1
PROLOG
Sejarah merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan. Ilmu sejarah merupakan media komunikasi dengan masa lalu, dimana kebudayaan mulai berkembang. Melalui proses pembelajaran sejarah, kehidupan dan budaya masa lampau dapat diketahui, baik proses maupun dampaknya. Didalam arsitektur, sejarah juga memegang peranan penting dalam menentukan bentukan atau langgam, disamping budaya masyarakatnya. Karena arsitektur adalah suatu hal yang berkembang dan kadangkala mengalami suatu siklus, maka sejarah arsitektur perlu dipelajari. Dalam hal ini, peradaban manusia yang tercatat dalam sejarah, terutama didaratan Eropa dan sekitarnya mengalami kemajuan luar biasa, dimana seni bangunan dan ilmu struktur berkembang secara menakjubkan. Seni bangunan ini kemudian disebut sebagai arsitektur klasik, karena prinsip-prinsip, konsep dan romantika bangunan pada jaman itu akan tetap abadi. Di dalam membahas arsitektur di masa era klasik, tentu tidak terlepas dan menjadi suatu keharusan untuk mempelajari pula kebudayaan dunia klasik tersebut pada masanya. Kebudayaan Yunani dan Romawi adalah dua kebudayaan klasik dunia yang amat menonjol dan menarik untuk di telusuri. Seberapa jauh pengaruh dari kebudayaan mereka tersebut mempengaruhi ciri dan ungkapannya dalam arsitektur mereka. maupun terhadap kebudayaan dan peradaban lain di dunia adalah inti dan maksud dari penelusuran ini. (Febrianita, dkk, 2014).
2
ARSITEKTUR KLASIK
Arsitektur Klasik merupakan ungkapan dan gambaran perjalanan sejarah arsitektur di Eropa yang secara khusus menunjuk pada karya-karya arsitektur yang bernilai tinggi dan “first class”. Disebutkan demikian karena karya-karya ini memperlihatkan aturan atau pedoman yang ketat dan pertimbangan yang hati-hati sebagai landasan berpikir dalam menciptakan karya tersebut. (Maulana, 2013).
Predikat kata “Klasik” diberikan pada suatu karya arsitektur yang secara inheren (terkandung dalam benda tersebut yang secara asosiatif seolah-olah selalu melekat dengannya) mengandung nilai-nilai keabadian disamping ketinggian mutu dan nilainya. Teori arsitektur Klasik dengan demikian merupakan suatu perwujudan karya arsitektur yang dilandasi dan dijiwai oleh gagasan dan idealisme Teori Vitruvius khususnya pada suatu kurun waktu sesudah Vitruvius sendiri meninggal dunia. Bangunan Parthenon di Athena dan Pantheon di Roma merupakan contoh yang sangat baik dariperwujudan teori arsitektur klasik yang dengan sikap kehati-hatian dan seksama mempertimbangkan prinsip-prinsip order, geometri dan ukuran-ukurannya, disertai dengan kehalusan seni “craftmanship”. Perlu diketahui bahwa bangunan ini mengalami masa pembangunan yang lama, dari saat awal konstruksi, revisi, perbaikan dan penyelesaian berkali-kali hingga sampai pada bentuk akhirnya bisa mencapai lebih dari 200 tahun. Tradisi berarsitektur yang diawali oleh Vitruvius ternyata berlanjut terus dalam jaman Arsitektur Klasik ini. Hal ini dapat kita jumpai dalam buku
Ensiklopedi Romawi yang disusun oleh Marcus T. Varro, dimana Isodore dari Seville menguraikan dan mengembangkan teori Vitruvius dalam tiga unsur/elemen bangunan yaitu DISPOSITIO, CONSTRUCTIO dan
VENUSTAS. Dispositio adalah kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan survei lapangan ataupun pekerjaan pada tapak yang ada, lantai dan pondasi. Venustas adalah berhubungan dengan elemen-elemen yang ditambahkan pada bangunan demi memenuhi hasrat akan rasa keindahan melalui seni ornamen ataupun dekorasi. Uraian seperti ini menunjukan sudah adanya pergeseran pandangan dari Teori Vitruvius. (Maulana, 2013).
Lebih jauh Isodore menyatakan apa itu order sebagai berikut:
“Kolom, dinamakan begitu karena tinggi dan bulat, menopang seluruh berat beban bangunan yang ada. Ratio atau Proporsi yang lama menyatakan bahwa lebarnya adalah sepertiga dari tingginya. Dikenal 4 jenis kolom yaitu : Doric, Ionic, Tuscan dan Corinthian, yang berbeda-beda satu dengan yang lain dalam ketinggian dan
diameternya. Jenis ke-5, dinamakan Attic yang
berpenampang persegi-4 ataupun lebih besar dan dibuat dari bata-bata yang disusun”. (Isodore dalam Varro, 19xx).
Pendapat Isodore ini merupakan sejumlah aturan dan norma bagi karya-karya arsitektur sesudahnya. Nilai-nilai arsitektur Klasik dapat juga kita temukan pada bangunan-bangunan gereja yang sedang mengawali pertumbuhan dan perkembangan sebagai agama yang baru dan menyebar hampir keseluruh benua Eropa saat itu. Salah satu bangunan tersebut adalah Hagia Sophia yang digambarkan dalam suatu konteks urban saat itu sebagai berikut:
“Demikianlah bangunan Gereja ini berusaha
gedung ini menggapai keatas langit sampai awan dan begitu menonjol diantara bangunan-bangunan yang lain, dari atas gereja ini dapat melihat kebawah keseluruh pelosok kota Konstantinopel. Hagia Sophia adalah bentuk yang demikian menyatu dengan kota Konstantinopel, tetapi dilain pihak sedemikian bersinar dan indah, serta megah,
khususnya dalam wawasan perspektivis Bird Eye View.
Dan semuanya ini menjadi lengkap dan sempurna dengan dipergunakannya bangunan ini untuk kegiatan upacara keagamaan” (Isodore dalam Varro, 19xx).
Teori arsitektur Klasik ini kemudian berlanjut hingga jaman Gothic. Kualitas ruang Arsitektur Klasik Gothic ini dinyatakan sebagai keindahan visual yang atmosferik, seperti diaphanitas (kesemrawangan), densitas (kepekatan), obscuritas (kegelapan) atau umbria (bayangan). Gambaran ruang Arsitektur Gothic ini juga dinyatakan sebagai konsep kecemerlangan atau kebeningan yang antara lain dapat dilihat pada bentuk-bentuk jendela khususnya bentuk jendela mawar stained-glass (rosetta) ataupun karya seni kaca timah lainnya.
Hal inlah yang diapresiasikan sebagai prinsip
transparancy dalam usaha mengerti dan menangkap
“cahaya yang datang dari luar”. Di lain pihak ada karya-karya gereja Gothic yang meminimalisir banyaknya cahaya yang datang, atau bahkan ada semacam peningkatan sensasi persepsional sampai ke tingkat imaterial. Beberapa contoh bangunan arsitektur Gothic ini adalah Gereja Katedral Amiens, Katedral Rouen, Katedral St.Dennis Abby, Katedral Reims, Katedral Ulm dan lain-lain. Unsur atau bagian lain dalam kelompok arsitektur Klasik Barat yang tak kalah pentingnya adalah Arsitektur Byzantine, Arsitektur Baroque dan Rococo, serta Arsitektur Arabesque (dimunculkannya imbuhan kata Barat, karena dalam jaman yang sama di dunia Timur juga diketemukan karya-karya
arsitektur sejenis, yang setingkat dan mengagumkan tetapi mengandung pemikiran dan nilai-nilai yang berbeda, seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Angkor). Ungkapan nilai-nilai aritektur yang disebutkan terakhir ini dinyatakan dan ditulis sebagai suatu teori arsitektur, seperti tertulis sebagai berikut:
“Kita dapat menyatakan bahwa bangunan-bangunan ini sebagai obyek arsitektur adalah bersifat massive-tertutup, karena terisolsikan dari ruang sekitarnya, bahwa secara eksterior orang-orang dapat berkeliling melihatnya. Dan karena itu, yang terpenting dan teristimewa dalam mewujudkan identitas bentuk adalah pengolahan tampak dan tampilannya, pengolahan sudut-sudutnya, pengolahan pertemuannya dengan tanah dan ketinggiannya yang menmbus langit. Demikian juga terlihat dengan jelas konsep-konsep Artikulasi dan Kontinuitas. Ada 4 jenis pengolahan sudut, yaitu artikulasi dengan elemen “relief” dengan sudut negative, dengan sudut yang tajam seperti garis, dan dengan sudut yang dilengkungkan, dimana semuanya ini dapat diketemukan secara konsisten pada
bagian bawahnya maupun pada bagian
atasnya/mahkotanya. Munculnya rasa tertarik dan kagum pada diri orang yang mengalaminya akan obyek arsitektur ini dan lingkungan sekitarnya, sedang bagi seorang arsitek akan menyadarkannya bagaimana pentingnya gaya-gaya gravitasi yang sedemikian besar dapat disalurkan ke tanah. Dan hal ini dilakukan agar dapat menaungi dan melingkupi orang-orang didalamnya dan tidak hanya itu saja, tetapi juga menimbulkan rasa kekaguman dan rasa keteguhan, bagaikan ditancapkan dari atas langit.” (Isodore dalam Varro,19xx).
1. Ciri-ciri Arsitektur Klasik
Secara umum, ciri dari arsitektur klasik adalah sebagai berikut:
 Memiliki banyak sekali ornamen atau hiasan hampir di setiap sudut bangunan.
 Penggunaan kolom dan balok (entablature) sebagai elemen utama.
 Biasanya berupa bangunan yang besar dan megah dengan waktu pengerjaan yang cukup lama dikarenakan sedikitnya jumlah pekerja.  Memanfaatkan efek distorsi mata untuk
menciptakan kemegahan dan keindahan bangunan-bangunan utamanya.
 Bahan utama menggunakan bahan yang langsung diambil dari alam.
 Setiap bangunan pada arsitektur Yunani Kuno adalah bagian integral dari seluruh struktur keseluruhan, karenanya peninggalannya (walau tidak sempurna) dapat direkonstruksi menjadi suatu bangunan yang sebenarnya (Hemingway, 2003).
2. Fungsi Arsitektur Klasik
Arsitektur Klasik mengacu pada masa awal di mana aliran kajian sejarah dan budaya dimulai dari masa Yunani dan Romawi, yang kemudian membawa pengaruh ke zaman-zaman berikutnya. Dalam arsitektur klasik, karyanya terpusat pada karya seni pahat dalam bentuk kolosal, dengan fungsi sebagai visualisasi dari agama, kitab suci, dan kepercayaan lainnya, bahkan merupakan sarana ritual keagamaan. Namun, secara umum pada masa ini, fungsi, biaya, dan waktu pembangunan bukanlah faktor yang penting.
Dalam prosesnya, bahan bangunan utama diambil langsung dari alam (atau melalui proses sederhana), dan dikerjakan hanya oleh sedikit pekerja.
Arsitektur Yunani Kuno merupakan pondasi dari berbagai gaya berikutnya yang berkembang di berbagai belahan dunia dan juga menyumbangkan pemikiran yang paling pintar dan penampilan yang sempurna di dalam tradisi Eropa Barat. Arsitektur pra-Yunani kuno sangat terkait dengan kondisi bangsa Yunani yang kaya dengan mitologi dan seni. Hal ini nampak dari fungsi dan bentuk bangunan utama sebagai bagian dari ritual pemujaan. Ideologi kebudayaan masyarakat pra-Yunani kuno tersebut menjadi dasar terbentuknya konsep nilai keestetikaan pada saat itu terfokus pada terciptanya bangunan-bangunan megah dan besar sebagai upaya mendekatkan manusia terhadap mitos dewa-dewi alam semesta. (Maulana, 2013).
3
SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KLASIK
A.Yunani
Arsitektur Yunani Kuno merupakan pondasi dari berbagai gaya berikutnya yang berkembang di berbagai belahan dunia dan juga menyumbangkan pemikiran yang paling pintar dan penampilan yang sempurna di dalam tradisi Eropa Barat. Oleh karena itu, monumen utamanya begitu penting sebagai bentuk pemahaman tentang Arsitektur Eropa itu sendiri.
Yunani tidak menjadi suatu bangsa yang berdiri sendiri hingga era modern dimana pulau utama yang bergunung-gunung dan pulau-pulau lainnya yang terpencar berkembang menjadi city states yang merupakan kebiasaan yang terjadi dalam persaingan.
Peradaban pertama sejarah Yunani Kuno bermula dari Crete (3000-1400 SM) dan berkembang hingga ke puncaknya yakni pada masa Istana Knossos. Kemudian digantikan dengan budaya Mycenae dan Tiryns pada daratan utama. Kemunduran terjadi pada 1100 SM dimana merupakan masa kegelapan dengan beberapa peninggalan yang masih bertahan.
Masa keemasan terjadi pada periode Hellenic (800-323 SM) dimana memperlihatkan perkembangan dari kota besar sebagai pusat komunitas, penemuan kota yang baru dimana munculnya Athens sebagai kekuasaan tertinggi setelah penentuan kemenangan melawan Persia serta perkembangan dalam hal demokrasi. Zenith merupakan peraturan Pericles (444-429 SM) dengan fantasi bunga dalam filosofi, seni, literatur, ilmu, matematika dan drama. Budaya ini berkembang dan direfleksikan ke dalam prestasi-prestasi arsitektur termasuk di dalamnya Parthenon.
Pertumbuhan yang luar biasa pada bangunan sangat dipengaruhi oleh iklim dimana kecerahan serta sinar matahari yang begitu indah memperkuat bayangan dan membersihkan pandangan sehingga terciptanya suatu bentuk landscape yang begitu kuat. Batu gamping dan marmer lokal pun tak kalah memberikan nilai yang berkualitas.
Pada periode Hellenistic (323-30 SM), diikuti dengan kematian Alexander Agung yang mempersatukan Yunani dan memperluas wilayah kekuasaan hingga ke Timur, bentuk-bentuk bangunan besar (great styles) tetap berlanjut walaupun dengan kekuatan yang lebih sedikit dan adanya pengalihan kekuasaan oleh Roma. Arsitektur menampilkan suatu perpaduan Orde yang meluas hingga ke Spanyol dengan penggunaan elemen-elemen tapak dan kubah. Bangunan-bangunan kecil tetap terlihat elegan dengan hiasan yang begitu terperinci namun tidak kehilangan struktur monumentalnya yang merupakan superhuman scale.
Arsitektur Yunani yang masih tetap ada pada dasarnya merupakan bangunan–bangunan publik terutama kuil dan teater. Namun, beberapa rumah biasa juga tetap bertahan. (Istiqomah, dkk, 2014).
a. Kuil-Kuil
Dewa-dewa dengan berbagai macam sifat dan aktivitas yang melekatnya menambah berbagai macam kebiasaan yang melekat dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Yunani. Suatu bentuk kepentingan dari ekspresi arsitektur dan bentuk-bentuk bangunan yang dominan pada masa Hellenic adalah kuil yang merupakan istana tempat tinggal para dewa.Hal ini tidak dimaksudkan sebagi tempat pemujaan namun secara tidak langsung altar yang terdapat pada bagian luar bangunan menjadi ruang ritual bagi masyarakat dimana bentuk didapatkan dari pengalaman yang datang dari luar.
Dari Mycenaem megaron (dinding utama dengan serambi) mengembangkan bentuk kuil menjadi persegi panjang yang dikelilingi kolom-kolom untuk memberikan kesan yang mendalam. Konsep yang simpel ini kemudian diperinci dengan suatu pendalaman pemikiran baik yang datangnya dari luar maupun dalam sehingga membentuk suatu desain.
Inti dari kuil adalah naos, suatu ruang tempat meletakkan patung dewa dengan pintu utamanya menghadap Timur. Patung itu diletakkan di sebuah podium/panggung yang rendah (crepidoma) sekitar tiga anak tangga. Bagian depan naos adalah portico atau pronaos (serambi yang bertiang-tiang). Hal ini merupakan bentuk prostyle dengan kolom-kolom yang berjajar terbuka di depan pintu masuk-keluar ataupun bisa juga merupakan antis dengan kolom-kolom (biasanya dua) antara antae (pilaster-pilaster yang mengakhiri perluasan bagian dinding naos) sehingga portico agak mundur ke dalam bangunan sebagai pengganti rancangannya. Di belakang naos kadang-kadang terdapat rear sanctuary (adyton). Keinginan akan simetri sering ditemukan pada bagian opisthodomus yang merupakan bagian belakang portico yang biasanya dibuat tanpa akses langsung dengan kuil utama. Atap kadang-kadang didukung oleh kolom-kolom yang ada di dalamnya.
Kuil-kuil pada masa awal dibangun dengan menggunakan kayu dan batu merah dengan dasar dinding batu. Kolom-kolom dan dinding-dinding utama pada awalnya dibangun dengan batu gamping (diselesaikan dengan plesteran marmer) pada abad ke-6 SM. Marmer pertama kali muncul pada bangunan di Asia Minor. Material atap utama menggunakan atap terakota. (Istiqomah, dkk, 2014).
b. Orde Klasik
Sebagian besar arsitektur Yunani dibuat dari susunan kolom dan balok. Kolom adalah sebuah modul untuk
Gambar 1.1: Orde Doric, Ionic, Chorintian Sumber: en.wikipedia.com
keseluruhan bangunan dimana bagian capital dan basenya dapat diklasifikasikan pada salah satu dari tiga bentuk yang mendasar yang dikenal sebagai orde klasik.
Orde yang paling awal adalah Doric, dikarakteristikan sebagai kolom-kolom yang terlihat kuat (powerful-looking), biasanya dengan 20 pinggiran galur yang tajam tanpa base. Tinggi kolom (termasuk capital) adalah 4-6 x diameter yang mengalami peningkatan hingga 71 kali pada masa Hellenic. Triglyph dan metope pada frieze (hiasan melintang pada dinding) berkembang dari kayu.
