• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI JAMA'AH RUTINAN JUM'AT TERHADAP RETORIKA KH. MUHAMMAD CHUSAINI ILYAS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI JAMA'AH RUTINAN JUM'AT TERHADAP RETORIKA KH. MUHAMMAD CHUSAINI ILYAS."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI JAMA’AH RUTINAN JUM’AT TERHADAP RETORIKA KH. MUHAMMAD CHUSAINI ILYAS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyarat Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Disusun Oleh:

LAILATUL CHOIRIYAH NIM: B01213009

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Lailatul Choiriyah, B01213009, Persepsi Jama’ah Rutinan Jum’at Terhadap Retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas

Kata Kunci : Persepsi, Jama’ah Rutinan, Retorika

Fokus masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah retorika yang digunakan kiai atau mengolah dan memilih kata yang tepat untuk mempersuasi mad’u agar pesan dakwah yang disampaikan dapat mencapai target keberhasilan dakwah. Ada beberapa fenomena di masyarakat yang di sana menyebutkan tentang betapa pentingnya retorika yang menjadikan keberhasilan dakwah dari seorang da’i. Sebut saja KH. Zainuddin MZ. dengan julukannya da’i sejuta umat, atau Ustad Jefri Al-Bukhori dengan penghargaan dari masyarakat setelah beliau berpulang ke rahmatullah. KH. Muhammad Chusaini Ilyas adalah seorang tokoh ulama’ yang cukup sukses dalam menyampaikan dakwahnya, terbukti dari banyaknya jama’ah yang mengikuti pengajian beliau. Ada dua rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu : a. Bagaimana persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas?, b. Apa saja faktor yang mempengaruhi persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas?,

Untuk menjawab pertanyaan ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas meliputi gaya bahasa yang digunakan beliau menggunakan gaya bahasa percakapan dan juga gaya bahasa berdasarkan nada, yaitu gaya menengah. Kemudian terdapat beberapa faktor utama yang memberi pengaruh terhadap pembentukan persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas, yaitu faktor penerima (the receiver), faktor situasi (the situation), dan faktor objek sasaran (the target).

Rekomendasi dalam penelitian ini mengharapkan agar peneliti lain bersedia meneruskan penelitian ini, ataupun objek yang lain menggunakan pendekatan atau metode lain. Tentunya penelitian selanjutnya lebih baik lagi dari pada penelitian ini.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

PENGESAHAN PENGUJI ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….. iv

PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK……… vi

KATA PENGANTAR………. vii

DAFTAR ISI……… x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 5

C. Tujuan Penelitian………. 5

D. Manfaat Penelitian……… 6

E. Definisi Konsep……… 7

F. Sistematika Pembahasan……….. 9

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Kepustakaan...……….. 13

1. Persepsi…………...……..………... 13

2. Retorika………. 21

B. Kajian Teoritis... 33

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan……… 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian……….. 41

B. Subjek, Objek, dan Lokasi Penelitian…….……… 42

C. Sumber Data……… 43

D. Teknik Pengumpulan Data……….. 50

E. Teknik Analisis Data…………...……… 53

(8)

G. Tahap-Tahap Penelitian... 55

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Biografi KH. Muhammad Chusaini Ilyas ………...………. 57

B. Jamaah Rutinan Jum‟at……...…...……… 60

C. Penyajian Data ...………... 62

D. Analisis Data ... 69

E. Konfirmasi Hasil Penelitian dengan Teori ... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………... 85

B. Saran………... 86

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah pesan yang terkemas dengan baik dan rapi akan menciptakan suatu suasana yang favorable, membangkitkan minat, memperlihatkan pembagian pesan yang jelas, sehingga memudahkan pengertian, mempempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan pokok-pokok pikiran secara logis.1 Begitu juga dalam berdakwah. Sebagai seorang da‟i penguasaan materi dakwah saja belum cukup untuk dapat mengambil perhatian mad‟u. Seorang da‟i haruslah dapat mengemas pesan dakwah

dengan baik. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengolah dan memilih kata yang tepat untuk mempersuasi mad‟u agar pesan dakwah yang disampaikan

dapat mencapai target keberhasilan. Kemampuan memilih dan mengolah kata serta mampu mengungkapkan dengan gaya yang tepat dan mengesankan inilah yang disebut dengan retorika. Bahasa merupakan media retorika, sedangkan retorika sering digunakan sebagai ilmu berbicara yang diperlukan setiap orang.2 Oleh karena itu, dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, kemampuan berbicara semakin mudah dimengerti, indah, dan sistematis.3

1

Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 100

2

Jalaluddin Rakhmat, Retorika: Modern Pendekatan Praktis, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.2

3

(10)

2

Ada beberapa fenomena di masyarakat yang di mana di sana menyebutkan tentang betapa pentingnya retorika yang menjadikan keberhasilan dakwah dari seorang da‟i. Salah satunya yaitu K.H. Zainuddin

MZ. Beliau adalah satu dari beberapa da‟i yang bisa dikatakan sukses dakwahnya. Hal ini terlihat dari julukan yang ia dapatkan yaitu “da‟i sejuta

umat”. Pendekatan humanistis selalu digunakan K.H. Zainuddin MZ dalam

berdakwah. Ketika berceramah beliau menyampaikan materi dakwahnya dengan bahasa ringan, sehingga mudah dimengerti. Beliau juga berusaha menyampaikan pesan menyentuh bukan menyinggung siapapun. Satu yang diingat adalah kata „betul‟ yang selalu diucapkannya saat bertanya ke

jama‟ah. Bahkan dilansir dari beberapa informasi, pernah suatu ketika

berdakwah, saking betahnya, bahkan ketika hujan turun dan matahari menyengat jama‟ah tidak mau bergeser dari tempat duduknya.4

Contoh berikutnya yaitu ustadz gaul Uje (Ustadz Jefri Al-Bukhori). Beliau adalah sosok da‟i yang berjiwa muda dan memberikan pencerahan kepada anak-anak muda dengan model dakwah yang „anak-anak muda banget‟ dengan tidak

mendakwahi anak muda dengan materi tentang siksa neraka saja. Disinilah menurut penulis kekhasan Uje yang perlu ditiru oleh da‟i-da‟i muda. Walaupun

sempat mendapat kritik dari beberapa penyelenggara dakwah mengenai bahasa gaul yang dipakai saat berceramah, namun Uje tetap pada pendiriannya untuk terus berdakwah dengan gaya bahasa anak muda ketika yang dihadapinya adalah

4

(11)

3

jama‟ah dari kalangan anak muda. Dalam tabloid Bintang edisi April 2013 Uje

berkata :

“Ketika yang dihadapi adalah anak TK, maka jadilah guru TK, jangan jadi

guru SMA, enggak akan nyambung!”.

Uje menggunakan gaya bahasa yang relevan dengan bahasa anak muda, bahasa gaul mereka, dan beliau faham betul kepada siapa pesan dakwah tersebut beliau sampaikan. Kesuksesan Uje ini terlihat dari penghargaan masyarakat dan jama‟ah setelah setelah beliau berpulang ke rahmatullah. Kehormatan tersendiri

dapat disholatkan di Masjid terbesar se-Asia Tenggara. Wafat di hari yang baik dan dishalatkan di masjid kebanggaan umat Islam Indonesia dengan tumpahan jama‟ah yang mengiringi ke tempat peristirahatan yang terakhir. Hal ini

membuktikan betapa sebenarnya beliau begitu dicintai oleh banyak orang. Uje adalah da‟i sejuta pelayat. Semua orang ingin ambil bagian untuk menggotong keranda jenazahnya. Sungguh fenomenal. Kini Uje sudah menghadap Allah SWT diiringi oleh ribuan orang yang mendo‟akannya.5

Pada saat ini banyak para da‟i yang muncul di tengah-tengah masyarakat,

yang menyampaikan dakwahnya dengan menggunakan berbagai ciri khas dan retorika yang berbeda-beda, yang semuanya itu bertujuan untuk menarik perhatian para masyarakat. KH. Muhammad Chusaini Ilyas adalah seorang tokoh ulama‟ yang cukup sukses dalam menyampaikan dakwahnya, khususnya di Majelis yang beliau pimpin dan beliau bina. Ketika menyampaikan dakwahnya beliau

5

(12)

4

menggunakan gaya bahasa yang mudah difahami oleh mad‟unya. Beliau dapat

menyesuaikan gaya bahasa ketika berdakwah dengan kondisi mad‟u. Mungkin

inilah salah satu yang menyebabkan banyaknya jumlah jam‟ah yang mengikuti rutinan Jum‟at. Mereka terdiri dari berbagai tingkatan status dalam masyarakat.

Sistem pengajian rutinannya dilakukan seperti pengajian pada umumnya yaitu Pak Kyai membacakan kitab tafsir Al-Ibriz dan kemudian memberikan tausiyah seputar ayat yang sedang ditafsirkan. Sedangkan semua peserta duduk manis mengelilingi Pak Kyai. Mengenai waktu pelaksanaannya yaitu dilakukan setiap hari Jum‟at. Selanjutnya yang membuat penulis tertarik untuk meneliti

pengajian ini adalah jumlah pesertanya yang spektakuler yaitu mencapai ribuan orang. Menurut panitia pengajian, jumlah peserta mencapai sekitar 4000 orang jika kondisi cuaca tidak mendukung, contohnya hujan. Dan jumlah normal yaitu sekitar 6000 orang, dan jumlah peserta akan bertambah banyak jika pada hari libur, yaitu bisa mencapai 8000 orang. Jumlah besar tersebut datang dari berbagai daerah dan dari berbagai lapisan masyarakat.

Masyarakat yang berasal dari sekitar pondok biasanya datang dengan berjalan kaki. Bagi peserta yang jauh basanya menggunakan sepeda motor, mobil, ataupun rombongan menggunakan kendaraan yang telah disewa. Para jama‟ah

(13)

5

berada diluar sekitar pendopo dengan beralas terpal yang disedikan oleh panitia dan juga ada yang membawa alas masing-masing dari rumah mereka.6

Dari jumlah jama‟ah yang sedemikian itu, tentunya mereka mempunyai persepsi berbeda terhadap bagaimana retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas ketika bertausiyah. Berdasarkan dari fenomena tersebut, peneliti ingin meneliti bagaimana persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at terhadap retorika yang digunakan KH.

Muhammad Chusaini Ilyas dalam menyampaikan dakwahnya. Untuk itu peneliti mengajukan sebuah skripsi dengan judul persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka ditemukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas ?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana persepsi jama‟ah rutinan

Jum‟at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas.

6“urvey lokasi penelitian di Pondok Pesantren “alafiyah Al

(14)

6

2. Untuk mengidentifkasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini

Ilyas.

D. Manfaat Penelitian

Suatu manfaat dari setiap kegiatan pasti ada, baik itu manfaat secara personal maupun manfaat untuk orang lain. Hal itupun juga berlaku pada penelitian ini. Hasil dari penelitian ini diharapkan menarik minat peneliti lain, khususnya dikalangan mahasiswa untuk melakukan penelitian lanjutan tentang masalah serupa.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Teoritis :

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan ataupun pengetahuan bagi peneliti sendiri agar menjadi insan akademis yang baik.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan mahasiswa pada umumnya dan sebagai referensi bagi mahasiswa Jurusan Komunikasi Program Studi (KPI) Komunikasi dan Penyiaran Islam, yang ingin melakukan penelitian mengenai retorika berdakwah.

2. Praktis :

(15)

7

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi pelaksana dakwah.

E. Definisi Konsep

Pada hakikatnya suatu konsep merupakan istilah, yaitu satu kata atau lebih yang dimana disana menggambarkan suatu gejala ataupun fenomena yang menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Untuk memperoleh pemahaman mengenai penelitian yang akan dilakukan, maka penulis perlu menjelaskan definisi konsep sesuai dengan judul. Semua hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam penelitian ini. 1. Persepsi Jama‟ah Rutinan Jum‟at :

Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Dalam kamus standar dijelaskan bahwa persepsi dianggap sebagai sebuah pengaruh ataupun sebuah kesan oleh benda yang semata-mata menggunakan pengamatan penginderaan. Persepsi ini di definisikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga seseorang dapat menyadari di sekelilingnya, termasuk sadar akan dirinya sendiri.7

Persepsi mempengaruhi rangsangan atau pesan apa yang kita serap dan makna yang kita berikan kepada mereka ketika mereka

7

(16)

8

mencapai kesadaran. Persepsi juga bisa diartikan suatu proses di mana individu memilih, mengorganisir, dan menginterpretasi apa yang dibayangkan tentang dunia di sekelilingnya. Jadi, dengan mempersepsi setiap individu memandang dunia berkaitan dengan apa yang dia butuhkan, apa yang dia nilai, apakah sesuai dengan keyakinan dan budayanya. Semua kebutuhan yang ingin dipenuhi ini membuat persepsi individu menjalani suatu proses personal yang rumit, karena apa yang dia persepsikan itu sangat tergantung dari sejauh mana pengaruh beragam faktor pembentuk persepsi, antara lain masa lalu individu.

Pengalaman masa lalu rupanya telah menjadikan seseorang untuk memandang sesuatu, memandang seseorang atau suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu. Oleh karena itu, setiap individu dapat melihat suatu objek yang sama namun dengan cara yang berbeda.8 Begitu juga pada persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at mengenai retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas. Dalam jumlah peserta yang mencapai ribuan, terdiri dari berbagai status sosial maupun status ekonomi dalam masyarakat, mereka pastilah terdapat perbedaan dalam memberikan persepsi terhadap suatu hal, dalam hal ini peneliti menggunakan retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas.

8

(17)

9

2. Retorika

Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik, yang dicapai berdasarkan bakat alam dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat, dan mengesankan.9

Retorika dalam berdakwah adalah keterampilan menyampaikan ajaran Islam secara lisan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada kaum Muslim agar mereka dapat dengan mudah menerima seruan dakwah Islam.10 Bahasa merupakan media dari retorika. Di dalamnya terdapat beberapa gaya bahasa yang terdiri dari gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dan gaya bahasa berdasarkan nada.

F. Sistematika Pembahasan

Adanya sistematika pembahasan ini bertujuan agar penelitian menjadi lengkap dan sistematis. Dalam suatu penelitian terdiri dari lima bab yang dipaparkan, diantaranya sebagai berikut :

9

Dori Wuwur Hendrikus, Retorika, (Yogyakarta, PT. Kanisius, 1991) hlm. 14

10

(18)

10

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan berisi latar belakang masalah mengenai bagaimana seorang da‟i membutuhkan retorika ketika dia menyampaikan

dakwahnya. Rumusan masalah berisi pertanyaan yang muncul sesuai dengan fenomena yang telah dipaparkan di latar belakang masalah. Tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep mengenai persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at dan retorika. Dan yang

terakhir sistematika pembahasan membahas tentang materi mulai dari pendahuluan sampai dengan kesimpulan dan saran.

