• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Sindrom Nefrotik Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Sindrom Nefrotik Pada Anak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman Judul... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... BAB I PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang Masalah... 1.2. Rumusan Masalah... 1.3. Tujuan Penelitian... 1.4. Manfaat Penulisan... BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

2.1. Definisi... 2.2. Klasifikasi... 2.3. Batasan... 2.4. Patofisiologi... 2.5. Manifestasi Klinis...10 2.6. Pemeriksaan Penunjang...12 2.7. Komplikasi...12 2.8. Penatalaksanaan umum...13

2.9. Pengobatan dengan kortikosteroid...14

2.10. Terapi Suportif...20

2.11. Prognosis...21

BAB III KESIMPULAN...22

DAFTAR PUSTAKA...23

(2)

Tabel 1. Istilah yang menggambarkan respon terapi steroid ...8

Tabel 2. Ringkasan penyakit ginjal primer pada sindrom nefrotik primer...11

Tabel 3. Protokol multiprednisolon dosis tinggi...19

(3)

Gambar 1. Algoritma management anak dengan Sindrom Nefrotik...14

Gambar 2. Pengobatan Sindrom Nefrotik dengan terapi inisial...15

Gambar 3. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps...15

Gambar 4. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering dengan CPA oral...17

Gambar 5. Pengobatan Sindrom Nefrotik dependen steroid...17

Gambar 6. Pengobatan Sindrom Nefrotik resisten steroid...19

Gambar 7. Algoritma pemberian diuretik...20

(4)

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Umumnya, sindrom nefrotik disebabkan oleh adanya kelainan glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer dan sekunder. Istilah sindroma nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik, karena penyebab terjadinya gejala yang tidak diketahui secara pasti. Selain idiopatik, sindrom nefrotik dapat juga disebabkan oleh gangguan sistemik lain yang menyebabkan kerusakan ginjal atau yang disebut juga dengan sindrom nefrotik sekunder.(1)

Prevalensi sindrom nefrotik pada anak berkisar antara 2-5 kasus per 100.000 anak dan paling sering terjadi pada anak-anak dengan usia 3 hingga 5 tahun. Pada anak, 90% kasus sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik primer dan sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Kebanyakan sindrom nefrotik terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan dengan perbandingan 2:1.(1,2)

Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak lebih sering jika dibanding dengan angka kejadian sindrom nefrotik pada dewasa, dan kebanyakan sindrom nefrotik pada anak adalah sindrom nefrotik primer. Sindrom nefrotik primer dapat dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan histopatologinya.(3)

Pada referat ini, akan dibahas mengenai sindrom nefrotik pada anak dan tatalakasananya. Sehinggi diharapkan dapat membantu pembaca untuk mengerti dan mengetahui manifestasi serta tatalaksana dari sindrom nefrotik.

(5)

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, makan penulis ingin mengangkat suatu masalah, yaitu :

- Cara penegakan diagnosis dan tatalaksana pada pasien sindrom nefrotik. 1.2 Tujuan penulisan

1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui cara mendiagnosis dan tatalaksana pada pasien Sindrom Nefrotik. 1.3.2. Tujuan khusus

Mengetahui apa saja faktor resiko terjadinya Sindrom Nefrotik pada anak.

Mengetahui komplikasi yang dapat terjadai pada pasien dengan Sindrom Nefrotik. 1.3 Manfaat penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah : 1. Bidang akademik atau ilmiah

Menambah pengetahuan akademis mengenai penanganan pasien dengan Sindrom Nefrotik.

2. Bagi masyarakat

a. Mengetahui bentuk penyakit dan mengetahui gejala-gejala yang timbul pada pasien Sindrom Nefrotik.

b. Menginformasikan cara mendiagnosis dan tatalaksana apa saja yang dapat dilakukan.

3. Bagi penulis

Sebagai sarana pengembangan mengumpulkan informasi dan meningkatkan kemampuan dalam membuat tulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi4

(6)

1. Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+) 2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL 3. Edema 4. Hiperkolesterolemia > 200 mg/dL. 2.2 Klasifikasi5

Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau idiopatik terdiri dari:

Minimal Changes Nephrotic Syndrome (MCNS)

Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS)

Mesangial Proliferative Diffuse (MPD)

Membranoploriferative Glomerulonephritis (MPGN)

Membranous Nephropathy (MN) 2.3 Batasan6

Batasan yang digunakan pada sindrom nefrotik :

Tabel 1. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindroma nefrotik4

1 Remisi Proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu

2 Relaps Proteinuria ≥2+ (>40mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg) 3 hari berturut dalam satu minggu

3 Sensitif steroid (SNSS)

Sindrom nefrotik yang remisi setelah pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu

4 Resisten steroid (SNRS)

Tidak mengalami remisi setelah pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu

5 Relaps jarang Relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4x per tahun

6 Relaps sering Relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal ≥ 4x dalam periode satu tahun

7 Dependen steroid

Relaps 2 x berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan

2.4 Patofisiologi

Kelainan pokok pada sindrom nefrotik adalah peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan proteinuria masif dan hipoalbuminemia. Sindrom nefrotik idiopatik berkaitan pula dengan gangguan kompleks pada sistem imun, terutama imun yang dimediasi oleh sel T. Pada focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), faktor plasma, diproduksi oleh bagian dari limfosit yang teraktivasi, bertanggung jawab terhadap kenaikan permeabilitas dinding kapiler. Selain itu, mutasi pada protein podosit (podocin, α-actinin 4)

(7)

dan MYH9 (gen podosit) dikaitkan dengan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS). Sindrom nefrotik resisten steroid dapat dikaitkan dengan mutasi kunci gen koding protein podosit antara lain inter alia NPHS1, NPHS2, CD2AP, TRCP6 dan ACTN4.7

1) Edema6

Edema merupakan manifestasi klinik yang pertama kali muncul pada pasien-pasien dengan sindrom nefrotik. Biasanya, muncul edema ringan dan muncul di tempat-tempat tertentu seperti di daerah periorbital pada pagi hari yang menjadi lebih luas jika pasien beraktivitas. Edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan intravaskular berpindah ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagai akibatnya, volume cairan intravaskular berkurang sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal. Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang menyebabkan retensi natrium dan air dan terjadinya edema. Pada tingkat yang lebih parah, edema dapat menyebabkan berbagai gejala yang berhubungan dengan asites, efusi pleura, dan edema scrotal atau vulva.

2) Hipoalbuminemia6

Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL. Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme albumin. Pada keadaan normal, laju sintesis albumin di hepar dapat meningkat hingga 300%, sedangkan penelitian pada penderita sindrom nefrotik dengan hipoalbuminemia menunjukan bahwa laju sintesis albumin di hepar hanya sedikit di atas keadaan normal meskipun diberikan diet protein yang adekuat. Hal ini mengindikasikan respon sintesis terhadap albumin oleh hepar tidak adekuat.

(8)

Protenuria sebagia besar berasal dari kebocoran glomerulus dan hanya sebagian kecil dari sekresi tubulus. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan albumin. Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier ( suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier.7

4) Hiperkolesterolemia6

Tingkat kolesterol dalam darah pada pasien steroid-responsive NS dapat ditemukan dalam kadar yang tinggi (kolesterol level serum ≥300-500 mg/dL). Peningkatan kolestrol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer. Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan perubahan tekanan onkotik.

2.5 Manifestasi klinik

Manifestasi klinis yang menyertai sindroma nefrotik antara lain: 1. Proteinuria

2. Edema

3. Edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstremitas bawah

4. Asites atau efusi pleura 5. Anoreksia

6. Iritabel

7. Nyeri perut ,diare

Tabel 2. Ringkasan penyakit ginjal primer pada sindrom nefrotik idiopatik

Perubahan minimal sindrom nefrotik Fokal segmental glomerulosklerosis Membranous nefropathy Membranoproliferatif Glomerulosklerosis Tipe I Tipe II Frekuensi Anak-anak Orang dewasa 75% 10% <5% 10% 10% 15% 15% 50% 10% 10% Manifestasi Klinis

(9)

dewasa dewasa

Jenis kelamin 2:1 pria 1,3:1 pria 2:1 pria Pria-wanita Pria-wanita Sindrom nefrotik 100% 90% 80% 60% 60% Asimptomatik

proteinuria

0 20% 60% 40%

Hematuria 10-20% 60-80% 60% 80% 80% Hipertensi 10% 20% awal Jarang 35% 35% Progresi menuju gagal

ginjal

Tidak progress 10 tahun 50% dalam 10-20 tahun

10-20 tahun 5-15 tahun Kondisi yang berkaitan Alergi? Hodgkin

disease, biasanya tidak

Tidak ada Thrombosis vena renal, kanker, SLE, hepatitis B - Partial lipodystrophy Temuan laboratorium

↑BUN 15-30% ↑BUN 20-40% Manifestasi sindrom nefrotik C1,C4,C3-C9 rendah C1,C4 normal dan C3-C9 rendah

