BENTUK EKOLEKSIKON DALAM TEKS BERITA KONSERVASI DI LAMAN WWW.UNNES.AC.ID: KAJIAN EKOLINGUISTIK Tommi Yuniawan, Fathur Rokhman, Rustono, Hari Bakti Mardikantoro
Universitas Negeri Semarang
tommiyuniawan@mail.unnes.ac.id / 08179527348 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendeskripsi bentuk ekoleksikon dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id. Secara teoretis, hubungan timbal balik antara lingkungan dan bahasa dikaji sdalam ekolinguistik. Kajian ekolinguistik memiliki parameter yaitu interelasi bahasa dan lingkungan, lingkungan ragawi dan sosial budaya, serta keberagaman bahasa dan lingkungan. Teks berita konservasi memuat ekspresi bahasa atas peristiwa atau isu konservasi yang berkenaan dengan visi universitas berwawasan konservasi. Ancangan penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Data penelitian ini berupa satuan lingual yang diduga merupakan ekoleksikon pada penggalan teks berita konservasi yang bersumber dari laman www.unnes.ac.id yang relatif banyak, sehingga bervariatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, metode studi pustaka, metode dokumentasi. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metode padan dan agih. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan disimpulkan bahwa bentuk ekoleksikon teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id berupa: (a) kata dasar, (b) kata turunan, (c) frasa. Ketiga bentuk ekoleksikon itu diklasifikasi berdasarkan kepada pilar SDA dan lingkungan, seni dan budaya, nilai dan karakter yang bereferen pada biotik dan abiotik. Pada ekoleksikon berbentuk frasa ditemukan frasa nominal dan frasa ajektival. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi secara teoretis dan secara praktis dalam bidang linguistik, pembelajaran bahasa, jurnalistik, serta kebijakan publik.
Kata kunci: bentuk ekoleksikon, ekolinguistik, teks berita konservasi, UNNES ABSTRACT
This study aims to describe the forms of ecolexicons found in conservation news texts in www.unnes.ac.id. Theoretically, a reciprocal relation between environment and language is studied in ecolinguistics. Ecolingusitic study is concerned with interrelation between language and environment, physical, social, and cultural environment, as well as the varieties of languages and environments. Conservation news texts contain expressions of language about events or issues of conservation which are concerned wih the visions of a conservation university. The research design used is descriptive qualitative. The research data are lingual units which are assumed as the ecolexicons found in conservation news texts taken from www.unnes.ac.id which are considered many and various. The method of collecting data uses simak, library research, and documentation. Then, the data are analyzed by employing padan and agih. Based on the results and discussions, this study concludes that the forms of ecolexicon found conservation text in the webpage www.unnes.ac.id are: (a) roots, (b) derivative words, (c) phrase. The three forms are classified based on the pillars of natural resources and environment, art and culture, value and character which refer to biotic and abiotic. The ecolexcons in the form of phrase are nominal and adjective phrase. The result of this study is hoped to
theoretically and practically contribute to linguistics, language learning, journalistics, as well as public policy.
Keywords: ecolexicon forms, ecolinguistics, conservation news text, UNNES
PENDAHULUAN
Bentuk ekoleksikon teks berita konservasi di media massa merupakan topik penelitian yang menarik untuk dikaji dari kerangka teoretis ekolinguistik. Hal tersebut disebabkan oleh pertimbangan ilmiah yang strategis sebagai berikut ini. Universitas Negeri Semarang (UNNES) telah meneguhkan diri sebagai Universitas Konservasi pada 12 Maret 2010. Dalam peraturan Rektor UNNES Nomor 22 Tahun 2009 tentang UNNES sebagai Universitas Konservasi dinyatakan bahwa universitas konservasi adalah universitas yang dalam pelaksanaan tridharma Perguruan Tinggi (PT) mengacu kepada prinsip-prinsip atau wawasan konservasi yang mencakupi: perlindungan, pengawetan, pemanfaatan secara lestari, baik konservasi Sumber Daya Alam (SDA), serta seni budaya. Hal ini berimplikasi, pelaksanaan tridharma di UNNES selalu mengedepankan dan memperhatikan prinsip-prinsip atau wawasan konservasi tersebut. Untuk itu, UNNES bervisi menjadi universitas berwawasan konservasi dan bereputasi internasional (Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2016 tentang Statuta UNNES).
Spirit konservasi bermakna rumah ilmu pengembang peradaban unggul. Hal ini ditegaskan Rokhman (2014:3-4) bahwa khitah perguruan tinggi yang sebenarnya yaitu sebagai rumah ilmu. Untuk itulah, semua pemikiran, sikap, geliat, serta gerak langkah warga kampus harus didasarkan atas ilmu pengetahuan. Selanjutnya, spirit konservasi direpresentasikan dengan lambang konservasi yang ada di puncak tugu konservasi UNNES. Spirit konservasi ini ditopang oleh tiga pilar yaitu: (1) nilai dan karakter, (2) seni dan budaya, serta (3) sumber daya alam dan lingkungan. Selain itu, spirit konservasi juga dijabarkan dalam delapan nilai yang dilandasi dengan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu: inspiratif, humanis, kepedulian, inovatif, kreatif, sportif, kejujuran, serta keadilan.
