan dengan rumah tinggal

yang berkelanjutan. Isu tersebut berkaitan dengan fungsi manusia sebagai

khalifah, dalam hal ini fungsi arsitek, yang memiliki tanggung jawab terhadap

lingkungan dalam mengelola alam untuk melakukan aktivitasnya di muka bumi

dengan prinsip keseimbangan dan keselarasan.

Pada dasarnya prinsip Islam dengan prinsip sustainable arsitektur dan

green building adalah sejalan atau tidak bertentangan. Prinsip pelestarian alam

dan semua turunannya yang gencar disosialisikan pada masa sekarang ternyata

telah lebih dahulu dikumandangkan oleh Islam, seperti yang tercantum dalam

Alquran Surat Al-Anbiya (surat 21) ayat 107:













yang artinya: Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Konsep Islam yang menganjurkan manusia untuk menjaga bumi selaras

dengan prinsip green building, sedangkan konsep Islam yang memerintahkan

agar mampu menyelaraskan diri dengan alam, mempunyai sifat-sifat yang ada

pada alam, tidak boros energi, dan tidak merusak alam sejalan dengan konsep

sustainabel. Jadi dalam hal ini, green building dan sustainabel arsitektur

termasuk dua hal dalam pembahasan arsitektur Islam. Islam sebagai agama

rahmatan lil alamin menempatkan nilai-nilai Islami dalam setiap sendi kehidupan,

tidak merusak, penuh rahmat, dan cinta kehidupan. Allah menciptakan manusia

(5)

sebagai khalifah di muka bumi ini berarti bahwa manusia tersebut merupakan

pemimpin, sekaligus pemelihara dan penjaga (Utaberta, 2003). Oleh karena itu,

manusia memiliki kewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan alam

ini untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pernyataan tersebut jelas

bermakna bahwa Islam adalah agama rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh

alam) sehingga lingkungan binaan, dalam hal ini produk arsitektur, harus

berprinsip pelestarian alam, yaitu serasi-awet-lestari (Noe’man, 2003).

Akhir-akhir ini, telah terjadi kerusakan lingkungan dan krisis energi di bumi.

Kerusakan itu kini telah nyata, seperti terjadinya pemanasan global, cuaca yang

tidak menentu, pencemaran udara, bencana alam, kerusakan lingkungan, serta

krisis energi yang berakibat pada menurunnya kualitas hidup. Hal tersebut terjadi

karena konsumsi manusia yang berlebihan dalam menggunakan sumber daya

alam. Padahal, jika ditinjau kembali, jumlah sumber daya alam yang ada di dunia

ini terbatas sehingga pada akhirnya alam tidak mampu lagi mensuplai dan

memperbarui sumbernya untuk kebutuhan manusia dalam jumlah yang lebih

(Moughtin, 2005). Jika kondisi ini dibiarkan terus-menerus, dikhawatirkan

manusia dan makhluk di bumi tidak dapat terus hidup. Disinyalir, sekitar 48%

penyumbang kerusakan di bumi disebabkan oleh bidang pembangunan

(konstruksi), mulai dari pengambilan sumber daya alam sampai polusi yang

dihasilkannya (Holcim, Akmal, 2007). Sebetulnya, prinsip pengingatan akan

kehidupan yang berkelanjutan dan banyaknya kerusakan dimuka bumi telah

tercantum dalam Alquran Surat Ar-Ruum (30) ayat 41:

































Yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Salah satu formula konsep berkelanjutan menurut Hiroshi Kawase (2007),

pakar sustainabel dari Kyushu University, Jepang, menyatakan bahwa secara

kuantitatif, sustainabel habitat dinilai dari daya manfaat yang lebih besar dari

daya rusaknya. Sistem Sustainabel Habitat merupakan konsep arsitektur

berkelanjutan yang menerapkan metode pereduksian kerusakan lingkungan dan

pemeliharaan serta peningkatan kualitas hidup. Hal tersebut dikuantitatifkan

(6)

dengan Rumus Dasar T=W-D, dengan T adalah Throughput (keluaran), W

adalah Welfare (kemanfaatan), dan D adalah Environmental Damage (Kerusakan

Lingkungan). Menurut rumus ini, sebuah bangunan dan lingkungan dikatakan

sustainabel apabila kemanfaatannya lebih besar dari kerusakannya.

Adapun Konsep Perancangan Arsitektur Islam menurut Noe’man (2003),

adalah bahwa nilai-nilai Islami yang diacu dalam perancangan bangunan

arsitektur mengandung unsur-unsur rahmatan lil alamin, berkiblat, beraturan,

efisien, keindahan dalam kesederhanaan, silaturrahim, bersih, sehat, nyaman,

dan berkelanjutan (sustainabel). Sebagai contoh, rumah tinggal merupakan salah

satu produk bangunan yang membutuhkan, antara lain material sumber daya dan

energi alam. Konsep yang mempertahankan sumber daya alam agar bertahan

lebih lama dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan

ekologis manusia itu merupakan konsep arsitektur berkelanjutan atau sustainable

arsitektur (Probo H, 2007).

Konsep desain permukiman Islam, antara lain dikemukakan oleh Hakim

(1988), yaitu tentang aturan elemen-elemen eksterior dan interior pada rumah

tinggal dan elemen pembentuk permukiman muslim. Hal-hal yang diatur

termasuk posisi jalan terhadap rumah, lorong pada permukiman, dan tinggi

bukaan pada jendela yang menghadap ke jalan, yang memperhatikan aturan

Islam, terutama bertujuan untuk melindungi privasi tuan rumah (terutama

perlindungan untuk wanita muslim). Hakim (1988) menambahkan bahwa pada

prinsipnya rumah adalah aurat sehingga segala sesuatu yang ada di dalam

rumah jangan sampai terlihat jelas dari luar. Hal ini terlihat dari aturan bukaan

jendela yang menghadap ke jalan, yang posisi bukaannya berada di atas kepala

manusia yang sedang berjalan di luar. Dengan posisi lantai rumah yang lebih

tinggi dari jalan, orang-orang di dalam rumah dapat melihat ke luar, tetapi orang

di luar tidak dapat melihat ke dalam rumah.

Konsep desain permukiman Islam juga dikemukakan oleh Mortada (2003),

bahwa desain rumah tinggal dan permukiman di Arab bervariasi, antara rumah

tinggal untuk keluarga kecil dan rumah tinggal untuk keluarga besar, yang

dizoningkan berdasarkan aktivitas kegiatan untuk tiap lantainya. Pada lantai

paling bawah, digunakan untuk kegiatan publik, seperti menerima tamu laki-laki

sehingga semakin keatas, sifat kegiatan yang dilakukan di dalamnya semakin

pribadi.

(7)

Salah satu contoh permukiman berkonsep desain arsitektur Islam dilihat

dari bangunan dan lingkungan kehidupannya adalah Perumahan Bukit Az Zikra

Sentul, yang dikembangkan oleh PT Cigede Griya Permai. Pada permukiman

tersebut diterapkan tata pergaulan dan kehidupan yang Islami. Terdapat masjid,

hotel berkonsep syariah, Islamic center, pondok pesantren, dan sport center.

Misalnya, pada fasilitas sport center penghuni laki-laki dipisahkan dari penghuni

wanita ketika melakukan olahraga. Penerapan program Islami pada tata hidup

dan aktivitas penghuninya dilakukan dengan program harian, pekan, bulanan,

dan tahunan. Sebagai contoh, kaum wanita jika keluar rumah harus mengenakan

jilbab. Program harian di antaranya salat berjamaah di masjid, kajian Alquran,

dan pengajian untuk anak-anak. Program setiap pekan berupa zikir bersama

setiap hari Minggu, buka puasa bersama setiap hari Senin dan Kamis, tarbiyah

(pendidikan), dan salat tahajud bersama tiap akhir pekan. Program bulanan

berupa taushiyah (ceramah) dan zikir akbar. Adapun program tahunan berupa

peringatan hari-hari besar Islam, yakni tahun baru Islam, Nuzulul Quran, Maulid

Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha. Selain itu, terdapat program Ramadhan berupa

buka puasa bersama, salat malam berjamaah, itikaf, dan tausyiah (http://www.

bukitazzikrasentul.com/).

Dalam dunia arsitektur, terdapat banyak teori mengenai rumah tinggal.

Teori arsitektur yang berkaitan dengan rumah tinggal, antara lain Teori Lang

(1987), yaitu teori tentang faktor yang mempengaruhi pola rumah tinggal. Di

dalamnya disebutkan bahwa bentuk pola rumah tinggal dipengaruhi oleh jumlah

penghuni, aktivitas penghuni, tingkat pendapatan penghuni, status rumah, dan

nilai filosofi yang dianut. Rapoport (1969) menyebutkan bahwa dalam desain

rumah tinggal, bentuk rumah tinggal mengikuti adat budaya lingkungan sekitar.

Hal ini berlaku pada semua tempat termasuk pada permukiman Islami yang di

dalamnya

terdapat

langgam

arsitektur

kontekstual.

Rapoport

(1977)

menyebutkan bahwa latar belakang dari seorang manusia menentukan sistem

aktivitas dari manusia tersebut sehingga berpengaruh pada jenis wadah

kegiatannya. Teori perubahan dalam rumah tinggal oleh Lang (1987)

menyebutkan bahwa perubahan dalam kehidupan akan menyebabkan

perubahan pada susunan ruang atau rumah. Menurut Rapoport (1983), bentuk

perubahan lingkungan buatan tidak terjadi langsung secara spontan dan

menyeluruh, tetapi sesuai dengan kedudukan elemen-elemen tersebut dalam

(8)

sistem budaya, yaitu core element (seting yang selalu tetap) dan peripheral

element (seting yang berubah sesuai perkembangan).

