• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid (Purwatiningsih dkk., 2010). Ketoprofen mudah larut dalam etanol, kloroform, eter, namun praktis tidak larut dalam air (Depkes, 1995). Ketoprofen memiliki kelarutan yang rendah dalam air yaitu 0,5 µg/mL, namun permeabilitasnya baik sehingga termasuk BCS kelas II (Gauri dkk., 2011). Kelarutan ketoprofen yang rendah dalam air tersebut menyebabkan laju disolusinya rendah sehingga memperlambat penyerapannya pada gastrointestinal (Martin dkk., 1993). Untuk mengatasi masalah tersebut maka ketoprofen diformulasikan menjadi solid SNEDDS. Formulasi solid SNEDDS diawali dengan pembuatan SNEDDS.

SNEDDS merupakan campuran isotropik terdiri dari minyak, surfaktan dan kosurfaktan bersama obat yang akan membentuk suatu nanoemulsi secara spontan dalam media air dengan pengadukan yang ringan dan memiliki ukuran

droplet kurang dari 100 nm (Azeem dkk., 2008; Doh dkk., 2013). Pembentukan

nanoemulsi minyak dalam air (o/w) secara spontan akan meningkatkan kelarutan serta absorbsi obat (Pol dkk., 2013). Komponen SNEDDS antara lain adalah minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai emulgator yang menurunkan tegangan muka antara minyak dan air, dan kosurfaktan sebagai emulgator yang

(2)

membantu surfaktan dalam menjaga stabilitas lapisan film antara minyak dan air (Date dkk., 2010).

Formulasi SNEDDS ketoprofen dibuat menggunakan VCO, surfaktan Tween 80-Tween 20 dan kosurfaktan PEG 400. VCO memiliki rantai trigliserida sedang yang biasa digunakan untuk dijadikan fase minyak dalam formulasi SNEDDS dan aman untuk dikonsumsi peroral. Surfaktan yang digunakan adalah Tween 80 dan Tween 20, sedangkan kosurfaktan yang digunakan adalah PEG 400. Tween 80, Tween 20, dan PEG 400 memiliki nilai HLB diatas 10 sehingga memenuhi persyaratan sebagai surfaktan dan kosurfaktan pada formulasi SNEDDS, karena semakin tinggi nilai HLB maka pembentukan nanoemulsi minyak dalam air akan semakin mudah (Kommuru dkk., 2001).

Pengembangan terbaru SNEDDS yaitu dengan diformulasikannya menjadi

solid Self-Nano Emulsifiying Drug Delivery Systems (solid SNEDDS) yang akan

mengatasi keterbatasan SNEDDS yaitu kemudahan dalam proses produksi dan pengemasan. Pada produksi, diketahui tidak semua industri farmasi memiliki alat untuk memproduksi sediaan soft capsul karena pada umumnya sediaan SNEDDS yang cair biasa dikemas menggunakan soft capsul. Soft capsul memiliki beberapa keterbatasan yaitu kompatibilitasnya yang rendah, stabilitas yang buruk, dapat terjadi kebocoran, dan biaya produksi yang tinggi (Lei dkk., 2011). Oleh karena itu, solid SNEDDS dapat menjadi alternatif untuk memformulasikan ketoprofen yang ditujukan untuk penghantaran peroral. Pada solid SNEDDS, aerosil digunakan sebagai solid carrier karena bersifat hidrofobik dan mudah melepaskan obat(Paudel dkk., 2013).

(3)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah campuran VCO, Tween 80-Tween 20, PEG 400, dan ketoprofen menghasilkan SNEDDS yang homogen?

2. Apakah SNEDDS yang dibuat menggunakan VCO, Tween 80-Tween 20, dan PEG 400 dapat menghasilkan nanoemulsi yang spontan, jernih, stabil dalam cairan lambung buatan dan cairan usus buatan serta memiliki drug loading yang baik?

3. Apakah penggunaan aerosil dalam formulasi solid SNEDDS ketoprofen dengan teknik spray drying dan adsorption to solid carrier dapat menghasilkan serbuk yang memiliki morfologi partikel berbentuk sferis?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui komposisi campuran VCO, Tween 80-Tween 20, PEG 400, dan ketoprofen yang dapat menghasilkan SNEDDS yang homogen.

2. Mengetahui komposisi SNEDDS yang dibuat menggunakan VCO, Tween 80-Tween 20, dan PEG 400 yang dapat menghasilkan nanoemulsi secara spontan, jernih, dan stabil dalam cairan lambung buatan dan cairan usus buatan serta memiliki drug loading yang baik.

3. Mengetahui jumlah penggunaan aerosil dalam formulasi solid SNEDDS ketoprofen dengan teknik spray drying dan adsorption to solid carrier yang dapat menghasilkan serbuk yang memiliki morfologi partikel berbentuk sferis.

(4)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pembuatan nanoemulsi ketoprofen dengan teknik solid SNEDDS sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam memformulasikan ketoprofen terutama untuk aplikasi sediaan peroral.

E. Tinjauan Pustaka 1. Ketoprofen

Gambar 1. Struktur kimia ketoprofen

Ketoprofen dengan nama kimia asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat yang struktur kimianya tersaji pada gambar 1 merupakan obat golongan NSAID (Non

Steroid Anti Inflamatory Drugs) dengan rumus molekul C16H14O3. Ketoprofen mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter, namun praktis tidak larut dalam air sehingga kecepatan disolusinya lambat (Depkes, 1995). Ketoprofen memiliki berat molekul 254,3 g/mol dengan jarak lebur 93-96°C, dan merupakan obat yang pada sistem pengelompokan Biophamaceutical Classification System (BCS) tergolong kelas II yang memiliki permeabilitas baik namun kelarutan dalam airnya rendah (Sheng dkk., 2006). Kelarutan dalam air yang rendah berhubungan

(5)

dengan penyerapan obat yang lambat pada lambung. Dosis peroral ketoprofen adalah 50-100 mg, dan diberikan dua kali sehari (Doyle, 2008).

Ketoprofen merupakan asam lemah dengan pKa 4,39-4,76 (Shohin dkk., 2012). Kelarutan ketoprofen dipengaruhi oleh pKa, semakin tinggi pH media maka kelarutannya di media tersebut akan semakin meningkat, karena ketoprofen banyak dalam bentuk terion. Obat dalam bentuk terion akan meningkat kelarutannya dalam air.

2. SNEDDS

SNEDDS merupakan campuran isotropik terdiri dari minyak, surfaktan dan kosurfaktan bersama obat yang akan membentuk suatu nanoemulsi secara spontan dalam media air (Azeem dkk., 2008). Proses pembentukan nanoemulsi secara spontan (self-emulsification) oleh SNEDDS dibantu oleh adanya pengadukan ringan motilitas saluran cerna (Dewan dkk., 2012). Proses emulsifikasi yang spontan ini dipengaruhi oleh jenis, konsentrasi surfaktan, rasio kombinasi minyak dan surfaktan serta suhu (Wakerly dkk., 1986; Wakerly dkk., 1987; Pouton, 1985).

SNEDDS memiliki keunggulan yaitu stabilitas yang baik dibandingkan emulsi, dapat meningkatkan jumlah obat terdisolusi untuk obat yang absorpsinya dipengaruhi oleh kecepatan disolusinya serta meningkatkan permeasi antar membran saluran pencernaan (Rane dan Anderson, 2008; Wasan dkk., 2009; Wang dkk., 2010). Emulsi yang dihasilkan dengan sistem SNEDDS memiliki ukuran droplet kurang dari 100 nm (Doh dkk., 2013). Droplet halus dari

(6)

nanoemulsi memiliki keuntungan yaitu meningkatkan kelarutan obat dengan cara memperluas area penyerapan di permukaan lambung (Rao dkk., 2008).

a. Minyak

Minyak merupakan komponen paling penting dalam formulasi SNEDDS karena berperan sebagai pembawa obat hidrofobik, membantu self-emulsification dari SNEDDS dan mampu meningkatkan fraksi obat hidrofobik yang tertransport melalui sistem intestinal limfatik sehingga meningkatkan absorpsi pada saluran gastrointestinal (Gursoy dan Benita, 2004). Kelarutan obat pada fase minyak mempengaruhi kemampuan nanoemulsi untuk menjaga obat dalam bentuk terlarut (Shafiq-un-Nabi dkk., 2007). Dalam penelitian ini, fase minyak yang digunakan adalah minyak nabati yaitu VCO yang memiliki rantai trigliserida sedang yang sering digunakan dalam pengembangan desain SNEDDS. Selain itu, VCO aman untuk dikonsumsi, tidak mudah teroksidasi, dan memiliki kapasitas pelarutan yang baik (Patel dkk., 2011b).

b. Surfaktan

Surfaktan merupakan komponen penting untuk formulasi SNEDDS karena dibutuhkan untuk membuat emulsi yang stabil saat kontak dengan air. Pemilihan surfaktan untuk SNEDDS paling banyak digunakan adalah surfaktan non-ionik karena lebih tidak toksik sehingga aman dan dapat diterima pada penggunaan oral, dapat menghasilkan emulsi yang stabil di hampir semua media serta memiliki kekuatan ion yang berbeda dibandingkan surfaktan ionik (Kommuru dkk., 2001; Shafiq-un-Nabi dkk., 2007). Nilai HLB yang dipersyaratkan untuk pembuatan SNEDDS adalah lebih dari 10 untuk membentuk sistem nanoemulsi minyak

(7)

dalam air secara spontan saat didispersikan di cairan lambung (Kommuru dkk., 2001).

Surfaktan yang digunakan harus mampu menurunkan nilai tegangan antar muka dengan membentuk lapisan film tipis antarmuka minyak dan air untuk membantu proses dispersi nanoemulsi (Shafiq-un-Nabi dkk., 2007). Mekanisme terbentuknya nanoemulsi didasarkan pada kemampuan surfaktan dalam menstabilkan tegangan antarmuka akibat difusi spontan saat pencampuran dua fase cairan dengan melingkupi partikel obat dalam fase minyak dan mendorong terbentuknya partikel kecil (Mohanraj dan Chen, 2006).

Nilai HLB tinggi dengan substituen hidrofilik diperlukan dalam pembentukan droplet emulsi minyak dalam air secara spontan sehingga terbentuk larutan jernih yang stabil (Azeem dkk., 2009). Surfaktan yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran Tween 80 dan Tween 20, yang diketahui sering digunakan dalam formulasi SNEDDS karena masing-masing memiliki nilai HLB tinggi diatas 10. Karena memakai campuran surfaktan, maka perlu menghitung HLB campuran dalam SNEDDS. Nilai HLB dari campuran surfaktan (HLBmix)

dapat dihitung menggunakan persen berat surfaktan, yaitu:

HLBmix = ƒAHLBA + ƒBHLBB………...(1)

Keterangan:

HLBA, HLBB = nilai HLB

ƒA, ƒB = persen berat surfaktan atau kosurfaktan

(Wang dkk., 2009) c. Kosurfaktan

Kosurfaktan yang umumnya digunakan pada formulasi SNEDDS adalah alkohol rantai pendek yang dapat menurunkan tegangan antarmuka dan

(8)

membentuk nanoemulsi secara spontan. Tujuan ditambahkannya kosurfaktan yaitu untuk meningkatkan drug loading pada sistem SNEDDS, kelarutan surfaktan dalam minyak, kemampuan spontanitas surfaktan untuk membentuk sistem nanoemulsi, serta stabilitas nanoemulsi dengan cara menyelipkan dirinya di antara surfaktan serta bertindak sebagai kosolvent (Patel dkk., 2011a; Benita, 2006). Kosurfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah PEG 400.

3. Virgin Coconut Oil (VCO)

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak yang diperoleh dari daging

buah Cocos nucifera tua yang segar, diolah secara mekanis sehingga tidak mengakibatkan perubahan pada sifat alami minyak (Villarino dkk., 2007). VCO mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan dioksidasi oleh tubuh. Selain itu, kandungan tokoferol dan betakaroten pada VCO berfungsi sebagai antioksidan yang tinggi. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006). Kandungan utama VCO adalah 10% asam lemak tak jenuh dan 90% asam lemak jenuh. Asam lemak jenuh rantai sedang atau Medium Chain Fatty Acid (MCFA) pada VCO tersusun 40-50% asam laurat yang struktur kimianya tersaji pada gambar 2 (Rowe dkk., 2009).

(9)

4. Tween 80

Gambar 3. Struktur kimia Tween 80 (Rowe dkk., 2009)

Tween 80 atau polisorbat 80 (C64H124O26) yang struktur kimianya tersaji pada gambar 3, memiliki berat molekul 1310 g/mol. Tween 80 pada suhu 25°C berwujud cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklat muda, aroma khas lemah, rasa pahit, dan hangat. Tween 80 sangat mudah larut dalam air, etanol, etil asetat, dan metanol, namun praktis tidak larut dalam minyak lemak dan parafin cair (Depkes, 1995). Bobot jenis Tween 80 berkisar antara 1,06 dan 1,09 g/cm3 (Depkes, 1995).

Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai zat pembasah, emulgator, dan meningkatkan kelarutan. Tween 80 tergolong surfaktan non-ionik hidrofilik yang memiliki toksisitas rendah sehingga banyak digunakan dalam industri makanan, kosmetik, serta formulasi obat oral dan parenteral sebagai emulgator emulsi minyak dalam air yang stabil. Dosis aman konsumsi Tween 80 dalam sehari adalah 25 g/kgBB. Tween 80 digunakan sebagai surfaktan dalam SNEDDS karena memiliki nilai HLB yang tinggi (>10) sebesar 15,0 (Rowe dkk., 2009), sehingga memenuhi persyaratan sebagai surfaktan pada formulasi SNEDDS, karena semakin tinggi nilai HLB maka pembentukan nanoemulsi minyak dalam air akan semakin mudah (Kommuru dkk., 2001).

(10)

5. Tween 20

Gambar 4. Struktur kimia Tween 20

Tween 20 atau polisorbat 20 (C58H114O26) yang struktur kimianya tersaji pada gambar 4, memiliki berat molekul 1128 g/mol adalah ester asam lemak yang berasal dari sorbitol dimana anhidridanya dipolimerisasi dengan 20 mmol etilen oksida untuk tiap mol sorbitol dan anhidridanya. Tween 20 merupakan surfaktan non-ionik hidrofilik yang dapat digunakan sebagai zat pengemulsi untuk membentuk suatu emulsi minyak dalam air yang stabil. Wujud Tween 20 adalah cairan minyak berwarna kuning, dapat larut dalam air, alkohol, dioksan, etil asetat, dan metil alkohol, namun praktis tidak larut dalam petroleum dan parafin cair (Depkes, 1995). Dosis aman konsumsi Tween 20 adalah 37 g/kgBB. Tween 20 memiliki nilai HLB yang tinggi yaitu sebesar 16,7 yang dibutuhkan dalam formulasi SNEDDS untuk membuat emulsi yang jernih dan spontan (Rowe dkk., 2009).

6. Polietilen Glikol 400 (PEG 400)

(11)

PEG 400 atau polietilen glikol 400 polimer tergolong dalam etilen oksida yang struktur kimianya tersaji pada gambar 5, memiliki rumus struktur HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH dimana m merupakan jumlah rata-rata gugus

oksietilen. PEG 400 memilliki berat molekul sebesar 380-429 g/mol, berwujud cairan kental jernih, stabil, tidak berwarna, bau khas agak lemah, agak higroskopik, dan pahit, serta dapat larut dalam air, etanol, aseton dan hidrokarbon aromatik, namun praktis tidak larut dalam eter dan hidrokarbon alifatik (Depkes, 1995).

PEG 400 banyak digunakan dalam berbagai formulasi obat, termasuk parenteral, topikal, mata, oral, dan rektal. Sifat PEG 400 adalah non-toksik dan tidak mengiritasi lambung sehingga aman dikonsumsi peroral. PEG 400 apabila dikonjugasi dengan agen pengemulsi lain dapat berfungsi sebagai penstabil emulsi. Penggunaan aman PEG 400 dibatasi oleh WHO setiap hari hingga 10 mg/kgBB. PEG 400 digunakan sebagai kosurfaktan pada formulasi SNEDDS karena memiliki nilai HLB yang tinggi (>10) yaitu sebesar 11,6 sehingga dapat membantu surfaktan dalam meningkatkan pembentukan nanoemulsi secara spontan (Rowe dkk., 2009). Penelitian Chavda dkk. (2013) membuktikan bahwa PEG 400 merupakan kosurfaktan yang dapat digunakan dalam formulasi SNEDDS dengan konsentrasi optimal 30% v/v yang menghasilkan SNEDDS yang jernih dan stabil serta nanoemulsi dengan ukuran droplet sebesar 29,53 nm.

7. Solid SNEDDS

Solid SNEDDS merupakan suatu gagasan terbaru dalam formulasi

(12)

oral padat. Sediaan oral padat memiliki keuntungan antara lain biaya produksi yang rendah, proses produksi yang mudah dikontrol, stabilitas yang baik, reprodusibilitas yang baik, dan meningkatkan kepatuhan pasien dengan kemudahan dalam pembagian dosisnya (Tang dkk., 2008).

Teknik yang digunakan untuk mengubah SNEDDS bentuk cair menjadi solid SNEDDS antara lain spray drying, freeze drying, melt granulation dan

adsorption to solid carrier (Date dkk., 2010). Pemilihan teknik formulasi solid

SNEDDS tergantung pada eksipien, sifat bahan aktif dan kompatibilitasnya. Teknik yang paling sederhana untuk formulasi solid SNEDDS adalah adsorption

to solid carrier. Teknik adsorption to solid carrier dilakukan dengan

menambahkan adsorbent hingga menghasilkan serbuk yang free flowing. Proses ini dapat dilakukan secara mekanik menggunakan blender atau pencampuran fisik dengan hasil serbuk yang dapat diubah menjadi sediaan kapsul dan tablet. Eksipien yang paling banyak digunakan dalam formulasi solid SNEDDS adalah silikon dioksida atau aerosil karena dinilai sebagai solid carrier yang baik dalam formulasi solid SNEDDS (Shanmugam dkk., 2011).

8. Aerosil

Silika aerosil adalah senyawa silikon dioksida (SiO2) murni yang dibuat dengan cara menguapkan silikon tetraklorida, kemudian mengoksidasi uap tersebut dengan H2 dan O2 pada suhu tinggi. Bentuk aerosil adalah serbuk putih, tidak berbau dengan titik lebur 1700°C. Aerosil yang memiliki kelarutan 0,15 gram/L dalam air dinyatakan bukan termasuk eksipien yang berbahaya untuk sediaan peroral. Penggunaan aerosil sebagai solid carrier dalam pembuatan solid

(13)

SNEDDS karena aerosil termasuk adsorbent yang tersusun dari minyak untuk membentuk serbuk yang free flowing. Selain itu, penggunaan silika koloid atau laktosa dapat menghindari interaksi elektrostatik bubuk yang dihasilkan dengan teknik spray drying sehingga dapat meningkatkan hasil rendemennya (Araujo dkk., 2010; Jachowicz dan Nurnberg, 1997; Kim dkk., 2011). Penelitian Shanmugam dkk. (2011) membuktikan bahwa solid SNEDDS lutein dengan komposisi optimal 500 mg aerosil dalam 100 mL etanol menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran droplet sebesar 90 nm. Struktur kimia aerosil tersaji pada gambar 6.

Gambar 6. Struktur kimia aerosil

9. Simplex Lattice Design

Formula adalah campuran yang terdiri dari beberapa komponen yang apabila terdapat perubahan fraksi salah satu komponennya, maka akan mengubah satu atau lebih komponen lain (Rachmawati, 2012). Simplex lattice design merupakan suatu metode untuk menentukan optimasi pada berbagai komposisi bahan yang berbeda. Metode ini akan menghasilkan formula optimum dengan jumlah total dari bahan berbeda yang konstan (Bolton, 1997). Untuk penerapan 2 komponen atau faktor perlu dilakukan minimal dengan 3 percobaan yaitu percobaan yang menggunakan 100% variabel A, 100% variabel B serta campuran 50% variabel A dan 50% variabel B (Bolton dan Bon, 2004). Untuk dua komponen atau faktor persamaan, digunakan persamaan sebagai berikut:

(14)

Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B)………(2) Keterangan:

Y = respon (hasil percobaan)

A, B = kadar komponen dimana (A) + (B) = 1

a, b, ab = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan

(Bolton dan Bon, 2004)

Design Expert adalah perangkat lunak untuk melakukan optimasi dari

sebuah proses atau formula suatu produk. Perangkat lunak ini dapat mengolah 4 rancangan penelitian, yaitu: factorial design, combined design, mixture design, dan respon surface method design. Untuk mendapatkan optimasi formula SNEDDS dari serangkaian campuran komponen, maka dipilih mixture design. Ada dua persyaratan dalam penggunaan mixture design, syarat yang pertama adalah komponen-komponen di dalam formula merupakan bagian total dari formulasi, dan yang kedua adalah respon harus merupakan fungsi dari komponen-komponennya.

Penentuan formula optimum terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap perencanaan formula, tahap formulasi, tahap analisis, dan tahap optimasi. Pada tahap pertama harus menentukan variabel-variabel yang akan dikombinasi beserta konsentrasinya, kemudian menentukan respon yang akan diukur yang merupakan fungsi dari komponen-komponen penyusun formula. Tiap variabel respon akan dianalisis dengan menggunakan bantuan Design Expert versi 7.1.5 untuk mendapatkan persamaan polinomial dengan model yang cocok (linier, quadratic,

cubic, simple qubic). Program Design Expert versi 7.1.5 menggunakan kolom fit summary untuk pemilihan model terbaik (Suggested).

SNEDDS dalam penelitian ini menggunakan simplex lattice design dengan bantuan perangkat lunak Design Expert versi 7.1.5. Keuntungan penggunaan

(15)

desain penelitian yaitu, keefektifan penafsiran faktor dan interaksi, dapat memprediksi efek yang diinginkan ketika tidak terjadi interaksi sehingga memberikan efisiensi yang maksimal (Patel dkk., 2010).

F. Landasan Teori

Ketoprofen terbukti memiliki khasiat sebagai anti inflamasi yang biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid. Permasalahan ketoprofen dalam penggunaan oral adalah kelarutannya yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka ketoprofen diformulasikan menjadi solid SNEDDS. Solid SNEDDS memiliki keuntungan meningkatkan kelarutan, laju disolusi, kemudahan dalam proses produksi dan pengemasannya. Formulasi solid SNEDDS diawali dengan pembuatan SNEDDS. SNEDDS merupakan campuran isotropik terdiri dari minyak, surfaktan dan kosurfaktan bersama obat yang akan membentuk suatu nanoemulsi secara spontan dengan pengadukan ringan. Nanoemulsi SNEDDS memiliki ukuran droplet kurang dari 100 nm, sehingga mampu membantu disolusi dan mempercepat absorbsi obat dalam lambung.

Pembuatan SNEDDS dilakukan dengan mencampurkan VCO, surfaktan Tween 80-Tween 20, kosurfaktan PEG 400 dengan ketoprofen sebagai obat. Minyak nabati seperti VCO mempunyai kandungan asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan dioksidasi oleh tubuh, sehingga minyak ini aman dikonsumsi secara peroral. Penambahan campuran surfaktan Tween 80-Tween 20 mampu menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air serta PEG 400 sebagai

(16)

kosurfaktan yang membantu surfaktan dalam menjaga stabilitas lapisan film antara minyak dan air.

Formulasi SNEDDS menjadi solid SNEDDS dilakukan dengan menambahkan aerosil sebagai solid carrier untuk membentuk suatu serbuk. Formulasi solid SNEDDS tersebut diharapkan akan menghasilkan nanoemulsi ketoprofen yang jernih dan stabil serta memiliki morfologi partikel serbuk yang berbentuk sferis.

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Patil dkk. (2004) yang berhasil memformulasikan gelled SEDDS menggunakan ketoprofen dengan hasil ukuran droplet sebesar kurang dari 100 nm. Sarmad dan Saringat (2009) pernah memformulasikan nano-cream menggunakan VCO dan menghasilkan ukuran

droplet sebesar kurang dari 300 nm. Bali dkk. (2010) yang berhasil

memformulasikan nanoemulsi ezetimibe menggunakan campuran Tween 20 dan PEG 400 yang menghasilkan ukuran droplet sebesar 46,53±8,25 nm. Chavda dkk. (2013) yang berhasil memformulasikan self-nanoemulsifying powder menggunakan campuran Tween 80 dan PEG 400 yang menghasilkan ukuran

droplet sebesar 29,53 nm dengan waktu emulsifikasi selama 15±2 detik. Aerosil

digunakan oleh Shanmugam dkk. (2011) untuk membuat solid SNEDDS lutein dengan komposisi optimal 500 mg aerosil dalam 100 mL etanol menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran droplet sebesar 90 nm, partikel halus tanpa bentuk kristal yang menandakan adsorpsi yang sempurna dari SNEDDS lutein kedalam pori aerosil.

(17)

G. Hipotesis

1. Campuran VCO, Tween 80-Tween 20, PEG 400, dan ketoprofen dapat menghasilkan SNEDDS yang homogen.

2. SNEDDS yang dibuat menggunakan VCO, Tween 80-Tween 20, dan PEG 400 dapat menghasilkan nanoemulsi secara spontan, jernih, dan stabil dalam cairan lambung buatan dan cairan usus buatan serta memiliki drug loading yang baik.

3. Penggunaan aerosil dalam formulasi solid SNEDDS ketoprofen dengan teknik

spray drying dan adsorption to solid carrier dapat menghasilkan serbuk yang

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia ketoprofen
Gambar 3. Struktur kimia Tween 80 (Rowe dkk., 2009)
Gambar 4. Struktur kimia Tween 20

Referensi

Dokumen terkait

Formulasi tablet asam mefenamat yang dibuat melalui dispersi padat dengan PEG 6000 menggunakan beberapa bahan tambahan lainnya bertujuan untuk memperbaiki sifat

Pada penelitian ini ingin diketahui bagaimana pengaruh polimer kombinasi antara hidroksipropil metilselulosa dan metilselulosa terhadap karakter fisik patch, profil pelepasan dan

sebesar 0,001 < 0,05 dan penggunaan gadget berada dalam kategori tinggi sebesar 58,54%; (2) pengaruh lingkungan belajar terhadap minat belajar sebesar 14,9%,

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penyusunan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana membangun perangkat lunak yang mampu

Berdasarkan keberhasilan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah menggunakan myritol 318 dalam formulasi SNEDDS maupun SMEDDS obat/ekstrak lipofil, maka diyakini

Menurut Philip Kotler (2009:245) telemarketing membantu perusahaan dalam meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya penjualan, meningkatkan kepuasan pelanggan. Telemarketing

Berdasarkan keberhasilan penelitian-penelitian tersebut dalam formulasi SNEDDS, kombinasi Tween 20 dan propilen glikol diharapkan dapat menghasilkan SNEDDS ekstrak

Berpikir reflektif sangat diperlukan dalam membantu siswa menguasai kemampuan matematika, karena berpikir reflektif matematis merupakan bagian dari berpikir tingkat