• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal CHF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal CHF"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal

Congestive Heart Failure

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Tentara Bhakti Wira Tamtama Semarang

Periode Kepaniteraan 25 Maret 2013 – 18 Mei 2013

disusun oleh:

Septina Esti Ayu P.

(01.207.5561)

Pembimbing:

dr. Nurul Aisyah Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

(2)

Congestive Heart Failure

A. Definisi Congestive heart failure

Congestive heart failure (CHF) adalah sindrom klinis yang kompleks

ditandai dengan disfungsi dari jantung kiri dan kanan, dan perubahan yang dihasilkan dalam regulasi neurohormonal. Hal ini sering terjadi pada tahap terminal penyakit jantung, yang terjadi setelah semua kapasitas cadangan dan mekanisme kompensasi dari miokardium dan sirkulasi perifer telah habis. Awalnya, sindrom ini digambarkan sebagai keadaan overload cairan dengan bendungan paru yang disebabkan oleh gagal jantung. Akan tetapi, sekarang dikenal dengan baik bahwa banyak pasien dengan gejala yang dominan terjadi penurunan kapasitas fungsional karena toleransi latihan yang buruk terkait dengan keterbatasan cadangan jantung (Crawford,M. 2012).

B. Etiologi Congestive heart failure

Penyebab gagal jantung kongestif dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyakit miokard sendiri dan gangguan mekanik pada miokard.

1. Penyakit miokard sendiri, antara lain:

a. Penyakit jantung koroner (penyakit jantung iskemik) b. Kardiomiopati

c. Miokarditis dan penyakit jantung reumatik

d. Iatrogenik akibat obat-obat seperti adriamisin dan diisopiramid, atau akibat radiasi.

2. Gangguan mekanik pada miokard, jadi miokard sendiri sebenarnya tidak ada kelainan. Dapat dibagi menjadi:

a. Kelebihan beban tekanan (pressure overload).

Sebagai contoh: hipertensi, stenosis aorta, koartasio aorta b. Kelebihan beban volume (volume overload).

Sebagai contoh: insufisiensi aorta atau mitral, penyakit jantung bawaan (left to right shunt) atau transfusi berlebihan.

c. Hambatan pengisian.

(3)

Tabel. Beberapa penyebab CHF (Camn et al., 2007)

No. Aetilogy of Heart Failure

1. Myocardial disease a. Coronary artery disease b. Hypertension

c. Immune/inflammatory Viral myocarditis Chagas disease d. Metabolic/infiltrative Thiamine deficiency

Haemochromatosis Amyloidosis Sarcoidosis e. Endocrine Thyrotoxicosis f. Toxic Alkohol Cytotoxic g. Idiopathic Cardiomyopathy

2. Valvular disease a. Mitral stenosis/regurgitation b. Aortic stenosis/regurgitation c. Pulmonary

stenosis/regurgitation

d. Tricuspid stenosis/regurgitation 3. Pericardial disease a. Effusion

b. Constriction 4. Endocardial/endomyoc ardial disease a. Loeffler endocarditis b. Endomyocardial fibrosis 5. Congenital heart disease

a. Atrial or ventricular septal defect

6. Genetic a. Familial dilated

cardiomyopathy

7. Arrhythmias a. Atrial or ventricular

8. Conduction disorder a. Sinus node dysfunction b. Second degree

atrioventricular block c. Third degree

atrioventriculat block

9. High output state a. Anemia

b. Sepsis

c. Thyrotoxicosis d. Pager’s disease e. Atrioventricular

(4)

10. Volume overload a. Renal failure b. Iatrogenic

C. Patofisiologi Congestive heart failure

CHF dapat dilihat sebagai suatu kelainan yang progresif, dapat terjadi dari kumpulan suatu kejadian dengan hasil akhir kerusakan fungsi miosit jantung atau gangguan kemampuan kontraksi miokard. Beberapa mekanisme kompensatorik diaktifkan untuk mengatasi turunnya fungsi jantung sebagai pompa,di antaranya sistem adrenergik, renin angiotensin ataupun sitokin. Dalam waktu singkat beberapa mekanisme ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler dalam batas normal, menghasilkan pasien dengan gejala yang asimptomatik. Meskipun demikian, jika tidak terdeteksi dan berjalan seiring waktu akan menyebabkan kerusakan ventrikel dengan suatu keadaan remodeling sehingga akan menimbulkan gagal jantung yang simtomatik.

Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal jantung seperti (1) mekanisme Frank-Starling , (2) neurohormonal (3)ventricular hipertrofi dan remodeling. Penurunan stroke volume akan meningkatkan end sistolic volume (ESV)sehingga volume dalam ventrikel kiri meningkat. Peningkatan volume ini akan meregangkan ventrikel kiri sehingga otot jantung akan berkontraksi dengan lebih kuat untuk meningkatkan stroke volume (Frank-Starling mechanism) dan cardiacoutput (CO) untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Mekanisme kompensasi ini mempunyai batasnya. Pada kasus CHF dengan penurunan kontraktilitasyang berat, ventrikel tidak mampu memompa semua darah sehingga end diastolic volume (EDV) meningkat dan tekanan ventrikel kiri juga meningkat dimana tekanan yang ini akan transmisi ke atrium kiri, vena pulmonal dan kapiler pulmonal dan ini akan menyebabkan edema paru.

Penurunan CO akan merangsang sistem simpatis sehingga meningkatkan kontraksi jantung sehingga stroke volume meningkat dan CO meningkat. Penurunan CO juga merangsang renin angiotensin sistem dan merangsang vasokonstriksi vena dan menyebabkan venous return meningkat

(preload increase) dan akhirnya stroke volume meningkat dan CO tercapai.

Penurunan CO juga meningkatkan ADH dan merangsang retensi garam dan air untuk memenuhi stroke volume dan CO. Hormon aldosterone juga meningkat

(5)

untuk meningkatkan retensi garam dancairan untuk meningkatkan venous

return tubuh. Tetapi stimulasi neurohormonalyang kronik akan menyebabkan

efek yang tidak diinginkan seperti edema.

Peningkatan beban jantung juga akan meningkatkan wall stress menyebabkan dilatasi ventrikel kiri dan peningkatan tekanan sistolik untuk mengatasi afterload yang meningkat. Maka otot ventrikel akan menebal sebagai kompensasi untuk menurunkan wall stress namun peningkatan kekakuan dinding hipertrofi menyebabkan tekanan diastolik ventrikular yang tinggi dimana tekanan ini akan ditransmisi ke atrium kiri, vaskular pulmonal.

Chronic volume overload seperti pada mitral regurgitasi atau aorta regurgitasi

akan merangsang miosit memanjang. Maka radius chamber ventrikel meningkat dan dinamakan eccentrichipertrofi. Chronic pressure overload seperti hipertensi atau aorta stenosis akan merangsang miosit menebal

yang dinamakan concentric hypertrophy. Hipertrofi dan remodeling ini membantu untuk menurunkan wall stress tetapi pada waktuyang lama, fungsi ventrikel akan menurun dan dilatasi ventrikel akan terjadi. Apabila ini terjadi, beban hemodinamik pada otot jantung akan menurunkan fungsi jantung sehingga gejala gagal jantung yang progresif akan timbul.

Ketika beban kerja yang berlebihan dikenakan pada jantung dengan tekanan darah sistolik meningkat (kelebihan tekanan), peningkatan volume diastolik (volume overload), atau kehilangan miokardium, normal sel-sel miokard hipertrofi dalam upaya untuk meningkatkan kekuatan kontraktil daerah normal. Pada perubahan berikutnya dalam biokimia, elektrofisiologi, dan fungsi kontraktil mengakibatkan perubahan mekanis fungsi miokard. Laju kontraksi melambat, waktu untuk mengembangkan ketegangan meningkat puncak, dan relaksasi miokard tertunda. Penebalan dinding ventrikel membatasi tingkat pengisian ventrikel (disfungsi diastolik), yang diperparah dengan peningkatan denyut jantung karena memperpendek durasi pengisian ventrikel. Kekuatan kontraksi miokard pada akhirnya berkurang karena hilangnya sel dan berlanjut hipertrofi, yang menyebabkan perubahan ventrikel dan volume. Proses dilatasi ruang atau hipertrofi dikenal sebagai remodeling jantung.

