• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI PENYAKIT STROKE MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK SKRIPSI UMMI KALSUM HARAHAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KLASIFIKASI PENYAKIT STROKE MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK SKRIPSI UMMI KALSUM HARAHAP"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

UMMI KALSUM HARAHAP 131402117

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

UMMI KALSUM HARAHAP 131402117

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)
(4)
(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Opim Salim Sitompul, M.Sc selaku Dekan Fasilkom-TI USU.

3. Bapak Mohammad Fadly Syah Putra, B.Sc, M.Sc, IT selaku Wakil Dekan II Fasilkom-TI USU dan Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

4. Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, M.IT selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

5. Bapak Sawaluddin, M.IT. selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Ulfi Andayani, S.Kom, M.Kom selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Ayahanda Afnan Hasan Harahap dan Ibunda Fitriati Hasibuan, yang selalu memberikan doa, nasihat, bimbingan dan semangat kepada penulis.

8. Alfiansyah Ilyas Harahap, Azriel Ilyas Harahap adik-adik saya serta Nurintan Hasibuan dan Hanny Soraya selaku tante dan kakak sepupu yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis

9. Keluarga Besar dari Papa dan Mama yang selalu memberikan doa, nasihat dan semangat kepada penulis.

10. Teman-teman Gereget yaitu Cut Amalia, Farah Fikriyah, Juwita Shifa Rahmah, dan Maulidya Rahmah yang menjadi tempat berkeluh kesah segala rasa, memberikan nasihat dan dukungan kepada penulis.

(6)

11. Teman-teman dari Titisan Maddog yaitu Desvinia Putri Murbarani, Putri Nova Sari dan Puteri Prayakanza yang telah memberikan semangat serta doa kepada Penulis.

12. Ridha Maisha dan Josef Karansa yang telah menjadi teman seperjuangan Penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

13. Jodiaman Tua Marbun, Yohanes Bedi dan Tio Febri yang telah menghibur, menjadi teman mengobrol, memberikan nasihat dan masukan kepada Penulis

14. Teman-teman Teknologi Informasi 2013 yang telah bersama melewati asam manisnya kehidupan selama perkuliahaan dan juga mewarnai kehidupan perkuliahaan penulis.

15. Semua pihak-pihak yang telah membantu penulis secara langsung dan tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan nikmat dan karunia kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, 27 Juli 2017

Penulis

(7)

ABSTRAK

Stroke adalah penyakit yang menyerang otak yang menyebabkan gangguan fungsi syaraf lokal atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada penyakit stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non- traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain; penurunan kesadaran, terganggunya penglihatan dan mengalami kelumpuhan dibagian tubuh.

Namun pemeriksaan-pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan proses pemeriksaan yang panjang. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem yang dapat mengklasifikasikan CT scan otak secara secara lebih cepat dan akurat. Pada penelitian ini, langkah yang dilakukan terdiri dari lima tahapan. Tahapan yang pertama adalah input citra. Tahapan kedua adalah prapengolahan yang terdiri dari grayscaling dan CLAHE. Tahapan ketiga adalah segmentasi dengan menggunakan thresholding. Tahapan keempat adalah ekstraksi fitur menggunakan zoning. Tahapan terakhir adalah klasifikasi dengan menggunakan backpropagation untuk mengklasifikasikan citra CT scan otak normal, iskemik dan hemoragik. Pada penelitian ini, 48 data yang digunakan pada proses training dan 30 data yang digunakan pada proses testing. Setelah dilakukan pengujian pada sistem, maka didapat 28 data yang mempunyai output sesuai dengan yang diinginkan dari total data sebanyak 30 data. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode yang diajukan memiliki kemampuan dalam mengklasifikasikan citra CT scan otak normal, iskemik, dan hemoragik dengan akurasi sebesar 93,3%.

Kata Kunci : Stroke, Jaringan Syaraf Tiruan, Pengolahan Citra, Backpropagation Neural Network, Zoning.

(8)

CLASSIFICATION OF STROKE DISEASE USING BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Stroke is a disease that attacks the brain which causes local or global nerve function disorders, appears suddenly, progressively, and quickly. Nerve stroke disorders are caused by non-traumatic brain circulatory disorders. Nerve disorders cause symptoms, among others; dropped consciousness, disrupted vision and paralyzed body. But these checks require a lot of money and a long examination process. Therefore we need a system that can classify the CT scans of the brain more quickly and accurately. In this study, the steps are taken in five stages. The first step is image input. The second stage is pre-processing consisting of grayscaling and CLAHE. The third stage is segmentation using thresholding. The fourth stage is feature extraction using zoning.

The last stage is classification using backpropagation to classify, normal, ischemic and hemorrhagic brain CT scan images. In this study, 48 data were used in the training process and 30 data were used in the testing process. After testing the system, it is obtained. 28 data that has output as desired from the total data of 30 data. So it can be concluded that the proposed method has the ability to classify normal, ischemic and hemorrhagic brain CT scans with accuracy of 93.3%.

Kata Kunci : Stroke disease, Artificial Neural Network, Image Processing, Backpropagation Neural Network, Zoning.

(9)

DAFTAR ISI

Hal.

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Batasan Masalah 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

1.7. Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Landasan Teori

2.1. Stroke 6

2.1.1. Klasifikasi Stroke 6

2.1.2. Faktor Risiko Stroke 8

2.1.3. Gejala Stroke 9

2.1.4. Diagnosis Stroke 10

2.2. Citra Digital 10

2.3. Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing) 10

2.3.1. Grayscaling 10

2.3.2. Peningkatan Kontras Citra 11

(10)

2.3.3. Thresholding 13

2.4. Ekstraksi Fitur 14

2.5. Artificial Neural Network 14 2.6. Backpropagation Neural Network 16

2.7. Penelitian Terdahulu 19

Bab 3 Analisis dan Perancangan Sistem

3.1. Arsitektur Umum 21

3.2. Data Yang Digunakan 23 3.3. Pre-processing 23

3.3.1. Grayscaling 23

3.3.2. CLAHE 24

3.4. Segmentation (Thresholding) 24

3.5. Ekstraksi Citra 25

3.5.1. Zoning 25

3.6. Klasifikasi Backpropagation Neural Network 27 3.6.1. Tahap Perancangan Arsitektur Backpropagation 27 3.6.2. Tahap Pelatihan Backpropagation 29 3.6.3. Tahap Pelatihan Backpropagation 29 3.6.4. Tahap Pengujian Backpropagation 34 3.7. Perancangan Sistem 38 3.7.1. Perancangan Tampilan Screen 38

3.7.2. Rancangan Tampilan Utama 39

3.7.3. Rancangan Halaman Training 40

Bab 4 Implementasi dan Pengujian 4.1. Kebutuhan Aplikasi 41

4.1.1. Perangkat Keras 41

4.1.2. Perangkat Lunak 41

4.2. Implementasi Perancangan Antarmuka 42

4.2.1. Halaman Screen 42

4.2.2. Halaman Utama 42

4.2.3. Halaman Training 43

4.3. Implementasi Data 44

(11)

4.4. Prosedural Operasional 46

4.5. Pengujian Sistem 51

4.6. Analisis Presecion dan Recall 62

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 63

5.2. Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

(12)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1. Peneliti Terdahulu 20

Tabel 3.1. Input dan Target 30

Tabel 3.2. Bobot awal Vji 30

Tabel 3.3. Bobot awal Wkj 30

Tabel 3.4. Data Uji 36

Tabel 3.5. Bobot Vkj baru 36

Tabel 3.6. Bobot Wkj baru 37

Tabel 4.1. Parameter Backpropagation 53

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Klasifikasi Citra CT scan Otak 53

Tabel 4.3. Akurasi Pengujian 60

Tabel 4.4. Pengujian Nilai Maksimum Epoch 61

Tabel 4.6. Analisis Hasil Penelusuran 62

(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1. Otak Normal 6

Gambar 2.2. Otak Iskemik 6

Gambar 2.3. Otak Hemoragik 6

Gambar 2.4. Arsitektur Umum Sebuah Jaringan Saraf Tiruan 14

Gambar 2.5. Fungsi Aktivasi Neuron 14

Gambar 3.1. Arsitektur Umum 22

Gambar 3.2. Citra Hasil Teknik Grayscaling 23

Gambar 3.3. Citra Hasil Teknik CLAHE 24

Gambar 3.4. Citra Hasil Tresholding 24

Gambar 3.5. Hasil Zoning Citra 25

Gambar 3.6. Nilai Ekstraksi Fitur menggunakan Zoning 28

Gambar 3.7. Arsitektur Backpropagation 29

Gambar 3.8. Proses Pelatihan Jaringan Backpropagation 30

Gambar 3.9. Flowchart Proses Pelatihan 33

Gambar 3.10. Proses Pengujian Jaringan Backpropagation 36

Gambar 3.11. Flowchart Proses Pengujian 38

Gambar 3.12. Rancangan Tampilan Halaman Screen 39

Gambar 3.13. Rancangan Tampilan Utama 40

Gambar 3.14. Rancangan Tampilan Training 41

Gambar 4.1. Halaman Screen 43

Gambar 4.2. Halaman Utama 44

Gambar 4.3. Halaman Training 44

Gambar 4.4. Otak Normal 45

Gambar 4.5. Stroke Iskemik 46

Gambar 4.6. Stroke Hemoragik 46

Gambar 4.7. Folder Citra 55

Gambar 4.8. Tampilan Direktori Folder Pada Masing-Masing Kotak 57

Gambar 4.9. Tampilan Proses Pelatihan Selesai 57

(14)

Gambar 4.10. Tampilan Citra 58

Gambar 4.11. Tampilan Hasil Citra Latih 59

Gambar 4.12. Citra Hasil Grayscaling 59

Gambar 4.13. Citra Hasil Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization

(CLAHE) 60

Gambar 4.14. Citra Hasil Thresholding 60

Gambar 4.15. Grafik Pengujian Nilai Maksmium Epoch 62

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otak merupakan salah satu organ yang penting pada manusia, dimana otak menjadi pusat sistem saraf yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan setiap aktivitas manusia baik dalam keadaan sadar maupun tidak sadar. Kerusakan pada bagian otak dapat mengakibatkan berhentinya sebagian fungsi tubuh. Salah satu penyakit yang dapat merusak bagian otak adalah stroke atau Cerebrovascular Accident (CVA).

Penyakit stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada penyakit stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-traumatik.

Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain; kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas, mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain (Riskesdas, 2013).

Pada umumnya pasien penyakit stroke akan melakukan pemeriksaan klinis, lalu dokter akan melakukan pencitraan otak dengan menggunakan Computed Tomography (CT) scan untuk memastikan jenis penyakit stroke yang di derita pasien (Yuyun, 2016).

Namun pemeriksaan klinis dan pembacaan hasil CT scan tersebut membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem yang dapat mengklasifikasikan stroke secara lebih cepat dan akurat.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yaitu : Penelitian yang dilakukan oleh (Arifianto et al., 2014) bertujuan untuk klasifikasi stroke secara komputerisasi menggunakan metode Learning Vector Quantization yang merupakan pengembangan dari Kohonen Self-Organizing Map, bersifat supervised dan competitive learning, struktur jaringannya single layer-net. Hasil dari penelitian ini tingkat akurasinya mencapai 96%.

(16)

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Suhartanto et al., 2017) penelitian ini mengimplementasikan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk mempelajari data yang lampau agar dapat mendiagnosis penyakit kulit pada anak.

Masukan yang digunakan berupa gejala dari semua penyakit yang berjumlah 19 kemudian di representasikan kedalam biner 0 dan 1 dimana nilai akan bernilai 1 jika mengalami gejala tersebut dan sebaliknya. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner. Dan akan dilakukan pembelajaran secara berulang-ulang sehingga dihasilkan jaringan yang memberi tanggapan benar terhadap masukannya. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan parameter yang optimal yaitu pada hidden neuron berjumlah 4 , learning rate 0.4 dan epoch maksimum 300000 dan hasil rata-rata akurasi dari penelitian adalah 87.22 %.

Penelitian yang dilakukan oleh (Rizki, 2015) menggunakan metode Extreme Learning Machine untuk mengindektifikasi dan mengklasifikasi citra CT scan pendarahan pada otak. Citra CT Scan otak digunakan sebagai masukan untuk proses pengolahan citra. Tahapan citra sebelum diidentifikasi yaitu proses prapengolahan citra dan thresholding. Setelah dilakukan pengujian pada penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa metode yang diajukan memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi pendarahan otak yang sangat baik dengan akurasi sebesar 92%.

Backpropagation adalah algoritma pembelajaran yang digunakan untuk melatih jaringan syaraf tiruan. Algoritma backpropagation terdiri dari dua tahap yaitu feed forward dan backward forward melalui berbagai lapisan atau bagian dari jaringan yang dilatih (Jadhav et al., 2016).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan penelitian dengan judul “Klasifikasi Penyakit Stroke Menggunakan Backpropagation Neural Network”.

1.2. Rumusan Masalah

Untuk memastikan gejala yang dialami berpotensi menjadi penyakit stroke, harus dilakukan diagnosis oleh dokter spesialis saraf baik dari segi pemeriksaan fisik, riwayat penyakit atau rekam medis, dan melakukan pemeriksaan Computed Tomography (CT) scan. Namun, untuk mengklasifikasikan stroke melalui citra CT scan, dokter ahli mendiagnosis secara manual terlebih dahulu. Sehingga dibutuhkan adanya suatu pengembangan sistem yang dapat membantu dokter dalam menganalisis citra CT scan sehingga mampu mengklasifikasikan penyakit stroke pada otak.

(17)

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengklasifikasi penyakit stroke menggunakan Backpropagation Neural Network.

1.4. Batasan Masalah

Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini akan dibatasi ruang lingkupnya yaitu:

1. Citra yang digunakan yaitu citra CT scan otak.

2. Ekstensi dari citra CT scan yang digunakan adalah .jpg.

3. Resolusi citra CT scan yang digunakan adalah 300 x 300 piksel.

4. Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari : Normal, Iskemik, Hemoragik.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diantara lain yaitu:

1. Membantu mengklasifikasikan stroke melalui CT scan.

2. Memberi masukan untuk penelitian lain dalam bidang image processing.

1.6. Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

1.6.1. Studi Literatur

Studi Literatur dilakukan dalam rangka pengumpulan bahan referensi mengenai stroke, contrast limited adaptive histogram equalization, metode zoning, Backpropagation Neural Network dari beberapa jurnal, artikel, buku dan beberapa sumber referensi lainnya.

1.6.2. Analisis Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap studi literatur yang telah dikumpulkan pada tahap sebelumnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai metode yang diterapkan adalah Backpropagation Neural Network untuk mengatasi masalah dalam penelitian ini yaitu klasifikasi penyakit stroke menggunakan backpropagation neural network.

(18)

1.6.3. Perancangan

Pada tahap ini dilakukan perancangan arsitektur, pengumpulan data, pembagian data yang telah didapatkan ke dalam training dataset dan testing dataset serta perancangan antar muka. Proses perancangan dilakukan berdasarkan hasil analisis studi literatur yang telah diperoleh.

1.6.4. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan implementasi ke dalam kode sesuai dengan analisis dan perancangan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.

1.6.5. Pengujian

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap hasil yang didapatkan melalui implementasi metode Backpropagation Neural Network untuk identifikasi penyakit stroke melalui citra CT scan.

1.6.6. Dokumentasi dan Penyusunan Laporan

Pada tahap ini dilakukan dokumentasi dan penyusunan laporan hasil evaluasi dan analisi serta implementasi metode Backpropagation Neural Network untuk mengklasifikasi penyakit stroke melalui citra CT scan.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri lima bagian utama sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan

Bab 1 berisi latar belakang dari penelitian yang dilaksanakan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian metodologi penelitian serta sistematika penulisan.

Bab 2 : Landasan Teori

Bab 2 berisi teori-teori yang diperlukan untuk memahami permasalahan yang dibahas pada penelitian ini. Teori-teori yang berhubungan dengan penyakit stroke, contrast limited adaptive histogram equalization, metode zoning, Backpropagation Neural Network akan dibahas pada bab ini.

(19)

Bab 3 : Analisis dan Perancangan

Bab 3 menjabarkan arsitektur umum, tiap langkah prepocessing yang dilakukan, analisis dan penerapan metode Backpropagation Neural Network untuk untuk mengklasifikasikan penyakit stroke melalui citra CT scan.

Bab 4 : Implementasi dan Pengujian

Bab 4 berisi pembahasan tentang implementasi dari perancangan penerapan yang telah dijabarkan pada bab 3. Selain itu, hasil yang didapatkan dari pengujian terhadap implementasi yang dilakukan juga di jabarkan pada bab ini.

Bab 5 : Kesimpulan dan Saran

Bab 5 berisi ringkasan serta kesimpulan dari rancangan yang telah dibahas pada bab 3, serta hasil penelitian yang dijabarkan pada bab 4. Bagian akhir dari bab ini akan berisi saran-saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Backpropagation Neural Network untuk mengklasifikasi penyakit stroke.

2.1. Stroke

Stroke atau Cerebrovascular Accident (CVA) adalah suatu serangan pada otak akibat terjadinya gangguan di pembuluh darah dalam mensuplai darah yang membawa oksigen dan glukosa untuk metabolisme sel-sel otak agar dapat tetap melaksanakan fungsinya.

Serangan ini bersifat mendadak dan menimbulkan gejala sesuai dengan bagian otak yang tidak mendapat suplai darah (Soeharto I, 2004). Gambar otak normal dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Otak Normal (https://radiopaedia.org) 2.1.1. Klasifikasi Stroke

Penyakit Stroke atau Cerebrovascular Accident (CVA) diklasifikasikan dalam dua jenis:

(21)

a. Stroke Iskemik

Stroke Iskemik merupakan suatu gangguan fungsional otak akibat adanya pembekuan darah yang telah menyumbat aliran darah (Yastroki, 2007). Pada stroke iskemik aliran darah ke sebagian jaringan otak berkurang atau berhenti.

Hal ini bisa disebabkan oleh sumbatan trombus, emboli atau kelainan jantung yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau oleh tekanan perfusi yang menurun. Gambar stroke iskemik dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Stroke Iskemik (https://radiopaedia.org)

b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak fokal maupun global akibat pecahnya pembuluh darah di dalam otak sehingga menyebabkan pendarahan dalam jaringan otak atau disekitar permukaan organ tersebut, sehingga terjadi hematoma (Junaidi, 2011). Gambar stroke hemoragik dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Stroke Hemoragik (https://radiopaedia.org)

(22)

2.1.2. Faktor Risiko Stroke

Menurut Stroke Association tahun 2012 faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Faktor yang tidak dapat dirubah

 Usia

Risiko stroke menjadi berlipat ganda pada usia di atas 55 tahun.

 Hereditas

Risiko terkena stroke akan lebih besar jika terdapat riwayat stroke pada keluarga.

 Ras

Ras Afrika-Amerika lebih rentan terkena stroke karena memiliki risiko hipertensi, diabetes, dan obesitas lebih tinggi.

 Jenis kelamin

Stroke lebih sering menyerang pria dibanding wanita, namun kematian akibat stroke lebih banyak terjadi pada wanita.

 Riwayat stroke sebelumnya atau serangan jantung

Risiko stroke akan meningkat pada orang yang telah mengalami stroke atau serangan jantung sebelumnya.

b. Faktor yang dapat dirubah

 Hipertensi

Hipertensi merupakan penyebab penting dan paling banyak terjadinya stroke. Pengobatan yang efektif terhadap hipertensi adalah kunci untuk menurunkan angka kejadian stroke dan kematian akibat stroke.

 Merokok

Beberapa tahun terkahir, banyak studi menunjukkan bahwa merokok adalah faktor risiko penting untuk stroke. Nikotin dan karbon monoksida dari merokok membahayakan sistem kardiovaskular.

 Diabetes melitus

Diabetes merupakan faktor risiko independen untuk stroke. Orang dengan diabetes umunya disertai dengan hipertensi, hiperkolesterolemia, dan berat badan berlebih sehigga meningkatkan risiko terjadinya stroke.

(23)

 Penyakit jantung

Penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan, atau kardiomegali dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke.

Keadaan atrial fibrilasi juga dapat mengakibatkan stroke jika terjadi pembentukan bekuan darah yang memasuki aliran darah dan menyumbat pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

 Hiperkolesterolemia

Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah adalah risiko untuk kejadian aterosklerosis, yang juga akan meningkatkan risiko kejadian stroke.

 Asupan makanan yang buruk

Diet yang tingggi lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kemudian diet tinggi sodium atau garam juga berperan terhadap peningkatan tekanan darah. Selain itu, kalori berlebih juga berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Jadi, asupan makanan yang buruk akan menghasilkan keadaan dengan risiko tinggi terhadap stroke.

 Physical inactivity dan Obesitas

Ketidakatifan fisik, obesitas, atau keduanya akan meningkatkan risiko hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan stroke.

2.1.3. Gejala stroke

Gejala subyektif dari stroke umumnya adalah sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran dan kejang. Gejala obyektif pada stroke akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat akut (De Freitas et al., 2009).

1. Hemidefisit motorik (lumpuhnya sebagian tubuh).

2. Hemidefisit sensorik (gangguan pada penyaluran impuls sensorik) 3. Penurunan kesadaran.

4. Kelumpuhan nervus fasialis (kelumpuhan otot-otot wajah) dan hipoglosus (atrofi lidah yang ipsilateral).

5. Afasia (kesulitan berbahasa) dan demensia (gangguan fungsi intelektual).

6. Hemianopsia (buta separuh lapangan pandang).

7. Defisit batang otak.

(24)

2.1.4. Diagnosis Stroke

Diagnosis dari penyakit stroke awalnya dilakukan dengan pemeriksaan obyektif lalu melakukan pengambilan citra otak menggunakan Computed Tomography (CT Scan).

2.2. Citra Digital

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.

Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat digital.

Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar X, dan hasil CT Scan. Sedangkan pada citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutoyo et al. 2009).

2.3. Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra merupakan sebuah bentuk pemrosesan sebuah citra atau gambar dengan proses numerik dari gambar tersebut, dalam hal ini yang diproses adalah masing-masing piksel atau titik dari gambar tersebut. Teknik pengolahan citra digital membantu manipulasi gambar digital dengan menggunakan komputer.

Tujuan pengolahan citra adalah memperbaiki kualitas citra. Dimana citra yang dihasilkan dapat menampilkan informasi secara jelas dan mengekstraksi informasi ciri dari citra (Anbarjafari, 2014). Beberapa teknik yang digunakan pada pengolahan citra adalah sebagai berikut.

2.3.1. Grayscaling

Grayscaling adalah suatu citra yang hanya memiliki warna tingkat keabuan.

Penggunaan citra Grayscaling dikarenakan membutuhkan sedikit informasi yang diberikan pada tiap piksel dibandingkan dengan citra berwarna. Warna abu-abu pada citra Grayscale adalah warna R (Red), G (Green), B (Blue) yang memiliki intensitas yang sama. Sehingga dalam Grayscale Image hanya membutuhkan nilai intensitas tunggal dibandingkan dengan citra berwarna membutuhkan tiga intensitas untuk tiap pikselnya. Intensitas dari citra Grayscale disimpan dalam 8 Bit Integer yang memberikan 300 kemungkinan yang mana dimulai dari level 0 sampai dengan 300 (0 untuk hitam dan 300 untuk putih dan nilai diantaranya adalah derajat keabuan).

Grayscaling dilakukan dengan persamaan 2.1.

(25)

S = 𝑟+𝑔+𝑏

3 (2.1)

Dimana : S = piksel citra hasil grayscaling r = nilai red dari sebuah piksel g = nilai green dari sebuah piksel b = nilai blue dari sebuah piksel

2.3.2 Peningkatan Kontras Citra

Peningkatan kontras citra bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas citra dan dapat memperoleh citra yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan pengolahan citra (Nurrahmadayeni, 2017). Pada penelitian ini menggunakan metode Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE).

CLAHE merupakan salah satu metode peningkatan kontras citra dan merupakan versi perbaikan dari metode sebelumnya, AHE (adaptive histogram equalization) (Rai et al., 2012). CLAHE mampu mengurangi noise pada AHE dengan membatasi peningkatan kontras, terutama pada daerah homogen. CLAHE meningkatkan kontras citra dengan cara mengubah nilai intensitas pada citra (Pujiono et al., 2013). Algoritma CLAHE dapat dijelaskan sebagai berikut (Ramya, 2012) :

Langkah 1 : Citra asli dibagi menjadi beberapa bagian citra yang tiap bagian citra

berukuran MxN.

Langkah 2 : Setiap bagian citra dihitung histogramnya.

Langkah 3 : Clipped histogram setiap bagian citra. Jumlah piksel dari tiap bagian citra didistribusi pada masing-masing derajat keabuan. Rata-rata

jumlah piksel tersebut dilakukan dengan persamaan 2.2.

𝑁𝑎𝑣𝑞 = 𝑁𝑆𝐼−𝑋𝑃 . 𝑁𝑆𝐼−𝑌𝑃

𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 (2.2)

(26)

Dimana : 𝑁𝑎𝑣𝑞 = rata-rata jumlah piksel

𝑁𝑆𝐼−𝑋𝑃 = jumlah piksel dalam dimensi X dari bagian citra 𝑁𝑆𝐼−𝑌𝑃 = jumlah piksel dalam dimensi Y dari bagian citra 𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 = jumlah nilai derajat keabuan dari bagian citra Berdasarkan persamaan 2.2, clip limit dapat dihitung menggunakan persamaan 2.3.

𝑁𝐶−𝐿 = 𝑁𝐶 . 𝑁𝐴𝑉𝐺 (2.3)

Dimana : 𝑁𝐶−𝐿 = clip limit

𝑁𝐶 = nilai maksimum rata-rata piksel setiap nilai derajat keabuan

dari bagian citra

Pada histogram yang asli, piksel akan di clipped jika jumlah piksel lebih besar dari 𝑁𝐶. Jumlah piksel didistribusikan secara merata kedalam masing-masing derajat keabuan (𝑁𝑑) yang didefenisikan dengan total jumlah piksel yang di clipped (𝑁𝑇𝐶) dalam persamaan 2.4.

𝑁𝑑 = 𝑁𝑇𝐶

𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 (2.4)

𝑁𝑆𝐼(𝑖) merupakan jumlah piksel dalam setiap derajat keabuan bagian citra dan

‘i’ adalah jumlah derajat keabuan. Dengan menggunakan persamaan 2.4. contrast limited histogram bagian citra dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.5.

𝑖𝑓 𝐻𝑆𝐼 > 𝑁𝐶−𝐿, 𝐻𝑁𝑆𝐼(𝑖) = 𝑁𝐶−𝐿

𝑒𝑙𝑠𝑒 𝑖𝑓 𝐻𝑆𝐼(𝑖) + 𝑁𝑑 ≥ 𝑁𝐶−𝐿, 𝐻𝑁𝑆𝐼(𝑖) = 𝑁𝐶−𝐿 (2.5) 𝑒𝑙𝑠𝑒 𝐻𝑁𝑆𝐼(𝑖) = 𝐻𝑆𝐼(𝑖) + 𝑁𝐷

(27)

Akhir dari distribusi pada persamaan 2.5, sisa jumlah piksel yang di clipped dinyatakan sebagai 𝐻𝑅𝑃, tahap distribusi piksel dirumuskan dalam persamaan 2.6.

𝑆 = 𝑁𝑔𝑟𝑎𝑦

𝑁𝑅𝑃 (2.6)

Metode ini memindai semua piksel dari yang minimum hingga dari nilai graylevel. Jika frekuensi piksel graylevel adalah 𝑁𝐶−𝐿, metode ini akan mendistribusikan satu piksel nilai graylevel. Jika pencarian berakhir sebelum distribusi semua piksel, maka akan dihitung ulang sesuai dengan persamaan 2.6 hingga semua piksel terdistribusi. Dengan demikian akan diperoleh histrogram yang baru.

Langkah 4 : Membatasi contrast histogram setiap bagian citra diproses dengan HE kemudian piksel dari bagian citra dipetakan dengan menggunakan interpolasi linear.

2.3.3. Thresholding

Thresholding adalah operasi non-linear yang digunakan untuk segmentasi citra.

Thresholding mengubah citra skala abu-abu ke citra biner. Dalam proses thresholding, kedua level ditugaskan ke piksel yang berada di bawah atau di atas nilai threshold yang ditentukan dengan T. Piksel objek memiliki nilai 1 dan latar belakang memiliki 0, dengan demikian objek akan muncul secara konsisten lebih cerah atau lebih gelap dari latar belakang. Jadi pada thresholding, piksel yang serupa dalam skala abu-abu atau dalam fitur lainnya dikelompokkan bersama. Proses thresholding dilakukan dengan persamaan (2.7).

𝑔(𝑥, 𝑦) {1 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) > 𝑇

0 𝑖𝑓 𝑓(𝑥, 𝑦) ≤ 𝑇 (2.7)

(28)

Dimana : 𝑔(𝑥, 𝑦) = piksel citra hasil biner 𝑓(𝑥, 𝑦) = piksel citra masukan 𝑇 = nilai threshold

2.4 Ekstrasi Fitur

Pada penelitian ini menggunakan ekstraksi fitur metode zoning. Metode zoning adalah metode yang digunakan untuk sintesis sistem pengenalan,metode ini telah diterapkan secara luas untuk mendapatkan informasi berharga mengenai karakteristik lokal dari pola karakter (Harekar & Dhoter, 2014). Setiap citra dibagi menjadi M x N. Adapun proses pada metode zoning antara lain:

- Hitung jumlah piksel putih dari setiap zona dari 𝑍1 sampai 𝑍𝑛. - Tentukan nilai zona yang memiliki nilai piksel putih paling tinggi.

- Hitung nilai fitur pada setiap zona dari 𝑍1 sampai 𝑍𝑛 dengan persamaan (2.8)

Nilai fitur 𝑍𝑛 = 𝑍𝑛

𝑍𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (2.8)

2.5 Artificial Neural Network

Artificial Neural network atau jaringan saraf tiruan adalah model logika yang bekerja berdasarkan otak manusia. Cara kerja otak yang dengan menggunakan sejumlah neuron sederhana dan saling berhubungan dengan sebuah nilai bobot yang meneruskan signal dari satu neuron menuju neuron lainnya dapat dimodelkan oleh sebuah jaringan saraf tiruan. Input akan diterima oleh setiap neuron melalui hubungannya. Sebuah output yang sesuai dengan nilai bobot pada hubungan tersebut akan dihasilkan oleh neuron tersebut, kemudian output akan diteruskan kembali ke neuron yang lain. Setiap neuron pada jaringan saraf tiruan terdiri dari beberapa layer atau lapisan. Sebuah jaringan saraf tiruan pada umumnya terdiri dari tiga layer yakni : input layer yaitu node-node yang menerima signal input, middle layer yang juga disebut sebagai hidden layer yaitu node yang menghubungkan node pada input layer dengan node pada output layer dan output

(29)

layer yaitu node-node yang menghasilkan signal output. Jaringan saraf tiruan belajar dengan melakukan penyesuaian nilai bobot yang digunakan untuk mengirimkan nilai dari satu neuron ke neuron lain (Negnevitsky, 2005). Arsitektur umum dari sebuah jaringan saraf tiruan dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.4. Arsitektur Umum Sebuah Jaringan Saraf Tiruan ( Negnevitsky, 2005)

Sebuah fungsi yang disebut sebagai fungsi aktivasi digunakan untuk menentukan output dari sebuah neuron. Ada empat jenis fungsi aktivasi yang secara umum digunakan yakni: step function, sign function, sigmoid function dan linear function. Setiap jenis fungsi aktivasi beserta grafik yang menggambarkan fungsi dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.5. Fungsi Aktivasi Neuron (Negnevitsky, 2005)

Step function dan sign function disebut sebagai fungsi pembatasan kasar yang digunakan secara umum pada permasalahan klasifikasi dan pengenalan pola. Sigmoid function digunakan pada jaringan propagasi balik dan dapat mengubah input yang

(30)

memiliki jangkauan nilai [-∞, ∞] menjadi output dengan jangkauan nilai [0,0,1,0].

Linear activation function digunakan pada pendekatan linear dan dapat menghasilkan output yang sama dengan input yang diterima oleh neuron.

Jaringan saraf tiruan dapat digunakan untuk dua jenis konsep pembelajaran, yakni:

1. Pembelajaran supervised, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan menerima sekumpulan contoh yang ditandai sebagai data pelatihan dan membuat prediksi untuk seluruh titik yang tidak diketahui. Pembelajaran ini sudah terlebih dahulu mengetahui output yang diharapkan berdasarkan input yang diberikan.

2. Pembelajaran unsupervised, yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan menerima sekumpulan data pelatihan yang tidak ditandai dan membuat prediksi untuk seluruh titik yang tidak diketahui. Pembelajaran ini tidak dapat terlebih dahulu mengetahui output dari input yang diberikan sehingga memerlukan metode lain untuk mengelompokkan input yang diberikan (Mohri et al., 2012).

2.6 Backpropagation

Backpropagation adalah algoritma pembelajaran yang digunakan untuk melatih jaringan syaraf tiruan. Algoritma backpropagation terdiri dari dua tahap yaitu feed forward dan backward forward melalui berbagai lapisan atau bagian dari jaringan yang dilatih (Jadhav et al., 2016).

Adapun tahapan yang dilakukan pada algoritma ini, yakni (Negnetvisky, 2005):

1. Inisialisasi

Setiap bobot yang menghubungkan seluruh neuron yang ada diberikan nilai acak dengan distribusi yang merata dan jangkauan yang kecil (Haykin, 1999).

Inisialisasi untuk setiap bobot dihitung dengan persamaan 2.9.

(−2,4

𝐹𝑖 , +2,4

𝐹𝑖 ) (2.9) Dimana : 𝐹𝑖 = banyak input dari neuron i pada jaringan

(31)

2. Laju Pembelajaran (Learning Rate)

Laju pembelajaran merupakan parameter jaringan dalam mengendalikan proses penyesuaian bobot. Nilai laju pembelajaran yang optimal bergantung pada kasus yang dihadapi. Laju pembelajaran yang terlalu kecil menyebabkan konvergensi jaringan menjadi lebih lambat, sedang laju pembelajaran yang terlalu besar dapat menyebabkan ketidakstabilan pada jaringan.

3. Aktivasi

Proses aktivasi akan memasukkan seluruh input yang ada ke dalam jaringan saraf tiruan untuk menghasilkan output. Aktivasi dari jaringan saraf tiruan dilakukan dengan menggunakan input 𝑥1(𝑝), 𝑥2(𝑝), …., 𝑥𝑛(𝑝) dan output yang diharapkan 𝑦𝑑1(𝑝), 𝑦𝑑2(𝑝), ….,𝑦𝑑𝑛(𝑝), dengan p adalah jumlah perulangan yang sudah dilakukan dan p memilikinilai awal 0.

 Output sebenarnya dari setiap neuron pada hidden layer dihitung dengan menggunakan persamaan 2.10.

𝑦𝑗(𝑝) = 𝑠𝑖𝑔𝑚𝑜𝑖𝑑 [∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖 (𝑝). 𝑤𝑖𝑗 (𝑝)] (2.10)

Dimana : n = banyak input dari neuron j pada hidden layer sigmoid = fungsi aktivasi sigmoid

 Output sebenarnya dari setiap neuron pada output layer dihitung dengan menggunakan persamaan 2.11.

𝑦𝑘(𝑝) = 𝑠𝑖𝑔𝑚𝑜𝑖𝑑 [∑𝑚𝑖=1𝑥𝑗𝑘 (𝑝). 𝑤𝑗𝑘 (𝑝)] (2.11)

Dimana : m = banyak input dari neuron k pada output layer sigmoid = fungsi aktivasi sigmoid

4. Pelatihan Bobot

Update atau pembaharuan nilai dari setiap bobot pada jaringan saraf tiruan akan dilakukan dengan melakukan propagasi balik terhadap kesalahan (error) pada output layer.

(32)

 Error pada setiap neuron pada output layer dihitung dengan persamaan 2.12.

𝛿𝑘(𝑝) = 𝑦𝑘 (𝑝) − 𝑦𝑑𝑘 (𝑝) (2.12) Kemudian perbaikan bobot dihitung menggunakan persamaan 2.13.

∆𝑤𝑗𝑘(𝑝) = 𝛼. 𝑦𝑗 (𝑝). 𝛿𝑘 (𝑝) − 𝜇. ∆𝑤𝑗𝑘 (𝑝 − 1) (2.13) Dimana : 𝛼 = konstanta yang menentukan kecepatan pembelajaran dari

algoritma propagasi balik (learning rate)

𝜇 = konstanta yang menentukan besar perubahan update dari bobot (momentum)

update untuk setiap bobot yang terhubug dengan neuron pada output layer dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.14.

𝑤𝑗𝑘 (𝑝 + 1) = 𝑤𝑗𝑘 (𝑝) − ∆𝑤𝑗𝑘 (𝑝) (2.14)

 Error pada setiap neuron pada hidden layer dihitung dengan persamaan 2.17.

𝛿𝑗(𝑝) = [∑𝑚𝑘=1𝛿𝑘 (𝑝). 𝑤𝑗𝑘 (𝑝)] . 𝑦𝑗 (𝑝). (1 − 𝑦𝑗 (𝑝)) (2.15) Kemudian perbaikan bobot dihitung menggunkana persamaan 2.18.

∆𝑤𝑖𝑗(𝑝) = 𝛼. 𝑥𝑖 (𝑝). 𝛿𝑗 (𝑝) − 𝜇. ∆𝑤𝑖𝑗(𝑝 − 1) (2.15) Dimana : 𝛼 = konstanta yang menentukan kecepatan pembelajaran dari

algoritma propagasi balik (learning rate)

𝜇 = konstanta yang menentukan besar perubahan update dari bobot (momentum)

Update untuk setiap bobot yang terhubung dengan neuron pada hidden layer dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.16.

𝑤𝑖𝑗(𝑝 + 1) = 𝑤𝑖𝑗 (𝑝) − ∆𝑤𝑖𝑗(𝑝) (2.16)

5. Iterasi

Penambahan nilai perulangan p sebanyak satu dan kembali ke langkah 2 akan dilakukan apabila kriteria error belum sesuai yang diharapkan. Algoritma pelatihan backpropagation selesai dilakukan apabila kriteria error telah sesuai yang diharapkan.

(33)

2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yaitu : Penelitian yang dilakukan oleh (Arifianto et al., 2014) yaitu bertujuan untuk klasifikasi stroke secara komputerisasi menggunakan metode Learning Vector Quantization yang merupakan pengembangan dari Kohonen Self-Organizing Map, bersifat supervised dan competitive learning, struktur jaringannya single layer-net. Hasil dari penelitian ini tingkat akurasinya mencapai 96%.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Suhartanto et al., 2017) penelitian ini mengimplementasikan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk mempelajari data yang lampau agar dapat mendiagnosis penyakit kulit pada anak.

Masukan yang digunakan berupa gejala dari semua penyakit yang berjumlah 19 kemudian di representasikan kedalam biner 0 dan 1 dimana nilai akan bernilai 1 jika mengalami gejala tersebut dan sebaliknya. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah sigmoid biner. Dan akan dilakukan pembelajaran secara berulang-uang sehingga dihasilkan jaringan yang memberi tanggapan benar terhadap masukannya. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan parameter yang optimal yaitu pada hidden neuron berjumlah 4 , learning rate 0.4 dan epoch maksimum 300000 dan hasil rata-rata akurasi dari penelitian adalah 87.22 %.

Penelitian yang dilakukan oleh (Rizki, 2017) menggunakan metode Extreme Learning Machine untuk mengindektifikasi dan mengklasifikasi citra CT scan pendarahan pada otak. Citra CT Scan otak digunakan sebagai masukan untuk proses pengolahan citra. Tahapan citra sebelum diidentifikasi yaitu proses prapengolahan citra dan thresholding. Setelah dilakukan pengujian pada penelitian ini, didapatkan kesimpulan bahwa metode yang diajukan memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi pendarahan otak yang sangat baik dengan akurasi sebesar 92%.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Amalia, 2017) melakukan penelitian melalui analisis citra fundus retina untuk mengidentifikasi Hypertensive Retinopathy. Metode yang digunakan adalah backpropagation neural network dengan hasil identifikasi retina normal dan Hypertensive Retinopathy. Akurasi yang dicapai sebesar 95%.

(34)

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Marbun, 2017) untuk engklasifikasi penyakit stroke menggunakan citra CT scan otak. Metode yang digunakan adalah Convolutional Neural Network dengan hasil akurasi 86,6%

Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti

(Tahun) Metode Akurasi

1 Arifianto et al.,

2014 Learning Vector Quantization 96%

2 Suhartanto et al.,

2017 Backpropagation Neural Network 87,22%

3 Rizki, 2017 Extreme Learning Machine 92%

4 Amalia, 2017 Backpropagation Neural Network 95%

5 Marbun, 2017 Convolutional Neural Network 86,6%

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya :

Penelitian-penelitian sebelumnya terdapat beberapa model klasifikasi yang digunakan yaitu Learning Vector Quantization, Extreme Learning Machine, Convolutional Neural Network. Pada tahun 2017, Marbun melakukan penelitian dengan judul Klasifikasi Penyakit Stroke Menggunakan Convolutional Neural Network.

Marbun melakukan penelitian tidak menggunakan ekstraksi fitur dan klasifikasi menggunakan Convolutional Neural Network. Sedangkan pada skripsi ini penulis menggunakan metode zoning sebagai metode ektraksi fitur dan metode Backpropagation Neural Network sebagai metode klasifikasi.

(35)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini berisi analisis dan perancangan dalam aplikasi klasifikasi penyakit stroke.

Tahap analisis membahas langkah-langkah yang dilakukan untuk mengklasifikasi penyakit stroke mulai tahap analisis data yang digunakan, tahap prepocessing hingga tahap klasifikasi dengan menggunakan Backpropagation Neural Network.

3.1. Arsitektur Umum

Bagian ini akan membahas tahap-tahap yang dilakukan dalam pembangunan aplikasi klasifikasi penyakit stroke. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap pengumpulan data citra CT scan yang terdiri dari citra normal, citra stroke iskemik dan citra stroke hemoragik yang akan digunakan sebagai citra latih dan citra uji; tahap prepocessing yang terdiri atas grayscaling, CLAHE; tahap segmentation menggunakan thresholding; tahap ekstrasi fitur dari citra menggunakan Zoning; dan tahap klasifikasi citra menggunakan Backpropagation Neural Network. Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan, aplikasi dapat menghasilkan keluaran berupa hasil klasifikasi penyakit stroke. Adapun tahap-tahap tersebut dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.1

(36)

Testing Dataset Training Dataset

Database Training

Gambar 3.1. Arisitektur Umum Pre- processing

Segmentation

Feature Extraction

Classification

OUTPUT Hasil klasifikasi Normal, Iskemik, Hemoragik

Grayscalling

CLAHE

Thresholding

Backpropagation Neural Network Zoning

(37)

3.2. Data yang Digunakan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra CT scan otak yang terdiri dari citra normal, citra iskemik, dan citra hemoragik. Data ini diperoleh melalui radiopedia.org. Radiopaedia merupakan sebuah situs sumber daya radiologi yang diluncurkan pada tahun 2005.

Pada penelitian ini, jumlah citra yang digunakan adalah 15 citra normal dan 33 citra iskemik dan 30 citra hemoragik. Data yang telah dikumpulkan akan dibagi menjadi dua kelompok data yaitu data pelatihan dan data pengujian. Data pelatihan dari citra normal sebanyak 10 citra, citra iskemik sebanyak 20 citra dan hemoragik sebanyak 18 citra. Data pengujian dari citra normal sebanyak 5 citra, citra iskemik sebanyak 13 dan hemoragik sebanyak 12 citra dengan ukuran 300x300 piksel dan mempunyai format .jpg.

3.3. Pre-Processing

Pada tahap pre-processing, dilakukan beberapa tahapan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses pada tahap selanjutnya. Tahapan pre-pocessing adalah grayscaling dan CLAHE.

3.3.1. Grayscaling

Citra CT scan yang di input merupakan citra keabuan. Pada tahap ini, sistem menggunakan grayscaling untuk menyeragamkan warna keabuan pada setiap citra yang diproses untuk mendapatkan citra keabuan yang sama.

Gambar 3.2 Citra Hasil Teknik Grayscaling

(38)

3.3.2 Contrast-limited adaptive histogram equalization (CLAHE)

Tahap selanjutnya peningkatan kontras citra menggunakan teknik Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE). Citra yang telah di grayscale kemudian dilakukan peningkatan kontras untuk mendapatkan hasil citra yang lebih dan mengurangi masalah noise. Gambar 3.3 Citra hasil teknik CLAHE.

gambar 3.3 Citra Hasil Teknik CLAHE

3.4. Segmentation

Setelah tahap pre-processing, dilakukan tahap segmentation menggunakan thresholding yang memisahkan antara objek dengan background dalam suatu citra berdasarkan pada perbedaan tingkat kecerahannya atau gelap terang nya. Region citra yang cenderung gelap akan dibuat semakin gelap (hitam sempurna dengan nilai intensitas sebesar 0), sedangkan region citra yang cenderung terang akan dibuat semakin terang (putih sempurna dengan nilai intensitas sebesar 1). Oleh karena itu, keluaran dari proses segmentasi dengan metode thresholding adalah berupa citra biner dengan nilai intensitas piksel sebesar 0 atau 1 Gambar 3.4 Citra hasil teknik thresholding.

Gambar 3.4 Citra Hasil Thresholding

(39)

3.5. Ekstraksi Citra

Setelah dilakukan tahap segmentasi, maka langkah selanjutnya adalah tahap ekstraksi fitur (feature extraction) yang membentuk nilai fitur yang bersifat unik untuk mendapatkan ciri dari citra. Nilai fitur yang didapat akan mewakili karakteristik dari citra yang akan di klasifikasikan menggunakan Backpropagation Neural Network. Pada penelitian ini, ekstraksi fitur yang digunakan adalah metode zoning.

3.5.1 Zoning

Pada penelitian ini, citra terbagi atas tiga jenis yaitu citra normal, iskemik dan hemoragik. Setiap citra akan dibagi dalam beberapa zona, dimana setiap zona akan menghasilkan nilai fitur dengan menghitung jumlah piksel hitam tertinggi pada citra hemoragik dan piksel putih tertinggi untuk citra iskemik. Pada tahap ini, citra yang berukuran 300 x 300 piksel akan dibagi menjadi 11 kolom dan 11 baris sehingga didapatkan 121 zona yang mewakili 121 fitur. Contoh pembagian zona yang akan dibagi dalam citra dapat dilihat pada Gambar 3.5.

11 baris

11 kolom

Gambar 3.5 Hasil Zoning Citra

Adapun proses metode zoning dalam proses ekstraksi fitur pada citra otak antara lain:

1. Hitung jumlah piksel putih setiap zona dari zona Z1-Z121

2. Tentukan zona yang memiliki jumlah piksel putih paling tinggi untuk citra iskemik dan piksel hitam paling tinggi untuk citra hemoragik

(40)

3. Hitung nilai fitur setiap zona dari Z1-Z121 dengan persamaan 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐹𝑖𝑡𝑢𝑟 𝑍𝑛 = 𝑍𝑛

𝑍𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 Dengan 1≤ n ≤ 121

Contoh perhitungan Zoning untuk citra iskemik antara lain:

1. Jumlah piksel putih setiap zona antara lain:

Z1= 90, Z19 = 120, Z50 = 180, Z85 = 240

2. Zona yang memiliki jumlah piksel putih paling tinggi adalah Z85 = 240 3. Nilai Fitur setiap zona antara lain :

Z1 = 90/240 = 0.375 Z19 = 120/240 = 0.5 Z50 = 180/240 = 0.75 Z85 = 240/240 = 1

Contoh perhitungan Zoning untuk citra hemoragik antara lain:

1. Jumlah piksel hitam setiap zona antara lain Z3= 50, Z30 = 400, Z65 = 230, Z90 = 100

2. Zona yang memiliki jumlah piksel hitam paling tinggi adalah Z30 = 400 3. Nilai Fitur setiap zona antara lain :

Z3 = 50/400= 0.125 Z30 = 400/400 = 1 Z65 = 230/400 = 0.575 Z90 = 100/400 = 0.25

Namun dalam penelitian ini, penulis melakukan pembulatan pada nilai fitur setiap zona dengan ketentuan jika :

𝑍𝑛 < 0.5 maka 𝑍𝑛 = 0 𝑍𝑛 ≥ 0.5 makan 𝑍𝑛 = 1

Pembulatan ini dilakukan agar nilai fitur yang dihasilkan akan berbentuk nilai biner yang akan digunakan sebagai nilai input pada proses klasifikasi pada tahap selanjutnya. Sehingga dari perhitungan zona didapat nilai fitur berupa Z1 = 0, Z19 = 1,

(41)

Z 50 =1, Z85 = 1 pada citra iskemik dan Z3 = 0, Z30 = 1, Z65 = 1, Z90 = 0 pada citra hemoragik.

Dari perhitungan zoning, pada tahap ekstraksi fitur akan menghasilkan 121 fitur yang akan digunakan sebagai nilai input pada proses klasifikasi menggunakan Backpropagation Neural Network yang sesuai dengan gambar 3.6.

0 1 0 1 0

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z121

(a) Nilai Ekstraksi Fitur pada citra iskemik

1 1 0 1 0

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z121

(b) Nilai Ekstraksi Fitur pada citra hemoragik Gambar 3.6. Nilai Ekstraksi Fitur menggunakan Zoning

3.6 Klasifikasi Citra dengan Backpropagation Neural Network

Setelah di dapat nilai fitur pada proses ekstraksi fitur menggunakan Zoning, tahapan berikutnya yaitu proses klasifikasi citra menggunakan metode Backpropagation Neural Network. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap perancangan arsitektur backpropagation Neural Network, tahap pelatihan backpropagation dan tahap pengujian backpropagation.

3.6.1. Tahap Perancangan Arsitektur Backpropagation Neural Network

Sebelum dilakukan proses pelatihan, maka Backpropagation Neural Network harus di rancang terlnih dahulu. Pada penelitian ini, arsitektur jaringan backpropagation yang akan dirancang terdiri dari 121 neuron pada lapisan input, 5 neuron pada lapisan tersembunyi dan 3 neuron pada lapisan output. Jumlah 121 neuron pada lapisan input ditentukan berdasarkan jumlah fitur dari hasil ekstraksi.

(42)

Pada penelitian ini arsitektur jaringan saraf tiruan yang akan di rancang dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Arsitektur Backpropagation

Adapun penjelasan arsitektur jaringan saraf tiruan pada Gambar 3.7 adalah sebagai berikut

1. Lapisan input memliki 121 neuron ditambah 1 neuron bias, lapisan tersembunyi memilki 5 neuron ditambah 1 neuron bias sedangkan lapisan output memiliki 3 neuron.

2. 𝑥1 sampai dengan 𝑥121 adalah neuron-neuron pada lapisan input 𝑧1 sampai dengan 𝑧5 adalah neuron-neuron pada lapisan tersembunyi dan 𝑦1 sampai 𝑦3 adalah neuron-neuron pada lapisan output.

3. 𝑏1 merupakan bias yang menuju ke lapisan tersembunyi sedangkan 𝑏2 merupakan bias yang menuju ke lapisan output.

(43)

4. 𝑣𝑖𝑗 adalah nilai bobot koneksi antara neuron 𝑖 lapisan input dengan neuron 𝑗 adalah neuron tersembunyi. Sedangkan 𝑤𝑗𝑘 adalah nilai bobot koneksi antara neuron 𝑗 lapisan tersembunyi dengan neuron 𝑘 pada lapisan output. 𝑣𝑜𝑗 adalah bobot koneksi antara bias dengan neuron j dilapisan tersembunyi sedangkan 𝑤𝑜𝑘 adalah bobot koneksi antara bias dengan neuron 𝑘 di lapisan output.

3.6.2 Tahap Pelatihan Backpropagation

Setelah jaringan dibentuk, maka tahap pelatihan jaringan menggunakan backpropagation dapat dilakukan. Tujuan dari pelatihan jaringan backpropagation adalah mengatur nilai error agar menjadi semakin kecil atau membuat agar nilai output mendekati target. Setelah pelatihan jaringan selesai, bobot akhir proses pelatihan akan disimpan, dimana bobot akhir tersebut akan digunakan pada tahap pengujian. Proses pelatihan jaringan backpropagation dapat dilihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8. Proses Pelatihan Jaringan Backpropagation

3.6.3 Tahap Pelatihan Backpropagation

Tahap pelatihan backpropogation dilakukan untuk mendapatkan nilai bobot akhir yang kemudian akan digunakan untuk tahap pengujian. Berikut ini adalah uraian pelatihan

(44)

jaringan backpropagation menggunakan 4 neuron input, 1 neuron hidden dan 1 neuron output akan diuraikan sebagai berikut.

a. Data yang diberikan dengan menggunakan input X1 sampai X4 dan target yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.1. Input dan Target

Data X1 X2 X3 X4 Target

Gambar1 0.28 0.35 0.69 0.98 1 Gambar2 0.30 0.72 0.58 0.83 1

b. Inisiasi bobot awal dengan nilai antar 0 sampai 1

 Inisiasi bobot koneksi antara lapisan input dan lapisan tersembunyi (𝑉𝑗𝑖) seperti yang terlihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2. Bobot awal Vji

Bobot Awal (Vji) V10 (bias) V11 V12 V13 V14 Gambar1 0.251 0.673 0.293 0.561 0.284

 Inisiasi bobot koneksi antara lapisan tersembunyi dan lapisan output (𝑊𝑘𝑗) seperti yang terlihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.3. Bobot awal Wkj

Bobot Awal (Wkj) W10 W11

Gambar1 0.786 0.564

c. Tentukan parameter learning rate, minimum error dan maksimum epoch.

 Learning rate = 0.5

 Minimum error = 0.01

 Maksimum epoch = 2

d. Dilakukan iterasi selama epoch < maksimal epoch dan nilai error > minimum error

(45)

e. Lakukan langkah fase forward

 Hitung nilai 𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 pada lapisan tersembunyi dengan menggunakan Persamaan:

𝑧_𝑛𝑒𝑡1= = =

1*(0.251)+ 0.28*(0.673)+0.35*(0.293)+0.69*(0.261) + 0.98*(0.284)

0.251 + 0.188 + 0.103 + 0.180+0.278 1

 Kemudian hitung nilai keluaran 𝑧𝑗 pada node di lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner.

𝑧1 = 𝑓(𝑧_𝑛𝑒𝑡1) = 1

1 + 𝑒−(1) = 0.730

 Hitung nilai 𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 pada node di lapisan output menggunakan Persamaan:

𝑦_𝑛𝑒𝑡1= = =

1*(0.786) + 0.730*(0.564) 0.786 + 0.142

1.198

 Kemudian hitung nilai keluaran yk pada node di lapisan output menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner.

𝑦1 = 𝑓(𝑦_𝑛𝑒𝑡1) = 1

1 + 𝑒−(1.198) = 0.769

f. Lakukan langkah – langkah pada fase backward.

 Hitung faktor 𝛿 di unit keluaran 𝑦𝑘 dengan menggunakan Persamaan:

𝛿1 = (1 - 0.769) * 0.769 * (1 – 0.769)

= 0.231 * 0.769 * 0.231

= 0.041

(46)

 Hitung suku perubahan bobot 𝑊𝑘𝑗 dengan menggunakan Persamaan:

Δ𝑤01 = 0.5 * 0.041 * 1 = 0.021 Δ𝑤11 = 0.5 * 0.041 * 0.730 = 0.015

 Hitung penjumlahan 𝛿_𝑛𝑒𝑡𝑗 pada unit tersembunyi 𝑧𝑗 dengan menggunakan Persamaan:

𝛿_𝑛𝑒𝑡1 = 0.041 * 0.564 = 0.023

 Hitung faktor 𝛿 pada unit tersembunyi menggunakan Persamaan:

𝛿1 = 0.023 * (0.730) * (1 - 0.730) = 0.004

 Hitung suku perubahan bobot 𝑣𝑗𝑖 dengan menggunakan Persamaan:

Δ𝑣10 = 0.5 * 0.004 * 1 = 0.002 Δ𝑣11 = 0.5 * 0.004 * 0.28 = 0.00056 Δ𝑣12 = 0.5 * 0.004 * 0.35 = 0.0007 Δ𝑣13 = 0.5 * 0.004 * 0.69 = 0.00138 ∆𝑣14 = 0.5 * 0.004 * 0.98 = 0.0196 g. Hitung perubahan bobot jaringan backpropagation.

 Hitung bobot baru setiap node lapisan output menggunakan Persamaan:.

𝑤10 = 0.786 + 0.021 = 0.807 w11 = 0.564 + 0.015 = 0.579

 Hitung bobot baru setiap node lapisan tersembunyi dengan Persamaan:

𝑣10 = 0.251 + 0.002 = 0.253 𝑣11 = 0.673 + 0.00056 = 0.673 𝑣12 = 0.293 + 0.0007 = 0.2937 𝑣13 = 0.561 + 0.00138 = 0.5623 𝑣14 = 0.284 + 0.0196 = 0.3036

(47)

h. Hitung nilai error jaringan dengan menambahkan jumlah nilai error setiap node pada lapisan output. Karena neuron output hanya satu maka,

Error = 0.041

Adapun alur flowchart pada proses pelatihan dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9. Flowchart Proses Pelatihan

(48)

Penjelasan dari flowchart diatas, sebagai berikut:

1. Menentukan nilai pembelajaran dan nilai momentum 2. Menginput dataset citra CT scan yang akan dilatih 3. Mmasukkan data awal nilai bobot secara acak

4. Memproses siklus preubahan bobot sesuai dengan nilai epoch yang sudah ditentukan

5. Masuk ke tahap feed forward

6. Lalu memasukkan unit input X, nilai fitur hasil zoning, dimana satu unit x terdiri dari X1- X121

7. Menerima nilai input layer untuk di komputasi di hidden layer 8. Menerima nilai dari hidden layer untuk dikomputasi di output layer

9. Menghitung nilai error, lalu apabila nilai error <= targer error masuk ke dalam bobot pelatihan, jika error >= target error maka peroses akan berulang (backward) dengan nilai bobot yang berubah

10. Selesai

3.6.4. Tahap Pengujian Backpropagation

Proses pengujian jaringan backpropagation dilakukan dengan hanya melaksanakan fase arah maju (feed forward). Pada tahap ini, data yang akan diuji merupakan data hasil ekstraksi fitur, dimana data tersebut bukan termasuk data pelatihan. Kemudian bobot yang digunakan pada fase feed forward adalah bobot hasil pelatihan. Lalu dilakukan perhitungan nilai keluaran dari setiap node pada lapisan tersembunyi dan lapisan output.

Kemudian dilakukan pengujian terhadap hasil keluaran setiap node pada lapisan output. Apabila hasil keluaran node lebih besar dari 0,5 maka nilai keluaran pada node tersebut akan diubah menjadi 1. Sebaliknya nilai keluaran pada node akan diubah menjadi 0 jika nilai keluaran pada node tersebut lebih kecil dari 0. Proses pengujian jaringan backpropagation terhadap hasil klasifikasi citra CT scan dapat dilihat pada Gambar 3.10.

(49)

Gambar 3.10. Proses Pengujian Jaringan Backpropagation 3.6.5. Proses Pengujian Backpropagation

Pada proses pengujian backpropagation, data uji akan menjadi masukkan bagi jaringan backpropagation dan bobot yang digunakan adalah bobot hasil pelatihan. Contoh langkah - langkah pengujian backpropagation dengan menggunakan nilai bobot hasil pelatihan adalah sebagai berikut.

 Masukkan data uji ke dalam jaringan. Data uji ditunjukkan pada Tabel 3.5.

Tabel 3.4. Data uji

Data X1 X2 X3 X4

Gambar3 0.65 0.32 0.56 0.36

 Gunakan bobot hasil pelatihan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.

Tabel 3.5. Bobot Vkj baru

Bobot V10 V11 V12 V13 V14

Nilai 0.121 0.222 0.354 0.516 0.865

(50)

Tabel 3.6. Bobot Wkj baru Bobot W10 W11 Nilai 0.241 0.315

 Hitung nilai 𝑧_𝑛𝑒𝑡𝑗 pada node di lapisan tersembunyi dengan menggunakan Persamaan:

𝑧_𝑛𝑒𝑡1 =

=

=

1*(0.121) + 0.65*(0.222) + 0.32*(0.354) + 0.56*(0.516) + 0.36*(0.865)

0.111 + 0.095 + 0.178 + 0.414 + 0.109 0.907

 Hitung nilai keluaran 𝑧𝑗 pada node di lapisan tersembunyi menggunakan Persamaan:

𝑧1 = 𝑓(𝑧_𝑛𝑒𝑡1) = 1

1 + 𝑒−(0.907) = 0.14

 Hitung nilai 𝑦_𝑛𝑒𝑡𝑘 pada node di lapisan output dengan menggunakan Persamaan:

𝑦_𝑛𝑒𝑡1=

=

=

1*(0.416) + 0.14*(0.118) 0.416 + 0.016

0.432

 Kemudian hitung nilai keluaran 𝑦𝑘 pada node di lapisan output menggunakan Persamaan:

𝑦1= 𝑓(𝑦_𝑛𝑒𝑡1) = 1

1 + 𝑒−(0.432) = 0.606

 Nilai keluaran 𝑦1 adalah 0.606, dimana 0.606 > 0.5. Maka nilai 𝑦1 memenuhi target 1.

Adapun alur flowchart pada proses pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.11.

(51)

Gambar 3.11. Flowchart Proses Pengujian Penjelasan dari flowchart diatas, sebagai berikut:

1. Menampilkan data citra CT scan otak 2. Mengambil nilai bobot pelatihan 3. Lalu masuk ke tahap feed forward

4. Lalu memasukkan unit input X, nilai fitur hasil zoning, dimana satu unit x terdiri dari X1- X121

5. Menerima nilai input layer untuk di komputasi di hidden layer 6. Menerima nilai dari hidden layer untuk dikomputasi di output layer 7. Nilai Max output layer menjadi hasil klasifikasi citra CT scan 8. Proses Selesai

Gambar

Gambar 2.5. Fungsi Aktivasi Neuron (Negnevitsky, 2005)
Gambar 3.5 Hasil Zoning Citra
Gambar 3.7. Arsitektur Backpropagation
Gambar 3.8. Proses Pelatihan Jaringan Backpropagation
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tahap – tahap yang dilakukan sebelum identifikasi adalah akuisisi citra dengan mikroskop, pra-pengolahan, ekstraksi fitur menggunakan gray level co-occurrence matrix

Tahap – tahap yang dilakukan sebelum identifikasi adalah akuisisi citra dengan mikroskop, pra-pengolahan, ekstraksi fitur menggunakan gray level co-occurrence matrix

Bab ini berisi analisis terhadap tahap – tahap yang dilakukan pada identifikasi jenis kayu tropis meliputi tahap akuisisi citra, pra pengolahan serta penerapan

Tahapan-tahapan tersebut diawali dengan mengumpulkan data citra normal dan diabetic retinopathy yang akan digunakan untuk citra latih dan citra uji, tahap preprocessing yang

D-dimer diperkirakan dapat menurunkan jumlah pemeriksaan stroke iskemik dengan CT-scan atau pencitraan yang lain sehingga menurunkan biaya perawatan.Banyak penelitian dilakukan

Pada Gambar 1 pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data citra yang akan digunakan pada proses pelatihan dan pengujian model arsitektur Convolutional Neural

Populasi penelitian adalah Semua data pasien yang dinyatakan berdasarkan diagnosa dokter sesuai hasil pemeriksaan CT Scan menderita penyakit stroke iskemik dengan

menunjukkan gambaran abnormal (58,1%) dibandingkan gambaran normal (41,9%), pada gambaran abnormal terdapat 64 penderita dengan hasil CT Scan gambaran stroke hemoragik