TINGKAT PENGETAHUAN
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2016 TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA EPILEPSI
SKRIPSI
Oleh :
PUTRI REVINA NIRDA CHAIRY 160100139
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
TINGKAT PENGETAHUAN
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2016 TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA EPILEPSI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
PUTRI REVINA NIRDA CHAIRY 160100139
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Atas berkat, rahmat dan hidayat- Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul “Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2016 tentang Pertolongan Pertama pada Epilepsi”.
Skripsi ini dapat diselesaikan atas dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih setinggi – tingginya kepada:
1. Yang terhormat, Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. Yang terhormat, dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked, Sp.S selaku dosen pembimbing yang telah memberi dukungan, arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Yang terhormat, dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked, Sp.S selaku ketua penguji dan Ibu Nenni Dwi Aprianti Lubis, SP, M.Si selaku anggota penguji yang telah memberikan masukan dan petunjuk dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
4. Yang terhormat, dr. Hilfan Ade Putra Lubis, M.Ked(Cardio), Sp.JP selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama menempuh pendidikan di FK USU.
5. Yang tersayang keluarga penulis, Ayahanda dr. A.M. Setia Putra, Sp.PD, KIC,
abang dan kakak M. Irham Derza, STP, dan Yulfira Isnaini, S.Farm, adik Putri Melfani Rizky dan seluruh keluarga yang telah mendukung, mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis selama pendidikan dan dalam menyelesaikan karya tulis ini.
6. Sahabat sekaligus keluarga tersayang Nurhaliza Harahap, Geubrina Kananda, Jeannis Clarissa, Angeline, Rosarina, Evita S. Gracia, Vita Titania, David Franli, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas waktu yang telah dilewati bersama, dukungan dan semangat selama ini.
7. Teman-teman mahasiswa FK USU angkatan 2016 yang telah memberi saran, kritik, dan dukungan dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
8. Semua pihak yang telah banyak membantu secara langsung maupun tidak langsung, namun tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran serta koreksi yang membangun guna menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi. Penulis juga berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhir kata, penyusun ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dan semoga Allah SWT melimpahkan karunia-Nya dalam setiap amal kebaikan kita.
Medan, November 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iv
Gaftar Gambar ... vii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Singkatan ... ix
Daftar Lampiran ... x
Abstrak ... xi
Abstract ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Tujuan ... 1.4 Manfaat ... 1 2 3 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Pengetahuan ...
2.1.1 Definisi ...
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ...
2.1.3 Tingkat Pengetahuan ...
2.2 Epilepsi ...
2.2.1 Definisi ...
2.2.2 Epidemiologi ...
2.2.3 Etiologi ...
2.2.4 Klasifikasi ...
2.2.5 Gejala dan Tanda ...
2.3 Bangkitan Epileptik ...
4 4 4 5 6 6 6 7 7 8 8
2.3.3 Pertolongan Pertama pada Serangan Epilepsi.
2.4 Kerangka Teori ...
2.5 Kerangka Konsep...
10 14 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 16
3.1 Rancangan Penelitian...
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...
3.3 Populasi dan Sampel ...
3.3.1 Populasi Penelitian ...
3.3.2 Sampel Penelitian ...
3.4 Metode Pengumpulan Data...
3.5 Definisi Operasional ...
3.5.1 Pengetahuan ...
3.5.2 Pertolongan Pertama pada Epilepsi ...
3.6 Metode Analisis Data ...
3.6.1 Uji Normalitas Data ...
3.6.2 Uji Wilcoxon ...
16 16 16 16 16 17 17 17 19 19 19 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21
4.1 Gambaran Umum Penelitian ...
4.2 Karakteristik Responden ...
4.2.1 Jenis Kelamin ...
4.2.2 Jenis Informasi yang Diterima ...
4.2.3 Riwayat Keluarga ...
4.2.4 Pengalaman Berhadapan dengan Penderita Epilepsi yang Sedang Mengalami Bangkitan Epileptik atau Kejang ...
4.3 Distribusi Pengetahuan Responden ...
4.4 Tingkat Pengetahuan Responden Saat Pre-test dan Post-test ...
4.4.1 Berdasarkan Jenis Kelamin ...
4.4.2 Berdasarkan Jenis Informasi yang Diterima . 4.4.3 Berdasarkan Riwayat Keluarga ...
21 21 22 22 23
24 25
26 26 27 28
4.4.4 Berdasarkan Pengalaman Berhadapan dengan Penderita Epilepsi yang Sedang Mengalami Bangkitan Epileptik atau
Kejang ...
4.5 Perbandingan Tingkat Pengetahuan Responden pada Pre-test dan Post-test ...
29
30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32 DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN ... 36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Klasifikasi kejang dan epilepsi ... 7
2.2 Klasifikasi bangkitan epileptik basic version ... 9
2.3 Klasifikasi bangkitan epileptik expanded version ... 9
2.4 Langkah 1 recovery position ... 11
2.5 Langkah 2 recovery position ... 12
2.6 Langkah 3 recovery position ... 12
2.7 Langkah 4 recovery position ... 12
2.8 Langkah 5 recovery position ... 13
2.9 Langkah 6 recovery position ... 13
2.10 Langkah 7 recovery position ... 13
2.11 Recovery position ... 14
2.12 Kerangka teori ... 14
2.13 Kerangka konsep ... 15
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Uji normalitas data ... 19 3.2 Perbedaan mean nilai responden pada pre-test dan post-test . 20 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin .... 22 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis informasi
yang diterima ...
22
4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan riwayat keluarga ...
23
4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang ...
