TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DI LAKUKAN ANAK DI
BAWAH UMUR
(STUDI PUTUSAN NOMOR.214/PID.B/2014/PN.DUM)
SKRIPSI
OLEH
SAMSUL ARIFIN NIM. C03212027
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH) SURABAYA
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ... . xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JARIMAH TA’ZIR…….. 19
A. Pengertian Jarimah Dan Bentuk Jarimah ... 19
C. Dasar Hukum Ta’zir……… 37
BAB III PUTUSAN PENGADILAN DUMAI NO.
(214/PID.B/2014/PN.DUM) TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN... 39 A. Identitas Terdakwa ... 39 B. Kronologi Kasus ... 48
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR ... 61
A. Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pencurian
Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur ... 61
B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Tindak Pidana
Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur .... 67
BAB V PENUTUP ... 72
A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TRANSLITERASI
Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
No Arab Indonesia Arab Indonesia
1. ’
ﻁ
t}2. B
ﻅ
z}3. T
ﻉ
‘4.
ﺙ
Th Gh5.
ﺝ
Jﻑ
F6.
ﺡ
h}ﻕ
Q7.
ﺥ
Khﻙ
K8. D
ﻝ
L9. Dh
ﻡ
M10. R N
11. Z W
12.
ﺱ
Sﻩ
H13.
ﺵ
Shﺀ
’14.
ﺹ
s} Y15.
ﺽ
d}
B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan huruf Arab Nama Indonesia
َ
Fath}ah Aِ
Kasrah Iُ
Dammah UCatatan: khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berharokat sukun atau didahului oleh huru yang berharakat
sukun. Contoh: iqtid}a’ (ءﺎﻀ ا)
2. Vokal Rangkap (diftog)
Tanda dan Huruf Arab
Nama Indonesia Ket.
َﺯ
Fath}ah dan ya’ Ay a dan yَﺯ
Fath}ah dan wawu Aw a dan wContoh: Bayna (
ﲔﺑ
)Mawd}u’ (
ﻉ ﺿ
)3. Vokal Panjang (mad)
Tanda dan Huruf Arab
Nama Indonesia Keterangan
ﺯ
ﹶ
Fathah dan Alif a> a dan garis di atasِﺯ
Kasrah dan ya’ i> i dan garis di atasُﺯ
Dammah danWawu
u> u dan garis di atas
Contoh: al-jama’ah
(
ﳉ
)
Takhyir
(
ﲑ ﲣ
)
Yaduru
(
)
C. Ta’ Marbut}ah
Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua:
2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh: Shari’at al-islam
(
ﻡ ﺳ ﺷ
)
Shari’ah islamiyah
(
ﺳ ﺇ ﺷ
)
D. Penulisan Huruf Kapital
ABSTRAK
Judul penelitian adalah: Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Di Lakukan Anak Di Bawah Umur (Kajian Terhadap Studi Putusan No.214/PID.B/2014/PN.Dum). Penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu: Bagaimana pertimbangan Hakim dalam memutuskan sanksi pidana pencurian dengan pemberatan yang
dilakukan oleh anak di bawah umur dalam perkara
No.214/PID.B/2014/PN.Dum? Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur?
Berkenaan dengan hal itu digunakan metode deskriptif-analisis untuk memberikan gambaran tentang sanksi pidana pencurian yang di lakukan anak di bawah umur dalam perkara No.214/PID.B/2014/PN.Dum. Sesuai dengan masalah tersebut sumber data yang digunakan antara lain berupa dokumen putusan, undang-undang dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian di atas.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa menurut pertimbangan Hakim, sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam perkara No.214/PID.B/2014/PN.Dum adalah pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut ialah: pidana penjara. Dan sanksi bagi anak juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan pembayaran ganti rugi. Namun, hukuman terdakwa diperingan karena terdakwa masih berusia di bawah umur dan orang tua terdakwa sanggup untk mendidik terdakwa menjadi generasi yang lebih baik lagi. Sedangkan menurut pandangan hukum pidana Islam terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur, sanksi pidana yang dijatuhkan pada anak usia 12 tahun lebih menjamin hak anak. Sehingga lebih mendekatkan pada kemaslahatan anak. Seorang anak tidak akan dikenakan hukuman karena kejahatan yang dilakukannya. Karena tak ada tanggungjawab hokum atas seorang anak sampai dia mencapai umur baligh.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam kehidupan bermasyarakat yang terdiri atas berbagai jenis
manusia, ada manusia yang berbuat baik dan ada pula yang berbuat buruk.
Wajar bila selalu terjadi perbuatan-perbuatan yang baik dan perbuatan yang
merugikan masyarakat. Di dalam masyarakat selalu saja terjadi perbuatan
jahat atau pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
maupun norma-norma yang dianggap baik oleh masyarakat. Setiap
pelanggaran peraturan hukum yang ada, akan dikenakan sanksi yang berupa
hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar peraturan hukum
yang dilakukannya.1
Jenis tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang
terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia. Oleh karenanya menjadi
sangat logis apabila jenis tindak pidana ini menempati urutan teratas di
antara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat
dari banyaknya terdakwa/tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang
diajukan ke sidang pengadilan.
Begitu pula pada Pengadilan Negeri Dumai yang telah banyak
menyidangkan kasus dan juga memberikan hukuman bagi para pelaku tindak
pidana. Jenis tindak pidana yang banyak disidangkan adalah tindak pidana
pencurian dan perjudian. Salah satu tindak pidana yang disidangkan adalah
1
2
kasus tindak pidana pencurian, yang melanggar pasal 363 KUHP, Pencurian
dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Anak adalah pemberian Allah swt yang tidak semua orang tua
mendapatkannya. Allah menganugerahi anak hanya bagi keluarga yang
dikehendaki-Nya. Sebagai amanah berarti ada kewajiban semua pihak untuk
memberikan perlindungan pada anak, khususnya pemerintah pada tingkat
lapisan masyarakat dan orang tua pada tingkat individual. Hal yang tak
terpisahkan dari kedudukan anak sebagai amanah bahwa Allah menyediakan
rezeki bagi setiap anak yang dilahirkan melalui kedua orang tuanya. Hakikat
kedudukan anak adalah tidak saja sebagai amanah, tetapi juga sebagai
rahmat. Allah menanamkan perasaan kasih sayang orang tua pada anaknya.
Perasaan tersebut, Allah tanamkan dalam hati para orang tua sebagai bekal
dan dorongan dalam mendidik, memelihara, melindungi dan memperhatikan
kemaslahatan anak-anak mereka sehingga semua hak anak dapat terpenuhi
dengan baik serta terhindar dari setiap tindak pidana. Alquran memandang
anak sebagai pelipur hati, bila saja mereka sejalan dengan orang-orang yang
bertakwa. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surat Al-furqan ayat 74:
إ ﻦ ﺎﻨ او ﻦ أ ةﺮ ﺎﻨ ﺎ رذو ﺎﻨ اوزأ ﻦ ﺎﻨ ھ ﺎﻨ ر نﻮ ﻮ ﻦ ﺬ او )ﺎ ﺎ
74 (
Artinya: Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami,
3
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa (QS. Al-furqan: 74).2
Di samping itu, terdapat pula anak yang karena satu dan lain hal
tidak mempunyai kesempatan memperoleh perhatian baik secara fisik,
mental, maupun sosial, karena keadaan diri yang tidak memadai, baik sengaja
maupun tidak sengaja sering juga anak melakukan tindakan atau berperilaku
yang merugikan dirinya atau masyarakat. Penyimpangan tingkah laku atau
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan
yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya yang membawa
perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh
terhadap nilai dan perilaku anak. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam
setiap masyarakat sering terjadi anak di bawah umur melakukan kejahatan
dan pelanggaran, sehingga harus mempertanggungjawabkan secara hukum
positif melalui sidang pengadilan. Selain itu anak yang kurang atau tidak
memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam
pengembangan sikap, perilaku penyesuaian diri serta pengawasan dari orang
tua, wali dan lain-lain akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat
dan lingkungan yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.3
2
Departemen Agama RI, Al – Qu’ran dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), 569.,
3
Penjelasan Umum, UU No. 23 Tahun 1997, Tentang Pengadilan Anak.,
4
Kejahatan merupakan persoalan yang dialami manusia dari waktu ke
waktu, hal ini menunjukkan bahwa kejahatan terjadi dan berkembang dalam
lingkungan kehidupan manusia. Dalam kenyataan sekarang, setiap negara di
dunia tidak terlepas dari tindakan kriminal, khususnya Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pemberitaan di berbagai media masa dan yang
hebohnya lagi kejahatan itu dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur,
seperti pencurian, narkoba, penganiayaan, pencabulan dan lain-lainnya.
Pencurian yang dilakukan oleh Muhammad Sofyan Alias. Isap Bin.
Roslan Ahmad yang berusia 16 Tahun, yang terjadi di daerah Jalan.Pangkalan
Sena Kelurahan Simpang Tetap Darul Ikhsan Kecamatan Dumai Barat.
Dikategorikan sebagai pemberatan karena telah melanggar Pasal 363 ayat (1)
ke-3,4,5, UU Nomer. 03 tahun 1997 yaitu pencurian 1 (satu) karung pakaian
yang dilakukan oleh dua orang yang sudah direncanakan sebelumnya.
Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doktrin
disebut sebagai pencurian yang dikualifikasikan. Pencurian yang
dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan
cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat
dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian
biasa. Dalam putusan No.214/PID.B/2014/PN.DUM yang dikaji dalam skripsi
yaitu pencurian 1 (satu) karung pakaianyang melanggar Pasal 363 ayat (1)
ke-3,4,5, dan dilakukan oleh dua orang yang sudah direncanakan yang melanggar
5
Pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang dikualifikasikan
diatur dalam Pasal 363 KUHP. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan
tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan
dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian
terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan harus
diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya.
Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai
berikut:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
Ke-1. pencurian hewan ternak
Ke-2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa
bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar,
kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang;
Ke-3. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang adanya di
situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
Ke-4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama;
Ke-5. pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan,
atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan
membongkar, merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci
6
(2) jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu
tersebut ke-4 dan ke-5, maka dikenakan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.4
Agama Islam melindungi harta. Karena harta adalah bahan pokok
untuk hidup. Islam juga melindungi hak milik individu manusia, sehingga hak
milik tersebut benar-benar merupakan hak milik yang aman. Dengan
demikian, Islam tidak menghalalkan seseorang merampas hak milik orang
lain dengan dalih apapun.5
Seseorang yang melakukan tindak pidana pencurian harus dimintai
pertanggungjawaban. Karena jika orang tersebut tidak dihukum, ia akan
melakukan aksi pencurian terus menerus. Karena dia merasa bisa
mendapatkan sesuatu dengan mudah dengan cara mencuri barang milik orang
lain.
Dalam hukum Islam, tindak pidana pencurian hukumannya adalah
h}ad, perbuatan pidana tertentu, jenis, dan bentuk hukumannya telah
ditentukan dan ditetapkan oleh syara dan tidak dapat ditambah atau
dikurangi, serta telah memenuhi syarat-syaratnya. Sanksi lainnya adalah
takzir yang berlaku bagi pencurian yang tidak memenuhi atau kurang
persyaratannya.
Islam memberikan hukuman berat atas perbuatan mencuri, yaitu
hukuman potong tangan atas pencurinya. Dalam hukuman ini terdapat
hikmah yang sudah jelas, yaitu bahwa tangan yang khianat dan mencuri itu
4
Moeljatno, Kitab Undang - undang Hukum Pidana , (Jakarta: Bumi Akasara, 1959), 128-129. 5
7
adalah merupakan organ yang sakit. Oleh sebab itu, tangan tersebut harus
dipotong agar tidak menular ke organ lain sehingga jiwa bisa selamat.
Pengorbanan salah satu organ demi keselamatan jiwa adalah merupakan suatu
hal yang dapat diterima oleh agama dan rasio. Dengan demikian, maka ia
tidak berani menjulurkan tangannya mengambil harta orang lain, dan dengan
demikian pula harta manusiadapat dijaga dan dilindungi. 6Dasar hukum
pencurian terdapat pada al-quran surat al-Ma>idah ayat 38: Artinya: “laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.7
Suatu ketika terjadi paceklik, ada kasus pencurian yang dilaporkan
kepada Umar untuk dihukum, tetapi Umar menolak menghukumnya,
alasannya karena musim paceklik mungkin orang itu terpaksa mencuri karena
takut mati kelaparan. Sebaliknya Umar malah mengancam, “Kalau kamu terus
menerus melaporkan pencuri hartamu padahal kamu kaya, malah nanti tangan
kamu yang akan saya potong, karena kamu yang menjadi sebab orang ini
lapar.” Dalam kisah lain disebutkan ada dua orang hamba sahaja yang mencuri
dari tuannya karena tidak diberi makanan yang cukup, Umar tidak
menghukumnya, tapi justru mengancam akan memotong tangan tuannya.
Hukuman pokok pada hal-hal (kekurangan bukti dan syubhat)
tersebut tidak boleh dijatuhkan karena dengan adanya perbedaan pendapat
ulama, keraguan, serta syubhat, maka status hukum h}ad berganti menjadi
6
Ibid., 213. 7
8
hukuman takzir. Jadi hukuman takzir berfungsi sebagai hukuman pengganti
dari hukuman pokok yang tidak dapat dijatuhkan. Prinsip penjatuhan takzir
yang mempunyai wewenang penuh adalah Ulil-amri, artinya baik bentuk
maupun hukumannya merupakan hak penguasa. Dengan demikian sanksi
hukuman bagi pelaku pencurian yang diatur dalam pasal 363 KUHP dan
hukum pidana Islam memiliki perbedaan yang menarik dan komprehensif.
Karena menurut hukum Islam, anak di bawah umur tidaklah dikenai sanksi
atau hukuman. Atau dalam artian tidak bisa dibebankan pertanggungjawaban
atas dirinya. Berdasarkan uraian di atas, menurut penulis hal ini menjadi
pembahasan yang menarik jika ditinjau dari perspektif hukum positif maupun
hukum pidana Islam mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku
tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di
bawah umur. Oleh karena itu penulis putuskan untuk mengangkat judul
“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Anak di Bawah Umur Yang
Melakukan Tindak Pidana Pencurian” studi putusan
Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM. Namun dengan keterbatasan waktu dan
kemampuan penulis, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pertanggung jawaban pidana terhadap tindak pidana pencurian dengan
pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, dan apa landasan yang
digunakan oleh majelis hakim pengadilan Dumai dalam menyelesaikan
9
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka teridentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di
bawah umur.
2. Perspektif pertanggungjawaban tindak pidana pencurian yang
dilakukan oleh anak di bawah umur.
3. Bentuk hukuman yang diberikan pada pelaku tindak pidana pencurian
yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan yang hendak dikaji atau diteliti yaitu seputar:
1. Pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi pidana pencurian
dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur di
Pengadilan Negeri dumai dalam perkara
Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap pelaku tindak pidana pencurian
dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penulis
merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu:
1. Bagaimana pertimbangan Hakim dalam putusan
Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM tentang anak dibawah umur yang
10
2. Bagaimana Analisa hukum pidana Islam terhadap putusan
Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM tentang anak dibawah umur yang
melakukan tindak pidana pencurian?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian
sejenis, gyang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga tidak ada
pengulangan. Langkah sistematis yang diambil melalui tinjauan pustaka yaitu
menginvetarisir berbagai tulisan yang memuat dari judul skripsi ini dan
hal-hal yang berhubungan dengannya, dan yang akan penulis kaji pada skripsi ini
adalah bersumber pada buku dan skripsi yang ada kaitannya dengan judul
pada skripsi ini.
Penelitian atau tulisan yang sejenis disusun oleh Qorry Aina Ediati.
Penelitian dengan judul “Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi
Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak (Analisis Putusan Hakim
Nomor 255/PID.SUS/2011/PN.YK.)”, ini dilakukan oleh mahasiswa jurusan
Ilmu Hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yang
mana penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa dalam mengangani
perkara anak dalam proses peradilan pidana terdapat perbedaan tertentu
dengan penanganan masalah pidana terhadap orang dewasa. Hal tersebut
disebabkan anak merupakan bagian dari generasi penerus bangsa yang
11
memerlukan perlindungan hokum untuk menjamin pertumbuhan fisik,
mental, dan social anak. 8
Yang kedua yaitu tulisan Arrizal Iftahul pada tahun 2012, tentang
“Studi Komporasi Konsep Sriqah dalam Fikih Jinayah dengan Pencurian
dalam Pasal 364 KUHP dan Perma Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Sanksi
Pidana Pencurian Ringan”. Yang mana penelitian ini lebih di tekankan
terhadap persamaan dan perbedaan tentang konsep sariqah dalam hukum
pidana islam dengan hukum positif (KUHP) Pasal 364 dan PERMA nomor2
tahun 2012.9
Noer Shofiyanah Tahun 1999, fakultas Syari’ah, jurusan Muamalah
Jinayah, tentang “Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pencurian bagi
Pengidap Kleptomania menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana”. Dengan
kesimpulan bahwa penderita kleptomania jika melakukan suatu tindak
pidana pencurian tidak akan di hukum atau dibebaskan karena menderita
suatu penyakit (jiwanya cacat). Sedangkan menurut hukum Islam, tindakan
tersebut harus tetap di hukum karena merupakan suatu tindakan yang
merugikan masyarakat, dan pertanggungjawabannya tidak sepenuhnya
hilang.10
8
Qorry Aina Ediati, Skripsi, “Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak (Analisis Putusan Hakim Nomor 255/PID.SUS/2011/PN.YK.)”
(Skripsi--UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011), 9. 9
Arrizal Iftahul, Skripsi, “Studi Komporasi Konsep Sriqah dalam Fikih Jinayah dengan Pencurian dalam Pasal 364 KUHP dan Perma Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Sanksi Pidana Pencurian Ringan” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012),
10
Noer Shofiyanah, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pencurian bagi Pengidap Kleptomania menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, 1999)
12
Sedangkan penelitian penulis berkaitan dengan tinjauan hukum Islam
terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan
oleh anak di bawah umur. Pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi
pidana pada perkara pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak
di bawah umur.
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi
pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di
bawah umur di Pengadilan Negeri Dumai dalam perkara
Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM.
2. Untuk memahami tinjauan hukum Islam terhadap pelaku tindak
pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di
bawah umur.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu membawa beberapa
manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis: dapat dijadikan pedoman untuk menyusun hipotesis
penulisan berikutnya, bila ada kesamaan dengan masalah ini, dan
memperluas khasanah ilmu pengatahuan tentang tindak pidana yang
13
pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan
oleh anak di bawah umur.
2. Secara praktis: hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menganalisis dan argumentasi hukum yang
diperlukan agar diperoleh daya guna yang diharapkan bagi penegakan
hukum demi terciptanya suasana yang adil dan kondusif serta
menjamin kepastian hukum bagi hak-hak rakyat. Dengan demikian,
dapat ikut memberikan andil mengupayakan pemikiran ilmiah dalam
bidang hukum yang diharapkan bermanfaat bagi upaya terciptanya
keadilan dan kemaslahatan bagi rakyat yang sesuai dengan
Undang-undang dasar serta Alquran dan Hadis. Serta untuk mengupayakan
aspek hukuman anak di bawah umur sebagai alat menuju
pembangunan seutuhnya.
G. Definisi Operasional
Sebagai gambaran di dalam memahami suatu pembahasan maka perlu
adanya pendefinisian terhadap judul yang bersifat operasional dalam
penulisan skripsi ini agar mudah dipahami secara jelas tentang arah dan
tujuannya. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami maksud
yang terkandung.
Adapun judul skripsi ini adalah “Tinjauan Hukum Pidana Islam
terhadap Anak di Bawah Umur yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian".
14
terjadi kesalah pahaman di dalam memahami judul skripsi ini maka perlu
penulis menguraikan tentang pengertian judul tersebut sebagai berikut:
1. Hukum pidana islam: Segala ketentuan hukum mengenai tindak
pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang
mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari
pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Alquran dan
hadis,11
2. Tindak pidana pencurian: Mengambil harta orang lain dengan
sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai
untuk menjaga barang tersebut.12
3. Pemberatan: pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau
dalam keadaan tertentu, yaitu pencurian 1 (satu) karung pakaian yang
dilakukan oleh dua orang yang sudah direncanakan sebelumnya
sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana
yang lebih berat pula dari pencurian biasa.
4. Anak di bawah umur: Setiap manusia yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang ada di dalam
kandungan apabila hak tersebut adalah untuk kepentingan anak.13 Di
dalam putusan Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM yang dikaji dalam
skripsi ini, anak tersebut berusia 16 tahun.
11
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1992), 86.
12
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 83. 13
Ibid ., 61.
15
H. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang akan dipakai adalah kajian pustaka (library
research), yaitu studi kepustakaan dari berbagai referensi yang relevan
dengan pokok bahasan mengenai tinjauan hukum pidana Islam terhadap
pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak
di bawah umur.
1. Data yang dikumpulkan Berdasarkan masalah yang dirumuskan,
maka data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
a. Data tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan
oleh anak di bawah umur putusan
Nomer.214/Pid.B/2014/PN.DUM.
b. Pandangan hukum pidana Islam terhadap pelaku tindak pidana
pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam putusan
Nomer.214/Pid.B/2014/PN.DUM.
2. Sumber data merupakan bagian dari skripsi yang akan menentukan
keotentikan skripsi, berkenaan dengan skripsi ini sumber data yang
dihimpun dari:
a. Sumber data primer:
putusan Nomer.214/Pid.B/2014.PN.DUM. Dimana data diperoleh
dari pihak yang menangani perkara tersebut yakni hakim dan juga
panitera di Pengadilan Negeri Dumai tersebut.
16
Data yang digunakan peneliti sebagai dokumen yang dijadikan
sebagai adanya penelitian ini adalah buku-buku literatur dan
dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang penulis
bahas. Diantaranya:
1) Penjelasan umum. UU No. 23 Tahun 1997. Tentang
Pengadilan Anak
2) Moeljatno. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
3) Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam
4) Departemen Agama RI.Al-Quran dan Terjemahannya
3. Teknik pengumpulan data Pembahasan skripsi ini merupakan
penelitian dokumentasi, maka dari itu teknik yang digunakan adalah
dengan pengumpulan data literatur, yaitu dari dokumen putusan
Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM yang dilengkapi dengan penggalian
bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan bahasan sanksi
pidana bagi pelaku tindak pidana pencurian yang diakukan oleh anak
di bawah umur. Bahan-bahan pustaka yang digunakan di sini adalah
buku-buku yang ditulis oleh para pakar atau ahli hukum terutama
dalam bidang hukum pidana, dan hukum pidana Islam.
4. Teknik pengolahan data Semua data yang terkumpul kemudian diolah
dengan cara sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh,
terutama dari kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian dan
17
penulis akan memeriksa kembali kelengkapan data-data dari
putusan Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM, kejelasan makna
tentang pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di
bawah umur, dan kesesuaian data dari putusan dengan
data-data dari kepustakaan.
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data yang
diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan yang
tersusun pada bab III tentang tindak pidana pencurian serta
pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi pidana pencurian
(putusan Nomer.214/PID.B/2014/PN.DUM)
c. Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah dideskripsikan pada
bab III dan menganalisa pada bab IV dalam rangka untuk
menunjang bahasa atas proses menjawab permasalahan yang telah
dipaparan di dalam rumusan masalah. Analisis tersebut meliputi
sanksi hukuman pencurian dengan pemberatan yang dilakukan
oleh anak di bawah umur dan analisa tinjauan Hukum pidana
Islam terhadap kasus tersebut.
5. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Teknik deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan mengenai sanksi
hukuman yang diputuskan dalam kasus pencurian oleh Pengadilan
Negeri DUMAI secara keseluruhan, mulai dari deskripsi kasus,
18
b. Teknik deduktif, yaitu pola pikir yang membahas persoalan yang
dimulai dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum berupa
dalil, kaidah fiqih, pendapat mujtahid (yakni yang berkaitan
tentang sanksi/hukuman pencurian) kemudian ditarik suatu
kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil penelitian yang
dilakukan, (yaitu berkesimpulan bahwa seorang pencuri akan tetap
dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya).
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan masalah dalam studi ini dan agar
dapat dipahami permasalahannya sistematis, maka pembahasannya disusun
dalam perbab yang masing-masing bab mengandung sub bab, sehingga
tergambar keterkaitan yang sistematis, untuk selanjutnya sistematika
pembahasannya disusun sebagai berikut:
Bab pertama, menjelaskan tentang gambaran apa bagaimana, dan untuk
apa studi ini disusun, oleh karena itu dalam bab pertama ini dipaparkan
tentang: latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,
dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, kerangka teoritis secara umum yang difungsikan sebagai
penyorot terhadap obyek bahasan yang di dalamnya: sekilas tentang hukum
19
unsur, alat bukti dan sanksi pencurian. Kriteria anak menurut hukum islam
dan sanksi pelaku pidana anak menurut hukum pidana islam.
Bab ketiga, membahas tentang putusan
Nomor:214/PID.B/2014/PN.DUM tentang pencurian dengan pemberatan
yang dilakukan oleh anak di bawah umur, deskripsi singkat Pengadilan
Negeri Dumai, deskripsi perkara di Pengadilan Negeri Dumai. Pertimbangan
hakim terhadap sanksi hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencurian
putusan Nomer:214/PID.B/2014/PN.DUM.
Bab keempat, tentang analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri
Dumai tentang sanksi hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencurian
dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, dan analisis
menurut hukum pidana islam.
BAB II
TINJAUAN HUKUM TENTANG JARIMAH TA’ZIR
A. Pengertian Jarimah Dan Bentuk Jarimah
Jarimah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam al-Mawardi
sebagai berikut:
ارﻮﻈ ت ﺮﺷ ﺮ ز ﷲ ﺎﮭﻨ ﺪ ا ﺮ ﺰ و
Segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau
meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukum had
atau ta’zir.
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa Imam al-Mawardi memasukkan
qishash dan diyat ke dalam tindak pidana hudud, sekalipun para ulama
yang lain membedakannya, di antara ulama dewasa ini yang sependapat
dengan pendapat Imam al-Mawardi adalah ‘Abd al-‘aziz’ Amir. Ia
beralasan bahwa qishash dan diyat itu sama-sama di tentukan sebagai
jarimah dan hukumnya di tentukan oleh al-Quran dan al-Hadist.
Jarimah itu memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum
jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah,
sedangkan unsur khusus jarimah adalah unsur-unsur yang hanya terdapat
pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah yang
lain.
Unsur umum jarimah itu, seperti telah dikemukakan diatas, terdiri
atas: unsur formal Rukn al-Syar’iy), yakni telah ada aturannya;
21
yakni ada pelakunya. Setiap jarimah hanya dapat dihukum, jika
memenuhi ketiga unsur (umum) di atas.
Unsur khusus jarimah adalah unsur yang terdapat pada sesuatu
jarimah, namun tidak terdapat pada jarimah lain. Sebagai contoh,
mengambil harta orang lain secara diam-diam dari tempatnya dalam
jarimah pencurian, atau menghilangkan nyawa manusia oleh manusia
lainnya dalam jarimah pembunuhan.
Jarimah itu dapat di bagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai
dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi
jarimah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan
atau tidaknya oleh al-Quran atau al-Hadist. Atas dasar ini, mereka
membaginya menjadi tiga macam, yaitu:
a. Jarimah hudud,
b. Jarimah qishash/diyat, dan
c. Jarimah ta’zir.1
Jarimah hudud, lebih lanjut, meliputi: perzinaan, qadzaf (menuduh
zina), minum khamr (meminum minuman keras), pencurian, perampokan,
pemberontakan, dan murtad.
Jarimah qishash/diyat, meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan
semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, dan
pelukan semi sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Alasannya
al-Quran hanya mengenal kedua jenis jarimah tersebut.
Jarimah ta’zir terbagi menjadi tiga bagian:
1
22
a. Jarimah hudud atau qishash/diyat yang subhat atau tidak memenuhi
syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya, percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan
pencurian aliran listrik.
b. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh al-Quran dan al-Hadist, namun
tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak
melaksanakan amanah, dan menghina agama.
c. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan
umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan
penentuan kemaslahatan umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara
terinci diuraikan dalam bidang studi Ushul Fiqh. Misalnya,
pelanggaran atas peraturan lalu lintas.2
Jarimah dapat ditinjau berdasarkan niat pelakunya. Dari aspek ini,
jarimah dibagi menjadi dua, yaitu: jarimah yang disengaja (jarimah
masqhudah) dan jarimah karena kesalahan (jarimah ghayr
al-maqshudah jarimah al-khatha’).
Jarimah juga dapat dilihat dari segi mengerjakannya, yaitu dengan
cara berbuat atau melakukan tindak pidana. Jarimah jenis ini disebut
dengan jarimah ijabiyah delict comisionis. Contohnya mencuri
membunuh, merampok, dan sebagainya. Dalam jarimah jenis ini
seseorang melakukan maksiat, karena melakukan hal-hal yang dilarang.
Jarimah jenis lainnya adalah dengan cara tidak melakukan hal-hal yang
diperintahkan, seperti tidak melaksanakan amanah, tidak membayar zakat
2
Ibid., 13-14.,
23
bagi orang yang telah wajib membayarnya, dan tidak melaksanakan
shalat. Jarimah jenis ini disebut dengan jarimah salabiyah delict
ommisionis. Dari aspek ini, terdapat juga jarimah bentuk ketiga, yaitu
yang disebut sebagai jarimah ijabiyah taga’u bi thariq al-salab delict
commisionis per ommisionem commisa. Jarimah bentuk ketiga ini
sebagaimana dicontohkan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali,
adalah seseorang menahan tawanan dan tidak memberinya makanan dan
minuman hingga meninggal, dan hal ini dimaksudkannya untuk
membunuhnya. Orang yang menahan itu dikategorikan sebagai pembunuh
sengaja. Sama halnya dengan kasus seorang ibu yang tidak memberi air
susu kepada anaknya dengan maksut untuk membunuhnya.3
Pembagian jarimah yang juga penting adalah bertolak dari aspek
korban kejahatan. Sehubungan dengan ini, dibedakan apakah korbannya
itu masyarakat atau perorangan. Jika yang menjadi korban masyarakat,
para ulama menyebutnya sebagai hak Allah atau hak jamaah; sedangkan,
jika yang menjadi korbannya perorangan, disebut sebagai hak adami atau
haqq al-afrad.
B. Pengertian Jarimah Ta’zir Dan Jenis-Jenis Jarimah Ta’zir
1. Pengertian
Ta’zir merupakan salah satu bentuk hukuman yang diancam
kepada pelaku tindak kejahatan yang dijelaskan dalam fiqh jinayat. Ia
merupakan hukuman ketiga setelah hukuman qisas-diyat dan hukuman
3
Ibid., 14-15.,
24
hudud. Makna ta’zir juga bisa diartikan mengagungkan dan membantu,
seperti yang difirmankan Allah SWT:
ﺆ ﹶ ﻣ ﹼ ﹺ ﺰﻌ ﱢﻗ ﺤ ﹰ ﹾﻜ ﹰﻴﺻﺃ
Artinya: “.Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya
di waktu pagi dan petang.” (surah Al-Fath ayat 9).
Yang dimaksud dari kata ‘Tu’azziruuhu’ dalam ayat diatas adalah
mengagungkannya dan menolongnya. Ta’zir dalam bahas arab diartikan
juga sebagai penghinaan; dikatakan ‘Azzara Fulanun Fulaanan’ yang
artinya ialah bilamana polan yang pertama melakukan penghinaan
terhadap polan yang kedua dengan motivasi memberi peringatan dan
pelajaran kepadanya atas dosa yang telah dilakukan olehnya.4
Bagi jarimah ta’zir tidak diperlukan asas legalitas secara khusus,
seperti pada jarimah hudud dan qisas diyat. Yang artinya setiap jarimah
ta’zir tidak memerlukan ketentuan khusus satu per satu. Hal tersebut
memang sangat tidak mungkin, bukan saja karena jarimah ta’zir itu
banyak sehingga sulit dihitung, melainkan juga karena sifat jarimah
ta’zir itu sendiri yang labil dan fluktuatif, bisa berkurang atau
bertambah sesuai keperluan.
Oleh karena itu secara buku jenis-jenis jarimah ta’zir tidak efektif
sebab suatu saat akan berubah. Dalam jarimah ta’zir bisa saja satu asas
4
25
legalitas untuk beberapa jarimah atau untuk beberapa jarimah yang
memiliki kesamaan maka tidak diperlukan ketentuan khusus.5
Jika dilihat dari sumbernya ada dua bentuk jarimah ta’zir, yakni
jarimah ta’zir penguasa (ulil amri) dan jarimah ta’zir shara’. Kedua jenis
jarimah ta’zir tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Hakim dapat
menjatuhkan beberapa macam sanksi ta’zir kepada pelaku jarimah
berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya.6
• Unsur-unsur
Unsur-unsur dijatuhkannya hukuman ta’zir bagi pelaku jarimah,
antara lain:
a. Nas (al-Qur’an dan hadis yang melarang perbuatan dan
mengancamkan hukuman terhadapnya, dan unsur ini biasanya
disebut sebagai unsur formil (rukun syara’).
b. Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa
perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikaptidak berbuat. Dan unsur
ini biasanya disebut sebagai unsur materil.
c. Pelaku adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dimintai
pertanggung jawabannya atas perbuatan jarimah tersebut. Dan
unsur ini biasanya disebut unsur moril.7
• Macam-macam jarimah ta’zir
5
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (fiqh jinayah), (Bandung :Pustaka Setia, 2000), 140., 6
Ibid., 143., 7
26
Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa dilihat dari hak
yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah.
2. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu.
Dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
a. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat.
b. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan
kepentingan umum.
c. Ta’zir karena melakukan pelanggaran.
Disamping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir
juga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud dan qishash,
tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti
pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.
2. Jarimah ta’zir yang jenisnya disebutkan dalam nas syara’ tetapi
hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi
takaran dan timbangan.
3. Jarimah ta’zir yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan
oleh syara’.
Jenis ketiganya ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti
27
Abdul Aziz Amir membagi jarimah ta’zir secara rinci dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan
Pembunuhan diancam dengan hukuman mati. Apabila hukuman mati
(qishash) dimaafkan maka hukumnya diganti dengan diat. Apabila
hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak menjatuhkan
hukuman ta’zir apabila hal iti dipandang lebih maslahat.
2. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pelukaan
Menurut Imam Malik, hukuman ta’zir dapat digabungkan dengan
qishash dalam jarimah pelukaan, karena qishash merupakan hak
adami, sedangkan ta’zir sebagai imbalan atas hak masyarakat.
Disamping itu ta’zir juga dapat dikenakan terhadap jarimah
pelukaan apabila qishashnya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan
karena suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’.
3. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan
dan kerusakan akhlak
Jarimah ta’zir macam yang ketiga ini berkaitan dengan jarimah zina,
menuduh zina, dan penghinaan. Diantara kasus perzinaan yang
diancam dengan ta’zir adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat
untuk dikenakan hukuman had, atau terdapat syubhat dalam
pelakunya, perbuatannya, atau tempat (objeknya).
28
Jarimah yang berkaitan dengan harta adalah jarimah pencurian dan
perampokan. Apabila kedua jarimah tersebut syarat-syaratnya telah
dipenuhi maka pelaku dikenakan hukuman had. Akan tetapi, apabila
syarat untuk dikenakannya hukuman had tidak terpenuhi maka
pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman ta’zir.
5. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu
Jarimah ta’zir yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain seperti
saksi palsu, berbohong (tidak memberikan keterangan yang benar) di
depan sidang pengadilan, menyakiti hewan, melanggar hak privacy
orang lain (misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin).
6. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum
Jarimah ta’zir yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
a. Jarimah yang mengganggu keamanan negara.
b. Suap
c. Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat yang lalai
dalam menjalankan kewajiban.
d. Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap
masyarakat.
e. Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap
peraturan, seperti melawan petugas pajak, penghinaan terhadap
pengadilan, dan menganiaya polisi.
f. Melepaskan narapidana dan menyembunyikan buronan
(penjahat).
29
h. Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi, seperti penimbunan
bahan-bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan
menaikkan harga dengan semena-mena.8
• Macam-macam sanksi
1. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan badan, dibedakan menjadi dua,
yakni hukuman mati dan hukuman cambuk.
a. Hukuman mati, merupakan sanksi ta’zir tertinggi. Sanksi ini
dapat diberlakukan terhadap mata-mata dan orang yang
melakukan kerusakan di muka bumi
b. Hukuman cambuk, hukuman cambuk cukup efektif dalam
menjerahkan pelaku jarimah ta’zir. Hukuman ini dalam jarimah
hudud telah jelas jumlahnya bagi pelaku zina ghairu muhsan
dan jarimah qadaf. Namun dalam jarimah ta’zir, hakim
diberikan kewenangan untuk menentukan jumlah cambukan.
Yang mana jumlah cambukan ini disesuaikan dengan kondisi
pelaku, situasi dan tempat kejahatan.
2. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang
Memgenai hal ini, ada dua jenis hukuman yakni : hukuman
penjara dan hukuman pengasingan.
a. Hukuman penjara, ada dua macam untuk istilah hukuman
penjara, yakni al-habsu dan al-sijnu yang mana keduanya
memiliki makna al-man’u. Yaitu mencegah (menahan).
Hukuman penjara ini dapat menjadi hukuman pokok dan dapat
8
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,...255-258.,
30
juga menjadi hukuman tambahan. Apabila hukuman pokok
yang berupa hukuman cambuk tidak membawa dampak jera
bagi terhukum.
b. Hukuman pengasingan, hukuman pengasingan merupakan
hukuman had namun dalam pokoknya hukuman pengasingan ini
juga diterapkan sebagai hukuman ta’zir. Diantara jarimah ta’zir
yang dikenakan hukuman pengasingan ini adalah orang yang
berperilaku mukhannas (waria).
3. Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan harta
Sanksi ta’zir dengan mengambil harta bukan berarti
mengambil harta pelaku untuk diri hakim atau kas Negara.
Melainkan menahannya untuk sementara waktu. Adapun jika pelaku
tidak dapat diharapkan bertaubat, maka hakim dapat menyerahkan
harta tersebut untuk kepentingan yang mengandung maslahat.9
• Tujuan Dan Syarat-Syarat Sanksi Ta’zir
Di bawah ini tujuan dari diberlakukannya sanksi ta’zir, yaitu
sebagai berikut.10
1. Preventif (pencegahan). Ditujukan bagi orang lain yang belum
melakukan jarimah.
2. Represif (membuat pelaku jera). Dimaksudkan agar pelaku tidak
mengulangi perbuatan jarimah di kemudian hari.
9
Nurul Irfan, Maysaroh, fiqh jinayah, Cet. 1(Jakarta: Amzah)., 147.,
10
Ibid., 142-143.,
31
3. Kuratif (islah). Ta’zir harus mampu membawa perbaikan perilaku
terpidana di kemudian hari.
4. Edukatif (pendidikan). Diharapkan dapat mengubah pola hidupnya
ke arah yang lebih baik.
Syara’ tidak menentukaan macam-macam hukuman untuk setiap
jarimah ta’zir; tetapi hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari
yang paling ringan sampai yang paling berat. Hakim diberi kebebasan
unyuk memilih hukuman mana yang sesuai. Dengan demikian, sanksi
ta’zir tidak mempunyai batas tertentu
Ta’zir berlaku atas semua orang yang melakukan kejahatan.
Syaratnya adalah berakal sehat. Tidak ada perbedaan, baik laki-laki
maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, atau kafir maupun
muslim. Setiap orang yang melakukan kemungkaran atau mengganggu
pihak lain dengan alasan yang tidak dibenarkan baik dengan perbuatan,
ucapan, atau isyarat perlu diberi sanksi ta’zir agar tidak mengulangi
perbuatannya.
• Sebab-Sebab Hapusnya Hukuman Ta’zir
Faktor yang menyababkan hapusnya hukuman ta’zir itu banyak
sekali dan berbeda-beda sesuai dengan jenis hukumannya. Diantaranya
adalah meninggalnya si pelaku, pemaafan dari korban, tobatnya si
pelaku dan kadaluarsa.11
1. Meninggalnya si pelaku
11
32
Meninggalnya si pelaku jarimah ta’zir merupakan salah satu
sebab hapusnya sanksi ta’zir meskipun tidak menghapuskan
seluruhnya.
Hal ini berlaku bila sanksi ta’zir yang harus dijalani adalah
berupa sanksi badan atau sanksi yang berkaitan dengan pribadinya,
seperti hukuman buang dan celaan, karena yang akan dikenai
hukuman, yakni badan si pelaku tersebut.
Adapun bila sanksi ta’zir tersebut tidak berkaitan dengan
pribadi si pelaku, maka kematiannya tidak menyababkan hapusnya
ta’zir itu, seperti sanksi denda, perampasan dan perusakan hartanya,
karena sanksi-sanksi tersebut dapat dilaksanakan meskipun si
pelaku telah meninggal. Jadi sanksi tersebut menjadi utang si pelaku
yang berkaitan dengan harta pusaka yang ditinggalkannya.
2. Pemaafan
Pemaafan adalah salah satu sebab hapusnya hukuman ta’zir,
tetapi tidak menghapuskan seluruhnya.
Para fuqaha memberikan dahlil tentang kebolehan pemaafan
dalam kasus ta’zir antara lain sabda Rasulullah SAW:
اﻮ ا ﻦ ﮭﻨ ﺎ ﺎ و و ﮭ اوز
.
12
Terimalah kebaikannya dan maafkanlah kejelekannya.(HR Muslim).
Dalil di atas meskipun dijadikan dalil oleh fuqaha, akan tetapi
tampaknya untuk pemaafan ini perlu dibedakan antara jarimah yang
12
Ibid.,223.,
33
berkaitan dengan hak Allah atau hak masyarakat dan jarimah yang
berkaitan dengan hak perorangan. Dalam ta’zir yang berkaitan
dengan hak perorangan pemaafan itu dapat menghapus hukuman,
bahkan bila pemaafan itu diberikan sebelum pengajuan
penggugatan, maka pemaafan itu juga menghapuskan gugatan.
Sedangkan dalam ta’zir yang berkaitan dengan Allah sangat
tergantung kepada kemaslahatan, artinya bila Ulil Amri melihat
adanya kemaslahatan yang lebih besar dengan memberikan maaf
dari pada bila si pelaku di jatuhi hukuman, maka Ulil Amri dapat
memberikan pemaafannya. Malah menurut Imam Syafi’I bahwa
ta’zir itu hanya kebolehan saja bagi Ulil Amri, bukan suatu
kewajiban. Oleh karena itu, di kalangan fuqaha terjadi perbedaan
pendapat suatu pendapat menyatakan bahwa pemaafan itu tidak
boleh bila jarimah ta’zirnya berkaitan dengan hak Allah, seperti
meninggalkan shalat atau meninggalkan para sahabat. Maka dalam
kasus seperti ini si pelaku harus dijatuhi hukuman ta’zir.
Disamping itu ta’zir berkaitan dengan hak Adami hanya dapat
di maafkan oleh korban dan tidak dapat dimaafkan oleh Ulil Amri.
Demikianlah pendapat jumhur fuqaha. Hal terakhir ini adalah logis,
karena korban itulah yang mempunyai hak.
Lebih jauh lagi al-Mawadi berpendapat sehubungan dengan
34
a. Bila pemaafan hak Adami diberikan sebelum pengajuan
gugatan kepada hakim, maka Ulil Amri bisa memilih antara
menjatuhkan sanksi ta’zir dan memaafkannya.
b. Bila pemaafan diberikan sesudah pengajuan gugatan kepada
hakim oleh korban, maka fuqaha berbeda pendapat tentang
hapusnya hak Ulil Amri untuk menjatuhkan hukuman yang
berkaitan dengan hak masyarakat. Ada yang berpendapat
bahwa hak Ulil Amri itu menjadi hapus dengan pengajuan
gugatan oleh korban. Pendapat ini di pegang oleh Abu Abdilah
al-Zubair. Demikianlah pula pendapat Ahmad ibn Hanbal.
Sedangkan menurut pendapat ulama yang lain hak Ulil Amri
untuk menjatuhkan hukuman yang berkaitan dengan hak
jamaah, baik sebelum pengajuan gugatan oeh korban maupun
sesudahnya, tidak dapat dihapus.
3. Tobat
Tobat bisa menghapuskan sanksi ta’zir apabila jarimah yang
dilakukan oleh si pelaku itu adalah jarimah yang berhubungan
dengan hak Allah/hak jamaah, tobat menunjukkan adanya
penyesalan terhadap perbuatan jarimah yang telah dilakukan,
menjauhkan diri darinya, dan adanya niat dan rencana yang kuat
untuk tidak kembali melakukannya sedangkan bila berkaitan dengan
hak Adami harus ditambah dengan satu indikator lagi, yaitu
melepaskan kezaliman yang dalam hal ini adalah minta maaf kepada
35
Menurut Hanafiyah, Malikiyah, sebagian Syafi’iyah, dan
Hanabilah tobat itu tidak dapat menghapuskan hukuman ta’zir
karena ta’zir itu merupakan kaffarah dari suatu maksiat, dengan
alasan sebagai berikut:
a. Secara umum sanksi yang disediakan itu tidak membedakan
antara yang tobat dan yang tidak tobat, kecuali jarimah hirabah.
b. Nabi SAW, juga menjatuhkan hukuman kepada orang yang
tobat, yakni dalam kasus Ma’iz dan Ghamidiyah yang dating
kepada Nabi dengan berobat dan diterima tobatnya, tapi oleh
Nabi dijatuhi hukuman.
c. Tidak mungkin diqiyaskan antara jarimah hirabah dengan
jarimah lainnya, karena pada umumnya pelaku jarimah hirabah
itu sulit ditangkap dan jarimahnya membawa bahaya besar bagi
masyarakat. Disamping itu, bila pelaku jarimah itu telah
ditangkap tetap dijatuhi hukuman, meskipun ia menyatakan
bertobat.
d. Bila tobat itu dapat dijadikan alasan bagi hapusnya hukuman,
maka setiap pelaku jarimah akan mengaku telah bertobat dan
semuanya akan terbebas dari hukuman dan tidak ada artinya
ancaman hukuman yang diberikan, baik dalam jarimah qishash,
hudud, maupun ta’zir.
36
Yang dimaksud dengan kadaluwarsa dala fiqh jinayah adalah
lewatnya waktu tertentu setelah terjadinya kejahatan atau setelah
dijatuhkan keputusan pengadilan tanpa dilaksanakan hukuman.
Apabila pembuktiannya demgan dengan pengakuan, maka
tidak berlaku kadaluwarsa, karena dalam pengakuan itu orang yang
mengakui tidak dapat dicurigai, atau ditekan atau permusuhan.
Penyerahan batas waktu kadaluwarsa kepada kebijaksanan
hakim ini berdasarkan pemikiran bahwa keterlambatan penberian
persaksian itu kadang-kadang karena uzur atau alasan lain yang
dapat diterima sacara hukum.
Adapun dalam kaitannya dengan sanksi ta’zir tampaknya
pendapat jumhur itu tidak memilik landasan yang kuat, karena
seperti yang telah dijelaskan di muka bahwa Ulil Amri berhak
memaafkan jarimah dan sanksi ta’zir apabila kemaslahatan umum
menghendakinya daan selam jarimah ta’zirnya berkaitan dengan hak
Allah. Hal ini dikuatkan oleh:
a. Bahwa jumhur fuqaha membolehkan berlakunya teori
kadaluwarsa dalam kasus jarimah ta’zir, baik menghapuskan
kejahatan maupun menghapuskan sanksinya, bila Ulil Amri
menganggap bahwa hal ini membawa kemaslahatan.
b. Bila Ulil Amri berhak memaafkan jarimah ta’zir sesudah
dilakukan dan berhak memaafkan sanksinya setelah adanya
keputusan hakim, apabila ada kemaslahatan maka lebih-lebih
37
hapusnya pengaruh kejahatan dan hapusnya sanksi setelah
melewati waktu tertentu.
c. Sudah tentu untuk kepastian hukum Ulil Amri harus
menetapkan batas waktu kadaluwarsa ini dalam kasus ta’zir
yang panjang pendeknya disesuaikan dengan berat ringannya
kejahatan dan sanksinya.
C. Dasar Hukum Ta’zir
Dasar hukum disyariatkan ta’zir terdapat dalam beberapa hadis Nabi
SAW. Dan tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut antara lain sebagai
berikut:
Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim
ﻦ ﺰﮭ ﻦ ا ﻦ ﮫ أ ﻦ ﻮھﺪ , نأ ﻰ ﻨ ا ﻰ ﺻ ﷲ ﮫ و ﻰﻓ ﺔ ﮭ ا ) هاور ﻮ ا د ودوا ﺮ ا ىﺬ ﻰ ﺎ ﻨ او ﻰ ﮭ او ﮫ ﻏو ﺎ ا
( 13.
Dari Bahz ibn hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW
menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan. (Hadis
diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i, dan baihaqi, serta
dishahihkan oleh Hakim)
Dasar hukum ta’zir adalah hukuan atas pelanggaran yang mana
hukumannya tidak ditetapkan dalam al-Qur’an dan Hadis, yang bentuknya
sebagai hukuman ringan. Ta’zir merupakan hukuman yang lebih ringan yang
kesemuanya diserahkan kepada pertimbangan hakim. Menurut Syafi’i yang
dikutib oleh sudarsono menyatakan, bahwa hukuman ta’zir adalah sebanyak
13
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hadis-Hadis Hukum, Jus IX, (Pustaka Riski Putra, Semaran, 2001)., 202.,
38
39 kali hukuman cambuk untuk orang yang merdeka, sedangkan untuk budak
sebanyak 19 kali hukuman cambuk.14 Ta’zir dishari’atkan terhadap segala
kemaksiatan yang tidak dikenakan had dan tidak kaffarat. Serendah-rendah
batas ta’zir dilihat kepada sebab-sebabnya ta’zir, boleh dita’zirkan lebih
dari serendah-rendahnya had, asalkan tidak sampai kepada
setinggi-tingginya.
14
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakrta: Rineka Cipta, 1992)., 584.,
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN DUMAI NO. (214/PID.B/2014/PN
DUM) TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
A. IDENTITASTERDAKWA
Nama lengkap : MUHAMMADSAFWAN Als. ISAP Bin.
ROSLAN AHMAD.
Lahir di : Dumai.
Umur / tanggal lahir : 16 Tahun / 15 Juli 1997.
Jenis kelamin : Laki-laki.
Kebangsaan : Indonesia.
Alamat : Jl. Almubin Gg. Mesjid Kel. Teluk Binjai Kec.
Dumai Timur Kota Dumai.
Agama : Islam.
Pekerjaan : Tidak Bekerja.
Terdakwa dalam perkara ini ditahan di RUTAN berdasarkan Surat Perintah
Penahanan / Penetapan pehananan:
1. Penyidik sejak tanggal 26 April 2014 s/d tanggal 15 Mei 2014;
2. Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 16 Mei 2014
s/d tanggal 25 Mei 2014;
3. Penuntut Umum sejak tanggal 21 Mei 2014 s/d tanggal 30 Mei 2014;
4. Hakim Pengadilan Negeri Sengeti sejak tanggal 23 Mei 2014 s/d tanggal
40
Menimbangbahwa dipersidangan telah hadir penasehat hukum terdakwa
berdasarkan Penetapan tertanggal 26 Mei 2014;
Pengadilan Negeri tersebut;
Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa ;
Telah melihat barang bukti yang diajukan dipersidangan ;
Telah mendengar Tuntutan Pidana Penuntut Umum yang pada pokoknya
menuntut
terdakwa sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa MUHAMMAD SAFWAN Als. ISAP Bin.
ROSLAN AHMAD, bersalah melakukan tindak pidana “ Pencurian
dengan pemberatan yang dilakukan anak dibawah umur “ sebagaimana
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3, 4, 5 KUHP Jo
UU No. 03 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dakwaan Tunggal.
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa MUHAMMAD SAFWAN Als.
ISAP Bin. ROSLAN AHMAD dengan pidana penjara selama 1 (satu)
tahun dikurangkan sepenuhnya selama Terdakwa berada dalam tahanan,
dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan.
3. Menyatakan Barang Bukti berupa :
• 2 ( dua ) karung masing – masing berisi 205 potong dan 463 potong
pakaian anak dan dewasa.
Di kembalikan kepada Pemiliknya Sudartin
• 1 ( satu ) Unit Sepeda motor Merk Suzuki Skydraver BM 2334 RW
41
Di kembalikan kepada Pemiliknya.
• 1 ( satu ) Pisau karter warna merah
• 1 ( satu ) untai tali pengikat terpal yang sudah terpotong menjadi 4
(empat )
Dirampas untuk dimusnahkan.
4. Membebankan kepada Terdakwa MUHAMMAD SAFWAN Als. ISAP
Bin. ROSLAN AHMAD membayar biaya perkara sebesar Rp.2.000,- (dua
ribu rupiah).
