• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum Wilayah Penelitian"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Lokasi Penelitian

Provinsi Banten sebagai provinsi yang ke-30 di Indonesia, dibentuk dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2000 Tanggal 17 Oktober 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten dengan salah satu wilayahnya adalah Kabupaten Serang. Berdasarkan UU RI Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 8.651,20 km2 .

Kabupaten Serang merupakan Ibu Kota Provinsi Banten yang terdiri atas 28 kecamatan yaitu Anyar, Bandung, Baros, Binuang, Bojonegara, Carenang, Cikande, Cikeusal, Cinangka, Ciomas, Ciruas, Gunungsari, Jawilan, Kibin, Kopo, Kragilan, Kramatwatu, Mancak, Pabuaran, Padarincang, Pamarayan, Petir, Pontang, Pulo Ampel, Tanara, Tirtayasa, Tunjung Teja, dan Warungin Kurung.

Secara geografis wilayah Kabupaten Serang terletak diantara 5°50' - 6°21' Lintang Selatan dan 105°7' 106°22' Bujur Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Serang berupa dataran rendah. Batas-batas wilayah administrasi Kabupaten Serang adalah: Sebelah Utara: Laut Jawa, Sebelah Timur: Kabupaten Tangerang, Sebelah Selatan: Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, dan Sebelah Barat: Kotamadya Serang dan Selat Sunda.

Penelitian ini meliputi Wilayah Kecamatan Pontang yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Kecamatan Pontang yang berada di Kabupaten Serang, Provinsi Banten memiliki batas administrasi wilayah yakni: Sebelah Utara berbatasan Laut Jawa, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciruas, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kasemen, dan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tirtayasa.

Lokasi program penyuluhan pertanian Kecamatan Pontang terdiri dari 15 desa dan 111 kelompok tani dan 14 kelompok tani perikanan. Rincian nama desa, jumlah RT/RW, jumlah kelompok tani, dan nama gapoktan di Kecamatan Pontang dapat dilihat pada Tabel 6.

(2)

Tabel 6. Nama desa, jumlah RT/RW, jumlah kelompok tani (poktan), dan nama gabungan kelompok tani (gapoktan) di Kecamatan Pontang

No. Nama Desa Jumlah Nama Gapoktan

RT RW Poktan

1. Kencana Harapan 10 3 9 Subur Makmur

2. Singarajan 10 4 5 Harapan Makmur

3. Lebak Wangi 10 2 8 Karya Tani

4. Pulokencana 12 3 9 Banyu Mukti

5. Sukanegara 16 3 11 Kencana Tani

6. Linduk 16 3 11 Tani Makmur

7. Sukajaya 8 3 11 Jaya Sentosa

8. Kelapian 18 4 4 Tani Sejahtera

9. Pegandikan 12 3 8 Sri Maju

10. Keserangan 10 5 5 Suka Maju

11. Lebak Kepuh 8 3 7 Sri Mulya

12. Kubang Puji 20 5 13 Agustina

13. Pontang 13 4 6 Sumber Tani

14. Wanayasa 6 2 4 Tani Lestari

15. Domas 12 2 - Mina Sejahtera

Sumber: BPP Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, 2011

Topografi Wilayah

Lahan di Kecamatan Pontang memiliki tingkat keasaman tanah (pH) agak asam antara 5,5 – 5,9 dengan kemiringan tanahnya sebesar 8 persen. Struktur tanahnya adalah kasar, sedang dan halus dan keadaan drainase dalam kondisi sedang. Tipe iklim dikategorikan E.3 dengan curah hujan bulan basah dan bulan kering antara 3-6 bulan. Luas lahan menurut pola penggunaannya disajikan dalam Tabel 7.

(3)

Tabel 7. Pola penggunaan lahan di Kecamatan Pontang

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Lahan sawah 4.868 91,4

Lahan pekarangan dan pemukiman 368 6,9

Lahan tegal/kebun 63 1,2

Kolam 6 0,1

Lahan lain-lain 19 0,4

Total 5.324 100

Sumber: BPP Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, 2011

Wilayah Kecamatan Pontang didominasi oleh lahan sawah sebesar 91,4 persen. Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang biasa ditanami padi sawah tanpa memandang darimana diperolehnya status tanah tersebut. Lahan sawah merupakan penghasil utama beras. Petani di Kecamatan Pontang memanfaatkan lahannya untuk ditanami padi tiap tahunnya tanpa dilakukan pergantian tanaman.Pengairan sawah yang dilakukan petani umumnya masih menggunakan sistem pengairan tergenang, yang hanya sesekali disusutkan airnya, yaitu apabila akan melakukan pemupukan atau penyemprotan. Upaya penanggulangan hama dan penyakit tanaman hampir seluruhnya dilakukan secara kimia yaitu dengan melakukan penyemprotan.

Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Pontang berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur berdasarkan data statistik hasil sensus penduduk tahun 2010 berjumlah 56.456 orang yang terdiri dari 27.569 laki-laki dan 28.887 perempuan. Sebagian besar (61 persen) mata pencaharian penduduk di Kecamatan Pontang adalah petani. Mayoritas masyarakat menggantungkan hidupnya dari kegiatan pertanian. sebagian besar diantara mereka membudidayakan padi sawah. Selain itu, terdapat mereka yang membudidayakan tanaman palawija seperti kacang tanah dan umbi-umbian, serta tanaman hortikultura seperti mentimun dan kacang panjang. Sebaran jumlah penduduk menurut mata pencahariannya disajikan pada Tabel 8.

(4)

Tabel 8. Sebaran penduduk berdasarkan mata pencaharian

Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 9.673 61,0

Nelayan 446 3,0

Pedagang 2.537 16,0

Buruh 1.589 10,0

Petukang 719 4,5

Pegawai Negeri Sipil 397 2,5

TNI/POLRI 61 0,5

Karyawan 147 1,0

Jasa 246 1,5

Total 15.815 100,0

Sumber: BPP Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, 2011

Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak tamat SD 16.734 42,3

Tingkat pendidikan SD 13.127 33,2

Tingkat pendidikan SLTP 7.149 18,0

Tingkat pendidikan SLTA 2.170 5,5

Tingkat pendidikan D1 36 0,1

Tingkat pendidikan D2 71 0,2

Tingkat pendidikan D3 90 0,2

Tingkat pendidikan S1 193 0,5

Total 39.570 100,0

Sumber: BPP Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, 2011

Data sebaran penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Pontang tidak tamat SD yakni 42,3 persen dan berpendidikan SD 33,2 persen. Fakta ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat Serang untuk meningkatkan taraf pendidikannya. Dengan

(5)

demikian, pelaksanaan program pemerintah yakni Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dalam rangka mewujudkan pemerataan pendidikan dasar di Wilayah Kabupaten Serang saat ini dirasakan cukup berat.

Sarana dan Prasarana Pertanian

Keadaan jalan di Kecamatan Pontang terdiri dari jalan provinsi sepanjang 26 km, jalan kabupaten sepanjang 1 km, jalan desa (aspal) sepanjang 17 km, dan jalan batu sepanjang 1 km. Sarana dan prasarana yang mendukung usahatani dijelaskan dalam sebaran jumlah alat dan mesin pertanian yang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran jumlah alat dan mesin pertanian

Jenis Alat Jumlah (buah)

Pompa air 73 Hand traktor 117 Lantai jemur 92 Hand sprayer 382 Emposan tikus 45 Cangkul 7.235 Bajak 156 Garu 182 Caplak 700 Landak 851 Sabit 10.412

Sumber: BPP Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, 2011

Sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan Pontang diharapkan dapat membantu kegiatan usahatani petani. Jika melihat data pada Tabel 10 maka dapat terlihat bahwa alat dan mesin pertanian yang digunakan di Kecamatan Pontang masih sederhana. Petani masih menggunakan alat dan mesin yang masih tradisional. Jumlahnya pun belum memadai jika dilihat dari perbandingan jumlah petani di kecamatan Pontang yang berjumlah 9.673 orang. Mekanisasi pertanian sesungguhnya dapat meningkatkan produktivitas pertanian melalui pengolahan lahan yang lebih baik, mengurangi kehilangan hasil serta meningkatkan ketepatan

(6)

waktu dalam aktivitas pertanian. Selama musim tanam dan musim panen, permintaan tenaga kerja adalah sangat besar. Dengan menggunakan alat dan mesin pertanian yang lebih baik maka pekerjaan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tenaga kerja manusia pun dapat dialokasikan untuk pekerjaan lain. Oleh karena itu, diharapkan ke depannya terdapat perbaikan alat dan mesin pertanian sehingga membantu mensejahterakan petani.

Kelembagaan Penunjang

Kelembagaan yang menunjang pembangunan pertanian di Kecamatan Pontang terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Kelembagaan penunjang kelembagaan pertanian

Jenis Lembaga Jumlah (buah)

Koperasi Unit Desa (KUD) 1

Kios sarana produksi pertanian 14

Balai Penyuluhan Pertanian 1

BRI Unit Desa 1

BPR kecamatan 1

Posyandu 60

Pos Keluarga Berencana 15

Kelompok Capir 1

Pasar 2

Sumber: BPP Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, 2011

Kelembagaan penunjang pertanian yang terkait secara langsung dengan kegiatan usahatani petani adalah kios sarana produksi pertanian. Sarana produksi pertanian (saprotan) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mendukung perkembangan atau kemajuan pertanian terutama untuk mencapai tujuan terciptanya ketahanan pangan. Toko/kios saprotan merupakan lembaga yang sangat penting yang berhubungan langsung dengan petani dalam hal penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan). Keberadaan kios saprotan di Kecamatan Pontang secara umum mudah diakses oleh petani.