BAB II : KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini, berisi dua sub bab yaitu sub bab pertama mengenai persepsi meliputi pengertian, jenis-jenis, faktor-faktor yang mempengaruhi, proses terjadinya persepsi. Sub bab kedua kajian tentang retorika, meliputi pengertian retorika, unsur-unsur retorika, fungsi retorika, retorika dalam dakwah, bahasa sebagai media retorika, dan gaya bahasa dalam retorika. Selain itu, pada bab ini juga membahas tentang kajian teori dan hasil penelusuran penelitian terdahulu.

BAB III : METODE PENELITIAN

(19)

11

persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at terhadap retorika KH. Muhammad

Chusaini Ilyas, dan lokasi penelitian berada di Pondok Pesantren KH. Muhammad Chusaini Ilyas (Desa Karangnongko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto). Sumber data terdiri dari 10 informan yang terbagi dari berbagai jenis profesi. Tahapan penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi ke tempat pengajian rutinan Jum‟at dan wawancara kepada jama‟ah rutinan Jum‟at. Teknik analisis data, teknik pemeriksaan dan

keabsahan data.

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini berisi penyajian data seputar persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas, yaitu

meliputi profil KH. Muhammad Chusaini Ilyas, data tentang kegiatan rutinan Jum‟at, berbagai persepsi dari beberapa jama‟ah

tentang retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas, dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi jama‟ah terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas. Dan yang terakhir yaitu konfirmasi teori.

Bab V : PENUTUP

(20)

12

Muhammad Chusaini Ilyas dan juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi jama‟ah rutinan Jum‟at terhadap

(21)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Kepustakaan 1. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses yang mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita.1Persepsi mempengaruhi rangsangan atau pesan apa yang kita serap dan makna yang kita berikan kepada mereka ketika mereka mencapai kesadaran.

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.2 Ada berbagai cara untuk menyimpulkan informasi yang diterima oleh individu, yang dalam psikologi dikatakan bahwa setiap menit manusia dapat menghasilkan berbagai model dan persepsi agar dia dapat bertahan hidup. Individu juga cenderung memilih informasi seperti apa yang paling dia sukai agar dia dapat mengingatnya, atau jika dia tidak suka pada informasi ini dia akan menolak. Pilihan terhadap jenis informasi yang diterima atau ditolak ini sangat tergantung dari

1

A. Joseph Devito, Komunikasi Antar Manusia, (Jakarta : Professional Books, 1997)

2

(22)

14

informasi yang menarik perhatian kita (information that attract our attention).

Kenneth K.Sereno dan Edward M. Bodaken juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu : seleksi, organisasi, dan interpretasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi, yang dapat didefinisikan sebagai “meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya

sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna.”3

Persepsi adalah inti dari komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikai dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya ataupun kelompok identitas.4

b. Jenis-Jenis Persepsi 1) Persepsi diri

Persepsi diri individu (self preception) merupakan suatu cara seseorang menerima diri sendiri. Persepsi diri berbasis pada apa yang dikagumi, sejauh mana objek yang dipersepsikan itu bernilai bagi dia, misalnya apa yang dia yakini sebagai sesuatu yang akan memberikan perasaan aman

3

Deddy Mulyana, llmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Cetakan keempat belas, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2010),hlm.181

4

(23)

15

atau mungkin tidak nyaman. Konsep diri itu dibentuk oleh bagaimana individu berpikir tentang orang lain dan menerimanya, bagaimana individu diterima dalam suatu kelompok tertentu, juga dibentuk berdasarkan pengalaman masa lalu, atau yang berbasis pada asas manfaat dari informasi yang dia terima.5

2) Persepsi Lingkungan

Persepsi lingkungan dibentuk berdasarkan konteks dimana informasi itu diterima. Suatu contoh : ada sepasang suami istri yang sudah lama berumah tangga, tetapi ternyata sang suami tersebut selingkuh dengan perempuan lain. Otomatis sang istri sangat marah dan kecewa. Maka sang istri akan bilang : “Aku tidak akan mau bertemu dengan kamu”. Ungkapan

sang istri itu menggambarkan persepsi istri terhadap suaminya sesuai dengan konteks saat itu. Bayangkan pula jika Anda bertemu dengan kedua orang tua yang sudah lama anda tinggal dikarenakan Anda merantau mencari ilmu. Lalu ternyata Anda bilang “Aku tidak akan mau bertemu dengan kalian”. Dua contoh ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap

kata-kata yang diucapkan sang istri dan Anda telah mengalami perubahan makna.

5

(24)

16

Ini berarti bahwa lingkungan di sekeliling kita dapat membentuk penyaring mental bagi persepsi manusia terhadap informasi.6

3) Persepsi yang Dipelajari

Persepsi yang dipelajari (learned perceptions) merupakan persepsi yang terbentuk karena individu mempelajari sesuatu dari lingkungan sekitar, misalnya dari kebudayaan dan kebiasaan teman-teman atau orang tua. Persepsi yang dipelajari berbentuk pikiran, ide atau gagasan dan keyakinan yang kita pelajari dari orang lain. Reaksi setiap individu berbasis pada persepsi yang telah dia pelajari. Bisa dilihat dari bagaimana seorang anak yang mengikuti kebiasaan orang tua mereka.7

4) Persepsi Fisik

Persepsi fisik dibentuk berdasarkan pada dunia yang serba terukur, misalnya secara fisik kita mendengar dan melihat sesuatu lalu diikuti dengan bagaimana kita memproses apa yang dilihat itu dalam pikiran dan akal.8

5) Persepsi Budaya

Persepsi budaya berbeda dengan presepsi lingkungan, hal ini disebabkan persepsi budaya mempunyai skala yang sangat luas dalam

6

Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta : Kencana prenada media group,2011), hlm.161

7

Ibid, hlm.161

8

(25)

17

masyarakat, sedangkan persepsi lingkungan menggambarkan skala yang sangat terbatas pada sejumlah orang tertentu. 9

c. Proses Persepsi

1) Sensasi (pengindraan)

Pengertian sensasi umumnya selama ini merujuk pada suatu hal yang fenomenal. Sensasinya sebenarnya hasil dari kerja alat-alat indra (indra peraba, indra penglihat, indra pencium, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar ). Sensasi merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan pengecepan. Reseptor indrawi-mata, telinga, kulit dan otot, hidung, dan lidah adalah penghubung antara otak manusia dan lingkungan sekitar. Mata bereaksi terhadap gelombang cahaya, telinga terhadap gelombang suara, kulit terhadap temperatur dan tekanan, hidung terhadap bau-bauan dan lidah terhadap rasa. Lalu rangsangan-rangsangan ini dikirimkan ke otak.

2) Atensi

Atensi adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli melemah. Atensi terjadi bila kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain.10 Ini berarti bahwa persepsi masyarakat kehadiran suatu objek

9

Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, (Jakarta : Kencana prenada media group,2011), hlm.161

10

(26)

18

untuk dipersepsi, termasuk orang lain dan dirisendiri. Dalam beberapa kasus, rangsangan yang menarik perhatian cenderung dianggap lebih penting daripada yang tidak menarik perhatian. Contohnya orang yang paling diperhatikan cenderung dianggap paling berpengaruh.