24
4.5 Distribusi pengetahuan responden tetang pertolongan
pertama pada epilepsi yang dijawab benar ... 25 4.6 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis
kelamin ... 26 4.7 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis
infromasi yang pernah diterima ... 27 4.8 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan memiliki
keluarga atau saudara penderita epilepsi ... 28 4.9 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan pernah
atau tidak berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang
mengalami bangkitan epileptik ... 29 4.10 Kategori tingkat pengetahuan responden pada pre-test dan
post-test ... 30
DAFTAR SINGKATAN
PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia WHO : World Health Organization
YEI : Yayasan Epilepsi Indonesia
SE : Status Epileptikus
ILAE : International League Against Epilepsy KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
A Biodata Penulis ... 34
B Halaman Pernyataan Orisinalitas ... 36
C Ethical Clearance Penelitian ... 37
D Surat Izin Penelitian ... 38
E Lembar Informasi Penelitian ... 39
F Lembar Persetujuan Responden ... 40
G Kuesioner Pertolongan Pertama pada Epilepsi ... 41
H Data Induk Penelitian ... 45
I Analisis Data dari Program SPSS Statistic... 50
ABSTRAK
Latar Belakang: Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dimana tingkat morbiditas dan mortalitas penderita bergantung pada durasi kejangnya. Semakin lama durasi kejang maka semakin tinggi pula angka morbiditas dan mortalitasnya. Penderita epilepsi dapat mengalami bangkitan kapan saja dan di mana saja, sehingga siapapun dapat berhadapan dengan penderita yang sedang mengalami kejang. Hal itu membuat setiap orang seharusnya perlu memiliki pengetahuan dasar mengenai pertolongan pertama untuk penderita epilepsi saat mengalami bangkitan kejang. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi sebelum dan setelah pemberian materi. Metode: Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan quasi experimental menggunakan desain one-group pre and post-test design, Teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling dengan kriteria inklusi. Hasil: Hasil penelitian didapatkan dari 116 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Dari kuesioner yang diisi sebelum pemberian materi, didapatkan hasil pengetahuan baik pada 98 orang (84,5%), cukup sebanyak 14 orang (12,1%), dan kurang sebanyak 4 orang (3,4%). Sedangkan pada setelah pemberian materi didapatkan hasil pengetahuan baik pada sebanyak 116 orang (100%). Hasil perhitungan uji komparatif Wilcoxon memperlihatkan terdapat perbedaan yang signifikan (P=0,001) antara nilai pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian materi. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian materi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016.
Kata kunci: tingkat pengetahuan, pertolongan pertama, epilepsi, kejang
ABSTRACT
Background: Epilepsy is a brain disorder characterized by recurrent epileptic seizures, where the level of morbidity and mortality of the patient depends on the duration of the seizure. The longer the duration of the seizure, the higher the morbidity and mortality rate. People with epilepsy can experience seizures anytime, so anyone can deal with those who are experiencing seizures. That makes everyone should need to have basic knowledge about first aid for epilepsy. Objective: This study aims to determine knowledge level students class of 2016 of the Medical Faculty, Universitas Sumatera Utara about first aid in epilepsy before and after the first aid education. Method: The research method was a quasi-experimental approach using one-group pre and post-test design. The data collection technique is using total sampling method with inclusion criterias. Results: The results of this study were obtained from 116 people who met the inclusion criteria. From the questionnaire that was filled out on pre-test, it was obtained good knowledge results on 98 people (84.5%), enough as many as 14 people (12.1%), and less as many as 4 people (3.4%). On the post- test, good knowledge was obtained in 116 people (100%). The Wilcoxon comparative test calculation results show there are significant differences (P=0,001) between the value of knowledge before and after the first aid education. Conclusion: There is a significant difference between the value of knowledge before and after the first aid education on students class of 2016 of the Medical Faculty, University of North Sumatera.
Keywords: level of knowledge, first aid, epilepsy, seizures
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belum banyak yang tahu bahwa tanggal 26 Maret setiap tahunnya merupakan tanggal dimana masyarakat dunia memperingati “Hari Epilepsi Sedunia” atau yang lebih dikenal dengan “Purple Day”. Cassidy Megan adalah seorang anak penderita epilepsi yang mencetuskan ide Purple Day pada tahun 2008, dimana kemudian ide tersebut direalisasikan oleh The Epilepsy Association of Nova Scotia sehingga dapat diperingati sampai saat ini (PurpleDay.org).
Untuk memperingati Purple Day, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) cabang Medan menggelar Seminar dan Workshop yang bertema “Epilepsy is More than Seizures” pada tanggal 31 Maret 2019 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari peringatan Purple Day itu sendiri adalah untuk mempertajam pengetahuan dokter terutama di layanan primer tentang epilepsi, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini, serta menghilangkan mitos-mitos jelek tentang penderitanya (Harian Analisa, 2019).
Menurut WHO (2019), lebih dari 50 juta orang di dunia yang menderita epilepsi. Hal itu membuat epilepsi menjadi salah satu dari penyakit neurologis terumum di dunia, dimana hampir 80% penderita epilepsi tinggal di negara berkembang.
Dilaporkan prevalensi dinegara maju berkisar antara 4-7 /1000 orang dan 5- 74/1000 orang di negara berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3 (2,8-37,7) diperkotaan (Oktaviani dan Khosama, 2014).
Menurut dr. Irawaty Sp.S, selaku ketua Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI) (2010), meskipun di Indonesia sendiri belum ada data pasti tentang prevalensi maupun insidensi, tapi sebagai suatu negara berkembang yang berpenduduk berkisar 220 juta. Maka diperkirakan jumlah orang dengan epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau membutuhkan pengobatan berkisar 1,8 juta.
2
Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial. Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik. Dimana bangkitan epileptik adalah terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak (Kusumastuti dan Basuki, 2014).
Bangkitan epileptik yang berlangsung selama lebih dari 30 menit atau terjadinya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran disebut status epileptikus. Dimana Status Epileptikus (SE) merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikan bangkitan (Kusumastuti dan Basuki, 2014).
Status epileptikus merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan neurologis dengan morbiditas dan mortalitas tergantung durasi bangkitan (Prasetyo dan Prasetyo, 2018). Semakin lama waktu bangkitan maka akan semakin tinggi angka morbiditas dan mortalitas, sehingga pertolongan pertama pada epilepsi harus cepat diberikan untuk menghidari terjadinya keadaan status epileptikus.
Penderita epilepsi dapat mengalami bangkitan secara tiba-tiba dan dimana saja, sehingga siapapun dapat berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan kejang. Hal itu membuat peneliti merasa bahwa setiap orang termasuk mahasiswa kedokteran harus mengetahui pengetahuan dasar tentang pertolongan pertama pada epilepsi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi?