(7)

Prospek Pasar

Prospek pasar di Kecamatan Pontang dapat dikatakan cukup baik. Tabel 12 berikut adalah segmen pasar di Kecamatan Pontang.

Tabel 12. Segmen pasar di Kecamatan Pontang No. Komoditas Jumlah Produksi

(Ton)

Persentase Pasar Di Lokasi Luar lokasi

1. Komoditas Tanaman Pangan 1. Padi sawah 2. Jagung 3. Kacang hijau 4. Kacang panjang 5. Ubi kayu 6. Lombok 7. Terong 8. Ketimun 9. Sawi 17.703,5 40,15 6,61 430,16 31,2 87,36 38,85 314,88 31,08 45 80 100 75 100 60 80 80 90 55 20 - 25 - 40 20 20 10 2. Komoditas Peternakan 1. Daging kambing 2. Daging ayam pedaging

3. Daging ayam buras 4. Daging bebek 5. Daging itik/telur 6. Daging entog 35,64 15,6 24,45 3,3 27,6 1,9 90 80 40 60 20 90 10 20 60 40 80 10 3. Komoditas Perkebunan 17.800 10 10

Sumber: BPP Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, 2011

Komoditas tanaman pangan yang menjadi unggulan Kecamatan Pontang adalah padi sawah dengan penjualannya lebih banyak dipasarkan di luar lokasi Kecamatan Pontang. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Serang adalah padi, sedangkan untuk komoditas peternakan, daging kambing memiliki jumlah produksi cukup besar dibandingkan ternak lainnya. Namun, saat ini sedang dikembangkan produksi daging itik sesuai dengan program pemberdayaan di tiga desa di Kecamatan Pontang yakni Desa Pulokencana, Desa Singarajan, dan Desa Lebak Kepuh yang berusaha mengembangkan jumlah 100.000 ekor itik pada tahun 2015.

(8)

Kondisi Penyuluh Pertanian Lapangan di Kecamatan Pontang

Jumlah PPL yang bertugas di Kecamatan Pontang sebanyak 8 orang dengan rincian seperti terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nama, tingkat pendidikan/tahun lulus, mulai bekerja, status dan jabatan PLL di Kecamatan Pontang

No. Nama Tingkat Pendidikan/Tahun Lulus Mulai Bekerja Status Jabatan 1. Lukman Hakim SPMA/ 1983 Nopember 1986 Penata/III C Kepala BPP

2. Yonan SPMA/1986 April 2006 Pengatur

Muda/II B

PPL

3. Sudirman SPMA/1995 Januari 2007 Pengatur Muda/II A POPT 4. Hanip S1/2006 Maret 2007 THL-TBPP PPL 5. Herawati S1/2006 Maret 2008 THL-TBPP PPL 6. Heri M. Lubis S1/2000 Maret 2009 THL-TBPP PPL 7. Ahmad Kusyanto S1/2005 Maret 2008 THL-TBPP PPL 8. Ruhiyat Faturohim SPMA/2007 Maret 2009 THL-TBPP PPL

Keterangan: THL-TBPP: Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian POPT : Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan

Salah satu fokus Program RPP adalah peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh. Jumlah desa/kelurahan di seluruh Indonesia pada tahun 2008 sebanyak 69.929 desa/kelurahan, sementara jumlah penyuluh pertanian yang tersedia hanya 30.502 orang (PNS: 28.879 dan tenaga honorer: 1.623), sehingga masih dibutuhkan kurang lebih 40.000 orang tenaga penyuluh pertanian. Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan tersebut, Kementerian Pertanian mulai tahun 2007 membuat kebijakan merekrut THL-TBPP sebanyak 6.000 yang ditempatkan di desa/kelurahan dalam wilayah kabupaten/kota di seluruh Indonesia sesuai dengan daerah asal yang bersangkutan.

Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 setiap desa harus mempunyai penyuluh pertanian paling tidak satu orang penyuluh. Jika mengamati proporsi penyuluh di Kecamatan Pontang maka dapat disimpulkan sangat jauh dari ideal. Jumlah desa di Kecamatan Pontang adalah 15 buah, sedangkan jumlah PPL yang ada di BPP

(9)

Kecamatan Pontang sebanyak delapan orang sehingga satu PPL menangani dua desa binaan. PPL di Kecamatan Pontang yang berstatus PNS sebanyak tiga orang sedangkan yang berstatus THL-TBPP sebanyak lima orang. Dengan demikian, penyuluh THL-TBPP memiliki peran yang penting dan sangat strategis untuk mendukung program-program pertanian yang ada di Kecamatan Pontang.

Berdasarkan informasi kepala BPP Kecamatan Pontang, keberadaan THL-TBPP di wilayah tersebut memang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi petani maupun kelompok tani dan dipandang sangat membantu penyuluh PNS selaku mitra kerjanya. Jumlah mereka yang melebihi PPL PNS di Kecamatan Pontang membuktikan bahwa kehadiran mereka sangat dibutuhkan dalam membantu kegiatan penyuluhan pertanian. Hal ini sesuai dengan tugas pokok THL-TBPP yakni membantu PPL PNS sesuai dengan programa penyuluhan kecamatan.

THL-TBPP merupakan pelaksanaan langsung dari kebijakan RPPK, UU SP3K dan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian dari Kementrian pertanian. THL-TBPP pertama kali direkrut pada tahun 2007 sebanyak 5.606 orang yang terutama dimaksudkan untuk memperkuat dukungan bagi kesuksesan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Program ini dianggap sukses dan pada tahun berikutnya (2008) Pemerintah kembali merekrut THL-TBPP baru sebanyak 9.559 orang. Pada tahun kedua perekrutan ini THL-TBPP mulai dilibatkan/terlibat baik langsung maupun tak langsung dalam program-program Kementan seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3), Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Desa Mandiri Pangan, Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) serta program-program lainnya. Mulai tahun kedua ini banyak daerah mulai berani memberikan mandat kewenangan yang sama antara Penyuluh Pertanian PNS dan THL TBPP dalam dalam wilayah binaan. Hasil evaluasi BPSDMP Kementan terhadap performa dan kinerja THL-TBPP hingga tahun kedua memberikan catatan memuaskan, sehingga pada tahun 2009 kembali direkrut THL-TBPP baru sebanyak 9.990 orang. Hingga saat ini keberadaan dan kiprah THL-TBPP tidak lagi sebatas hanya menjadi tenaga bantu Penyuluh Pertanian, tetapi lebih dari itu mereka telah mampu membangun dinamika baru secara nyata untuk

(10)

bersama-sama Penyuluh Pertanian PNS menjadi ujung tombak kesuksesan program-program pertanian di wilayah kerja masing-masing.

Selain dibantu oleh THL-TBPP, dalam praktek kegiatan penyuluhan idealnya penyuluh pertanian PNS dibantu juga oleh penyuluh pertanian swadaya dan/atau penyuluh pertanian swasta. Berdasarkan peraturan menteri pertanian No. 61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang pedoman pembinaan penyuluh pertanian swadaya dan penyuluh pertanian swasta, syarat-sayarat penyuluh pertanian swadaya adalah: (1) Memiliki dan atau mengelola usaha di bidang pertanian yang berhasil dan dapat dicontoh oleh masyarakat di sekitarnya, (2) Mempunyai sifat kepemimpinan dan menjadi teladan bagi pelaku utama dan pelaku usaha.

Menurut Mardikanto (2007), meskipun dalam pasal 20 UU No. 16 Tahun 2006 dinyatakan bahwa tenaga penyuluh pertanian terdiri dari: penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya, tetapi tidak ada satu pasal/ayat yang menyebutkan upaya pemerintah untuk mengembangkan kegiatan penyuluh swasta dan swadaya. Pada pasal 21 (2) pemerintah hanya sekedar memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh swasta dan swadaya. Demikian juga, pada pasal 33 (5), pembiayaan kegiatan penyuluh swasta dan swadaya hanya dapat dibantu oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, walaupun keberadaan penyuluh swadaya ini sangat dibutuhkan oleh petani dan PPL namun tidak semua desa di Kecamatan Pontang dapat merasakan manfaatnya. Keberadaannya yang terbatas hanya di desa binaan FEATI seperti di Desa Pulokencana tidak dapat dinikmati petani di Desa Sukanegara. Program FEATI yang hanya diterapkan di beberapa desa saja memang cukup membantu petani namun terjadi ketimpangan yang cukup besar dengan desa lainnya.

Kegiatan Penyuluhan Pertanian di Kecamatan Pontang

Lokasi program penyuluhan pertanian di Kecamatan Pontang terdiri dari 15 desa 111 kelompok tani dan 14 kelompok tani perikanan. Sumber biaya dalam melaksanakan program penyuluhan pertanian di tingkat Kecamatan Pontang terdiri dari: APBD, APBD 1, APBD 2, swadaya pertanian/nelayan dan dari pihak swasta yang mendukung berjalannya program ini.

(11)

Permasalahan yang ada di Kecamatan Pontang dalam komoditi tanaman pangan adalah: (1) belum semua petani melaksanakan tanam padi dengan sistem jajar legowo; (2) belum semua petani menggunakan pupuk organik sebagai alternatif peningkatan produksi dan atas kelangkaan pupuk anorganik/kimia; dan (3) belum dilakukannya pola pergantian tanam padi ke selain padi dalam 1 tahun.

