1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manajer merupakan pihak yang paling bertanggungjawab atas laporan keuangan perusahaan yang wajar dan akurat. Manajer memiliki kontrol utama atas integritas sistem akuntansi dan catatan keuangan yang digunakan untuk membuat laporan keuangan (Wild et al., 2004).
Laporan keuangan merupakan gambaran kinerja suatu perusahaan yang dibutuhkan oleh pihak internal maupun external perusahaan. Laporan keuangan sangat mempengaruhi keputusan seorang investor maupun kreditor sebagai pihak
external perusahaan karena dengan menganalisis laporan keuangan suatu
perusahaan, mereka dapat menilai masa depan perusahaan tersebut. Akan tetapi, seringkali laba merupakan fokus utama yang dilihat untuk menilai baik buruknya suatu perusahaan. Kinerja manajemen dapat dikatakan baik ketika laba meningkat, hal ini seiring dengan meningkatnya nilai perusahaan. Sebaliknya, ketika laba turun maka pandangan investor adalah kinerja manajemen buruk dan akan menurunkan nilai perusahaan. Oleh karena itu, pihak manajemen suatu perusahaan akan berusaha untuk mempercantik laporan keuangan dengan melakukan manajemen laba agar kinerja perusahaan selalu terlihat baik. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kewajiban seorang manajer yang memiliki tanggung jawab atas laporan keuangan perusahaan yang wajar dan akurat.
Para pemangku kepentingan tentunya menginginkan informasi laba yang sebenarnya atau laporan keuangan yang wajar dan akurat atas perusahaan tersebut sebagai prediksi atas pengambilan keputusan mendatang. Ketidakselarasan ini menimbulkan konflik kepentingan antara pihak manajemen (agent) dan pemegang saham (principal) dalam teori keagenan (agency theory).
Kebijakan dividen merupakan salah satu motivasi manajer melakukan manajemen laba dengan pola menurunkan laba (Achmad et al., 2007). Kebijakan dividen logis dikatakan sebagai motivasi manajer melakukan manajemen laba, karena kebijakan dividen ditentukan oleh rapat umum pemegang saham (RUPS) dan bukan merupakan keputusan dari manajemen, sehingga kebijakan dividen menjadi sumber konflik antara manajemen dan pemegang saham (Putri, 2012). Pembayaran dividen bagi pemegang saham merupakan hal yang sangat menguntungkan, dan pemegang saham tentunya menginginkan pembayaran dividen yang tinggi. Akan tetapi, bagi pihak manajemen pembayaran dividen dapat mengurangi kas perusahaan dan akan mengurangi jumlah investasi perusahaan. Bahkan, semakin tinggi dividen yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. Adanya perbedaan kepentingan ini juga dapat memotivasi pihak manajemen dalam melakukan manajemen laba, dengan menurunkan angka laba yang sesungguhnya maka akan ada sedikit pembagian dividen kepada para pemegang saham.
Investor yang menanamkan modal di suatu perusahaan lebih menyukai dividen yang diberikan oleh perusahaan daripada capital gain atas saham tersebut
dikarenakan adanya faktor ketidakpastian. Para investor yang tidak bersedia mengambil risiko tinggi akan memilih dividen daripada capital gain. Mereka akan lebih berorientasi kepada tingginya tingkat dividen saat ini yang dapat membantu mengurangi ketidakpastian (Ayuningtyas, 2010). Karena dividen merupakan keuntungan yang dapat diterima saat ini dan dapat langsung dipergunakan oleh pemegang saham, sedangkan capital gain diterima di masa mendatang dan belum pasti dapat terealisasi.
Umumnya, dengan melihat laba masa lalu perusahaan, investor dapat memprediksi dividen yang akan dibagikan kepada para pemangku kepentingan di masa yang akan datang. Besarnya suatu dividen ditentukan berdasarkan laba yang diperoleh suatu perusahaan maupun berdasarkan kebijakan dividen perusahaan tersebut. Dividen digunakan oleh manajer untuk menginformasikan tentang kinerja suatu perusahaan. Para manajer selaku pihak internal perusahaan lebih menguasai dan lebih memiliki banyak informasi perusahaan tersebut dibandingkan dengan investor sebagai pihak external perusahaan. Perusahaan yang terancam default atau tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang maupun membayar dividen tepat pada waktunya akan melakukan manajemen laba, dengan cara membuat suatu kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Dengan demikian, pihak manajemen perusahaan masih memiliki posisi yang relatif baik untuk melakukan negosiasi penjadwalan ulang utang dengan para pemangku kepentingan (Jiambalvo, 1996 dalam Widyaningdyah, 2001).
Bagi perusahaan, pembayaran dividen dapat digunakan untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mencari tambahan dana di pasar modal (Subkhan dan Wardani, 2012). Perusahaan yang mampu membayarkan dividen juga dianggap sebagai perusahaan yang memiliki prospek baik di masa mendatang. Oleh sebab itu, pembayaran dividen dianggap sebagai suatu hal yang penting sehingga dapat memotivasi pihak manajemen untuk melakukan praktik manajemen laba terutama pada saat laba yang sesungguhnya berada di bawah level yang ditargetkan untuk tetap bisa membagikan dividen pada periode ini (Wibiksono dan Rudiawarni, 2015). Hal ini menjadikan dilema bagi para investor yang akan menanamkan modal, karena di satu sisi praktik manajemen laba tersebut akan merugikan. Akan tetapi, di sisi lain praktik ini tergolong legal selama tidak menyalahi peraturan yang ada dan berlaku umum dalam batasan general accepted accounting
principles.
Di sisi lain, menurut Vojtech (2011), dividen dapat membatasi praktik manajemen laba. Hal ini disebabkan karena dividen menurunkan dana yang tersedia untuk investasi baru yang meningkatkan marginal product dari modal perusahaan. Setiap melakukan manipulasi laba yang mengurangi dana lebih lanjut, akan menyebabkan penurunan keuntungan di masa depan sebanding dengan marginal product dari modal. Dividen membuat manipulasi lebih mahal dan mendorong pelaporan yang lebih akurat.
Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan untuk menguji pengaruh kebijakan dividen terhadap manajemen laba. Putri (2012) melakukan pengujian secara empiris apakah kebijakan dividen dan good corporate
governance (CGC) yang diproksikan dengan kepemilikan institusi dan dewan komisaris, berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusi tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dan dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Liu (2011) menemukan bahwa kebijakan dividen memiliki dampak untuk menurunkan atau menaikkan laba secara nyata. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perusahaan yang membayarkan dividen melakukan manipulasi dengan meningkatkan laba ketika pre-managed earnings lebih rendah daripada dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa tingkat dividen merupakan patokan penting.
Wibiksono dan Rudiawarni (2015) melakukan pengujian pengaruh
premanaged earnings dan dividen yang diharapkan dengan praktik manajemen
laba. Hasil penelitian menunjukkan premanaged earnings berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian ini menyimpulkan meskipun dividen yang diharapkan merupakan salah satu penentu earnings threshold, namun dividen bukan menjadi unique motivation untuk melakukan manajemen laba.
Pembayaran dividen cenderung mengikuti siklus hidup perusahaan tersebut (Powell, 2009 dalam Ratmono dan Indriyani, 2015). Perusahaan memiliki siklus hidup seperti halnya produk. Siklus hidup perusahaan terdiri dari empat tahap yaitu start-up, growth, mature, dan decline (Black, 1998). Seringkali, investor sebagai pemangku kepentingan perusahaan melihat baik buruknya
perusahaan maupun prospek perusahaan dari laporan keuangan terutama laba dan pembagian dividen tanpa memperhatikan perusahaan tersebut sedang berada dalam tahap apa. Para pemangku kepentingan ini harus tetap memperhatikan hal tersebut, karena kebutuhan investasi yang bersumber dari laba ditahan akan berbeda-beda besarnya dalam tiap tahap siklusnya. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar investor merasa dikecewakan atas penawaran dari emiten yang menjanjikan pembayaran dividen yang tinggi, akan tetapi ternyata pembayaran tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Penelitian-penelitian terdahulu (Restuti dan Widyaningrum, 2015; Kusumawati dan Cahyati, 2014; Arfan et al., 2016; Chang, 2015) menemukan bahwa siklus hidup perusahaan berpengaruh terhadap praktik manajemen laba.
De Angelo et al. (2006) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kebutuhan akan investasi yang lebih banyak tetapi hanya memiliki sumber daya yang terbatas cenderung dimiliki oleh perusahaan yang berumur muda. Perusahaan dalam tahap ini lebih memilih untuk menahan labanya daripada mendistribusikannya kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Sementara, perusahaan yang memiliki profitabilitas lebih besar untuk membagikan dividen dimiliki oleh perusahaan yang berada pada tahap matang dan dewasa. Hal ini sesuai dengan penelitian Coulton dan Ruddock (2009) yang meneliti tentang kebijakan pembayaran dividen di Australia berdasarkan teori siklus hidup perusahaan dengan hasil penelitian bahwa pembayaran dividen mencerminkan kematangan perusahaan. Semakin matang atau dewasa suatu perusahaan, maka
cenderung akan membagikan dividen lebih banyak daripada perusahaan yang masih berumur muda.
Setiap perusahaan melewati siklus hidupnya dengan cara yang berbeda-beda tergantung dengan kondisi dan kemampuan perusahaan tersebut. Bahkan, ada pula perusahaan yang tidak dapat melewati semua fase siklus hidupnya, misalkan saja perusahaan yang baru saja berdiri langsung mengalami kebangkrutan maka perusahaan ini belum pernah melewati fase pertumbuhan atau kematangan. Semua tahap siklus hidup perusahaan memiliki peluang untuk mengalami kemunduran bahkan kebangkrutan.
Setiap perusahaan harus mampu mengatasi segala permasalahan yang akan menyebabkan perusahaan tersebut kehilangan investor dan mengalami kemunduran. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan manipulasi laba atau manajemen laba. Perusahaan cenderung akan melakukan manajemen laba saat berada dalam titik kritisnya, yaitu pada saat perubahan
growth ke mature dan perubahan dari mature ke tahap stagnant (Hastuti, 2011).
Menurut Hastuti (2011), perusahaan yang berada pada titik kritis growth-mature mengalami puncak peningkatan penjualan akan tetapi mengalami penurunan laba dikarenakan adanya kompetisi harga, sehingga para manajer melakukan income
smoothing pada tahap ini agar earnings yang dilaporkan tidak terlalu fluktuatif.
Shank dan Govindarajan (1992) dalam Savitri (2014) mengemukakan bahwa perusahaan menerapkan sistem pengendalian yang tidak ketat merupakan perusahaan yang berada pada tahap introduction dan growth, sedangkan
perusahaan yang sudah berada pada fase kematangan atau harvest (mature) dan penurunan maka akan menerapkan sistem pengendalian yang ketat. Semakin ketat sistem pengendalian di dalam perusahaan, maka diharapkan praktik manajemen laba yang dilakukan akan semakin rendah.
Hastuti dan Hutama (2010) melakukan penelitian tentang perbedaan perilaku earnings management berdasarkan pada perbedaan life cycle dan ukuran perusahaan. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat earnings
management dalam perusahaan-perusahaan yang berada pada tahap growth, mature, dan stagnant. Namun, tidak ada perbedaan perilaku earnings management berdasarkan pada perbedaan life cycle perusahaan dan ukuran
perusahaan.
Berdasarkan latar belakang sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan pengujian mengenai pengaruh kebijakan dividen dan siklus hidup perusahaan secara keseluruhan terhadap praktik manajemen laba, serta menguji pengaruh kebijakan dividen pada tiap tahapan siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba. Penelitian yang berfokus pada pengaruh kebijakan dividen dan siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba, masih sedikit jika dibandingkan dengan penelitian tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap praktik manajemen laba atau pengaruh siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba secara terpisah. Penelitian yang menggunakan siklus hidup pada tiap-tiap tahapnya sendiri juga masih sedikit jika dibandingkan dengan siklus hidup secara keseluruhan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat manajemen laba pada tiap siklusnya jika faktor pendorongnya adalah kebijakan dividen. Hal ini dikarenakan terdapat kebijakan dividen yang bervariasi di tiap tahap siklusnya. Dengan adanya penelitian ini diharapkan kebijakan dividen sebagai pendorong terjadinya manajemen laba akan dapat terlihat jelas dalam tiap siklus hidupnya.
Dalam penelitian ini menggunakan sampel penelitian seluruh perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI), kecuali perusahaan asuransi, perbankan, jasa keuangan, dan konstruksi pada periode 2011 hingga 2015. Periode lima tahun ini digunakan untuk mengukur rata-rata pertumbuhan penjualan untuk mengelompokkan ke dalam fase hidup perusahaan. Alasan tidak dipilihnya perusahaan asuransi, perbankan, jasa keuangan, dan konstruksi dikarenakan perusahaan tersebut tidak memiliki data penjualan yang akan digunakan untuk mengelompokkan ke dalam fase hidup perusahaan.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba?
2. Apakah siklus hidup perusahaan berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba?
3. Apakah kebijakan dividen pada tiap tahapan siklus hidup perusahaan berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1. Mendapatkan bukti empiris mengenai apakah kebijakan dividen berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba.
2. Mendapatkan bukti empiris mengenai apakah siklus hidup perusahaan berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba.
3. Mendapatkan bukti empiris mengenai apakah kebijakan dividen pada tiap tahapan siklus hidup perusahaan berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, penulis berharap agar hasil penelitian dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan agar dapat lebih memahami ilmu akuntansi khususnya mengenai kebijakan dividen, siklus hidup perusahaan, dan manajemen laba.
2. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wacana bagi pembaca mengenai pengaruh kebijakan dividen dan siklus hidup perusahaan secara keseluruhan terhadap praktik manajemen laba, serta pengaruh kebijakan dividen pada tiap tahapan siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba.
3. Bagi investor, hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan tambahan dalam melakukan keputusan investasi.
4. Bagi perusahaan, dengan adanya penelitian ini diharapkan agar perusahaan dapat membuat laporan keuangan yang lebih kredibel dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak menyesatkan penggunanya.
1.5 Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen dan siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba merupakan penelitian baru. Penelitian mengenai kebijakan dividen selama ini hanya berfokus pada hubungannya dengan praktik manajemen laba, tidak menjelaskan mengenai siklus hidup yang sedang dilalui perusahaan tersebut. Siklus hidup yang sedang dilalui suatu perusahaan akan memberikan dampak terhadap praktik manajemen laba yang dilakukan. Pada tiap siklus hidup perusahaan juga memiliki kebijakan dividen yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi perusahaan pada tahap tersebut. Penelitian tentang pengaruh kebijakan dividen terhadap manajemen laba telah dilakukan oleh Putri (2012), sedangkan penelitian mengenai pengaruh siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba telah dilakukan oleh Hastuti dan Hutama (2010). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah :
1. Penelitian Putri (2012) meneliti pengaruh kebijakan dividen dan good
corporate governance terhadap manajemen laba, penelitian ini tidak
menggunakan variabel good corporate governance akan tetapi menambahkan variabel siklus hidup perusahaan. Tujuan penggunaan variabel siklus hidup
perusahaan ini agar perbedaan kebijakan dividen pada tiap siklusnya dapat terlihat lebih jelas.
2. Penelitian Hastuti dan Hutama (2010) meneliti perbedaan perilaku
earnings management berdasarkan pada perbedaan life cycle dan ukuran
perusahaan, serta sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Penelitian Hastuti dan Hutama (2010) mengklasifikasi life cycle perusahaan ke dalam tiga tahap berdasarkan Anthony dan Ramesh (1992). Penelitian ini meneliti pengaruh kebijakan dividen dan siklus hidup perusahaan terhadap praktik manajemen laba dengan sampel penelitian seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI kecuali perusahaan perbankan, asuransi, jasa keuangan, dan konstruksi. Penelitian ini mengklasifikasikan life cycle perusahaan ke dalam empat tahap berdasarkan Gup dan Agrrawal (1996).
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka sebagai landasan teori, penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis, dan kerangka pemikiran.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi ruang lingkup penelitian, populasi dan sampel penelitian, sumber data, definisi variabel dan pengukurannya, metode pengujian data, dan metode pengujian hipotesis.
BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, interpretasi hasil dan pembahasan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya.