• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN PROF. DR. EKO PRASOJO, MAG.RER.PUBL, PROF.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN PROF. DR. EKO PRASOJO, MAG.RER.PUBL, PROF."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SINGKAT

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN

PROF. DR. EKO PRASOJO, MAG.RER.PUBL, PROF. Dr. PRIJONO TJIPTOHERIJANTO, DAN SYAUFAN ROZI SOEBHAN

RABU, 6 OKTOBER 2010 --- Tahun Sidang : 2010-2011 Masa Persidangan : I Rapat Ke : -- Sifat : Terbuka

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)

Dengan : Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.Publ, Prof. Dr. Prijono

Tjiptoherijanto, dan Syaufan Rozi Soebhan

Hari/Tanggal : Rabu, 6 Oktober 2010

Pukul : 10.00 WIB - Selesai

Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara/KK.III)

Ketua Rapat : DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Drs. Riyadi Santoso/Kabag.Set Komisi II DPR RI

Acara : Masukan Dalam Rangka Penyusunan Rancangan

Undang-Undang Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Kehadiran : 30 dari 48 Anggota Komisi II DPR RI

18 orang izin HADIR :

H. Chairuman Harahap, SH.,MH DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA Ganjar Pranowo

Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Muslim, SH

H. Abdul Wahab Dalimunte, SH Drs. H. Djufri

Dr. H. Subyakto, SH.,MH.,MH Ignatius Mulyono

Dra. Gray Koes Moertiyah, M.Pd Ir. Nanang Samodra KA, M.Sc Rusminiati, SH

Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM Nurul Arifin S.IP.,M.Si

Agustina Basik-Basik, S.Sos.,MM.,M.Pd

Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus Drs. H. Murad U. Nasir, M.Si

H. Rahadi Zakaria, S.IP.,MH Arif Wibowo

Alexander Litaay H.M Gamari Sutrisno Agus Purnomo, S.IP Drs. Al Muzzamil Yusuf Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si Dr. AW. Thalib, M.Si

Drs. H. Nu man Abdul Hakim Hj. Masitah S.Ag.,M.Pd.I Dra. Hj. Ida Fauziyah Mestariany Habie, SH

Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si IZIN :

Drs. H. Amrun Daulay, MM Khatibul Umam Wiranu, M.Hum Kasma Bouty, SE.,MM

Drs. H. Abdul Gafar Patappe

Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si Drs. Taufiq Hidayat, M.Si

Dr. M. Idrus Marham

Dr. Yasona H. Laoly, SH.,MH Budiman Sudjatmiko, M.Sc.,M.Phill

Drs. Soewarno Vanda Sarundajang TB. Soenmanjaja. SD Aus Hidayat Nur H. M. Izzul Islam

Hj. Ratu Munawwaroh Zulkifli Abdul Malik Haramain, M.Si Miryam S. Haryani, SE.,M.Si Drs. Akbar Faizal, M.Si

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

(2)

I. PENDAHULUAN

Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI dengan Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.Publ, Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto, dan Syaufan Rozi Soebhan dibuka pukul 10.20 WIB oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yth. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA/F-PD.

II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN

1. Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.Publ, menyampaikan beberapa pokok pikiran, yaitu:

a. Undang Nomor 43 Tahun 1999 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, ternyata tidak mampu mewujudkan kualitas pegawai negeri sipil yang profesional dan berkompeten, malah membawa implikasi dalam implementasi kebijakannya. Diawali dari prinsip merit system yang belum dapat diimplementasikan secara nyata dalam proses pengadaan pegawai. Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi kepegawaian telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh kerusakan moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya (lack of competencies).

b. Masalah mendasar dalam sistem manajemen kepegawaian Indonesia : Pegawai Negeri Sipil di Indonesia berada dalam comfort zone (zona nyaman), sehingga kurang memiliki tanggungjawab dan sensitivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kondisi yang demikian telah mendorong perilaku PNS untuk bekerja secara instant, malas-malasan, cenderung cari muka, dan mengutamakan pelayanan kepada atasan daripada melayani masyarakat. Tidak ada semangat dalam menciptakan inovasi, kreasi, dan invensi yang tumbuh dari dalam diri PNS. Demikian pula dengan disiplin, integritas, loyalitas, kapabilitas, dan kompetensi dalam bekerja juga tidak diperhatikan yang kemudian berujung pada rendahnya produktifitas kerja dan capaian sasaran kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tidak ada Kompetisi di dalam Sistem Kepegawaian Negara, sehingga kinerja seorang PNS tidak pernah terukur dengan baik. Para pegawai lebih banyak mengedepankan materi, uang, kekuasaan, dan jabatan saat bekerja, tanpa adanya upaya menunjukkan prestasi/kinerja yang baik. Pada masa reformasi, pilar birokrasi sangat rawan terhadap intervensi politik sehingga netralitas dan independensi PNS sebagai penyelenggara pemerintahan menjadi sangat terganggu dan berada pada posisi yang dilematis. Sehingga para pegawai beranggapan bahwa lebih baik memiliki koneksi dengan kekusaan yang sangat menguntungkan bagi jabatan, golongan, dan karirnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa kompetensi tidak menjadi hal yang penting.

Budaya yang terbentuk tersebut diatas menimbulkan komplikasi berbagai penyakit dalam birokrasi.

c. Akar permasalahan buruknya kepegawaian negara di Indonesia pada prinsipnya terdiri dari dua, yaitu : (a) persoalan internal sistem kepegawaian negara itu sendiri, (b) persoalan eksternal yang mempengaruhi fungsi dan profesiolisme kepegawaian negara. Dan situasi

(3)

problematis terkait dengan persoalan internal sistem kepegawaian dapat dianalisis dengan memperhatikan subsistem yang membentuk kepegawaian negara. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: (a) rekrutmen, (b) penggajian dan reward, (c) pengukuran kinerja, (d) promosi jabatan, (e) pengawasan. Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi terkait dengan subsistem-subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh kerusakan moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas dan tanggungjawabnya (lack of competencies).

d. Rekruitmen pegawai masih dipandang sebagai kebutuhan proyek tahunan dan bukan sebagai kebutuhan akan peningkatan kualitas pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan rekrutmen pegawai di instansi pemerintah tidak berdasarkan perencanaan tenaga kerja dan keahlian, tetapi lebih didasarkan pada faktor kepentingan politik dan kekuasaan. Problem perekrutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga tidak bebas dari masalah. Kuatnya egoisme daerah dan masih menonjolnya hubungan-hubungan persaudaraan dan afiliasi, juga telah menyebabkan proses rekrutmen tidak menghasilkan PNS-PNS yang memenuhi syarat kualifikasi dan akhlak yang baik.

e. Terkait dengan sistem promosi, hingga kini belum terbentuk sistem promosi yang baku di Indonesia. Promosi pegawai di lingkungan instansi pemerintah ditentukan berdasarkan pertimbangan Baperjakat di masing-masing instansi, berupa Kenaikan Pangkat (KP) atau Jabatan. Pertimbangan Baperjakat pada umumnya didasarkan pada senioritas kepangkatan yang direpresentasikan dalam Daftar Urutan Kepangkatan. Sementara rotasi pegawai dilakukan dalam jangka waktu lima tahunan dan biasanya tidak total dilakukan melainkan hanya setengah-setengah dengan alasan agar tidak mengganggu pekerjaan.

f. Sistem pendidikan dan pelatihan belum mencerminkan kebutuhan akan peningkatan kualitas PNS. Diklat di lingkungan instansi pemerintah umumnya terkesan hanya formalitas dan belum dilaksanakan secara maksimal sehingga tujuan penyeleggaraan diklat belum tercapai. Pada dasarnya, tujuan diklat adalah untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan. namun, materi dan model diklat yaang masih dilakukan secara konvensional belum mampu mewujudkan tujuan tersebut. Ditambah permasalah koordinasi lembaga penyelenggara diklat. Adanya dua lembaga yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan diklat yaitu BKN dan LAN, mengakibatkan seringkali muncul kerancuan dan overlapping bahkan terkesan rebutan lahan. g. Sistem penggajian dengan skala gabungan ternyata tidak menjamin

tingkat kesejahteraan yang mampu mendukung kinerja PNS. Total penerimaan PNS sangat rendah, jauh di bawah gaji dan tunjangan yang diterima oleh para pegawai BUMN dan anggota legislatif. Tingkat kesejahteraan PNS yang memprihatinkan ini sangat memengaruhi kinerja dan perilaku PNS. Pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pasal 7 Ayat (1) dikatakan bahwa Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggungjawabnya . Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus

(4)

mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya . Namun dalam kenyataannya, sistem remunerasi yang diterapkan bagi Pegawai Negeri dirasakan tidak memacu kinerja dan produktivitas karena :

Jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan hidup layak dan kondisi seperti ini diduga sebagai pendorong terjadinya korupsi

Struktur gaji dan cara penetapan gaji yang tidak dikaitkan dengan bobot jabatan masing-masing pegawai, kompetensi dan prestasi mereka

Besaran gaji, khususnya untuk jabatan-jabatan manajerial dan profesional yang jauh dibawah sektor swata dan rasio terendah dan tertinggi terlalu kecil (1:3)

Sistem pensiun yang kurang menjamin kesejahteraan pegawai negeri setelah memasuki masa pensiun.

h. Sistem Pemberhentian PNS belum dilakukan secara cermat. Masih banyak kendala yang dihadapi di setiap kategori pemberhentian yang berlaku. Misalnya, bervariasinya Batas Usia Pensiun (BUP) PNS yang ada saat ini bergantung pada jenjang jabatan atau kedudukan tidak memiliki dasar pertimbangan yang konkrit dan jelas. Disamping itu, ada BUP PNS yang dapat diperpanjang dan ada yang tidak. Disamping itu, permasalahan juga muncul terkait dengan filosofi dasar perpanjangan BUP, yaitu alasan situasi kondisional karena ketidak-tersediaan PNS supaya ada waktu untuk melakukan kaderisasi. Padahal faktanya seringkali kebijakan tersebut hanya menjadi bahan komoditi politis dan menjadi dasar legitimasi untuk memperpanjang BUP. Semua bermuara dari tidak dilakukannya pengaturan tentang BUP yang tidak terhimpun dalam suatu wadah khusus, melainkan terpencar-pencar dalam berbagai peraturan, keputusan, dan bentuk peraturan lainnya. Terhadap penyelesaian berbagai persoalan yang menimpa sistem menajemen kepegawaian kita, maka ada beberapa yang perlu dipehatikan dalam membangun profil kepegawaian di Indonesia yang unggul dan professional.

2. Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto, menyampaikan beberapa pokok pikiran, yaitu :

a. Landasan Filosofis:

PNS merupakan unsur pemersatu NKRI. Netralitas politik PNS.

Merit System dalam seleksi dan mutasi. b. Landasan Sosiologis:

Penghapusan dikotomi antara : 1). PNS Pusat dengan PNS Daerah; 2).Jabatan Struktural dengan Jabatan Fungsional

Pengaturan Sistem Mobilitas yang fleksibel antar : 1). Instansi, baik di Pusat maupun di Daerah; 2). PNS dengan Pegawai Swasta

Penumbuhan esprit de corps

c. Landasan Yuridis:

Sinkronisasi antara Undang Kepegawaian dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah

(5)

Pembentukan Komisi Kepegawaian Negara (KKN) Sistem Renumerasi dan Rasio Balas Jasa

Atas ketiga landasan berfikir diatas maka perlu penguatan yang bersumber dari faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal berupa : 1). Peran politisi dalam mengawasi birokrasi (bureaucratic polity); 2). Peran pimpinan puncak (strong and effective leadership); 3). Peran fasilitas pendukung; diantaranya faktor kelembagaan dan penggunaan IT. Sedangkan faktor internal, berupa : 1). Kualitas masukan; menjadi PNS bukan prioritas pertama; 2). Lingkungan fisik dan sosial; termasuk pengaturan dan ketentuan; 3). Tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI); 4). Evaluasi dan pengawasan.

3. Syaufan Rozi Soebhan, menyampaikan beberapa pokok pikiran, yaitu : a. Visi Perubahan Reformasi Birokrasi:

Kepegawaian negara/PNS RI yang berdaya saing dan berstandar internasional

Struktur PNS yang Netralitas Politik Birokrasi yang berwatak Enterpreuner Profesional dan cepat tanggap

Pelayanan Kompetitif antar bagian

Kesejahteraan dan Renumerasi yang adil dan memanusiakan

b. Adapun usulan pada penyempurnaan pasal Undang-Undang Kepegawaian:

Perlunya pasal ISO dalam UU KN , daya saing bangsa dan penyertaan instansi PNS ke dalam ISO 9001. Bandingkan dengan Republik Rakyat China dalam pencapaian ISO dalam membangun daya saing China di tingkat global.

Perlunya penegasan pasal Hak dan kewajiban PNS dalam memberikan hak informasi publiK.

Perlunya penegasan pasal Undang-Undang Kepegawaian dan keberadaan Lembaga Ombudsmen.

Perlunya pasal soal reward dan sanksi netralitas politik birokrasi, terkait kepastian karir dari imunisasi mutasi jabatan karena alasan politik dan diskriminasi pelayanan publik.

Perlu ada pasal yang mendorong adanya perlombaan kinerja/kompetisi pelayanan dan kinerja antarbagian birokrasi.

Perlu ada passal yang mengatur dan mendukung adanya Birokrasi awards, sebagai upaya reformasi budaya birokrasi untuk meningkatkan pelayanan publik.

Perlunya pasal Renumerasi dan Penalti Kepegawaian: Prestasi pelayanan, inovasi kreatif, kinerja tinggi maka gaji dan fasilitas lebih tinggi dan sebaliknya.

Pasal-pasal kesejahteraan pegawai terkait kemacetan kota dan kenyamanan keluarga: secara bertahap setiap kantor membangun asrama/flat/apartemen bagi PNS/karyawan.

(6)

Perlunya pasal persiapan masa pensiunan dengan profesi baru atau perbantuan.

Perlunya pasal tentang pensiunan dini. Untuk mengelola over-bureucracy (Parkinsonisasi) dengan alih profesi ke wirausaha.

Pasal-pasal yang menjadi dasar kewirausahan birokrasi: pemanfaatan asset Dept/Instansi dalam usaha koperasi utk kewirausahaan birokrasi. contoh: Homestay/quest house di Kebon Raya LIPI, koperasi mobil listrik LIPI, antene, penghemat bahan bakar, wc organik, dll.

Pasal-pasal yang mencegah dan menjinakkan perilaku korupsi birokrasi, melalui : 1). Sistem penggajian dan pembelian barang bernilai oleh PNS secara bertahap dilakukan lewat Perbankan, sehingga bisa dianalisis oleh PPATK dan pengadilan jika terindikasi tidak wajar; 2). Pasal ini bisa dijadikan sebagai awal pembuktian terbalik, sehingga PNS yang sudah mendapatkan renumerasi bisa mempertanggung jawabkan asal-usul kekayaan dan penggunanannya.

Pasal peningkatan SDM: APBN/APBD wajib mengalokasikan dana untuk pelatihan ESQ (Emosional Spiritual quotient), kerja sama team (Outbound), menejemen stress dan self hypnotherapy, beasiswa di dalam dan luar negeri untuk jenjang master dan doktor bagi peneliti untuk pengembangan inovasi dan ilmu pengetahuan, riset-riset terapan untuk peningkatan pelayanan publik dan pengelolaan lingkungan. Pasal tentang SOP kaderisasi, coaching dan magang (internship) bagi pegawai baru, mahasiswa dan pemuda, untuk mendukung visi link and match pendidiakan dan dunia kerja.

III. PENUTUP

Setelah Pimpinan Komisi II DPR RI, menyampaikan pengantar rapat dan memberikan kesempatan kepada para pakar yang diundang, yaitu Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.Publ, Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto, dan Syaufan Rozi Soebhan, untuk memberikan penjelasan dan masukan terkait Revisi/Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Maka berdasarkan pemaparan yang berkembang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum yang berlangsungada beberapa masukan dari pakar terkait dengan Rancangan Undang-Undang Kepegawaian:

1. Terkait dengan Proses Rekrutmen, beberapa hal yang harus dilakukan, adalah : 1). Melakukan job analisis setiap jabatan dan pekerjaan di semua sektor dan semua level pemerintahan. Hal ini untuk mengetahui job requirement yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh calon-calon PNS. Persyaratan jabatan dan pekerjaan ini diturunkan dalam materi eksaminasi yang mencerminkan kompetensi yang dimiliki oleh pelamar; 2). Arah perubahan lainnya adalah perlunya dilakukan penghitungan secara pasti existing condition PNS yang ada pada saat ini. Existing condition ini mencerminkan tidak saja jumlah pegawai terhadap penduduk (rasio beban kerja), tetapi juga kualifikasi yang dimiliki oleh pegawai. Kebutuhan pemetaan ini memiliki relevansi terhadap jumlah dan kompetensi calon-calon PNS yang akan direkrut dan berdasarkan kepada needs assessment yang telah dilakukan secara cermat; 3). Pelaksanaan proses perekrutan harus dilakukan oleh lembaga profesional yang independen bukan oleh pemerintah (baik pusat