Menurut Maslow (2003), kebutuhan manusia menunjukkan hierarki dari

kebutuhan yang paling dasar/pokok hingga kebutuhan tingkat lanjut (advance).

Teori Maslow tersebut menjelaskan hierarki kebutuhan manusia terhadap

pemenuhan hunian. Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini pada

umumnya akan berjenjang lima tahapan, mulai dari 1) Psysiological Needs atau

Survival Needs (Fisiologis), 2) Safety Needs atau Security Needs (Keamanan), 3)

Social Needs (Sosial), 4) Esteem Needs (Penghargaan), dan 5). Self

Actualization Needs (Kebutuhan aktualisasi diri). Kaitan Social Need dengan

manusia sebagai makhluk sosial dalam ajaran Islam adalah interaksi hubungan

hablum minannas, yaitu bahwa pada dasarnya manusia ingin berhubungan

dengan manusia lainnya dan ingin diakui serta diterima sebagai anggota

masyarakat.

Teori Al Faruqi (1999) tentang Seni Islam (Arsitektur Islam) menyatakan

bahwa seni Islam selain sebagai ungkapan keindahan juga merupakan ungkapan

kebenaran dan kebaikan bagi para pemeluknya. Beliau merumuskan bahwa seni

Islam merupakan pandangan tentang keindahan yang muncul dari pandangan

dunia tauhid yang merupakan inti ajaran Islam, yaitu keindahan yang dapat

membawa kesadaran penanggap kepada ide transendensi. Klasifikasi Al Faruqi

(1999) terhadap produk estetis dunia Islam (Produk Seni Islam) yang konsisten

dengan dasar pandangan tauhid adalah (1) seni sastra, (2) seni kaligrafi, (3) seni

dekorasi, (4) arabesque/stilisasi versi Islam, (5) seni suara, meliputi handasah

al-shawt/tilawah Alquran, seni musik, dan seni pertunjukan/performance art, serta

(6) seni ruang (spatial art) meliputi arsitektur, pertamanan (hortikultura &

aquakultura), tata kota (urban planning), dan tata desa (rural planning). Contoh

penggunaan Struktur Arabesk (stilisasi versi Islam) dalam seni ruang di

antaranya (a) struktur multi unit, (b) struktur saling mengunci (interlocking), (c)

struktur berkelok, dan (d) struktur mengembang. Al Faruqi menempatkan

Arsitektur sebagai salah satu bagian dalam seni ruang, yang di dalamnya

terdapat enam karakteristik estetis seni Islam, yaitu abstraksi, struktur modular,

kombinasi suksesif, repetisi, dinamisme, dan kerumitan. Teori-teori tersebut

terwujud dalam fisik rumah tinggal yang sangat beragam, bergantung pada

pemahaman, pemaknaan, dan tingkah laku yang diungkapkan, baik secara

(9)

terbuka maupun tersembunyi. Perlu diketahui bahwa, rumah tinggal muslim

berbeda dengan rumah tinggal nonmuslim karena di dalamnya terdapat aktivitas

beribadah sesuai dengan tuntunan Alquran dan Hadis Rasulullah. Dalam rumah

tinggal muslim, terdapat tempat untuk menghadap Allah SWT, yaitu tempat untuk

salat lima waktu, baik dijalankan sendiri-sendiri maupun berjamaah.

Mayoritas

penduduk

Indonesia

beragama

Islam,

tetapi

dalam

kenyataannya kesadaran untuk mewujudkan rumah Islami masih tergolong

rendah (Nurjayanti, 2010). Hal ini dipengaruhi oleh sekulerisasi pendidikan

arsitektur yang dipengaruhi budaya barat. Perkembangan arsitektur yang

dipelopori oleh bangsa Eropa lebih mementingkan konsep topografi,

pemandangan, arah mata angin, sirkulasi, aksesibilitas, dan pengendalian

kebisingan. Kesemuanya itu menekankan pada tujuan kenyamanan semata atau

kesejahteraan duniawi. Konsep ini tertanam kuat dalam dunia pendidikan

arsitektur di Indonesia. Jika diperhatikan, arsitektur rumah tinggal tradisional lebih

religius dibandingkan rumah tinggal modern. Sebagai contoh, arsitektur rumah

tradisional Jawa dan Bali yang menekankan aspek ketuhanan atau memuat

aspek religius, sementara arsitektur rumah tinggal modern cenderung lebih

mementingkan nilai-nilai fungsional semata. Rumah tinggal tradisional Jawa

sebagai contoh mempunyai ruang senthong tengah sebagai tempat untuk

beribadah dan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali mempunyai tempat

pemujaan (pemerajan) yang terletak di arah timur laut lahan.