Orde Ionic merupakan orde yang scroll capitalnya berasal dari Asia Minor pada abad ke-6 SM. Kolom-kolom yang telah mature memiliki 24 galur yang dipisahkan menjadi lembaran-lembaran kecil. Galur persegi yang dibuat dari tanah liat (plinth) muncul pada akhir masa Hellenic. Tinggi kolom (termasuk capital dan base) adalah sekitar 9 x diameter terendah.
Peninggalan achantus pada capital Corinthian hampir tidak dapat dibedakan entablature-nya dengan Ionic dimana hampir selalu dapat dibedakan hanya dari frieze-nya yang populer pada masa Hellenistic. Tinggi kolom biasanya sekitar 10 x diameter base. (Istiqomah, dkk, 2014).
Gambar 1.2: Kuil Parthenon Sumber: en.wikipedia.com
c. Evolusi Temple Plan
Dengan mengeksperimentasikan pada proporsi, pembangunan kuil mendapatkan bentuk yang ideal dimana sebagian besar rencana pembangunan kuil Doric yang mengalami perpanjangan/penguluran secara berangsur-angsur berkembang pada rencana kolom klasik yakni 6 x 13 pada outer colonnade (pteron). Hal ini menjadi populer pada abad ke-5 SM. Kuil-kuil di Asia Minor, Itali, dan Sicily mengikuti bentuk yang tidak beraturan dalam artian tidak memiliki suatu aturan yang pasti.(Istiqomah, dkk, 2014).
d. Dekorasi Kuil
Pediment Doric sering menggambarkan pemandangan
mitologi pada relief. Genteng atap pada bagian pinggirnya diakhiri dengan hiasan yang dikenal sebagai antefixae, dimana hal ini meyebabkan bagian joint tidak kelihatan. Semua orde menggunakan moulding (papan hias tembok) dengan berbagai macam tipe profil termasuk hawksbeak (tipe Doric) dan egg-and-dart (Ionic). Dekorasi Doric seringkali dicat sedangkan
Ionic dan Corinthian menggunakan permainan ritme pada motif
tumbuh-tumbuhan. (Istiqomah, dkk, 2014). 1. Kuil Parthenon (447-432 SM )
Kuil Parthenon merupakan permata
Acropolis yang dibangun
dengan marmer pentelic.
Parthenon merupakan
bangunan yang sangat menonjol dan merupakan pusat dari Acropolis.
Gambar 1.3: Denah Parthenon Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 1.4: Denah Acropolis Sumber: en.wikipedia.com 447-432 SM sebagai karya dari arsitek Ictimus (Iktinos) dan Callicrates(Kallikrates) dan ahli pematung Phidias (Pheidias). Bangunan Parthenon dikatakan sebagai 'kesempurnaan terbesar dari karya kuil Doric yang pernah di bangun‟, sebuah penampilan dengan proporsi sempurna yang dihasilkan oleh ahli maya-loka Athena.
Parthenon menjadi contoh bangunan tertinggi. Desain
dasar dapat terlihat pada bangunan itu sendiri yakni kuil Doric dengan deretan kolom-kolom penunjang atap (pteron) 8 x 17 kolom dengan tinggi 10,4 m serta terdapat serambi prostyle yang diduplikasikan dari
Ophistodomos. Di dalam
naos terdapat monument emas Phidias yakni patung
Athena serta memiliki
kolom-kolom internal pada tiga sisi. Di belakangnya, namun masih dapat diakses hingga
opisthodomus, merupakan
tempat suci yakni sebuah Hall of the Virgins yang dianggap sebagai tempat
sakral. Entablature-nya terdapat pada ketinggian 3,4
m. Pediment dan metope
merupakan hiasan yang diukir. Ionic menginspirasikan frieze pada sekeliling dinding luar naos, serambi dan
opisthodomos yang
menggambarkan prosesi Panathenaic.
2. Propylaea ( 437-432 SM )
Propylaea adalah bangunan berbentuk pintu gerbang karya arsitek mnesicless, tapi pembangunannya tak sempat diselesaikan karena terjadi peperangan dengan bangsa Peloponnesia. Puing-puing dari bangunan tersebut masih bisa dilihat sampai sekarang, tetapi ada beberapa bangunan yang benar-benar sudah hilang antara lain; Pinacotheca (sebuah galeri seni), Theater Dionysus, Odeon (sebuah ruang musik dari Herodes Atticus) dan Stoa (sebuah tempat berteduh dan tempat berpameran dengan colonnade dari Eumenes). Patung Promachos karya Pheidias yang sangat besar dan terbuat dari perunggu dan mendominasi wajah kota. Kehalusan dari denah Acropolis terlukis melalui tangga-tangga lapangan yang melandai dan ruang kolom dari propylae (437-432 SM) dengan istana depan dari gedung-gedung yang ada disampingnya. Arsitek Minesicles menciptakan perpaduan yang unik antara keagungan dan kesederhanaan yang tepat pada entrance serambi depan Acropolis. Kolom-kolom luarnya adalah Doric dimana salah satu kolom yang ada di dalamnya yakni pada jalur lintasan utama merupakan kolom Ionic yang lebih kecil, sebuah penjajaran yang briliant.
Suatu penempatan yang luar biasa. Selanjutnya memiliki sayap dengan pintu-pintu yang dilengkapi dengan serambi bergambar. Propylaea menjadi pintu gerbang dari Acropolis dirancang dan yang dibangun pada 437-432 SM meliputi suatu bangunan pusat dan dua sayap cabang samping. Colonnades sepanjang sisi timur dan barat mempunyai suatu baris kolom Doric dua baris kolom Bersifat Ionic membagi koridor tengah ke dalam tiga komponen.
Dinding dari sayap utara dihias dengan lukisan, dinding atau panel dicat dan di sebut" Pinakotheke". Langit-Langit Dari Propylaea mempunyai dekorasi dicat dan suatu sima dilubangi di sekitar atap. (Istiqomah, dkk, 2014).
Gambar 1.5: Athena Nike Sumber: en.wikipedia.com
3. Kuil Athena Nike ( 427-424 SM ) Kuil Nike merupakan kuil terkecil yang bagi penduduk
Athena dianggap sebagai kuil
pembawa keberuntungan bagi kota Athena. Kuil ini merupakan salah satu tempat suci yang mempesona, dipersembahkan kepada kemenangan Athena yang dibangun oleh Callicrates. Kuil ini merupakan salah satu dari bangunan Ionic pertama di
Athena. Gaya bangunannya
terdiri dari empat ionic dengan empat kolom pada masing-masing akhir. Bentuknya amphiprostyle dimana terdapat portico (serambi yang bertiang-tiang) pada setiap akhirnya namun tidak terdapat pteron(outer colonnade). Kuil ini berdiri dengan Hak cipta dari Propylae yang telah lama direncanakan. Perbandingan proporsi kolom dengan diameter yang kecil mungkin untuk menghindari perbedaan yang begitu besar dengan Propylaea.
Untuk pertama kalinya dalam dunia Arsitek Yunani menggunakan tiga fasade. Pada kuil nike Athena terdapat suatu sandaran disebelah kanan dan di depan yang kuat, kecuali beberapa batu Elusinian yang dekorasi strukturnya dalam wujud suatu pintu gerbang luas dengan sayap yang panjang dan lebar sekitar 156 kaki. Suatu serambi disisi kiri adalah museum lukisan dan suatu ruang terbuka pada sisi kanan yang berisi patung yang didalamnya terdapat tiang-tiang.
Dekorasinya menggambarkan kemenangan Athena atas Persia. Relief pembebasan terlihat pada bagian atas dari dinding dimana pada bagian atas sisi timur melukiskan
Gambar 1.6: Kuil Erechtheum Sumber: en.wikipedia.com konferensi para dewa, sedangkan pada atas sisi yang lain menggambarkan pemandangan dari peristiwa pertempuran .
Suatu sandaran pualam dihias dengan penyajian relief;pembebasan Nikae (Kemenangan), yang dilindungi tepi dari benteng yang di atasnya kuil menegangkan. (Istiqomah, dkk, 2014).
4. Erechtheum ( 421-405 SM )
Erechteum merupakan
sebuah kuil pengganti bangunan sebelumnya yang mengalami kehancuran pada 480 SM akibat peperangan dengan bangsa Persia yang dipimpin Salamis. Kuil ini dibangun oleh arsitek Mnesicles antara
tahun 421-405 SM dan terletak pada situs yang dikelilingi oleh hutan keramat dan tanah perkuburan. Dibangun dengan gaya bersifat ionic dan banyak patung pemujaan Athena. Terdapat kekurangan pada main fasadenya dimana tidak bisa diapresiasikan hanya dalam satu view point. Kuil ini dibangun untuk memperingati pertarungan antara Athena dan Poseidon untuk Athens.
Ini merupakan irreguler planning dimana memiliki 2 level yang didirikan pada site yang tidak tepat serta membutuhkan penambahan tempat suci bagi 3 dewa. Dari tiga serambi yang ada, satu serambi pada bagian utara dihias indah oleh tiang-tiang ionic serta pintu keluar masuk yang diperkaya dengan ukiran-ukiran. Serambi ini merupakan serambi terindah. Sedangkan serambi selatan ditopang dengan pahatan patung
Caryatid. Dekorasi dinding friezen berwarna dark grey,
sedangkan marmer eleusian dihias dengan pahatan marmer putih.