Setelah fase kompensasi awal, peningkatan volume Intracavitary biasanya dikaitkan dengan pengurangan lebih lanjut dalam fraksi ejeksi

(6)

ventrikel (progresif disfungsi sistolik) dan akhirnya dengan kelainan pada sirkulasi perifer dari aktivasi berbagai mekanisme kompensasi neurohormonal. CHF berikutnya ditandai dengan respon kontraksi berkurang untuk meningkatkan volume (rata Frank-Starling kurva) dan ventrikel berkurang fraksi ejeksi kiri (LVEF). Respon neurohormonal yang abnormal menyebabkan peningkatan tonus simpatik sistemik dan aktivasi sistem renin-angiotensin. Produksi meningkat angiotensin, menyebabkan vasokonstriksi perifer. Peningkatan resistensi arteri perifer membatasi curah jantung selama latihan. Peningkatan kadar angiotensin II juga menstimulasi pelepasan aldosteron oleh kelenjar adrenal, meningkatkan retensi natrium dan sehingga menyebabkan retensi cairan dan edema perifer.

Kegagalan pompa miokard dan CHF tidak selalu terkait erat pada waktunya. Pasien seringkali awalnya asimtomatik, dengan tanda dan gejala CHF berkembang hanya setelah beberapa bulan kegagalan miokard dan penurunan fraksi ejeksi. Curah jantung tidak meningkatkan cukup selama latihan, tapi bisa normal saat istirahat selama periode ini. Walaupun pasien mungkin tanpa gejala atau sedikit gejala saat istirahat, dengan fraksi ejeksi tidak berubah, perubahan dalam pembuluh darah perifer terjadi dengan perlahan-lahan naik resistensi perifer saat berolahraga. Kinerja Latihan perlahan-lahan menjadi terbatas karena pembuluh darah perifer tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme meningkat dari melatih otot-otot rangka.

Meskipun mekanisme yang tepat dimana respon hemodinamik dan faktor neurohormonal berinteraksi untuk menyebabkan pemburukan klinis progresif dalam CHF tidak diketahui, kelainan hemodinamik dan neurohormonal yang meningkatkan stres dinding jantung dapat menyebabkan morfologi perubahan sel miokard, dan remodeling struktural jantung. Dilatasi rongga ventrikel dan perubahan bentuknya akhirnya dapat menyebabkan regurgitasi mitral. Peningkatan tekanan jantung dan volume juga dapat memicu iskemia miokard, terutama pada pasien dengan penyakit arteri koroner yang mendasarinya (CAD). Pada hipertrofi miokard dapat meningkatkan kebutuhan metabolik jantung dan dapat meningkatkan risiko iskemia pada pasien dengan CAD. Konsentrasi tinggi dari norepinefrin dan angiotensin II dapat memberi efek toksik langsung pada sel miokard. Aktivitas tinggi dari saraf dan sistem renin-angiotensin simpatik dapat memiliki efek elektropsikologi merugikan

(7)

dan dapat menyebabkan aritmia jantung-khususnya mematikan pada pasien dengan ketidakseimbangan elektrolit (Crawford. 2012).

Telah diketahui bahwa peningkatan aktivitas saraf simpatik dapat meningkatkan kontraksi miokardium dan heartrate.Hal ini untuk memicu peningkatan cardiac output. Aktivasi saraf simpatik juga akan menyebabkan pelapasan rennin, retensi natrium, dan vasokontriksi sehingga akan meningkatkan preload dan aktivasi mekanisme frank starling. Respon ini memiliki pengaruh yang baik terhadap tubuh dalam rentang waktu yang singkat, namun akan menyebabkan pengaruh yang buruk dalam rentang waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena peningkatan afterload karena konstriksi pembuluh darah akan menyebabkan kegagalan stroke volume. Sistem simpatik akan menyebabkan perubahan metabolisme miokardium dan katekolamin mungkin merupakan suatu hal yang bersifat toksis terhadap cardiomyocyte. Peningkatan aktivitas adrenergic dan penurunan aktivitas vagal dapat meningkatkan aktivitas listrik yang tidak stabil pada jantung.selain itu, aktivasi sistem simpatik juga dapat menyebabkan redistribusi aliran darah regional dan menyebabkan perubahan struktur pembuluh darah (Camn et al., 2007).

D. Manifestasi klinis Congestive heart failure

Fatique atau kelelahan merupakan gejala yang sering dilekuhkan pasien

dengan CHF.Alasan mengenai hal ini belum bisa dijelaskan dengan pasti namun diduga oleh karena penurunan cardiacoutput dan abnormalitas otot skeletal. Fatique merupakan keluhan non-spesifik pada populasi umum, dan keluhan ini sering ditemukan pada penyakit lain non-kardiovaskuler.

Dyspneu atau sesak nafas adalah gejala lainnya dari CHF.Dyspneu

biasanya merupakan keluhan awal pada penderita CHF. Meskipun dyspneu lebih spesifik dari pada fatique, namun keluhan dyspneu bisa disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit paru, obesitas, dan anemia yang lebih sering terjadi pada populasi tua dan mungkin kadang memiliki kesinambungan dengan CHF.

Gejala serebral seperti pusing, disorientasi, gangguan mood atau tidur mungkin dikeluhkan pada penderita CHF yang parah, khususnya jika timbul hiponatremia.Mual dan rasa tidak nyaman pada perut mungkin dikeluhkan jika telah terjadi kongesti pada liver dan traktus gastrointestinal.Oliguria mungkin

(8)

didapatkan pada CHF yang parah. Hal ini sebagai akibat dari penurunan perfusi renal dan retensi natrium dan air (Camn et al., 2007).

Tabel. NYHA functional class

Class Symptoms severity 1 year mortality

Class I No limitation. Ordinary physical activity does not cause undue fatigue, dyspnea or palpitation

5-10%

Class II Slight limitation of physical activity. Comfortable at rest. Ordinary physical activity causes fatigue, palpitation, dyspnea or angina

10-15%

Class III Marked limitation of physical activity. Although comfortable at rest, less than ordinary activity will lead to symptoms

15-20%

Class IV Inability to carry out any physical activity without discomfort. Symptoms at rest, worsened by physical activity

20-50%

Tabel. Kriteria framingham untuk diagnosis congestive heart failure

Major Criteria Minor Criteria

PND or orthopnea Ankle edema

Neck vein distension Night cough

Lung crepitations Dyspnea on exertion

Cardiomegaly Hepatomegaly

S3 gallop Pleural effusion

Hepatojugular reflux Tachycardia >120bpm

Diagnosis: 2 Major or 1 major + 2 minor for diagnosis

Gambaran klinis relatif dipengaruhi oleh tiga faktor: 1.kerusakan jantung

2.kelebihan beban hemodinamik

3.mekanisme kompensasi sekunder yang timbul saat gagal jantung terjadi. Pada awalnya mekanisme kompensasi bekerja efektif dalam mempertahankan curah jantung dan gejala gagal jantung hanya timbul saat aktifitas. Kemudian gejala timbul saat istirahat seiiring dengan perburukan kondisi. Manifestasi klinis juga dipengaruhi oleh tingkat progresivitas penyakit dan apakah terdapat waktu untuk berkembangnya mekanisme kompensasi. Gagal jantung dapat mempengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel), namun dalam praktik jantung kiri sering terkena.pasien sering

(9)

datang dengan campuran gejala dan tanda yang berkaita dengan kedua ventrikel,namun untuk emmudahkan dapat dianggap terjadi secara terpisah.

a. Gagal jantung kiri

Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakiabatkansesak napas, batuk, dan kadang hemoptisis. Dispneu awalnay timbul pada aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispneu nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnoea/PND). Pemeriksaan fisik seringkali normal, namun dengan perkembangan gagal jantung dapat ditemukan kulit lembab dan pucat menandakan vasokonstriksi perifer, tekanan darah dapat tinggi pada kasus penyakit jantung hipertensi, normal, atau rendah dengan perburukan disfungsi jantung. Denyut nadi mungkin memiliki volume kecil dan irama mungkin normal atau iregular karena ektopik atau AF. Pulsus alternans dapat ditemukan. Pada palpitasi, apeks bergeser ke lateral (dilatasi LV), atau diskinesia (aneurisma LV). Pada auskultasi, mungkin didapatkan bunyi jantung ketiga S3, galop dan murmur total dari regurgitasi mitral sekunder karena dilatasi anulus mitral.

b. Gagal jantung kanan

Gejala yang timbul antara lain pembengkakan pergelangan kaki, dispneu (namun bukan ortopneu atau PND), dan penurunan kapasitas aktivitas. Pada pemeriksaan tekanan vena jugularis sering meningkat. Edema perifer, hepatomegali dan asites dapat ditemukan serta pada auskultasi didapatkan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan (Gray,H. 2002).

E. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Elektrokardiogram

Beberapa pola EKG abnormal mungkin didapatkan pada penderita CHF seperti gelombang Q abnormal, left bundle branch block, gangguan konduksi lain, hipertropi ventrikel atau atrium kiri, aritmia ventrikel atau atrium dimana hal ini dapat dijadikan bahan investigasi untuk menentukan penyakit dasar yang mendasari terjadinya CHF. Beberapa pola EKG

(10)

abnormal dapat membantu menentukan prognosis dan pemilihan terapi seperti bundle branch block yang dapat diprediksi akan menghasilkan prognosis yang buruk pada penderita dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan hal ini dapat memebrikan pilihan terapi yang optimal untuk penderita CHF seperti cardiac resynchronization therapy (Camn et al., 2007).

2. Pemeriksaan Foto Thoraks Dada

Tidak adanya kardiomegali tidak dapat menyingkirkan adanya kemungkinan penyakit katub atau disfungsi sistolik ventrikel kiri.Selanjutnya, jika didapatkan adanya kardiomegali, pemeriksaan ini tidak dapat mengidentifikasi penyebab dari pembesaran ini.Hubungan antara abnormalitas radiologi hemodinamik sentral dan vaskuler pulmonal merupakan suatu hal yang bervariasi dan penderita dengan CHF yang lama mungkin tidak menunjukkan adanya kongestif vena atau edema pulmonal meskipun adanya tekanan kapiler pulmonal yang tinggi (Camn et al., 2007).

3. Pemeriksaan Hematologi dan Biokimia

Beberapa pemeriksaan laboratorium direkomendasikan guideline ESC yaitu hitung darah lengkap, elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, enzim hepar, dan urinalisis.Biomarker miokardium seperti troponin T atau I merupakan pemeriksaan penting selama fase akut infark miokard. Pemeriksaan lain yang penting yaitu asam urat, C-reactive protein, dan

thyroidstimulatinghormone. Beberapa pemeriksaan yang penting saat followup dan setelah pemberian pengobatan tertentu yaitu ureum, kreatinin,

dan potassium. BNP dan pro BNP N-terminal merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita yang dicurigai CHF.Pemeriksaan ini dapat dijadikan pedoman untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis CHF (Camn et al., 2007).

4. Pemeriksaan Ekokardiografi

Transthoracic Dopplerechocardiography direkomendasikan ESC

sebagai pemeriksaan paling penting pada penderita CHF. Ekokardiografi telah digunakan secara luas, cepat, dengan teknik non-invasif, dan aman dimana pemeriksaan ini dapat memberikan informasi mengenai dimensi

(11)

jantung, ketebalan dinding jantung dan pengukuran fungsi sistolik dan diastolik.Penentuan LVEF merupakan kunci untuk mengukur fungsi sistolik ventrikel kiri. Fungsi sistolik dinyatakan menurun jika didapatkan LVEF < 0,40. Selanjutnya LVEF merupakan sebuah metode untuk mengevaluasi fungsi sistolik dan hal ini tergantung tidak hanya pada status inotropik miokardium tapi juga pada kondisi kontraksi jantung (Camn et al., 2007).

F. Penatalaksanaan Congestive heart failure

1. Non Farmakologi

a. Penyuluhan umum tentang penyakit gagal jantung pada pasien dan keluarga

b. Mengontrol berat badan

c. Pengaturan diet dan kebiasaan sehari-hari -Diet rendah garam (<2 gr/hari)

-Pembatasan intake cairan (1,5-2 L/hari) -Hindari konsumsi alkohol

-Berhenti merokok

d. Pembatasan dan penyesuaian aktivitas fisik e. Obat-obatan yang perlu mendapat perhatian khusu

2. Farmakologi

Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada beberapa aspek, yaitu; 1)mengurangi beban kerja, 2)memperkuat kontraktilitas miokard, 3) mengurangi kelebihan cairan, 4)melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab, faktor-faktor pencetus dan kelainan yang mendasari (lily, I. 2002)

o Menurunkan preload a. Diuretik

Diuretik merupakan pengobatan standard untuk penderita CHF. Kebanyakan pasien membutuhkan obat golongan ini secara kronis untuk mempertahankan euvolumia. Diuretik yang sering digunakan adalah tiazid, furosemid dan spironolakton. Hydro-Chloro Thiazide (HCT) dan spironolakton dianjurkan terutama pada gagal jantung NYHA klas II. Apabila kondisi memburuk baru diberikan furosemid.

(12)

b. Nitrat

Pemberian nitrat sangat berguna bagi penderita gagal jantung yang juga memiliki riwayat penyakit jantung koroner, atau bagi penderita yang telah menerima furosemid dosis tinggi namun belum mampu mengatasi sindrom gagal jantung.

o Obat inotropik

Tidak semua CHF terjadi gangguan kontraktilitas. Obat inotropik hanya diberikan pada pasien yang terbukti ada gangguan kontraktilitas misalnya pada pemeriksaan fisis atau pada foto toraks tampak pembesaran jantung, atau hasil ECHO menunjukkan ejection fraction (EF) <40%.

a. Digitalis (digoksin)

Digoksin adalah rapid-acting digitalis yang mempunyai mekanisme kerja menghambat aktivitas sodium pump (Na+/K+-ATPase) yang memperlambat fase repolarisasi, atau dengan kata lain menyebabkan fase depolarisasi miokard lebih lama, dengan demikian lebih banyak Ca++ masuk ke dalam sel sehingga kontraktilitas miokard meningkat. Mekanisme digoksi yang kedua adalah meningaktkan tonus vagus (parasimpatis) sehingga menurunkan laju jantung.

b. β-blocker

Semua pasien harus dalam kondisi relatif stabil yaitu sudah tidak terlalu sesaka, tidak udem pretibial atau asites. Mulai dengan dosis awal sangat rendah yaitu 1/8-1/10 dosis target carvedilol adalah 25 mg/hari atau bisoprolol 5 mg/hari, maka mulai dengan 1/8 tablet/hari. Dosis dinaikkan pelan-pelan dengan pengawasan ketat yaitu apabila kondisi pasien membaik, maka setiap 1-2 minggu dosis ditingkatkan 1/8 tablet sampai mencapai dosis target.

o Menurunkan after-load

a. Angiotensin converting enzyme (ACE)- inhibitors

Mekanisme kerja ACE-inhibitors pada CHF adalah obat golongan ini memiliki efek langsung pada jantung dalm hal ini mencegah terjadinya remodeling dan menghambat perluasan kerusakan miokard. Obat golongan ini juga memiliki efek seperti menurunkan after-load, menurunkan

(13)

aktivitas saraf simpatis, menurunkan sekresi aldosterone (sehingga meningkatkan eksresi natrium), dan menurunkan sekresi vasopresin yang semuanya berguna untuk penderita CHF.

Biasanya pengobatan dimulai dengan ACE-inhibitors yang short acting seperti kaptopril dosis rendah yaitu 3 kali 6,25 mg atau 12,5 mg perhari, atau enalapril 2 kali 2,5 mg perhari selama beberapa hari dibawah pengawasan ketat (first dose effects), ekmudian dosis dinaikkan secara bertahap.

b. Angiotensin Resepror Blockers (ARB)

ACE-inhibitors tidak mampu menghambat sebagian besar produksi Angiotensi II, jadi dengan memblokade AT-1 reseptor, ARB diharapkan dapat emnghambat sebagian besar efek negative dari sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA). Kombinasi antara ARB dan ACE-inhibitors memiliki efek sinergis dalam mempengaruhi hemodinamik, remodeling dan profil neurohormon.

c. Calcium Channel Blockers (CCB)

CCB dihidropiridin merupakan vasodilator kuat sehingga biasanya diberikan pada pasien gagal jantung grade II yang tidak takikardi. CCB yang long acting seperti amlodipin dan nifedipin GIT lebih baik karena tidak mempresipitasikan refleks takikardi dan bermanfaat pada kasus yang belum maupun yang sudah terjadi gangguan fungsi sistolik.

o Mencegah remodeling

Obat yang memiliki efek mencegah remodeling seperti ACE-inhibitors dan ARB bermanfaat menghambat progresivitas CHF. Namun dosis yang diberikan harus maksimal. Sebenarnya hampir semua obat antihipertensi memiliki efek mencegah remodeling termasuk CCB, β blockers dan diuretik. o Intervensi khusus

a. Revaskularisasi melalui PTCA atau cABG’S

Penyakit jantung Koroner masih merupakan penyebab utama CHF. Apabila pada angiografi koroner ditemukan lesi yang cocok, maka PTCA dan cABG’S, akan memperbaiki simptom dan menghambat progresivitas.

(14)

cABG’S lebih unggul daripada PTCA karena operasi bypass memberi revaskularisasi yang lebih sempurna.

b. Intervensi lain: transplantasi jantung,, Cardiomyoplasty dan ventricular Reduction surgery semuanya merupakan prosedur operasi jantung untuk memperbaiki prognosis pasien CHF, namun prosedur tersebut masih memiliki risiko tinggi dan harganya mahal (Kabo,P. 2002).

G. Prognosis Congestive Heart Failure

Penilaian prognosis pada penderita CHF masih menjadi suatu hal yang sulit. Penilaian prognosis secara lengkap yaitu meliputi evaluasi status klinis, penyebab, faktor komorbid, faktor biologi, hemodinamik, struktur, fungsi, elektrik, dan neurohumoral. Penilaian prognosis yang telah dilakukan yaitu pada gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. Pada gagal jantung akut, penderita yang dirawat di Rumah Sakit dan dalam periode yang singkat (3- 6 bulan) mortalitas dan readmisi telah dievaluasi sedangkan pada gagal jantung kronik perawatan di Rumah Sakit dalam periode lama (> 1 tahun) dan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penciptaan karya busana wedding party, penulis menggunakan beberapa teknik diantaranya teknik batik tulis yang diterapkan pada bagian aplikasi rok,

Disposal yang sudah terbentuk cukup lama umumnya akan merubah kondisi lereng baik kondisi fisik, kimia, maupun mekanik batuan yang berimbas pada kestabilan lerengnya

Untuk dapat menjadi apoteker pengelola apotek, maka seorang apoteker harus memenuhi persyaratan yang tercantum di dalam peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

Hasil validasi yang dilakukan oleh dua orang validator yang merupakan orang-orang yang bertugas di bidang genetika dan pendidikan menyatakan bahwa LKM berbasis Mastery

 Jika perlu untuk menghindari bahaya terhadap tenaga kerja pada tempat yang tinggi, atau tempat lainnya dimana tenaga kerja dapat jatuh lebih dari ketinggian 2m

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan hasil belajar biologi menggunakan strategi pembelajaran Card Sort dan Macromedia flash pada

Penelitian ini telah menghasilkan model komunikasi konstitutif DKPP periode 2012-2017 berdasarkan manajemen pengetahuan yang menjelaskan bahwa DKPP sebagai lembaga penegak kode