• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH : Muh.Mulyadi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OLEH : Muh.Mulyadi"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH :

Muh.Mulyadi

105640220215

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)
(3)
(4)

iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Muh. Mulyadi

Nomor Stambuk : 105640220215

Program Studi : Ilmu Pemerintahanuntuk mewujudkan tujuan dari program

lorong sehat (longset),untuk mewujudkan tujuan dari program lorong sehat (longset),

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Peryataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari peryataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar, 17 september 2019

Yang Menyatakan

(5)

v

Lorong Sehat (longset) di Kota Makassar. (dibimbing olehFatmawati dan Djuliati Saleh).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Proses Kolaborasi antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat (longset) di Kota Makassar dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat (longset) di Kota Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan dan kelurahan kassi-kassi, menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan tipe penelitian yaitu studi kasus, sumber data yang digunakan adalah data primer dan data skunder, jumlah informan dalam penelitian ini adalah 8 orang informan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dokumentasi dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penerikan kesimpulam. Sedanggkan pengabsahan data menggunakan triangulasi sumber, triangulasi teknik dan tragulasi waktu.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Proses Kolaborasi Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat (longset) cukup baik dan seimbang. Kerjasama yang terjadi bersifat mutualistik dimana pihak yang terlibat saling memahami posisi dan perannya dalam pelaksanaan program lorong sehat. Pihak yang terlibat menyadari substansi kerjasama yang dilakukan tersebut. Pemerintah berperan dalam memberikan arahan yang baik kepada masyarakat tentang tujuan program lorong sehat yang dilaksanakan. Swasta berperan dalam memfasilitasi program lorong sehat. Masyarakat dalam menyumbang pemikiran, tenaga, dan waktu demi keberhasilan program lorong sehat, masyarakat menyadri arti penting mengenai kesehatan dan kebersihan lingkungan. Faktor yang mempengaruhi yakni faktor pendukung dan pemhambat, Faktor pendukung kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat adalah ketika banyaknya pihak swasta yang ikut langsung berpartisipasi dalam pelaksanaan program lorong sehat. Faktor penghambatnya adalah ketika masyarakat sedikit acuh terhadap program Lorong Sehat, faktor penghambat lainnya Minimnya kesadaran dari masyarakat pada kesehatan dan kebersihan lingkungan serta masih adanya anggapan ini adalah tugas dari pemerintah.

(6)

iv

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al-Baqarah: 286).

Persembahan

Kupersembahkan karya ini untuk yang mulia ayahanda dan ibunda tercinta, karena segala apa yang ananda alami tidak terlepas dari support, doa dan kasih sayang kalian. Tampa doa dan restu kalian tak mungkin ananda bisa sampe ketahap ini. Semua ini tentu tak cukup untuk membalas semua jasa-jasa kalian, tapi

semoga dengan setitik karya ini

setidaknya bisa membuat ayah dan ibu bahagia.

(7)

vii

Assallamu ‘alaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Pujisyukurpenulispanjatkanataskehadirat Allah SWT karenaatas-Nya yang

telahmemercikkansetetesilmudariluasnyalautanilmu-Nyasehingga proposal

inidapatterselesaikan. SholawatsertasalamatasjunjunganNabi Muhammad SAW sebagaiNabiakhirzaman,

pembawaberitagembiradanrahmatbagiseluruhalamsemesta.

Terimakasihdansembahsujud yang tulusdarirelunghati yang paling dalam, penulispersembahkan kepada kedua orang tua tercinta saya Ayahanda Ambo

LaladanIbundaHasnawatiatasseluruhpengorbanan, cucuran air

matadancucurankeringat, doasertakasihsayangnya yang

senantiasamenemaniperjalananpenulisdalammenggapaicita-cita. Semoga Allah SWT memberikanrahmat, berkahdanhidayahsertameninggikanderajatnya.

Penulismenyadaribahwahasilpenelitianinitidakdapatterselesaikansebagaim

anamestinyatanpaketerlibatanberbagaipihak yang

dengantulusikhlasmemberikanbantuannya.

Dengansegalakerendahanhatipenulismengucapkanterimakasihdanpenghargaan

yang setinggi-tingginyakepadaIbuDr. NuryantiMustari,

S.IP.,M.Si.selakupenasehatakademiksekaligusKetua Program

(8)

viii

M.Siselakupembimbingkedua yang tidakmengenallelahmemberikanperhatian,

bimbingan, dorongan, nasehat,

semangatdanmembukawawasanberfikirpenulisdalammenyelesaikanhasilpenelitian ini.

Tidaklupapenulismengucapkanbanyakterimakasihkepadasemuapihak yang terlibatdalam proses penyelesaianhasilpenelitianini yang tidakdapatdisebutkansatu

per satu. Dalamkesempatanini,

penulismengucapkanterimakasihsecarakhususkepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M.

selakuRektorUniversitasMuhammadiyahMakassar.

2. IbuHj. Ilyani Malik, S.Sos.,M.Si.

selakuDekanFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasMuhammadiyah Makassar.

3. IbuDr. NuryantiMustari, S.IP.,M.Si.selakuKetuaProgram

StudiIlmuPemerintahanFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUniversitasMuham madiyah Makassar.

4. SeluruhDosenJurusanIlmuPemerintahanFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitikUni

versitasMuhammadiyahMakassar.

5. Semua rekan mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas

(9)

ix

terbaik.Olehnyaitupenulissangatmengharapkankritikdan saran darisemuapihak yang bersifatmembangunsebagaibahanperbaikan.

Makassar, Mei 2019 Penulis

(10)

x

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINGI...ii

HALAMAN PENERIMAAN TIM ...iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...iv

HALAMAN ABSTRAK ...v

HALAMAN DAFTAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ...vii

HALAMANDAFTAR ISI ...x BAB I. PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1 B. RumusanMasalah ... 5 C. TujuanPenelitian ... 5 D. KegunaanPenelitian ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Collaborative Governance ... 7

B. ProsesCollaborative Governance ...10

C. Tujuan MelaksanakanCollaborative Governance ...11

D. Prinsip-PrinsipCollaborative Governance ……… ...13

E. Ukuran KeberhasilanCollaborative Governance ...14

F. Program LorongSehat (Longset) ...20

G. KerangkaaPikir ……... ………23

H. FokusPenelitian…… ... ………26

I. DeksripsiFukusPenelitian ... ……….27

BAB III. METODE PENELITIAN A. WaktudanLokasiPenelitian ...29 B. JenisdanTipePenelitian ...29 C. Sumber Data ...30 D. InformanPenelitian ...31 E. TeknikPengumpulan Data ...32 F. TeknikAnalisis Data ...33 G. Keabsahan Data ... 34

(11)

xi

C. Kebijakan Program LorongSehat (Longset)...45

D. Proses KolaborasiPemerintah,

SwastadanMasyarakatdalamPelaksanaanLorongSehat (Longset). ...51

E. Faktor yang MempengaruhiPelaksanaan Program LorongSehat

(longset) di Kota Makassar...60 BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ...63 B. Saran ...64 C. Daftar Isi ...66

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan tata kelola Pemerintahan, Collaborative Governance menjadi menarik dan berfenomena baru dan menarik pula dikaji dan diteliti.Collaborative

Governance telah berkembang selama beberapa tahun terakhir (Ansel dan Gash.

2007: 543).Di Indonesia dalam kolaborasi diajak untuk mengaitkan multipihak (Pemerintah, Swasta dan Masyarakat) dalam manajemen dan kebijakan Publik sektor lingkungan hidup tersembunyi dalam beberapa peraturan Pemerintah. Termasuk UU No. 32/2009 tentang perlingdungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.Pembaitan Pemerintah bersistem Collaborative Governance kelihatan terus membesar diberbagai daerah bersamaan dengan adanya rancangan otonomi daerah.Definisi ini didasarkan pada bentuk penataan dan pengadilan lingkungan hidup diberbagai Kota besar salah satunya Kota Makassar, yang mengikut sertakan pihak Pemerintah, Swastadan Masyarakat berperan secara giat mulai dari perumusan sampai penilaian.

Kekuatan Collaborative Governance untuk bagian lingkungan hidup diperaktekan di Kota Makassar melalui Program “Makassar‟Ta Tidak Rantasa‟‟

(MTR).Berlangsung ricu Collaborative Governance dalam Program

“Makassar‟Ta Tidak Rantasa” (MTR) karena miliki jalan tersendiri karena

melibatkan banyak kolompok, kelompok-kelompok yang ikut serta meliputi Pemerintah Kota Makassar, Swasta dan Masyarakat.Sewaktu Pelaksanaan

(13)

Program ini, kabar buruk utama Collaborative Governance seperti keterkaitan, dorongan dan kekuatan.