Selaras dengan hal tersebut, Richmond dan Bracker (2009:xiv) mengartikan konservasi sebagai suatu proses kompleks dan terus-menerus yang melibatkan penentuan mengenai apa yang dipandang sebagai warisan, bagaimana ia dijaga, bagaimana ia digunakan, oleh siapa, dan untuk siapa. Warisan yang disebut dalam definisi tersebut tidak hanya menyangkut hal fisik tetapi menyangkut juga kebudayaan. Dengan demikian, pengertian konservasi tidak sekadar menyangkut masalah perawatan, pelestarian, dan perlindungan alam, tetapi juga menyentuh persoalan pelestarian warisan kebudayaan dan peradaban umat manusia.
Selain itu, pengukuhan UNNES sebagai universitas berwawasan konservasi dilatarbelakangi oleh kekhawatiran atas berbagai permasalahan lingkungan dan sosial budaya. Dewasa ini tema lingkungan hidup beserta berbagai permasalahannya menjadi salah satu isu yang selalu hangat dibicarakan banyak pihak. Salim (2007: xii) menyatakan bahwa hubungan manusia dengan alam baik secara sosial, indologikal maupun secara organisasional perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan dalam menyusun strategi pengelolaan SDA. Persepsi ini merupakan faktor yang memengaruhi perilaku individu maupun kelompok sosial. Dari sini kajian multidisipliner diperlukan seperti sosiologi, antropologi, dan ilmu alam. Dalam tautan ini, ekolinguistik mencoba menyertakan diri dalam pengkajian lingkungan dalam perspektif linguistik. Hal ini disebabkan, perubahan sosio-ekologis sangat memengaruhi penggunaan bahasa, serta perubahan nilai budaya dalam sebuah masyarakat (Algayoni 2012:1; Salim 2007: xx).
Kajian ekolinguistik, kali pertama dikenalkan Einar Haugen dalam tulisannya yang bertajuk Ecology of Language tahun 1972. Haugen lebih memilih istilah ekologi bahasa dari istilah lain yang bertemali dengan kajian ini. Pemilihan tersebut karena pencakupan yang luas di dalamnya, para pakar bahasa dapat berkerja sama dengan pelbagai jenis ilmu sosial lainnya dalam memahami interaksi antarbahasa Haugen (dalam Fill & Mühlhäusler 2001: 57). Dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem dalam suatu kehidupan bersama organisme-organisme lainnya (Mbete 2009:2). Hal ini berimplikasi bahwa dalam lingkup kajian ekolinguistik, bahasa yang digunakan menggambarkan, mewakili, melukiskan, merepresentasikan secara simbolik-verbal realitas di lingkungan, baik lingkungan ragawi maupun lingkungan lingkungan sosiokultural.
Kajian ekolinguistik mengkaji teks-teks wacana yang berkenaan dengan lingkungan. Teks-teks tersebut diciptakan oleh media massa, sehingga terbentuklah ekspresi bahasa tentang lingkungan. Menurut Sapir (dalam Fill dan Muhlhausler 2001:2), dalam lingkup ekolinguistik, hubungan bahasa dan lingkungannya ada pada tataran leksikon. Leksikon adalah perbendaharaan kata yang dikonsepkan sebagai kekayaan kata atau khazanah kata yang dimiliki para pengguna bahasa. Selain itu, leksikon juga dikonsepkan sebagai daftar kata terstruktur seperti kamus yang memuat informasi-informasi (Kridalaksana 1989: 114). Leksikon juga berkaitan dengan konsep kata. Seperti yang didefinisikan oleh Taylor (dalam Gibbons 2002: 134-135), kata adalah tempat mengklasifikasikan benda ke dalam kelas-kelas kata. Adapun menurut Chaer (2007:2), istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep ―kumpulan leksem‖ dari satu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan maupun secara sebagian.
Pada tataran leksikon, dinamika dan perubahan bahasa dipengaruhi oleh tiga dimensi (Lindo dan Bundegaard 2000: 10-11), yakni: (a) dimensi ideologis, yaitu adanya ideologi atau adicita masyarakat misalnya ideologi kapitalisme yang disangga pula dengan ideologi pasar sehingga perlu dilakukan aktivitas terhadap sumber daya lingkungan, seperti muncul istilah dan wacana eksploitasi, pertumbuhan, keuntungan secara ekonomis; (b) dimensi sosiologis, yakni adanya aktivitas wacana, dialog, dan diskursus sosial untuk mewujudkan ideologi tersebut. Dalam dimensi ini bahasa merupakan wujud praktis sosial yang bermakna; serta (c) dimensi biologis, yaitu berkaitan dengan adanya diversifitas (keanekaragaman) biota danau (atau laut, ataupun darat) secara berimbang dalam ekosistem, serta dengan tingkat vitalitas spesies dan daya hidup yang berbeda antara satu dengan yang lain sehingga terpinggirkan dan termakan. Dimensi biologis secara verbal terekam berupa leksikon dalam khazanah kata setiap bahasa sehingga entitas-entitas itu tertandakan dan terpahami.
Kemudian, Mbete (2002) melalukan penelitian tentang ―Ungkapan-ungkapan Verbal dalam Bahasa Lio dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan‖. Mbete mengkaji bentuk, makna, serta fungsi yang terkandung dalam ungkapan verbal yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan. Temuan dalam penelitian Mbete berupa ungkapan verbal yang berfungsi dalam pelestarian lingkungan yang terdiri atas: (1) ungkapan yang berkaitan dengan alam semesta; (2) ungkapan yang berkaitan dengan penggarapan lahan; (3) ungkapan yang berkaitan dengan pelestarian hutan lindung mini dan sumber air; (4) ungkapan yang berkaitan dengan pelestarian pantai dan laut; (5) ungkapan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan keserasian; serta (6) ungkapan yang berkaitan dengan hubungan antarsesama warga etnis Lio. Penelitian Mbete memiliki persamaan pada fokus analisis bentuk dan makna unsur kebahasaan. Perbedaan yang nyata terletak pada data yang diambil berupa data lisan bahasa Lio dengan mengambil ungkapan verbal dalam konteks ritual Po‟o (upacara menolak hama), sedangkan
penelitian ini menggunakan data berupa penggalan teks konservasi pemberitaan di laman www.unnes.ac.id.
Pada tahun 2010 Sukhrani mengadakan penelitian berjudul ―Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedanauan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik‖. Hasil analisis menunjukkan bahwa berbagai pengetahuan lokal dan kearifan ekologi masyarakat Gayo di sekitar Danau Lut Tawar telah banyak yang hilang, terutama pada nama-nama biota Danau Lut Tawar dan istilah-istilah dalam teknologi tradisional perikanan. Hal tersebutlah yang mengakibatkan terjadinya erosi bahasa ibu, kemudian berlanjut menjadi erosi pengetahuan lokal dan kearifan ekologi, pada akhirnya terjadi berbagai bencana ekologi. Perbedaan yang nyata dengan penelitian yang dilakukan terletak pada data kebahasaan. Pada penelitian Sukhrani, data yang diambil berupa data lisan masyarakat Gayo di sekitar Danau Lut Tawar, sedangkan penelitian ini menggunakan data tulis berupa ekoleksikon dalam teks berita konservasi di media massa dengan mengambilkhazanah ekoleksikon yang menyangkut konservasi.
Laza (2012) melakukan penelitian yang berjudul ―Khazanah Leksikon dan Budaya Keladangan Masyarakat Tolaki: Kajian Ekolinguistik‖. Penelitian Laza mengkaji leksikon bahasa Tolaki dialek Konawe yang berhubungan dengan lingkungan ladang, perangkat leksikon nomina, verba, adjektiva, ungkapan yang berhubungan dengan lingkungan ladang Konawe, dan dinamika budaya dan pelestarian leksikon bahasa Tolaki dalam lingkungan ladang Konawe. Teori yang digunakan dalam penelitian Laza yaitu teori ekolinguistik dan teori sosiolinguistik dengan pendekatan kualitatif. Penelitian Laza memiliki persamaan pada teori ekolinguistik yang digunakan dan pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian Laza meneliti bahasa Tolaki dialek Konawe dengan mengkaji khazanah leksikon dan budaya keladangan, sedangkan penelitian ini meneliti bentuk ekoleksikon dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id.
Kemudian, tidak hanya ekolinguistik dan ekokritik, tetapi terdapat pula kajian ekosemiotik, seperti yang diungkap oleh Sedlaczek (2016) dalam penelitian berjudul ―Representation of Climate Change in Documentary Television: Integrating an Ecolinguistic and Ekosemiotic Perspektif into a Multimodal Critical Discourse‖.
Sedleaczek mengemukakan bahwa penelitian ini dibuat untuk menginvestigasi media tentang perubahan iklim dalam konteks tayangan dokumenter di televisi. Penelitian ini menggambarkan dua paham integritas dari ekolinguistik dan ekosemiotika ke dalam kerangka penelitian. Kerangka penelitian ini disajikan dalam analisis tayangan program dokumenter di televisi yang di publikasikan sebagai bagian dari pencegahan perubahan iklim ekstrem dalam saluran televisi di Austria. Simpulan dari penelitian ini bahwa analisis wacana kritis dan ekolinguistik merupakan dua paradigma penelitian yang saling berhubungan dalam orientasi kritis dan dampak penggunaan bahasa dan sumber semiotik lainnya dalam konstruksi makna dan ideologi. Secara umum, penelitian Sedlaczek dan penelitian yang akan dilakukan sama-sama mengkaji keterkaitan bahasa dengan lingkungan. Penelitian Sedlaczek menggunakan kajian teori ekolinguistik dan ekosemiotik, sedangan penelitian yang akan dilakukan menggunakan teori ekolinguistik. Perbedaan yang nyata terletak pada data kebahasaan.