Masalah sosial kelompok tani yang ada di Kecamatan Pontang adalah: (1) belum semua kelompok melaksanakan penyusunan rencana definitif kelompok tani (RDK dan RDKK) dengan baik; (2) belum semua kelompok dapat menghadirkan para anggotanya pada saat pertemuan di kelompoknya dengan baik, dan (3) belum semua kelompok melaksanakan kesepakatan dan aturan yang ditaati oleh anggotanya dengan baik.

Program kegiatan penyuluhan pertanian di UPT BPP Kecamatan Pontang pada tahun 2011 terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Program kegiatan penyuluhan pertanian di UPT BPP Kecamatan Pontang tahun 2011

No. Kegiatan Ouput Metode Sasaran (orang) Volume Frekuensi Unit 1. Percontohan langsung (SL-PTT) Penerapan teknologi PTT jajar legowo Dem farm 750 540 kali/tahun 2. Pemberdayaan Petani (FEATI/P3TIP) Perubahan P, S, K Ceramah, diskusi, praktek 120 72 kali/tahun 3. Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Pengembangan modal kelompok LAKU 560 1 musim tanam 4. Pemasyarakatan pupuk organik

Perubahan P, S, K Praktek 560 1 musim tanam 5. Pemasyarakatan

pesitisida nabati

Perubahan P, S, K Praktek 560 1 musim tanam 6. Peningkatan penggunaan benih unggul Perubahan P, S, K Dem farm 198 18 kali/tahun 7. Peningkatan mutu pasca panen Mengurangi kehilangan hasil Dem cara 115 180 kali/tahun 8. Pemulihan kesuburan lahan berkelanjutan

Perbaikan tanah Praktek 2.450 98 kali/tahun

(12)

Pemberdayaan Petani melalui Kegiatan Pertanian di Kecamatan Pontang

Dengan terbitnya UU No. 16 Tahun 2006 tentang SP3K, maka mulai tahun 2007 program revitalisasi penyuluhan pertanian difokuskan untuk mengimplementasikan beberapa sub program, yaitu: (1) penataan kelembagaan penyuluhan; (2) peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh; (3) peningkatan sistem penyelenggaraan penyuluhan; (4) peningkatan kepemimpinan dan kelembagaan petani; dan (5) pengembangan jejaring kerjasama penyuluhan dan agribisnis.

Dalam rangka memperkuat pelaksanaan implementasi UU No. 16 Tahun 2006 tersebut Kementerian Pertanian melalui Badan Pengembangan SDM Pertanian melaksanakan Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau Farmer Empowerment through Agricultural

Technology and Information (FEATI) di 18 provinsi dan 71 kabupaten mulai

tahun 2007. Salah satu Kabupaten yang melaksanakan program ini adalah Kabupaten Serang, khususnya Desa Pulokencana di Kecamatan Pontang. Program FEATI atau P3TIP ini menitikberatkan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan dan kewirausahaan pelaku utama dalam pengelolaaan kegiatan penyuluhan pertanian. Program ini merupakan kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman Bank Dunia, yang bertujuan meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani.

Salah satu metode pengembangan kapasitas pelaku utama dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh pelaku utama itu sendiri (Farmers Managed Extension Activites/FMA). Metode ini menitikberatkan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan dan kewirausahaan pelaku utama dalam pengelolaaan kegiatan penyuluhan pertanian. Dalam metode FMA ini pelaku utama dan pelaku usaha mengidentifkasi permasalahan dan potensi yang ada pada diri, usaha dan wilayahnya, merencanakan kegiatan belajarnya sesuai dengan kebutuhan mereka secara partisipatif dalam rangka meningkatkan produktivitas usahanya guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya.

(13)

Metode pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan diseminasi kegiatan FEATI yang dilaksanakan oleh BPTP Banten adalah: (1) partisipatif yang berorientasi pada pengguna (peneliti dan penyuluh berdiskusi untuk pelaksanaan temu tugas, lokakarya/workshop, demonstrasi; (2) demonstrasi teknologi adalah metode penyuluhan pertanian untuk menunjukkan suatu kerja, atau atau memperlihatkan suatu jenis teknologi kepada petani atau pengguna melalui kegiatan peragaan teknologi pertanian; (3) kegiatan demonstrasi teknologi berbasis FSA (Farming System Analysis), petani dan pelaku usaha pertanian secara bersama-sama dengan peneliti dan penyuluh melakukan survey FSA untuk mengetahui eksisting, potensi dan masalah usahatani di desa lokasi FMA telah dilakukan survey PRA/FSA. Informasi diperlukan untuk melihat komoditas unggulan dan potensi desa sehingga dapat dipilih teknologi pertanian yang sesuai, mengidentifikasi berbagai potensi desa yang dimiliki, eksisting teknologi, permasalahan yang dihadapi serta merencanakan kegiatan demonstrasi sesuai dengan kebutuhannya serta partisipatif dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatannya; dan (4) demonstrasi mendukung FMA secara partisifatif antara BPTP Banten dengan Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, Kecamatan Pontang, Desa Pulokencana dan UP-FMA Agri Kencana. Pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan Temu Tugas adalah pembelajaran langsung atau learning by doing, partisipatif dimana peneliti-penyuluh-petani terlibat aktif.

Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan FMA adalah: (1) Partisipatif: kegiatan penyuluhan pertanian harus melibatkan pelaku utama dan pelaku usaha untuk berperan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian; (2) Demokratis: setiap keputusan dibuat melalui musyawarah atau kesepakatan sebagian besar pelaku utama dan pelaku usaha untuk menjamin dukungan yang berkelanjutan dan rasa memiliki dari masyarakat; (3) Desentralisasi: kegiatan penyuluhan pertanian direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha (laki-laki dan perempuan, untuk memperbaiki dan mengembangkan usaha taninya dan meningkatkan rasa memiliki terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil dari kegiatan penyuluhan; (4) Keterbukaan: manajemen dan administrasi penggunaan dana FMA harus

(14)

diketahui dan diumumkan ke masyarakat baik di tingkat desa, kabupaten dan provinsi; (5) Akuntabilitas: pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan dana untuk penyuluhan pertanian harus dilaporkan dan dipertanggung jawabkan kepada seluruh anggota organisasi petani yang terlibat; (6) Sensitif gender: kegiatan penyuluhan pertanian ditetapkan dalam rembug tani yang dihadiri oleh pelaku utama dan pelaku usaha, baik laki-laki maupun perempuan termasuk mereka berasal dari kelompok yang terpinggirkan; dan (7) Kemandirian: pelaku utama dan pelaku usaha, keluarga dan masyarakat tani, serta seluruh anggota organisasi petani (laki-laki dan perempuan) memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengembangkan usahatani yang menguntungkan dan berkelanjutan tanpa harus bergantung kepada pemerintah.

Nama-nama FMA di Kecamatan Pontang adalah sebagai berikut: (1) FMA Harapan Mekar di Desa Singarajan, (2) FMA Sri Mulya di Desa Lebak Kepuh, dan (3) FMA Agri Kencana di Desa Pulokencana, sedangkan di Desa Sukanegara tidak terdapat FMA karena tidak terdapat program FEATI.

Program berikutnya yang diterapkan di Kecamatan Pontang adalah Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Mulai tahun 2007, BPTP Banten melakukan perbanyakan benih padi sawah yang dilakukan di Kebun Percobaan dan lahan petani terutama pada petani penangkar benih padi dan petani yang ingin menjadi penangkar benih padi. Varietas benih padi yang diperbanyak adalah Ciherang, Cigeulis, Mekongga, Aek Sibundong, Cibogo, Conde, Gilirang, Situ Bagendit dan Tukad Unda. Dalam upaya peningkatan produksi padi tersebut, pemerintah juga memberikan bantuan benih padi melalui program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU).

Pada tahun 2010 Provinsi Banten mendapatkan alokasi program SL-PTT berupa padi hibrida, non hibrida dan padi gogo serta jagung dan kedelai sebanyak 3.476 unit yang tersebar di lima kabupaten/kota salah satunya adalah Kabupaten Serang. PTT adalah pendekatan dalam budi daya tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan produksi padi dalam beberapa tahun terakhir. Keberhasilan program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) yang diimplementasikan sejak 2007 tentu tidak dapat dipisahkan dari pengembangan PTT padi sawah.

(15)

Dalam rangka memperbaiki kesuburan tanah sawah, Pemerintah Daerah Provinsi Banten telah melaksanakan Program Pemulihan Kesuburan Lahan Sawah Berkelanjutan Musim Tanam 2010/2011 yang lokasinya difokuskan di dem-area lahan sawah SL-PTT binaan BPTP Banten, Dinas Pertanian Kabupaten Serang, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten serta PT. Vita Farm pada areal sawah 200 hektar di Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang.

Program pertanian lainnya yang dikembangkan di Kecamatan Pontang adalah Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program PUAP di Provinsi Banten dilaksanakan sejak tahun 2008 yang tersebar di tujuh kabupaten/kota salah satunya adalah Kabupaten Serang. Program PUAP membantu memfasilitasi modal usaha kepada gapoktan yang anggotanya terdiri dari petani, buruh tani, dan rumah tangga tani. Komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah: (1) keberadaan gapoktan; (2) keberadaan penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT); (3) Pelatihan bagi petani dan pengurus Gapoktan; dan (4) penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani.

Program pertanian di Kabupaten Serang disosialisasikan sampai ke tingkat petani melalui pemerintahan desa, BPP tingkat kecamatan, penyuluh atau PMT, serta instansi pertanian seperti Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten, BPTP, dan BPKP. Brosur dan poster yang menyangkut berbagai program dan kegiatan bidang pertanian termasuk petunjuk teknis, pengenalan teknologi produksi pertanian juga digunakan sebagai wahana penyebaran informasi kepada petani dan masyarakat umum.