Nilai-nilai keislaman pada rumah rumah tinggal yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah nilai berdasar Alquran dan Hadis, khususnya yang berkaitan

dengan aktivitas dalam rumah tinggal. Islam merupakan norma untuk mengatur

semua aktivitas manusia. Adapun arsitektur merupakan ruang/wadah untuk

berlangsungnya aktivitas manusia sehingga dalam Islam ruang tersebut harus

mampu menampung dan mengakomodasi semua aktivitas takwa (halal) dan

tidak mewadahi aktivitas yang haram. Jika ruang tersebut menjadi wadah untuk

aktivitas-aktivitas yang bersifat takwa, ruang tersebut dapat disebut ruang takwa

(Reza, 2004). Ruang takwa ini mewadahi norma-norma absolut yang bersumber

pada Alquran dan Hadis. Agama Islam mengajarkan Alquran dan Hadis sebagai

pedoman hidup dan dasar tolok ukur seseorang atas ketaqwaannya kepada

Allah yang dijabarkan dalam Rukun Iman dan Rukun Islam sebagai landasan

akidah dan sebagai landasan pengamalan. Rukun Iman sebagai dasar keyakinan

(10)

terdiri atas enam keimanan, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat,

iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi/Rasul Allah, iman kepada hati

kiyamat, dan iman kepada takdir Allah. Rukun Islam sebagai dasar pengamalan

terdiri atas lima rukun, yaitu syahadat, salat, puasa, zakat dan haji (Shihab,

1992). Masing-masing harus dikerjakan dan diamalkan sesuai kemampuan

dalam tingkatan pemahaman manusia terhadap Iman, Islam, dan Ihsan. Selain

itu, keduanya pun tercermin dalam nilai-nilai Islami yang tampak secara batiniah

dan lahiriah, yang juga berdampak pada wujud kehidupan individu dan sosial

pada kehidupan dunia sebagai bekal hidup di akhirat.

Prinsip Iman merupakan dasar keyakinan yang fundamental dalam ajaran

Islam. Keyakinan kuat terhadap Allah, yakni keyakinan bahwa Allah itu Maha

Esa, Mahakuasa, Mahakaya, dan Maha segala-galanya, akan menempatkan

manusia pada kedudukan yang sebenar-benarnya yang taat dan patuh serta

berserah diri kepada zat penciptanya, yaitu Allah subhanahuwata’ala. Sikap

berserah diri dan tunduk yang didasari keyakinan penuh inilah yang disebut

Islam. Dengan keimanan yang kuat, kokoh, dan membaja dengan dilandasi oleh

rasa berserah diri sepenuhnya kepada zat pencipta, Allah SWT, manusia akan

merasa bahwa semua tingkah laku, perbuatan, dan ucapannya selalu diawasi

dan dikontrol oleh Allah SWT. Pemahaman tersebut menyebabkan manusia

berhati-hati dalam bertindak, tidak melakukan penyelewengan, ketidakjujuran,

kemunafikan, dan sebagainya karena perbuatan manusia setiap harinya selalu

diketahui Allah dan terekam, serta tercatat oleh malaikat. Semua kegiatan

muslim berlandaskan pada ibadah untuk mencari rida Allah ini disebut Ihsan.

Jadi, ajaran Islam yang pokok adalah Iman, Islam, dan Ihsan.

Dari berbagai uraian sebelumnya, dapat diuraikan tentang State of the Art

mengenai penelitian Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal, sebagaimana

terlihat pada Gambar 1.1 berikut:

(11)

Gambar 1.1: State of the art Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal

Gambaran pentingnya penelitian (urgensi penelitian) terlihat pada Tabel

1.1 yang menunjukkan adanya Theoretical Gap, yaitu bahwa hal yang masih

perlu diteliti adalah penelitian tentang keterkaitan hubungan antara nilai-nilai

keIslaman dan perwujudannya dalam rumah tinggal, serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya sehingga penelitian ini layak dilakukan.

Tabel 1.1: Theoretical Gap

Teori & Konsep

Gap

Empiri

Teori Lang (1987),

Rapoport (1969,1977),

adalah teori arsitektur

yang belum

dikolaborasikan

dengan konsep Islam

khususnya Rumah

Tinggal Islami

Belum ada kasus khusus

yang meneliti keterkaitan

hubungan antara nilai–

nilai keislaman dengan

perwujudannya dalam

rumah tinggal serta

faktor-faktor yang

berpengaruh pada

terwujudnya rumah

tinggal

Penelitian pada kasus di

tiga lokasi yang berbeda

dengan citra Islam, dilihat

dari: waktu mulai

terbangun, nilai historis,

kebudayaan, dan corak

bangunan, menyiratkan

adanya hubungan antara

nilai-nilai keislaman dan

perwujudannya dalam

rumah tinggal

Adapun kerangka pemikiran penelitian Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah

Tinggal terlihat pada Gambar 1.2

STATE OF THE ART NILAI-NILAI KEISLAMAN DALAM RUMAH TINGGAL

Nilai-nilai Keislaman dan perwujuda nnya dalam Rumah Tinggal: Hakekat Rahmatan lil alamin Fungsi rumah tinggal sbg sarana ibadah Aktivitas: hablumminallahh ablumminannas, hablum minal alamin. Zona berkonsep muhrim Ruang-ruang wajib dan ruang sunah Seni tauhid/hias islami ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL ISLAMI: Definisi, Hakekat, Karakter/sifat, Fungsi, Prinsip Islami Aktivitas islami, Zona Islami, Tata Ruang Islami, Estetika islami