Telah memperhatikan pembelaan yang disampaikan secara lisan dari
terdakwa yang pada pokoknya mohon keringanan hukuman dengan alasan
terdakwa menyesal atas perbuatan yang dilakukan dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi ;
Telah mendengar pernyataan penuntut umum yang tetap pada tuntutan semula dan
terdakwa yang pada pokoknya tetap pada permohonannya ;
Menimbangbahwa terdakwa diajukan kepersidangan oleh Penuntut Umum,
dengan dakwaan tunggal yaitu :
B. KRONOLOGI KASUS
Bahwa terdakwa MUHAMMAD SAFWAN ALS. ISAP BIN. ROSTAN
AHMAD bersama-sama dengan Sdr RlSKl (Dpo) pada hari Jumat tanggal 25
April 2014 sekira pukul 02.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam
April 2014 bertempat di Jl.Pangkalan Sena kel.Simpang Tetap Darul lkhsan
Kec.Dumai Barat atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk
42
mengadili perkaranya, mengombil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan makud untuk dimiliki secara melawan hukum, yang
dilakukan pada waktu malam dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya,
yang dilakukan oleh orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang herhak, yang ditakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih
dengan bersekutu, yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau untuk
sampai pada barang yang diambilnya dilakukan dengan merusak atau memotong
yang dilakukan anak dibawah umur yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai
berikut :
• Bahwa, berawal dari saksi Sudirman melihat ada terdakwa dan Sdr. Riski
(dpo) duduk diatas sepeda motor merek skydraver warna merah BM 2134 RW
disamping rumah Sdr.Sudartin kemudian saksi sudirman melihat terdakwa dan
Sdr.Riski pergi ntah kemana. Selanjutnya kira-kira 10 (sepuluh) menit
kemudian terdakwa dan Sdr.riski datang lagi dan duduk diatas sepeda motor
merek skydraver warna merah BM 2134 RW karena ada yang ronda keliling
terdakwa dan Sdr.Riski pergi kearah jalan siak.kemudian setegah jam
berikutnya para pelaku datang lagi dengan berjalan kaki dan langsung masuk
kepekarangan rumah Sdr.Sudartin lalu terdakwa dan Sdr.riski langsung
mendekati bak mobil yang berada diteras rumah Sdr. Sudartin selanjutnya
menyeret ke samping rumah Sdr.sudartin dengan membuka dan membagi isi
dalam karung kemudian terdakwa dan Sdr.Riski pergi lagi dan selang
beberapa menit terdakwa dan Sdr. Riski datang lagi dengan mendorong
43
saksi Sudirman langsung menagkap terdakwa sedangkan Sdr.riski lari dengan
melompat pagar dan lari kearah belakang rumah saksi sudirman selaniutnya
saksi Sudirman mengamankan terdakwa lalu berteriak maling supaya warga
berdatangan dan memanggil Pak RT dan langsung menuju kepolsek Dumai
Barat.
• Bahwa cara terdakwa dan Sdr. Siski (dpo) mengambil brang orang lain yaitu
terdakwa memotongtali pengikat terpal mobil dengan menggunakan pisau
karter selanjutnya tali tersebut putus Sdr.Riski (dpo) membuka terpal mobil
setelah terpal terbuka terdakwa dan Sdr. Riski menyeret karung yang berada
didalam bak mobil tersebut kesamping rumah Sdr. Sudartin. kemudian Sdr.
Riski membuka karung yang berisi pakaian, selanjutnya setelah membuka
pakaian yang ada didalam karung tersebut terdakwa dan Sdr. Siski membagi
menjadi 2 (dua) karung
• Bahwa terdakwa telah mengambil l (satu) karung besar yang berisi 463 potong
pakaian anak-anak dan dewasadan 1(satu) karung sedang berisi 205 potong
pakaian anak-anak dan dewasa,tanpa sepengetahuan dan seijin pemiliknya
yaitu saksi Sdr.Sudartin Bahwa akibat perbuatan terdakwa tersebut Sudartin
mengalami kerugian sebesar Rp. 15.000.000,-.(lima belas juta rupiah)
Perbuatan para terdakwa sebagaimana yang diatur dan diancam pidana
melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke- 3, ke-4 dan ke-5 KUHPidana Jo UU No 03
44
Menimbangbahwa atas dakwaan tersebut terdakwa melalui Penasehat Hukumnya
menyatakan telah mengerti isi dan maksudnya serta tidak akan mengajukan
keberatan ;
Menimbangbahwa selanjutnya Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaannya
telah mengajukan saksi-saksi pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
A. KETERANGAN SAKSI
1) BASYAR BIN MUHAMMAD RASID:
• Bahwa, saksi mengerti diperiksa dipersidangan dan berada dalam
keadaan sehat baik jasmani maupun rohani.
• Bahwa, bahwa saksi menerangkan kejadian pencurian pada hari Jumat
tanggal 25 April 2014, sekira jam 02.30 wib, di Jl. Pangkalan Sena
Kel. Simpang Tetap Darul lkhsan Kec. Dumai Barat tepatnya didalam
bak mobil milik saksi korban yang terparkir diteras rumah saksi
korban.
• Bahwa saksi menerangkan mengetahui kejadian awalnya ditelpon oleh
saksisudartin untuk melihat keadaan rumah yang telah dipadati
masyarakat.
• Bahwa saksi menerangkan saksi Sudirman menangkap terdawa
dirumah saksi Sudartin.
• Bahwa saksi menerangkan saksi mengetahui kalau barang-barang
milik saksi korban berupa 1 {satu) karung pakaian anak-anak dan
dewasa dengan berbagai ukuran dan model sebanyak 668 potong telah
45
saksi untuk datang kerumah saksi korban dan pada saat pencurian
tersebut saksi sedang berada dirumah.
• Bahwa saksi menerangkan bahwa barang-barang berupa 2 (dua)
karung berisi 205 potong dan 463 potong yang telah diambil oleh
terdakwa adalah milik saksi korban Sudartin.
• Bahwa, bahwa saksi menerangkan terdakwa tidak ada meminta ijin
terlebih dahulu kepada saksi korban untuk mengambil barang-barang
milik saksi korban tersebut.
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kerugian yang dialami saksi korban
Sudartin akibat pencurian tersebut adalah Rp. 15.000.000,- {lima belas
juta rupiah).
2) SUDIRMAN BIN SOFYAN :
• Bahwa, saksi mengerti diperiksa dipersidangan dan berada dalam
keadaan sehat baik jasmani maupun rohani.
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kejadian pencurian pada hari Jumat
tanggal 25 April 2014, sekira jam 02.30 wib, di Jl. Pangkalan Sena
Kel. Simpang Tetap Darul lkhsan Kec. Dumai Barat tepatnya didalam
bak mobil milik saksi korban yang terparkir diteras rumah saksi korban
Sudartin.
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa saksi melihat ada 2 {dua) orang
yang saksi tidak kenal namanya duduk-duduk diatas sepeda motor
disamping rumah saksi korban, selanjutnya pergi tidak tahu kemana
46
dating lagi dan duduk-duduk lagi disamping rumah saksi korban,
karena ada ronda yang keliling orang tersebut pergi kearah jalan Siak.
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kurang lebih setengah jam
kemudian datang lagi dengan berjalan kaki dan langsung mendekati
mobil milik saksi korban yang diparkir diteras rumah.
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa selanjutnya saksi melihat 2 (dua)
Orang tersebut sudah menark keluar sebuah karung dari mobil bak
milik saksi korban, kemudian membuka dan membagi isi karung
setelah selesai membagi dua orang tersebut pergi dan tak berapa lama
lagi dating lagi dengan mendorong sepeda motor.
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa saksi mengetahui kalau
barang-barang milik saksi korban telah diambil atau dicuri oleh terdakwa
karena saksi yang menangkap terdakwa dan pada saat itu Sdr. Riski
(DPO) berhasil melarikan diri.
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa tidak mengetahui dengan pasti
bagaimana cara terdakwa, yang jelas pada saat itu saksi melihat
terdakwa dan Sdr. Riski (DPO) sudah membuka terpal mobil dan
mengeluarkan isi yang ada didalam bak mobil milik saksi korban
berupa sebuah karung dan menariknya kesamping rumah saksi korban,
kemudian terdakwa dan Sdr. Riski (DPO) membuka karung dan
47
• Bahwa saksi menerangkan barang yang diambil dari rumah saksi
korban berupa 1 (satu) karung pakaian anak-anak dan dewasa dengan
berbagai ukuran dan model sebanyak 668 potong
• Bahwa saksi menerangkan bahwa pada saat orang tersebut hendak
mengangkat karung saksi langsung datang dan menangkapnya dan
melaporkan ke RT 04 Pangkalan Sena kemudian diantar kepolsek
Dumai Barat
3) SUDARTIN BIN USMAN JALI :
• Bahwa, saksi menerangkan bahwa kejadian pencurian pada hari Jumat
tanggal 25 April 2014, sekira jam 02.30 wib, di Jl. Pangkalan Sena
Kel. Simpang Tetap Darul lkhsan Kec. Dumai Barat tepatnya didalam
bak mobil milik s