(7)

maupun daerah). Pemerintah hanya menjadi regulator dan pengawasan, sedangkan pelaksanaan rekrutment dilakukan oleh sebuah komisi kepegawaian negara yang anggotanya terdiri dari para profesional, seperti kalangan perguruan tinggi dan profesional swasta lainnya. Jika rekrutmen masih dilakukan pemerintah, dan bukan oleh sebuah lembaga yang independen (seperti civil service commision), apalagi didukung dengan situasi birokrasi yang syarat dengan KKN, maka proses rekruitmen tidak akan menghasilkan calon-calon yang terbaik.

2. Terkait dengan masalah Promosi, hal mendesak yang harus segera diwujudkan adalah penyusunan sistem penilaian kinerja. Sangat sulit mencari ukuran untuk mengatakan bahwa PNS di Indonesia memiliki kharakter profesionalisme dalam kinerja. Karena profesionalisme dalam kinerja memiliki ukuran-ukuran yang bisa secara kuantitatif terukur dan dapat diperbandingkan. Selama ukuran yang dijadikan sebagai indikator kinerja seorang PNS adalah Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3), maka sulit rasanya mengukur kinerja PNS. Hal ini karena ukuran-ukuran kinerja dalam DP3 sangat bersifat umum dan sangat memungkinkan memasukkan unsur-unsur like dan dislike pimpinan kepada bawahan. Ketidakjelasan pengukuran kinerja mempunyai dampak berupa ketidakjelasan standar promosi jabatan. 3. Terhadap Sistem Pendidikan dan Latihan (diklat), hal yang perlu dilakukan

adalah perlu melakukan perencanaan yang matang mengenai materi dan pengetahuan yang akan disampaikan dalam diklat, sehingga diklat bukan hanya sebagai rutinitas semata melainkan benar-benar dapat membekali dan meningkatkan kompetensi pegawai.

4. Dalam hal Kesejahteraan Pegawai, perlu menerapkan sistem reward and punishment kepada pegawai sehingga akan lebih mencerminkan prinsip keadilan dalam penilaian kinerja. Reward akan memberikan reaksi pada pegawai untuk mempertahankan dan bahkan lebih meningkatkan kinerja dan prestasi kerja. Sebaliknya, punishment akan menimbulkan reaksi untuk meninggalkan atau tidak mengulang sikap yang buruk dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, bukan tidak mungkin tercapai peningkatan kinerja pegawai yang akan berdampak terhadap produktivitas organisasi secara keseluruhan.

5. Dalam melakukan reformasi kepegawaian adalah penguatan pengawasan kode etik dan perilaku terhadap PNS. Dalam konteks ini ada dimensi yang harus diperhatikan. Pertama, terkait dengan lembaga yang akan melakukan pengawasan; Kedua, terkait dengan substansi pengawasan. Berkaca dari praktek di beberapa negara, pengawasan terhadap PNS dilakukan oleh lembaga-lembaga independen yang profesional (seperti civil service gift commission, civil service property commission). Sedangkan menyangkut dimensi substansi dapat meliputi pengawasan terhadap harta dan kekayaan PNS, pengawasan terhadap kode etik, pengawasan penerimaan hadiah, dan pengawasan terhadap PNS yang sudah pensiun.

6. Netralitas pegawai dalam birokrasi, yang perlu dilakukan adalah : a). Memisahkan antara pejabat politik dan pejabat karir. Pemisahan antara pemilihan pejabat politik dan pejabat karir dalam suatu jabatan dimaksudkan untuk menjamin agar birokrasi tidak diisi oleh pejabat-pejabat politik, tetapi oleh pejabat-pejabat karir yang telah meniti karir melalui jenjang karir dan merit yang jelas. Perlu kiranya memikirkan pemisahan antara kementrian

(8)

(yang dipimpin oleh seorang menteri) dan birokrasi (dengan istilah baru penulis Departemen ) yang dipimpin oleh seorang pejabat karir; b). Menciptakan aparatur negara yang profesional dan bermoral baik adalah pengisian jabatan-jabatan birokrasi yang dilakukan secara terbuka baik antar sektor maupun antar pusat dan daerah. Hal ini akan mengurangi kooptasi politik terhadap birokrasi, sekaligus menciptakan kompetisi internal dalam birokrasi. Setiap pejabat yang memenuhi syarat jabatan dan kompetensi dapat mengajukan diri secara terbuka untuk menduduki jabatan-jabatan dalam birokrasi. Jika tidak semua jabatan, maka bisa diatur secara bertahap proses pengisian yang dilakukan secara terbuka; c). Perlu dipikirkan rotasi PNS antar daerah dan antara pusat dan daerah. Rotasi PNS disamping akan menjadi perekat NKRI juga akan mengurangi kooptasi politisi atas birokrat dalam pengisian jabatan.

7. Pembentukan Komisi kepegawaian negara yang dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara sampai saat ini belum terbentuk. Komisi ini juga mengalami persoalan karena ketua dan sekretarisnya dijabat oleh Ketua dan Sekretaris Badan Kepegawaian Negara. Arah pertumbuhan yang harus dilakukan adalah mengubah struktur keanggotaan Komisi Kepegawaian Negari yang berasal dari kalangan independen melalui fit dan proper test. Terbentuknya Komisi Kepegawaian Negara diharapkan dapat memperkuat kebijakan dan implementasi kebijakan kepegawaian negara.

8. Perlu penyesuaian terhadap beban keuangan negara, utamanya untuk membayar pensiun. Disamping itu, dengan budaya PNS yang saat ini eksis, menambah jumlah PNS hanya akan menambah sulit melakukan reformasi budaya pelayanan. Karena itu perlu dilakukan kategorisasi status kepegawaian negara menjadi tiga yaitu, (1) Pegawai Negeri Sipil yang berjumlah tidak lebih dari 30% dari jumlah seluruh pegawai yang bekerja untuk negara; (2) Pegawai yang menjalankan tugas negara dengan status kontrak keahlian yang diangkat berdasarkan kebutuhan pemerintah untuk menyelesaikan tugas-tugas pemerintahan, pelayanan dan pembangunan sesuai dengan keahliannya. Jumlah pegawai negara dengan status kontrak keahlian ini berkisar antara 30-40%; dan (3) Pegawai honorer dan/atau outsourcing yaitu pegawai yang dibutuhkan untuk melakukan tugas-tugas teknis tertentu dan berjangka waktu tidak lama. Diversifikasi jenis kepegawaian negara ini disamping akan mengurangi beban keuangan negara.

Rapat ditutup Pukul 14.30 WIB.

JAKARTA, 6 Oktober 2010 PIMPINAN KOMISI II DPR RI

WAKIL KETUA, t.t.d.

DR. Drs. H.TAUFIQ EFFENDI, MBA A-533

Referensi

Dokumen terkait

Kendaraan umum (public transportation), yaitu sarana transportasi yang digunakan untuk bersama (orang banyak), kepentingan bersama, mendapat pelayanan yang sama, mempunyai arah

Agar tidak menggunakan istilah yang telah baku dalam hukum pertanahan nasional (pencabutan hak atas tanah yang bersumber pada Pasal 18 UUPA, berbeda konotasinya)?. Bagaimana

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, untuk mengetahui potensi usahatani padi bersertifikat organik maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui pendapatan dan R/C

regresi, model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang.. 16 mempengaruhi permintaan wortel, tomat, dan brokoli organik adalah linier berganda. Faktor-faktor

Tapi yang bikin Lupus sebel, karena oleh Mami dan Papi Lupus dianggap anak kecil yang masih takut sama setan?. Dan akan merengek-rengek

Pedoman pemimpin ini akan mem- bantu Anda dalam menerapkan asas- asas yang bersifat ajaran yang akan menolong anggota membantu diri mereka sendiri dan orang lain untuk menjadi

Dalam  halaman‐halaman  berikut,  kita  akan  menyelidiki  sesuatu yang membedakan kita dari ciptaan lainnya, sesuatu  yang  kita  lakukan  berulang  kali 

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data profil pendidikan jenjang pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah