LAPORAN TUGAS AKHIR
TINGKAT PEMAHAMAN WAJIB PAJAK YANG TELAH MENGGUNAKAN PENGHAPUSAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
BINJAI O
L E H
RANI ARISKA 152600069
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
ABSTRAK
Persyaratan dalam penghapusan NPWP untuk semua Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan harus adanya surat keterangan penyebab penghapusan NPWP dan prosedur penghapusan NPWP dimulai dari Wajib Pajak mengajukan berkas permohonan melalui perugas Tempat Pelayanan Terpadu kemudian Pelaksana Seksi Pelayanan menyerahkan berkas ke Seksi Pemeriksaan untuk diperiksa setelah diketahui hasilnya, Pelaksana Seksi Pelayanan mengajukan Nota Dinas Konfirmasi Utang Pajak dan diserahkan ke Seksi Penagihan. Wajib Pajak harus melunasi utang pajak terlebih dahulu. Kemudian Kepala Seksi Pelayanan membuat Surat Penghapusan atau Penolakan penghapusan NPWP.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis mengajukan beberapa saran yaitu apabila Wajib Pajak tidak segera melengkapi persyaratan, KPP sebaiknya membuat jangka waktu kelengkapan data Wajib pajak sehingga proses dapat cepat terselesaikan serta perlu adanya sosialisasi kepada fiskus mengenai prosedur penghapusan NPWP agar fiskus lebih memahami proses penghapusan. Dengan demikian, kesalahan yang dilakukan fiskus dapat berkurang.
ABSTRACT
Requirement for the elimination of tax NPWP for all individual Tax Payers and the Board shall cause the elimination of a certificate and NPWP removal procedure starts from the Tax Payers files the petition filed by Officer Place Integrated Services Executive Services Section and then submit the file to the Section of Examination for reviewed after the outcome is know, Managing Service Section Departement filed a Memorandum Confirmation Tax Debt and Submitted to the Billing Section. Tax Payers must pay tax debts first. Then the head of service section to make Deletion or Removal of Rejection Latters NPWP. Based on these researches the author proposes some suggestion that if the Tax Payers did not immediately complete the requirements, the KPP shoukd be a period of time Tax Payers bunch completeness so that the process can be quickly resolved and the need for socialization to tax authorities on procedures for removal of NPWP for tax authorities better understand the procces of elimination.
Therefore, mistake made by the tax authorities can be reduced.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, serta kesehatan dan pengetahuan pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan pada program studi diploma-III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara, yang disusun setelah melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
Dalam menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul “TINGKAT PEMAHAMAN WAJIB PAJAK YANG TELAH MENGGUNAKAN PENGHAPUSAN NPWP DI KPP BINJAI” penulis banyak menemui kesulitan dan hambatan. Namun berkat dukungan serta bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak, maka laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dan pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr Muryanto Amin,S.Sos.,Msi., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Drs.Rasudyn Ginting, M.Si, selaku Ketua Program D-III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs Kariono, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan berupa motivasi dan masukan yang berharga dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Seluruh Dosen/Staf pengajar, serta para pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Segenap Staf dan Karyawan kantor Pelayanan Pajak Binjai yang telah membimbing penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
6. Teristimewa terhormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis, juga adik-adikku.
7. Buat teman-teman seperjuanganku “Cambaby” Ayu Rasmita Susanti, Nurfadillah Nasution, Arianti Yahu Ella, Novita Sari Surbakti, Eva Mutiara Sembiring, marcelina Teorasi Manik yang selalu mendukung dan menyemangati penulis.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa dalam penyajian dan penulisannya belum sempurna yang diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangunan demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Akhirnya tak bosan-bosannya penulis mengucapkan terim kasih kepada orang- orang yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Medan,12 July 2018
Penulis
Rani Ariska
DAFTAR ISI
ABSTRAK...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)……….……….….1
B. Tujuan Dan Manfaat Praktek Kerja lapangan Mandiri………..5
C. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan Mandiri……….6
D. Metode Praktek Kerja Lapangan……….………...7
E. Metode Pengumpulan Data……….…….……..8
F. Sistematika Penulisan Laporan………...8
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Perpajakan Indonesia………10
B. Sejarah Singkat KPP Pratama Binjai……….………..………11
C. Kedudukan Tugas Fungsi Dan Struktur Organisasi………14
D. Struktur Organisasi………..……16
E. Bidang-Bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai………...18
BAB III GAMBARAN DATA PRAKTEK 1. Pengertian Pajak………....21
2. Fungsi Pajak ………....………...22
3. Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak………...23
4. Syarat Pemungutan Pajak………...……...24
5. Pengelompokan Pajak………....26
6. Hak Wajib Pajak………....27
7. Kewajiban Wajib Pajak………...30
8. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak………..31
9. Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak………32
10. Sanksi Tidak Memiliki NPWP………..33
11. Dasar Hukum Nomor Pokok Wajib Pajak………34
12. Tempat Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak………..34
13. Tingkat Pemahaman Wajib Pajak ………35
BAB IV PEMBAHASAN 1. Syarat-Syarat Penghapusan NPWP………...36
2. Tata Cara Penghapusan NPWP………...38
3. Pihak Yang Terkait Dalam Penghapusan NPWP………..…41
4. Data Wajib Pajak Yang Melakukan Penghapusan NPWP………....41
5. Hambatan-Hambatan Dalam Penghapusan NPWP………42
6. Dasar Hukum Penghapusan NPWP………43
7. Proses Penghapusan NPWP………...………...45
8. Hal-Hal Yang Menyababkan Penghapusan NPWP………50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….………...51
B. Saran………...52 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur di segala bidang membutuhkan dana yang cukup besar. Didalam perwujudan tujuan pembangunan nasional, akan memerlukan jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, perlu adanya penyusunan suatu perencanaan, yang kemudian akan dijabarkan dalam rencana jangka panjang dalam bentuk repelita dan jangka pendek dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Salah satu sumber keuangan negara yang efektif disamping bidang migas dan nonmigas adalah dari sektor perpajakan sehingga untuk mengatasi masalah peningkatan pendapatan dalam negeri, maka penerimaan di bidang pajak harus lebih ditingkatkan.
Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri, pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pajak merupakan iuran wajib yang dibayar oleh wajib pajak kepada negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pembangunan disegala bidang, diantaranya penyediaan fasilitas- fasilitas yang bersifat umum yang nantinya akan digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat negara kesatuaan Republik Indonesia.
Wajib pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong-royongan Nasional tersebut melalui sistem menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana, dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada wajib pajak sendiri dan melaporkannya secara teratur jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dengan sistem ini diharapkan pula pelaksanaan administrasi perpajakan yang berbelit- belit akan dapat di hindari.
Di Indonesia pengenaan pajak berhubungan erat dengan mentalitas suatu bangsa.
Wajib pajak umumnya berupaya untuk tidak membayar atau kalau membayar pajak diupayakan sekecil mungkin.
DIRJEN PAJAK dalam hal ini diharapkan juga terus melakukan pembenahan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu usaha pemerintah dalam meningkatkan pendapatan dari sektor pajak ditentukan oleh kemampuan aparat pajak didalam memberikan segala bentuk pelayanan dan kemudahan kepada masyarakat (subjek pajak). Aparat pajak haruslah memberikan suatu pelayanan yang baik dan benar kepada
subjek pajak yang akan mendaftarkan dirinya untuk menjadi wajib pajak, untuk memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP).
Nomor Pokok Wajib Pajak sangat perlu dimiliki oleh setiap wajib pajak, karena seluruh proses pengadministrasian dokumen ataupun berkas-berkas perpajakan pada umumnya memerlukan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai dasar kerjanya. Sebagai contoh dalam melakukan penyortiran, pengarsipan dokumen ataupun berkas-berkas perpajakan yang diperlukan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak yang baik.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan pengethuan serta wawasan dalam bidang perpajakan, setiap mahasiswa program diploma Administrasi Perpajakan diwajibkan mengikuti Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), disamping itu PKLM juga bertujuan untuk membandingkan pengetahuan teori yang telah diperoleh dikampus selama ini dengan pekerjaan yang sebenarnya yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Selama melaksanakan PKLM, penulis mengobservasi setiap seksi KPP Binjai dan mendapatkan gambaran mengenai seluruh pelaksanaan pekerjaan baik yang bersifat ketatausahaan, teknis pekerjaan, maupun segi yuridis fiskal masing-masing seksi. Pada seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP), penulis menentukan adanya suatu tindakan penghapusan NPWP dari tata usaha kantor pelayanan pajak. Pada dasarnya NPWP berlaku sekali untuk seumur hidup. Namun demikian NPWP dapat saja dihapuskan dari tata usaha kantor pajak apabila telah memenuhi ketentuan, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut (Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor: KEP-161/PJ./ 2001 pasal 11 ayat 1):
1. Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan 2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
3. Warisan belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai di bagi
4. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Penghapusan NPWP bukan berarti hak dan kewajiban perpajakan perseorangan maupun badan menjadi tidak ada, melainkan tetap melekat sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam masalah penghapusan NPWP para wajib pajak dapat menghubungi :
1. KPP tipe A pada Seksi Tata Usaha Perpajakan dan Seksi Penagihan serta Vertifikasi.
2. KPP tipe B pada Seksi Informasi dan Tata Usaha Perpajakan dan Penagihan serta Vertivikasi.
3. KPP tipe C pada Seksi Informasi dan Tata Usaha Perpajakan dan Sub Seksi Penerimaan dan Penagihan.
Penulis tertarik mengambil judul “TINGKAT PEMAHAMAN WAJIB PAJAK YANG TELAH MENGGUNAKAN PENGHAPUSAN NPWP DI KPP BINJAI” agar dapat menjelaskan persoalan-persoalan yang blum dimengerti oleh masyarakat luas.
Untuk mempermudah penulis dalam menggumpulkan data dan informasi, penulis memilih lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Binjai.
B. Tujuan Dan Manfaat Praktek Kerja Lapangan Mandiri
Praktek kerja lapngan mandiri merupakan salah satu persyaratan yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa perpajakan dalam menyelesaikan pendidikan program diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.
1. Tujuan penulis melakukan praktek kerja lapangan mandiri adalah:
- Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terhapusnya NPWP - Untuk mengetahui bagaimana tata cara penghapusan NPWP
- Untuk mengetahui tingkat pemahaman wajib pajak dalam penghapusan NPWP
2. Manfaat praktek kerja lapangan mandiri adalah:
a. Bagi mahasiswa
- Mengaplikasikan teori maupun ilmu yang sudah diperoleh dan menuangkannya kedalam permasalahan yang timbul selama melakukan Praktek Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak Binjai
- Meingkatkan komunikasi dan pendekatan sosial terhadap dunia kerja nyata - Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang perpajakan
- Menumbuhkan dan menciptakan semangat profesional dalam melaksanakan pekerjaan, serta pengembangan rasa tanggung jawab dan kedisiplinan
b. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Barat
- Untuk meningkatkan kualitas generasi muda dengan praktek kerja lapangan jangka waktu
- Sebagai sarana menciptakan hubungan yang baik dengan pihak Universitas Sumatera Utara
- Mempromosikan sitra aparat pajak yang baik kepada masyarakat - Memperoleh ide-ide baru dengan dilaksanakannya PKLM
c. Bagi Universitas
- Meningkatkan hubungan kerja sama yang baik antara pihak Universitas dengan pihak KPP Barat
- Mempromosikan sumber daya manusia Universitas
- Membuka interaksi mahasiswa, dosen, dan instansi pemerintah d. Bagi Masyarakat
- Agar masyarakat khususnya wajib pajak mengerti dan memahami tata cara penghapusan NPWP
C. Ruang Lingkup Praktek Kerja Lapangan
Adapun yang menjadi ruang lingkup yang paling mendasar dalam melakukan PKLM pada KPP Binjai adalah sebagai berikut :
1. Praktek ini menyangkut tentang tata cara penghapusan NPWP 2. Praktek ini dilakukan pada seksi TUP
3. Data yang digunakan pada praktek ini adalah data tahun 2016-2017
D. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data informasi yang diperlukan, metode yang digunakan dalam melakukan PKLM tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini melakukan berbagai persiapan, dimulai dari penentuan judul, tempat PKLM, mencari bahan atau data untuk pembuatan proposal, hingga konsultasi dengan pihak dosen.
2. Studi literatur
Penulis mencari berbagai sumber-sumber bacaan, seperti buku-buku, surat edaran, surat keputusan menteri keuangan dan Direktur Jendral Pajak serta Undang-Undang serta literatur lain yang berhubungan dengan objek PKLM.
3. Observasi lapangan
Penulis melakukan observasi atau pengamatan lapangan di KPP Binjai 4. Pengumpulan data
Penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik yang akan dibahas. Dalam hal ini data bersumber dari seksi TUP KPP Binjai
5. Teknik analisi dataa dan evaluasi
Penulis menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan penjelasan yang bersifat kualitatif, yaitu penjelasan dengan kata-kata yang sistematis, sehingga permasalahan terungkap dengan objektif.
E. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data-data mengenai objek PKLM yang dilakukan dengan melalui sumber yaitu:
- Wawancara (Interview)
Yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung terhadap pihak KPP yang dianggap mampu memberikan masukan data dan informasi yang diberikan bagi penyusunan laporan ini.
- Observasi lapangan
Yaitu studi yang dilakukan dengan pengamatan langsung atas kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan terhadap tiap gejala yang menjadi objek penelitian.
- Dokumentasi
Dalam metode ini, penulis meminta dokumen yang berhubungan dengan objek PKLM, dokumentasi tersebut dapat berupa struktur organisasi.
F. Sistematika Penulisan Laporan
Adapun yang menjadin sistematika dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang, tujuan, dan manfaat, ruang lingkup, metode praktek kerja lapangan mandiri, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan.
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM
Dalam hal ini penulis menguraikan gambaran umum dari KPP Binjai, tentang sejarah singkat, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi, gambaran pegawai.
BAB III GAMBARAN DATA PRAKTEK
Dalam hal ini penulis menguraikan gambaran data mengenai tata cara penghapusan NPWP , hal-hal yang menyebabkan terhapusnya NPWP .
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA
Dalam hal ini penulis menganalisa mengenai data yang diperoleh kemudian melakukan evaluasi terhadap data tersebut, sehingga tercapai manfaat dan tujuan PKLM.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam hal ini penulis menguraikan kesimpulan mengeni hal-hal yang telah dikemukakan dan beberpa saran yang menjadi bahan masukan untuk mengatasi permasalahan dalam PKLM.
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Perpajakan Indonesia
Di negara Indonesia yang merupakan bekas jajahan pemerintahan Hindia Belanda, undang-undang perpajakan merupakan warisan dari penjajahan tersebut.
Sejarah Perpajakan Indonesia terdiri dari dua priode yaitu :
- Periode sebelum kemerdekaan
- Periode Periode sesudah kemerdekaan 1. Periode Sebelum Kemerdekaan
Periode sebelum kemerdekaan ini di awali sejak Indonesia dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda, peraturan perundang-undangan perpajakan dibuat hanya semata-mata hanya menghimpun dana sebesar-besarnya bagi pemerintah dalam rangka mempertahankan dan memperbesar kekuasaannya ditanah air Indonesia.
Oleh karena itu pemungutan pajak pada saat itu dirasakan oleh rakyat sebagai beban yang sangat berat, sebab baik penetapan jumlah pajak, jenis pajak maupun data cara pemungutannya dirasakan tidak adil serta tidak menghiraukan kemampuan serta penderitaan bagi rakyat Indonesia.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Periode ini dibagi atas dua tahap yaitu :
1. Dimulai tanggal 17 Agustus 1945 s.d 31 Desember 1983
2. Dimulai tanggal 1 Januari 1984 s.d sekarang
Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa periode sebelum kemerdekaan masih tetap berlaku setelah kemerdekaan. Namun dilakukan beberapa perubahan disesuaikan dengan tuntutan rakyat yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Walaupun ada perubahan dan tambahan tetapi pada dasarnya masih berlandaskan pada falsafah warisan.
Sebelum disebut kantor pelayanan pajak dulunya bernama Kantor Inpeksi Pajak (KIP) . Hal ini berlangsung sampai tahun 1976 mulai bulan juni 1976 kantor Inpeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak.
B. Sejarah Singkat KPP Pratama Binjai
Sebelum disebut Kantor Pelayanan Pajak (KPP), kantor ini bernama Kantor Inspeksi Pajak (KIP). Pada bulan Juni 1976, Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak yang saat itu dibagi menjadi 2 (dua) yaitu KPP Medan Utara dan KPP Medan Selatan.
Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan pada tanggal 1 April 1994 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 758/KMK.01/1993 tanggal 03 Agustus 1993. Dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi para wajib pajak wilayah Kotamadya Medan, Binjai dan sekitarnya maka Wilayah Kantor Pelayanan Pajak dibagi atas 3 (tiga) bagian, yaitu :
1. KPP Medan Utara.
2. KPP Medan Timur.
3. KPP Medan Barat.
Kemudian dengan SK Nomor 94//KMK.01/1994 tanggal29 Maret 1994 terhitung mulai 1 April Kantor Pelayanan Pajak di Medan dipecah menjadi 4 (empat) Kantor Pelayanan Pajak, yaitu :
1. KPP Medan Utara.
2. KPP Medan Timur.
3. KPP Medan Barat.
4. KPP Medan Binjai.
Dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 perihal Kantor Pelayanan Pajak, jajaran kantor wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara Bagian Utara (KANWIL I DJP SUMBAGUT) terhitung 1 Januari 2002 Kantor Pelayanan Pajak Medan diubah menjadi 6 (enam) Kantor Pelayanan Pajak, meliputi:
1. KPP Medan Timur, berdomisili di Jl. Diponegoro No. 30A Medan.
2. KPP Medan Kota, berdomisili di Jl. Diponegoro No. 30A Medan.
3. KPP Medan Barat, berdomisili di Jl. Sukamulia No. 17A Medan.
4. KPP Medan Polonia, berdomisili di Jl. Diponegoro No. 30A Medan.
5. KPP Medan Belawan, berdomisili di Jl. Asrama No. 7A Medan.
6. KPP Binjai, berdomisili di Jl.Jambi No.1 Rambung Barat Binjai.
Dengan adanya Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor 535/KMK.01/2001 tentang “Kordinator Pelaksana Direktorat Jenderal Pajak”, telah diadakan reorganisasi Direktorat Jendral Pajak, yang didalam keputusan tersebut telah
berubahnya sebagian garis instruksi, dan juga terbentuknya Kantor-Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Kantor Pelayanan Pajak Binjai yang didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 94/KMK-01/1994 tanggal 29 Maret 1994 memiliki wilayah kerja sebagai berikut:
a. Kotamadya Binjai b. Kabupaten Langkat c. Kabupaten Deli Serdang d. Kec. Labuhan Deli
Kec. Sunggal
Kec. Pancur Batu
Kec. Hamparan Perak
Kec. Sibolangit
Kec. Kutalimbaru
e. Kabupaten Tanah Karo.
Pada tanggal 19 Mei 2008 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-95/PJ./2008 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja dan Saat Mulai Beroperasinya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Nanggroe Aceh Darussalam dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II serta Kantor Pelayanan Pajak Pratama dan/atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Lungkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau dan Kepulauan Riau, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur, dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Sulawesi Selatan Barat dan Tenggara, maka Kantor Pelayanan Pajak Binjai berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai yang artinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai telah menjadi Kantor Pelayanan Pajak Modern dimana pelayanan perpajakan telah menjadi pelayanan satu atap. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai memiliki wilayah kerja sebagai berikut:
a. Kotamadya Binjai b. Kabupaten Langkat
Seiring perubahan organisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, pelayanan Perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Binjai telah diserahkan kepada Pemerintah daerah terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013 sedangkan untuk Kabupaten Langkat diserahkan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014.
C. Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi 1 Kedudukan
KPP Pratama Binjai adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara Idan dipimpin oleh seorang Kepala Kantor.
KPP Pratama Binjai terletak pada jalan Jambi No. 1, Rambung Barat, Binjai.
2 Tugas
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tanggal Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang PPh, PPN, PPn BM, PBB, dan Pajak
Tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
3. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai memiliki fungsi:
a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;
b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;
d. Penyuluhan perpajakan;
e. Pelaksanaan registrasi wajib pajak;
f. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
g. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
h. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
i. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
j. Pelaksanaan intensifikasi danekstensifikasi;
k. Pembetulan ketetapan pajak;
l. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.
D. Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai adalah:
1 Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal
Subbagian Umum memiliki tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan rumah tangga, pemantauan pengendalian intern, pengelolaan risiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan, serta penyusunan rekomendasi perbaikan proses bisnis.
2 Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, perekaman data SPOP Perkebunan, Migas dan Panas Bumi, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, pelaksanaan e-Faktur, serta penyiapan laporan kinerja.
3. Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya, pelaksanaan registrasi wajib pajak, serta melakukan kerjasama perpajakan.
4. Seksi Penagihan
Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.
5. Seksi Pemeriksaan
Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
6. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan
Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan mempunyai tugas melakukan melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi, penambahan wajib pajak baru, pengawasan wajib pajak TLTB (Telat Lapor Telat Bayar), pengawasan objek pajak KMS (Kegiatan Membangun Sendiri), pengawasan Pph Final pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, dan melakukan penyuluhan perpajakan.
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I mempunyai tugas melakukan proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak, usulan pembetulan ketetapan pajak, penyelesaian permohonan pemnindahbukuan (Pbk), serta bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak.
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II,III, dan IV
Seksi Pengawasan dan Konsultasi II,III, dan IV mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi dan himbauan kepada Wajib Pajak;
9. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Bidang-Bidang kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai
Sumber Daya Manusia
Aspek kepegawaian yang mendukung operasional Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jenis kelamin Jumlah jumju Jumlah
Laki- laki Laki-laki Perempuanj Perempuan
88584 85 85 23 23
2. Berdasarkan Jabatan
Jabatan Jumlah
Kepala Kantor Kasi/Kasubbag Fungsional
Account Representative Pelaksana
1 10 13 40 44
3. Berdasarkan Seksi
Seksi Jumlah
Subbag Umum Seksi Pelayanan Seksi PDI Seksi Waskon I Seksi Waskon II Seksi Waskon III Seksi Waskon IV Seksi Penagihan Seksi Ekstensifikasi Seksi Pemeriksaan Fungsional
10 15 9 6 11 10 10 7 11 5 13
4 . Berdasarkan Pangkat dan Golongan Golongan Jumlah
IV III II I
6 57 45 0
Peran Strategis
Dalam menjalankan tugasnya, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai memiliki peran strategis sebagai institusi pengelola administrasi penerimaan pajak yang bertugas mengumpulkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-95/PJ./2008 tanggal 19 Mei 2008, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai memiliki wilayah kerja yaitu Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. Kedua wilayah kerja ini merupakan daerah yang cukup strategis bagi pelaku bisnis sebab letaknya tidak terlalu jauh dari pusat kota Medan. Diharapkan seiring berjalannya waktu, kawasan ini terus berkembang menjadi sentra usaha dan industri seperti pusat pabrik produksi, perdagangan, serta pengembangan wirausaha.