Terlepas dari cakupan pro-kontra, setuju atau tidak setuju atas kebijakan pendeklarasian universitas konservasi, ihwal yang perlu mendapatkan perhatian bahwa teks konservasi pada pemberitaan di laman www.unnes.ac.id merupakan fenomena lingual. Untuk itu, penelitian ini memiliki kekhasan, yaitu: (1) kajian ini menggunakan data teks pemberitaaan yang merupakan genre dengan tatanan wacana yang khas, yaitu berita ihwal konservasi, yang merupakan teks hijau (greengramatical), yang berupa teks berita konservasi dan (2) kajian ini menggunakan kerangka teoretis ekolinguistik yang
merupakan kajian yang relatif baru, sehingga mengutamakan deskripsi dan eksplanasi linguistik.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsi bentuk ekoleksikon dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id. Kemudian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara teoretis dan secara praktis dalam bidang linguistik, pembelajaran bahasa, jurnalistik, serta kebijakan publik. Dalam bidang linguistik, hasil penelitian ini berkontribusi untuk menambah khazanah kajian ekoleksikon dalam teks berita konservasi di media massa. Dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia, hasil penelitian ini berkontribusi untuk memberikan bahan pembelajaran berupa teks berita, khususnya teks berita konservasi ---teks hijau tentang konservasi--- yang merupakan salah satu jenis teks dalam kompetensi dasar kurikulum 2013. Dalam bidang jurnalistik, hasil penelitian ini berkontribusi untuk memberikan kajian teks pemberitaaan konservasi secara interdisipliner untuk memperkokoh teori dan metode kajian jurnalistik dan linguistik. Selanjutnya, dalam bidang kebijakan publik, hasil penelitian ini berkontribusi untuk menginformasikan tentang khazanah ekoleksikon dan kompetensi konservasi yang bermanfaat bagi perguruan tinggi, khususnya UNNES, instansi pemerintah atau swasta yang terkait dengan lingkungan, serta pengelola media massa.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan ancangan penelitian kualitatif. Penggunan ancangan ini sesuai dengan filsafat positivisme yang memandang bahwa ilmu dibangun secara empiris. Kemudian, abstraksi dan penarikan simpulan dilakukan berdasarkan hasil analisis dari kenyataan empiris yang diperoleh di lapangan. Kekualitatifan penelitian ini bertemali dengan data penelitian yang berupa kualitas bentuk dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id. Penelitian ini juga menggunakan ancangan deskriptif. Hal ini berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu mendeskripsi bentuk ekoleksikon dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id.
Penelitian ini menggunakan desain ekolinguistik. Fill (2001:126) dalam Lindo & Bundsgaard (2000) menyatakan bahwa ekolinguistik merupakan payung terhadap semua pendekatan studi bahasa yang dikombinasikan dengan lingkungan (ekologi). Untuk itu, dalam ekolinguistik, konteks merupakan latar belakang pengetahuan apapun yang diasumsikan dimiliki bersama oleh guyup tutur. Konteks dalam ekolinguistik mencakupi: (a) dimensi ideologis, yaitu adanya ideologi atau adicita masyarakat, (b) dimensi sosiologis, yakni adanya aktivitas wacana, dialog, dan diskursus sosial untuk mewujudkan ideologi tersebut. Dalam dimensi ini bahasa merupakan wujud praktis sosial yang bermakna, serta (c) dimensi biologis, berkaitan dengan adanya keanekaragaman (diversifitas) dalam ekosistem yang secara verbal terekam pada leksikon dalam khazanah satuan lingual sehingga entitas-entitas itu tertandakan dan dipahami.
Data penelitian ini berupa penggalan teks berita konservasi dari laman www.unnes.ac.id. Sumber data yang digunakan, yaitu pemberitaan ihwal universitas berwawasan konservasi dari laman www.unnes.ac.id sejak 2010 sampai dengan 2017. Selanjutnya, metode identifikasi dipergunakan dalam kegiatan pemilahan data iyang disajiakn dalam korpus data. Selain metode itu, dalam kegiatan pemilahan data juga digunakan metode klasifikasi. Klasifikasi di dalam penelitian ini berarti penggolongan data berdasarkan kesamaan dan perbedaan identitas data. Dengan metode ini, data yang sudah teridentifikasi diklasifikasi. Kemudian, kegiatan pemilahan data merupakan tahap penelitian yang dilakukan setelah pengumpulan data.
Ada empat metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu metode simak, metode studi pustaka, metode dokumentasi serta metode angket
(Sudaryanto 2015:133; Mahsun 2005:133; Kesuma 2007:43). Selanjutnya instrumen atau alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen manusia atau peneliti itu sendiri. Hal ini selaras dengan pernyataan Moloeng (2007:8) bahwa dalam penelitian kualitatif, yang menjadi kunci utama instrumen yaitu pengkaji atau peneliti itu sendiri, sehingga peneliti harus ―divalidasi‖.Validasi yang dilakukan kepada peneliti, meliputi: pemahaman metode penelitian deskriptif kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang keilmuwan yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian. Peneliti kualitatif sebagai instrumenberfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, serta membuat simpulan atas temuannya (Sugiyono 2012:306).
Kemudian data yang sudah terkumpul dianalisis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, ekoleksikon dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id dianalisis dengan menggunakan metode padan dan agih. Menurut Sudaryanto (2015:18), metode agih yaitu metode penelitian yang menggunakan alat penentu dari dalam bahasa yang bersangkutan sediri. Istilah lain dari metode agih adalah metode distribusional. Adapun metode padan yaitu metode penelitian yang alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto 2015:18; Mahsun 2005:112; Kesuma 2007: 47).
PEMBAHASAN
Terdapat tiga pertimbangan strategis yang mendasari penelitian bentuk ekoleksikon dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id yaitu: (1) fenomena lingual ini relatif baru, karena belum banyak dikaji secara ekolinguistik; (2) fenomena bentuk ekoleksikon teks berita konservasi bertemali dengan hubungan antara bahasa dan lingkungan; serta (3) fenomena bentuk ekoleksikon teks berita konservasi bergayut dengan hubungan antara bahasa dan ideologi. Selain itu, ada tiga pertimbangan yang mendasari mengapa bentuk ekoleksikon tentang teks berita konservasi, bukan tentang topik lain, yaitu: (1) konservasi merupakan salah satu topik berita penting dalam masyarakat. Topik tentang hal ini ada dalam Suistanable Development Goals (SDGs) yang merupakan hasil kesepakatan lebih dari 190 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang berlaku 2016-2030 (UNDP 2015) melanjutkan kesepakatan
Millenium Development Goals (MDGs) 2000-2015. Di Indonesia, isu tentang konservasi (pemeliharaan, perawatan, perlindungan, pengawetan, serta pemanfaatan alam) juga menjadi prioritas pembangunan sesuai kebijakan Nawacita yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019. Artinya, tidak salah, apabila isu konservasi menjadi pemberitaan di media massa. Meskipun berita konservasi merupakan isu penting, di pihak lain, isu konservasi tergolong sensitif bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan lazim dikaitkan dengan kebijakan atau ideologi institusi. Untuk itu, pemberitaan universitas berwawasan konservasi di laman www.unnes.ac.id dalam penelitian ini berpotensi sebagai isu yang penting dan berpeluang sebagai isu yang sensitif. Dengan demikian, bentuk ekoleksikon dalam teks beritakonservasi di laman www.unnes.ac.id penting dilakukan karena dapat dijadikan salah satu acuan bagi masyarakat maupun para penentu dan pelaksana kebijakan untuk menyikapi dan menangani persoalan konservasi. Berdasarkan analisis pada data berupa penggalan teks berita konservasi dalam laman www.unnes.ac.id, dapat diklasifikasikan menjadi analisis bentuk, makna, serta referen ekoleksikon berikut ini.
Bentuk Ekoleksikon
Ekoleksikon adalah komponen bahasa yang berisikan kekayaan kata yang memuat informasi tentang makna satuan bahasa yang menggambarkan lingkungan
tersebut. Ekoleksikon dalam suatu masyarakat merupakan seperangkat istilah dalam lingkungan tersebut yang mencerminkan karakter guyub tuturnya, karakter lingkungan alam, serta lingkungan sosial-budaya. Dalam teks berita konservasi, bentuk ekoleksikon diklasifikasikan sesuai tiga pilar konservasi, yaitu (a) pilar sumber daya alam dan lingkungan, (b) pilar seni budaya, dan (c) pilar nilai dan karakter. Adapun bentuk ekoleksikon dalam teks berita konservasi ditelaah menjadi tiga bentuk, yaitu ekoleksikon berupa (a) kata, (b) kata turunan, dan (c) frasa.
Bentuk Ekoleksikon Pilar Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Pilar sumber daya alam dan lingkungan merupakan nilai konservasi yang berkaitan dengan keseimbangan ekosistem lingkungan. Berikut adalah bentuk ekoleksikon pilar sumber daya alam dan lingkungan yang ditemukan dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id.
Tabel 1 Bentuk Ekoleksikon Berupa Kata
Ekoleksikon Kategori
Bentuk Makna
Referen
Biotik Abiotik
Kompos Nomina
Pupuk campuran yang terdiri atas bahan organik (seperti daun dan jerami yang membusuk) dan kotoran hewan
- Abiotik
Biopori
Nomina
Lubang resapan yang dibuat dengan sengaja, dengan ukuran tertentu yang telah ditentukan yang ditutupi sampah organik yang berfungsi sebagai penyerap air ke tanah dan membuat kompos alami.
- Abiotik
Konservasi Nomina
Pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan
kemusnahan dengan pengawetan, pemeliharaan, serta pelestarian
- Abiotik
Durian Nomina Nama salah satu jenis pohon dan buahnya (flora) Biotik -
Eduwisata Nomina
Wisata untuk memperdalam atau lebih memahami suatu obyek agar menambah wawasan dan pengetahuan
- Abiotik
Trembesi Nomina
Pohon yang besar dan tumbuh cepat, mahkota daun menyerupai payung dan lebar, banyak ditanam karena memberi naungan, kayunya tidak terlalu awet, daunnya digunakan sebagai pakan ternak, buahnya berupa polong yang tebal dan berdaging; kayu ambon; munggur; enterolobium saman
Biotik -
Asri Ajektiva Indah dan sedap dipandang mata - Abiotik
Herbal Ajektiva
Hal-hal yang berkaitan dengan herba—tumbuhan yang daun, bunga, atau akarnya dapat digunakan untuk bumbu makanan, obat-obatan, atau parfum--.