3) Interpretasi

Interpretasi adalah tahap terpenting dalam persepsi. Sebenarnya seseorang tidak dapat menginterpretasikan makna objek secara langsung, melainkan menginterpretasikan makna informasi yang dipercayai mewakili objek tersebut. Jadi pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi bukan pengetahuan mengenai objek yang sebenarnya, melainkan pengetahuan mengenai bagaimana tampaknya objek tersebut.11

d. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Untuk lebih mempermudah pemahaman terhadap persepsi sosial, Robbin (1989) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang memberi pengaruh terhadap pembentukan persepsi sosial seseorang. Faktor-faktor itu adalah Faktor-faktor penerima (the receiver), situasi (the situation), dan objek sasaran (the target).12

1) Faktor Penerima

Apabila seseorang mengamati orang lain yang menjadi objek sasaran persepsi dan mencoba untuk memahaminya, tidak dapat disangkal bahwa pemahaman sebagai suatu proses kognitif akan

11

Ali Nurdin,dkk., Pengantar Ilmu komunikasi,..hlm.161

12

(27)

19

dipengaruhi oleh karateristik kepribadian seorang pengamat. Diantara karakteristik kepribadian utama itu adalah konsep diri, nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, dan harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya.13

Seseorang yang memiliki konsep diri (self concept) tinggi dan selalu merasa diri secara mental dalam keadaan sehat, cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif dan optimistik, dibandingkan seseorang yang memiliki konsep diri yang rendah. Nilai dan sikap seseorang tidak pelak lagi memberi sumbangan pendapat seseorang tentang orang lain. Orang yang memengang nilai dan sikap otoritarian tentu akan memiliki persepsi yang berbeda dengan orang yang memegang nilai dan sikap liberal. Pengalaman masa di masa lalu sebagai bagian dasar informasi juga menentukan pembentukan persepsi seseorang. Harapan-harapan sering kali memberi semacam kerangka dalam diri seseorang untuk melakukan penelaian terhadap orang lain ke arah tertentu.

2) Faktor situasi

Pengaruh faktor selanjutnya ialah situasi, dalam proses persepsi dapat dipilah dalam tiga hal, yaitu seleksi, kesamaan, organisasi. Secara alamiah, seseorang akan lebih memusatkan perhatian pada objek-objek yang dianggap lebih disukai, ketimbang objek-objek yang tidak disukainya. Proses kognitif semacam itu lazim disebut dengan seleksi

13

(28)

20

informasi tentang keberadaan suatu objek, baik itu bersifat fisik maupun sosial. Unsur kedua dalam faktor situasi adalah kesamaan. Kesamaan adalah kecenderungan dalam proses persepsi sosial untuk menafsirkan orang-orang ke dalam suatu kategori yang kurang lebih sama. Dalam hal ini, terdapat kecenderungan dalam diri manusia untuk menyesuaikan orang-orang lain atau objek-objek fisik kedalam struktural yang ada dalam dirinya. Unsur yang terakhir dalam faktor situasi adalah organisasi perseptual. Dalam proses persepsi sosial, individu cenderung untuk memahami orang lain dengan objek persepsi ke dalam sistem yang bersifat logis, teratur, dan runtut. Pemahaman sistematik semacam ini bisa disebut dengan organisasi perseptual. Apabila seseorang menerima informasi maka ia mencoba untuk menyesuaikan informasi itu kedalam pola-pola yang sudah ada.

3) Faktor Objek

(29)

21

2. Retorika

a. Pengertian Retorika

Retorika berasal dari bahasa Yunani “rhetor” yang dalam bahasa Inggris sama dengan “orator” artinya orang yang mahir berbicara

dihadapan umum. Dalam bahasa Inggris ilmu ini banyak dikenal dengan “rhetorics” artinya ilmu pidato di depan umum.14 Menurut istilah, retorika

dapat didefinisikan sebagai berikut :

1) Dikutip dalam buku karya I. Gusti Ngurah Oka yang berjudul Retorika, Sebuah Tinjauan Pengantar, Menurut Corax (retorikus pertama yang mengadakan studi retorika) retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum.15

2) Jalaluddin Rakhmat, mengatakan :

(a) Dalam arti luas, retorika adalah ilmu yang mempelajari cara mengatur komposisi kata-kata agar timbul kesan yang dikehendaki pada diri khalayak.

(b) Dalam arti sempit, retorika adalah ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip persiapan, penyusunan, dan penyampaian pidato sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki. 16

14

A. Sunarto, Retorika Dakwah, (Surabaya : Jaudar Press, 2014), hlm.2

15

Ibid, hlm. 2

16

(30)

22

3) Dikutip dalam buku Sunarjo dan Djoenasih yang berjudul Komunikasi, Persuasi dan Retorika mengidentifikasi retorika dengan Public Speaking yaitu suatu komunikasi dimana komunikator berhadapan langsung dengan massa atau berhadapan dengan komunikan atau audien dalam bentuk jamak.17

Dari beberapa pengertian di atas, maka retorika dalam arti sempit adalah seni atau ilmu tentang prinsip-prinsip pidato yang efektif. Sedangkan dalam arti luas adalah ilmu yang mengajarkan kaidah-kaidah penyampaian tutur yang efektif melalui lisan atau tulisan untuk mengafeksi dan mempengaruhi pihak lain.

b. Unsur-unsur Retorika

Kegiatan retorika adalah kegiatan seorang membahas sesuatu yang disampaikan kepada orang lain. Dengan demikian setiap kegiatan retorika pasti terdiri dari orang yang berbicara, lawan bicara, dan isi pembicaraan. Menurut Aristoteles dalam bukunya Rhetorica unsur-unsur retorika adalah :

1) Pembicara, yaitu orang yang menyampaikan pesan secara lisan. Ia tidak hanya menggunakan suara saja, tapi juga dibantu oleh anggota tubuhnya, misalnya isyarat, mimik, gerakan-gerakan tangan.

2) Lawan bicara, baik itu seseorang ataupun dalam bentuk kelompok atau majelis. Mereka ini harus diperhatikan oleh pembicara.

17

(31)

23

3) Materi pembicaraan atau pesan, pesan hendaknya diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan daya pikir dan daya perasaan lawan bicara atau majelis.18

Unsur dari proses retorika dapat kita gambarkan sebagai berikut :19

SKEMA

Respons dari pendengar ini tidak selalu otomatis dapat diketahui oleh pembicara. Untuk mengetahui seringkali diperlukan studi atau penelitian tentang respon atau umpan balik, hal ini sangat perlu untuk diketahui dalam praktek retorika.20

c. Fungsi Retorika

Menurut Aristoteles, ada empat tujuan kita mempelajari retorika, yaitu :

1. Korektif, membela kebenaran yang seringkali kalah karena orang tidak dapat mempertahankannya,

18

A. Sunarto, Retorika Dakwah, (Surabaya : Jaudar Press, 2014), hlm. 20

19

Ibid. Hlm.22

20

Ibid, hlm. 22

PEMBICARA

ISI

PEMBICARAAN

PENERIMA/ PENDENGAR

(32)

24

2. Instruktif, mendidik orang yang tidak dapat dicapai dengan metode logika,

3. Sugestif, memberikan saran bagaimana menghadapi argumentasi lawan sehingga menguasai situasi,

4. Defensif, sebagai alat pertahanan mental dalam menghadapi musuh.21

I Gusti Ngurah Oka, lebih rinci lagi menerangkan bahwa fungsi retorika adalah :

1. Memberikan gambaran yang jelas tentang manusia terutama dalam hubungan kegiatan tuturnya,

2. Menampilkan gambaran-gambaran yang jelas tentang bahasa dan hal-hal atau benda-benda yang biasa diangkat menjadi topik tutur,

3. Memberikan bimbingan tentang,

a. Cara-cara memilih topik tutur

b. Cara-cara memandang dan menganalisis topik tutur untuk menemukan sarana ulasan yang persuasif obyektif

c. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan ulasan non artistik

d. Pemilihan jenis tutur yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai

e. Penataan bagian-bagian tutur serta menempatkan ulasan dalam bagian-bagian tutur itu

f. Pemilihan materi bahasa serta penyusunannya menjadi kalimat yang padu, utuh, mantap, dan bervariasi

21

(33)

25

g. Pemilihan gaya bahasa dan gaya bertutur dalam penampilan tutur.22

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa fungsi retorika adalah :

1. Secara positif, ilmu ini memberikan gambaran pemahaman yang lebih baik mengenai fenomena-fenomena retorika dalam segala kegiatan manusia dengan kegiatan bertuturnya,

2. Secara normatif, ilmu ini memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita tentang cara mengemukakan tutur (pembicaraan) yang lebih gamblang, lebih mengikat dan lebih meyakinkan

3. Secara khusus, ilmu ini menuntun kita bagaimana seharusnya membuat persiapan, penyusunan dan penyampaian pidato.23

d. Retorika dalam Dakwah

Setiap bentuk komunikasi adalah sebuah drama. Oleh karena itu, pembicara hendaknya mampu mendramatisasi terhadap pembicara. Jika seorang mampu bercerita, sesungguhnya ia mempunyai potensi untuk berceramah dan menjadi mubaligh. Dalam berdakwah dibutuhkan retorika-retorika yang dapat membuat dakwah seseorang lebih mengena, efisien, dan

22

I Gusti Ngurah Oka, Retorika, Sebuah Tinjauan Pengantar (Bandung : Terate, 1976), hlm.65-66, dikutip oleh A. Sunarto, Retorika Dakwah, (Surabaya : Jaudar Press, 2014), hlm.24

23

(34)

26

efektif, terutama dalam menyosialisasikan ajaran-ajaran Islam, sehingga retorika yang baik harus dikuasai oleh seseorang yang hendak berdakwah.24

Tujuan retorika dalam kaitannya dengan dakwah yang paling penting adalah “mempengaruhi audiens”. Hal ini karena dalam berdakwah

dibutuhkan teknik-teknik yang mampu memberikan pengaruh efektif kepada khalayak masyarakat. Diantaranya dengan menggunakan retorika ampuh dan jitu untuk mempengaruhi orang lain agar membenarkan dan mengikuti apa yang diserunya. Sebagaimana dakwah adalah sarana komunikasi menghubungkan, memberikan, dan menyerahkan segala gagasan, cita-cita dan rencana kepada orang lain dengan motif menyebarkan kebenaran sejati.

e. Bahasa sebagai Media Retorika

Setiap manusia secara fitrah memiliki kemampuan berbahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Bahasa adalah penemuan manusia yang paling menakjubkan. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri.25

Jujun Suriasumantri menyebut bahwa bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna.26 Lebih lengkapnya, bahasa adalah sarana sistematis untuk mengkomunikasikan ide-ide perasaan dengan

24

Yusuf Zainal Abidin, Pengantar Retorika, (Bandung : CV. Setia Pustaka, 2013), hlm.132

25

Aslinda, dan Syafyahya, Leni, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung : Refika Aditama, 2007), hlm.1

26

(35)

27

menggunakan tanda-tanda conventionalized, suara, gerakan, atau tanda memiliki makna yang dapat dipahami.27

Sejak lahir manusia tumbuh dalam buaian serta pelukan bahasa. Berbahasa ibarat menghirup udara, setiap saat dikonsumsi tanpa mempertanyakan asal-usulnya. Manusia mulai resah ketika memasuki komunitas asing yang tidak dapat dipahami. Ketika kata-kata dan informasi tidak lagi dapat dipahami bahkan membingungkan, manusia mulai kritis untuk mempertanyakan bahasa dan fungsinya. Bahasa merupakan media retorika, sedangkan retorika sering digunakan sebagai ilmu berbicara yang diperlukan setiap orang.28

Ketika berbicara di depan umum, seseorang membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang kualitas pembicaraannya. Selain itu, retorika digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran gagasan atau topik yang dibicarakan. Akan tetapi, tidak banyak orang yang mampu menggunakan retorika dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, diperlukan rekonstruksi bahasa dan retorika dalam berkomunikasi atau berbicara di depan umum. Rekonstruksi dapat dimulai dari segi penggunaan bahasa yang digunakan dalam berbicara. Dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, kemampuan berbicara semakin mudah dimengerti, indah, dan sistematis.29

27We ster’s New Collegiate Di tio ary

(U.S.A., 1981), hlm. 641, dikutip oleh A. Chaedar Alwasilah, Linguistik: Suatu Pengantar, (Bandung : Angkasa, 1993)

28

Jalaluddin Rahmat, Retorika : Modern Pendekatan Praktis. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.2

29

(36)

28

f. Gaya Bahasa dalam Retorika

Gaya bahasa merupakan salah satu faktor terpenting dalam retorika. Gaya bahasa yang menarik menyebabkan proses komunikasi berjalan lancar.30 Gaya bahasa adalah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang. Pada hakikatnya, gaya bahasa merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dianggap dapat mewakili sesuatu yang akan disampaikan atau diungkapkan.31

Gaya bahasa (style) adalah cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan : pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat bahkan mencakup pula sebuah wacana keseluruhan.32

Syarat-syarat gaya bahasa yang baik, mengandung tiga unsur, yaitu :

1. Kejujuran

Kejujuran adalah suatu pengorbanan. Bila orang hanya mencari kesenangan dengan mengabaikan segi kejujuran, maka akan timbul hal-hal menjijikkan. Hidup seorang (manusia) hanya dapat bermanfaat bagi dirinya

30

Yusuf Zainal Abidin, Pengantar Retorika, (Bandung : CV. Setia Pustaka, 2013), hlm.70

31

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : Gramedia, 2007), hlm. 113

32

(37)

29

sendiri dan bagi sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran.33

2. Sopan santun

Yang dimaksud sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca.

3. Menarik

Gaya bahasa yang digunakan oleh da’i harus menarik. Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen berikut. Variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup (vitalitas), dan penuh gaya hayal (imajinasi).34

(1) Jenis-Jenis Gaya Bahasa

1. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi (bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa dalam tingkatan bahasa non standar tidak akan dibicarakan di sini, karena tidak akan berguna dalam tulisan-tulisan ilmiah atau ilmiah populer.35

33

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm.113

34

Ibid, hlm.115

35

(38)

30

a. Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Amanat kepresidenan, berita negara, khutbah-khutbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.

b. Gaya Bahasa Tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi juga merupakãn gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempata-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif. Gaya ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial, kolumnis, dan sehagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.

c. Gaya Bahasa Percakapan

(39)

31

bahasa percakapan ini. Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi-segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tidak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tidak resmi.

2. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dan rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dan pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan.36

a. Gaya Sederhana

Gaya ini cocok digunakan untuk memberikan instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sebagainya.

b. Gaya Mulia dan Bertenaga

Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas yanng biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas

36

(40)

32

pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Tampaknya hal ini mengandung kontradiksi, tetapi kenyataannya memang demikian.

Nada yang agung dan mulia dapat mengerakkan emosi setiap pendengar. Dalam keagungan, terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara aktif ia meyakinkanbekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan biasanya disampaikan dengan nada yang agung dan mulia. Tetapi dibalik keagungan dan kemuliaan itu terdapat tenaga penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan emosi para pendengar atau pembaca.

c. Gaya Menengah

(41)

33

B. Kajian Teoritis

Kajian retorika secara umum didefinisikan sebagai simbol yang digunakan manusia. Pada awalnya merupakan ilmu ini berhubungan dengan persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan argumen dan pembuatan naskah.37 Dalam buku pengantar teori komunikasi analisis dan aplikasi yang ditulis oleh Richard West dan Lynn H. Turner Public speaking memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang melampaui khalayak yang mendengarkan, dan ini merupakan keahlian yang penting di dalam masyarakat yang demokratis. Begitu pentingnya public speaking dalam kehidupan kita, sampai-sampai hal ini menjadi kegiatan yang ditakuti. Aristoteles merupakan orang pertama yang memberikan langkah-langkah dalam public speaking, retorika aristoteles yang tulisan-tulisannya yang diterbitkan dua puluh lima abad yang lalu menjadi paling berpengaruh di dunia Barat oleh para sejarawan, filsuf, dan pakar komunikasi.

Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya, seorang pembicara yang tertarik untuk membujuk khalayaknya harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika (logos), emosi (pathos), dan etika atau kredibilitas (ethos).38

37

Stephen W. Littlejohn, Karen A.Foss, Theories of Human Communication, terj. Mohammad Yusuf Hamdan, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2014). Hlm.73

38

(42)

34

Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang efektif, dan silogisme retoris, yang mendorong khalayak untuk menemukan sendiri potongan-potongan yang hilang dari suatu pidato, digunakan dalam persuasi.39

Ada dua asumsi teori yang dikemukakan Aristoteles yang dikaitkan dengan teori retorika40.

1. Pembicara yang efektif harus mempertimbangkan khalayak

2. Pembicara yang efektif menggunakan beberapa bukti dalam presentasi mereka.

Dalam konteks public speaking Aristoteles menyatakan bahwa hubungan antara pembicara-khalayak harus dipertimbangkan. Para pembicara tidak boleh menyusun atau menyampaikan pidato mereka tanpa mempertimbangkan khalayak mereka. Hal ini disebut sebagai analisis khalayak, yang merupakan proses mengevaluasi suatu khalayak dan latar belakangnya (seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sebagainya) dan menyusun pidatonya sedemikian rupa sehingga para pendengar memberikan respon sebagaimana yang diharapkan pembicara. Aristoteles merasa bahwa khalayak sangat penting bagi efektivitas seorang pembicara. Ia menyatakan, “ Dari tiga elemen dalam penyusunan pidato

pembicara, subjek, dan orang yang dituju yang terakhirlah, para pendengar, yang menentukan akhir dan tujuan dari suatu pidato” .

39

Richard West, Lynn H. Turner, Pengentar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008), hlm.5

40

(43)

35

Asumsi yang kedua yang mendasari teori aristoteles berkaitan dengan apa yang dilakukan pembicara dalam persiapan pidato mereka dan dalam pembuatan pidato tersebut. Bukti-bukti yang dimaksud oleh Aristoteles ini merujuk pada cara-cara persuasi yaitu: ethos, pathos, dan logos. Ethos merujuk pada karakter, intelegensi, dan niat baik yang dipersepsikan dari seorang pembicara ketika hal-hal ini ditunjukkan melalui pidatonya. Aristoteles merasa bahwa suatu pidato yang disampaikan oleh seorang yang terpercaya akan lebih persuasif dibandingkan pidato yang kejujurannya dipertanyakan. Logos adalah bukti-bukti logis yang digunakan pembicara untuk argumen mereka, rasionalisasi dan wacana. Bagi aristoteles logos mencakup beberapa praktik termasuk menggunakan klaim logis dan bahasa yang jelas. Menggunakan frase-frase puitis berakibat pada kurangnya kejelasan dan kealamian. Pathos berkaitan dengan emosi yang dimunculkan dari para pendengar. Aristoteles berargumen bahwa pendengar menjadi alat pembuktian ketika emosi mereka digugah , para pendengar menilai dengan cara berbeda ketka mereka dipengaruhi oleh rasa bahagia, sakit, benci, atau takut.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

(44)

36

cenderung dinamis. Oleh karena itu penulis akan cantumkan beberapa penelitian yakni sebagai berikut :

1. Artikel Ilmiah yang berjudul Retorika KH. Anwar Zahid saat ceramah tentang keagamaan di Tuban yang ditulis oleh Yusril Fadkhul Hakim,41 hasil dari penelitian ini yaitu berisi tentang penerapan humor dan penggunaan gaya bahasa yang sesuai dengan keadaan mad’u oleh KH.

Anwar Zahid pada ceramah keagamaan di Tuban. Adanya hal tersebut diharapkan agar masyarakat dapat dengan mudah menyerap pesan dakwah yang disampaikan oleh KH.Anwar Zahid. Persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat antara penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

Persamaanya, sama-sama meneliti tentang bagaimana retorika atau yang dipakai pelaku dakwah dalam menyelenggarakan dakwah. Sedangkan perbedaanya, penelitian ini meneliti persepsi audiennya/jama’ah rutinan Jum’at, sedangkan skripsi Yusril Fadkhul Hakim meneliti tentang bagaimana retorika kiai.

2. Skripsi yang berjudul Persepsi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya terhadap Program Dakwah di TV9 dan JTV (Penelitian terhadap santri pondok pesantren mahasiswa Al-Jihad Surabaya yang pernah melihat program dakwah di TV9 dan JTV) yang ditulis oleh

41

(45)

37

Samrotul Jannah,42 hasil dari penelitian ini yaitu berisikan tentang persepsi positif dan juga negatif dari santri pondok pesantren mahasiswa Al-Jihad Surabaya terhadap program dakwah di TV9 dan JTV. Dan juga berisi perbandingan antara program dakwah di TV9 dan JTV. Persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat antara penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

Persamaannya, Sama-sama meneliti tentang bagaimana persepsi seseorang terhadap adanya dakwah. Namun perbedaanya, Penelitian ini menggunakan media pengajian di majlis ta’lim, sedangkan penelitian Samrotul Jannah menggunakan televisi sebagai media dakwahnya, yakni stasiun TV9 dan JTV.

3. Skripsi yang berjudul Persepsi Tokoh Masyarakat Desa Meddelan Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Terhadap Profesi Wartawan, (penelitian terhadap tokoh masyarakat desa Meddelan kecamatan Lenteng kabupaten Sumenep) yang ditulis oleh Muhammad Lutfi,43 hasil dari penelitian ini yaitu berisi tentang bagaimana tokoh masyarakat di desa Meddelan kecamatan Lenteng kabupaten Sumenep dalam memaknai profesi seorang wartawan. Persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat

42 Samrotul Jannah,

Persepsi Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya terhadap Program Dakwah di TV9 dan JTV, (Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016)

43

(46)

38

antara penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

Persamaanya, sama-sama meneliti tentang bagaimana persepsi seseorang terhadap suatu fenomena. Sedangkan perbedaannya, penelitian ini meneliti persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap retorika KH.

Muhammad Chusaini Ilyas, sedangan skripsi Muhammad Lutfi meneliti tentang bagaimana persepsi tokoh masyarakat terhadap profesi wartawan.

4. Skripsi yang berjudul Persepsi Masyarakat Terhadap Humor dalam Ceramah oleh Juru Dakwah di Kota Banjarmasin, (Penelitian terhadap masyarakat kota Banjarmasin) yang ditulis oleh Rabiatul Adawiyah,44 hasil dari penelitian ini yaitu berisi tentang bagaimana persepsi positif dan juga negatif dari masyarakat banjarmasin terkait dengan adanya humor dalam ceramah oleh para juru dakwah di Kota banjarmasin, dan juga menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat memberikan persepsi. Persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat antara penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

Persamaanya, sama-sama meneliti tentang bagaimana persepsi masyarakat terhadap adanya pelaku dakwah. Sedangkan perbedaannya, penelitian ini meneliti tentang persepsi masyarakat terhadap retorika kiai,

44

(47)

39

sedangkan skripsi Robiatul Adawiyah membahas tentang persepsi masyarakat terhadap adanya humor dalam suatu ceramah.

5. Skripsi yang berjudul Gaya Retorika Da’i Pada Ceramah Ba’da Dzuhur Di Masjid Raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya (Penelitian yang dilakukan dengan wawancara kepada para da’i yang mengisi ceramah

ba’da dhuhur di masjid raya ulul albab UIN Sunan Ampel Surabaya) yang

ditulis oleh Nitra Galih Imansari,45 hasil dari penelitian ini yaitu menjelaskan dan mendeskripsikan tentang bagaimana gaya retorika da’i pada ceramah ba’da dzuhur di masjid raya Ulul Albab UIN Sunan Ampel

Surabaya. Persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat antara penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut

Persamaanya, sama-sama meneliti tentang bagaimana persepsi masyarakat terhadap adanya pelaku dakwah. Sedangkan perbedaannya, penelitian ini membahas tentang bagaimana persepsi masyarakat tentang retorika kiai di Mojokerto, sedangkan skripsi Nitra Galih Imansari meneliti secara langsung gaya retorika da’i yang melakukan ceramah di masjid raya

Ulul Albab UIN Sunan Ampel Surabaya.

6. Skripsi yang berjudul Retorika Dakwah K.H. Muhammad Syarif Hidayat (Penelitian yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada kiai yang

45

Nitra Galih Imansari,Gaya Retorika Da’i Pada Cera ah Ba’da Dzuhur Di Masjid Raya Ulul Al a

(48)

40

bersangkutan) yang ditulis oleh Leiza Sixmansyah,46 hasil dari penelitian ini yaitu berisi tentang bagaimana sang kiai (K.H. Syarif Hidayatullah) dalam mengkonsep dakwahnya, dan juga penerapan retorika dalam kegiatan dakwahnya. Persamaan dan perbedaan yang dapat dilihat antara penelitian diatas dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

Persamaanya, sama-sama meneliti tentang bagaimana perepsi masyarakat terhadap adanya pelaku dakwah. Sedangkan perbedaanya, penelitian ini meneliti persepsi audiennya/jama’ah rutinan Jum’at, sedangkan skripsi Leiza Sixmansyah meneliti tentang bagaimana retorika kiai.

46

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian “kualititatif”. Hal ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif itu lebih

berbicara pada proses. Sedangkan kuantitatif lebih kepada hasil. Sumber data dalam penelitian kualititatif, posisi narasumber sangat penting, bukan sekedar memberi respon melainkan juga sebagai pemilik informasi. Karena itu informan atau disebut subjek yang diteliti, karena ia bukan saja sebagai sumber data, melainkan juga aktor yang ikut menentukan berhasil tidaknya suatu penelitian berdasarkan informasi yang diberikan.

Esensi dari penelitian kualitatif ini adalah tidak hanya mengetahui, melainkan untuk memahami. Maksud dari memahami disini ialah bukan sekedar faham, melainkan lebih dalam lagi, yaitu memahami hingga inti fenomena yang diteliti, sehingga memahami menjadi tujuan dari penelitian kualitatif.1Sesuai dengan tujuan penelitian, peneliti ingin menguraikan tentang faktor apa saja yang mempengaruhi minat masyarakat untuk mengikuti kegiatan rutinan Jum’at dan juga memahami dan mendeskripsikan bagaimana persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap gaya

retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas. Dan juga dalam teknik pengumpulan data yang khas dari kualitatif yaitu tanpa adanya manipulasi variabel.

1

(50)

42

Mengenai pendekatan, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkapkan fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.2 Penelitian deskriptif berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. 3Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, menganalisis data, menginterpretasi data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data tersebut.4 Begitu juga dengan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif karena pada pendekatan ini dapat digunakan untuk menggambarkan kejadian-kejadian yang terjadi disaat peneliti menganalisis kejadian-kejadian tersebut, dan juga dapat dilakukan secara terus-menerus sepanjang penelitian ini dilakukan.5

B. Subjek, Objek, dan Lokasi Penelitian

1. Subjek penelitian : individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. 6 Dalam hal ini jama’ah rutinan Jum’at yang berlokasi di Pondok Pesantren KH. Muhammad Chusaini Ilyas Desa Karangnongko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto yang akan dijadikan subjek penelitian.

2

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format-format kualitatif dan kuantitatif,

(Surabaya : Airlangga University Press,2001), hlm.48

3

Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2003), hlm.7

4

Ibid, hlm.7

5

Tim Penyusun, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, (Surabaya : Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016). Hlm. 44

6

(51)

43

2. Objek penelitian : ialah individu ataupun suatu kelompok yang berhubungan dengan subjek penelitian.7 Dalam hal ini persepsi jama’ah rutinan Jum’at terhadap retorika KH. Muhammad Chusaini Ilyas yang

akan dijadikan objek penelitian.

3. Lokasi penelitian : ialah tempat dimana diadakannya penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan suatu data.8 Dalam hal ini Pondok Pesantren Salafiyah “Al-Mishbar” (Pondok Pesantren KH. Muhammad

Chusaini Ilyas), Desa Karangnongko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, hal ini dikarenakan pondok pesantren tersebut digunakan tempat untuk perkumpulan pengajian rutinan Jum’at.

C. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden atau menjawab pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan, peneliti menamakan sumber data dari manusia. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data.9

Dalam hal ini peneliti menjadikan jama’ah rutinan Jum’at sebagai sumber data melalui wawancara secara langsung dengan mereka.

7

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta : Erlangga, 2009), hlm.91,

8

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Salemba Humanika), hlm.168

9

(52)

44

Pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan pada jenis pekerjaan masing-masing jama’ah. Hal ini dikarenakan faktor lingkungan pekerjaan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi antara satu dengan yang lainnya.

Data Informan Penelitian :

[image:52.595.129.514.278.671.2]

Berikut merupakan data informan penelitian berdasarkan faktor pekerjaan masing –masing jama’ah rutinan Jum’at :

Tabel 3.1 Data Informan

No. Nama Pekerjaan Alamat

1. Desi Puspitasari Perawat Mojolebak

2. Luqmanul Khakim Guru Gedeg

3. Fitria Nur Hidayah Mahasiswi Mojodadi

4. Choirul Huda Guru Dlanggu

5. Yuni Dwi Puspitasari Pedagang Pekayon

6. Choirun Nadhiroh Wiraswasta Surodinawan

7. Bunari Pedagang Kemlagi

8. Muchtar Wiraswasta Jetis

(53)

45

Profil Informan Penelitian :

1. Desi Puspitasari merupakan salah satu jama’ah di kegiatan rutinan Jum’at KH. Muhammad Chusaini Ilyas. Wanita kelahiran Mojokerto pada tanggal 14 Desember 1991 ini, kini berprofesi sebagai perawat. Pendidikan yang pernah ditempuh yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mojolebak 1, setelah lulus dia melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Gedeg, dan untuk mewujudkan cita-citanya sebagai orang yang berjasa di bidang kesehatan, dia melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kesehatan Bakti Indonesia Medika Surodinawan. Setelah lulus dia mengambil S1 Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Mojokerto. Selama di bangku perkuliahan, dia aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Stikes Bina Sehat PPNI. Dia dan anggotanya juga sering mengadakan event-event, seperti seminar kesehatan dengan mengundang dr. Ryan Thamrin (dr.OZ Trans TV), seminar dengan narasumber Seto Mulyadi (Kak Seto) selaku ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, dan pengajian dalam rangka Isro’ Mi’roj’ bekerja

sama dengan stasiun televisi JTV dengan mengundang KH. Imam Chambali (pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad).

(54)

46

Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Gedeg, sementara untuk Sekolah Menengah Atas, dia bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sooko, Mojokerto. Setelah lulus MAN, Luqmanul Khakim melanjutkan ke S1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya (sekarang UINSA) Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadits. Selama dibangku kuliah, dia aktif di berbagai UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) maupun organisasi di Fakultas Ushuluddin. Dia sekarang menjadi kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam plus Misykatul Anwar Gedeg dan sebagai tenaga pengajar di lingkungan Pondok Pesantren “Al-Khotimah”.

3. Choirun Nadhiroh lahir di Mojokerto pada tahun 1993. Dia merupakan seorang wirausaha yang bekerja di bidang perdagangan. Di umur yang sekarang ini, dia sudah bisa membagi waktu antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat. Berawal dari ajakan saudara, sekitar bulan April 2016 dia sudah mengikuti rutinan Jum’at KH. Muhammad Chusaini Ilyas. Beralamat di wilayah Surodinawan yang bisa dibilang tidak begitu jauh dengan lokasi pengajian. Mungkin inilah salah satu faktor yang menyebabkan dia aktif mengikuti rutinan Jum’at KH. Muhammad Chusaini Ilyas.

(55)

47

bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Miftahul Ulum Kemlagi, setelah itu untuk menambah ilmu umum dan juga ilmu agama, dia bersekolah dan mondok di Pondok Pesantren”An-Najah” Tambak beras, Jombang. Setelah

lulus Madrasah Tsanawiyah, dia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sooko, Mojokerto dan mondok di Pondok Pesantren “Al-Khodijah” Mojokerto. Setelah lulus MAN, kini dia

termasuk mahasiswi aktif di Universitas Terbuka jurusan Statistika Terapan. Dikarenakan sejak kecil dia sudah akrab dengan dunia pesantren, meskipun sudah mahasiswi, dia masih rindu akan kegiatan siraman rohani (ngaji). Untuk itu sejak bulan Agustus tahun 2014 dia sudah mengikuti rutinan Jum’at KH. Muhammad Chusaini Ilyas.

5. Choirul Huda merupakan jama’ah yang sudah lama mengikuti kegiatan rutinan Jum’at. Dia sudah mengikutinya sekitar tahun 2011. Dia berprofesi

sebagai tenaga pendidik di Yayasan Pendidikan Islam Miftahul Ulum Mojokarang. Dia kelahiran Lamongan, pada 03 Agustus 1967. Pendidikan yang dia tempuh yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) kabupaten Lamongan, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Babat, dan melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Lamongan. Setelah lulus dia kuliah di IAIN Sunan Ampel (sekarang UINSA) Surabaya, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dan lulus pada tahun 1994.

(56)

48

kelahiran Mojokerto pada tanggal 17 Agustus 1996 ini ialah mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di daerah Mojokerto. Pendidikannya yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bangsal, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MtsN) Mojoanyar, dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Mojokerto. Sekarang ia duduk di bangku perkuliahan program studi Management di Universitas Islam Majapahit (UNIM) Mojokerto.

7. Yuni Dwi Puspitasari adalah salah satu jama’ah dari rutinan Jum’at. Perempuan kelahiran Mojokerto, pada tanggal 25 Juni 1994 ini beralamat di Jalan Pekayon, Kranggan, kota Mojokerto. Pendidikan yang dia tempuh yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kranggan 3, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Kota Mojokerto, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Kota Mojokerto. Menurut dia, rutinan Jum’at ini selain sebagai tempat untuk menambah pengetahuan agama, juga menjadi ladang mencari rezeki. Hal ini dikarenakan disamping sebagai peserta rutinan, dia juga berjualan berbagai macam kerudung. Tidak hanya dia saja, banyak juga sesama pedagang yang lain yang menawarkan berbagai macam dagangan mereka kepada peserta rutinan Jum’at.

8. Tidak hanya saudari Yuni saja yang menganggap rutinan Jum’at ini sebagai ladang pencarian nafkah. Laki-laki kelahiran Mojokerto pada tanggal 20 November 1965 ini juga merupakan satu dari sekian jama’ah rutinan Jum’at yang menjual berbagai macam pigora berisikan foto para

Ulama’ dan juga beberapa buku tentang dakwah. Bapak Bunari sudah

(57)

49

yaitu di Dusun Kalimati, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto. Pendidikan dia yaitu lulusan Sekolah Dasar (SD) dan juga mengenyam pendidikan agama di beberapa Pondok Pesantren di Mojokerto.

9. Muchtar merupakan jama’ah rutinan Jum’at yang berasal dari Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto. Dia lahir pada tanggal 17 Mei 1959. Pendidikan dia yaitu lulusan Sekolah Dasar (SD). Dia aktif mengikuti rutinan Jum’at ini sejak tahun 2010. Ketika liburan sekolah biasanya dia

mengikuti rutinan bersama anak-anaknya. Dia berharap anak-anaknya bisa memperoleh ilmu agama dan bisa menjadi anak sholeh yang bisa membahagiakan orang tua.

10.Novita Eka Anggraini lahir pada tanggal 01 November 1990. Pendidikan yang dia tempuh yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kranggan 3, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Kota Mojokerto, dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Sooko, Mojokerto. Dia juga merupakan lulusan dari Universitas Brawijaya Jurusan Perpajakan. Dia sekarang bekerja di Kantor Pos Mojokerto. Dia sudah mengikuti rutinan Jum’at ini sejak tahun 2013.

Adapun jenis-jenis sumber data dalam penelitian adalah:

(58)

50

2. Data Sekunder : Data sekunder dalam penelitian ini ialah merupakan data tambahan atau pelengkap seperti: buku, jurnal, majalah, internet dan sumber lainnya yang dapat dijadikan sebagai data pelengkap.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisa dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang dapat menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu.10 Dalam penelitian apapun pasti melibatkan data sebagai bahan yang akan diolah untuk menjadi sesuatu. Pada penelitian kualitatif, bentuk data berupa kalimat, atau narasi dari subyek penelitian yang diperoleh melalui suatu teknik pengumpulan data yang kemudian data tersebut akan dianalisis dan diolah dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif dan akan menghasilkan suatu temuan yang akan menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Dalam penelitian kualitatif dikenal beberapa metode pengumpulan data yang umum digunakan. Di antaranya yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. 1. Wawancara

Menurut Moleong “wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang

10

(59)

51

memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.”11 Sedangkan definisi menurut Gorden “wawancara merupakan percakapan antara dua orang

yang salah satunya bertujuan untuk menggal

Gambar

Tabel 3.1
figure seorang Ulama’. Dia adalah seorang tokoh Ulama’ yang cukup sukses
  Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pembelajaran pada metoda Supervised learning adalah system pembelajaran yang mana setiap pengetahuan yang akan diberikan kepada sistem, pada awalnya diberikan suatu acuan

Manfaat penelitian ini adalah peningkatan nilai tambah dari teripang gamma (S. variegatus) sebagai bahan baku hasil perairan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

Kualitas minyak atsiri kulit buah jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm & Panzer) Swingle) segar yang diperoleh dari hasil destilasi uap-air selama 4 jam berwarna

konvergen, seseorang akan membawa material (pengetahuan) dari berbagai sumber yang menunjang suatu permasalahan dan menghasilkan sebuah jawaban yang benar. Pada

Dipercayai bahawa perubahan anatomi yang terlibat dalam perpindahan haiwan akuatik ke daratan berlaku pada kadar dan darjah yang berbeza-beza ataupun secara mozek (mosaic

30 Rujukan buku teks dituliskan dengan aturan nama penulis (yang dipisahkan dengan tanda koma, jika ada lebih dari satu penulis dan dipisahkan dengan tanda

Gunanya, selain untuk membatasi ruang lingkupnya juga apa yang akan diajarkan dapat lebih jelas dan mudah dibandingkan atau dipisahkan dengan pokok

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk (harga sayuran, harga pupuk dan pengalaman petani) oleh petani sayuran di Kecamatan Tigapanah Kabupaten