• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DI LAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR : STUDI PUTUSAN NOMOR.214/PID.B/2014/PN.DUM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DI LAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR : STUDI PUTUSAN NOMOR.214/PID.B/2014/PN.DUM."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DI LAKUKAN ANAK DI

BAWAH UMUR

(STUDI PUTUSAN NOMOR.214/PID.B/2014/PN.DUM)

SKRIPSI

OLEH

SAMSUL ARIFIN NIM. C03212027

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH) SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... . xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JARIMAH TA’ZIR…….. 19

A. Pengertian Jarimah Dan Bentuk Jarimah ... 19

(7)

C. Dasar Hukum Ta’zir……… 37

BAB III PUTUSAN PENGADILAN DUMAI NO.

(214/PID.B/2014/PN.DUM) TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN... 39 A. Identitas Terdakwa ... 39 B. Kronologi Kasus ... 48

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR ... 61

A. Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pencurian

Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur ... 61

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana

Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur .... 67

BAB V PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

No Arab Indonesia Arab Indonesia

1. ’

t}

2. B

z}

3. T

4.

Th Gh

5.

J

F

6.

h}

Q

7.

Kh

K

8. D

L

9. Dh

M

10. R N

11. Z W

12.

S

H

13.

Sh

14.

s} Y

15.

d}
(9)

B. Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong)

Tanda dan huruf Arab Nama Indonesia

َ

Fath}ah A

ِ

Kasrah I

ُ

Dammah U

Catatan: khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berharokat sukun atau didahului oleh huru yang berharakat

sukun. Contoh: iqtid}a’ (ءﺎﻀ ا)

2. Vokal Rangkap (diftog)

Tanda dan Huruf Arab

Nama Indonesia Ket.

َﺯ

Fath}ah dan ya’ Ay a dan y

َﺯ

Fath}ah dan wawu Aw a dan w

Contoh: Bayna (

ﲔﺑ

)

Mawd}u’ (

ﻉ ﺿ

)

3. Vokal Panjang (mad)

Tanda dan Huruf Arab

Nama Indonesia Keterangan

Fathah dan Alif a> a dan garis di atas

ِﺯ

Kasrah dan ya’ i> i dan garis di atas

ُﺯ

Dammah dan

Wawu

u> u dan garis di atas

Contoh: al-jama’ah

(

)

Takhyir

(

ﲑ ﲣ

)

Yaduru

(

)

C. Ta’ Marbut}ah

Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua:

(10)

2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

Contoh: Shari’at al-islam

(

ﻡ ﺳ ﺷ

)

Shari’ah islamiyah

(

ﺳ ﺇ ﺷ

)

D. Penulisan Huruf Kapital

(11)

ABSTRAK

Judul penelitian adalah: Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Di Lakukan Anak Di Bawah Umur (Kajian Terhadap Studi Putusan No.214/PID.B/2014/PN.Dum). Penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu: Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan sanksi pidana pencurian dengan pemberatan yang

dilakukan oleh anak di bawah umur dalam perkara

No.214/PID.B/2014/PN.Dum? Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur?

Berkenaan dengan hal itu digunakan metode deskriptif-analisis untuk memberikan gambaran tentang sanksi pidana pencurian yang di lakukan anak di bawah umur dalam perkara No.214/PID.B/2014/PN.Dum. Sesuai dengan masalah tersebut sumber data yang digunakan antara lain berupa dokumen putusan, undang-undang dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian di atas.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa menurut pertimbangan Hakim, sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam perkara No.214/PID.B/2014/PN.Dum adalah pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut ialah: pidana penjara. Dan sanksi bagi anak juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan pembayaran ganti rugi. Namun, hukuman terdakwa diperingan karena terdakwa masih berusia di bawah umur dan orang tua terdakwa sanggup untk mendidik terdakwa menjadi generasi yang lebih baik lagi. Sedangkan menurut pandangan hukum pidana Islam terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur, sanksi pidana yang dijatuhkan pada anak usia 12 tahun lebih menjamin hak anak. Sehingga lebih mendekatkan pada kemaslahatan anak. Seorang anak tidak akan dikenakan hukuman karena kejahatan yang dilakukannya. Karena tak ada tanggungjawab hokum atas seorang anak sampai dia mencapai umur baligh.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam kehidupan bermasyarakat yang terdiri atas berbagai jenis

manusia, ada manusia yang berbuat baik dan ada pula yang berbuat buruk.

Wajar bila selalu terjadi perbuatan-perbuatan yang baik dan perbuatan yang

merugikan masyarakat. Di dalam masyarakat selalu saja terjadi perbuatan

jahat atau pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

maupun norma-norma yang dianggap baik oleh masyarakat. Setiap

pelanggaran peraturan hukum yang ada, akan dikenakan sanksi yang berupa

hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar peraturan hukum

yang dilakukannya.1

Jenis tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang

terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya menjadi

sangat logis apabila jenis tindak pidana ini menempati urutan teratas di

antara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat

dari banyaknya terdakwa/tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang

diajukan ke sidang pengadilan.

Begitu pula pada Pengadilan Negeri Dumai yang telah banyak

menyidangkan kasus dan juga memberikan hukuman bagi para pelaku tindak

pidana. Jenis tindak pidana yang banyak disidangkan adalah tindak pidana

pencurian dan perjudian. Salah satu tindak pidana yang disidangkan adalah

1

(13)

2

kasus tindak pidana pencurian, yang melanggar pasal 363 KUHP, Pencurian

dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

Anak adalah pemberian Allah swt yang tidak semua orang tua

mendapatkannya. Allah menganugerahi anak hanya bagi keluarga yang

dikehendaki-Nya. Sebagai amanah berarti ada kewajiban semua pihak untuk

memberikan perlindungan pada anak, khususnya pemerintah pada tingkat

lapisan masyarakat dan orang tua pada tingkat individual. Hal yang tak

terpisahkan dari kedudukan anak sebagai amanah bahwa Allah menyediakan

rezeki bagi setiap anak yang dilahirkan melalui kedua orang tuanya. Hakikat

kedudukan anak adalah tidak saja sebagai amanah, tetapi juga sebagai

rahmat. Allah menanamkan perasaan kasih sayang orang tua pada anaknya.

Perasaan tersebut, Allah tanamkan dalam hati para orang tua sebagai bekal

dan dorongan dalam mendidik, memelihara, melindungi dan memperhatikan

kemaslahatan anak-anak mereka sehingga semua hak anak dapat terpenuhi

dengan baik serta terhindar dari setiap tindak pidana. Alquran memandang

anak sebagai pelipur hati, bila saja mereka sejalan dengan orang-orang yang

bertakwa. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surat Al-furqan ayat 74:

إ ﻦ ﺎﻨ او ﻦ أ ةﺮ ﺎﻨ ﺎ رذو ﺎﻨ اوزأ ﻦ ﺎﻨ ھ ﺎﻨ ر نﻮ ﻮ ﻦ ﺬ او )ﺎ ﺎ

74 (

Artinya: Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami,

(14)

3

penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang

bertakwa (QS. Al-furqan: 74).2

Di samping itu, terdapat pula anak yang karena satu dan lain hal

tidak mempunyai kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik,

mental, maupun sosial, karena keadaan diri yang tidak memadai, baik sengaja

maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindakan atau berperilaku

yang merugikan dirinya atau masyarakat. Penyimpangan tingkah laku atau

perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak disebabkan oleh berbagai

faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan

yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya yang membawa

perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh

terhadap nilai dan perilaku anak. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam

setiap masyarakat sering terjadi anak di bawah umur melakukan kejahatan

dan pelanggaran, sehingga harus mempertanggungjawabkan secara hukum

positif melalui sidang pengadilan. Selain itu anak yang kurang atau tidak

memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam

pengembangan sikap, perilaku penyesuaian diri serta pengawasan dari orang

tua, wali dan lain-lain akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat

dan lingkungan yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.3

2

Departemen Agama RI, Al – Qu’ran dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), 569.,

3

Penjelasan Umum, UU No. 23 Tahun 1997, Tentang Pengadilan Anak.,

(15)

4

Kejahatan merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke

waktu, hal ini menunjukkan bahwa kejahatan terjadi dan berkembang dalam

lingkungan kehidupan manusia. Dalam kenyataan sekarang, setiap negara di

dunia tidak terlepas dari tindakan kriminal, khususnya Indonesia. Hal ini

dibuktikan dengan adanya pemberitaan di berbagai media masa dan yang

hebohnya lagi kejahatan itu dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur,

seperti pencurian, narkoba, penganiayaan, pencabulan dan lain-lainnya.