1.3 TUJUAN
Berikut merupakan tujuan umum dalam penelitian ini:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi sebelum dan setelah pemberian materi.
Berikut merupakan tujuan khusus dalam penelitian ini:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi berdasarkan jenis kelamin responden.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi berdasarkan pengalaman dan jenis informasi yang diterima tentang hal tersebut.
1.4 MANFAAT
Manfaat yang dapat diambil dalam peneltian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 mengetahui informasi tentang pertolongan pertama pada epilepsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGETAHUAN 2.1.1 DEFINISI
Menurut KBBI (2019), pengetahuan berasal dari kata tahu yang berarti segala sesuatu yang diketahui; kepandaian. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah seseorang dalam melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra meliputi indra penglihatan, indra penciuman, indra pendengaran, indra perasa, dan indra peraba. Pengetahuan nantinya akan mendasari seseorang dalam mengambil sebuah keputusan dan menentukan tindakan dalam menghadapi suatu masalah (Achmadi, 2013).
2.1.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN
Menurut Budiman dan Riyanto (2013) dalam Retnaningsih (2016), faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di mana diharapkan semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu diperhatikan bahwa, seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti memiliki pengetahuan yang rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal.
2. Informasi/ media massa
Informasi yang diperoleh dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
3. Sosial, budaya dan ekonomi
Kebudayaan berasal dari kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang dapat bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga dapat menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
2.1.3 TINGKAT PENGETAHUAN
Menurut Machfoedz (2009), tingkat pengetahuan seseorang yang diukur melalui angket/ kuesioner dapat dikategorikan menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Baik, apabila seseorang mendapat skor 76-100%.
2. Cukup, apabila seseorang mendapat skor 56-75%.
3. Kurang, apabila seseorang mendapat skor <56%.
6
2.2 EPILEPSI 2.2.1 DEFINISI
Epilepsi adalah penyakit kronis otak yang tidak menular, yang dideritai lebih dari 50 juta orang di dunia. Penyakit ini ditandai dengan adanya kejang berulang, yang merupakan episode singkat dari gerakan tak sadar yang melibatkan sebagian tubuh (partial) atau seluruh tubuh (generalized), kadang disertai dengan hilangnya kesadaran dan kontrol fungsi usus atau saluran kemih (WHO, 2019).
Menurut Kusumastuti dan Basuki (2014), epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkanbangkitan epileptik yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis, dan sosial.
Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik.
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Kejadian epilepsi tergolong masih lebih banyak di negara berkembang daripada negara industri. Di Indonesia kasus epilepsi berjumlah paling sedikit 700.000- 1.400.000 kasus dengan pertambahan 70.000 kasus baru setiap tahun dan diperkirakan sekitar 40%-50% dari prevalensi tersebut terjadi pada anak-anak (Andrianti dkk, 2016).
Kelompok studi epilepsi PERDOSSI mengadakan penelitian pada 18 rumah sakit di 15 kota pada tahun2013 selama 6 bulan. Didapatan 2288 pasien terdiri atas 487 kasus baru dan 1801 kasuslama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 ± 16,9 tahun, sedangkan rerata usia padakasus lama adalah 29,2 ± 16,5 tahun (Oktaviani dan Khosama, 2014).
Sedangkan berdasarkan hasil dari sebuah penelitian, penderita epilepsi yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011-2013 berjumlah 126 orang, 60 orang (47,6%) diantaranya berumur 0-11 tahun, 33 orang (26,2%) berumur 12-19 tahun, dan 33 orang (26,2%) berumur diatas 20 tahun (Sirait dkk, 2014).
2.2.3 ETIOLOGI
Menurut ILAE (2017), etiologi dari epilepsi dapat dibedakan berdasarkan:
1. Struktural : adanya gangguan pada struktur anatomi.
2. Genetik : kemungkinan adanya mutasi gen.
3. Infeksi : terdapat infeksi di otak seperti meningitis dan ensefalitis.
4. Metabolik : terdapat gangguan metabolisme yang mengakibatkan kejang.
5. Sistem imun : terdapat gangguan autoimun yang mengakibatkan kejang.
6. Idiopatik : belum diketahui penyebabnya.
2.2.4 KLASIFIKASI
Pada tahun 2017, International League Against Epilepsy (ILAE) mengklasifikasikan kejang dan epilepsi seperti dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Klasifikasi kejang dan epilepsi.
Sumber: ILAE, 2017.
Berdasarkan gambar di atas, bangkitan epileptik atau kejang dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Kejang tipe fokal (focal type),
2. Kejang tipe umum (generalized type), 3. Kejang yang tak dapat diklasifikasikan.
8
Sedangkan epilepsi dapat dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Epilepsi tipe fokal, 2. Epilepsi tipe umum,
3. Epilepsi campuran (fokal dan umum), 4. Epilepsi yang tak dapat diklasifikasikan.
2.2.5 GEJALA DAN TANDA
Menurut Kusumastuti dan Basuki (2014), epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/ gejala berikut:
1. Minimal terdapat dua bangkitan tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks denganjarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan refleks dengan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama dengan (minimal60%) bila terdapat dua bangkitan tanpa provokasi/ bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi satu bulan setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang disertai lesi struktural dan epileptiform dischargers).
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
2.3 BANGKITAN EPILEPTIK 2.3.1 DEFINISI
Bangkitan epileptik atau kejang adalah terjadinya tanda/ gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak (Kusumastuti dan Basuki, 2014). Manifestasi kejang bergantung pada tempat pengeluaran neuron yang berlebihan, dapat berupa motorik, sensorik, psikis dan/ atau otonom (Kenya National Guidelines for the Management of Epilepsy, 2016).
2.3.2 KLASIFIKASI BANGKITAN EPILEPTIK
Klasifikasi bangkitan epileptik (basic version) menurut ILAE (2017) dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Klasifikasi bangkitan epileptik basic version.
Sumber: ILAE, 2017.
Klasifikasi bangkitan epileptik (expanded version) menurut ILAE (2017) dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Klasifikasi bangkitan epileptik expanded version.
Sumber: ILAE, 2017.
10
Menurut Kristanto (2017), berikut ini merupakan penjelasan mengenai tipe kejang pada epilepsi (tipe bangkitan epileptik):
1. Kejang tipe fokal (focal type).
Kejang tipe fokal atau parsial terjadi pada satu area otak dan terkadang menyebar ke area lain. Jika menyebar, dapat menjadi kejang umum (sekunder), paling sering terjadi kejang tonik klonik.
2. Kejang tipe umum (generalized type).
Kejang pada tipe ini terjadi pada seluruh area otak. Kesadaran akan terganggu pada awal kejadian kejang. Kejang umum dapat terjadi diawali dengan kejang parsial simpleks atau kejang parsial kompleks. Jika ini terjadi, dinamakan kejang umum tonik-klonik sekunder.
3. Kejang yang tak dapat diklasifikasikan.
2.3.3 PERTOLONGAN PERTAMA PADA SERANGAN EPILEPSI Menurut Epilepsy Society (2018), langkah yang dapat dilakukan dalam menghadapi orang yang mengalami bangkitan epileptik atau kejang adalah sebagai berikut.
1. Tetap tenang.
2. Lihat sekitar, apakah penderita berada di lokasi yang berbahaya? Jika tidak, jangan pindahkan. Jauhkan barang berbahaya yang berada di sekitarnya.
3. Catat waktu mulai kejang.
4. Temani penderita, apabila penderita sadar namun kelihatan bingung, arahkan penderita ke tempat yang tidak berbahaya secara perlahan. Bicara secara pelan dan tenang.
5. Apabila penderita jatuh ke lantai, alasi kepala dengan sesuatu yang lembut.
6. Jangan menahan pergerakan penderita.
7. Jangan letakkan apapun di mulut penderita.
8. Lihat lama waktu kejang. Jika kejang tidak berhenti selama 5 menit, panggil ambulans.
penderita untuk memastikan tidak ada yang menghalangi jalur napas. Apabila penderita susah bernapas setelah kejang, panggil ambulans.
10. Tetap temani penderita sampai kesadarannya benar-benar pulih.
Biasanya penolong tidak harus memanggil ambulans ketika penderita epilepsi mengalami kejang. Namun segera panggil ambulans jika terjadi salah satu dari hal berikut.
1. Ketika kejang merupakan kejang yang pertama.
2. Ketika penderita mengalami trauma/ terluka berat.
3. Ketika penderita mengalami kesulitan bernapas setelah kejang berhenti.
4. Ketika terjadi kejang berulang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang.
5. Ketika kejang terjadi 2 menit lebih lama daripada kejang yang biasa terjadi pada penderita.
6. Ketika kejang terjadi lebih dari 5 menit.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memposisikan penderita dalam recovery position:
1. Penolong berlutut di sebelah penderita seperti pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Langkah 1 recovery position.
Sumber: Epilepsy Society, 2018.
2. Posisikan tangan penderita yang berada di dekat penolong seperti yang terlihat pada gambar 2.5 untuk menahan penderita saat akan dimiringkan.
12
Gambar 2.5 Langkah 2 recovery position.
Sumber: Epilepsy Society, 2018.
3. Secara perlahan angkat tangan lain penderita dengan telapak tangan penolong (telapak ke telapak). Jika penderita menggunakan cincin, putar cincin ke arah dalam untuk menghindari terjadinya goresan pada pipi. Posisikan bagian punggung tangan penderita agar menempel ke pipi seperti pada gambar. Tangan penolong tetap pada posisi untuk menahan kepala penderita saat akan dimiringkan seperti pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Langkah 3 recovery position.
Sumber: Epilepsy Society, 2018.
4. Gunakan tangan lain penolong untuk menganggkat kaki terjauh penderita sehingga lulutnya tertekuk dan telapak kaki menginjak lantai seperti pada gambar 2.7.
5. Secara perlahan tarik lutut penderita ke arah penolong sehingga penderita menghadap ke penolong seperti pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Langkah 5 recovery position.
Sumber: Epilepsy Society, 2018.
6. Posisikan kaki yang tertekuk ke arah penolong sehingga kaki bertumpu ke lantai, seperti pada gambar 2.9. Posisi ini akan membantu dalam menyeimbangkan penderita.
Gambar 2.9 Langkah 6 recovery position.
Sumber: Epilepsy Society, 2018.
7. Secara perlahan angkat dagu penderita untuk sedikit mengadahkan kepala, agar membuka jalan napas dan membantu pernapasan penderita seperti pada gambar 2.10. Pastikan tidak ada yang menghalangi jalan napas, apabila ada yang menghalangi seperti makanan, segera keluargkan apabila dapat dilakukan secara aman. Temani penderita dan berikan ketenangan, sampai penderita benar-benar pulih.
Gambar 2.10 Langkah 7 recovery position.
Sumber: Epilepsy Society, 2018.
14
Posisi akhir recovery position dapat dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Recovery position.
Sumber: Epilepsy Society, 2018.
2.4 KERANGKA TEORI
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat dibuat kerangka teori penelitian ini seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.12.
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan:
1. Pendidikan
2. Informasi/media massa 3. Sosial, budaya, dan
ekonomi 4. Lingkungan 5. Pengalaman 6. Usia
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara angkatan 2016
Pengetahuan tentang pertolongan pertama
pada epilepsi
2.5 KERANGKA KONSEP
Berdasarkaan kerangka teori di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian ini seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Kerangka konsep.
Mahasiswa Fakultas Kedoteran Universitas Sumatera
Utara angkatan 2016
Tingkat pengetahuan tentang pertolongan pertama pada epilepsi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis quasi experimental, yang bersifat observasional dengan metode one-group pre and post-test design. Penelitian ini tidak menggunakan pembanding, namun menggunakan test di awal dan di akhir perlakuan. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian materi tentang pertolongan pertama pada epilepsi.
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, pada bulan Oktober tahun 2019.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah sekelompok subyek dengan karakteristik tertentu. Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Berikut ini adalah populasi dan sampel dalam penelitian ini.
3.3.1 POPULASI PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 sejumlah 228 orang.
3.3.2 SAMPEL PENELITIAN
3.3.2.1 CARA PEMILIHAN SAMPEL
Sampel penelitian diambil dengan cara total sampling.
3.3.2.2 BESAR PEMILIHAN SAMPEL
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu sebanyak 116 orang.
3.3.2.3 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah karakteristik subyek yang memenuhi kriteria eksklusi namun harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab.
3.3.2.3.1 KRITERIA INKLUSI
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016.
2. Bersedia menjadi subyek dalam penelitian.
3. Mengikuti penelitian dari awal hingga akhir.
3.3.2.3.2 KRITERIA EKSKLUSI
Tidak ada kriteria eksklusi dalam penelitian ini.
3.4 METODE PENGUMPULAN DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer langsung diperoleh peneliti melalui kuesioner yang diberikan di awal dan di akhir perlakuan.
3.5 DEFINISI OPERASIONAL 3.5.1 PENGETAHUAN
3.5.1.1 DEFINISI
Pengetahuan berasal dari kata tahu yang memiliki arti segala sesuatu yang diketahui; kepandaian, tentang pertolongan pertama pada epilepsi.
18
3.5.1.2 CARA UKUR
Responden menjawab 15 pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner di awal dan di akhir perlakuan. Perlakuan yang diberikan berupa pemberian materi tentang pertolongan pertama pada epilepsi.
Kuesioner tingkat pengetahuan terdiri dari pilihan jawaban yang benar, salah, dan tidak tahu. Jawaban benar akan diberi nilai 2, jawaban salah akan diberi nilai 1, dan jawaban tidak tahu diberi nilai 0. Sehingga nilai minimum adalah 0 dan nilai maksimum adalah 30.
Persentase skor total akan diukur dengan rumus:
P = B
N x 100%
Keterangan:
P = Presentase skor total (%) B = Total nilai
N = Total nilai maksimum (Machfoedz, 2009)
3.5.1.3 ALAT UKUR
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah divalidasi dan diuji reabilitasnya.
3.5.1.4 HASIL UKUR
Menurut Machfoedz (2009), nilaitotal dapat dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu:
1. Nilai baik, apabila subjek mampu memperoleh nilai 76-100%.
2. Nilai cukup, apabila subjek mampu memperoleh nilai 56-75%.
3. Nilai kurang, apabila subjek mampu memperoleh nilai <56%.
3.5.1.5 SKALA UKUR
Dalam penelitian ini, tingkat pengetahuan mahasiswa menggunakan skala ukur ordinal.
3.5.2 PERTOLONGAN PERTAMA PADA EPILEPSI 3.5.2.1 DEFINISI
Pertolongan pertama pada epilepsi adalah adalah upaya pertolongan dan perawatan sementara terhadap seseorang penderita epilepsi saat mengalami bangkitan epileptik atau kejang. Pertolongan pertama dapat dilakukan oleh siapa saja dan biasanya dilakukan oleh orang yang pertamamelihat korban.
Pertolongan pertama yang digunakan yaitu berdasarkan panduan dari ILAE yang merujuk ke Epilepsy Society.
3.6. METODE ANALISIS DATA
Data primer yang terkumpul terdiri dari nilai pengetahuan responden pada saat pre-test dan nilai pengetahuan responden pada saat post-test. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan software pengolah data Excel dan SPSS.
3.6.1 UJI NORMALITAS DATA
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji Saphiro Wilk yang dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Uji normalitas data.
Nilai Pengetahuan P Value Keterangan
Pre-test 0,001 Data tidak berdistribusi normal Post-test 0,001 Data tidak berdistribusi normal
Pada tabel 4.5 diketahui bahwa P value untuk nilai pre-test dan post-test adalah 0,000 yang berarti P Value < 0,05, hal itu menunjukkan bahwa data tidak
20
berdistribusi normal. Apabila data tidak berdistribusi normal maka analisis data dapat dilakukan dengan metode uji komparatif non-parametris Wilcoxon Signed Rank Test.
3.6.2 UJI WILCOXON
Uji Wilcoxon dilakukan untuk mengetahui perbedaan mean antara nilai pengetahuan responden saat pre-test dan post-test. Perbedaan mean nilai responden dapat diliat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Perbedaan mean nilai responden pada pre-test dan post-test.
Nilai Pengetahuan Mean P Value
Pre-test 25,09
0,001
Post-test 29,09
Pada tabel 4.5 diketahui bahwa mean nilai pengetahuan responden saat pre-test adalah sebesar 25,09 yang mengalami peningkatan sebesar 15,9% menjadi 29,09 saat post-test. Mean difference sebesar 4 dan P value = 0.0001, hal ini bermakna bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah pemberian materi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di ruang kelas A semester 7 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, pada hari Senin tanggal 21 Oktober 2019. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara didirikkan pada tanggal 20 Agustus 1952 di Jalan Seram, namun sekarang terletak di Jalan Dr. T. Mansur No. 9, Medan, Sumatera Utara.
Penelitian ini menggunakan teknik total sampling, dengan total populasi sebesar 228 orang. Dari total populasi, yaitu 228 orang mahasiswa angkatan 2016, jumlah mahasiswa yang hadir dan memenuhi kriteria inklusi ada 116 orang.
Penelitian ini dilakukan dengan metode one-group pre and post-test design, dimana diantara kedua test tersebut diberikan perlakukan berupa pemberian materi.
Pre-test dan post-test dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah divalidasi dan diuji reabilitasnya. Perlakuan berupa pemberian materi tentang pertolongan pertama pada epilepsi diberikan oleh peneliti dengan bimbingan narasumber dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked., Sp.S.
4.2 KARAKTERISTIK RESPONDEN
Karakteristik responden dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu berdasarkan jenis kelamin; berdasarkan informasi yang pernah diterima; dan berdasarkan pengalaman, yaitu memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi, dan pengalaman berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang.
22
4.2.1 JENIS KELAMIN
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin.
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
- Laki-laki 36 31
- Perempuan 80 69
Total 116 100
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa total responden berjumlah 116 orang.
Responden terbanyak berdasarkan jenis kelamin yaitu responden perempuan dengan jumlah 80 orang (69%), sedangkan responden laki-laki berjumlah 46 orang (31%).
4.2.2 JENIS INFORMASI YANG DITERIMA
Distribusi responden berdasarkan jenis informasi yang diterima dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis informasi yang diterima.
Jenis Informasi Jumlah (n) Persentase (%)
- Berupa materi saat kuliah 107 92,2
- Berupa materi kuliah dan tambahan seminar atau workshop
5 4,3
- Belum pernah sama sekali 4 3,5
Total 116 100,0
Pada tabel 4.2, dapat diketahui bahwa mayoritas responden sudah pernah mendapatkan informasi tentang pertolongan pertama pada epilepsi yaitu sebanyak 112 orang, 107 orang (92,2%) diantaranya mendapatkan informasi hanya dari materi kuliah dan 5 orang (4,3%) lainnya mendapatkan informasi tambahan dari
4.2.3 RIWAYAT KELUARGA
Distribusi responden berdasarkan memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan riwayat keluarga.
Memiliki Keluarga atau Saudara
Penderita Epilepsi Jumlah (n) Persentase (%)
- Ada 9 7,8
- Tidak 107 92,2
Total 116 100,0
Pada tabel 4.3, diketahui bahwa mayoritas responden tidak memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi, yaitu sebanyak 107 orang (90,2%). Sedangkan 9 orang (7,8%) responden memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi.
24
4.2.4 PENGALAMAN BERHADAPAN DENGAN PENDERITA EPILEPSI YANG SEDANG MENGALAMI BANGKITAN EPILEPTIK ATAU KEJANG
Distribusi responden berdasarkan pengalaman pernah atau tidaknya berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang.
Pernah atau Tidak Berhadapan dengan Penderita Epilepsi yang Sedang Mengalami Bangkitan Epileptik atau Kejang
Jumlah (n) Persentase (%)
- Pernah dan melakukan pertolongan pertama
4 3,5
- Pernah dan diam saja dengan alasan sudah ada yang menolong
3 1,7
- Pernah dan diam saja dengan alasan belum tau cara menolong
14 12,9
- Pernah dan diam saja dengan alasan lain-lain
2 1,7
Total 116 100,0
Pada tabel 4.4, dapat diketahui bahwa mayoritas respoden belum pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik, yaitu sebanyak 93 orang (80,2%) responden. Sedangkan 23 orang responden pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang, 4 orang (3,5%) diantaranya melakukan pertolongan pertama sedangkan 19 orang lainnya diam saja dengan alasan sudah ada yang menolong (3 orang atau 1,7%), alasan belum tahu cara menolong (14 orang atau 12,9%), dan alasan lainnya (2 orang atau 1,7%).
4.3 DISTRIBUSI PENGETAHUAN RESPONDEN
Jumlah pertanyaan yang harus dijawab responden pada saat pre-test dan post- test ada 15 pertanyaan. Distribusi pengetahuan responden tentang pertolongan pertama pada epilepsi pada soal yang dijawab benar dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Distribusi pengetahuan responden tetang pertolongan pertama pada epilepsi yang dijawab benar.
No. Pertanyaan Pre-test Post-test
( n) (%) (n) (%)
1 Tetap tenang saat melihat orang kejang 100 86,2 114 96,3
2 Melonggarkan kerah baju/ dasi penderita 101 87,1 105 90,5
3 Memperhatikan dan mencatat lama kejang 101 87,1 113 97,4
4 Berbicara dengan pelan dan lembut kepada penderita 46 40,0 101 87,1
5 Mengalasi kepala penderita 106 91,4 114 96,3
6 Tidak menahan pergerakan penderita 100 86,2 115 99,1
7 Tidak memasukkan benda ke mulut penderita 64 55,2 113 97,4 8 Memposisikan penderita pada recovery position setelah
kejang berhenti
105 90,5 116 100,0
9 Memeriksa jalan napas penderita segera setelah kejang berhenti
109 94,0 114 96,3
10 Memanggil ambulans ketika kejang tidak berhenti selama 5 menit
96 82,8 115 99,1
11 Memanggil ambulans ketika kejang yang dialami merupakan kejang pertama seumur hidup
52 44,8 97 83,6
12 Memanggil ambulans ketika penderita mengalami trauma/
luka berat
78 67,2 103 88,8
13 Memanggil ambulans ketika penderita mengalami kesulitan bernapas saat kejang berhenti
92 79,3 114 96,3
14 Memanggil ambulans ketika terjadi kejang berulang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang
102 87,9 107 92,2
15 Memanggil ambulans ketika kejang terjadi 2 menit lebih lama dari kejang yang biasa terjadi pada penderita
26 22,4 97 83,6
Pada tabel 4.5, dapat diketahui bahwa pada saat pre-test pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah pertanyaan P15 (memanggil ambulans ketika kejang
26
terjadi 2 menit lebih lama dari kejang yang biasa terjadi pada penderita) yaitu 22,4%, pertanyaan P4 (berbicara secara pelan dan lembut kepada penderita) yaitu 40%, dan pertanyaan P11 (memanggil ambulans ketika kejang yang terjadi merupakan kejang pertama seumur hidup) yaitu 44,8%. Setelah diberikan materi, pada pelaksanaan post-test, jawaban benar untuk P15 naik dari 22,4% menjadi 83,6%, jawaban benar untuk P4 naik dari 40% menjadi 87,1%, dan jawaban benar untuk P11 naik dari 44,8% menjadi 83,6%.
4.4 TINGKAT PENGETAHUAN RESPONDEN SAAT PRE-TEST DAN POST-TEST
Tingkat pengetahuan responden pada saat pre-test dan post-test dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik responden, yaitu berdasarkan jenis kelamin; berdasarkan informasi yang pernah diterima; dan berdasarkan pengalaman, yaitu memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi, dan pengalaman berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang.
4.4.1 BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Berdasarkan jenis kelamin, responden dibagi ke dalam dua kelompok. Kategori tingkat pengetahuan responden saat pre-test dan post-test dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis kelamin.
Kategori
Laki-laki Perempuan
Pre-test Post-test Pre-test Post-test
(n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%)
Kurang 1 2,8 0 0 3 3,7 0 0
Cukup 2 5,5 0 0 12 15 0 0
Baik 33 91,7 36 100 65 81,3 80 100
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa, pada responden laki-laki sebanyak 33 orang (91,8%) berada pada kategori pengetahuan baik, 2 orang (5,5%) pada kategori cukup, dan 1 orang (2,8%) berada pada kategori kurang. Sedangkan pada responden perempuan, 65 orang (81,4%) berada pada kategori pengetahuan baik, 12 orang (15%) pada kategori cukup, dan 3 orang (3,7%) berada pada kategori kurang. Pada penelitian ini persentase pengetahuan baik pada responden laki-laki (91,7%) lebih tinggi daripada responden perempuan (81,3%). Setelah mendapatkan informasi, seluruh responden berada dalam kategori pengetahuan baik.
4.4.2 BERDASARKAN JENIS INFROMASI YANG DITERIMA
Berdasarkan jenis informasi yang diterima, responden dibagi kedalam tiga kelompok. Kategori tingkat pengetahuan responden saat pre-test dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan jenis infromasi yang pernah diterima.
Kategori
Berupa Materi saat Kuliah
Berupa Materi Kuliah dan Tambahan Seminar/
Workshop
Belum Pernah Mendapat Informasi
Pre-test Post-test Pre-test Post-test Pre-test Post-test
(n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%)
Kurang 4 3,7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Cukup 14 13,1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Baik 89 83,2 107 100 5 100 5 100 4 100 4 100
Total 107 100,0 107 100 5 100 5 100 4 100 4 100
Dari tabel 4.7 diketahui bahwa responden yang mendapatkan informasi hanya berupa materi saat kuliah mayoritas berada pada kategori pengetahuan baik, yaitu sebanyak 89 orang (83,2%), 14 orang (13,1%) berada pada kategori cukup, dan 4 orang (3,7%) lainnya pada kategori kurang. Responden yang mendapatkan informasi tambahan dari seminar/ workshop berada pada kategori pengetahuan baik (5 orang atau 100%). Sedangkan responden yang belum pernah mendapatkan
28
informasi sebelumnya, berada pada kategori pengetahuan baik (4 orang atau 100%).
Setelah mendapatkan informasi, seluruh responden berada dalam kategori pengetahuan baik.
Penelitian ini sejalan dengan teori menurut Azwar (2009), dimana pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh faktor informasi, dan informasi yang cukup baik dari berbagai media dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Pada penelitian ini, 112 orang (99,1%) responden sebelumnya telah mendapatkan informasi tentang pertolongan pertama pada epilepsi, dan 94 orang (81,0%) diantaranya mendapatkan kategori pengetahuan baik. Responden yang mendapatkan informasi tambahan dari seminar/ workshop seluruhnya (100%) mendapatkan kategori pengetahuan baik.
4.4.3 BERDASARKAN RIWAYAT KELUARGA
Berdasarkan ada tidaknya keluarga atau saudara penderita epilepsi, responden dibagi kedalam dua kelompok. Kategori tingkat pengetahuan responden saat pre- test dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi.
Kategori
Ada Tidak Ada
Pre-test Post-test Pre-test Post-test
(n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%)
Kurang 0 0 0 0 4 3,7 0 0
Cukup 1 11,1 0 0 13 12,2 0 0
Baik 8 88,9 9 100 90 84,1 107 100
Total 9 100,0 9 100 107 100,0 107 100
Dari tabel 4.8 diketahui bahwa, pada responden yang memiliki saudara atau keluarga penderita epilepsi, mayoritas berada pada kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak 8 orang (88,9%), dan 1 orang (11,1%) lainnya berada pada kategori cukup. Sedangkan untuk responden yang tidak memiliki saudara atau keluarga
orang (3,7%) lainnya berada pada kategori pengetahuan kurang. Setelah mendapatkan informasi, seluruh responden berada dalam kategori pengetahuan baik.
4.4.4 BERDASARKAN PENGALAMAN BERHADAPAN DENGAN PENDERITA EPILEPSI YANG SEDANG MENGALAMI BANGKITAN EPILEPTIK ATAU KEJANG
Berdasarkan pernah atau tidaknya berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang dibagi menjadi 2 kelompok.
Kategori tingkat pengetahuan responden saat pre-test dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Kategori tingkat pengetahuan responden berdasarkan pernah atau tidak berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik.
Kategori
Pernah Tidak Pernah
Pre-test Post-test Pre-test Post-test
(n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%)
Kurang 1 4,3 0 0 3 3,2 0 0
Cukup 2 8,7 0 0 12 12,9 0 0
Baik 20 87 23 100 78 83,9 93 100
Total 23 100,0 23 100 93 100,0 93 100
Dari tabel 4.9 diketahui bahwa responden yang pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang mayoritas memiliki pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 20 orang (87%), 2 orang (8,7%) memiliki pengetahuan cukup, dan 1 orang (4,3%) lainnya memiliki pengetahuan kurang. Sedangkan pada responden yang tidak pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik, mayoritas juga berpengetahuan baik yaitu sebanyak 78 orang (83,9%), 12 orang (12,9%) memiliki pengetahuan cukup, dan 3 orang (3,2%) lainnya memiliki pengetahuan kurang. Setelah mendapatkan informasi, seluruh responden berada dalam kategori pengetahuan baik.
30
Menurut Mubarak (2007), pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pengalaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apakah responden memiliki keluarga penderita epilepsi, dan apakah responden pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang.Dalam penelitian ini, persentase pengetahuan baik pada responden yang memiliki keluarga penderita epilepsi (88,9%) lebih tinggi daripada responden yang tidak memiliki keluarga penderita epilepsi. Sedangkan berdasarkan apakah responden pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang, persentase pengetahuan baik pada responden yang pernah mengalami hal tersebut (87%) lebih tinggi daripada responden yang belum pernah mengalami hal tersebut.
4.5 PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN RESPONDEN PADA PRE-TEST DAN POST-TEST
Setelah dilakukan pengukuran dengan kuesioner pada saat pre-test dan post-test didapatkan hasil perbedaan pengetahuan yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan kategori kurang, cukup dan tinggi. Kategori pengetahuan responden pada pre-test dan post-test dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10 Kategori tingkat pengetahuan responden pada pre-test dan post-test.
Kategori Pre-test Post-test
Uji Wilcoxon
(n) (%) (n) (%)
Kurang 4 3,4 0 0
P = 0,001
Cukup 14 12,1 0 0
Tinggi 98 84,5 116 100
Total 116 100,0 116 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden saat pre-test adalah mayoritas berada pada kategori tinggi, yaitu sebanyak 98 orang (84,5%),
termasuk dalam kategori pengetahuan kurang meningkat menjadi tinggi, dan 14 orang (12,1%) yang termasuk dalam kategori pengetahuan cukup meningkat menjadi tinggi.
Pada tabel 4.10, diketahui bahwa pada uji Wilcoxon didapatkan P value = 0.001, hal ini bermakna bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah penberian materi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurhanifah (2017) dan penelitian Endiyono dan Lutfiasari (2016), dimana juga terdapat peningkatan yang signifikan antara pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan, yang dapat disimpulkan dengan terdapatnya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan tentang pertolongan pertama.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi sebelum pemberian materi adalah mayoritas berpengetahuan baik yaitu sebanyak 98 orang (84,5%), pada setelah pemberian materi jumlah mahasiswa yang berpengetahuan baik meningkat menjadi 116 orang (100%). Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai pengetahuan dan sesudah pemberian materi.
2. Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi sebelum pemberian materi berdasarkan jenis kelamin adalah, pada mahasiswa laki-laki dan perempuan mayoritas memiliki pengetahuan baik (laki-laki 33 orang atau 91,8%, perempuan 65 orang atau 81,4%).
3. Tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 tentang pertolongan pertama pada epilepsi sebelum pemberian materi dapat dikelompokkan menjadi beberapa karakteristik, yaitu:
a. Berdasarkan memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi, mahasiswa yang memiliki dan tidak memiliki keluarga atau saudara penderita epilepsi mayoritas berpengetahuan baik (ada keluarga penderita 8 orang atau 88,9%, tidak ada keluarga penderita 90 orang atau 84,1%).
b. Berdasarkan pengalaman pernah atau tidak pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang mengalami bangkitan epileptik atau kejang, mahasiswa yang pernah dan tidak pernah berhadapan dengan penderita epilepsi yang sedang mengalami bangkitan epileptik atau kejang mayoritas berpengetahuan baik (pernah 20 orang atau 87%, tidak pernah 78 orang atau
c. Berdasarkan jenis informasi yang diterima, mahasiwa yang menerima informasi dari materi kuliah, tambahan seminar/ workshop, dan yang belum pernah menerima informasi sebelumnya, mayoritas berpengetahuan baik (materi kuliah 89 orang atau 83,2%, tambahan seminar/ workshop 5 orang atau 100%, belum pernah mendapat informasi 4 orang atau 100%).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan dan mungkin bermanfaat bagi pihak yang terkait adalah sebagai berikut:
1. Untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, secara keseluruhan pengetahuan mahasiswa angkatan 2016 sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan khususnya pada pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar. Akan lebih baik pula apabila seluruh angkatan memiliki pengetahuan pertolongan pertama yang baik.
2. Untuk peneliti selanjutnya, pelaksanaan penelitian mungkin dapat dilakukan pada saat mayoritas populasi berada di lokasi penelitian, dan pada saat populasi memiliki waktu luang yang cukup agar penelitian dilakukan tidak terburu-buru.
Untuk materi yang diberikan akan lebih baik apabila disajikan dengan menarik agar responden tidak bosan saat mendengarkan materi.
DAFTAR PUSTAKA
About Us, Purple Day, [Online], accessed 20 April 2019, Available at:
http://www.purpleday.org/aboutus.
Achmadi, U. F. 2013, Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Andrianti, P.T., Gunawan, P.I., & Hoesin, F., 2016, ‘Profil Epilepsi Anak dan Keberhasilan Pengobatannya di RSUD Dr. Soetomo Tahun 2013’. Sari Pediatri, vol. 18, no. 1, doi: 10.14238, sp: 18.1.2016, 34-39.
Azwar, S. 2009, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Endiyono & Lutfiasari, A. 2016, ‘Pendidikan Kesehatan Pertolongan Pertama Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Praktek Guru dalam Penanganan Cedera pada Siswa di Sekolah Dasar’, MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, vol. 14, no. 1.
Epilepsy, 2019, World Health Organization, [Online], accessed 20 April 2019, Availale at: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/epilepsy.
First Aid Quick Guide, 2018, Epilepsy Society, [Online], Available at:
https://www.epilepsysociety.org.uk/seizure-first-aid#.XMiSJVQzbIV.
Fisher, R.S., Cross, J.H., D’Souza, C., French, J.A., Haut, S.R., Higurashi, N., Hirsch, E., Jansen, F.E., Lagae, L., Moshé, S.L., Peltola, J., Roulet Perez, E., Scheffer, I.E., Schulze-Bonhage, A., Somerville, E., Sperling, M., Yacubian, E.M., Zuberi, S.M., 2017. ‘Instruction manual for the ILAE 2017 operational classification of seizure types’. Epilepsia, vol. 58, 531–542, doi:10.1111, epi:
13671.
Hawari, I. 2010, Epilepsi di Indonesia, Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI), [Online], accessed 20 April 2019, Available at: http://www.ina- epsy.org/2010/08/epilepsi-di-indonesia.html#more
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2019, Kamus Besar Bahasa Indonesia, accessed 30 Mei, Available at:
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/pengetahuan.
Kenya National Guidelines for the Management of Epilepsy. 2016, The Division of Non-communicable Diseases-Ministry of Health.