- Abiotik
Organik Ajektiva
Berkaitan dengan zat yang berasal dari makhluk hidup (hewan atau tumbuhan, seperti minyak dan batu bara)
- Abiotik
Anorganik Ajektiva Berkenaan dengan atau dicirikan oleh tidak
Tabel 2 Bentuk Ekoleksikon Berupa Kata Turunan Kata
Dasar
Afiks
Pembentuk Bentuk Turunan
Kategori
Bentuk Makna
sejuk ke- + -an kesejukan Nomina Perihal (keadaan dan
sebagainya) sejuk
pohon pe - + -an pepohonan Nomina Pohon-pohon; banyak pohon
panas pe- + -an pemanasan (global) Nomina Proses, cara, perbuatan
memanasi atau memanaskan
tanam … + an Tanaman
Nomina Tumbuhan yang biasa ditanam
orang; hasil menanam; yang ditanam
Tabel 3 Bentuk Ekoleksikon Berupa Frasa
Ekoleksikon Kategori
Bentuk Unsur Inti Makna
Referen
Biotik Abiotik
Rimbun pepohonan
Frasa
Nominal Pepohonan Pohon-pohonan Biotik -
Pemanasan global
Frasa
Nominal Pemanasan
Naiknya temperature atmosfer bumi yang disebabkan oleh bertambahnya gas polutan seperti karbon dioksida
- Abiotik
Gerakan menanam
Frasa
Verbal Menanam
Pergerakan, usaha, atau kegiatan menanam sebagai upaya penghijauan / konservasi
- Abiotik
Nir kertas Frasa
Nominal Kertas
Tidak menggunakan atau meminimalisasi penggunaan kertas - Abiotik Kampus konservasi Frasa Nominal Kampus
Kampus konservasi adalah universitas yang dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memiliki konsep yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi
(perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari) baik konservasi terhadap sumberdaya alam, lingkungan, seni, dan budaya.
- Abiotik
Senam konservasi
Frasa
Nominal Senam
Salah satu inovasi senam dari UNNES dengan menggunakan iringan musik gending konservasi dengan perpaduan gerakan senam - Abiotik Kader konservasi Frasa Nominal Kader
Orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam upaya mewujudkan kampus konservasi - Abiotik Wawasan konservasi Frasa Nominal Konservasi
Memiliki konsepsi atau cara pandang tentang pemeliharaan dan perlindungan sesuatu
secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan pengawetan,
pemeliharaan, serta pelestarian lingkungan
Nilai konservasi
Frasa
Nominal Konservasi
Harga atau sigat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan ihwal pemeliharaan dan
perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan pengawetan,
pemeliharaan, serta pelestarian lingkungan
- Abiotik
Kampus hijau Frasa
Nominal Kampus
Gerakan mewujudkan daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi menjadi lebih tempat yang asri dan nyaman dengan melakukan upaya konservasi (penanaman pohon, dan sebagainya)
- Abiotik
Bendungan mini
Frasa
Nominal Bendungan
bangunan penahan atau penimbun air untuk irigasi (pembangkit listrik, dan sebagainya) yang berukuran kecil. - Abiotik Penghijauan kampus Frasa Nominal Kampus
Proses, cara, perbuatan membuat lingkungan kampus menjadi hijau dengan
melakukan penanaman pohon-pohonan agar udara menjadi sejuk dan bersih.
- Abiotik
Ramah lingkungan
Frasa
Ajektival Lingkungan
Amana atau tidak merusak
terhadap lingkungan - Abiotik
Hemat energi Frasa
Ajektival Energi
berhati-hati dalam menggunakan (dan sebagainya), tidak boros, cermat perihal energi
- Abiotik
Indonesia hijau
Frasa
Ajektival Indonesia
Berkaitan dengan gerakan, semangat, isu, dan sebagainya yang bertujuan untuk
mengurangi efek rumah kaca dan pemanasan global di Indonesia
- Abiotik
Bentuk Ekoleksikon Pilar Seni dan Budaya
Pilar seni dan budaya merupakan nilai konservasi yang berfokus pada pelestarian seni dna kebudayaan, khususnya kebudayaan Jawa Tengah, dan seluruh Indonesia pada umumnya. Berikut adalah bentuk ekoleksikon pilar seni dan budaya yang ditemukan dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id.
Tabel 4 Bentuk Ekoleksikon Berupa Kata
Ekoleksikon Kategori
Bentuk Makna
Referen
Biotik Abiotik
Batik Nomina Kain bergambar yang
pembuatannya secara khusus dengan menerakan malam pada kain itu.
- Abiotik
Langgam Nomina Bentuk irama lagu atau
nyanyian
- Abiotik
Seni Nomina Karya yang diciptakan dengan
keahlian yang luar hiasa
- Abiotik
Wayang
Nomina
Boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerakan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional.
- Abiotik
Tabel 5 Bentuk Ekoleksikon Berupa Kata Turunan
Kata Dasar Afiks
Pembentuk
Bentuk Turunan
Kategori
Bentuk Makna
Budaya ke … + …an Kebudayaan Nomina
Hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
Pesisir ... + ... an Pesisiran Nomina
pengetahuan yang dipunyai dan terjiwai oleh masyarakat Pesisir, yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang dihadapi, untuk mendorong, dan untuk menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukannya.
Dalang pe... + ...an Pedalangan Nomina
Segala sesuatu atau
pengetahuan yang berkenaan dengan penuturan cerita atau pertunjukan wayang Tabel 6 Bentuk Ekoleksikon Berupa Frasa
Ekoleksikon Kategori Bentuk Unsur Inti Makna Referen Biotik Abiotik Arak-arakan budaya Frasa Nominal Arak-arakan
Iring-iringan orang dan sebagainya yang berjalan atau bergerak bersama (pawai) yang betremakan adat istiadat
- Abiotik
luhur Nominal yang bernilai tinggi dan mulia
Sanggar tari Frasa
Nominal Sanggar
Sarana, wadah untuk ber-kreatifitas dan mengenal Tari-tarian Adat, dari berbagai daerah, yang di komplikasi-kan serta di modifikasi untuk lebih menguasai dan mengenal lebih dekat tarian tradisional
- Abiotik
Tari sekaringrat
Frasa
Nominal Tari
Salah satu inovasi UNNES dalam wujud tari yang melambangkan konservasi dalam setiap gerakannya
- Abiotik
Gending konservasi
Frasa
Nominal Gending
Instrumen atau lagu-lagu yang diungkapkan oleh nada-nada yang bertemakan konservasi.
- Abiotik
Selasa legen Frasa
Nominal Selasa
Hari dengan pasarannya sesuai
adat Jawa - Abiotik
Bentuk Ekoleksikon Pilar Nilai dan Karakter
Pilar nilai dan karakter adalah nilai konservasi yang berkaitan dengan pengejawantahan nilai-nilai, karakter kepribadian, dan pengembangan diri sleuruh sivitas akadmeika UNNES. Berikut adalah bentuk ekoleksikon pilar nilai dan karakter yang ditemukan dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id.
Tabel 7 Bentuk Ekoleksikon Berupa Kata
Ekoleksikon Kategori
Bentuk Makna
Referen
Biotik Abiotik
Humanis Nomina
Orang yang mendambakan dan
memperjuangkan terwjudnya pergaulan hidup yang lebih baik, bedasarkan asas perikemanusiaan.
- Abiotik
Integritas Nomina
Mutu sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaa.
- Abiotik
Inovatif Adjektiva Memperkenalkan sesuatu yang baru;
bersifat pembaruan (kreasi baru). - Abiotik
Inspiratif Adjektiva
Sesuatu hal yang bisa memberikan pengaruh berupa semangat dan kekuatan untuk melakukan sesuatu.
- Abiotik
Tabel 8 Bentuk Ekoleksikon Berupa Kata Turunan
Kata Dasar Afiks
Pembentuk Bentuk Turunan Kategori Bentuk Makna
Keadilan ke … + …an keadilan Adjektiva
Menempatkan sesatu di tengah-tengah tidak berat sebelah, dengan kata lain menempatkan sesuatu pada
tempatnya.
Kejujuran ke … + …an kejujuran Adjektiva
Bagian harga diri yang harus dijaga karena bernilai tinggi.
Kesantunan ke … + …an kesantunan Adjektiva
Aturan atau perilaku yang ditetapkan dan diepakati bersama oleh suatu masyarakat. Tabel 9 Bentuk Ekoleksikon Berupa Frasa
Ekoleksikon Kategori
Bentuk Unsur Inti Makna
Referen Biotik Abiotik Pilar konservasi Frasa Nominal Pilar
Dasar yang membentuk suatu hal baik itu sifatnya berwujud ataupun tidak berwujud.
- Abiotik Prinsip konservasi Frasa Nominal Prinsip Perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari, bak konservasi terhadap sumber daya alam, lingkungan, seni dan budaya. - Abiotik Tugu konservasi Frasa Nominal Tugu
Tiang besar dan tinggi yan dibuat dari batu, bata, dan sebagainya sebagai lambang Univesitas Negeri Semarang berwawasan konservasi - Abiotik Konservasi etika Frasa Verbal Konservasi Menjaga dan melestarikan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral. - Abiotik Konservasi nilai Frasa Verbal Konservasi Menjaga dan melestarikan sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. - Abiotik Salam konservasi Frasa Verbal Salam
Pernyataan hormat yang dijadikan sebagai jargon konservasi di Universitas Negeri Semarang yang di kenal dengan Universitas konservasi. - Abiotik Ramah lingkungan Frasa Adjektival
Lingkungan Aman atau tidak merusak
lingkungan. - Abiotik
Berdasarkan deskripsi data di atas, bentuk ekoleksikon dalam teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id memuat ekspresi bahasa yang bersumber pada pesan atau informasi yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa atau isu konservasi yang disajikan berdasarkan argumentasi berkenaan dengan visi universitas berwawasan konservasi. Dalam pengemasan dan penyampaian berita ihwal konservasi, laman www.unnes.ac.id menggunakan berbagai ekoleksikon untuk merepresentasikan nilai konservasi yang
dilaksanakan oleh UNNES. Keseluruhan ekoleksikon tersebut pada umumnya memuat pesan dan makna yang berkaitan dengan upaya konservasi yang dilakukan oleh UNNES.Berdasarkan data yang ada, terdapat ekoleksikon yang khas, yang hanya digunakan oleh UNNES dalam keterkaitannya dengan penasbihan UNNES sebagai universitas konservasi, di antaranya yaitu: arum luhuring pawiyatan ing astha nira,
gendhing konservasi, kader konservasi, kampus h-bat, kampus konservasi, salam konservasi, sehat unggul sejahtera (sutera), selasa legen, senam konservasi, tari sekaringrat, serta tugu konservasi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, diketahui bahwa teks berita konservasi di laman www.unnes.ac.id menggunakan berbagai macam bentuk ekoleksikon beserta fungsi yang menyertainya. Bentuk ekoleksikon yang digunakan terdiri atas (a) kata dasar, (b) kata turunan, dan (c) frasa. Ketiga bentuk ekoleksikon tersebut kemudian diklasifikasi pada ekoleksikon bereferen biotik atau abiotik. Pada ekoleksikon berbentuk kata dasar didominasi oleh kata dasar berkategori verba, sama halnya pada ekoleksikon berbentuk kata turunan yang juga didominasi oleh bentuk berkategori nomina. Adapun pada ekoleksikon berbentuk frasa sebagian besar data berupa frasa nominal dan frasa ajektival. Hasil penelitian ini dapat berkontribusi secara teoretis dan secara praktis dalam bidang linguistik, pembelajaran bahasa, jurnalistik, serta kebijakan publik. Untuk itu, ekolinguistik sebagai paradigma pendekatan kelinguistikan layak dikembangkan. Payung linguistik yang interdisipliner ini, apabila dikembangkan secara lebih empiris, faktual, serta konseptual akan dapat menjadi sumber inspirasi dalam mengidentifikasi aneka persoalan lingkungan di sekitar kita, baik dalam upaya membedah hubungan timbal-balik bahasa dan lingkungan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampikan terima kasih kepada Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Profesor Linguistik dari Universitas Udayana yang telah memberikan cakrawala keilmuwan tentang Ekolinguistik serta berdiskusi tentang kajian-kajian atau berbagai penelitian tentang Ekolinguistik.
DAFTAR PUSTAKA
Al Gayoni, Yusradi Usman. 2012. Ekolinguistik. Jakarta: Pang Linge.
Bate, J. 2000. The Song of the Earth. Cambridge, MA: Harvard University Press. Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Fill, Alwin dan Peter Mühlhäusler. 2001. The Ecolinguistics Reader Language, Ecology,
and Environment. London: Continuum.
Gibbons, Michael. T. (ed). 2002. Tafsir Politik Interpretasi Hermeneutis Wacana Sosial-Politik Kontemporer (Ali Noer Zaman). Yogyakarta: Qalam.
Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Caravatibooks.
Kridalakasana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Laza. 2012. ―Khazanah Leksikon dan Budaya Keladangan Masyarakat Tolaki: Kajian Ekolinguistik‖ dalam penelitian Tesis. Kendari: Universitas Haluoleo. Lindø, Anna Vibeke and Jeppe Bundsgaard (eds). 2000. Dialectical Ecolinguistics Three
Essays for the Symposium 30 Years of Language and Ecology in Graz December 2000. Austria: Univerisity of Odense Research Group for Ecology, Language and Ecology.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Ed. Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mbete, Aron Meko. 2002. ―Ungkapan-Ungkapan dalam Bahasa dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan.‖ Linguistika. Vol. 9: No. 17. Program Studi Magister dan Doktor Linguistik Universitas Udayana, September 2002, halaman 174-186.
Mbete, Aron Meko. 2009. ―Selayang Pandang Tentang Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan yang Prospektif.‖ Bahan Untuk Berbagi Pengalaman Kelinguistikan Dalam Matrikulasi Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana, 12 Agustus 2009.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kulitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rasna, Wayan I. 2010. ―Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Tanaman Obat Tradisional di Kabupaten Buleleng dalam Rangka Pelestarian Lingkungan: Sebuah Kajian Ekolinguistik‖. Jurnal Bumi Lestari, Volume 10 Nomor 2, Agustus 2010, halaman 321-332.
Richmond, Alison dan Alison Bracker. 2009. Conservation: Principles, Dilemmasand Uncomfortable Truths. London: Victoria and Albert Museum London.
Rokhman, Fathur. 2014. Membangun Rumah Ilmu. Semarang: Gigih Pustaka Mandiri. Salim, Emil. 2007. Peran Budaya dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati. Yayasan
Obat Indonesia, Jakarta.
Sedlaczek, A.S. 2016. Representation of Climate Change in Documentary Television. Integrating an Ecolinguistic and Ecosemiotic Perspective into a Multimodal Critical Discourse. Language and Ecology. Halaman 1-19. Available at www.ecoling.net/articles.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukhrani, Dewi. 2001. ―Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedanauan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik‖. Penelitian Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.