Pencurian yang dilakukan oleh Muhammad Sofyan Alias. Isap Bin.

Roslan Ahmad yang berusia 16 Tahun, yang terjadi di daerah Jalan.Pangkalan

Sena Kelurahan Simpang Tetap Darul Ikhsan Kecamatan Dumai Barat.

Dikategorikan sebagai pemberatan karena telah melanggar Pasal 363 ayat (1)

ke-3,4,5, UU Nomer. 03 tahun 1997 yaitu pencurian 1 (satu) karung pakaian

yang dilakukan oleh dua orang yang sudah direncanakan sebelumnya.

Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrin

disebut sebagai pencurian yang dikualifikasikan. Pencurian yang

dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan

cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat

dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian

biasa. Dalam putusan No.214/PID.B/2014/PN.DUM yang dikaji dalam skripsi

yaitu pencurian 1 (satu) karung pakaianyang melanggar Pasal 363 ayat (1)

ke-3,4,5, dan dilakukan oleh dua orang yang sudah direncanakan yang melanggar

(16)

5

Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan

diatur dalam Pasal 363 KUHP. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan

tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan

dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian

terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus

diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya.

Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai

berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

Ke-1. pencurian hewan ternak

Ke-2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa

bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar,

kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;

Ke-3. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di

situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;

Ke-4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama;

Ke-5. pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan,

atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan

membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci

(17)

6

(2) jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu

tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana penjara paling lama

sembilan tahun.4

Agama Islam melindungi harta. Karena harta adalah bahan pokok

untuk hidup. Islam juga melindungi hak milik individu manusia, sehingga hak

milik tersebut benar-benar merupakan hak milik yang aman. Dengan

demikian, Islam tidak menghalalkan seseorang merampas hak milik orang

lain dengan dalih apapun.5

Seseorang yang melakukan tindak pidana pencurian harus dimintai

pertanggungjawaban. Karena jika orang tersebut tidak dihukum, ia akan

melakukan aksi pencurian terus menerus. Karena dia merasa bisa

mendapatkan sesuatu dengan mudah dengan cara mencuri barang milik orang

lain.

Dalam hukum Islam, tindak pidana pencurian hukumannya adalah

h}ad, perbuatan pidana tertentu, jenis, dan bentuk hukumannya telah

ditentukan dan ditetapkan oleh syara dan tidak dapat ditambah atau

dikurangi, serta telah memenuhi syarat-syaratnya. Sanksi lainnya adalah

takzir yang berlaku bagi pencurian yang tidak memenuhi atau kurang

persyaratannya.

Islam memberikan hukuman berat atas perbuatan mencuri, yaitu

hukuman potong tangan atas pencurinya. Dalam hukuman ini terdapat

hikmah yang sudah jelas, yaitu bahwa tangan yang khianat dan mencuri itu

4

Moeljatno, Kitab Undang - undang Hukum Pidana , (Jakarta: Bumi Akasara, 1959), 128-129. 5

(18)

7

adalah merupakan organ yang sakit. Oleh sebab itu, tangan tersebut harus

dipotong agar tidak menular ke organ lain sehingga jiwa bisa selamat.

Pengorbanan salah satu organ demi keselamatan jiwa adalah merupakan suatu

hal yang dapat diterima oleh agama dan rasio. Dengan demikian, maka ia

tidak berani menjulurkan tangannya mengambil harta orang lain, dan dengan

demikian pula harta manusiadapat dijaga dan dilindungi. 6Dasar hukum

pencurian terdapat pada al-quran surat al-Ma>idah ayat 38: Artinya: “laki-laki

yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya

(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari

Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.7

Suatu ketika terjadi paceklik, ada kasus pencurian yang dilaporkan

kepada Umar untuk dihukum, tetapi Umar menolak menghukumnya,

alasannya karena musim paceklik mungkin orang itu terpaksa mencuri karena

takut mati kelaparan. Sebaliknya Umar malah mengancam, “Kalau kamu terus

menerus melaporkan pencuri hartamu padahal kamu kaya, malah nanti tangan

kamu yang akan saya potong, karena kamu yang menjadi sebab orang ini

lapar.” Dalam kisah lain disebutkan ada dua orang hamba sahaja yang mencuri

dari tuannya karena tidak diberi makanan yang cukup, Umar tidak

menghukumnya, tapi justru mengancam akan memotong tangan tuannya.

Hukuman pokok pada hal-hal (kekurangan bukti dan syubhat)

tersebut tidak boleh dijatuhkan karena dengan adanya perbedaan pendapat

ulama, keraguan, serta syubhat, maka status hukum h}ad berganti menjadi

6

Ibid., 213. 7

(19)

8

hukuman takzir. Jadi hukuman takzir berfungsi sebagai hukuman pengganti

dari hukuman pokok yang tidak dapat dijatuhkan. Prinsip penjatuhan takzir

yang mempunyai wewenang penuh adalah Ulil-amri, artinya baik bentuk

maupun hukumannya merupakan hak penguasa. Dengan demikian sanksi

hukuman bagi pelaku pencurian yang diatur dalam pasal 363 KUHP dan

hukum pidana Islam memiliki perbedaan yang menarik dan komprehensif.

Karena menurut hukum Islam, anak di bawah umur tidaklah dikenai sanksi

atau hukuman. Atau dalam artian tidak bisa dibebankan pertanggungjawaban

atas dirinya. Berdasarkan uraian di atas, menurut penulis hal ini menjadi

pembahasan yang menarik jika ditinjau dari perspektif hukum positif maupun

hukum pidana Islam mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku

tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di

bawah umur. Oleh karena itu penulis putuskan untuk mengangkat judul

“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Anak di Bawah Umur Yang

Melakukan Tindak Pidana Pencurian” studi putusan

Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM. Namun dengan keterbatasan waktu dan

kemampuan penulis, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana

pertanggung jawaban pidana terhadap tindak pidana pencurian dengan

pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, dan apa landasan yang

digunakan oleh majelis hakim pengadilan Dumai dalam menyelesaikan

(20)

9

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka teridentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di

bawah umur.

2. Perspektif pertanggungjawaban tindak pidana pencurian yang

dilakukan oleh anak di bawah umur.

3. Bentuk hukuman yang diberikan pada pelaku tindak pidana pencurian

yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup

permasalahan yang hendak dikaji atau diteliti yaitu seputar:

1. Pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi pidana pencurian

dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur di

Pengadilan Negeri dumai dalam perkara

Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap pelaku tindak pidana pencurian

dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis

merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu:

1. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam putusan

Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM tentang anak dibawah umur yang

(21)

10

2. Bagaimana Analisa hukum pidana Islam terhadap putusan

Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM tentang anak dibawah umur yang

melakukan tindak pidana pencurian?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan

gambaran tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian

sejenis, gyang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga tidak ada

pengulangan. Langkah sistematis yang diambil melalui tinjauan pustaka yaitu

menginvetarisir berbagai tulisan yang memuat dari judul skripsi ini dan

hal-hal yang berhubungan dengannya, dan yang akan penulis kaji pada skripsi ini

adalah bersumber pada buku dan skripsi yang ada kaitannya dengan judul

pada skripsi ini.

Penelitian atau tulisan yang sejenis disusun oleh Qorry Aina Ediati.

Penelitian dengan judul “Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi

Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak (Analisis Putusan Hakim

Nomor 255/PID.SUS/2011/PN.YK.)”, ini dilakukan oleh mahasiswa jurusan

Ilmu Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yang

mana penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam mengangani

perkara anak dalam proses peradilan pidana terdapat perbedaan tertentu

dengan penanganan masalah pidana terhadap orang dewasa. Hal tersebut

disebabkan anak merupakan bagian dari generasi penerus bangsa yang

(22)

11

memerlukan perlindungan hokum untuk menjamin pertumbuhan fisik,

mental, dan social anak. 8

Yang kedua yaitu tulisan Arrizal Iftahul pada tahun 2012, tentang

“Studi Komporasi Konsep Sriqah dalam Fikih Jinayah dengan Pencurian

dalam Pasal 364 KUHP dan Perma Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Sanksi

Pidana Pencurian Ringan”. Yang mana penelitian ini lebih di tekankan

terhadap persamaan dan perbedaan tentang konsep sariqah dalam hukum

pidana islam dengan hukum positif (KUHP) Pasal 364 dan PERMA nomor2

tahun 2012.9

Noer Shofiyanah Tahun 1999, fakultas Syari’ah, jurusan Muamalah

Jinayah, tentang “Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pencurian bagi

Pengidap Kleptomania menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana”. Dengan

kesimpulan bahwa penderita kleptomania jika melakukan suatu tindak

pidana pencurian tidak akan di hukum atau dibebaskan karena menderita

suatu penyakit (jiwanya cacat). Sedangkan menurut hukum Islam, tindakan

tersebut harus tetap di hukum karena merupakan suatu tindakan yang

merugikan masyarakat, dan pertanggungjawabannya tidak sepenuhnya

hilang.10

8

Qorry Aina Ediati, Skripsi, “Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak (Analisis Putusan Hakim Nomor 255/PID.SUS/2011/PN.YK.)”

(Skripsi--UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011), 9. 9

Arrizal Iftahul, Skripsi, “Studi Komporasi Konsep Sriqah dalam Fikih Jinayah dengan Pencurian dalam Pasal 364 KUHP dan Perma Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Sanksi Pidana Pencurian Ringan” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012),

10

Noer Shofiyanah, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pencurian bagi Pengidap Kleptomania menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, 1999)

(23)

12

Sedangkan penelitian penulis berkaitan dengan tinjauan hukum Islam

terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan

oleh anak di bawah umur. Pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi

pidana pada perkara pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak

di bawah umur.

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi

pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di

bawah umur di Pengadilan Negeri Dumai dalam perkara

Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM.

2. Untuk memahami tinjauan hukum Islam terhadap pelaku tindak

pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di

bawah umur.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu membawa beberapa

manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis: dapat dijadikan pedoman untuk menyusun hipotesis

penulisan berikutnya, bila ada kesamaan dengan masalah ini, dan

memperluas khasanah ilmu pengatahuan tentang tindak pidana yang

(24)

13

pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan

oleh anak di bawah umur.

2. Secara praktis: hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam menganalisis dan argumentasi hukum yang

diperlukan agar diperoleh daya guna yang diharapkan bagi penegakan

hukum demi terciptanya suasana yang adil dan kondusif serta

menjamin kepastian hukum bagi hak-hak rakyat. Dengan demikian,

dapat ikut memberikan andil mengupayakan pemikiran ilmiah dalam

bidang hukum yang diharapkan bermanfaat bagi upaya terciptanya

keadilan dan kemaslahatan bagi rakyat yang sesuai dengan

Undang-undang dasar serta Alquran dan Hadis. Serta untuk mengupayakan

aspek hukuman anak di bawah umur sebagai alat menuju

pembangunan seutuhnya.

G. Definisi Operasional

Sebagai gambaran di dalam memahami suatu pembahasan maka perlu

adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam

penulisan skripsi ini agar mudah dipahami secara jelas tentang arah dan

tujuannya. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami maksud

yang terkandung.

Adapun judul skripsi ini adalah “Tinjauan Hukum Pidana Islam

terhadap Anak di Bawah Umur yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian".

(25)

14

terjadi kesalah pahaman di dalam memahami judul skripsi ini maka perlu

penulis menguraikan tentang pengertian judul tersebut sebagai berikut:

1. Hukum pidana islam: Segala ketentuan hukum mengenai tindak

pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang

mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari

pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan

hadis,11

2. Tindak pidana pencurian: Mengambil harta orang lain dengan

sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai

untuk menjaga barang tersebut.12

3. Pemberatan: pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau

dalam keadaan tertentu, yaitu pencurian 1 (satu) karung pakaian yang

dilakukan oleh dua orang yang sudah direncanakan sebelumnya

sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana

yang lebih berat pula dari pencurian biasa.

4. Anak di bawah umur: Setiap manusia yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang ada di dalam

kandungan apabila hak tersebut adalah untuk kepentingan anak.13 Di

dalam putusan Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM yang dikaji dalam

skripsi ini, anak tersebut berusia 16 tahun.

11

Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1992), 86.

12

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 83. 13

Ibid ., 61.

(26)

15

H. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan dipakai adalah kajian pustaka (library

research), yaitu studi kepustakaan dari berbagai referensi yang relevan

dengan pokok bahasan mengenai tinjauan hukum pidana Islam terhadap

pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak

di bawah umur.

1. Data yang dikumpulkan Berdasarkan masalah yang dirumuskan,

maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:

a. Data tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan

oleh anak di bawah umur putusan

Nomer.214/Pid.B/2014/PN.DUM.

b. Pandangan hukum pidana Islam terhadap pelaku tindak pidana

pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam putusan

Nomer.214/Pid.B/2014/PN.DUM.

2. Sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan

keotentikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini sumber data yang

dihimpun dari:

a. Sumber data primer:

putusan Nomer.214/Pid.B/2014.PN.DUM. Dimana data diperoleh

dari pihak yang menangani perkara tersebut yakni hakim dan juga

panitera di Pengadilan Negeri Dumai tersebut.

(27)

16

Data yang digunakan peneliti sebagai dokumen yang dijadikan

sebagai adanya penelitian ini adalah buku-buku literatur dan

dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang penulis

bahas. Diantaranya:

1) Penjelasan umum. UU No. 23 Tahun 1997. Tentang

Pengadilan Anak

2) Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

3) Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam

4) Departemen Agama RI.Al-Quran dan Terjemahannya

3. Teknik pengumpulan data Pembahasan skripsi ini merupakan

penelitian dokumentasi, maka dari itu teknik yang digunakan adalah

dengan pengumpulan data literatur, yaitu dari dokumen putusan

Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM yang dilengkapi dengan penggalian

bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan bahasan sanksi

pidana bagi pelaku tindak pidana pencurian yang diakukan oleh anak

di bawah umur. Bahan-bahan pustaka yang digunakan di sini adalah

buku-buku yang ditulis oleh para pakar atau ahli hukum terutama

dalam bidang hukum pidana, dan hukum pidana Islam.

4. Teknik pengolahan data Semua data yang terkumpul kemudian diolah

dengan cara sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh,

terutama dari kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian dan

(28)

17

penulis akan memeriksa kembali kelengkapan data-data dari

putusan Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM, kejelasan makna

tentang pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di

bawah umur, dan kesesuaian data dari putusan dengan

data-data dari kepustakaan.

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data yang

diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan yang

tersusun pada bab III tentang tindak pidana pencurian serta

pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi pidana pencurian

(putusan Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM)

c. Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah dideskripsikan pada

bab III dan menganalisa pada bab IV dalam rangka untuk

menunjang bahasa atas proses menjawab permasalahan yang telah

dipaparan di dalam rumusan masalah. Analisis tersebut meliputi

sanksi hukuman pencurian dengan pemberatan yang dilakukan

oleh anak di bawah umur dan analisa tinjauan Hukum pidana

Islam terhadap kasus tersebut.

5. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teknik deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan mengenai sanksi

hukuman yang diputuskan dalam kasus pencurian oleh Pengadilan

Negeri DUMAI secara keseluruhan, mulai dari deskripsi kasus,

(29)

18

b. Teknik deduktif, yaitu pola pikir yang membahas persoalan yang

dimulai dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa

dalil, kaidah fiqih, pendapat mujtahid (yakni yang berkaitan

tentang sanksi/hukuman pencurian) kemudian ditarik suatu

kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil penelitian yang

dilakukan, (yaitu berkesimpulan bahwa seorang pencuri akan tetap

dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya).