TEORI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL:

Lang(1987),Rapoport (1969, 1977), Ronald (2005)

SUSTAINABEL ARSITEKTUR: Hiroshi Kawase (2007) Moughtin (2005

)

Teori ARSITEKTUR ISLAM: Faruqi (1999), (Hakim, 1988) (Mortada, 2003) Noe’man, 2003

ISLAM: Nilai-nilai Alquran +Hadis: Tauhid, Ibadah, Akhlaq, Muamalah, Syari’ah, diamalkan dlm Ibadah Mahdhah &Ghairu Mahdhah

(12)

Gambar 1.2: Kerangka Pikir Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal

1.2. Perumusan Masalah

Konsep yang menjelaskan hubungan antara nilai-nilai keislaman dan

perwujudan ruangnya pada rumah tinggal belum banyak ditemukan sehingga

perlu diteliti lebih mendalam. Diharapkan hasil penelitian nanti dapat digunakan

untuk membangun dan memperkaya konsep perwujudan rumah tinggal islami

dengan mengambil kasus-kasus permukiman yang bercitra Islam. Novelty atau

nilai kebaruan penelitian terletak pada kondisi sekarang, yang di dalamnya

dijumpai:

(13)

a. Isu kebutuhan rumah tinggal bernilai keislaman pada masa kini, yang

disandingkan dengan fenomena yang muncul berupa melemahnya

karakter kehidupan beragama Islam.

b. Kebutuhan untuk mengantisipasi menurunnya kehidupan beragama

Islam, khususnya dalam perwujudan rumah tinggalnya sehingga perlu

dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

terwujudnya rumah tinggal Islami.

c.

Keterkaitan antara teori atau konsep rumah tinggal pada umumnya

belum dikaitkan dengan ajaran agama Islam. Dalam Islam, ilmu tidak

dapat dipisahkan dengan agama sehingga dilakukan penggabungan

antara The Law of God (prinsip berdasar hukum Allah, yaitu Nilai-nilai

keislaman, yang tercantum dalam Al-Qur’an), dan The Law of Nature

(prinsip berdasar hukum alam dan teori hasil olah pikir manusia)

sebagai teori pendukung.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pada kompleksitas persoalan yang telah dijabarkan

sebelumnya, maka pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini akan menjadi

fokus selanjutnya.

a. Apakah terdapat nilai-nilai keislaman dalam rumah tinggal dan bagaimana

perwujudan ruangnya pada rumah tinggal di Kampung Kauman Kudus,

Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman

DIY?

b. Mengapa wujud fisik rumahnya demikian dan faktor-faktor apa saja yang

berpengaruh pada perwujudan ruang dalam rumah tinggalnya?

c. Bagaimana rumusan konsep rumah tinggal Islami berdasar Alquran dan

Hadis?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Menelusuri dan mencari adanya nilai-nilai keislaman yang berwujud

aktivitas islami dalam rumah tinggal dan perwujudan ruangnya pada

rumah tinggal di Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan

Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman DIY.

(14)

b. Mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perwujudan ruang

dalam rumah tinggal di Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman

Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Sleman DIY.

c. Menelusuri dan merumuskan konsep rumah tinggal islami berdasar

Alquran dan Hadis.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat bagi ilmu pengetahuan: memperkaya teori tentang arsitektur

rumah tinggal islami secara khusus, dan arsitektur Islam secara umum.

b. Manfaat bagi Desainer: memberi masukan bagi arsitek Indonesia tentang

konsep nilai-nilai keislaman pada rumah tinggal.

c. Manfaat bagi Masyarakat: memberi masukan kepada masyarakat tentang

landasan desain rumah tinggal berkonsep islami.

1.6. Lingkup Penelitian

Berdasarkan skala kompetensi atau tingkatan dalam analisis, penelitian

dalam bidang arsitektur (Snyder, 1984) terbagi atas tiga klasifikasi, yaitu (1)

mikro: bangunan; (2) messo: komplek bangunan; dan (3) makro: kota.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, fokus penelitian ini berada pada lingkup mikro,

yaitu pada studi bangunan rumah tinggal terkait nilai-nilai keislaman dan

perwujudannya. Bidang keilmuan terkait bidang arsitektur dapat dilihat pada

Tabel 1.2

Tabel 1.2: Bidang Keilmuan terkait bidang arsitektur

No

Uraian

Bidang Keilmuan terkait bidang arsitektur

1

Bidang Ilmu

Perumahan dan Permukiman

2

Kompetensi

Arsitektur Rumah Tinggal Islami

3

Area keilmuan

Arsitektur Islam (Arsitektur yang berpedoman pada

Nilai-nilai dalam Alquran dan Hadis)

(15)

1.7. Keaslian Penelitian

Disertasi yang terkait dengan arsitektur bernilai Islam adalah disertasi

Utaberta (2009), dari Fakulti Alam Bina, Universiti Teknologi Malaysia (UTM),

dengan judul “Pemikiran Senibina Islam Moden di Nusantara pada abad ke 20”.

Desertasi ini memiliki tujuan mendokumentasi dan menganalisis berbagai ide,

falsafah, serta pemikiran tentang senibina Islam (arsitektur Islam) yang terwujud

pada zaman modern, abad ke 20 di Nusantara, dengan fokus pada

perkembangan Arsitektur Islam di Indonesia dan Malaysia. Dalam hasil

kajiannya ditemukan bahwa sebagian besar pemikiran senibina Islam (arsitektur

Islam) era modern di Malaysia dan Indonesia mengambil pedoman dan panduan

dari pemikiran di dunia, yaitu pendekatan klasik-sejarah, deskipsi-fisikal,

metafisikal-ekspresionisme, hukum-syariat dan regionalisme-kawasan. Terdapat

dua pemikiran dari dua orang tokoh di Malaysia yang menganjurkan pemikiran

modern-kontekstual dan konservasi yang tidak terdapat dalam model pemikiran

dunia modern abad 20. Disertasi tersebut meneliti pemikiran arsitektur Islam di

Nusantara dalam lingkup makro, sedangkan disertasi yang tengah ditulis ini

meneliti rumah tinggal yang bersifat Islam dalam lingkup mikro.

Penelitian yang telah dipublikasikan pada jurnal terkait arsitektur rumah

tinggal dilihat dari sudut pandang nilai-nilai Islam antara lain:

1. Penelitian Azizah, dkk., (2012), yang mengkaji proses dan pola interaksi

sosial, serta tata ruang pada rumah tinggal keturunan Arab di kelurahan

Pasar Kliwon Surakarta. Penelitian ini menemukan bahwa pola interaksi

sosial berpengaruh pada perwujudan manifestasi hijab.

2. Studi literatur yang dilakukan Reza (2012) tentang Sunah Space,

menunjukkan bahwa dalam dunia desain arsitektur, aktivitas penghuni

dianggap sama, baik penghuni yang Islam maupun nonIslam. Adapun

kondisi di lapangan, aktivitas penghuni Islam yang mempunyai sifat takwa

berbeda dengan aktivitas nonIslam. Dengan demikian, menurut disiplin ilmu

arsitektur, misalnya sebuah rumah tinggal sudah memenuhi persyaratan fisik

maupun non fisik berupa zoning ruang dan persyaratan kebutuhan ruang

yang ideal, pada kenyataannya penghuni yang bertakwa masih merasa tidak

nyaman karena tidak dapat mengamalkan sunah Nabi semaksimal mungkin.

Beberapa sunah space yang ditemukan, antara lain orientasi kiblat,

(16)

suci-najis, muhrim, tamzis, balig, gender, ruang orang tua, kawasan haram, dan

kawasan wakaf.

3. Penelitian Mappaturi (2012) tentang pagar hunian sebagai citra, estetika,

atau simbol permusuhan terhadap lingkungan sekitar, dikaitkan dengan

perintah Islam untuk memuliakan tetangga, yaitu menjaga hablumminannas

dengan tetangga. Kesimpulan penelitian tersebut adalah bahwa dalam

mendesain pagar hunian yang bersifat semi transparan, sebaiknya memberi

kesan terbuka serta pengaruh baik pada rasa persaudaraan dan interaksi

dengan tetangga.

4. Penelitian Triyosoputri dan Etikawati (2012) mengkaji tentang peranan dan

pengaruh nilai Islam pada rumah tinggal di Malang. Penelitian ini mempunyai

fokus kajian pada elemen pembatas ruang publik dan ruang privat.

Temuannya berupa adanya pembatas antara ruang publik dan ruang privat

yang bersifat permanen dan nonpermanen.

5. Penelitian literatur oleh Nurjayanti (2004) tentang “Aplikasi Konsep Islam

pada Rumah Tinggal” merekomendasikan konsep ruang dalam/interior,

konsep ruang luar, dan bentuk bangunan. Pada pola rumah tinggal islami,

terdapat fungsi mushala sebagai tempat salat sekeluarga, terdapat

pemisahan yang jelas antara publik dan privat, adanya perlindungan

terhadap wanita dengan ruang berhijab, serta rumah estetis dan bersih dari

najis.

6. Penelitian literatur oleh Ikhwanuddin (2004) tentang “Interpretasi Tekstual

Konsep Ruang dalam Islam”, menyatakan bahwa nilai ruang dalam Islam

selalu dikaitkan dengan fungsi ruang, aktivitas yang dilakukan di dalamnya,

dan pelakunya. Pelaku dalam hal ini sangat mempertimbangkan faktor

gender: seluruhnya pria, seluruhnya wanita, atau campuran keduanya.

7. Penlitian literatur oleh Nashrah dan Arsyad (2010) tentang “Penerapan

Konsep Arsitektur Islami sebagai Alternatif dalam Perencanaan dan

Perancangan Rumah Tinggal” menunjukkan adanya konsep peruangan pada

rumah tinggal islami yang di antaranya juga mengacu pada tulisan Nurjayanti

(2004).

8. Publikasi oleh Sukawi (2010) berjudul “Wujud Arsitektur Islam pada Rumah

Tradisional Kampung Kulitan Semarang” menunjukkan adanya akulturasi

budaya yang disebabkan oleh Islam. Hal ini terlihat dari bentuk bukaan

(17)

fasade berupa tiga pintu yang melambangkan Islam, Iman, dan Ihsan.

Terdapat ornamen bentuk lubang angin berupa hiasan geometris dan floris

yang sesuai dengan ajaran Islam, serta bentuk denah dengan pembagian

zona yang jelas antara publik, semi publik, dan privat.

9. Publikasi oleh Burhanuddin (2010), yang berjudul “Konsep Teritori dan

Privasi sebagai Landasan Perancangan dalam Islam”. Penelitian tersebut

menerangkan bahwa konsep teritori dan privasi yang dewasa ini sudah

jarang kita jumpai dalam suatu rumah tangga, sangat dipengaruhi oleh

kondisi era modern. Konsep teritori terlhat pada batas-batas berkunjung

(bertamu) bagi tamu yang tidak mempunyai hubungan keluarga (bukan

muhrimnya). Desain rumah tinggal sangat menpengaruhi penerapan

batas-batas teritori dan privasi, misalnya seorang tamu dapat melihat langsung ke

dalam ruang keluarga pada saat berkunjung. Tatanan berperilaku dalam

kesehariannya terkadang terabaikan oleh kebiasaan-kebiasaan yang ada.

Hal ini seharusnya dikontrol dengan kaidah dan norma-norma yang

terkandung dalam ajaran Islam.

Keseluruhan penelitian/publikasi tersebut berkaitan dengan tema

Disertasi penulis dalam konteks yang berbeda. Dengan demikian, pembahasan

mengenai nilai-nilai keislaman pada rumah tinggal dengan menggunakan studi

pada tiga lokasi, yaitu Permukiman di Kampung Kauman Kudus, Permukiman di

Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3 Yogyakarta,

belum dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, judul penelitian pada Desertasi ini

original, yaitu “Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal, Studi Kasus:

Kampung Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim

Darussalam 3, Sleman, Yogyakarta. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan

“nilai-nilai keislaman’ dalam rumah tinggal adalah prinsip penting yang bersifat Islam,

berdasar ayat Alquran dan Hadis, yang mendasari terwujudnya ruang pada

rumah tinggal.

Sub judul dari penelitian ini adalah studi kasus, yaitu pada Kampung

Kauman Kudus, Kampung Kauman Solo, dan Perumahan Muslim Darussalam 3

Sleman Yogyakarta. Ketiga lokasi tersebut dipilih berdasarkan kekuatan historis

keislaman dan perbedaan waktu terbangunnya permukiman, mulai dari awal

masuknya Islam di Jawa hingga sekarang.

(18)

Peneltian ini membahas keterkaitan antara keyakinan dengan arsitektur.

Keyakinan dalam hal ini adalah kepercayaan dan keimanan seseorang yang

beragama Islam (muslim) yang berpedoman pada Alquran dan Hadis, yang di

dalamnya mengandung nilai-nilai keislaman. Untuk menjadi seorang Islam,

diwajibkan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, serta mengamalkan rukun

Islam dan rukun Iman. Rukun Islam yang dimaksud adalah syahadat, salat,

zakat, puasa, dan haji. Pelaksanaan rukun Islam tersebut disertai dengan

mengamalkan semua ajaran Islam dan menjauhi laranganNya.

Nilai-nilai keislaman yang dimaksud dibatasi pada arahan Alquran dan

Hadis tentang aktivitas yang berkaitan dengan rumah tinggal, sedangkan ruang

adalah wadah dari semua aktivitas tersebut. Keyakinan akan ajaran Alquran dan

Hadis menimbulkan pemahaman mengenai nilai-nilai Islam yang diwujudkan

dalam perilaku sehari-hari berupa kegiatan. Kegiatan dalam rumah tinggal ini

memerlukan pewadahan berupa ruang-ruang yang berfungsi sesuai kegiatan

tersebut. Kegiatan yang bersifat Islam menjadikan ruang yang terbentuk bernilai

islami. Pembahasan tentang ruang yang bersifat islami ini berkaitan dengan

dunia arsitektur, yaitu arsitektur yang bersifat Islam yang diterapkan pada rumah

tinggal

Pengertian subjudul tersebut adalah bahwa dengan pendekatan studi

kasus dilakukan dengan meneliti 3 lokus amatan penelitian yang dianggap

mewakili zaman permulaan ketika Islam memasuki tanah Jawa sampai dengan

sekarang. Islam sudah memasuki tanah Jawa sejak abad 7—13 (Suryanegara,

2007). Lokus pertama yang dipilih adalah Kampung Kauman Kudus. Kota Kudus

ini termasuk kota awal terbentuknya masyarkat Islam yang dipimpin oleh Sunan

Kudus. Beliau mendirikan Masjid Menara Kudus dan dari situ berkembanglah

permukiman Islam di sekitar Masjid tersebut yang sekarang dengan Kampung

Kauman Kudus sebagai kasus pertama. Lokus ini mewakili permukiman yang

dibangun pada era awal Islam di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Adapun

Kampung Kauman Solo merupakan kampung yang terletak di Kelurahan

Kauman, berlokasi di dekat Masjid Agung Solo (Surakarta), yang dianggap

mewakili era pertengahan (mulai abad 18—19), yaitu rumah tinggal di Kampung

Kauman Solo, sebagai kasus kedua. Lokus ketiga adalah Perumahan Muslim

Darussalam 3 Sleman, Yogyakarta yang merupakan perumahan yang dibangun

(19)

oleh developer dengan menggunakan citra muslim dan dianggap mewakili era

sekarang, dibangun mulai tahun 2006.

Orisinalitas penelitian terkait metode penelitian studi kasus menunjukkan

bahwa desertasi di bidang arsitektur yang telah menggunakan metoda studi

kasus belum banyak dilakukan sebelumnya. Ada beberapa penelitian studi

Disertasi S3 dan Thesis S2 yang berasal dari bidang ilmu arsitektur maupun

yang bukan dari bidang ilmu arsitektur, antara lain:

(1). Penelitian Disertasi (Ph.D dari University of London, tahun 2000), berjudul:

Residential Land Developers’ Behaviour in Jabotabek, Indonesia yang diteliti oleh

Winarso. Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus yang

merupakan penelitian eksplorasi tentang perilaku developer di Jabodetabek.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa harga tanah lebih dominan daripada jarak

rumah ke pusat kota atau tempat kerja. Studi kasus di dalamnya digunakan

sebagai metoda untuk problem solving.

(2). Penelitian Disertasi (Dr. bidang ilmu manajemen UGM, tahun 2012) berjudul

“Studi Eksplorasi tentang Keselarasan Strategi Teknologi Informasi dan Strategi

Bisnis” diteliti oleh Wahyuni. Penelitian ini menggunakan metoda studi kasus,

berupa kasus jamak dengan paradigma kualitatif-interpretivis.

(3) Penelitian Disertasi (Dr. bidang ilmu Geografi UGM, tahun 2011) berjudul

“Perubahan Pola Spasial Pergerakan Penduduk dan Lokasi Pelayanan Ekonomi

yang Tersubstitusi oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi (Studi Kasus:

Perkotaan Yogyakarta)”. Penelitian ini ditulis oleh Rachmawati, menggunakan

metoda studi kasus, berupa kasus tunggal.

(4) Penelitian Thesis S2 Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah

UGM (2010) berjudul “Strategi Bermukim Buruh Migran Industri, Studi Kasus

Buruh Migran Industri di Kecamatan Klari Kabupaten Karawang” oleh Hutomo,

merupakan penelitian eksplanatoris dengan metode studi kasus, berupa kasus

jamak.

Penelitian tersebut diatas menggunakan metoda studi kasus, namun

berbeda dengan penelitian penulis yang berupa penelitian studi kasus

eksploratoris, dengan paradigma postpositivistik dimana data penelitian diambil

dengan berlandaskan teori dan empiri. Dalam hal jumlah kasus peneliti

menggunakan kasus jamak pada permukiman berlatar belakang muslim.

Gambar

Gambar 1.1: State of  the art Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal
Gambar 1.2: Kerangka Pikir Nilai-nilai Keislaman dalam Rumah Tinggal
Tabel 1.2: Bidang Keilmuan terkait bidang arsitektur  No  Uraian  Bidang Keilmuan terkait bidang arsitektur  1  Bidang Ilmu   Perumahan dan Permukiman

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Kelautan Perikanan Kementerian Pendidikan..

Tingkat Pengangguran Terbuka pada Februari 2017 sebesar 4,15 persen yang berarti dari 100 penduduk angkatan kerja terdapat sekitar 4 orang penganggur.. Jika dibandingkan

i Berikut ini adalah Informasi Keuangan PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (“Entitas Induk”), yang terdiri dari laporan posisi keuangan Entitas Induk tanggal 31

Dari uji statistik diperoleh ada hubungan sanksi dengan kinerja bidan dalam pengisian partograf pada ibu bersalin di Puskesmas Jekulo (p=0,022 < α=0,05).Kebanyakan responden

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

7) Kepada Masyarakat Kelurahan Tegal Sari Mandala II Medan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner sehingga skripsi ini bisa selesai. 8) Kepada

Pada media perlakuan selain kontrol (PDA) pertumbuhan miselium tidak dapat tumbuh radial karena pada media perlakuan alternatif (bekatul padi, jagung dan kulit ari biji