BAB III
GAMBARAN DATA PRAKTEK
1. Pengertian Pajak
Beberapa pendapat ahli tentang pengertian pajak adalah sebagai berikut:
Menurut Prof.Dr.P.J.A.Andriani (Hamdan,1993,7) mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Prof.DR.Rochmat Soemitro,S.H (Munawir,1990,3) mengatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciriyang melekat pada pengertian perpajakan adalah:
a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai publik investment.
Pajak dapat pula menyetujui tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Dari kelima ciri-ciri yang melekat pada pengertian perpajakan yang di kemukakan para ahli diatas maka defenisi pajak adalah “Iuran rakyat kepada Negara, berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan, dengan imbalan yang diberikan secara tidak langsung (umum) oleh pemerinta, gunanya untuk membiayai kebutuhan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengatur dibidang sosial ekonomi”.
2. Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai defenisi para ahli, terlihat adanya dua fungsi pajak (Waluyo,2002,8) yaitu:
a. Fungsi penerimaan (budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Contoh : Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam Negara
b. Fungsi mengatur (reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau untuk melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.
2. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.
3. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0 % untuk mendorong ekspor produk Indonesia dipasaran dunia.
3. Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
Negara mempunyai hak untuk memungut pajak, terdapat beberapa teori yang menjelaskan hak kepada negara untuk memungut pajak (Rimsky, 1996, 18). Teoti- teori tersebut antara lain adalah :
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya.
Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus yang dibayar.
b. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengatur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu :
1. Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki seseorang.
2. Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
4. Syarat Pemungutan Pajak
Dalam Supramono (2009:4) berdasarkan azas pemungutan pajak dan untuk menghindari perlawanan pajak maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan Pajak Harus Adil
Pemungutan pajak yang adil berarti pajak yang harus dipungut harus adil dan merata sehingga harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak dan sesuai dengan manfaat yang diminta wajib pajak dari pemerintah
2. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang
Untuk mewujudkan pemungutan yang adil, pemungutan pajak harus dapat memberikan kepastian hukum bagi negara dan warga negaranya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan atas Undang-Undang yang disahkan oleh lembaga legistatif. Untuk mewujudkannya, pemungutan pajak dilandaskan atas Undang-Undang Pasal 23 Ayat 2 UUD 1945
3. Pemungutan Pajak yang Tidak Mengganggu Perekonomian
Negara mengkehendaki agar perekonomian negara dan masyarakat dapat senantiasa meningkat. Pemungutan pajak yang merupakan penyerapan sebagian sumber daya masyarakat tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi dan perdagangan 4. Pemungutan Pajak Harus Efisien
Biaya untuk pemungutan pajak haruslah seminimal mungkin dan hasil pemungutan pajak hendaknya digunakan secara optimal untuk membiayai pengeluaran negara
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan secara sederhana sehingga akan memudahkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
5. Pengelompokan Pajak
Pajak yang dikelompokkan kedalam beberapa kelompok (Gunadi,1999, 8) yaitu:
a. Menurut Golongannya
1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak Tidak langsung, yaitu pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
a. Menurut Sifatnya
1. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan diri wajib pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh : PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
a. Menurut Lembaga Pemungutannya
1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga keluarga Negara.
Contoh : PPn, PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, PBB, dan Bea materai.
2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah..
Pajak Daerah Terdiri dari :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi)
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
b. Pajak Daerah Tingkat II (kotamadya/kabupaten)
Contoh : Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Reklame.
6. Hak Wajib Pajak 1. Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas dibidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak, termasuk tenaga ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang- undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain adalah:
a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh wajib pajak
b. Data dari lain pihak ketiga yang bersifat rahasia
c. Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertulis tentang pajak diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Penundaan Pembayaran
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan untuk mengangsur pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya. Atas permohonan wajib pajak, Direktorat Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk kekurangan pembayaran pajak penghasilan yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran telah ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan sangat hati-hati untuk paling lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada wajib pajak yang benar- benar mengalami kesulitan likuiditas.
3. Pengangsuran Pembayaran
Apabila wajib pajak mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu untuk membayar pajak sekaligus, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.
4. Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Apabila wajib pajak tidak dapat menyelesaikan atau menyiapkan laporan keuangan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, maka wajib pajak berhak mengajukan
permohon perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, baik SPT Tahunan Pph Badan maupun Pph Pasal 21.
5. Pengurangan Pph Pasal 25
Apabila wajib pajak mengalami kesulitan dikarenakan usahanya, sehingga tidak mampu membayar angsuran yang sudah ditentukan sebelumnya, maka wajib pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran Pph Pasal 25.
6. Pengurangan Pajak Bumi Bangunan
Wajib pajak orang pribadi dan badan karna kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karna sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang
7. Pembebasan Pajak
Apabila wajib pajak mengalami musibah seperti bencana alam. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan suatu kebijakan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan pajak penghasilan
8. Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak (BKP) tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN tidak dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain kereta api, pesawat udara, kapal laut, buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI.
Perusahaan yang melakukan kegiatan dikawasan tertentu seperti kawasan berikat mendapat fasilitas PPN tidak dipungut antara lain atas import dan perolehan bahan
baku, dalam hal wajib pajak terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar, dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka wajib pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, untuk wajib pajak masuk kriteria wajib pajak patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk Pph dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima.
9. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban pajaknya 10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak
11. Mengajukan keberatan dan banding.
7. Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem Self Asesment, wajib pajak mempunyai kewajiban untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, kewajiban-kewajiban wajib pajak adalah:
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) 3. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar
4. Mengisi dengan benar Surat Pemberitahuan (SPT) mengambil sendiri dan memasukkan ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan 5. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan
6. Jika diperiksa wajib pajak harus:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar serta dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencacatan atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
8. Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak adalah Nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajaknnya yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan termasuk memungut pajak atau pemotong pajak tertentu (Agus Setiawan, 2006,5).
Dengan identitas ini wajib pajak dapat dengan mudah menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan penentuan kewajiban perpajakan, baik mengenai pembayaran pajak, kepindahan lokasi usaha, perubahan badan usaha atau kegiatan lain yang diisyaratkan untuk memiliki identitas perpajakan.
Setiap wajib pajak hanya memiliki satu nomor pokok wajib pajak untuk semua jenis pajak yang menjadi kewajibannya. NPWP mempunyai 15 digit, dengan susunan sebagai berikut :
a. 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak,
b. 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.
9. Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah:
1. Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
2. Tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
3. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan
4. Untuk keperluan pelaporan SPT masa dan tahunan
5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam dokumen- dokumen yang dianjurkan, seperti : dokumen import dan dokumen eksport.
10. Sanksi Tidak Memiliki NPWP
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dan atas perbuatannya tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan hak NPWP atau pengukuhan PKP, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan atau kompensasi yang dilakukan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan.
11. Dasar Hukum Nomor Pokok Wajib Pajak
Dasar Hukum Nomor Pokok Wajib Pajak adalah Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor : KEP 161/PJ/2001 tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran dan penghapusan NPWP, serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi : “ Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.”
Dasar hukum Nomor Pokok Wajib Pajak adalah sebagai berikut : 1. UUD KUP pasal 2 ayat 1 - 5
2. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak yaitu :
a. Nomor : KEP-515/PJ/2000, tanggal 4 Desember 2000 b. Nomor : KEP-161/PJ./2001, tanggal 21 Februari 2001 c. Nomor : KEP-225/PJ./2001, tanggal 20 Maret 2001 d. Nomor : KEP-38/PJ.2001, tanggal 8 Mei 2001.
12. Tempat Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak
Tempat pendaftaran NPWP dilakukan pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan bagi wajib pajak orang pribadi dan pengusaha tertentu.
Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karna hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah :
1. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan satu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), wajib mendaftarkan diri paling lama pada akhir bulan berikutnya.
13. Tingkat Pemahaman Wajib Pajak yang telah melakukan penghapusan NPWP
Tingkat pemahaman wajib pajak merupakan suatu proses dari peningkatan pengetahuan wajib pajak terhadap penghapusan NPWP. Tingkat pemahaman wajib pajak mengenai penghapusan NPWP menjadi hal penting agar wajib pajak mengerti dan mengetahui cara penghapusan NPWP jadi ketika wajib pajak sudah tidak memiliki usaha atau pekerjaan lagi, lebih baik mengajukan penghapusan permohonan pencabutan NPWP agar wajib pajak terhindar dari penerbitan SPT (Surat Tagihan Pajak) karena tidak melaporkan SPT.
BAB IV
PEMBAHASAN
Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak, akan tetapi juga diperhatikan bahwa NPWP juga diterbitkan secara jabatan. Wajib pajak yang sudah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak dapat mengajukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (6) UU KUP dan peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.3/2008. Ketentuan mengenai Penghapusan NPWP diatur dalam pasal 2 ayat (5) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana terakhir telah dirubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Sebagai Aturan pelaksanaan pasal 2 ayat 5 Undang-undang KUP, Direktur Jenderal Pajak telah menetapkan Keputusan Nomor Kep-161/PJ/2001 pada tanggal 21 Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran Dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
1 Syarat-syarat Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dilakukan dengan syarat- syarat sebagai berikut:
1. Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya karena WP sudah tidak memenuhi persyaratan Subjektif dan Objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Misalnya :
- Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan harta warisan, diisyaratkan adanya fotocopi akte kematian atau surat keterangan kematian dari instansi yang berwenang.
- Wajib Pajak meninggal dan meninggalkan warisan. Apabila selesai dibagi kepada ahli warisnya, diisyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh warisnya.
- Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak, diisyaratkan surat pernyataan dan keterangan dari instansi yang berwenang 2. Wanita kawin yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta serta suaminya telah terdaftar sebagai Wajib Pajak, diisyaratkan adanya surat nikah /akte perkawinan dari catatan sipil
3. Wajib Pajak Badan dalam rangka likuidasi atau telah dibubarkan secara resmi, diisyaratkan adanya surat pembubaran
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan status sebagai BUT, diisyaratkan adanya permohonan WP dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk digolongkan sebagai Wajib Pajak
5. Dianggap perlu oleh Dirjen Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak hanya dapat disetujui apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah daluwarsa, kecuali
dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tertentu tidak dapat atau tidak mungkin ditagiah lagi antara lain karena :
a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak mempunyai ahli waris tidak dapat ditemukan
b. Wajib Pajak tidak mempunyai kekayaan
2 Tata Cara Penghapusan NPWP
Yang dimaksud dengan penghapuasan NPWP adalah suatu tindakan menghapuskan NPWP dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak. NPWP dapat dihapus (keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor: KEP-161/PJ./2001 Pasal 11 ayat 1) antara lain karena :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
3. Warisan belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai di bagi.
4. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap.
6. Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib pajak.
Pencabutan Pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan dalam hal Pengusaha Kena Pajak pindah alamat ke Kantor Pelayanan Pajak lain, bubar atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Pengusaha Kena Pajak (Pasal 11 ayat 3).
Bagi wajib pajak yang ingin menghapus NPWPnya diharuskan mengisi formulir perubahan data wajib pajak pribadi (KPU-1B) dan formulir perubahan data wajib pajak badan (KUP-2B) dan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
Persyaratan penghapusan NPWP perseorangan :
1. Akte/laporan kematian/surat keterangan kematian yang dilegalisasi instansi yang berwenang.
2. Surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil bagi wanita yang belum menikah dan mempunyai NPWP.
3. Pernyataan tentang selesainya pembagian warisan.
4. Surat pernyataan dari perusahaan bahwa yang bersangkutan kembali keluar negeri
5. Persyaratan dari yang bersangkutan bahwa ia hanya menerima penghasilan dari satu pemeberi kerja.
Persyaratan Penghapusan NPWP Badan
1. Akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan pembubaran dari lembaga/badan atau instansi yang berwenang
2. Neraca Likuidasi atau pembubaran
3. Dokumen pendukung tentang hilangnya status BUT/ keberadaan di Indonesia
Dalam masalah penghapusan NPWP ini Wajib Pajak dapat Menghubungi :
1. KPP tipe A pada Seksi Tata Usaha Perpajakan dan Seksi Penagihan serta Vertifikasi.
2. KPP tipe B pada Seksi Informasi dan Tata Usaha Perpajakan dan Penagihan serta Vertivikasi.
3. KPP tipe C pada Seksi Informasi dan Tata Usaha Perpajakan dan Sub Seksi Penerimaan dan Penagihan.’
Keputusan untuk menutup sebuah perusahaan adalah sesuatu yang wajar dalam dunia bisnis, baik disebabkan karena keinginan pemilik maupun berdasarkan putusan pengadilan. Tindakan tersebut akan berdampak pula terhadap hak dan kewajiban perusahaan dibidang perpajakan.
Permohonan penghapusan NPWP juga harus dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, misalnya bagi Tenaga Kerja Asing (expatriates) yang bekerja di Indonesia yang akan kembali ke negara asalnya, wanita kawin tidak dengan perjanjian pisah harta dan wajib pajak Orang Pribadi yang meninggal dunia.
Dalam praktek di lapangan, proses penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan salah satu masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan pasti. Dalam tulisan ini penulis bermaksud memaparkan wacana dan beberapa realita yang terjadi dilapangan sehubungan dengan penghapusan NPWP yang disebabkan karena Wajib Pajak Badan yang di bubarkan, Tenaga Kerja Asing yang harus meninggalkan Indonesia dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang meninggal dunia.
3 Pihak Yang Terkait Dalam Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Dalam proses penghapusan NPWP pihak-pihak yang terkait pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pekanbaru Senapelan adalah:
a. Kepala Seksi Pelayanan b. Pelaksana Seksi Pelayanan
c. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu d. Seksi Pemeriksaan
e. Wajib Pajak
4 Data Wajib Pajak Yang Melakukan Penghapusan NPWP
Berdasarkan tanggapan responden dilapangan tentang jumlah wajib pajak yang melakukan penghapusan NPWP pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai dapat dilihat pada tabel III.1 dibawah ini :
Tabel III.1
Data Wajib Pajak Yang Melakukan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai
Penghapusan NPWP
Tahun 2015 57
Jumlah 2016 135
Dari tabel III.1 diatas dapat dilihat bahwa wajib pajak yang melakukan penghapusan NPWP meningkat dari pada tahun sebelumnya.
5 Hambatan-Hambatan Dalam Penghapusan NPWP Pada KPP Pratama Binjai
a. Kurangnya pemahaman wajib pajak tentang syarat-syarat penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
b. Wajib pajak belum melunasi pajak yang terutang sebelum melakukan permohonan penghapusan NPWP
c. Fiskus tidak mengetahui Wajib Pajak tertentu tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif karna ahli warisnya tidak melaporkannya.
6 Dasar Hukum Penghapusan NPWP
Ketentuan mengenai penghapusan NPWP diatur dalam pasal 2 ayat (5) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana terakhir telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.
Ketentuan pasal 2 ayat 5 Undang-Undang KUP mengatur sebagai berikut:
1 jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara pendaftaran dan pengukuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) termasuk penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak di atur dengan keputusan Direktur Jendral pajak.
2 Sebagai aturan pelaksanaan pasal 2 ayat 5 Undang-Undang KUP ,Direktur Jendral Pajak telah menetapkan keputusan nomor Kep-161/PJ/2001 adalah tindakan pada tanggal 21 Februari 2001 tentang jangka waktu pendaftaran pendaftran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara pendaftaran dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
3 Pengertian penghapusan NPWP menurut Kep-161/PJ/2001 adalah tindakan menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari tata usaha Kantor Pelayanan Pajak (pasal 1 ayat 11). Penghapusan NPWP hanya di tujukan untuk kepentingan tata usaha perpajakan, tanpa menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan (pasal15).
4 Sesuai dengan ketentuan pasal 11 ayat (1) Keputusan Direktur Jendral Pajak tersebut, penghapusan NPWP dilakukan dalam hal :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai dibagi.
d. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasrkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
e. Wajib pajak orang pribadi lainnya selain dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang tidak lagi memenuhi syarat lagi sebagai wajib pajak.
11 ayat 1 tersebut di atas, dapat dilakukan apabila utang pajak telah dilunasi atau hak untuk melakukan penangihan telah daluwarsa, kecuali dari hasil pemeriksaan pajak diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi disebabkan karena:
a. Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan.
b. Wajib pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi atau c. Sebab lain sesuai dengan hasil pemeriksaan.
Jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat (3) KEP-161/PJ./2001 harus diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap, kecuali permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 angka 3 dan pasal 13 (2) dan ayat (3).
7 Proses Penghapusan NPWP di Lapangan
a. Persusahaan dibubarkan
Dalam hal perseroan bubar, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995, beberapa kewajiban likuidator antara lain:
- Mendaftarkan dalam daftar perusahaan
- Mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam berita negara Republik Indonesia
- Mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian - Memberitahukan kepada Menteri kehakiman.
Berdasarkan informasi tentang pembubaran perseroan, seharusnya pihak Direktorat Jendral Pajak sudah dapat untuk menerbitkan surat perintah pemeriksaan pajak sehingga dapat segera diketahui besarnya pajak yang terutang. Apabila pajak yang terutang telah dilunasi, penghapusan NPWP dapat segera dilakukan.
Namun demikian, beberapa kasus yang penulis jumpai menunjukkan kenyataan yang berbeda, beberapa hal yang terjadu antara lain:
1. DJP tidak cepat tanggap dengan adanya pengumuman likuidasi suatau perusahaan (wajib pajak) yang dimuat di surat kabar dan lembaran berita negara.
2. Untuk mendapatkan kepastian hukum maka Likuidator akan segera mengajukan permohonan penghapusan NPWP. Namun tidak jarang likuidator mengabaikan hak dan kewajibannya untuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP.
3. Setelah surat permohonan diterima dan di-administrasikan di kantor pelayanan pajak, DJP akan melakukan pemeriksaan sehubungan dengan permohonan penghapusan NPWP.
4. Setelah pemeriksaan selesai, pajak-pajak yang terutang telah dilunasi dan terbukti bahwa alasan permohonan pencabutan NPWP benar, maka permohonan penghapusan NPWP akan disetujui.
Dalam hal ini penghapusan NPWP wajib pajak badan lebih terdapat kepastian hukum meskipun membutuhkan waktu yang relatif lama. Lain halnya dengan penghapusan NPWP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.
b. Wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia
Bagi wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia, permohonan penghapusan NPWP harus diajukan oleh ahli warisnya setelah warisan selesai dibagi. Ahli waris mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan dilampiri dengan surat keterangan kematian wajib pajak dan surat pernyataan bahwa ahli waris telah selesai dibagi.
Dalam hal ini, tidak jarang permohonan ahli waris tersebut “diabaikan” oleh Kantor Pelayanan Pajak. Seringkali permohonan penghapusan NPWP atas wajib pajak orang pribadi yang meninggal dunia “dibiarkan menggantung” tanpa ada penyelesaian.
Tidak jarang KPP masih terus mengirimkan Formulir SPT Tahunan untuk diisi oleh wajib pajak. Dan apabila sampai batas waktu yang ditentukan wajib pajak belum menyampaikan SPT PPh Orang Pribadi (dan wajib pajak tidak akan menyampaikan SPT, karena sudah meninggal), pihak KPP akan terus menerbitkan surat teguran. Hal ini
merupakan salah satu bentuk ketidakefesienan administrasi di kantor pajak, yang juga merupakan bentuk ketidakpastian hukum bagi ahli waris wajib pajak.
Namun demikian, tidak jarang pula ahli waris yang mengabaikan hak dan kewajibannya, dengan tidak membertitahukan pihak KPP tentang meninggalnya wajib pajak. Sehingga NPWP tidak dapat dihapus dari administrasi KPP karena tidak ada permohonan.
c. Wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan Indonesia selamanya.
Dalam hal ini penulis lebih menitikberatkan pada masalah Expatriates yang kembali ke negara asalnya. Bagi perusahaan multinational (PMA) pada umumnya tenaga kerja asing ditugaskan dari kantor pusatnya (perusahaan induk) untuk jangka waktu tertentu.
Dengan demikian, pada saat jangka waktu yang dimaksud telah terlewati, maka tenaga kerja asing tersebut harus meninggalkan Indonesia dan kembali ke asalnya.
Pada saat tenaga kerja asing datang dan mulai bekerja di Indonesia, terdapat beberapa persyaratan legal yang harus dipenuhi, antara lain: keimigrasian, Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA), KITAS. Photocopy dari dokumen-dokumen legal tersebut juga harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebagai lampiran permohonan pendaftaran wajib pajak (membuat NPWP).
Pada saat tenaga kerja asing harus meninggalkan Indonesia, ijin-ijin legal yang telah diperoleh juga akan dicabut. Pihak Disnakertrans/BKPM akan mencabut Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA) dan menyampaikan tembusan pencabutan IKTA tetap harus mengajukan permohonan penghapusan NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak dimana dirinya terdaftar.
Namun seringkali permohonan penghapusan NPWP tersebut “tidak diselesaikan dengan jelas”. Surat permohonan penghapusan NPWP tersebut diterima oleh KPP tetapi tidak ditindak lanjuti. Dan seringkali “mengantung” dalam jangka waktu yang cukup lama (lebih dari 1 tahun). Hal ini bertentangan dengan Kep-161/PJ/2001 yang mengatur bahwa penghapusan NPWP harus sudah diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohoman diterima secara lengkap.
Meskipun permohonan penghapusan NPWP telah disampaikan ke Kantor Pelayanan pajak dan Tenaga Kerja Asing tersebut telah meninggalkan Indonesia, seringkali pihak KPP masih terus mengirim paket Formulir SPT Tahunan WP orang pribadi kepada Expatriates tersebut.
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak:
1. Petugas pendaftaran wajib pajak di Knator Pelayanan Pajak mempunyai tugas:
a. Menerima dan meneliti formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) dari wajib pajak atau dari kantor penyuluhan pajak
b. Memeriksa kelengkapan formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) dan lampiran yang disyaratkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) dan atau ayat (2) keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor: KEP-161/PJ/2001.
c. Merekam data formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) dan mencetak Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD) dan menyampaikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) kepada wajib pajak
setelah ditandatangani oleh petugas. Catatan: Dalam hal formulir permohonan diterima dari Kantor Penyuluhan Pajak, maka LPAD dan BPS tidak perlu di cetak.
d. Menerima dan merekam hasil pemeriksaan, mencetak surat penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.13-00) dan selanjutnya diteruskan kepada Kepala Seksi TUP untuk ditandatangani.
e. Menyampaikan surat penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (KP.PDIP.4.13- 00) kepada yang mengajukan permohonan.
f. Dalam hal formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak diajukan melalui Kantor Penyuluhan Pajak, Petugas pendaftaran wajib pajak diajukan melalui Kantor Penyuluhan Pajak, petugas pendaftaran wajib pajak mempuyai tugas :
a. Menerima dan meneliti formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00)
b. Memeriksa kelengkapan formulir permohonan pendaftaran dan perubahan data wajib pajak (KP.PDIP.4.1-00) dan lampiran yang di isyaratkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) dan atau ayat (2) Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor : KEP-161/PJ./ 2001.
c. Membuat Lembar Penghapusan Arus Dokumen (LPAD) secara manual dan menyampaikan Bukti Penerimaan Surat (BPS) kepada wajib pajak setelah ditandatangani oleh tugas.