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan masalah dalam studi ini dan agar

dapat dipahami permasalahannya sistematis, maka pembahasannya disusun

dalam perbab yang masing-masing bab mengandung sub bab, sehingga

tergambar keterkaitan yang sistematis, untuk selanjutnya sistematika

pembahasannya disusun sebagai berikut:

Bab pertama, menjelaskan tentang gambaran apa bagaimana, dan untuk

apa studi ini disusun, oleh karena itu dalam bab pertama ini dipaparkan

tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,

dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, kerangka teoritis secara umum yang difungsikan sebagai

penyorot terhadap obyek bahasan yang di dalamnya: sekilas tentang hukum

(30)

19

unsur, alat bukti dan sanksi pencurian. Kriteria anak menurut hukum islam

dan sanksi pelaku pidana anak menurut hukum pidana islam.

Bab ketiga, membahas tentang putusan

Nomor:214/PID.B/2014/PN.DUM tentang pencurian dengan pemberatan

yang dilakukan oleh anak di bawah umur, deskripsi singkat Pengadilan

Negeri Dumai, deskripsi perkara di Pengadilan Negeri Dumai. Pertimbangan

hakim terhadap sanksi hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencurian

putusan Nomer:214/PID.B/2014/PN.DUM.

Bab keempat, tentang analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri

Dumai tentang sanksi hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencurian

dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, dan analisis

menurut hukum pidana islam.

(31)

BAB II

TINJAUAN HUKUM TENTANG JARIMAH TA’ZIR

A. Pengertian Jarimah Dan Bentuk Jarimah

Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam al-Mawardi

sebagai berikut:

ارﻮﻈ ت ﺮﺷ ﺮ ز ﷲ ﺎﮭﻨ ﺪ ا ﺮ ﺰ و

Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau

meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukum had

atau ta’zir.

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa Imam al-Mawardi memasukkan

qishash dan diyat ke dalam tindak pidana hudud, sekalipun para ulama

yang lain membedakannya, di antara ulama dewasa ini yang sependapat

dengan pendapat Imam al-Mawardi adalah ‘Abd al-‘aziz’ Amir. Ia

beralasan bahwa qishash dan diyat itu sama-sama di tentukan sebagai

jarimah dan hukumnya di tentukan oleh al-Quran dan al-Hadist.

Jarimah itu memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum

jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah,

sedangkan unsur khusus jarimah adalah unsur-unsur yang hanya terdapat

pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah yang

lain.

Unsur umum jarimah itu, seperti telah dikemukakan diatas, terdiri

atas: unsur formal Rukn al-Syar’iy), yakni telah ada aturannya;

(32)

21

yakni ada pelakunya. Setiap jarimah hanya dapat dihukum, jika

memenuhi ketiga unsur (umum) di atas.

Unsur khusus jarimah adalah unsur yang terdapat pada sesuatu

jarimah, namun tidak terdapat pada jarimah lain. Sebagai contoh,

mengambil harta orang lain secara diam-diam dari tempatnya dalam

jarimah pencurian, atau menghilangkan nyawa manusia oleh manusia

lainnya dalam jarimah pembunuhan.

Jarimah itu dapat di bagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai

dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi

jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan

atau tidaknya oleh al-Quran atau al-Hadist. Atas dasar ini, mereka

membaginya menjadi tiga macam, yaitu:

a. Jarimah hudud,

b. Jarimah qishash/diyat, dan

c. Jarimah ta’zir.1

Jarimah hudud, lebih lanjut, meliputi: perzinaan, qadzaf (menuduh

zina), minum khamr (meminum minuman keras), pencurian, perampokan,

pemberontakan, dan murtad.

Jarimah qishash/diyat, meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan

semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, dan

pelukan semi sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Alasannya

al-Quran hanya mengenal kedua jenis jarimah tersebut.

Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian:

1

(33)

22

a. Jarimah hudud atau qishash/diyat yang subhat atau tidak memenuhi

syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya, percobaan

pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan

pencurian aliran listrik.

b. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh al-Quran dan al-Hadist, namun

tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak

melaksanakan amanah, dan menghina agama.

c. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan

umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan

penentuan kemaslahatan umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara

terinci diuraikan dalam bidang studi Ushul Fiqh. Misalnya,

pelanggaran atas peraturan lalu lintas.2

Jarimah dapat ditinjau berdasarkan niat pelakunya. Dari aspek ini,

jarimah dibagi menjadi dua, yaitu: jarimah yang disengaja (jarimah

masqhudah) dan jarimah karena kesalahan (jarimah ghayr

al-maqshudah jarimah al-khatha’).

Jarimah juga dapat dilihat dari segi mengerjakannya, yaitu dengan

cara berbuat atau melakukan tindak pidana. Jarimah jenis ini disebut

dengan jarimah ijabiyah delict comisionis. Contohnya mencuri

membunuh, merampok, dan sebagainya. Dalam jarimah jenis ini

seseorang melakukan maksiat, karena melakukan hal-hal yang dilarang.

Jarimah jenis lainnya adalah dengan cara tidak melakukan hal-hal yang

diperintahkan, seperti tidak melaksanakan amanah, tidak membayar zakat

2

Ibid., 13-14.,

(34)

23

bagi orang yang telah wajib membayarnya, dan tidak melaksanakan

shalat. Jarimah jenis ini disebut dengan jarimah salabiyah delict

ommisionis. Dari aspek ini, terdapat juga jarimah bentuk ketiga, yaitu

yang disebut sebagai jarimah ijabiyah taga’u bi thariq al-salab delict

commisionis per ommisionem commisa. Jarimah bentuk ketiga ini

sebagaimana dicontohkan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali,

adalah seseorang menahan tawanan dan tidak memberinya makanan dan

minuman hingga meninggal, dan hal ini dimaksudkannya untuk

membunuhnya. Orang yang menahan itu dikategorikan sebagai pembunuh

sengaja. Sama halnya dengan kasus seorang ibu yang tidak memberi air

susu kepada anaknya dengan maksut untuk membunuhnya.3

Pembagian jarimah yang juga penting adalah bertolak dari aspek

korban kejahatan. Sehubungan dengan ini, dibedakan apakah korbannya

itu masyarakat atau perorangan. Jika yang menjadi korban masyarakat,

para ulama menyebutnya sebagai hak Allah atau hak jamaah; sedangkan,

jika yang menjadi korbannya perorangan, disebut sebagai hak adami atau

haqq al-afrad.

B. Pengertian Jarimah Ta’zir Dan Jenis-Jenis Jarimah Ta’zir

1. Pengertian

Ta’zir merupakan salah satu bentuk hukuman yang diancam

kepada pelaku tindak kejahatan yang dijelaskan dalam fiqh jinayat. Ia

merupakan hukuman ketiga setelah hukuman qisas-diyat dan hukuman

3

Ibid., 14-15.,

(35)

24

hudud. Makna ta’zir juga bisa diartikan mengagungkan dan membantu,

seperti yang difirmankan Allah SWT:

ﺆ ﹶ ﻣ ﹼ ﹺ  ﺰﻌ ﱢﻗ ﺤ ﹰ ﹾﻜ ﹰﻴﺻﺃ

Artinya: “.Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,

menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya

di waktu pagi dan petang.” (surah Al-Fath ayat 9).

Yang dimaksud dari kata ‘Tu’azziruuhu’ dalam ayat diatas adalah

mengagungkannya dan menolongnya. Ta’zir dalam bahas arab diartikan

juga sebagai penghinaan; dikatakan ‘Azzara Fulanun Fulaanan’ yang

artinya ialah bilamana polan yang pertama melakukan penghinaan

terhadap polan yang kedua dengan motivasi memberi peringatan dan

pelajaran kepadanya atas dosa yang telah dilakukan olehnya.4

Bagi jarimah ta’zir tidak diperlukan asas legalitas secara khusus,

seperti pada jarimah hudud dan qisas diyat. Yang artinya setiap jarimah

ta’zir tidak memerlukan ketentuan khusus satu per satu. Hal tersebut

memang sangat tidak mungkin, bukan saja karena jarimah ta’zir itu

banyak sehingga sulit dihitung, melainkan juga karena sifat jarimah

ta’zir itu sendiri yang labil dan fluktuatif, bisa berkurang atau

bertambah sesuai keperluan.

Oleh karena itu secara buku jenis-jenis jarimah ta’zir tidak efektif

sebab suatu saat akan berubah. Dalam jarimah ta’zir bisa saja satu asas

4

(36)

25

legalitas untuk beberapa jarimah atau untuk beberapa jarimah yang

memiliki kesamaan maka tidak diperlukan ketentuan khusus.5

Jika dilihat dari sumbernya ada dua bentuk jarimah ta’zir, yakni

jarimah ta’zir penguasa (ulil amri) dan jarimah ta’zir shara’. Kedua jenis

jarimah ta’zir tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Hakim dapat

menjatuhkan beberapa macam sanksi ta’zir kepada pelaku jarimah

berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya.6

• Unsur-unsur

Unsur-unsur dijatuhkannya hukuman ta’zir bagi pelaku jarimah,

antara lain:

a. Nas (al-Qur’an dan hadis yang melarang perbuatan dan

mengancamkan hukuman terhadapnya, dan unsur ini biasanya

disebut sebagai unsur formil (rukun syara’).

b. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa

perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikaptidak berbuat. Dan unsur

ini biasanya disebut sebagai unsur materil.

c. Pelaku adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dimintai

pertanggung jawabannya atas perbuatan jarimah tersebut. Dan

unsur ini biasanya disebut unsur moril.7

• Macam-macam jarimah ta’zir

5

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (fiqh jinayah), (Bandung :Pustaka Setia, 2000), 140., 6

Ibid., 143., 7

(37)

26

Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa dilihat dari hak

yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah.

2. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu.

Dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu:

a. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat.

b. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan

kepentingan umum.

c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran.

Disamping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir

juga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud dan qishash,

tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti

pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.

2. Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nas syara’ tetapi

hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi

takaran dan timbangan.

3. Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan

oleh syara’.

Jenis ketiganya ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti

(38)

27

Abdul Aziz Amir membagi jarimah ta’zir secara rinci dibagi

menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan

Pembunuhan diancam dengan hukuman mati. Apabila hukuman mati

(qishash) dimaafkan maka hukumnya diganti dengan diat. Apabila

hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak menjatuhkan

hukuman ta’zir apabila hal iti dipandang lebih maslahat.

2. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pelukaan

Menurut Imam Malik, hukuman ta’zir dapat digabungkan dengan

qishash dalam jarimah pelukaan, karena qishash merupakan hak

adami, sedangkan ta’zir sebagai imbalan atas hak masyarakat.

Disamping itu ta’zir juga dapat dikenakan terhadap jarimah

pelukaan apabila qishashnya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan

karena suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’.

3. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan

dan kerusakan akhlak

Jarimah ta’zir macam yang ketiga ini berkaitan dengan jarimah zina,

menuduh zina, dan penghinaan. Diantara kasus perzinaan yang

diancam dengan ta’zir adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat

untuk dikenakan hukuman had, atau terdapat syubhat dalam

pelakunya, perbuatannya, atau tempat (objeknya).

(39)

28

Jarimah yang berkaitan dengan harta adalah jarimah pencurian dan

perampokan. Apabila kedua jarimah tersebut syarat-syaratnya telah

dipenuhi maka pelaku dikenakan hukuman had. Akan tetapi, apabila

syarat untuk dikenakannya hukuman had tidak terpenuhi maka

pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman ta’zir.

5. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu

Jarimah ta’zir yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain seperti

saksi palsu, berbohong (tidak memberikan keterangan yang benar) di

depan sidang pengadilan, menyakiti hewan, melanggar hak privacy

orang lain (misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin).

6. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum

Jarimah ta’zir yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

a. Jarimah yang mengganggu keamanan negara.

b. Suap

c. Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat yang lalai

dalam menjalankan kewajiban.

d. Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap

masyarakat.

e. Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap

peraturan, seperti melawan petugas pajak, penghinaan terhadap

pengadilan, dan menganiaya polisi.

f. Melepaskan narapidana dan menyembunyikan buronan

(penjahat).

(40)

29

h. Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi, seperti penimbunan

bahan-bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan

menaikkan harga dengan semena-mena.8

• Macam-macam sanksi

1. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan badan, dibedakan menjadi dua,

yakni hukuman mati dan hukuman cambuk.

a. Hukuman mati, merupakan sanksi ta’zir tertinggi. Sanksi ini

dapat diberlakukan terhadap mata-mata dan orang yang

melakukan kerusakan di muka bumi

b. Hukuman cambuk, hukuman cambuk cukup efektif dalam

menjerahkan pelaku jarimah ta’zir. Hukuman ini dalam jarimah

hudud telah jelas jumlahnya bagi pelaku zina ghairu muhsan

dan jarimah qadaf. Namun dalam jarimah ta’zir, hakim

diberikan kewenangan untuk menentukan jumlah cambukan.

Yang mana jumlah cambukan ini disesuaikan dengan kondisi

pelaku, situasi dan tempat kejahatan.

2. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang

Memgenai hal ini, ada dua jenis hukuman yakni : hukuman

penjara dan hukuman pengasingan.

a. Hukuman penjara, ada dua macam untuk istilah hukuman

penjara, yakni al-habsu dan al-sijnu yang mana keduanya

memiliki makna al-man’u. Yaitu mencegah (menahan).

Hukuman penjara ini dapat menjadi hukuman pokok dan dapat

8

Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,...255-258.,

(41)

30

juga menjadi hukuman tambahan. Apabila hukuman pokok

yang berupa hukuman cambuk tidak membawa dampak jera

bagi terhukum.

b. Hukuman pengasingan, hukuman pengasingan merupakan

hukuman had namun dalam pokoknya hukuman pengasingan ini

juga diterapkan sebagai hukuman ta’zir. Diantara jarimah ta’zir

yang dikenakan hukuman pengasingan ini adalah orang yang

berperilaku mukhannas (waria).

3. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan harta

Sanksi ta’zir dengan mengambil harta bukan berarti

mengambil harta pelaku untuk diri hakim atau kas Negara.

Melainkan menahannya untuk sementara waktu. Adapun jika pelaku

tidak dapat diharapkan bertaubat, maka hakim dapat menyerahkan

harta tersebut untuk kepentingan yang mengandung maslahat.9

• Tujuan Dan Syarat-Syarat Sanksi Ta’zir

Di bawah ini tujuan dari diberlakukannya sanksi ta’zir, yaitu

sebagai berikut.10

1. Preventif (pencegahan). Ditujukan bagi orang lain yang belum

melakukan jarimah.

2. Represif (membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak

mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.

9

Nurul Irfan, Maysaroh, fiqh jinayah, Cet. 1(Jakarta: Amzah)., 147.,

10

Ibid., 142-143.,

(42)

31

3. Kuratif (islah). Ta’zir harus mampu membawa perbaikan perilaku

terpidana di kemudian hari.

4. Edukatif (pendidikan). Diharapkan dapat mengubah pola hidupnya

ke arah yang lebih baik.

Syara’ tidak menentukaan macam-macam hukuman untuk setiap

jarimah ta’zir; tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari

yang paling ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan

unyuk memilih hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi

ta’zir tidak mempunyai batas tertentu

Ta’zir berlaku atas semua orang yang melakukan kejahatan.

Syaratnya adalah berakal sehat. Tidak ada perbedaan, baik laki-laki

maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, atau kafir maupun

muslim. Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau mengganggu

pihak lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan,

ucapan, atau isyarat perlu diberi sanksi ta’zir agar tidak mengulangi

perbuatannya.

• Sebab-Sebab Hapusnya Hukuman Ta’zir

Faktor yang menyababkan hapusnya hukuman ta’zir itu banyak

sekali dan berbeda-beda sesuai dengan jenis hukumannya. Diantaranya

adalah meninggalnya si pelaku, pemaafan dari korban, tobatnya si

pelaku dan kadaluarsa.11

1. Meninggalnya si pelaku

11

(43)

32

Meninggalnya si pelaku jarimah ta’zir merupakan salah satu

sebab hapusnya sanksi ta’zir meskipun tidak menghapuskan

seluruhnya.

Hal ini berlaku bila sanksi ta’zir yang harus dijalani adalah

berupa sanksi badan atau sanksi yang berkaitan dengan pribadinya,

seperti hukuman buang dan celaan, karena yang akan dikenai

hukuman, yakni badan si pelaku tersebut.

Adapun bila sanksi ta’zir tersebut tidak berkaitan dengan

pribadi si pelaku, maka kematiannya tidak menyababkan hapusnya

ta’zir itu, seperti sanksi denda, perampasan dan perusakan hartanya,

karena sanksi-sanksi tersebut dapat dilaksanakan meskipun si

pelaku telah meninggal. Jadi sanksi tersebut menjadi utang si pelaku

yang berkaitan dengan harta pusaka yang ditinggalkannya.

2. Pemaafan

Pemaafan adalah salah satu sebab hapusnya hukuman ta’zir,

tetapi tidak menghapuskan seluruhnya.

Para fuqaha memberikan dahlil tentang kebolehan pemaafan

dalam kasus ta’zir antara lain sabda Rasulullah SAW:

اﻮ ا ﻦ ﮭﻨ ﺎ ﺎ و و ﮭ اوز

.

12

Terimalah kebaikannya dan maafkanlah kejelekannya.(HR Muslim).

Dalil di atas meskipun dijadikan dalil oleh fuqaha, akan tetapi

tampaknya untuk pemaafan ini perlu dibedakan antara jarimah yang

12

Ibid.,223.,

(44)

33

berkaitan dengan hak Allah atau hak masyarakat dan jarimah yang

berkaitan dengan hak perorangan. Dalam ta’zir yang berkaitan

dengan hak perorangan pemaafan itu dapat menghapus hukuman,

bahkan bila pemaafan itu diberikan sebelum pengajuan

penggugatan, maka pemaafan itu juga menghapuskan gugatan.

Sedangkan dalam ta’zir yang berkaitan dengan Allah sangat

tergantung kepada kemaslahatan, artinya bila Ulil Amri melihat

adanya kemaslahatan yang lebih besar dengan memberikan maaf

dari pada bila si pelaku di jatuhi hukuman, maka Ulil Amri dapat

memberikan pemaafannya. Malah menurut Imam Syafi’I bahwa

ta’zir itu hanya kebolehan saja bagi Ulil Amri, bukan suatu

kewajiban. Oleh karena itu, di kalangan fuqaha terjadi perbedaan

pendapat suatu pendapat menyatakan bahwa pemaafan itu tidak

boleh bila jarimah ta’zirnya berkaitan dengan hak Allah, seperti

meninggalkan shalat atau meninggalkan para sahabat. Maka dalam

kasus seperti ini si pelaku harus dijatuhi hukuman ta’zir.

Disamping itu ta’zir berkaitan dengan hak Adami hanya dapat

di maafkan oleh korban dan tidak dapat dimaafkan oleh Ulil Amri.

Demikianlah pendapat jumhur fuqaha. Hal terakhir ini adalah logis,

karena korban itulah yang mempunyai hak.

Lebih jauh lagi al-Mawadi berpendapat sehubungan dengan

(45)

34

a. Bila pemaafan hak Adami diberikan sebelum pengajuan

gugatan kepada hakim, maka Ulil Amri bisa memilih antara

menjatuhkan sanksi ta’zir dan memaafkannya.

b. Bila pemaafan diberikan sesudah pengajuan gugatan kepada

hakim oleh korban, maka fuqaha berbeda pendapat tentang

hapusnya hak Ulil Amri untuk menjatuhkan hukuman yang

berkaitan dengan hak masyarakat. Ada yang berpendapat

bahwa hak Ulil Amri itu menjadi hapus dengan pengajuan

gugatan oleh korban. Pendapat ini di pegang oleh Abu Abdilah

al-Zubair. Demikianlah pula pendapat Ahmad ibn Hanbal.

Sedangkan menurut pendapat ulama yang lain hak Ulil Amri

untuk menjatuhkan hukuman yang berkaitan dengan hak

jamaah, baik sebelum pengajuan gugatan oeh korban maupun

sesudahnya, tidak dapat dihapus.

3. Tobat

Tobat bisa menghapuskan sanksi ta’zir apabila jarimah yang

dilakukan oleh si pelaku itu adalah jarimah yang berhubungan

dengan hak Allah/hak jamaah, tobat menunjukkan adanya

penyesalan terhadap perbuatan jarimah yang telah dilakukan,

menjauhkan diri darinya, dan adanya niat dan rencana yang kuat

untuk tidak kembali melakukannya sedangkan bila berkaitan dengan

hak Adami harus ditambah dengan satu indikator lagi, yaitu

melepaskan kezaliman yang dalam hal ini adalah minta maaf kepada

(46)

35

Menurut Hanafiyah, Malikiyah, sebagian Syafi’iyah, dan

Hanabilah tobat itu tidak dapat menghapuskan hukuman ta’zir

karena ta’zir itu merupakan kaffarah dari suatu maksiat, dengan

alasan sebagai berikut:

a. Secara umum sanksi yang disediakan itu tidak membedakan

antara yang tobat dan yang tidak tobat, kecuali jarimah hirabah.

b. Nabi SAW, juga menjatuhkan hukuman kepada orang yang

tobat, yakni dalam kasus Ma’iz dan Ghamidiyah yang dating

kepada Nabi dengan berobat dan diterima tobatnya, tapi oleh

Nabi dijatuhi hukuman.

c. Tidak mungkin diqiyaskan antara jarimah hirabah dengan

jarimah lainnya, karena pada umumnya pelaku jarimah hirabah

itu sulit ditangkap dan jarimahnya membawa bahaya besar bagi

masyarakat. Disamping itu, bila pelaku jarimah itu telah

ditangkap tetap dijatuhi hukuman, meskipun ia menyatakan

bertobat.

d. Bila tobat itu dapat dijadikan alasan bagi hapusnya hukuman,

maka setiap pelaku jarimah akan mengaku telah bertobat dan

semuanya akan terbebas dari hukuman dan tidak ada artinya

ancaman hukuman yang diberikan, baik dalam jarimah qishash,

hudud, maupun ta’zir.

(47)

36

Yang dimaksud dengan kadaluwarsa dala fiqh jinayah adalah

lewatnya waktu tertentu setelah terjadinya kejahatan atau setelah

dijatuhkan keputusan pengadilan tanpa dilaksanakan hukuman.

Apabila pembuktiannya demgan dengan pengakuan, maka

tidak berlaku kadaluwarsa, karena dalam pengakuan itu orang yang

mengakui tidak dapat dicurigai, atau ditekan atau permusuhan.

Penyerahan batas waktu kadaluwarsa kepada kebijaksanan

hakim ini berdasarkan pemikiran bahwa keterlambatan penberian

persaksian itu kadang-kadang karena uzur atau alasan lain yang

dapat diterima sacara hukum.

Adapun dalam kaitannya dengan sanksi ta’zir tampaknya

pendapat jumhur itu tidak memilik landasan yang kuat, karena

seperti yang telah dijelaskan di muka bahwa Ulil Amri berhak

memaafkan jarimah dan sanksi ta’zir apabila kemaslahatan umum

menghendakinya daan selam jarimah ta’zirnya berkaitan dengan hak

Allah. Hal ini dikuatkan oleh:

a. Bahwa jumhur fuqaha membolehkan berlakunya teori

kadaluwarsa dalam kasus jarimah ta’zir, baik menghapuskan

kejahatan maupun menghapuskan sanksinya, bila Ulil Amri

menganggap bahwa hal ini membawa kemaslahatan.

b. Bila Ulil Amri berhak memaafkan jarimah ta’zir sesudah

dilakukan dan berhak memaafkan sanksinya setelah adanya

keputusan hakim, apabila ada kemaslahatan maka lebih-lebih

(48)

37

hapusnya pengaruh kejahatan dan hapusnya sanksi setelah

melewati waktu tertentu.

c. Sudah tentu untuk kepastian hukum Ulil Amri harus

menetapkan batas waktu kadaluwarsa ini dalam kasus ta’zir

yang panjang pendeknya disesuaikan dengan berat ringannya

kejahatan dan sanksinya.

C. Dasar Hukum Ta’zir

Dasar hukum disyariatkan ta’zir terdapat dalam beberapa hadis Nabi

SAW. Dan tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut antara lain sebagai

berikut:

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

ﻦ ﺰﮭ ﻦ ا ﻦ ﮫ أ ﻦ ﻮھﺪ , نأ ﻰ ﻨ ا ﻰ ﺻ ﷲ ﮫ و ﻰﻓ ﺔ ﮭ ا ) هاور ﻮ ا د ودوا ﺮ ا ىﺬ ﻰ ﺎ ﻨ او ﻰ ﮭ او ﮫ ﻏو ﺎ ا

( 13.

Dari Bahz ibn hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW

menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan. (Hadis

diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan baihaqi, serta

dishahihkan oleh Hakim)

Dasar hukum ta’zir adalah hukuan atas pelanggaran yang mana

hukumannya tidak ditetapkan dalam al-Qur’an dan Hadis, yang bentuknya

sebagai hukuman ringan. Ta’zir merupakan hukuman yang lebih ringan yang

kesemuanya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Menurut Syafi’i yang

dikutib oleh sudarsono menyatakan, bahwa hukuman ta’zir adalah sebanyak

13

Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hadis-Hadis Hukum, Jus IX, (Pustaka Riski Putra, Semaran, 2001)., 202.,

(49)

38

39 kali hukuman cambuk untuk orang yang merdeka, sedangkan untuk budak

sebanyak 19 kali hukuman cambuk.14 Ta’zir dishari’atkan terhadap segala

kemaksiatan yang tidak dikenakan had dan tidak kaffarat. Serendah-rendah

batas ta’zir dilihat kepada sebab-sebabnya ta’zir, boleh dita’zirkan lebih

dari serendah-rendahnya had, asalkan tidak sampai kepada

setinggi-tingginya.

14

Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakrta: Rineka Cipta, 1992)., 584.,

(50)

BAB III

PUTUSAN PENGADILAN DUMAI NO. (214/PID.B/2014/PN

DUM) TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. IDENTITASTERDAKWA

Nama lengkap : MUHAMMADSAFWAN Als. ISAP Bin.

ROSLAN AHMAD.

Lahir di : Dumai.

Umur / tanggal lahir : 16 Tahun / 15 Juli 1997.

Jenis kelamin : Laki-laki.

Kebangsaan : Indonesia.

Alamat : Jl. Almubin Gg. Mesjid Kel. Teluk Binjai Kec.

Dumai Timur Kota Dumai.

Agama : Islam.

Pekerjaan : Tidak Bekerja.

Terdakwa dalam perkara ini ditahan di RUTAN berdasarkan Surat Perintah

Penahanan / Penetapan pehananan:

1. Penyidik sejak tanggal 26 April 2014 s/d tanggal 15 Mei 2014;

2. Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 16 Mei 2014

s/d tanggal 25 Mei 2014;

3. Penuntut Umum sejak tanggal 21 Mei 2014 s/d tanggal 30 Mei 2014;

4. Hakim Pengadilan Negeri Sengeti sejak tanggal 23 Mei 2014 s/d tanggal

(51)

40

Menimbangbahwa dipersidangan telah hadir penasehat hukum terdakwa

berdasarkan Penetapan tertanggal 26 Mei 2014;

Pengadilan Negeri tersebut;

Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa ;

Telah melihat barang bukti yang diajukan dipersidangan ;

Telah mendengar Tuntutan Pidana Penuntut Umum yang pada pokoknya

menuntut

terdakwa sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa MUHAMMAD SAFWAN Als. ISAP Bin.

ROSLAN AHMAD, bersalah melakukan tindak pidana “ Pencurian

dengan pemberatan yang dilakukan anak dibawah umur “ sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3, 4, 5 KUHP Jo

UU No. 03 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dakwaan Tunggal.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa MUHAMMAD SAFWAN Als.

ISAP Bin. ROSLAN AHMAD dengan pidana penjara selama 1 (satu)

tahun dikurangkan sepenuhnya selama Terdakwa berada dalam tahanan,

dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan.

3. Menyatakan Barang Bukti berupa :

• 2 ( dua ) karung masing – masing berisi 205 potong dan 463 potong

pakaian anak dan dewasa.

Di kembalikan kepada Pemiliknya Sudartin

• 1 ( satu ) Unit Sepeda motor Merk Suzuki Skydraver BM 2334 RW

(52)

41

Di kembalikan kepada Pemiliknya.

• 1 ( satu ) Pisau karter warna merah

• 1 ( satu ) untai tali pengikat terpal yang sudah terpotong menjadi 4

(empat )

Dirampas untuk dimusnahkan.

4. Membebankan kepada Terdakwa MUHAMMAD SAFWAN Als. ISAP

Bin. ROSLAN AHMAD membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua

ribu rupiah).

Telah memperhatikan pembelaan yang disampaikan secara lisan dari

terdakwa yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman dengan alasan

terdakwa menyesal atas perbuatan yang dilakukan dan berjanji tidak akan

mengulanginya lagi ;

Telah mendengar pernyataan penuntut umum yang tetap pada tuntutan semula dan

terdakwa yang pada pokoknya tetap pada permohonannya ;

Menimbangbahwa terdakwa diajukan kepersidangan oleh Penuntut Umum,

dengan dakwaan tunggal yaitu :

B. KRONOLOGI KASUS

Bahwa terdakwa MUHAMMAD SAFWAN ALS. ISAP BIN. ROSTAN

AHMAD bersama-sama dengan Sdr RlSKl (Dpo) pada hari Jumat tanggal 25

April 2014 sekira pukul 02.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam

April 2014 bertempat di Jl.Pangkalan Sena kel.Simpang Tetap Darul lkhsan

Kec.Dumai Barat atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk

(53)

42

mengadili perkaranya, mengombil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan makud untuk dimiliki secara melawan hukum, yang

dilakukan pada waktu malam dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya,

yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak

dikehendaki oleh yang herhak, yang ditakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih

dengan bersekutu, yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau untuk

sampai pada barang yang diambilnya dilakukan dengan merusak atau memotong

yang dilakukan anak dibawah umur yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai

berikut :

• Bahwa, berawal dari saksi Sudirman melihat ada terdakwa dan Sdr. Riski

(dpo) duduk diatas sepeda motor merek skydraver warna merah BM 2134 RW

disamping rumah Sdr.Sudartin kemudian saksi sudirman melihat terdakwa dan

Sdr.Riski pergi ntah kemana. Selanjutnya kira-kira 10 (sepuluh) menit

kemudian terdakwa dan Sdr.riski datang lagi dan duduk diatas sepeda motor

merek skydraver warna merah BM 2134 RW karena ada yang ronda keliling

terdakwa dan Sdr.Riski pergi kearah jalan siak.kemudian setegah jam

berikutnya para pelaku datang lagi dengan berjalan kaki dan langsung masuk

kepekarangan rumah Sdr.Sudartin lalu terdakwa dan Sdr.riski langsung

mendekati bak mobil yang berada diteras rumah Sdr. Sudartin selanjutnya

menyeret ke samping rumah Sdr.sudartin dengan membuka dan membagi isi

dalam karung kemudian terdakwa dan Sdr.Riski pergi lagi dan selang

beberapa menit terdakwa dan Sdr. Riski datang lagi dengan mendorong

(54)

43

saksi Sudirman langsung menagkap terdakwa sedangkan Sdr.riski lari dengan

melompat pagar dan lari kearah belakang rumah saksi sudirman selaniutnya

saksi Sudirman mengamankan terdakwa lalu berteriak maling supaya warga

berdatangan dan memanggil Pak RT dan langsung menuju kepolsek Dumai

Barat.