Gambar 1.7: Kuil Artemis Sumber: en.wikipedia.com Erechtheion merupakan bangunan yang bersifat Ionic mempunyai suatu prostasis pada sisi atas bagian timur, suatu propylon sangat besar pada atas bagian utara, dan serambi terkenal dari Caryatids pada bagian selatan.
Kuil yang utama adalah dibagi menjadi dua bagian, dipersembahkan kepada pemujaan dari dua dewa utama Attica,
Athena dan Poseidon-Erechtheus. Patung kayu Athena
disimpan disini dimana Erechteum lebih sakral daripada Parthenon
Suatu dekorasi relief; pembebasan, tegas suatu penyajian yang mungkin menyangkut kelahiran Erechtheus, menghias bagian luar dari bangunan. Di atas menjadi pandangan dari selatan dan timur. (Istiqomah, dkk, 2014). 5. Kuil Artemis
Bagian timur Aegean adalah tempat lahirnya bangunan Yunani kuno. Kuil
Artemis adalah bangunan
dengan bentuk dasar dari Capital Voluted pertama yang terlihat tahun 570 SM. tipe dasar bangunan ini memiliki
potongan horizontal yang bergulur yang berada diatas dengan cetakan cembung dasar (Thorus).
Kuil Artemis di Afesus adalah bengunan terkemuka dangan pahatan gendang pada kolom bangunannya. Dinding luarnya berbentuk sudut, dan memiliki sebuah halaman berbentuk cekung yang luas yang mengelilingi bangunan dengan ciri khas Asia Kecil. Bangunan kuil terbesar 10 x 21 kolom,dengan jumlah kolom 122, tangga 7 trap gank ionic. (Istiqomah, dkk, 2014).
Gambar 1.8: Doric Apollo Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 1.10: Patung Hera Sumber:
sacred-destination.com
6. Kuil Apollo (336-332 SM) Kuil Apollo Doric dipersembahkan kepada dewa Apollo dan memiliki luas 6 x 16 yang diwarisi dari para pendahulunya yaitu yang keenam berada didekat perbendaharan Athena (510 SM). Bertempat di kawasan Delphi yang merupakan tempat yang paling menarik dari semua tempat suci
yang ada. Terkenal sebagai tempat duduk kuil dan sebagai tempat peramal dari Dewa Apollo. Di sini semua bangunan lain saling berhubungan dimana tahap terpenting dari sejarahnya dimulai pada abad ke-6 SM. Susunan di altar sekitar jalan suci berliku-liku ke arah selatan dan terlihat tidak baik namun pada kenyataannya dengan teliti menyusun serta menciptakan rangkaian pemandangan. Bangunan Doric pertama terdiri dari 100% marmer dengan dinding yang dihiasi pahatan tentang pujian dan musik untuk Apollo. (Istiqomah, dkk, 2014).
7. Kuil Hera
Kuil ini dibangun pada tahun 550 SM. Mengalami perpanjangan rencana pada masa awal Doric (6 x 16). Sebagian besar Ethinus block yang masih bertahan berasal dari abad ke-5 SM
(characterized by angled
straight sides), tetapi
Gambar 1.9: Kuil Hera Sumber: sacred-destination.com Gambar 1.11: Kuil Olimpiade Zeus Sumber: en.wikipedia.com Kuil ini merupakan salah satu kuil tertua. Kadang-kadang disebut Basilica karena kesalahan arkeolog-arkeolog terdahulu yang berpikir
bahwa kuil ini merupakan bangunan publik bangsa Romawi. Tidak seperti kuil-kuil lainnya, maksud pembangunan kuil ini ditujukan sebagai ucapan syukur kepada Hera dalam bentuk kuil. Oleh karena itu, di bagian dalam kuil terdapat patung Hera dalam
bentuk kecil yang sekarang disimpan dalam museum Paesteum. (Istiqomah, dkk, 2014).
8. Kuil Olimpiade Zeus
Di Sisilia bangunan terbesar adalah Kuil Olimpiade Zeus, dimana bangunan dinding bersatu dengan Doric bagian luar kolom. Corak eksterior mengangkat model pahatan dibawah
entablature yang berat.
Menggunakan mature Doric 6 x 13 plan. Secara keseluruhan dibangun dengan plesteran batu
kapur / gamping dengan hiasan marmer dan genteng atap. Italia dan sisilia memiliki pemeliharaan yang baik pada kuil Doric diawal tahun ke 5 dan 6 SM. Doric basilica yang dibangun 530 SM terinspirasi oleh bangunan Yunani Kuno, dimana bentuknya seperti cerutu yang memiliki capitle besar dengan dekorasi leher. selain itu terdapat bangunan kuil
Gambar 1.12: Kuil Theseion Sumber: en.wikipedia.com Poseidon, dimana anak tangga utama menuju langit-langit atap memiliki bagian-bagian yang kuat. (Istiqomah, dkk, 2014). 9. Kuil Theseion ( 449-444 SM)
Kuil ini dibangun pada tahun 449-444 SM. Namun dialihfungsikan menjadi sebuah gereja pada zaman Byzantine
Greeks dimana dikonstruksikan
sebagai apse pada akhir bagian timur dan memberikan sebuah concrete vault pada bangunan kuil tersebut. Seperti pada Parthenon, Doric frieze pada bagian serambi digantikan dengan kelanjutan Ionic frieze. Cukup terdapat banyak moulding pada bagian atas. Bangunan ini sebagian besar
dibangun dengan
menggunakan marmer
Pentelic kecuali pada bagian tiga anak tangga paling bawah yang menggunakan batu gamping. Kuil ini menyimpan patung
Athena dan Theseus/Hephaestos. Baik pronaos maupun
opisthodomos didekorasi dengan Ionic frieze termasuk di dalamnya beberapa tipe triglyphs Doric yang ditambahkan dengan hiasan pada pediment dan metope. Frieze pada pronaos menggambarkan pertarungan Theseus dengan Pallantides pada persembahan para dewa dimana frieze pada opisthodomos menggambarkan pertarungan antar Centaur dan Lapith. Pada awalnya, pediment di bagian timur diindikasi sebagai kelahiran Erichthonios sedangkan bagian barat adalah Heracle sebelum
Gambar 1.13: Kuil Poseidon Sumber: en.wikipedia.com pediment di bagian barat memperlihatkan lagi pertarungan antara Centaur dan Lapith sedangkan pediment di bagian timur menggambarkan Heracles ketika akan menjadi pahlawan menuju Gunung Olympus. Hanya 18 dari 68 metope kuil Theseion yang dihias, sedangkan yang lainnya dicat. Sepuluh
metope pada sisi timur menggambarkan pekerjaan Heracles
sedangkan empatnya masing-masing sebelah utara dan selatan yang menggambarkan Exploits of Theseus. (Istiqomah, dkk, 2014).
10. Kuil Poseidon
Kuil poseidon dibangun pada tahun 440 SM di atas reruntuhan kuil sebelumnya pada masa Archaic. Berada di ketinggian 60 m di atas laut. Tipe desain kuil ini adalah hexastyle yakni memiliki portico depan dengan 6 kolom. Hanya beberapa kolom dari kuil tersebut yang masih berdiri.
Seperti dengan kuil-kuil Yunani lainnya, kuil poseidon dibangun berbentuk persegi panjang dengan tiang-tiang penunjang atap (collonnade) di keempat sisinya. Jumlah perbandingan kolom awal berdiri dengan saat ini adalah 42:18. kolomnya merupakan kolom Doric yang dibuat dengan material lokal yakni marmer putih.
Pada bagian tengah kuil terdapat naos dimana terletak patung poseidon yang menghadap ke pintu utama. (Istiqomah, dkk, 2014).
B. Romawi
Bangsa Romawi berasal dari masyarakat Agrikultur-militer yaitu bangsa/kaum petani yang suka berperang dan berekspansi ke sekitar Laut Tengah, Eropa Utara dan Barat serta sebagian Asia dan Afrika. Bangsa ini berasal dan berbagai macam suku bangsa yang mendiami suatu wilayah. Kebudayaan Romawi berawal dan seni Eropa Barat yang diambil secara komprehensif. Mula-mula dianggap tahap dekadensi periode setelah Yunani pada bidang seni, namun secara total menyerap nilai seni yang sudah ada dari kebudayaan tersebut dan nilai-nilai yang terkandung ternyata sudah tidak asli dan bermutu rendah, sehingga Bangsa Romawi bisa dianggap sebagai penyebar dan pelestari peninggalan kebudayaan klasik, jadi dapat dikatakan sebagai Asimilator (menyatukan hasil karya orang lain) dan bukan Kreator.
Kekaisaran Romawi mempunyai wilayah kekuasaan yang menyebar dan berkembang (ekspansif) di sekitar daratan Spanyol, Armenia, Inggris hingga Mesir. Dengan demikian masing-masing daerah tersebut diperlukan suatu koordinator wilayah kekuasaannya (Teritorial). Akibat luasnya daerah kekuasaan, bangsa Romawi mencetuskan kebudayaannya menjadi Internasionalisme Budaya (Cultur lnternationalism). Perbedaan-perbedaan gaya kekuasaan teritorialnya disatukan dalam satu gaya kepemimpinan yang dinamakan Gaya Imperial. Kerajaan Romawi merupakan suatu negara yang digolongkan sebagai “statesmanship” yaitu bangsa yang memiliki kemampuan sebagai negarawan (dengan kekuasaan yang bertumpu pada kekaisaran), atau Imperium Romanium. Sedangkan Yunani dapat digolongkan sebagai negara “negara kota atau negara federasi”. Romawi dikenal sebagai bangsa yang ”love of power” sedang Yunani dikenal sebagai bangsa ”love of beauty”.
a. Karakteristik Arsitektur Romawi
1. Kemampuan dalam teknologi bangunan lebih maju dari pada bangsa Yunani, seperti dalam pembuatan saluran air dan pembuatan konstruksi busur/lengkung.
2. Penafsiran terhadap makna kehidupan dari segi fungsi dan sistem struktur sosial sangat kompleks. Kondisi ini sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku, tata cara hidup dan termasuk dalam tata bangunan. Setiap aktifitas kehidupan dalam struktur social kemasyarakatan seringkali diperingati dengan upacara-upacara atau pesta-pesta besar.
3. Konsep penataan bangunan dan landscape perkotaan dirancang secara integratif. Perancangan bangunan selalu berorientasi kedalan skala yang lebih luas atau dalam skala kota demikian juga sebaliknya.
4. Konsep perancangan menekankan pada pengertian bahwa ruang merupakan media ekspresi arsitektural. pada skala kota dan interior.
5. Skala bangunan bersifat monumental atau mengutamakan kesan agung. Ekspresi arsitekturnya terungkapkan melalui peralihan artikulasi detail.
6. Bentuk arsitektur mengesankan keanggunan formal yang berorientasi birokratik, tersusun secara sistematik, praktis dan variatif dalam langgam.
b. Langgam Arsitektur
1. Memanfaatkan kosa klasik Yunani sebagai motif dekorasi, bukan elemen dasar yang mengungkap karakter ideal secara utuh.
2. Superimposisi (menggahungkan order kiasik yang diatur dalam posisi saling tumpang tindih untuk satu tingkatan yang berbeda) berbagai langgam, untuk mencapai suatu totalitas sistem yang dinamis dan bentuk simbolik yang baru.
3. Dinding sebagai bidang penerus, diperkuat dengan pembagian bidang, tekstur, elemen vertikal dan horizontal.
4. Kontruksi busur dan lengkung untuk gugus ruang yang kompleks.
c. Konsep Ruang
1. Ruang merupakan konkretisasi dimensi waktu dan tindakan, bukan keabadian atau keteraturan statis. 2. Ruang bersifat self-contained bukan merupakan
batasan fisik belaka, karena itu harus dibentuk, diartikulasikan dan diaktifkan.
3. Karakter lingkungan spatial terpadu, tidak ditentukan oleh ikatan situasi geografis tertentu. 4. Artikulasi ruang merupakan kontinuitas, irama,
variasi, keteraturan, dinamis, sekuens dan aksialitas.
Gambar 2.1: Capitol Triad ( Jupiter, Juno, dan Minerva ) Sumber: en.wikipedia.com Gambar 2.2: Pantheon Sumber: airbnb.com d. Tipologi Bangunan 1. Kuil
Merupakan asimilasi yang berasal dan elemen-elemen arsitektur Yunani. Beberapa bentuk bangunan tidak berdiri sendiri, diantaranya merupakan gabungan dinding pembatas ruang yang vertikal dengan yang melengkung dan diatur secara aksial. Bangunan ini dipersernbahkan untuk tiga serangkai dewa Romawi (Capitol Triad) yaitu : Jupiter, Juno dan Minerva.
Salah satu kuil yang terkenal adalah Pantheon, dibangun oleh Handrian sejak awal abad 2 SM yang diperuntukan bagi semua dewa. Konsep ruang dalamnya menggambarkan karakteristik Kosmik dengan model surgawi. Bangunan ini telah menjadi puncak keberhasilan arsitektur
Romawi karena Handrian telah menciptakan fase baru dalam perkembangan teknoiogi membangun terutama nilai-nilai atau makna yang terkandung didalamnya.
Gambar 2.3: Basilika Sumber: airbnb.com
Gambar 2.4: Teater Sumber: airbnb.com Secara keseluruhan bangunan ini memiliki dua elemen utama yaitu:
a. Rotunda.
Merupakan suatu kubah besar yang mewadahi Cellar. Diameter atau garis tengah kubah irii sebesar 43.6 meter. b. Portico.
Merupakan suatu serambi berkolom (Colonnade) dengan langgam elemen Carinthian Order.
2. Basilika
Bangunan publik dengan sifat multi fungsi diantaranya dapat digunakan untuk bangunan administrasi, pengadilan, bermusyawarah atau berkumpul dan tempat interaksi sosial masyarakat kota Roma (Public
Promenade). Bangunan ini ada
kemiripan dengan Stoa di Yunani. 3. Teater
Masih bersumber pada teater Yunani dengan beberapa perubahan bentuk dan metoda strukturnya. Konsep ruangnya mengalami pergeseran orientasi yang bukan lagi dengan setting panorama alamiah, tetapi lebih memfokuskan pada pertunjukan tersebut, akibatnya kesan ruang
dalam terasa lebih kuat terutama dengan membuat tempat duduk yang curam. Teater ini biasanya digunakan untuk
Gambar 2.5: Roman Bath Sumber: en.wikipedia.com pertunjukan sandiwara realistik yang menampilkan unsur-unsur dekor, penghapusan orkes dan ukuran panggung yang terbatas.
4. Amphiteather ‘Hippodrome’ Circus
Berkembang akibat popularitas olah raga atletik, lomba kereta, pertarungan Gladiator melawan hewan buas. Bangunan ini berdiri di atas tanah yang datar dan berbentuk ellips dengan daya tampung untuk kurang lebih 700 orang. Bentuk dinding dengan langgam superimposisi dan bentuk arkade yang mengelilingi sisi luar bawah bangunan. Juga terdapat struktur basement untuk kandang, jebakan dan tempat keluarnya para gladiator.
5. Roman Bath
Tempat pemandian atau kolam yang minp dengan pemandian Turki (mandi panas-bilas-mandi spaberenang di air dingin) dan digunakan juga sebagai tempat perkumpulan anggota klub (Social Centre). Salah satu pemandian yang tekenal pada waktu itu adalah
Bath of Caracalla rnenggunakan kontruksi lengkung atau kubah
dan beton untuk mencapai gugusan ruang yang kompleks, program fungsional rumit karena banyaknya ruang yang diperlukan.
Gambar 2.6: Spalato Sumber: en.wikipedia.com
6. Spalato ( Palace of Diocletian ) Rumah tmggal para pemimpin yang me.nampilkan karakter simetris dan bernuansa muter kekaisaran, makna yang ditampilkan menunjukkan peran kaisar sebagai Cosmocreator (kekuatan yang menguasai dunia). Bangunan ini dapat dikelompokkan dalam jenis villa dan istana.
7. Forum
Merupakan unit spatial yang terbuka, umumnya berbentuk empat persegi panjang yang direncanakan untuk kenyamanan dan menikmati urutan persepsi visual dan vista. Elemen-elemen bangunan terdiri dan portico yang berfungsi sebagai pemersatu heterogenitas, pengatur koinposisi aksial, penyatuan urutan ruang dalam dan ruang luar (transition space). Salah satu contoh tipikal forum masa awal pemerintahan republik adalah Forum Romanium.
8. Villa ( Roman Country House)
Rumah berbentuk atrium (ruang yang terpusat dan pada bagian atasnya terbuka). Merupakan sintesa dari fungsi privat dan fungsi publik. Bagian tengah bangunan ini ditembus oleh poros longitudinal yang bergerak dan entrance ke kebun. Contoh villa yang terkenal pada waktu itu adalah Villa Hadrian. Sedangkan apartemen atau insulae merupakan bangunan yang bertingkat lima dengan toilet pada tingkat satu dan WC atau KM di tempat pemandian umum.
Gambar 3.1: Peta daerah Byzantine Sumber: en.wikipedia.com
C. Byzantine
Kekuasaan Byzantine berpusat di Constantinople (Istanbul-Turki) merupakan Kekuasaan dibawah Roma di Eropa hingga ke Timur atau sering disebut Roma kedua, yang menguasai jalur perdagangan laut yang menghubungkan benua Eropa dan Afrika hingga ke Asia, merupakan wilayah otonom dengan perdaban menuju millenium dibandingkan
kekaisaran Roma sendiri. Daerah ini merupakan perpanjangan Roma di bagian timur, atau sering disebut kerajaan Roma timur.