Karakteristik Kelompok Tani di Kecamatan Pontang

Pemberdayaan petani di Kabupaten Serang melalui pengembangan usaha peternakan itik telah dilakukan pada beberapa kelompok tani di seluruh pelosok kabupaten, salah satunya adalah Kecamatan Pontang. Mulai tahun 2008 upaya pemberdayaan dilakukan dengan peningkatan kapasitas pengetahuan petani.

(16)

Upaya pemberdayaan dilanjutkan dengan pemberian bantuan pemberian bibit itik (DOD, Day old duck, bibit itik umur sehari) atau mesin penetas. Kegiatan pemberdayaan petani yang dilakukan di Desa Pulokencana dilakukan secara terpadu lintas instansi pertanian. Instansi yang terlibat antara lain BPTP (Balai Penelitian Teknologi Pertanian) Provinsi Banten, BPKP (Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan) Kabupaten Serang, Dinas Pertanian Provinsi Banten dan Kabupaten Serang, Kantor Kecamatan Pontang, dan Kantor Desa Pulokencana. Temuan di lapang menunjukkan bahwa di Desa Sukanegara kegiatan pemberdayaan ini belum dapat dijalankan sebab yang menjadi fokus pemberdayaan baru tiga desa saja.

Keadaan kelompok tani di Kecamatan Pontang pada tahun 2010 yaitu memiliki jumlah kelompok sebanyak 111 kelompok dengan jumlah anggota sebanyak 3.461 orang dengan perincian sebagai berikut:

a. Kelompok Pemula : 29 poktan jumlah anggota 1013 orang b. Kelompok Lanjut : 24 poktan jumlah anggota 777 orang c. Kelas Madya : 46 poktan jumlah anggota 1291 orang d. Kelas Utama : 12 poktan jumlah anggota 430 orang

Nama kelompok tani, ketua dan jumlah anggota di Desa Pulokencana dapat terlihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nama kelompok tani, ketua dan jumlah anggota di Desa Pulokencana No. Nama Kelompok Nama Ketua Jumlah Anggota

1. Jaya Mukti Ruslan 48

2. Jaya Abadi Asmini 27

3. Banyu Mukti Saderi 47

4. Banjar Tani Alwi 26

5. Hipetra Misna 34

6. Cipta Tani Madsuri 26

7. Tani makmur Ali Ahmad 32

8. Kencana Jaya H. Sarjaya 47

9. Agri Kencana Sugandi 24

Total 311

(17)

Kegiatan penyuluhan di Desa Pulokencana dapat dikatakan cukup aktif dibandingkan dengan Desa Sukanegara. Program pemerintah yang dilaksanakan di Desa Pulokencana adalah SL-PTT, PUAP, dan FEATI. Pada program FEATI telah dibentuk kelompok Farmers Managed Extension Activities/FMA yang merupakan binaan BPTP Banten. FMA di Desa Pulokencana dinamai FMA Agri Kencana. Kelompok ini dibentuk tahun 2008 dengan jumlah anggota 25 orang. Pengurus terdiri dari masing-masing seorang ketua, sekretaris, bendahara, penyuluh swadaya I (laki-laki), dan penyuluh swadaya II (perempuan). Ketua FMA Agri Kencana menjabat juga sebagai sekretaris Gapoktan Banyu Mukti di Desa Pulokencana. Peranan ketua FMA adalah menggerakan kelompok dalam melakukan aktivitas rutin kelompok maupun usaha anggota. FMA Agri Kencana ini melakukan pembelajaran yang melibatkan lima kelompok tani, yaitu Jaya Mukti, Banyu Mukti, Banjar Tani, Jaya Abadi, serta Hipetra. Komoditas Utama FMA Agri Kencana adalah itik dengan jumlah sampai bulan Juli 2010 sebanyak 538 ekor itik petelur dan 400 ekor itik pedaging. FMA Agri Kencana ini juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi petani lainnya untuk mengikuti jejak kesuksesannya sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat.

Kegiatan pertemuan kelompok berupa kegiatan pembelajaran anggota yang dilaksanakan satu kali dalam setiap minggunya. Pertemuan dihadiri oleh pengurus dan beberapa anggota yang memiliki ketertarikan ke usaha peternakan itik. Jumlah yang hadir dapat mencapai lebih dari 30 orang pada saat ada pertemuan dan diisi oleh petugas BPTP, BPKP, Dinas Pertanian. Pertemuan ini dilakukan di saung yang memang didirikan untuk mengakomodasi kegiatan kelompok. Bangunan saung berada di tepi irigasi Cisaid yang kiri kanannya berbaris kandang-kandang itik dan lebih sering disebut sebagai kawasan.

Pemberdayaan petani melalui pengembangan peternakan itik di Kecamatan Pontang dimulai sejak tahun 2008 melalui program FEATI. Kelompok FMA Agri Kencana mendapatkan berbagai pelatihan, yaitu antara lain pelatihan beternak itik, beternak belut, beternak lele, budidaya kol, pembuatan MOL dan Bokashi, pembuatan dendeng belut, telur asin beraroma (aroma pandan, bawang putih, kencur), dan keterampilan anyaman bambu. Kegiatan pelatihan dilanjutkan tahun 2009 berupa sekolah lapang peternakan itik (delapan kali pertemuan) dan

(18)

pengolahan telur asin (empat kali pertemuan). Peserta sekolah pelatihan tidak hanya terbatas bagi anggota saja tetapi juga melibatkan ibu-ibu istri anggota FMA. Sekolah lapang peternakan itik diberikan kepada 25 orang anggota FMA laki-laki, sedangkan peserta pelatihan pembuatan telur asin kepada 20 orang istri anggota FMA yang dipersiapkan untuk menjadi Kelompok Wanita Tani.

Dalam program FEATI ini pemeliharaan itik diperkenalkan sebagai sebuah usaha berorientasi pasar yang dapat menunjang ekonomi rumahtangga petani. Pada Desember 2009 kelompok petani FMA mendapat bantuan dari program FEATI berupa hibah itik petelur sebanyak 264 ekor, dan pada bulan Juli 2010 sebanyak 538 ekor ditambah 400 itik pedaging.

Kegiatan pengembangan peternakan ini adalah program pemberdayaan lintas instansi di Kabupaten Serang dengan target pada tahun 2015 mencapai jumlah 100.000 ekor itik. Target sebanyak itu diharapkan dicapai dari hasil hasil pengembangan di lokasi, hasil pembinaan plasma peternak, kerjasama dengan investor swasta atau bantuan pemerintah.

Potensi pengembangan itik di Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang ini didukung oleh sawah irigasi yang luas sebagai sumber pakan itik berupa keong mas yang cukup tersedia sepanjang musim. Keberadaan aliran irigasi Cisaid yang sebagian permukaannya ditumbuhi tanaman eceng gondok menjadi habitat yang sangat mendukung bagi pertumbuhan itik.

BPTP Provinsi Banten berperan dalam pendampingan dan pembelajaran peternakan itik, model kandang, formulasi pakan, dan sekaligus memberikan bibit itik sejumlah 500 ekor. BPKP melalui BPP berperan dalam pembinaan kelembagaan FMA dan pendampingan pembelajaran oleh penyuluh pertanian. Dinas Pertanian Provinsi Banten mendirikan RPPO (Rumah Pengolahan Pupuk Organik) di Desa Pulokencana pengelolaannya diserahkan kepada Kelompok Tani dan FMA. Dinas Pertanian Kabupaten Serang memberikan bantuan mesin tetas itik kapasitas 10000 telur. Kantor Kecamatan memberikan bantuan 10 drum untuk rakit penyeberangan menuju lokasi saung dan kandang itik dari pinggir jalan seberang sungai. Kantor Desa Pulokencana memberikan bantuan fasilitas aliran listrik untuk penerangan di saung dan tempat peternakan itik sekitarnya. Selain instansi pemerintah, ada pula pihak swasta pedagang perorangan yang bermitra

(19)

dengan peternak dengan memberikan modal kerjasama berupa dod itik pedaging dan itik petelur.

Nama kelompok tani, ketua dan jumlah anggota di Desa Sukanegara dapat terlihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Nama kelompok tani, kontak tani dan jumlah anggota di Desa Sukanegara

No. Nama Kelompok Nama Ketua Jumlah Anggota

1. Mekar Jaya H. Hariri 27

2. Tunas Mekar Dai 31

3. Kencana Tani Halwani 52

4. Tani Makmur Dedi 27

5. Sri Rahayu Fauji 28

6. Pemalang Halimi 43

7. Padasuka Tubli 26

8. Sumber Tani Jabidi 47

9. Tunas Karya Muktar 34

10. Tambak baya M. Sidik 56

11. Mulya Tani Mukhsin 47

Total 418

Sumber: RDKK Desa Sukanegara, Kecamatan Pontang, 2011

Program pemerintah yang dilaksanakan di Desa Sukanegara adalah SL-PTT dan PUAP. Program FEATI belum dilaksanakan di desa ini. Gapoktan yang ada di desa ini bernama Kencana Tani. Kegiatan penyuluhan di Desa Sukanegara tidak berbeda dengan kegiatan penyuluhan di desa-desa lainnya yang tidak mendapatkan program FEATI.

Karakteristik Pribadi Responden

Umur Responden

Menurut Soekartawi (1988), umur petani mempengaruhi kemampuan kerja fisik dan kematangan psikologisnya. Petani yang berumur muda mempunyai daya kerja fisik yang kuat namun jika tidak dibarengi dengan kematangan psikologis

(20)

sering membuat keputusan gegabah yang kadang merugikan dirinya sendiri. Seperti mudahnya terpancing untuk menerapkan input pertanian jenis baru yang belum teruji kualitasnya pada skala luas. Jika petani sudah tua juga cenderung kurang inovatif. Petani setengah baya cenderung yang paling tinggi adopsi inovasinya, karena kekuatan fisik dan kematangan psikologisnya saling mendukung. Berikut ini adalah sebaran responden berdasarkan umurnya.

Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan umur Kategori Umur

Responden

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa Jumlah % Jumlah % Jumlah %   Muda (umur 21-34) 7 23,3 1 3,3 8 13,3   Dewasa (umur 35-47) 13 43,3 17 56,7 30 50,0   Tua (umur 48-60) 10 33,3 12 40,0 22 36,7 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Karakteristik umur responden di Desa Pulokencana dan Desa Sukanegara tidak jauh berbeda yakni masing-masing mayoritas pada kategori dewasa yakni sebesar 43,3 persen dan 56,7 persen. Data pada kedua desa terlihat bahwa mayoritas responden termasuk ke dalam kategori dewasa yakni sebesar 50 persen pada rentang usia 35 sampai dengan 47 tahun. Sejalan dengan pendapat Soekartawi (1988) tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa umur responden cenderung kepada petani sebaya/dewasa yang siap menerima inovasi dari pihak luar untuk diadopsi. Dengan demikian, dapat disimpulkan petani di Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang memang memiliki usia yang cukup baik dalam menerima inovasi. Secara umum dapat dilihat bahwa sebagian besar petani yang menjadi responden tergolong dalam usia produktif sebesar 63,3 persen, yaitu mempunyai kisaran umur antara 15-64 tahun.

Lebih lanjut dapat dicermati pada data Tabel 17 di atas, rendahnya persentase usia muda sebesar 13,3 persen menunjukkan bahwa regenerasi petani berjalan lambat. Masyarakat usia muda lebih senang bekerja di luar bidang pertanian. Anak-anak para petani biasanya diarahkan untuk bekerja di luar bidang pertanian, dan kegiatan pertanian hanyalah untuk para orangtua. Mereka akan terjun ke pertanian secara penuh jika sudah mendapat warisan lahan atau sawah

(21)

dari orangtuanya. Jika dicermati lebih lanjut, persentase umur responden muda di Desa Pulokencana ternyata lebih banyak dibandingkan di Desa Sukanegara yakni sebesar 23,3 persen. Hal ini akan berdampak positif pada perkembangan penyuluhan pertanian selanjutnya di Desa Pulokencana. Regenerasi dapat berjalan lebih baik di desa ini dan selanjutnya diharapkan inovasi pertanian akan dapat diadopsi dengan baik pula.

Tingkat Pendidikan Formal Responden

Tingkat pendidikan seseorang dapat mengubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik, sehingga makin lama seseorang mengenyam pendidikan akan semakin rasional. Secara umum petani yang berpendidikan tinggi akan lebih baik cara berfikirnya, sehingga memungkinkan mereka bertindak lebih rasional dalam mengelola usahataninya. Hal ini didukung oleh Soekartawi (1988), bahwa mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan rendah agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat.

Sejalan dengan hal tersebut, Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian yang ada, umumnya orang yang cepat berhenti dari penggunaan inovasi itu salah satunya karena pendidikannya kurang.

Pada Tabel 18 adalah sebaran responden berdasarkan pendidikan formalnya.

Tabel 18. Sebaran responden berdasarkan pendidikan formal Kategori Pendidikan

Formal

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah (Tidak Tamat dan Tamat SD) 18 60,0 23 76,7 41 68,3  Sedang (SMP-SMA) 11 36,7 7 23,3 18 30,0  Tinggi (>SMA) 1 3,3 0 0,0 1 1,7 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Pada Tabel 18 diperoleh hasil sebaran tingkat pendidikan responden dari Desa Pulokencana dan Desa Sukanegara sama-sama berada dalam kategori rendah

(22)

yakni sebesar 60 persen dan 76,7 persen. Begitu pula data gabungan tingkat pendidikan formal responden dari dua desa yakni mayoritas berada pada kategori rendah yaitu 68,3 persen tamat dan tidak tamat SD. Jika dicermati lebih lanjut ternyata pendidikan setingkat SMP dan SMA di Desa Pulokencana lebih baik dibandingkan Desa Sukanegara. Hal ini akan berdampak pada partisipasi responden pada kegiatan penyuluhan selanjutnya yang diharapkan dapat berkesinambungan.

Secara umum, temuan penelitian ini adalah para responden yang berasal dari keluarga petani mayoritas tidak sekolah atau pernah bersekolah namun tidak sampai pada jenjang yang lebih tinggi dari SD. Alasan utama mereka tidak menempuh pendidikan adalah mayoritas karena faktor ekonomi, mereka menganggap sekolah membutuhkan biaya yang mahal dan tidak terjangkau oleh mereka. Tenaga mereka pun sangat diperlukan untuk membantu orang tua dan keluarga, baik sebagai petani maupun dalam jenis pekerjaan lainnya dalam rangka menopang ekonomi keluarga sehingga mereka tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk bersekolah.

Temuan tersebut ternyata tidak sesuai dengan program pemerintah yakni Program Wajib Belajar Enam Tahun yang secara resmi dicanangkan pada tahun 1984 dan dilanjutkan dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dimulai pada tahun 1994. Program ini menargetkan pada tahun 2008, semua warga negara Indonesia memiliki pendidikan minimal setara Sekolah Menengah Pertama dengan mutu yang baik. Dengan bekal itu, diharapkan seluruh warga negara Indonesia dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut sehingga mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, sekaligus berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Alasan lain selain ekonomi keluarga adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pendidikan. Sebab, salah satu penyebab ketidakberhasilan dari wajib belajar adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam ikut serta secara aktif dalam pendidikan. Kesadaran masyarakat ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan para orang tua dan budaya yang ada di lingkungannya. Dengan demikian, sangat diperlukan penyuluhan pada

(23)

masyarakat tentang arti pentingnya pendidikan bagi pembangunan manusia yang akan berpengaruh pada pembangunan bangsa.

Mengacu pada pendapat Soekartawi (1988) dan Rogers dan Shoemaker (1971) di atas maka suatu tantangan bagi PPL dalam mengembangkan pembelajaran yang menarik bagi petani dengan tingkat pendidikan yang relatif masih rendah sehingga dapat menerapkan adopsi dengan lebih cepat.

Sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan membangun sumber daya manusia di Kabupaten Serang, saat ini sudah terdapat sejumlah perguruan tinggi, antara lain Universitas Tirtayasa, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Maulana Hasanuddin, dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIR) Maulana Yusuf. Akan tetapi, disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat sehingga penduduk lokal belum dapat mengenyam pendidikan tinggi secara optimal.

Kesertaan dalam Pelatihan Usahatani

Kegiatan pelatihan sangat menunjang kegiatan usahatani karena petani akan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak lagi di luar kegiatan penyuluhan rutin. Dengan mengikuti kegiatan pelatihan diharapkan dapat untuk menjembatani gap/kesenjangan sehingga petani menjadi lebih maju lagi. Adapun sebaran responden berdasarkan kesertaannya dalam kegiatan pelatihan usahatani selama 2 tahun terakhir tergambarkan dalam Tabel 19.

Tabel 19. Sebaran responden berdasarkan kesertaan dalam pelatihan usahatani Kategori Kesertaan

dalam Pelatihan Usahatani

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah (tidak pernah) 14 46,7 25 83,3 39 65,0

Sedang ( 1-2 kegiatan) 15 50,0 5 16,7 20 33,3

Tinggi (>2 kegiatan) 1 3,3 0 0,0 1 1,7

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Pada kategori kesertaan dalam pelatihan usahatani terlihat perbedaan antara Desa Pulokencana dengan Desa Sukanegara. Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa kesertaan dalam pelatihan usahatani di Desa Pulokencana mayoritas berada

(24)

pada kategori sedang 50 persen, walau tidak jauh berbeda dengan kategori rendah 46,7 persen. Sebaran petani di Desa Sukanegara yakni sebesar 83,3 persen tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan. Perbedaan hasil ini menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan kegiatan pelatihan di kedua desa. Pada Desa Pulokencana yang merupakan desa percontohan untuk program FEATI mendapatkan kesempatan yang lebih baik dalam mengikuti kegiatan usahatani. Saung FMA Agri Kencana yang berada di Desa Pulokencana merupakan tempat pertemuan rutin untuk membahas materi dan permasalahan yang terkait dengan kegiatan usahatani. Saung ini terletak di pinggir sungai Cisaid yang di sekitarnya terdapat kandang itik.

Berdasarkan hasil penjumlahan dua desa diperoleh angka sebesar 65 persen responden tidak pernah mengikuti pelatihan usahatani dalam waktu dua tahun terakhir. Pelatihan usahatani yang dilakukan di Kecamatan Pontang memang tidak dikhususkan untuk seluruh petani. Petani yang biasa mengikuti pelatihan adalah mereka yang menjabat sebagai pengurus kelompok tani atau gabungan kelompok tani. Oleh karena itu, tidak semua petani dapat memperoleh pengetahuan baru. Dalam berkembangnya teknologi pertanian saat ini dimana perubahan sering terjadi dengan cepat maka tingkatan kualitas petani perlu disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Penyesuaian dan peningkatan kemampuan atau produktivitas seperti itu biasanya lebih efektif jika dilakukan melalui pelatihan. Dengan hanya dipilihnya pengurus yang mengikuti pelatihan diharapkan mereka dapat bertindak sebagai opinion leader yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku lebih baik atau maju dari anggota kelompok lainnya, dan memiliki dedikasi yang tinggi untuk kepentingan kelompoknya.

Para pengurus kelompok tani di Kecamatan Pontang yang telah memperoleh kegiatan pelatihan selama ini berusaha meneruskan ke anggota lainnya baik melalui pertemuan kelompok ataupun melalui penerapan terhadap usaha tani mereka sendiri di lapang. Dengan demikian, petani lainnya akan melihat secara langsung proses dan produksi yang dihasilkan dari inovasi tersebut dan menerapkannya di lahan masing-masing.

(25)

Karakteristik Usahatani Responden Pengalaman Berusahatani

Pengalaman berusahatani cenderung mempengaruhi keputusan yang akan diambil petani pada kegiatan usahatani berikutnya. Petani yang umumnya berhasil adalah mereka yang dapat belajar dari pengalaman masa lalunya. Pada penelitian ini, pengalaman berusahatani responden diukur berdasarkan tiga indikator yakni: lama (jumlah tahun) usahatani yang dilakukan, kemampuan mengenali kendala atau hambatan teknis, serta kemampuan menyelesaikan masalah dalam usahatani. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Pontang sebagian besar bersifat turun temurun. Cara bercocok tanam yang mereka lakukan juga mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh keluarganya.

Pada Tabel 20 dijelaskan mengenai sebaran responden berdasarkan pengalaman berusahataninya.

Tabel 20. Sebaran responden berdasarkan pengalaman berusahatani Kategori

Pengalaman Berusahatani

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

 Rendah (skor 3-5) 8 26,7 14 46,7 22 36,7  Sedang (skor 6-7) 17 56,7 13 43,3 30 50,0  Tinggi (skor 8-9) 5 16,7 3 10,0 8 13,3 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Sebaran pengalaman berusahatani di Desa Pulokencana mayoritas pada kategori sedang yakni sebesar 56,7 persen, sedangkan di Desa Sukanegara sebesar 46,7 persen berada pada kategori rendah. Penggabungan pengalaman berusahatani responden dari dua desa berada pada kategori sedang yakni sebesar 50,0 persen. Indikator pertama yang diukur adalah lama responden yang menggeluti usahatani pada kedua desa yakni sekitar 1-15 tahun (38,4 persen), 16-18 tahun (28,3 persen), 29-41 tahun (33,3 persen). Hal ini menunjukan sebaran responden memulai usahatani cukup merata.

Indikator yang kedua yakni dalam hal kemampuan mengenali kendala atau hambatan teknis sebesar 60,0 persen kadang-kadang mampu. Maknanya adalah

(26)

petani belum memiliki kemampuan yang tinggi ketika mengidentifikasi permasalahan usahatani yang dihadapi. Pada indikator ketiga yakni kemampuan menyelesaikan masalah dalam usahatani yakni sebesar 61,7 persen mencari bantuan sendiri. Keberadaan kelompok tani ternyata kurang diberdayakan dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi.

Temuan ini mengindikasikan bahwa pengalaman berusahatani responden selama ini belum terlalu baik sehingga kegiatan usahatani yang dijalankan selama ini masih bersifat monoton dan mengikuti kebiasaan yang dilakukan keluarga. Dengan demikian, pengalaman yang telah dimiliki oleh responden masih perlu dioptimalkan untuk mengambil keputusan di dalam usahatani saat ini atau yang akan datang.

Luas Lahan

Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah hamparan yang diusahakan oleh petani dalam m2 pada satu tahun terakhir untuk kegiatan usahataninya. Adapun gambaran mengenai sebaran responden berdasarkan luas lahan pertaniannya dapat terlihat pada Tabel 21. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui sebaran responden berdasarkan luas lahan mayoritas berada dalam kategori sempit baik di Desa Pulokencana maupun Desa Sukanegara yakni sebesar 66,7 persen dan 70,0 persen. Dengan demikian, luas lahan dari dua desa juga berada dalam kategori sempit yakni diperoleh angka sebesar 68,3 persen. Luas lahan petani secara umum ditanami padi. Kegiatan penanaman padi secara umum di Kabupaten Serang dilakukan sepanjang tahun. Penanaman padi dilakukan dalam dua kali tanam dalam setahun.

Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki Kategori Luas

Lahan (m2)

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

  Sempit (2.000-18.000 ) 20 66,7 21 70,0 41 68,3   Sedang (18.001-34.000) 8 26,7 8 26,7 16 26,7   Luas (34.001-50.000) 2 6,7 1 3,3 3 5,0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

(27)

Menurut Mardikanto (1993), petani yang menguasai lahan sawah yang luas akan memperoleh hasil produksi yang besar dan begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, luas sempitnya lahan sawah yang dikuasai oleh petani akan sangat menentukan besar kecilnya pendapatan ekonomi yang diperoleh. Luas lahan yang diusahakan relatif sempit seringkali menjadi kendala untuk dapat mengusahakan secara lebih efisien. Oleh karena itu, untuk petani di Kecamatan Pontang diperlukan adanya penyuluhan partisipatif yang dapat mengembangkan diversifikasi usaha petani agar pendapatan ekonomi mereka dapat lebih meningkat.

Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan petani sangat berkaitan erat dengan pendapatan mereka. Sebaran responden berdasarkan status kepemilikan lahan dijelaskan pada Tabel 22.

Tabel 22. Sebaran responden berdasarkan status kepemilikan lahan KategoriKepemilikan

Lahan

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rendah (Sewa/gadai/ bagi hasil)

14 46,7 22 73,3 36 60,0

Sedang (Milik sendiri) 8 26,7 6 20,0 14 23,33

Tinggi (Milik sendiri dan sewa/gadai/bagi hasil)

8 26.7 2 6,7 10 16,67

Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Temuan mengenai sebaran kepemilikan lahan baik di Desa Pulokencana, di Desa Sukanegara maupun gabungan kedua desa tersebut mayoritas pada kategori rendah. Petani di Kecamatan Pontang merupakan petani yang mayoritas menggarap lahan orang lain. Adapun untuk lahan garapan saat ini petani lebih dominan memilih sistem bagi hasil (maro) dimana petani penggarap memberikan sejumlah uang kepada petani pemilik dengan kesepakatan pembagian dari keuntungan masing-masing 50 persen. Biaya produksi sepenuhnya ditanggung penggarap.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1995), kepemilikan lahan berkaitan dengan keinovatifan seseorang. Petani yang memiliki lahan luas cenderung lebih

(28)

tanggap terhadap inovasi. Dalam kegiatan penyuluhan, inovasi tentang teknik-teknik diversifikasi untuk lahan sempit atau teknik-teknik ekstensifikasi untuk lahan luas merupakan salah satu program yang dapat diinformasikan dan ditumbuhkan minatnya pada masyarakat petani. Dengan demikian, dengan tidak memiliki lahan sendiri maka keuntungan yang diperoleh petani di Kecamatan Pontang akan menjadi lebih sedikit dan sulit untuk mengembangkan pertanian lebih intensif. Lahan ini juga suatu saat dapat diambil oleh pemilikinya kapan saja.

Aksesibilitas lembaga keuangan

Akses terhadap lembaga keuangan (modal) seringkali menjadi kendala bagi petani untuk melangsungkan proses produksinya. Akses modal akan menjamin selesainya proses produksinya dengan baik, sedangkan akses pasar akan menjamin harga yang layak bagi petani. Aksesibiltas lembaga keuangan terkait dengan keterjangkauan petani dalam memperoleh permodalan usahatani. Aksesibilitas lembaga keuangan yang diukur dalam penelitian ini adalah sumber permodalan yang digunakan petani selama ini, ketersediaan lembaga keuangan formal (perbankan), dan tingkat kemudahan responden memperoleh modal. Adapun sebaran responden berdasarkan aksesibilitas lembaga keuangan dapat terlihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Sebaran responden berdasarkan aksesibilitas lembaga keuangan Kategori Aksesibilitas

Lembaga Keuangan

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa Jumlah % Jumlah % Jumlah %  Rendah (skor 3-5) 15 50,0 20 66,7 35 58,3  Sedang (skor 6-7) 14 46,7 9 30,0 23 38,3  Tinggi (skor 8-9) 1 3,3 1 3,3 2 3,4 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Secara umum, petani merasakan kesulitan dalam hal memperoleh sumber permodalan dan mengakses lembaga keuangan formal (perbankan) di wilayah setempat dengan mudah. Ketersediaan lembaga perbankan yang hanya berjumlah satu dan beratnya persyaratan untuk meminjam di bank tersebut adalah salah satu alasan petani sulit untuk berkembang. Hal ini tergambarkan dengan rendahnya

(29)

sebaran aksesibilitas lembaga keuangan responden baik di Desa Pulokencana, Desa Sukanegara, maupun gabungan antara keduanya (Tabel 23).

Mengenai indikator yang pertama yakni sumber modal yang digunakan selama ini oleh responden di Desa Pulokencana adalah sebesar 50 persen kombinasi yakni dari bermodal sendiri dan memperoleh pinjaman/bantuan. Pinjaman ini dilakukan ketika di tengah penanaman mereka membutuhkan modal yang sangat mendesak. Petani biasanya meminjam modal ke pihak lain, seperti ke kerabat, toko saprodi atau lebih seringnya meminjam ke tengkulak. Peminjaman kerabat dilakukan biasanya dalam bentuk uang dengan ketentuan hasil pertanian akan dibagi dua (maro). Peminjaman ke petani lain umumnya bukan dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk sarana produksi atau alat-alat pertanian. Pembayaran dilakukan pada saat panen, umumnya dengan membayarkan sejumlah hasil panen sesuai kesepakatan. Sedangkan bantuan yang diterima responden berasal dari program-program pemerintah melalui kelompok tani seperti subsidi pupuk dan uang dari PUAP, bibit padi dari SL-PTT, dan pemberian itik dari FEATI. Kondisi di Desa Sukanegara adalah mayoritas responden yakni sebesar 56,7 persen bermodalkan sendiri dalam berusahatani. Jika dibandingkan dengan Desa Pulokencana, di Desa Sukanegara ini memang tidak mendapatkan banyak bantuan dari pemerintah. Pinjaman atau bantuan yang diperoleh tidak sebesar yang diberikan di Desa Pulokencana yang saat ini menjadi desa percontohan FEATI.

Selanjutnya adalah mengenai ketersediaan lembaga keuangan formal yakni perbankan sebesar 53,3 persen responden di Desa Pulokencana dan 76,7 persen di Desa Sukanegara tidak mengetahui keberadaannya. Padahal di Wilayah Kecamatan Pontang terdapat satu bank yakni bank BRI yang menyediakan kredit untuk petani. Para petani yang mengetahui keberadaan bank ini menyatakan bahwa sulit untuk meminjam di bank tersebut dikarenakan beratnya persyaratan/agunan seperti adanya sertifikat tanah. Dapat disimpulkan bahwa petani belum memiliki kemampuan yang baik untuk mengakses sumber permodalan/lembaga keuangan formal, diantaranya diakibatkan oleh tidak mudahnya prosedur pengajuan kredit dan ketiadaan agunan yang dipersyaratkan, sehingga mereka lebih memilih tengkulak/rentenir yang menyediakan pinjaman

(30)

modal dengan cepat walau dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibanding lembaga keuangan formal. Kondisi ini, pada akhirnya semakin memperburuk kondisi dan kesejahteraan petani sendiri.

Indikator yang ketiga yakni tingkat kemudahan memperoleh akses lembaga keuangan di kedua desa ternyata 60 persen responden di Desa Pulokencana dan 80 persen di Desa Sukanegara juga menyatakan sulit. Kelemahan petani dalam mengadopsi inovasi teknologi pertanian yang relatif rendah salah satunya merupakan dampak penguasaan modal usahatani yang lemah. Dalam mengatasi kekurangan modal usahatani, petani biasanya mengusahakan tambahan modal dari berbagai sumber dana baik dari lembaga keuangan formal (perbankan) maupun kelembagaan jasa keuangan non formal. Akan tetapi, umumnya karena petani sering tidak memiliki akses terhadap lembaga perbankan konvensional, ia akan memilih untuk berhubungan dengan lembaga jasa keuangan informal seperti tengkulak, rentenir atau mengadakan kontrak dengan pedagang sarana produksi dan sumber lain yang umumnya sumber modal tersebut mengenakan tingkat bunga yang tinggi dan mengikat. Hal ini tentu saja dapat berdampak buruk tidak saja bagi pendapatan petani akan tetapi juga merusak tatanan perekonomian di pedesaan.

Secara umum, petani di Kecamatan Pontang belum memiliki kemandirian dalam melakukan permodalan dalam bentuk uang. Beberapa petani yang menggunakan uang sendiri untuk biaya operasional penanaman. Menurut Mardikanto (2010a), di dalam usahatani konvensional yang bersifat subsisten, dalam usahataninya petani hanya menggunakan modal sendiri untuk memproduksi barang-barang yang akan dikonsumsinya sendiri pula. Melalui penyuluhan pertanian, petani dididik untuk menjadi petani yang berusaha secara lebih efisien dengan memproduksi barang-barang yang selain dikonsumsi sendiri juga dijual untuk memperoleh tambahan pendapatan baik dengan menggunakan modal sendiri maupun dengan menggunakan modal dari luar yang diperolehnya secara kredit.

(31)

Aksesibilitas Saprodi

Aksesibilitas sarana dan produksi pertanian diukur dengan banyaknya sumber perolehan sarana produksi pertanian seperti bibit/benih, pupuk, obat (pestisida/fungisida/herbisida), dan pakan ternak. Pada Tabel 24 disajikan data mengenai sebaran responden berdasarkan aksesibiltas saprodi.

Tabel 24. Sebaran responden berdasarkan aksesibilitas saprodi Kategori

Aksesi-bilitas Saprodi

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa Jumlah % Jumlah % Jumlah %  Rendah (skor 4-6) 29 96,7 20 66,7 49 81,7  Sedang (skor 7-9) 1 3,3 10 33,3 11 18,3  Tinggi (skor 10-12) 0 0,0 0 0,0 0 0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Berdasarkan Tabel 24, aksesibilitas responden terhadap saprodi baik di Desa Pulokencana maupun Desa Sukanegara adalah masih tergolong rendah. Dengan demikian, data penjumlahan dua desa juga berada pada kategori rendah yakni sebesar 81,7 persen. Sarana produksi seperti bibit/benih, pupuk, obat (pestisida/fungisida/herbisida), dan pakan ternak secara umum mudah diperoleh petani namun akses petani lebih banyak memperolehnya hanya melalui toko/kios saprodi. Ada bantuan bibit/benih dan pupuk ke kelompok tani, akan tetapi tidak menjangkau semua anggota kelompok. Sehingga petani lebih sering membelinya sendiri atau berhutang di toko/kios yang menyediakan saprodi. Begitu pula untuk obat (pestisida/fungisida/herbisida) lebih banyak diperoleh melalui toko/pasar. Keterlibatan kelembagaan kelompok tani dalam penyediaan sarana ini juga dirasakan sangat kurang. Kedekatan toko dari jarak mereka tinggal menyebabkan tingginya aktivitas mereka membeli di pasar. Kelompok tani sendiri belum menyediakan sarana ini disebabkan permodalan yang kurang dimiliki. Ketersediaan sarana produksi (saprodi) secara lokal menurut petani sangat diperlukan dalam mengembangkan usahatani mereka. Namun, yang terjadi adalah mereka merasa kesulitan untuk mencari saprodi di kelompok tani sehingga mereka lebih mudah mencarinya di luar kelompok.

Saprodi lainnya adalah pakan itik yang ternyata petani memiliki akses yang cukup baik. Ternak itik yang memang hampir setiap hari bertelur sangat

(32)

memerlukan pakan yang dengan cepat dan mudah didapatkan. Ketersediannya mengandalkan pakan lokal yang tersedia secara alamiah yakni dengan melepaskan itik (diangon) di tengah sawah atau di aliran irigasi dengan memanfaatkan tanaman dan hewan yang terdapat di sana seperti eceng gondok, keong, kerang, dan kijing. Petani juga menambahnya dengan nasi aking, dedak atau menir yang merupakan limbah rumahtangga dan penggilingan padi yang dapat dihasilkan sendiri atau dibeli dari tengkulak atau di pasar.

Namun secara umum, data pada Tabel 24 menunjukkan bahwa keterjangkauan sarana produksi pertanian petani di Kecamatan Pontang relatif masih rendah. Menurut Mosher (1991), tersedianya sarana produksi secara lokal merupakan salah satu syarat pokok untuk berlangsungnya pembangunan pertanian, inovasi teknologi memerlukan sarana produksi seperti benih berkualitas, pupuk, pestisida, dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan petani. Tersedianya sarana produksi secara lokal yang terjangkau oleh petani baik secara fisik (kemudahan) maupun harganya akan merangsang petani untuk mengadopsi inovasi teknologi. Ketersediaanya sarana produksi secara lokal dan terjangkau oleh petani akan berpengaruh positif terhadap adopsi inovasi pertanian.

Aksesibilitas Pasar

Aksesibilitas pasar pada penelitian ini diukur dengan tempat tujuan penjualan hasil produksi dan bagaimana tingkat kemudahannya. Seperti halnya akses terhadap lembaga keuangan (modal), akses terhadap pasar juga seringkali menjadi kendala bagi petani untuk melangsungkan proses produksinya. Kemudahan akses pasar akan menjamin harga yang layak bagi petani.

Pada Tabel 25 tergambarkan bahwa sebaran responden berdasarkan aksesibilitas pasar termasuk ke dalam kategori rendah baik di Desa Pulokencana maupun di Desa Sukanegara. Penjualan hasil pertanian yang dominan di Kecamatan Pontang yakni padi memang masih bergantung kepada tengkulak, namun dalam hal peternakan seperti itik/entog dan telor petani sudah lebih memiliki akses yang cukup tinggi terhadap pasar.

(33)

Tabel 25. Sebaran responden berdasarkan aksesibilitas pasar Kategori

Aksesibilitas Pasar

Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa Jumlah % Jumlah % Jumlah %   Rendah (skor 3-5) 30 100,0 30 100,0 60 100,0   Sedang (skor 6-7) 0 0,0 0 0,0 0 0,0   Tinggi (skor 8-9) 0 0,0 0 0,0 0 0,0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Penjualan telor dan itik biasanya melalui tengkulak yang datang ke lokasi. Harga telor itik bervariasi yakni berkisar antara Rp 1.000,00 hingga Rp 1.300,00 per butirnya, tergantung dari harga pasaran. Begitu pula dengan harga itik yang bervariasi dari Rp 35.000,00 hingga Rp 50.000,00 per ekornya.

Sifat petani secara umum cenderung bersikap menghindari resiko, sedangkan tengkulak atau pengumpul biasanya berani menghadapi resiko dengan melakukan investasi keuangan. Berdasarkan pengamatan pada petani di Kecamatan Pontang, sikap mereka dominan cenderung memilih memasarkan hasil padinya langsung pada tengkulak. Hal ini disebabkan lebih memudahkan mereka dalam memasarkan hasil dan tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar dibandingkan harus membawanya ke pasar sendiri. Investasi yang berkaitan dengan kegiatan menghubungkan petani dengan pasar ini perlu kepercayaan petani agar mau berinvestasi baik dalam bentuk fisik/aset maupun kredit. Peranan tengkulak yang cukup besar dalam pemasaran hasil produksi padi ke depannya diharapkan dapat berkurang sedikit demi sedikit dengan adanya peranan penyuluh pertanian.

Ketersediaan pasar secara lokal sebagai tempat pemasaran hasil produksi usahatani yang mudah dijangkau oleh petani merupakan salah satu syarat utama dalam modernisasi dan komersialisasi pertanian (Mosher, 1991). Dengan demikian diharapkan dengan diperkuatnya peran kelompok tani maka aksesibiltas pasar di Kecamatan Pontang dapat berjalan lebih optimal dan petani dapat memperoleh dampak yang positif pula.

(34)

Persepsi Responden terhadap Kualitas Penyuluhan

Persepsi responden terhadap kualitas penyuluhan yang diukur dalam penelitian ini meliputi persepsi responden terhadap intensitas penyuluhan, materi penyuluhan, dan metode penyuluhan.

Persepsi Responden terhadap Intensitas penyuluhan

Intensitas penyuluhan yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi kegiatan penyuluhan yang dilakukan selama kurun waktu 6 bulan terakhir. Sebaran responden berdasarkan persepsinya terhadap intensitas penyuluhan dapat terlihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Sebaran responden berdasarkan persepsinya terhadap intensitas penyuluhan

Kategori Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa Jumlah % Jumlah % Jumlah %  Rendah (< 2 kali) 6 20,0 25 83,3 31 51,7  Sedang (2-3 kali ) 5 16,7 2 6,7 7 11,6  Tinggi (>3 kali) 19 63,3 3 10,0 22 36,7 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Berdasarkan data BPP Kecamatan Pontang (2010), pertemuan kelompok tani dilakukan dengan frekuensi satu bulan dua kali untuk masing-masing kelompok. Jika melihat data penjumlahan dua desa pada Tabel 26 responden mayoritas berada pada kategori rendah yakni sebesar 51,7 persen mendapatkan penyuluhan kurang dari dua kali selama kurun waktu enam bulan terakhir. Lalu jika melihat perbedaan antara kedua desa, ternyata Desa Pulokencana mendapatkan intensitas penyuluhan cukup tinggi yakni 63,3 persen dan Desa Sukanegara termasuk kategori rendah yakni 83,3 persen. Hal ini menunjukkan ketimpangan kegiatan penyuluhan diantara kedua desa disebabkan keberadaan program yang lebih intensif di Desa Pulokencana. Intensitas penyuluhan secara ideal dilakukan oleh PPL ke petani setiap minggunya. PPL biasanya hanya memantau keadaan kelompok dengan datang ke kontak tani atau ketua kelompok dan sewaktu-waktu melihat hamparan jika memang sangat diperlukan. Dengan

(35)

demikian, petani pun sangat jarang mendapatkan kunjungan PPL. Hal ini dikarenakan minimnya tenaga penyuluh yang ada di Kecamatan Pontang dimana jumlah ideal PPL berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2006 dan PP Nomor 41 Tahun 2007 hanya menangani satu desa ternyata tidak dapat memantau secara optimal keadaan di lapang karena menangani sekaligus dua atau tiga desa. Berdasarkan informasi PPL, sebelum kehadiran THL-TBPP pada tahun 2007 kegiatan penyuluhan kurang bergairah karena tiga orang PPL menangani satu kecamatan. Semenjak kehadiran THL-TBPP kegiatan penyuluhan berjalan cukup baik. Namun saat ini, walau sudah ada kehadiran lima orang THL-TBPP yang membantu kinerja PPL PNS ternyata proporsinya dirasakan masih belum seimbang karena satu PPL masih menangani dua desa atau satu WKPP (Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian). Bahkan ada satu orang PPL yang menangani tiga desa sekaligus yakni untuk pertanian dan satu desa perikanan yakni Desa Domas. Penyuluh perikanan sebenarnya sudah ditugaskan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan tetapi jumlahnya sangat sedikit dimana satu penyuluh perikanan harus memegang tiga kecamatan. Menurut PPL Kecamatan Pontang, jumlah yang ideal dalam membina petani adalah satu WKPP membina maksimal 16 kelompok, jika lebih dari itu maka harus dibentuk WKPP baru. Namun fakta di lapang, satu WKPP nyatanya terdiri lebih dari 16 kelompok bahkan ada yang sampai 25 kelompok dan ditambah dengan membina dua gabungan kelompok tani (gapoktan). Hal ini membuat mereka tidak optimal dalam bekerja apalagi mendatangi petani secara rutin. Oleh karena itu, keberadaan penyuluh swadaya saat ini cukup membantu PPL dalam melaksanakan tugasnya bertemu dengan petani di lapang. Namun yang saat ini hanya ada di tiga desa yang memiliki penyuluh swadaya karena ketiganya mendapatkan program FEATI.

Faktor lainnya yang juga turut menghambat kegiatan bimbingan ke petani menurut PPL adalah luasnya wilayah hamparan. PPL tidak bisa rutin mengunjungi petani di lapangan karena luasnya wilayah binaan yang harus mereka tangani. Adapun mengenai materi penyuluhan yang cukup penting menurut responden dan perlu ditingkatkan kembali adalah mengenai pengendalian hama terpadu dan cara beternak itik atau entog.

(36)

Persepsi Responden terhadap Materi penyuluhan

Penyuluh sebagai pendidik pertanian dituntut untuk mampu menguasai informasi inovasi, apabila seorang penyuluh tidak menguasai materi yang akan disampaikan maka proses transfer inovasi tersebut dapat terhambat penyebarannya. Menurut Tjitropranoto (2003) materi penyuluhan selama tiga dekade lebih didominasi oleh aspek alih teknologi, berorientasi pada kepentingan program/proyek untuk mencapai target suatu produksi. Untuk itu, cakupan materi penyuluhan perlu diperluas, tidak lagi terbatas pada teknologi produksi. Namun juga memperhatikan teknologi panen, pengolahan, pengemasan, transportasi, informasi harga dan informasi pasar, sehingga usahatani yang dikelola petani menguntungkan dan berkelanjutan. Pada Tabel 27 tergambarkan persepsi responden terhadap pemberian materi yang selama ini diberikan oleh PPL.

Tabel 27. Sebaran responden berdasarkan persepsinya terhadap materi penyuluhan Kategori Desa Pulokencana Desa Sukanegara Jumlah 2 Desa

Jumlah % Jumlah % Jumlah %   Rendah (skor 4-7) 2 6,7 19 63,3 21 35,0   Sedang (skor 8-11 ) 20 66,7 10 33,3 30 50,0   Tinggi (skor 12-15) 8 26,7 1 3,3 9 15,0 Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Berdasarkan Slamet (2003b), penyuluhan pertanian harus mampu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan segala informasi yang diperlukan oleh para petani. Informasi-informasi tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi lain yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasaran perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh petani.

Sebaran responden berdasarkan persepsinya terhadap materi penyuluhan berada dalam kategori sedang yakni 66,7 persen untuk Desa Pulokencana dan rendah yakni 63,3 persen untuk Desa Sukanegara. Penjumlahan kedua desa tersebut ternyata berada dalam kategori sedang yakni 50 persen. Minat petani terhadap materi yang selama ini diberikan oleh penyuluh cukup baik. Materi

Gambar

Tabel  6. Nama desa,  jumlah RT/RW, jumlah kelompok tani  (poktan), dan nama  gabungan kelompok tani (gapoktan) di Kecamatan Pontang
Tabel 7. Pola penggunaan lahan di Kecamatan Pontang
Tabel 8. Sebaran penduduk berdasarkan mata pencaharian
Tabel 10. Sebaran jumlah alat dan mesin pertanian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses yang digunakan untuk memproduksi alumunium adalah proses elektrolisa dengan memakai metoda Hall-Heroult katoda yang dipakai PT INALUM masih di impor dari

Gambar 4.11 merupakan Perancangan Form data transaksi, berfungsi untuk melihat total harga penawaran untuk semua barang lelang yang diajukan oleh setiap vendor.. Di

Berdasarkan keadaan tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk mengambil sebuah judul Hubungan pengetahuan keluarga tentang pre operasi dengan tingkat kecemasan

Kotler dan Keller (2009: 5) menyatakan bahwa manajemen pemasaran sebagai ilmu dan seni memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan

Mengingat Pondok pesantren adalah perwujudan dari cita-cita dan keinginan menciptakan kader penerus atau santri ahli di bidang pengetahuan, khususnya pengetahuan

Upaya penyelesaian dalam perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa dari penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa dalam pasal 18 pada perjanjian tersebut telah diatur

Dalam penerapannya, muqarnas dapat bertransformasi menjadi bentuk yang benar- benar tiga dimensional, seperti yang terdapat pada kubah-kubah dan relung pintu gerbang, dapat

Dari hasil analisis data diperoleh hubungan atau pengaruh tekanan udara tiap bulan untuk periode 1980 – 2010 terhadap daya angkat menunjukan tingkat korelasi atau