Imunogenetik HLA-B8, B12 Mutasi podocin,

α-aktin4

HLA-DRw3 - Faktor nefrtik C3

Patologi renal

Mikroskop cahaya

Immunoflorensen Mikroskop elektron

Normal Lesi sklerosis fokal Penebalan GBM, spikes

Penebalan GBM, proliferasi

Lobulasi

Negative IgM,C3 dalam lesi Fine granular IgG,C3

Granular IgG,C3

Hanya C3

Foot process fusion Foot process fusion Deposit subepitelial Deposit mesangial dan subendotel Deposit padat Respon terhadap steroid 90% 15-20% Progresi lambat - -2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain: 1. Urinalisis7,8

Proteinuria dapat dideteksi menggunakan uji dipstick dengan hasil +3 atau +4. Pemeriksaan kuantitatif menunjukan hasil dengan batasan 1-10g/hari. Proteinuria pada SN didefinisikan >50mg/kg/hari atau >40mg/m2 LPB/jam. Jumlah protein yang diekskresikan dalam urin tidak mencerminkan kuantitas protein yang melewati glomerular basement membrane (GBM) karena sejumlah tertentu telah direabsorbsi di tubulus proksimal. Biasanya pada SN resisten terhadap steroid (SNRS), urin tidak hanya mengandung albumin tapi juga protein lain engan berat molekul yang lebih tinggi. Hal ini dilihat pada polyacrylamide gel electrophoresis dan dihitung dengan alat indeks selektivitas.

(10)

2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari

3. Pemeriksaan darah6

 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED)

 Albumin

Protein serum biasanya menurun dan lipid serum dapat meningkat. Proteinemia <50g/L terjadi pada 80% pasien dan <40g/L pada 40% pasien. Konsentrasi albumin menurun <20g/L hingga 10g/L.

 Kolestrol serum

Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolestrol, trigliserida dan lipoprotein, menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya akitivitas lipase lipoprotein.

 Elektrolit serum

Kadar natrium yang rendah berkaitan dengan dilusi yang disebabkan hipovolemia dan sekresi hormon antidiuretik yang terganggu. Kalium dapat meningkat pada pasien oliguria.

 Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin

Kadar blood urea nitrogen dapat normal atau sedikit meningkat, anemia dengan mikrositosis bias terjadi dan berhubungan dengan kehilangan siderophilin melalui urin.

Pengukuran dapat dilakukan dengan cara klasik ataupun dengan rumus Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG).

eLFG = k x L/Scr

eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2) L : tinggi badan (cm)

Scr : serum kreatinin (mg/dL)

k : konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55; remaja putra:0,7)

(11)

Pasien dengan gambaran klinis dan laboratorium konsisten dengan perubahan minimal sindrom nefrotik

Diterapi dengan predinison pada dosis 60mg/m2/hari dalam beberapa dosis (dosis maksimal 80mg/hari)

Pasien secara klinis dan atau gambaran laboratorium mengindikasikan lesi glomerulus dibandingkan perubahan minimal sindrom nefrotik

Respon baik terhadap terapi dengan tidak ada relaps. Lanjutkan prenison sesuai diperlukanTidak ada respon terhadap terapi

Respon inisial yang baik tetapi pasien serin relaps atau delayed resistance terhadap steroid

Rujuk ke pediatrik nefrologis yang akan melakukan biopsy ginjal (opsi 1) atau mulai dengan pengobatan lini kedua tanpa biopsy (opsi 2)

Rujuk ke ahli nefrologis pediarik untuk melakukan biopsy ginjal dan menetapkan terapi yang sesuai dengan temuan biopsy. Opsi terapi berupa kortikosteroid puls IV, siklosporin A dan levamisol sebagai tambahan terhadap prednisone dan agen sitostatik.

Tidak ada respon, atau pasien memiliki relaps persistent sindrom nefrotik

Opsi #1

Opsi #2

Komplikasi pada sindrom nefrotik dapat berasal dari penyakitnya sendiri ataupun sekunder dari pengobatannya. Lima komplikasi utama yang berhubungan dengan sindrom nefrotik idiopatik pada anak adalah infeksi, tromboembolisme, gangguan ginjal, anasarka, hipovolemia dan retardasi pertumbuhan. Anak dengan sindrom nefrotik yang relaps mempunyai kerentanan lebih tinggi untuk menderita infeksi bakteri karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi, dan edema atau asites. Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi, walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin juga ditemukan sebagai penyebab.

2.8 Penatalaksanaan umum4

1) Pengukuran berat badan dan tinggi badan 2) Pengukuran tekanan darah

3) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan dilakukan untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura Henoch-Schonlein.

4) Pencarian fokus infeksi

Sebelum melakukan terapi dengan steroid perlu dilakukan eradikasi pada setiap infeksi, seperti infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun infeksi karena kecacingan. 5) Pemeriksaan uji Mantoux

Apabila hasil uji Mantoux positif perlu diberikan profilaksis dengan isoniazid (INH) selama 6 bulan bersama steroid dan apabila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).

(12)

Gambar 1. Algoritma manajemen anak dengan sindrom nefrotik6

2.9 Pengobatan dengan kortikosteroid9

Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.

A. Terapi inisial

Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid

(13)

Gambar 2: Pengobatan sindroma nefrotik dengan terapi insial

B. Pengobatan relaps

Skema pengobatan relaps dengan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema, sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.

Gambar 3: Pengobatan SN relaps

C. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid 1. Pemberian steroid jangka panjang

Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid, setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5 mg/kgbb secara alternating. Dosis ini kemudian diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis tersebut dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah dapat bertoleransi dengan prednison 0,5 mg/kgbb, sedangkan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgbb secara alternating.

Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating, maka relaps tersebut diterapi dengan prednison 1 mg/kgbb dalam dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgbb di-berikan secara alternating, kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2 mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya atau relaps yang terakhir.

(14)

Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb alternating, tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan siklofosfamid (CPA).

2. Levamisol

Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent. Levamisol diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah, hepatotoksik, vasculitis rash, dan neutropenia yang reversibel.

3. Sitostatika

Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil. Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal , maupun secara intravena atau puls. CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit <3000/uL, hemoglobin <8 g/dL, hitung trombosit <100.000/uL, obat dihentikan sementara dan diteruskan kembali setelah leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit >100.000/uL.

Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total kumulatif mencapai ≥200-300 mg/kgbb. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak. Klorambusil diberikan dengan dosis 0,2 – 0,3 mg/kg bb/hari selama 8 minggu. Pengobatan klorambusil pada SNSS sangat terbatas karena efek toksik berupa kejang dan infeksi

(15)

Gambar 4: Pengobatan SN relaps sering dengan CPA oral Keterangan:

Relaps sering: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilajutkan dengan prednison intermittent atau alternating (AD) 40mg/m2 LPB/hari dan siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari, per oral, dosis tunggal selama 8 minggu

Gambar 5: Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid

4. Siklosporin (CyA)

Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.

(16)

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)

Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.16 Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.

D. Pengobatan SN dengan kontraindikasi steroid

Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid, seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).

E. Pengobatan SN resisten steroid

Pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi prognosis. 1. Siklofosfamid (CPA)

Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat menimbulkan remisi.16 Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA, bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin. Skema pemberian CPA oral dan puls.

(17)

2. Siklosporin (CyA)

Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.

Efek samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:

o Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250 nanogram/mL o Kadar kreatinin darah berkala.

o Biopsi ginjal setiap 2 tahun.

3. Metilprednisolon puls

Pengobatan SNRS dengan metil prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam.

Tabel 3: Protokol metilprednisolon dosis tinggi

Mingg u ke

-Metilprednisolon Jumlah Prednison oral

1 – 2 30mg/kgbb, 3 x seminggu 6 Tidak diberikan

3 – 10 30mg/kgbb, 1 x seminggu 8 2mg/kgbb, dosis tunggal 11 – 18 30mg/kgbb, 2 minggu sekali 4 Dengan atau tanpataper

off

19 – 50 30mg/kgbb, 4 minggu sekali 8 Taper off pelan-pelan 51 - 82 30mg/kgbb, 8 minggu sekali 4 Taper off pelan-pelan

2.10 Terapi Suportif

A) Diet(4)

Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan koantraindikasi, hal ini karena pemberian diet tinggi protein akan menambahkan beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metobolisme dari protein (hiperfiltrasi) sehingga akan menyebabkan sklerosis glomerulus. Sedangkan jika diberikan diet rendah protein akan, pasien akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan recommended daily allowances yaitu 1,5-2g/KgBB/hari. Selain

(18)

itu, dapat juga diberi diet rendah garam (1-2g/hari) tetapi hanya diperlukan selama anak menderita edema.

B) Diuretik(4)

Restriksi cairan dianjurkan selama edema berat. Biasanya diberikan furosemid 1-3 mg/KgBB/hari, bila perlu kombinasi dengan spironolakton 2-4 mg/KgBB/hari.

Jika pemberian diuretik tidak berhasil, maka dapat deberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/KgBB selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid IV 1-2 mg/KgBB.

Gambar 7. Algoritma pemberian diuretik(4)

C) Batasan Intake Cairan Peroral(11)

Pasien dengan sindrom nefrotik harus dibatasi asupan cairannya, hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat keparahan edema yang terjadi seperti edem paru, dan peningkatan kerja jantung (cardiac overload). Beberapa penelitian mengemukakan prinsip asupan cairan pada anak dengan sindrom nefrotik. Prinsip yang dikemukakan adalah asupan cairan yang dapat dikonsumsi harus seimbang dengan urine output sehari sebelumnya ditambah dengan insensible water loss (IWL).

(19)

2.11 Prognosis(10)

Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik tergantung dari tipe histopatologinya. Pasien dengan Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya End Stage Renal Disease (58,6%) dibanding dengan pasien dengan Diffuse Mesangial Proliferasion (DMP) sebanyak 50% dan Minimal Change Disease (MCD) sebanyak 4,9%.

BAB III KESIMPULAN

Sindrom nefrotik adalah kumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbuminemia <3,5gram/dl, edema, hiperkolesterolemia, lipiduria dan hiperkoagubilitas. Angka kejadian SN berkisar 3 hingga 5 tahun. Berdasarkan kelainan histopatologis, sindrom nefrotik yang paling sering ditemukan adalah perubahan minimal

(20)

changes nephrotic syndrome dan focal segmental glomerulosclerosing. Gejala dan tanda klinis yang sering ditemukan yaitu pitting edema, proteinuria masif, hiperkolesterolemia dan hipoalbuminemia. Pendekatan diagnosis sindrom nefrotik berdasarkan amnesa, pemeriksaan fisik yang didapat, pemeriksaan laboratorium dan dikonfrimasi dengan biopsi renal untuk pemeriksaan histopatologis. Pengobatan pada sindroma nefrotik dapat berupa pengobatan medikamentosa dan pengobatan suportif. Pengobatan medikamentosa dapat berupa pemberian kortikosteroid dalam terapi inisial, pemberian levamisol, pengobatan dengan sitostatik dan siklosporin pada sindroma nefrotik yang relaps atau resisten steroid. Sedangkan terapi suportif dapat berupa pembatasan diet (sesuai dengan recommended daily allowances yaitu 1,5-2g/KgBB/hari), pemberian diuretik dan pembatasan intake cairan oral. Terapi medikamentosa dan suportif harus diberikan secara kombinasi. Komplikasi dari sindrom nefrotik berupa infeksi, tromboemboli, gagal ginjal akut, anasarka, hipovolemia dan gangguan pertumbuhan.

Gambar

Tabel 1. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindroma nefrotik 4
Tabel 2. Ringkasan penyakit ginjal primer pada sindrom nefrotik idiopatik Perubahan minimal sindrom nefrotik Fokal segmental glomerulosklerosis Membranousnefropathy MembranoproliferatifGlomerulosklerosis Tipe I Tipe II Frekuensi Anak-anak Orang dewasa 75%
Gambar 1. Algoritma manajemen anak dengan sindrom nefrotik 6
Gambar 5: Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sindrom nefrotik banyak terjadi pada anak dan sebagian besar memiliki respon yang baik.

berat, kolesterol high-density lipoprotein (HDL) (normal atau rendah) Setelah menentukan adanya sindrom nefrotik, tugas selanjutnya adalah untuk menentukan apakah sindrom

Persentase angka kejadian infeksi pada pasien sindrom nefrotik di Poliklinik Anak RSUP Fatmawati adalah 85,9%, dan tipe infeksi terbanyak adalah ISPA dengan

Perbadaan Kualitas Hidup Anak dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid dan Sindrom Nefrotik Relaps.. The Incidence of the Nephrotic Syndrome

Peningkatan kadar TSH lebih umum pada anak dengan SNRS dibandingkan SNSS.. Kata kunci : hipotiroid subklinikal, sindrom

Sindrom nefrotik resisten steroid merupakan masalah karena risiko progesivitas yang tinggi untuk menjadi penyakit ginjal stadium akhir dan memerlukan imunosupresan selain steroid

Hubungan antara fungsi ginjal dan kadar albumin terhadap lama penurunan berat badan pada anak dengan sindrom nefrotik [skripsi].. Semarang (Indonesia): Universitas

hidup dapat diberikan pada pasien yang tidak men- dapat imunosupresan atau steroid selama 6 minggu atau lebih.Jika sangat diperlukan, vaksin hidup dapat diberikan pada