• Bahwa cara terdakwa dan Sdr. Siski (dpo) mengambil brang orang lain yaitu

terdakwa memotongtali pengikat terpal mobil dengan menggunakan pisau

karter selanjutnya tali tersebut putus Sdr.Riski (dpo) membuka terpal mobil

setelah terpal terbuka terdakwa dan Sdr. Riski menyeret karung yang berada

didalam bak mobil tersebut kesamping rumah Sdr. Sudartin. kemudian Sdr.

Riski membuka karung yang berisi pakaian, selanjutnya setelah membuka

pakaian yang ada didalam karung tersebut terdakwa dan Sdr. Siski membagi

menjadi 2 (dua) karung

• Bahwa terdakwa telah mengambil l (satu) karung besar yang berisi 463 potong

pakaian anak-anak dan dewasadan 1(satu) karung sedang berisi 205 potong

pakaian anak-anak dan dewasa,tanpa sepengetahuan dan seijin pemiliknya

yaitu saksi Sdr.Sudartin Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut Sudartin

mengalami kerugian sebesar Rp. 15.000.000,-.(lima belas juta rupiah)

Perbuatan para terdakwa sebagaimana yang diatur dan diancam pidana

melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke- 3, ke-4 dan ke-5 KUHPidana Jo UU No 03

(55)

44

Menimbangbahwa atas dakwaan tersebut terdakwa melalui Penasehat Hukumnya

menyatakan telah mengerti isi dan maksudnya serta tidak akan mengajukan

keberatan ;

Menimbangbahwa selanjutnya Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaannya

telah mengajukan saksi-saksi pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

A. KETERANGAN SAKSI

1) BASYAR BIN MUHAMMAD RASID:

• Bahwa, saksi mengerti diperiksa dipersidangan dan berada dalam

keadaan sehat baik jasmani maupun rohani.

• Bahwa, bahwa saksi menerangkan kejadian pencurian pada hari Jumat

tanggal 25 April 2014, sekira jam 02.30 wib, di Jl. Pangkalan Sena

Kel. Simpang Tetap Darul lkhsan Kec. Dumai Barat tepatnya didalam

bak mobil milik saksi korban yang terparkir diteras rumah saksi

korban.

• Bahwa saksi menerangkan mengetahui kejadian awalnya ditelpon oleh

saksisudartin untuk melihat keadaan rumah yang telah dipadati

masyarakat.

• Bahwa saksi menerangkan saksi Sudirman menangkap terdawa

dirumah saksi Sudartin.

• Bahwa saksi menerangkan saksi mengetahui kalau barang-barang

milik saksi korban berupa 1 {satu) karung pakaian anak-anak dan

dewasa dengan berbagai ukuran dan model sebanyak 668 potong telah

(56)

45

saksi untuk datang kerumah saksi korban dan pada saat pencurian

tersebut saksi sedang berada dirumah.

• Bahwa saksi menerangkan bahwa barang-barang berupa 2 (dua)

karung berisi 205 potong dan 463 potong yang telah diambil oleh

terdakwa adalah milik saksi korban Sudartin.

• Bahwa, bahwa saksi menerangkan terdakwa tidak ada meminta ijin

terlebih dahulu kepada saksi korban untuk mengambil barang-barang

milik saksi korban tersebut.

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kerugian yang dialami saksi korban

Sudartin akibat pencurian tersebut adalah Rp. 15.000.000,- {lima belas

juta rupiah).

2) SUDIRMAN BIN SOFYAN :

• Bahwa, saksi mengerti diperiksa dipersidangan dan berada dalam

keadaan sehat baik jasmani maupun rohani.

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kejadian pencurian pada hari Jumat

tanggal 25 April 2014, sekira jam 02.30 wib, di Jl. Pangkalan Sena

Kel. Simpang Tetap Darul lkhsan Kec. Dumai Barat tepatnya didalam

bak mobil milik saksi korban yang terparkir diteras rumah saksi korban

Sudartin.

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa saksi melihat ada 2 {dua) orang

yang saksi tidak kenal namanya duduk-duduk diatas sepeda motor

disamping rumah saksi korban, selanjutnya pergi tidak tahu kemana

(57)

46

dating lagi dan duduk-duduk lagi disamping rumah saksi korban,

karena ada ronda yang keliling orang tersebut pergi kearah jalan Siak.

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kurang lebih setengah jam

kemudian datang lagi dengan berjalan kaki dan langsung mendekati

mobil milik saksi korban yang diparkir diteras rumah.

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa selanjutnya saksi melihat 2 (dua)

Orang tersebut sudah menark keluar sebuah karung dari mobil bak

milik saksi korban, kemudian membuka dan membagi isi karung

setelah selesai membagi dua orang tersebut pergi dan tak berapa lama

lagi dating lagi dengan mendorong sepeda motor.

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa saksi mengetahui kalau

barang-barang milik saksi korban telah diambil atau dicuri oleh terdakwa

karena saksi yang menangkap terdakwa dan pada saat itu Sdr. Riski

(DPO) berhasil melarikan diri.

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa tidak mengetahui dengan pasti

bagaimana cara terdakwa, yang jelas pada saat itu saksi melihat

terdakwa dan Sdr. Riski (DPO) sudah membuka terpal mobil dan

mengeluarkan isi yang ada didalam bak mobil milik saksi korban

berupa sebuah karung dan menariknya kesamping rumah saksi korban,

kemudian terdakwa dan Sdr. Riski (DPO) membuka karung dan

(58)

47

• Bahwa saksi menerangkan barang yang diambil dari rumah saksi

korban berupa 1 (satu) karung pakaian anak-anak dan dewasa dengan

berbagai ukuran dan model sebanyak 668 potong

• Bahwa saksi menerangkan bahwa pada saat orang tersebut hendak

mengangkat karung saksi langsung datang dan menangkapnya dan

melaporkan ke RT 04 Pangkalan Sena kemudian diantar kepolsek

Dumai Barat

3) SUDARTIN BIN USMAN JALI :

• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kejadian pencurian pada hari Jumat

tanggal 25 April 2014, sekira jam 02.30 wib, di Jl. Pangkalan Sena

Kel. Simpang Tetap Darul lkhsan Kec. Dumai Barat tepatnya didalam

bak mobil milik s

Referensi

Dokumen terkait

Pada tanggal 28 Desember 2010 dan 21 April 2011, Entitas Induk bersama dengan SDN, DKU, BIG dan PT Mitra Abadi Sukses Sejahtera, pihak berelasi, menandatangani

Perancangan mekanik yang akan dibahas meliputi perancangan dari box yang digunakan sebagai tempat rangkaian elektrik Tugas Akhir ini dan pipa sebagai wadah kabel penghubung

Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Kompetensi Dasar Menentukan Sistem Kearsipan Di Kelas X. Universitas

Berdasarkan wawancara dengan para pengguna jasa mini bus travel Saudara Tohiruddin Hasibuan menjelaskan bahwa penambahan biaya yang dipungut ditengah perjalanan adalah

Hubeis (2004) menyatakan bahwa kelemahan utama UKM secara umum adalah lemahnya kemampuan manajerial meliputi perencanaan, pengorganisasian, pemasaran, maupun

kebutuhan petani yang sangat mendesak, karena dengan menjual produksi karet kepada pedagang pengumpul, petani akan menerima uang secara langsung, sedangkan apabila

Variable dalam penelitian ini adalah Strategi Coping stres adalah suatu cara individu mencoba dua yaitu Problem focused coping (coping yang berpusat pada

Quality Works sudah memiliki dokumen API-P yang sah dan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, dimana data informasi yang ada di dalamnya sudah sesuai dengan