Wilayah yang sekarang masuk dalam negara Itali sekarang di mana kekuasaan Romawi berasal dan berkembang berupa semenanjung, menjorok ke selatan-timur di Laut Mediterania. Keadaan geografis tersebut bertolak belakang dengan Yunani, yang berupa kepulauan dan sebagian besar wilayah daratannya berupa pantai, dari Laut Aegean. Roma sebagai pusat kekuasaan dan kebudayaan Romawi, berada di bagian selatan-tengah semenanjung, tidak jauh dari pantai laut Mediterania. Budaya Romawi berkembang melalui kekuasaan didapat dari penaklukan,
berbeda dengan penyebaran budaya Yunani yang melalui kolonisasi. Budaya Romawi termasuk arsitektur berkembang dari kekuasan perebutan kekuasaan dan penaklukan tidak hanya berkembang di wilayah Itali, namun hingga sebagian besar Eropa, Afrika Utara dan Asia Barat.
Byzantine merupakan salah satu koloni Yunani sejak tahun 600 SM dan dijadikan pusat pemerintahan Kekaisaran Romawi pada tahun 330. Selama jaman pertengahan (middle ages), kota ini menjadi benteng pertahanan orang-orang Kristen dari serangan bangsa Barbar dari Barat. Honorius, imperior pertama dari Barat setelah wilayah dan pemerintahan Kekaisaran Roma dibagi menjadi dua, memindahkan kediaman dan pusat pemerintahan Kekaisaran Barat di Ravenna, sebuah kota di pantai Mediterania bagian timur-utara dari Italia. Sedangkan Konstantinopel tetap menjadi pusat pemerintahan Kekaisaran Timur. Pengaruh Byzantine menjadi dominan dalam arsitektur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebudayaan Byzantine antara lain:
 Pengaruh kebudayaan Romawi.  Pengaruh agama Kristen.
 Beberapa pengaruh kebudayaan yang berasal dari Timur.
Kota Ravenna dan Konstantinopel menjadi poros pemerintahan Byzantine dan pusat perkembangan budaya serta arsitektur. Kekaisaran Byzantine berlangsung lebih dari 1000 tahun, mulai abad ke-4 M sampai tahun 1453. Selama berdirinya, merupakan satu kekuatan penting di bidang ekonomi, budaya dan militer di Eropa. (Febrianita, dkk, 2014).
Gambar 3.2: Penggunaan atap kubah sebagai simbol kekuasan Yang Maha Esa
Sumber: en.wikipedia.com
a. Karakteristik Arsitektur Byzantine
Penggunaan sistem kubah untuk konstruksi atap bertolak belakang dengan gaya Kristiani kuno berupa penopang-penopang kayu dan juga gaya lengkung batu Romawi. Cita-cita arsitektur Byzantine adalah mengkonstruksi atap gereja dengan atap kubah, karena kubah dianggap simbol dari kekuasaan yang Maha Esa.
Sistem konstruksi beton dari Romawi dikembangkan dengan pesat. Kubah yang merupakan ciri dari daerah timur, menjadi model atap Byzantine yang merupakan penggabungan dari Konstruksi kubah dan sudut model Yunani dan Romawi. Karena dominan bentuk dari seluruh bangunan menggunakan bentuk lingkaran dan lengkung dengan bentang lebih lebar.
Type-type kubah yang diletakkan diatas denah segi-4 dilengkapi dengan jendela kecil-kecil diatas, disebut Pendetive, dimana pada masa Romawi kubahnya hanya menutup bentuk denah melingkar atau polygonal. Sedangkan bahan pendetive tersebut dipakai bahan bata atau batu apung yang disebut
Purnise. Kubah dibuat tanpa menggunakan penunjang
Gambar 3.3: Struktur Pendetive Sumber: en.wikipedia.com
melambangkan Surga menurut ajarannya, sedangkan kubah-kubah sudut atau disebut Squinch untuk menggambarkan ajarannya dalam bentuk mosaik antara Bema atau bilik suci dengan Naos atau ruang induk atau nave, dipisahkan oleh Iconostatis atau penyekat, sebagai screen of picture “tirai”. Bentuk Eksterior, kadang tidak berhubungan/ tidak ada kesatuan dengan bentuk interiornya. (Febrianita, dkk, 2014).
b. Pengaruh Arsitektur Byzantine Dengan Romawi Gaya bangunan dan style Byzantine pertama kali mengikuti arsitektur Romawi, Mosaik dengan karakter ukiran/pahatan dekorasi dan ornamen, atap lengkung, Kubah besar (dengan material batu dan beton), material batu/batu bata. Namun kemudian Arsitektur Byzantine membawa pengaruh terhadap Eropa dan Asia dan juga Masa Renaissance dan Dinasti Ottoman setelahnya.
Bangunan Bergaya Arsitektur Byzantine memiliki bentuk geometri yang komplek, dengan material batu sebagai material utama dan bata dan plester sebagai material tambahan, unsur dekorasi menjadi penting dan elemen utama dalam bangunan publik, seperti Gereja. Byzantine adalah perwujudan dari konsep atap lengkung dan kubah yang menggantikan rangka atap kayu. Sistem konstruksi perletakan batu bata, yang diperkenalkan oleh bangsa Romawi berkembang menjadi
semacam pembuatan dinding bata secara umum, dan hal ini diadopsi untuk membentuk arsitektur Byzantine.
Rangka dinding batu bata terlebih dahulu diselesaikan dan dibiarkan mapan sebelum lapisan permukaan interior dan lantai marmer dipasang, bagian komponen bangunan yang berdiri sendiri ini menjadi karakterisik dari konstruksi
Byzantine. Penggunaan batu bata yang sama dengan bata
Romawi, sekitar 15 inchi tebalnya, dan diletakkan pada lapisan tebal mortar. Mortar sebagai perekat antara batu bata berupa campuran antara kapur dan pasir, dengan pecahan tanah liat, keramik atau bata, yang hasilnya sama kerasnya dengan bangunan terbaik di Roma.
Karakter dekoratif permukaan luar sangat tergantung pada penyusunan batu bata, yang tidak selalu dipasang secara horisontal, tapi juga terkadang dipasang miring, terkadang juga dalam bentuk berliku-liku, berkelok-kelok, berbentuk chevron atau pola tulang ikan Herring dan banyak macam desain sejenisnya lainnya, memberikan variasi pada fasade. (Febrianita, dkk, 2014).
c. Hagia Sophia
Terletak di Istanbul, Turki. Dibangun pada masa kaisar pertama Constantin dan diperbaiki kembali setelah terbakar dan hancur oleh Kaisar Yustinianus pada tahun 517 AD. Bangunan ini merupakan masterpiece dari masa Byzantium, terbesar dan tertinggi diantara gereja lain di Konstantinopel. Gereja ini menjadi pusat pemerintahan dunia Kristen Orthodoks.
Gambar 3.5: Ruang dalam Hagia Shopia Sumber: en.wikipedia.com Berkali-kali bangunan Hagia Sophia mengalami perbaikan dan renovasi, kebanyakan disebabkan oleh gempa bumi, ketidakstabilan struktur, dan kerusakan akibat perang. Sampai pada masa Pemerintahan Kaisar Justinianus (527-565), Hagia Sophia menjadi lebih besar dan megah, namun tidak mengubah konsep awal dari arsitektur Byzantine pada denah dan tampilan bangunannya. (Febrianita, dkk, 2014).
1) Fungsi
Hagia Sophia yang mengalami perubahan dari gereja ke masjid selama hampir lima abad, sekarang akhirnya berfungsi sebagai museum. Pencetus fungsi museum ini oleh penguasa Turki yang Muslim nasionalis, Mustafa Kemal Atatürk. Pada 1923,
Gambar 3.4: Hagia Sophia Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 3.6, Kolom struktural utama.
Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 3. 7, Hagia Sophia Sumber: en.wikipedia.com museum Hagia Sophia diawasi oleh pemerintah sebagai cagar budaya peninggalan masa lalu. Ini adalah satu-satunya tempat di dunia ini dimana kita bisa melihat simbol-simbol agama Kristen dan Islam berdampingan pada satu tempat. (Febrianita, dkk, 2014).
2) Bentuk
Denah utama Hagia Sophia adalah ruang tengah berbentuk bujur sangkar yang berukuran 32,6 x 32,6 m2. Di sudut-sudutnya terdapat kolom struktural yang sangat masif dan besar. Kolom ini menyangga pelengkung setengah lingkaran yang menyangga kubah utama.
Lebar gereja mencapai 305 meter dan tinggi ± 548 meter, bentuk dasar bangunan segi empat dengan luas 18.000 M2, dengan sekeliling dinding yang dihias mosaic warna warni serta cemerlang keemasan. Arsitek (pada zaman Yustinianus) adalah Isodorus dari Miletus dan Anthemius dari Tralles. Bangunan ini pada tahun 1453 M, diduduki oleh bangsa Turki dan diubah menjadi Masjid, dengan mnghilangkan bagian-bagian yang berhias gambar makhluk hidup.
Gaya arsitektur fasade Hagia Sophia dipengaruhi oleh kebudayaan Byzantine (abad ke-6) yang ada sebelum Konstantinopel berdiri. Gaya Byzantine didasari oleh karya
Gambar 3.10, Perbedaan kubah Pendetive dengan kubah pada
umumnya. Sumber: en.wikipedia.com bangunan Kristen awal yang menempatkan area pembaptisan dan kapel makam sebagai area yang terpusat. Sehingga ruang-ruang atau relung yang mendampingi ruang-ruang utama berformasi radial dengan pusatnya yaitu makam atau meja altar di tengah. Karena formasinya yang terpusat, denahnya pun tidak lepas dari bentuk-bentuk simetris seperti bujur sangkar atau segi delapan/segi banyak dengan ukuran sisi-sisinya yang sama, bahkan berbentuk lingkaran.
Kubah merupakan ciri khas arsitektur Byzantine, yang kemudian ditopang dengan struktur pendentive. Pendentive adalah struktur yang menopang kubah, berbentuk A terbalik dengan kolom dibawahnya. (Febrianita, dkk, 2014).
Gambar 3.9, Fasade Hagia Sophia Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 3.11, Skema Pembebanan Bearing Wall.
Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 3.12, Material Lantai. Sumber: commons.wikipedia.com
3) Sistem Strukur Dan Kontruksi
Pada bangunan Hagia Sophia sistem struktur yang digunakan adalah Dinding Pemikul (Bearing Wall). Pada dinding, penggunanaan batu bata terlebih dahulu diselesaikan dan dibiarkan mapan sebelum lapisan permukaan interior dan lantai marmer dipasang, bagian komponen bangunan yang berdiri sendiri ini menjadi karakterisik dari konstruksi Byzantium.
Penggunaan batu bata yang sama dengan bata Romawi, sekitar 15 inchi tebalnya, dan diletakkan pada lapisan tebal mortar. Mortar sebagai perekat antara batu bata berupa campuran antara kapur dan pasir, dengan pecahan tanah liat, keramik atau bata, yang hasilnya sama kerasnya dengan bangunan terbaik di Roma. (Febrianita, dkk, 2014).
4) Estetika & Material
Gambar 3.13: Ornamen Dinding Hagia Sophia Sumber: @izzatunnisa
Gambar 3.14: Kolom Struktur dengan Ornamen. Sumber: en.wikipedia.com Secara keseluruhan lantai bangunan Hagia Sophia, material yang digunakan rata-rata adalah marmer, yang didatangkan dari pulau-pulau di Laut Mediterania bagian timur.
 Elemen Dinding
Memakai bahan bata, dan dibagian dalam (interiornya) dilapisi dengan mosaik yang terbuat dari pualam warna-warni yang menggambarkan ajarannya. Busur setengah lingkaran dipakai untuk menunjang galery dan bukaan pada pintu dan jendela. Jendela-jendela kecil setengah lingkaran mengelilingi dasar
kubah (pendetive). Kolomnya konstruktif, dengan kepala tiang (capital) bergaya Korintia dan Komposit. Secara keseluruhan pandang, gereja Hagia Sophia merupakan kelompok banyak kubah yang mengelilingi kubah utama secara simetris, sehingga berkesan vertikal. (Febrianita, dkk, 2014).
Gambar 3.16, Urutan Konstruksi Atap Sumber: en.wikipedia.com  Atap/Kepala
Kubah tersebut, menjadi ciri khas tradisional bangsa Timur, menjadi motif umum asitektur Byzantine, yang merupakan gabungan dari konstruksi kubah dengan gaya kolumnar klasik. Kubah dengan bermacam-macam variasi dipakai untuk menutupi denah persegi dengan teknik „Pendetives’. Kubah dan lengkung Byzantine diperkirakan dibuat tanpa menggunakan penyokong sementara atau perancahan atau „centering’ dengan penggunaan batu bata datar yang besar, hal ini merupakan sistem yang cukup nyata yang kemungkinan didapat dari metode Timur. Jendela-jendela disusun pada bagian bawah kubah, yang pada periode berikutnya dinaikkan letaknya pada „drum‟ yang tinggi. (Febrianita, dkk, 2014).
Gambar 4.2: Contoh Denah – S. Maria Della Consolazione Sumber: en.wikipedia.com
C. Renaissance
Arsitektur Renaissance adalah arsitektur pada periode antara awal abad ke-15 sampai awal abad ke-17 di wilayah Eropa, ketika terjadi ketertarikan terhadap budaya klasik terutama budaya Yunani kuno dan budaya Romawi kuno yang disebut Renaissance. Gaya ini pertama kali berkembang di kota Florence, Italia.
Pada masa Renaissance, terdapat tiga penemuan penting. Yang pertama adalah bubuk mesiu, penemuan ini
menyebabkan perkembangan dalam hal militer. Kedua, penemuan kompas. Dengan ditemukannya kompas, memungkinkan untuk melakukan pelayaran ke daratan baru seperti Amerika, dan kepulauan Hindia Barat. Akibatnya adalah berkembangnya koloni-koloni bangsa Eropa pada tempat tersebut. Penemuan ketiga adalah percetakan. Dengan adanya percetakan, minat terhadap literatur berkembang pesat. Buku-buku tentang Latin dan Romawi ditulis, dan akhirnya mempengaruhi cara pandang orang pada masa itu. (Faith, 2011).
a. Karakteristik Arsitektur Renaissance
1. Denah
Denah bangunan berbentuk simetris dan juga proporsional. Ukurannya mengikuti ketetapan yang sudah ditentukan. Untuk bangunan gereja, denahnya tidak berbeda jauh
Gambar 4.1: Peta Florence, Italia
dengan denah yang sudah ada di Italia sebelum terjadinya revolusi minat terhadap gaya arsitektur klasik. (Faith, 2011).
2. Dinding dan Kolom
Pada abad pertengahan, dinding eksterior menggunakan material-material kecil yang disusun. Sementara itu, untuk masa Renaissance, dinding eksterior menggunakan batu atau plesteran sehingga terlihat halus. Pada masa ini, kolom-kolom Yunani dan Romawi digunakan kembali, namun hanya digunakan sebagai hiasan dan bukan sebagai penopang struktur. Selain digunakan sebagai kolom, digunakan juga pilaster dan pedimen. (Faith, 2011).
3. Bukaan
Bukaan pada masa ini datar, atau menggunakan arch semi-sirkuler, terkadang dapat juga berbentuk elips, tapi hampir tidak pernah ada yang menggunakan arch berbentuk lancip. Arsitektur bangunan pada masa ini dapat dibagi menjadi dua bagian, antara lain
bangunan yang
mengandalkan efek dari jendela dan juga bangunan yang mengandalkan efek
Gambar 4.3: Jenis-Jenis Kolom
Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 4.4: Arch Semi Sirkuler Sumber: en.wikipedia.com
dari ornamen seperti cornice, pilaster, dan kolom-kolom. (Francis, 2013).
4. Desain dan Konstruksi
Pada masa ini, barrel vault kembali digunakan. Tidak seperti arsitektur gothic yang memiliki denah persegi panjang, pada masa renaissance denah yang digunakan berbentuk persegi atau semi sirkuler.
Pada masa ini juga, kubah sering digunakan sebagai fitur struktural pada bagian eksterior, dan juga sebagai atap bagi ruangan lebih kecil yang hanya dapat dilihat di dalam bangunan. Pada abad pertengahan kubah jarang digunakan, namun setelah digunakan dalam desain milik Brunelleschi dalam desain Basilica di Santa Maria del Fiore dan juga pada desain Brahmante untuk St. Peter’s Basilica, kubah menjadi bagian yang penting dalam arsitektur gereja dan bahkan kemudian
menjadi penting bagi bangunan sekuler, seperti Villa Rotonda milik Palladio. (Fletcher, 1905).
b. Periodisasi Arsitektur Renaissance
Menurut pembagian waktunya, arsitektur Reinaissance dibagi menjadi :
1) Quattrocento (1400-1500)
Pada masa ini, konsep dan aturan arsitektur diciptakan. Akibat pembelajaran tentang arsitektur Gambar 4.6: Kubah
St. Peter‟s Basilica Sumber: en.wikipedia.com
klasik (arsitektur Yunani
dan Romawi)
menyebabkan
diadopsinya lagi penggunaan detail dan ornamen arsitektur klasik. Ruang, sebagai elemen arsitektur, digunakan secara berbeda dibandingkan pada masa abad pertengahan. Ruang diatur dengan proporsi
yang logis, rupa dan ritmenya mengikuti geometri, tidak menggunakan intuisi seperti pada masa abad pertengahan. Contoh bangunan pada masa ini adalah Basilica di San Lorenzo di Florence, yang diciptakan oleh Fillipo Brunellschi. (Faith, 2011).
2) High Renaissance (1500-1525)
Pada masa ini, konsep yang diambil dari arsitektur klasik dikembangkan dan digunakan dengan ke pastian yang lebih besar. Arsitek yang paling terkenal pada masa ini adalah Bramante (1444-1514) yang memperluas kemungkinan penerapan arsitektur klasik pada bangunan kontemporer. Bangunan ciptaannya, San Pietro in Montorio, dibangun dengan bentuk sirkuler mengikuti gaya kuil romawi. (Faith, 2011).