Keberlajutan isu-isu ini, dalam Collaborative Governance serupa membangun keyakinan, membenarkan bersama dan masalah dari dalam berlangsung dengan baik.Tetapi ada beberapa isu-isu belum memuaskan semacamlembaga, kesungguhan, dan pimpinan. Pada awalnya masalah-masalah ini terletak dipihak dari Pemerintah. Mengenai hasil dari penerapan Collaborative

Governance terhadap lingkungan hidup sangat baik untuk jangka pendek.Tetapi

untuk jangka panjang belum memyampaikan hasil yang baik disemua daerah.Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kapabilitas fasilitas atau kader lingkungan dan kesungguhan Pemerintah.Pada dasarnya implementasi yang dikerjakan sudah lumayan baik tetapi masih ada tahap pendalaman.

Untuk mengatasi masalah yang ada, Pemerintah Kota Makassar berusaha meningkatkan lingkungan hidup melalui Program Lorong Sehat.Adapun Program lorong sehat merupakan suatu program andalan mengenai perubahan mendasar dalam mengatasi persoalan perubahan pola pikir serta kerakter masyarakat mengenai kesehatan dan kebersihan di Kota Makassar. Pada program ini bagus di kembangkan karena berpotensi dapat menangani masalah lingkungan sehat dengan konsep 3R (reuse, reduce, recyle) ikutsertaan masyarakat serta perubahan daerah dalam pola PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).

Program Lorong Sehat bisa dapat dikatakan adalah program

(14)

masyarakat sendiri untuk mengubah perilakunya dan mengerti dengan masalah-masalah kesehatan dan partisipasi masyarakat sehingga dipercaya dapat menjadi solusi untuk hidup sehat seta dapat mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat sehingga dapat hidup sehat dan ber-PHBS memberikan hasil yang optimal. Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Kota Makassar membuat Program yang lansung menyentuh pada masyarakat bawah dalam hal Lorong Sehat.

Upaya untuk menurunkan dan mencapai program tersebut, maka dibentuklah Program lorong sehat (Longset) oleh Dinas Kesehatan yang merupakan lorong binaan yang secara teknis dikerjakan oleh puskesmas bersama swasta dan masyarakat, dimana kegiatan lorong tersebut meliputi di mulai dari pendataan kesehatan (PHBS, Keluarga Sehat, Berduta (jika ada belita dibawah 2 th), P4K (jika ada yang hamil), kartu rumah sehat, bebas jentik), lingkungan yang bersih, hijau serta perubahan perilaku kesehatan pada setiap anggota keluarga.

Pemerintah Kota Makassar memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola masalah lingkungan yang ada di daerahnya.Disinilah dibutuhkan peranan dari Swasta dan Masyarakat untuk membantu Pemerintah dalam merencanakan dan menyelenggarakan keputusan yang telah dibuat.Salah satu upaya untuk keberlanjutan Program Pelaksanaan Lorong Sehat adalah dengan menjalin kolaborasi.Kolaborasi yang terjalin disini melibatkan sektor Pemerintah, Swasta dan Masyarakat. Salah satu kolaborasi yang dapat terjalin yaitu kolaborasi dengan Swasta dalam bentuk kegiatan Corporte Social Responsibility (CSR).

Selain itu untuk melihat atau membuktikan langsung top inovasi Pemkot Makassar yang telah menjuari inovasi pelayanan publik tingkat nasional pada

(15)

tahun 2017 lalu, maka peneliti mau membuktikan, seperti apa inovasi Lorong Sehat Pemkot Makassar sehingga terpilih menjadi juara tahun lalu, ternyata, menurut saya Makassar memang layak menjadi juara, setelah peneliti mengungjungi kelurahan kassi-kassi, dan melihat kerjasama terbentuk antara masyarakat dan pemerintah, luar biasa partisipasi warganya, dalam menciptakan lingkungan yang bukan hanya sehat, tetapi juga bersih dan indah.

Saya sangat mengapresiasi kerjasama antara pemimpin, swasta dan masyarakat, saya juga dengar banyak kepala daerah yang telah berkunjung disini,saya berharap program Lorong Sehat ini mereka jadikan kunjungannya sebagai studi tiru artinya apa yang mereka dapatkan dari hasil kunjungannya dapat mereka implementasikan dengan baik, kalau bisa lebih baik dari Lorong Sehat.

Dari hasil observasi di kelurahan kassi-kassi tersebut, Maka peneliti ingin mengetahui bagaimana kerjasamanya sehingga dapat menjadi lorong yang sehat, bersih dan indah, maka Melihat pentingnya hubungan Pemerintah, Swastadan Masyarakat dalam kerjasama untukpeningkatan termasuk dalam masalah-masalah lingkungan sehat.Seperti dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat (Longset)

terjalin kolaborasi antara Pemerintah Kota Makassar, Swasta dan

Masyarakat.dalam implementasi Program Lorong Sehat (longset) membawa dampak positif terhadap lingkungan yaitu kondisi lingkungan yang bersih, hijau serta perubahan perilaku kesehatan pada setiap anggota keluarga. Maka agar dapat berhasil dalam melaksanakan kolaborasi, maka dibutuhkan proses dalam berkolaborasi ada 3 tahap yakni.

(16)

1.face to face dialog,yang dimaksud adalahproses atau dialogantara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat secara langsung ataudialog secara tatap muka langsung bukanlah semata-mata merupakan negoisasi yang ala kadarnya. Dialog sangat penting dalam rangka mengidentifikasi peluang dan keuntungan bersama.

II. Trust building, merupakan upaya untuk saling membangun kepercayaan antar Pemerintah, Swasta dan Masyarakat. Membangun kepercayaan perlu dilakukan sesegera mungkin ketika proses kolaborasi pertama dilakukan.

III.Shere understanding, saling berbagi pemahaman antar Pemerintah, Swasta dan Masyarakat mengenai apa yang dapat mereka capai melalui kolaborasi yang dilakukan.(Ansell dan Gash 2007:558-561).

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ‘‘Collaborative Governance Dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat (Longset) di Kota Makassar’’. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang penulis paparkan maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Proses kolaborasi antara Perintah, Swasta dan Masyarakat dalam

Pelaksanaan Program Lorong Sehat (Longset) di Kota Makassar?

2. Faktor yang mempengaruhi dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat

(Longset) di Kota Makassar? C. Tujuan Penelitian

Berdasar rumusan masalah di atas maka peneliti mengutip tiga tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

(17)

1. Untuk mengetahuiproses kolaborasi antara Perintah, Swasta dan Masyarakat dalam pelaksanaan Program Lorong Sehat (Longset) di Kota Makassar?

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam Pelaksanaan Program

Lorong Sehat (Longset) di Kota Makassar? D. Kegunaan Penelitian

1. Akademik: kegunaan akademik dalam penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kerangkan Collaborative Governance sektor lingkungan sehingga membantu para ilmuan atau akdemisi dalam mengkaji pola kolaborasi antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam menyelasaikan masalah lingkungan. Juga memberi tambahan referensi ilmu pengetahuan dalam studi manajeman dan kebijakan publik atau administrasi serta ilmu Pemerintahan.

2. Praktis: kegunaan peraktis dalam penelitian ini, diharapkan dapat membantu

Pemerintah, Swasta dan Masyarakat lokal dalam memformulasikan,

mengimplementasikan dan mengevaluasi upaya pengendalian dan perlingdungan lingkungan hidup sehat, bersih dan hijau berbasis Kota berkelanjutan di Indonesia.

3. Manfaat bagi penulis: Kegunaan bagi penulis, dapat menanmbah atau memperluas wawasan dan pengetahuan penulis dalam menulis karya ilmiah (Skripsi) terkait masalah yang diteliti, serta merupakan tugas akhir bagi penelitian untuk mendapatkan gelar serjana.

(18)

TINJAUN PUSTAKA

A. KONSEPCOLLABORATIVE GOVERNANCE 1. Pengertian Collaborative Governance

Beberapa tahun terakhir, bentuk Pemerintahan baru telah muncul untuk menggantikan model manajerial dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan,

Collaborative Governance telah datang untuk menyatukan para pemangku

kepentingan umum dan swasta dalam forum kolektif dengan lembaga publik untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang berorientasi consensus.

Robertson dan Choi (2010: 10) menjelaskan Collaborative Governanesuatu

proses dimana setiap partisipan didalamnya memiliki otoritas subtansi dalam mengambil sebuah keputusan dan memiliki kesempatan yang sama untuk memperbaiki aspirasinya dalam proses tersebut. Selanjutnya dijelaskan oleh Dwiyanto (2011: 251) Collaborative Governancedalam kerja sama terjadi penyampaian tujuan, visi, strategi, dan aktivitas antara pihak mereka masing-masing mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan secara independen dan memiliki kewenangan dalam mengelola organisasinya walaupun mereka tunduk dalam kesepakatan bersama.

Ansell and Gash (2008: 18) Mendefinisikan Collaborative Governance

bahwa kolaborasi merupakan suatu upaya untuk membuat aturan yang mengatur dua lembaga atau lebih yang mengurus urusan publik baiklansung maupun tidak langsung. Lembaga-lembaga tersebut sama-sama memiliki kepentingan dalam mengatur urusan non Negara.dalam menjalankan kolaborasi, masing-masing

(19)

pihak harus memiliki ketertarikan secara formal dan memiliki komitmen kuat terhadap apa yang terjadi kesepakatan awal. Tugas-tugas dipercayakan secara penuh kepada masing-masing pihak dengan tetap melaksanakan kordinasi dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan program-program yang menyangkut kepentingan publik.Lebih lanjut definisi dari Balogh (2011: 2).

Collaborative Governanceadalah sebuah proses atau struktur dalam

mengelola dan merumuskan keputusan kebijakan publik dengan kemudian melibatkan Pemerintah, swastadan Masyarakat untuk mencapai tujuan dari kebijakan publik, jika cuman satu pihak saja maka tidak akan mencapai tujuan publik.

Dari definisi diatas selanjutnya Emerson dkk (2012: 29)memberika 6 (enam) kreteria yang ada dalam collaborative governance; 1).The forum is

initiated by public agencies, 2).participants in the forum include non-state actors,

3). participants engage in decision making and are not merely “consulted”, 4).

the forumis formally organized, 5). The forum aims to make decisions by consensus, and 6). The focus of collaborative is on public policy or public management.

Dengan demikian maka dalam Program Lorong sehat (longset) telah memenuhi kreteria sebagaimana yang disampaikan oleh Emerson dkk yaitu;

1. Terdapat lembaga publik, privte, dan masyarakat 2. Aktor non-state ikut berpartisipasi

3. Peserta terlibat dalam pengambilan keputusan dan tidak hanya

(20)

4. Forum secara resmi terorganisir dan betemu secara kolektif.

5. Forum bertujuan untuk membuat keputusan dengan consensus, dan

6. Fokus kerjasama adalah dalam hal kebijakan publik atau manajemen publik. Konsep dan prinsip Collaborative Governance yang di terapkan di berbagai Negara atau daerah relatif sama. Adapun yang membedakannya terletak pada sektornya, tujuannya, strukturnya, prosesnya dan dampaknya.Dengan adanya perbedaan tersebut, tentu menjadi daya tarik tersendiri untuk dipahami lebih lanjut. Terutama pada kasus yang terjadi di tingkat kabupaten atau kota, komitmen, kepercayaan dan kewenangan diantara kolaborasi disetiap daerah selalu memiliki dinamika tersendiri.

Ada lokalitas kedaerahan yang memicu munculnya perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Mengkaji suatu kasus tata Pemerintahan berbasis

Collaborative Governance dimaksudkan untuk mengetahui potret best practices

(praktek-praktek terbaik) dan worst practices (praktek-praktek terburuk). (Margono, 2014 : 2)

Dari berbagai uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa

CollaborativeGovernance adalah keterlibatan sektor Pemerintah, Swasta dan

Masyarakat, kerjasama dalam melaksanakan program Lorong sehat (longset), dan dengan kerjsama yang efektif-efisien akan mengantarkan Makassar menuju pembangunan yang berkelanjutan.

(21)

Proses dari suatu kolaborasi dilkaukan dalam beberapa tahapan. Suatu tahapan model kolaborasi menjadi penting untuk diperhatikan sebagai strategi dalam aspek pengelolaan suatu urusan publik. Meskipun proses kolaborasi sulit untu dilaksanakankarena karakter-karakter dari tiap institusi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ansell dan Grash (2007:558 - 561) sebagai berikut:

a).Face to face dialoge

Semua bentuk Collaborative Governance dibangun dari dialog tatap muka secara langsung dari tiap institusi yang terlibat. Sebagaimana Collaborative

Governance yang berorientasikan proses, dialog secara langsung sangat penting

dalam rangka mengidentifikasi peluang dan keuntungan bersama. Dialog secara tatap muka lansung bukanlah semata-mata merupakan negoisasi yang ala kadarnya. Dialog secara langsung ini dapat meminimalisir antagonisme dan

disrespect dari antar lembagayang terlibat. Sehingga, lembaga dapat bekerjasama

sesuai dengan tujuan dan kebermanfaatan bersama. b).Trust building

Buruknya rasa percaya antar lembaga memang merupakan hal yang lumrah di awal proses kolaborasi. Kolaborasi memang bukan semata tentang negoisasi antara lembaga, namun lebih dari itu merupakan upaya untuk saling membangun kepercayaan satu dengan yang lainnya. Membangun kepercayaan perlu dilakukan sesegera mungkin ketika proses kolaborasi pertama dilakukan. Hal ini diupayakan agar para lembaga tidak mengalami egosentrisme antara lembaga. Oleh karenanya, dalam membangun kepercayaan ini, diperlukan pemimpin yang mampu menyadari akan pentingnya kolaborasi.

(22)

c).Share Understanding

Pada poin yang sama dalam proses kolaborasi, lembagayang terlibat harus saling berbagi pemahaman mengenai apa yang dapat mereka capai melalui kolaborasi yang dilakukan. Saling berbagai pemahaman ini dapat digambarkan sebagai misi bersama, tujuan bersama, obketivitas umum, visi bersama, ideologi yang sama, dan lain-lain. saling berbagi pemahaman dapat berimplikasi terhadap kesepakatan bersama untuk memaknai dan mengartikan suatu masalah.

3.Tujuan Melaksanakan Collaborative Governance

Kolaborasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan merupakan suatu hal yang dibutuhkan dalam praktik Pemerintahan sekarang ini. Ada berbagai alasan yang melatar belakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau institusi. Junaidi (2015:8) menyebutkan bahwa Collaborative Governance tidak muncul secara tiba-tiba karena hal tersebut disebabkan oleh inisiatif dari berbagai pihak yang mendorong untuk melakukan kerjasama dan kordinasi dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi oleh publik. Collaborative Governance atau kolaborasi penyelenggaraan Pemerintahan muncul sebagai respon atas kegagalan implementasi dan tingginya biaya dan adanya politisasi terhadap regulasi (Ansell dan Gash, 2007:54).

Lebih positif lagi bahwa orang mungkin berpendapat bahwa kecenderungan ke arah kolaborasi muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kapasitas

institusi atau lembaga.Pendapat di atas menyatakan bahwa Collaborative

(23)

munculnya Collaborative Governance dapat dilihat dari aspek kebutuhan dari institusi untuk melakukan kerjasama antar Pemerintah, Swasta dan Masyarakat karena keterbatasan kemampuan untuk melakukan program atau kegiatannya sendiri.Selain itu, kolaborasi juga muncul lantaran keterbatasan dana anggaran, sehingga dengan adanya kolaborasi anggaran tidak hanya berasal dari satu institusi saja, tetapi institut lain, yang terlibat dalam kolaborasi.Kolaborasi pun juga bisa dikatakan sebagai aspek perkembangan dari Ilmu Pemerintahan, terutama dengan munculnya konsep Governance yang menekankan keterlibatan

beberapa aktor seperti Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam

penyelenggaraan Pemerintah.

Kolaborasi juga dapat sebagai alternatif dalam mengembangkan keterlibatan kelompok kepentingan dan adanya kegagalan dalam manajerialisme salah satu institusi atau organisasi. Kompleksitas yang muncul pada perkembangannya berakibat pada kondisi saling ketergantungan antara institusi dan berakibat pada meningkatnya permintaan akan kolaborasi. Selanjutnya penjelasan lainnya yang lebih spesifik dikemukan oleh Ansell dan Grash dalam Sudarmo bahwa Collaborative Governance muncul secara adaptif atau dengan sengaja diciptakan secara sadar karena alasan-alasan dan pentingnya konsep ini dilakukan sebagai berikut ini:

(1) kompleksitas dan saling ketergantungan antara institusi, (2) konflik antar kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam, dan (3) upaya mencaricara-cara baru untuk mencapai legitimasi politik. (4) Kegagalan implementasi kebijakan di tataran lapangan. (5) Ketidakmampuan

(24)

kelompok-kelompok, terutama karena pemisahan rezim-rezim kekuasaan untuk menggunakan arena-arena institusi lainnya untuk menghambat keputusan. (6) Mobilisasi kelompok kepentingan. (7) Tingginya biaya dan politisasi regulasi (Junaedi 2015:10).

Pendapat diatas menyatakan bahwa kolaborasi dikakukan karena kompleksitas adanya saling ketergantungan dari tiap institusi. Kolaborasi juga dianggap munucul akibat beragamnya kepentingan antar tiap kelompok sehingga memunculkan adanya suatu kolaborasi. Sehingga dengan dilakukannya kolaborasi dapat memobilisasi kelompok-kelompok kepentingan. Kolaborasi dianggap menjadi solusi untuk buruknya suatu implementasi program atau kegiatan yang dilakukan oleh satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga tersebut. Selain ini kolaborasi juga dianggap sebagai solusi untuk mengatasi tingginya biaya dari suatu program atau kegiatan.

4. Prinsip-Prinsip Collaborative Governance

Memulai sebuah kerjasama dalam bentuk kerjasama dibutuhkan panduan dan landasan berupa prinsip agar seluruh pihak memahami tanggung jawab dan perannya masing-masing. Adapun prinsip kolaborasi atau kemitraan Suharyanto dalam Subarsono (2016: 185-186) yaitu:

a.Keserasian dan keterpaduan antara kebijkaan fiskal dan moneter

Keserasian dapat mendorong penigkatan efisien, produktifitas, stabilitas, pemerataan alokasi, dan pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Dengan kebijkan fiskal dan moneter yang tepat maka dapat mensukseskan agenda pemberdayaan, pemerataan, dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk sistem

(25)

manajemen modern seiring dengan peningkatan sumberdaya manusia dan kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan serta untukmengatasi kesenjangan dalam berbagai aspek. Dalam setiap aspek dan perkembangannya perlu adanya evaluasi dan pembelajaran yang bisa dikembangkan.

b. Pemberdayaan

Kelompok masyarakat tidak sedikit yang memiliki potensi atas kemampuan yang dimiliki. Namun terhalang pada keterbatasan modal, pemasaran, dan teknologi. Kelemahan tersebut harus diakui dan diubah dengan adanya program pemberdayaan oleh Pemerintah dan pihak Swasta, sehingga masyarakat dapat berperan dan berkontribusi secara luas dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah dapat berperan melalui:

a. Pengurangan hambatan dan kendala pertisipasi masyarakat;

b. Menyusun program yang lebih memberi kesempatan kepada masyarakat untuk belajar dan berperan aktif dalam pemanfaatkan dan mendayagunakan sumberdaya produktif yang tersedia guna memenuhi kebutuhan.

5. Ukuran Keberhasilan Collaborative Governance

Deseve (2007:50) dalam Sudarmo (2011:110-116) menyebutkanbahwa terdapat item penting yang bisa dijadikan untuk mengukurkeberhasilan sebuah network atau kolaborasi dalam governance, yangmeliputi:

1).Networked strucuture Type

Networked strucuture Typeataujenis struktur jaringan, Menjelaskantentang

(26)

yang lain yang menyatu secara bersama-sama yangmencerminkan unsur-unsur fisik dari jaringan yang ditangani. Adabanyak bentuk networked structure, seperti hub dan spokes, bintang,dan cluster (kumpulan terangkai dan terhubung) yang

bisa digunakan.Milward dan Provan (2007) dalam Sudarmo

(2011:111)menkategorikan bentuk struktur jaringan ke dalam tiga bentuk: self

governance, lead organization dan Network administrativeorganization (NAO).

Dari kedua macam pengkategorian, model hubdan spoke bisa disamakan dengan lead organisation; bentuk lintangbisa disamakan dengan self governance; sedangkan model clusterlebih dekat ke model network administrative

organization karenayang sebenarnya model ini merupakan campuran antara self governance dan lead organization.Model self governence ditandai dengan struktur

dimana tidakterdapat entitas administratif namun demikian

masing-masingstakeholder berpartisipasi dalam network, dan manajemen dilakukanoleh semua anggota (stakeholder yang terlibat).

Kelebihan dari modelself-governance adalah bahwa semua stakeholder yang terlibat dalamnetwork ikut berpartisipasi aktif, dan mereka memiliki komitmen danmereka mudah membentuk jaringan tersebut. Namun, kelemahan darimodel ini adalah tidak efisien mengingat biasanya terlalu seringnyamengadakan pertemuan sedangkan pembuatan keputusan sangatterdesentralisir sehingga sulit mencapai konsesnsus. Juga diisyaratkanagar bisa efektif, para stakeholder yang terlibat sebaiknya sedikit sajasehingga memudahkan saling komunikasi dan saling

memantaumasing-masing secara intensif(Milward dan Provan, 2007

(27)

Ini berarti bahwa jumlah anggota yang relatifkecil atau terbatas sangat berpengaruh terhadap efektivitas sebuahkolaborasi atau jaringan yang mengambil bentuk self-governance.Model lead organization ditandai dengan adanya edintitas administratif (dan juga manajer yang melakukan jaringan) sebagaianggota

networkatau penyedia pelayanan. Model ini sifatnya lebihtersentralisir

dibandingkan dengan model self govenance.Kelebihanya, model ini bisa efisien dan arah jaringannya jelas. Namunmasalah yang dihadapi dalam model ini adalah adanya dominasi olehlead organization, dan kurang adanya komitmen dari para anggota(stakeholder) yang tergabung dalam network. Disarankan juga agarnetwork lebih optimal, para anggota dalam network sebaiknya cukupbanyak (Milward and Provan, 2007 dalam Sudarmo, 2011:111).

Halini bisa dipahami mengapa anggota yang banyak dipandang efektifkarena model ini mengandalkan juga dukungan dari stakeholder atauanggota lainnya dalam menjalankan aktivitasnya, sehingga semakinbanyak dukungan semakin efektif sebuah kolaborasi yang mnegadopsimodel lead organization.Namun demikian jaringan tidak boleh membentuk hirarki karenajustru tidak akan efektif, dan struktur jaringan harus bersifat organisdengan struktur organisasi jaringan yang se- flat mungkin, yakni tidakada hirarki kekuasaan, dominasi dan monopoli; semuanya setara baikdalam hal hak, kewajiban, tanggung jawab, otoritas dan kesempatanuntuk aksesibilitas dalam pencapaian tujuan bersama (Jones , 2004dalam Sudarmo, 2011:112).

Model network administrative organization ditandai denganadanya entitas administrative secara tegas, yang dibentuk untukmengelolahnetwork, bukan

(28)

sebagai “service provider” (penyedialayanan) dan manajernya di gaji. Model ini merupakan campuranmodel self-governance dan model lead organization.

2).Commitment to a common purpose

Commitment to a common purpose ataukomitmen terhadap tujuan, Commitment to common purpose mengacu pada alasan mengapa sebuah jaringan

harus ada. Alasan mengapa sebuahnetwork harus ada karena perhatian dan

komitmen untukmencapai tujuan-tujuan positif. Tujuan-tujuan ini

biasanyaterartikulasikan di dalam misi umum suatu organisasi Pemerintah. 3). Trust among the participants

Trust among the participants atau adanya saling percaya diantara

parapelaku/peserta yang terangkai dalam jaringan. Trust among the participants didasarkan pada hubungan professional atau sosial;keyakinan bahwa para partisipan mempercayakan pada informasi-informasiatau usaha-usaha dari stakeholder lainnya dalam suatujaringan untuk mencapai tujuan bersama. Bagi lembaga-lembagaPemerintah, unsur ini sangat esensial karena harus yakin bahwamereka memenuhi mandat legislatif atau regulatori dan bahwa merekabisa

“percaya” terhadap partner-partner (rekan kerja dalam jaringan)lainnya yang ada

di dalam sebuah Pemerintahan (bagian-bagian,dinas-dinas,kantor-kantor, badan-badan dalam satu Pemerintahandaerah, misalnya) dan partner-partner di luar Pemerintah untukmenjalankan aktitas-aktivitas yang telah disetujuai bersama.

4). Adanya kepastian Governance atau kejelasan dalam tata kelola, Adanya kepastian governance atau kejelasan dalam tata kelolatermasuk.

(29)

a).boundary dan exlusivity, yang menegaskan siapa yangtermasuk anggota dan siapa yang bukan termasuk anggota; ini berartibahwa jika sebuah kolaborasi dilakukan, harus ada kejelasan siapasaja yang termasuk dalam jaringan dan siapa yang diluar jaringan.

b).rules (aturan-aturan) yang menegaskan sejumlah

pembatasan-pembatasanperilaku anggota komunitas dengan ancaman bahwamereka akan dikeluarkan jika perilaku mereka menyimpang (tidaksesuai atau bertentangan dengan kesepakatan yang telah disetujuibersama); dengan demikian ada aturan main yang jelas tentang apayang seharusnya dilakukan, apa yang seharusnya tidak dilakukan, adaketegasan apa yang dinilai menyimpang dan apa yang dipandangmasih dalam batas-batas kesepakatan; ini menegaskan bahwa

dalamkolaborasi ada aturan main yang disepakati bersama oleh

seluruhstakeholder yang menjadi anggota dari jaringan tersebut; hal-hal apasaja yang harus dilakukan dan hal-hal apa saja yang seharusnya tidakdilakukan sesuai aturan main yang disepakati.

c).self determination,yakni kebebasan untuk menentukan bagaimana network akandijalankan dan siapa saja yang diijinkan untuk menjalankannya, iniberarti bahwa model kolaborasi yang dibentuk akan menentukanbagaimana cara kolaborasi ini berjalan. Dengan kata lain cara kerjasebuah kolaborasi ikut ditentukan oleh model kolaborasi yangdiadopsi; dan

d).network management yakni berkenaan denganresolusi penolakan atau tantangan, alokasi sumberdaya, kontrol kualitas,dan pemeliharaan organisasi. Ini untuk menegaskan bahwa cirisebuah kolaborasi yang efektif adalah jika

(30)

kolaborasi itu didukungsepenuhnya oleh semua anggota network tanpa konflik danpertentangan dalam pencapaian tujuan, ketersediaan sumber dayamanusia yang memiliki kompetensi yang memenuhi persyaratan yangdiperlukan dan ketersediaan sumber keuangan atau kondisi finansial secaramemadai dan berkesinambungan, terdapat penilaian kinerja terhadapmasing-masing anggota yang berkolaborasi, dan tetapmempertahankan eksistensi masing-masing anggota organisasi untuktetap adaptif dan berjalan secara berkesinambungan sesuai dengan visidan misinya masing-masing tanpa mengganggu kolaborasi itu sendiri.

5). Access to authority

Access to authority atau akses terhadap kekuasaan, Yakni tersedianya

standar-standar (ukuran-ukuran) ketentuanprosedur-prosedur yang jelas yang diterima secara luas. Bagikebanyakan network, network tersebut harus memberi

kesankepadasalah satu anggota network untuk memberikan otoritas

gunamengimplementasikan keputusan-keputusan atau menjalankanpekerjaannya. 6).Distributive accountabilityresponsibility

Distributive accountabilityresponsibility atau pembagianakuntabilitas/ responsibilitas, Yakni berbagi governance (penataan,pengelolaan, manajemen secara bersama-sama dengan stakeholderlainya) dan berbagi sejumlah pembuatan keputusan kepada seluruhanggota jaringan; dan dengan demikian berbagi tanggung jawab untukmencapai hasil yang diinginkan. Jika para anggota tidak terlibat dalammenentukan tujuan network dan tidak berkeinginan membawa sumberdaya dan otoritas ke dalam network, maka kemungkinan network ituakan gagal mencapai tujuan.

(31)

7).Information sharing

Information sharing atau berbagi informasi, Yakni kemudahan aksesbagi para

anggota, perlindungan privacy (kerahasiaan identitas pribadiseseorang), dan keterbatasan akses bagi yang bukan anggotasepanjang bisa diterima oleh semua pihak. Kemudahan akses ini bisamencakup sistem, software dan prosedur yang mudah dan aman untukmengakses informasi.

8).Access to resources

Access to resources atau akses terhadap sumberdaya, Yakniketersediaan

sumber keuangan, teknis, manusia dan sumberdayalainnya yang diperlukan untuk mencapai tujuan network. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 8 indikator dari deseve untukmenganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kolaborasi yang dilakukanantara Pemerintah dengan stakeholders.

B.ProgramLorong Sehat (longset)

Program Lorong Sehat adalah sebuah lompatan besar dan sangat penting yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar khususnya Dinas Kesehatan Kota Makassar.Meski sudah ada beberapa model program serupa, tetapi konsep yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar ini lebih maju dan komperehensif terutama karena program ini menyentuh lebih banyak lapisan masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu kebutuhan pendataan kesehatan warga Makassar.

Pada tahap awal, Dinas Kesehatan Kota Makassar secara intensif melakukan pertemuan sosialisasi pada sumber daya manusia yang disiapkan untuk menangani Program ini terutama di Lorong Sehat. Hal ini didasari bahwa secanggih apapun

(32)

Programnya kalau tidak di ikuti dengan kemampuan oleh manusianya hasilnya tidak akan maksimal. Strategi penyediaan anggaran yang memadai yang diselaraskan dengan peningkatan sumber daya manusia membuat Program Lorong Sehat (longset) kini menjadi Program yang sangat dapat di andalkan untuk memenuhi kebutuhan layanan pendataan kesehatan (PHBS, Keluarga Sehat, Baduta (jika ada balita di bawah 2 th), P4K (jika ada yang hamil), kartu rumah sehat, bebas jentik), lingkungan yang bersih, hijau serta perubahan perilaku kesehatan pada setiap anggota keluarga, juga termasuk apabila ada sarana kesehatan yang ada di dalam lorong misalnya posyandu,posbindu dan lain-lan.

Selama berlangsungnya Program Lorong Sehat, beberapa kendala yang dirasakan oleh pelaksana di lapangan, olehnya itu dibutuhkan beberapa solusi diantaranya :

1. Peningkatan sumber daya manusia secara berkesinambungan

2. Memberikan reword bagi petugas penanggung jawab Lorong Sehat

sebagai motivasi dalam berkegiatan.

Jelas sekali bahwa dampak besar dan signifikan telah diperoleh dari keberadaan Program Lorong Sehat ini di Kota Makassar semenjak di canangkan di awal tahun 2015 baik yang dirasakan oleh warga yang membutuhkan, maupun bagi Pemerintah Kota Makassar sendiri. Banyak perubahan signifikan yang terjadi pada pendataan kesehatan di tingkat Puskesmas dan Lorong Sehat yang semakin tertata baik dalam pendataannya dan rapi dalam penghijaunnya jika dibandingkan dengan sebelum di canangkannya Program ini.

(33)

Kepercayaan warga atas keseriusan Pemerintah Kota Makassar dalam memberikan layanan pendataan kesehatan dan penghijauan lorong sepenuhnya bertambah dan hal ini terlihat dari peningkatan jumlah warga yang mempercayakan Puskesmas dalam pengananan pendataan kesehatan dan keluarganya.Hal yang paling penting adalah dengan berjalannya Program ini merupakan cerminan arah yang jelas terkait dengan cita-cita Kota Makassar untuk menjadi Kota Dunia.

Manfaat yang akan diperoleh dari Pelaksanaan Program Lorong Sehat ini adalah sebagai berikut :

1. Mampu mengupayakan lingkungan sehat, mencegah dan menanggulangi

masalah – masalah kesehatan.

2. Memanfaatkan layanan kesehatan yang ada

3. Mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat

(UKBM) seperti posyandu, dan posbindu

Program yang bagus adalah ketika dalam perencanaannya sudah disiapkan

keberlanjutannya.Seperti halnya Program Lorong Sehat ini, Pemerintah Kota Makassar dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Makassar telah memikirkan keberlanjutannya.Untuk itulah, berbagai penyiapan telah dilakukan agar Programini tak hanya sekedar menjadi Program seremonial yang dilaksanakan hanya sesaat saja.

Dampak besar terhadap kehidupan warga Kota Makassar membuat Lorong Sehat wajib dipertahankan dan dijamin keberlangsungannya.Melalui Lorong Sehat, pendekatan secara persuasif dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader

(34)

kesehatan agar masyarakat tidak lagi segan dengan petugas kesehatan dalam melakukan pendataan kesehatan dasar di tiap rumah. Untuk itu, Program ini harus terus dipertahankan keberadaannya terutama jaminan bahwa Program terus berjalan. Langkah inovatif dan kreatif ini membuat Program Lorong Sehat menjadi salah satu andalan layanan kesehatan primer di Kota Makassar dan Indonesia di masa yang akan datang. (PEMKOT Makassar, 2017 ).

Pelajaran penting yang dapat kita petik dalam Program ini begitu sangat sederahana keinginan masyarakat, mereka hanya menginginkan kehadiran Pemerintah ketika mereka mengalami kesulitan termasuk misalanya masalah kesehatan mereka.Rakyat tidak menginginkan sesuatu yang luar biasa dari batas kemampuan Pemerintahtetapi keinginan mereka hanya sederhana yaitu hanya kebutuhan dasar yang sebenarnya mudah untuk dipenuhi oleh Pemerintah, tinggal kemauan, ketelusan, inisiatif, kreatifitas, dan inovasi dari Pemerintah untuk menjawab keinginan rakyat yang sederhana itu.

C. Kerangka Pikir

Kota Makassar adalah satu basis Kota di Indonesia timur yang memiliki jumlah penduduk padat dan pembangunan yang bertaraf metropolitan.Di mana penelitian ini menjelaskan arti penting visi dan misi Kota Makassar yang mengimplementasikan program-program berdasarkan keputusan Wali Kota Makassar No. 660.2/1087/Kep/V/2014tentang pembagian wilayah binaan satuan perangkat kerja daerah (SKPD) Pelaksanaan Program Gerakan Makassar Ta‟ tidak rantasa (MTR) Kota Makassar.Namun untuk menjadikan “Makassar menjadi Kota

(35)

Untuk menjadi kota dunia, suatu daerah atau wilayah telah mampu memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat melalui pelayanan berbasis teknologi. Tak hanya itu, segi pembangunan fisik juga harus menjadi perhatian khusus, dalam mengubah suatu Kota menjadi kota dunia.Proses penerapan Wali Kota Makassar dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat (longset) sangat dibutuhkan kolaborasi antara Pemerintah, Swasta, dan Masyarakatdalam mengupayakan lingkungan sehat, mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan demi kepentingan bersama.

Definisi dari Balogh (2011: 2) Collaborative Governanceadalah sebuah proses atau struktur dalam mengelola dan merumuskan keputusan kebijakan publik dengan kemudian melibatkan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat untuk mencapai tujuan dari kebijakan publik, jika cuman satu pihak saja maka tidak akan mencapai tujuan publik. Peran Pemerintah dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat adalah sebagai pembuat kebijakan sekaligus mengarahkan, memantau dan juga ikut mendampingi agar kegiatan Program Lorong Sehat yang di kerjakan tidak melesek dan tepat pada tujuan.

Pemerintah disini ikut dalam kegiatan dari awal Program sampai akhir Program yang dimaksud Pemerintah disini adalah Dinas Kesehatan.Adapun peran Swata dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat berperan sebagai rekan bermitra dalam program perannya sebagai pendonor atau pendanaan, yang dimaksud Swasta disini adalah Hotel Four Point by Sheraton Makassar.

Peran Masyarakat dalam Pelaksanaan Lorong Sehat berperan sebagai pelaksana atau pembantu dalam Program tersebut, untuk keberhasilan Program

(36)

tersebut, yang dikmusud masyarakatadalah kelompok sosial yang meliputi institusi pendidikan dan organisasi keagamaan yang secarakeseluruhan dapat menjadi kekuatan penyimbang dari Pemerintah disini tergantung kolaborasi antara tiga aktor ini yakni Pemerintah, Swasta dan Masyarakat ketika dalam kolaborasi dapat berhasil maka tujuan dari Program akan tercapai.

Ansell dan Grans (2007:558-561), Agar dapat berhasil dalam melaksanakan kerjasama, maka dibutuhkan ada 3 proses. Proses1,face to face dialog,yang dimaksud adalahproses atau dialogantara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat secara langsung ataudialog secara tatap muka lansung bukanlah semata-mata merupakan negoisasi yang ala kadarnya, Dialog sangat penting dalam rangka mengidentifikasi peluang dan keuntungan bersama.Proses II,Trust building, merupakan upaya untuk saling membangun kepercayaan antar Pemerintah, Swasta dan Masyarakat. Membangun kepercayaan perlu dilakukan sesegera mungkin ketika proses kolaborasi pertama dilakukan.Proses III,Shere

understanding, saling berbagi pemahaman antar Pemerintah, Swasta dan

Masyarakat mengenai apa yang dapat mereka capai melalui kolaborasi yang dilakukan. Saling berbagai pemahaman ini dapat digambarkan sebagai misi bersama, tujuan bersama, objektivitas umum, visi bersama, ideologi yang sama, dan lain-lain. saling berbagi pemahaman dapat berimplikasi terhadat kesepakatan bersama untuk memaknai dan mengartikan suatu masalah.

Adapun faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan Program Lorong Sehat (longset) belum bisa diketahui karena peneliti belum turun di lapangan

(37)

untuk opservasi atau mengambil data yang relevan dengan fokus penelitan . Maka lebh jelasnya peneliti tuangkan dalamkerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1 Keragka Pikir D. Fokus Penelitian

Fukus penelitian yang akan saya lakukan bagaimana Proses

kolaborasiantara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam pelaksanaan Program Lorong Sehat di Kota Makassar, Penelitian ini juga memfokuskan pada satu jenis yakni Program Lorong Sehat (longest). Dan penelitian yang saya akan lakukan mengambil lokasi di Dinas Kesehatan dan kelurahan kassi-kassi.

E. Deskripsi Fukus Penelitian

Deksripsi fukus penelitian yang digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data sehingga tidak terjadi bias terhadap data yang diambil. Untuk

Faktor yang mempengaruhi dalam Pelaksanaan program

Lorong Sehat (Longset)

Proses Kolaborasi Pemerintah Antara Swasta dan Masyarakat (Ansell dan Grans,2007)

1. face to face dialog(dialog secara langsung) 2. Trust building(saling membangun kepercayaan) 3. Shere understanding (saling berbagi pemahaman)

(38)

menyamakan pemahaman dan cara pandang terhadap penulis ilmiah ini, maka kami akan memberikan penjelasan mengenai maksud dan fukus penelitian terhadap penelitian karya ilmiah.

a. Collaborative Governance

Kerjasama antar Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, kerjasama yang dimaksud adalah hubungan timbal balik antara Perintah, Swasta dan Masyarakat dalam melaksanakan Program Lorong Sehat (Longset).

b. Proses Kolaborasi

1. face to face dialog,dalam proses kolaborasi sangat dibutuhkan dialog,

dialog yang dimaksud adalah dialog antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat yang ketemu secara langsung ataudialog secara tatap muka langsung dan membicarakan mengenai proses pelaksanaan program lorong sehat untuk memajukan proses kolaborasi dan kegiatan dilapangan.

2. Trust building, dalam proses kolaborasi sangat dibutuhkan saling

membangun kepercayaan, kepercayaan antar Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, kepercayaan yang dimaksud adalah ketika dalam proses kolaborasikita saling berbagi amanah atau tugas.

3. Shere understanding,dalam proses kolaborasi sangat dibutuhkan saling

berbagi pemahaman, saling berbagi pemahaman antar Pemerintah, Swasta dan Masyarakatmengenai apa yang dapat mereka capai melalui

kolaborasi yang dilakukan. Didalam pemahaman ini dapat

(39)

visi bersama, ideologi yang sama, dan lain-lain. saling berbagi pemahaman dapat berimplikasi terhadap kesepakatan bersama untuk memaknai dan mengartikan suatu masalah.

c. Faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaanProgram Lorong Sehat

(longset). Yakni faktor yang mendukung dalam proses kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan program Lorong Sehat, dan faktor yang menghambat dalam proses kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pelaksanaan program Lorong Sehat (longset).

BAB III

METODE PENELITIAN

(40)

Pemerintah Kota Makassar berupaya meningkatan lingkungan hidup Sehat Pemerintah Kota memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola masalah lingkungan yang ada di daerahnya. Disinilah dibutuhkan peranan dari Swasta dan

Masyarakat untuk membantu Pemerintah dalam merencanakan dan

menyelenggarakan keputusan yang telah dibuat. Melihat pentingnya hubungan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, maka kinerja harus makin di tingkatkan termasuk dalam masalah lingkungan sehat, Seperti dalam Pelaksanaan Program Lorong Sehat (Longset).

Adapun waktu Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 2 bulan yaitu bulan juli samapi dengan bulan agustus Tahun 2019.Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian Dinas Kesehatan dan Kelurahan kassi-kassi Kec. Rappocini Kota Makassar

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Adapun jenis dan tipe penelitian yaitu:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini penulisan menggunakan pendekatan kualitatif dimana dalam penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan memahami Collaborative Governenceanatara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat dalam Pelaksanaan Progrm Lorong Sehat (longset).

2. Tipe Penelitian

29 29

(41)

Tipe penelitian ini merupakan penelitian studi kasus (case study) penelitian study kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, pristiwa, aktivitas, atau individu.

Tipe penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan pristiwa yang ada dan mempelajari data serta informasi yang mendalam mengenai kolaborasi antara Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dalam pelaksanan Program Lorong Sehat (longset).

C. Sumber Data

Sumberdatadiperolehdari pihak-pihak terkait yang mengetahui persis keadaan dan lokasi lapangan saat itu, data bisa berupa informasi kejadian, berkas-berkas penting, foto, media cetak, ataupun pengetahuan umum mengenai permasalahan kolaborasi antara Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dalam pelaksanaan Program Lorong Sehat (longset).

1. Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh sebagai

data asli atau data baru yang memiliki sifat uptodate. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi atau pengamatan langsung dilapangan, diskusi terfokus (focus grup didcussionFGD) dan wawancara langsung dengan nara sumber yang bersangkuatan.

2. Data Skunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari

(42)

dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti pegawai, buku, laporan, jurnal, dan lain –lain.

D. Informan Penelitian

Peneliti menentukan informan-informan atau narasumber yang akan diwawancarai untuk mengumpulkan sejumlah data atau dukumentasi. Setiap informan yang diwawancarai harus dimintai identitas diri secara lengkap tujuannya untuk menegetahui latar belakang informanagar dapat terjadi komunikasi yang aktif dan Informan- informan tersebut relevan dengan fokus penelitian.

Tabel 1. Informan Penelitian

NO INFORMAN INISIAL JABATAN KET.

1. Zikiah

ZK

Kepala Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Mayarakat di

Dinas Kesehatan.

1

2. Imbran IB Pegawai Pertamin (Swasta). 1

3. Joharia JH Masyarakat Angotta Majelis

Tallim.

1

4. Galih GL Pegawai Pertamin (Swasta). 1

5. Saiful SF Pegawai Pertamin (Swasta). 1

6. Muliana ML Masyarakat Angotta Majelis

Tallim.

1

7. Fitri FT Masyarakat Angotta Majelis

Tallim.

1

8. Mila ML Masyarakat Angotta Majelis

Tallim.

1

Jumlah 8 orang

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data yaitu:

(43)

Penelitian lapangan yaitu suatu usaha pengumpulan data yang dilakukan dengan terlibat langsung di lapangan atau lokasi penelitian.Peneliti secara lansung bersentuan dengan objek penelitian, merasakan atmosfer lokasi penelitian dengan ini peneliti dapat merasakan kepuasan sendiri.

2. Wawancara

suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan melakukan wawancara langsung kepada informan dengan berpedoman pada daftar pertayaan yang telah dibuat penulis. Dalam hal ini, peneliti akan mewancarai pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam memberikan data-data yang akurat seperti yakni yakni Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, Swsta yakni Staf Hotel Four Point

by Sheraton Makassar, pertamina, dan serta Kelompok Masyarakat yakni

organisasi keagamaan dan karang taruna yang relevan dengan fokus penelitian.

3. Dokumentasi

Peneliti menyiapakan alat perekam suara atau video sebagai bukti dokumentasi saat peneliti melakukan pengumpulan data. Alat dokumentasi juga bias didapat dari instansi yakni yakni Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, Swsta yakni Staf Hotel Four Point by Sheraton Makassar,pertamina,dan serta Kelompok Masyarakat yakni organisasi keagamaan dan karang taruna yang relevan dengan fokus penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian menggunakan data kualitatif yaitu semua bahan, keterangan, dan fakta-fakta yang tidak dapat diukur dan dihitung secara sistematis karena wujudnya adalah keterangan verbal (kalimat dan data) dengan teknit ini peneliti

(44)

hanya mengumpulkan data-data, informasi-informasi, fakta-fakta, keterangan-keterangan yang bersifat kalimat dan data hari permasalahan yang peneliti anggap penting dan mendukung dalam hal pengumpulan data instansi terkait yang sudah dipersiapkan oleh peneliti.

Miles dan Huberman (2007 : 16) analisis data kualitatif adalah suatu proses

analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

Proses Reduksi Data adalah merupakan suatu proses pemilihan pada penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi kasar yang manual dari catatan-catatan dilapangan.

2. Penyajian Data adalah merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan yang harus dilakukan.

3. Menarik Kesimpulan adalah memulai mencari data dengan mencari arti

benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin alur sebab akibat dan proposisi.

G. Keabsahan Data

Salah satu cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengujian kredibilitas data adalah dengan triangulasiSugiyono (2012 : 125) Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai

(45)

waktu. lebih lanjut Sugiyono (2012 : 127). Membagi triangulasi kedalam tiga macam yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh melalui hasil pengamatan, wawancara dan

dokumen-dokumen yang ada.Kemudian peneliti menbandingkan hasil

pengamatan dengan wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam hal ini data yang diperoleh dengan wawancara lalu dicek dengan observasi dan dokumen.Apabila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilakan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap atau mungkib semuanya benar karena sudut pandangnya berbda-beda.

3. Triangulasi Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara dipagi hari saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberi data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk ini dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara dokumentasi dalam waktu atau situasi yang berbeda.

(46)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

(47)

1. Sejarah Singkat Kota Makassar

Kota Makassar adalah ibu Kota provinsi Sulawesi Selatan, Makassar merupakan kota metropolitan terbesar keempat di Indonesia, kota terbesar di kawasan Indonesia Timur dan pada masa lalu pernah menjadi ibu kota Negara Indonesia Timur dan Provinsi. Kota Makassar merupakan pintu gerbang Indonesia Timur, sebab tidak ada pesawat yang melingtas kebagian Indonesia Timur tampa singgah di bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Pelabuhan Makassar juga sebagai jembatan perhubungan laut ke kawasan Indonesia timur.

Kota yang dulunya bernama Ujung Pandang ini termasuk Kota Kosmopolitan, sejak tahun 2004 Kota Makassar sudah mulai melakukan pembangunan sarana-sarana publik yang baru dan berkualitas. Hal ini dilakukan

berdasarkan pada slogam Kota Makassar yaitu “Great Expectation City” sejak

saat itu dimulailah pembangunan, mulai dari menara balai Kota, graha pena fajar, pelataran losari, bandara internasional Sultan Hasanuddin, jalan Tol Ir, Sutami yang menhubungkan makassar dengan bandara, GOR sudiang merupakan gedung olahraga termegah keempat di Indonesia, Fly Over Urip Sumoharjo, Kalla Town, Gedung Menara Bosowa tertinggi di Makassar saat ini dan Trans Studio yang merupakan Indoor theme park terbesar di dunia.

2. Keadaan Geografis

Makassar adalah ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di bagian selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak antara

119o24‟17‟38‟‟ Buju Timur dan 5o8‟6‟19‟‟ Lintang Selatan yang berbatasan

(48)

sebelah utara dengan Kabupaten Maros, sebelah Timur Kabupaten Maros, sebelah Selatan Kabupaten Gowa dan sebelah Barat adalah Selat Makassar.

Kondisi topografi Kota Makassar dengan kemiringan lahan 0-2o (datar) dan kemiringan lahan 3-15o (bergelombang). Luas wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km persegi. Kota Makassar Memiliki kondisi iklim sedang hingga tropis memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,oC sampai dengan 29oC.

Kota Makassar adalah Kota yang terletak dengan pantai yang berbentang

panjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai “Waterfront City”yang

di dalamnya mengalir beberapa sungai (Sung Tallo, Sungai Jeneberang, Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara kedalam Kota. Kota Makassar merupakan hamparan dataran rendah yang yang berada pada ketinggian antara 0 sampai 25 meter dari permukaan laut.dari kondisi ini menyebabkan Kota Makassar sering mengalami genangan air pada musim hujan, terutama pada saat turun hujan bersaman dengan naiknya air pasang.

Secara Administrasi Kota Makaassar dibagi menjadi 14 kecematan dan 143 Kelurahan. Batas-batas wilayah Kota Makassar yaitu:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Selatan

Luas wilayah daratan Kota Makassar dilihat dari perkecamatan dan jumlah kelurahan perkecematan dapat dilihat pada tabel 4.1.

(49)

Luas masing-masing Kecematan di Kota Makassar

NO KECEMATAN LUAS (KM2) PERSENTASE

(1) (2) (3) (4) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Mariso Mamajang Tamalate Rappocini Makassar Ujung Pandang Wajo Bontoala Ujung Tanah Tallo Panakukang Manggala Biringkanaya Tamalanrea 1,82 2,25 20,21 9,23 2,52 2,63 1,99 2,10 5,94 5,83 17,05 24,14 48,22 31,84 1,04 1,28 11,50 5,25 1,43 1,50 1,13 1,19 3,38 3,32 9,70 13,72 27,43 18,12 Jumlah 175,77 100,00

Sumber: BPS, Makassar dalam angka tahun 2013

Ada 14 Kecematan yang ada didaerah Kota Makassar, maka Kecematan Rappocini merupakan wilayah penelitian saya tepatnya berada di Dinas Kesehatan Kota Makassar.Wilayah ini terletak dibagian Selatan yang berada dipinggir Kota perbatasan dengan Gowa.

3. Kependudukan

Kota Makassar salah satu Kota besar di Indonesia Timur yang sangat padat jumlah penduduknya, berdasarkan data yang saya dapatkan jumlah penduduk di tahun 2017, jumlah penduduk laki-laki sekitar 727,314jiwa dan

(50)

jumlah penduduk perempuan sekitar 742,287 jiwa, jadi total jumlah penduduk laki-laki dan perempuan sekitar 1,469,601 jiwa, kenapa saya mengambil data jumlah penduduk 3 tahun sebelumnya, karena data jumlah penduduk terbaru dari BPS Kota Makassar belum di ilisir pada saat penatapan Program Kesehatan diawal tahun. Karena begitu cepat perkembangan jumlah penduduk Kota Makassar, karena dipengaruhi jumlah kelahiran dan juga dipengaruhi oleh arus migrasi dari daerah-daerah lain yang masuk kedalam Kota Makasar, terutama untuk para penuntut ilmu yang akan melanjutkan pendidikannya, karena Kota Makassar pusat Pemerintahan dan pusat perdagangan di daerah kawasan indonesia timur.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Kota Makassar 2017

No Kecematan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 2. Mariso Mamajang 29,856 29,884 29,436 31,123 59,292 61,007

(51)

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Tamalate Rappocini Makassar Ujung Pandang Wajo Bontoala Ujung Tanah Tallo Panakukang Manggala Biringkanaya Tamalanrea 96,516 79,660 42,048 13,453 15,164 27,579 24,794 69,739 73,114 69,541 100,978 54,988 97,977 84,903 42,710 15,044 15,769 28,957 24,429 69,428 74,669 69,118 101,542 57,182 194,493 164,563 84,758 28,497 30,933 56,536 49,223 139,167 147,783 138,659 202,520 112,170 Jumlah 727,314 742,287 1,469,601

Sumber:BPS Kota Mkassar2017

Berdasarkan tabel diatas wilayah yang memiliki jumlah penduduk terbesar yakni kecematan Biringkaraya dengan jumlah penduduk sebesar 202,520 jiwa, sedangkan wilayah yang memiliki jumlah penduduk yang paling kecil yakni kecematan Ujung Pandang dengan jumlah 28,497 jiwa.

B. Gambar Umum Dinas Kesehatan Kota Makassar 1. Keadaan Geografis

Dinas Kesehatan Kota Makassar terletak di ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar. Adapun lokasi Gedumg Dinas Kesehatan Kota Makassar bertempat di Kecematan Rappocini, gedung tersebut berposisi berada dibagian timur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, bagian selatan Jln. Teduh Bersinar, Bagian Utara penduduk dan bagian Barat Jln. Teduh Bersinar, Makassar.

(52)

2. Lingkungan Kerja Organisir a. Tugas Pokok Dan Fungsi

Dinas Kesehatan memiliki tugas untuk menyelenggarakan semua urusan-urusan dibidang kesehatan. Dalam menjalankan tugas tersebut sebagaimana yang telah dimaksud, maka Dinas Kesehatan Kota Makassar menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1. Penyusunan kebijaksanaan rumusan teknis di bidang pelayanan kesehatan, pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan pencegah penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.

2. Penyusunan rencana dan Program di bidang pelayanan kesehatan, pembinaan rumah sakit, dan puskesmas, pemberantasan dan pencegahan penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.

3. Pelaksanaan pengadilan dan penanganan teknis operasional pelayanan kesehatan, pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan mencegah penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.

4. Pemberian perizinan dan pelayanan umum di bidang kesehatan meliputi pelayanan kesehatan, pembinaan rumah sakit dan puskesmas, pemberantasan dan pencegahan penyakit, kesehatan lingkungan dan peran serta masyarakat.

5. Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan oleh Wali Kota sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.

Dalam melaksanakan tugas tersebut Kepala Dinas Kesehatan didukung oleh unsur organisasi yang terdiri dari:

(53)

a. Secretariat dipimpin oleh seorang secretaries yang mempunyai tugas melakukan urusan perencanaan umum dan program, penyadiaan data dan informasi kesehatan, monitoring dan evaluasi program, kepegawaian, keuangan, perlengkapan surat menyurat, humas dan protocol, perpustakaan serta hukum kesehatan.

b. Bidang Bina Pelayanan Kesehatan, dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan kegiatan, pelayanan kesehatan, pembinaan, dan pengawasan kegiatan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, dan pelayanan kesehatan pengembang dan penunjang.

c.Bidang Bina Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkunga, dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pengendalian penyakit dan kejadian luar biasa, pengamatan penyakit menular dan tidak menular, penanganan korban bencana dan situasi khusus serta kegatan penyehatan lingkungan.

d. Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, pembinaan dan pengawasan upaya gizi masyarakat serta pelaksanaan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yakni individu dan kelompok.

c. Bidang Bina Pengembangan Sumber Daya Kesehatan, di pimpin oleh seorang Kepala Bidang yang mempunyai tugas pokok dalam melaksanakan pengaturan, pembinaan dan pengawasan upaya pembiayaandan jaminan

Gambar

Gambar 1 Keragka Pikir  D. Fokus Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Faktor pendukung tersebut sesuai dengan yang diutarakan oleh Fullan bahwa ada tiga faktor pendukung yang mempengaruhi proses pembaruan sisitem pendidikan yaitu karakteristik

Tahap pelaksanaan, program tertulis satuan kegiatan (layanan atau pendukung) dilaksanakan sesuai dengan perencanaannya. Memanfaatkan berbagai macam perangkat pendukung

Selain persoalan partisipatif warga yang kurang maksimal juga persoalan pendanaan atau anggaran yang menjadi pendukung juga kendala selama ini dalam proses pelaksanaan

Dalam pelaksanaan program, safety riding ini juga memiliki berbagai kendala-kendala bagi pihak kepolisian terutama polisi lantas Pasaman Barat, terkadang masyarakat

Sedangkan pada pelaksanaan program RPJM-Desa Landungsari, peran serta masyarakat yang tertuang dalam sikap gotong-royong masih cukup bagus, sedangkan Kendala-kendala

Berdasarkan analisa mengenai Implementasi Program Pendistribusian Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di kecamatan Minggir bahwa proses pelaksanaan sesuai mekanisme

Kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program SKPP Daring di Kota Payakumbuh diantaranya kendala internal yaitu adanya gangguan jaringan saat mengikuti proses pembelajaran yang

Kesiapan dipengaruhi beberapa faktor pendukung media yang tepat sesuai dengan kebutuhan, hasil analisis data kesiapan anak menuju abad 21 dengan pengembangan media dalam program proses