3) Mannerism (1520-1600)
Pada masa ini, para arsitek melakukan eksperimen menggunakan bentuk-bentuk arsitektural
Gambar 4.7: Basilica di San Lorenzo Sumber: en.wikipedia.com Gambar 4.8: San Pietro in Montorio Sumber: en.wikipedia.com
untuk memberikan penekanan hubungan antara ruang dan masif. Contoh bangunan pada masa ini adalah Villa Farnese atau disebut juga Villa Caprarola. (Faith, 2011).
c. Akulturasi Budaya
Walaupun berasal dari Italia, namun arsitektur renaissance menyebar ke seluruh Eropa. Tentunya terdapat penyesuaian yang dilakukan di tiap-tiap negara untuk mengadaptasi bentuk arsitektur tersebut.
1) Italia
Dapat dikatakan bahwa arsitektur Renaissance berkembang di Italia tanpa transisi dari gaya sebelumnya sama sekali. Hal ini bisa terjadi karena gaya arsitektur
Gothic di Italia belum
memiliki pengaruh yang besar.
Gaya arsitektur
Renaissance dipelopori
oleh Brunellschi. Awalnya gaya arsitektur ini berkembang di kota Florence, kemudian ke kota-kota sekitarnya, hingga akhirnya menyebar ke seluruh daratan Italia. Contoh bangunan Renaissance terkenal di Italia : St. Peter’s Basilica, Basilica of Santa Maria Novella, Villa Capra la Rotonda. (Faith, 2011).
Gambar 4.9: Villa Farnese Sumber: en.wikipedia.com
Gambar 4.10: Villa Capra la Rotonda
Sumber: en.wikipedia.com
2) Perancis
Renaissance di
Perancis tidak diterima secara langsung seperti
Renaissance di Italia.
Penyebab hal ini adalah karena arsitektur Gothic sangat berpengaruh pada Negara Perancis. Diperlukan sebuah periode transisi hingga akhirnya arsitektur Renaissance diterima di Perancis. Pada
masa transisi ini, bangunan-bangunan memiliki gaya campuran antara gaya Gothic dan Renaissance. Contoh bangunan dengan gaya seperti ini adalah Chateau de
Chambord. Bangunan ini memiliki jendela dengan
gaya gothic, tapi memiliki ornamen seperti pilaster dan ornamen renaissance lainnya. (Faith, 2011).
3) Belanda
Sama seperti dalam bidang lukisan, arsitektur Renaissance memerlukan waktu yang lumayan lama untuk dapat diterima di Belanda, selain itu gaya arsitektur ini juga belum bisa menghapuskan gaya arsitektur Gothic secara keseluruhan. Contoh bangunan pada masa ini adalah Antwerp
City Hall. Akulturasi budaya Belanda pada arsitektur Renaissance antara lain: penggunaan rumah tinggal berbentuk sempit dan tinggi, penggunaan “trapgevel” atau gable Belanda, penggunaan dekorasi berupa pediment diatas pintu dan jendela dengan bentuk lebih Gambar 4.11: Chateau de Chambord Sumber: en.wikipedia.com Gambar 4.12: Antwerp City Hall Sumber: en.wikipedia.com
tajam dari yang digunakan pada arsitektur renaissance. (Faith, 2011).
4) Inggris
Arsitektur
Renaissance di Inggris
mulai dikenal dalam masa pemerintahan Ratu Elizabeth I. Arsitektur gaya ini dikenali melalui Negara Belanda, sehingga arsitektur
Renaissance di inggris
mengadopsi juga gaya arsitektur renaissance Belanda. Arsitektur Renaissance di Inggris
dikenal dengan gaya arsitektur Elizabethan. Gaya bangunan pada masa ini adalah bangunan tinggi berbentuk persegi, contohnya adalah Longleat House. (Faith, 2011).
5) Skandinavia Arsitektur
Renaissance di
Negara-negara Skandinavia dipengaruhi oleh arsitektur Flemish, contohnya adalah gable yang tinggi seperti pada arsitektur Istana
Frederiksborg. Di
Denmark, arsitektur
Renaissance berkembang
pada masa pemerintahan Fredrick II dan Christian IV. Gaya arsitekturnya
diinspirasikan oleh kastil di Perancis pada masa itu. Di Swedia, akibat reformasi protestan dan penghentian kekuasaan Gustav Wasa, pembangunan gereja dan bangunan para bangsawan sempat terhenti. Walaupun Gambar 4.13: Longleat House Sumber: en.wikipedia.com Gambar 4.14: Frederiksborg Castle, Norwegia Sumber: en.wikipedia.com
begitu terdapat beberapa contoh bangunan seperti Gripsholm Castle, Kalmar Castle dan Vadstena Castle yang terkenal karena pencampuran gaya abad pertengahan dan arsitektur Renaissance. (Smith, 1884).
D. Gothic
Kekuasaan Romawi berpusat di Roma mencapai puncak hingga abad II, wilayahnya mencakup seluruh kawasan Laut Mediterania, termasuk Mesir di timur-selatan, Mesopotamia di barat, di utara-barat hingga Britania.
Setelah Theodosius I salah seorang penguasa
Imperium Byzantine meninggal pada 395, wilayah kekuasaan
dibagi menjadi dua, wilayah timur berpusat di Konstantinopel (sekarang Istanbul) dan wilayah barat berpusat di Ravenna (sekarang di Italia bagian utara). Bagian utara-barat Afrika, daratan Eropa bagian barat yang dahulu masuk ke dalam wilayah Romawi, tidak lagi berada di bawah kekuasaan Byzantine.
Perpecahan antara kaum ortodoks dari Konstantinopel dengan Paus terjadi pada 1054, berpengaruh besar pada perkembangan politik dan ekonomi Eropa. Dari segi luas wilayah, Imperium Byzantine mencapai puncak pada 1014, ketika berhasil mengalahkan kekaisaran Bulgaria.
Hampir selama abad XIII, gereja sangat kuat mempengaruhi pemerintahan di seluruh Negara di mana Kristen menjadi agama penguasa dan sebagian besar rakyatnya. Keadaan ini membuat semakin banyaknya peninggalan arsitektural atau monumen berbentuk gereja. Di zaman itu dibangun gereja juga katedral besar dan megah di mana-mana. Pada masa inilah arsitektur Gothic berkembang. Abad XIV dan XV, kota-kota di Italia seperti antara lain Florence, Roma, Venesia, mendorong berkembangnya jaman baru disebut jaman Reinassance, merupakan akhir dari Gothic, meskipun nantinya kembali muncul dan disukai kembali pada masa Neo-Gothic sekitar abad XVIII. (Ramadhan, 2012).
Gambar 5.1: Menara Pada Arsitektur Gothic.
Sumber: en.wikipedia.com
a. Arsitektur Gothic
Arsitektur Gothic menjadi satu hasil seni yang paling spektakuler dalam perkembangan arsitektur Eropa occidental, hal ini tidak diragukan oleh para ahli sejarah seni dan arsitektur.
Gothic berkembang dalam jaman akhir kehidupan dalam
benteng telah disebut di depan sehingga jaman Romanesque. Salah satu cirri utamanya berbentuk benteng, atau menara pengawas, karena kesenjangan ekonomi dan social antara para tuan tanah (yang kemudian menjadi raja atau penguasa), dengan petani miskin.
Kekuasaan dan kekayaan raja didukung oleh gereja, semakin melimpah, membuat kecenderungan membangun gereja yang besar, megah dan mewah. Bentuk tinggi dari arsitektur Romanesque, kemudian menjadi ekstrim pada arsitektur Gothic dengan runcing-runcing, penuh dengan hiasan, mengacu semata-mata pada keindahan dan kemegahan. (Ramadhan, 2012).
b. Karakteristik Bangunan Gothic
 Terdapat menara pada bangunan gereja. Biasanya terletak pada bagian depan ataupun belakang bangunan. Dan pada masa Arsitektur Gothic menara difungsikan sebagai isyarat adanya peribadatan di dalam gereja. Hal tersebut berkembang sampai saat ini, dan isyarat tersebut merupakan bunyi lonceng yang ditempatkan dibagian atas menara.
Gambar 5.3: Clear Storey Sumber: en.wikipedia.com Gambar 5.4: Struktur flaying buttres Sumber: en.wikipedia.com  Terdapat rose window. Secara
arsitektural hal itu digunakan untuk memasukan cahaya dan estetika. Sedangkan dari segi religi, rose window dipakai sebagai simbol firman Tuhan yang disimbolkan sebagai cahaya yang masuk dan menerangi isi hati para jemaat gereja.
 Terdapat seni kaca patri
(clear storey) di dinding
bangunan gothic. Hal ini merupakan perkembangan teknologi kaca pada masa itu yang diterapkan pada bangunan.  Adanya rib vaulting. Yaitu atap
bangunan yang menyerupai membran dan memiliki unsur arsitektural sebagai salah satu peninggalan bentuk arsitektur
gothic. Penebalan kolom/tiang
sebagai perkuatan struktur bangunan yang juga merupakan ciri khas dari bangunan gothic. Jajaran kolom yang terpadu dengan rib voulting menjadi unsur utama konstruksi bangunan. (Decy, 2014).
Arsitektur gotik juga menerapkan solusi struktur bagi bangunan-bangunannya yang menjulang tinggi, seperti halnya arsitektur romanesk yang mengandalkan sistem triforium
untuk menyangga bangunan, arsitektur gotik mengandalkan sistem flying buttress. Sistem flying buttress pada dasarnya