• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

19

LANDASAN TEORI

2.1 Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian SDM

Pengertian SDM dibagi menjadi tiga aspek (Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, p.37):

1. SDM adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai aset organisasi/perusahaan yang dapat dihitung jumlahnya (kuantitatif). Dalam pengertian ini fungsi SDM tidak berbeda dari fungsi aset lainnya, sehingga dikelompokkan dan disebut sebagai sarana produksi, sebagaimana sebuah mesin, komputer (sumber daya teknologi), investasi (sumber daya finansial), gedung, mobil (sumber daya material), dll.

2. SDM adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/perusahaan.

Setiap SDM berbeda-beda potensinya, maka kontribusinya dalam bekerja untuk mengkongkritkan Rencana Operasional Bisnis menjadi kegiatan bisnis tidak sama satu dengan yang lain. Kontribusinya itu sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing, harus dihargai antara lain dalam bentuk finansial. Dalam kenyataannya semakin tinggi keterampilan dan keahliannya maka semakin besar pula penghargaan finansial yang harus diberikan, yang berpengaruh pula pada biaya ( cost ) produksi sehingga SDM berfungsi juga sebagai sebuah investasi.

3. Manusia sebagai sumber daya adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan YME, sebagai penggerak organisasi/perusahaan berbeda dengan sumber daya

(2)

lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan yang dimilikinya, mengharuskan sumber ddaya manusia diperlakukan berbeda dengan sumber daya lainnya. Dalam nilai – nilai kemanusiaan itu terdapat potensi berupa keterampilan dan keahlian dan kepribadian termasuk harga diri, sikap, motivasi, kebutuhan dll yang mengharuskan dilakukan perencanaan SDM, agar SDM yang di pekerjakan sesuai dengan kebutuhan organisasi/perusahaan.

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi/perusahaan. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi/perusahaan dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia.(Siagian, 2011, p.31)

Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi teori sumber daya, di mana fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau kemampuan internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya sebagaimana disebutkan di atas, adalah SDM strategis yang memberikan nilai tambah (added value) sebagai tolok ukur keberhasilan bisnis. Kemampuan SDM ini merupakan competitive advantage dari perusahaan. Dengan demikian, dari segi sumber daya, strategi bisnis adalah mendapatkan added value yang maksimum yang dapat mengoptimumkan competitive advantage.(Siagian, 2011, p.27)

2.1.2 Rekrutmen dan Seleksi

Kualitas sumber daya manusia sebuah organisasi/perusahaan berawal dari ditentukannya kualitas calon – calon pekerja atau pelamar. Merupakan sebuah realita bahwa dalam suatu organisasi/perusahaan selalu terbuka kemungkinan

(3)

untuk terjadinya berbagai lowongan dengan aneka ragam penyebabnya. Misalnya karena perluasan kegiatan organisasi/perusahaan tercipta pekerjaan-pekerjaan dan kegiatan baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan.(Siagian, 2011, p.101)

Upaya mendapatkan calon-calon pekerja itu diawali dari rekrutmen, yaitu sebuah proses untuk menemukan dan menarik pelamar – pelamar yang berkemampuan untuk bekerja pada sebuah organisasi/perusahaan. Proses ini dimulai ketika organisasi/perusahaan mencari calon – calon pekerja baru dari berbagai sumber dengan beragam cara, dan berakhir pada saat lamaran kerja diserahkan. Hasil proses rekrutmen adalah sekelompok pelamar, yang nantinya akan diseleksi untuk mengisi kekosongan di posisi yang baru. (Marwansyah, 2010, p.106)

2.1.2.1 Rekrutmen

Rekrutmen adalah proses menarik orang – orang atau pelamar yang mempunyai minat dan kualifikasi yang tepat untuk mengisi posisi atau jabatan tertentu. ( Marwansyah, 2010 p.106 ).

Proses rekrutmen dimulai dengan upaya menemukan calon karyawan yang memiliki kemampuan dan sikap yang dibutuhkan oleh organisasi/perusahaan dan mencocokannya dengan tugas-tugas yang harus dijalankan. (Ivancevich, 2007 dalam Marwansyah, 2010, p.106).

Berbagai langkah yang diambil dalam proses rekrutmen pada dasarnya merupakan salah satu tugas pokok para tenaga spesialis yang

(4)

berkarya dalam satuan organisasi yang mengelola sumber daya manusia.

(Siagian, 2011, p.102)

Perlu ditekankan bahwa kegiatan rekrutmen harus didasarkan pada perencanaan sumber daya manusia karena dalam rencana tersebut telah ditetapkan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelamar kerja.

Akan tetapi harus ditekankan pula, bahwa perencanaan tidak selamanya menjadi titik tolak dalam bertindak. Para pemegang keputusan, dalam hal ini para manajer yang memimpin di satuan kerja tertentu, harus dimintai pendapat dan preferensinya juga, karena merekalah yang akan mempekerjakan tenaga baru itu. (Siagian, 2011, p.102)

Para calon karyawan yang mengikuti proses rekrutmen tidak hanya dihadapkan pada persaingan sesama calon karyawan, tetapi juga kendala – kendala yang sering muncul antara lain adalah kendala yang bersumber dari organisasi/perusahaan yang bersangkutan, kebiasaan para pencari tenaga kerja itu sendiri dan faktor eksternal yang bersumber dari lingkungan dimana organisasi/perusahaan itu bergerak.(Siagian, 2011, p.104)

Dalam proses rekrutmen, terdapat berbagai sumber rekrutmen.

Menurut Marwansyah (2010, p.111), secara umum, sumber rekrutmen dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu :

1. Rekrutmen internal

Yaitu rekrutmen yang dilakukan dengan menggunakan sumber internal atau karyawan yang sudah ada dalam perusahaan. Ada beberapa metode yang digunakan dalam

(5)

rekrutmen internal, antara lain adalah job posting, refrensi pegawai dan rencana suksesi.(Marwansyah, 2010, p.111) 2. Rekrutmen eksternal

Yaitu rekrutmen yang dilakukan dengan mencari tenaga kerja dari luar organisasi/perusahaan karena seringkali karyawan yang sudah ada tidak memenuhi kebutuhan rekrutmen untuk kepentingan atau tujuan tertentu.

Rekrutmen eksternal biasanya dilakukan terutama bila organisasi/perusahaan perlu mengisi jabatan-jabatan entry level, memerlukan keahlian atau keterampilan yang belum dimiliki atau memerlukan pekerja dengan latar belakang yang berbeda untuk mendapatkan ide-ide baru.

(Marwansyah, 2010, p.113)

Berbagai sumber rekrutmen menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (2011 hlm 113-125) antara lain adalah

1. pelamar langsung yang datang ke organisasi/perusahaan tanpa mengetahui apakah di organisasi/perusahaan yang bersangkutan ada atau tidaknya lowongan yang sesuai dengan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman pelamar yang bersangkutan

2. lamaran tertulis yang dikirimkan oleh para pelamar 3. lamaran berdasarkan informasi orang dalam

4. melakukan pemasangan iklan 5. instansi pemerintah

6. perusahaan penempatan tenaga kerja

(6)

7. perusahaan pencari tenaga kerja profesional 8. lembaga pendidikan

9. organisasi profesi 10. serikat pekerja

11. balai latihan kerja milik pemerintah

2.1.2.2 Seleksi

Apabila sekelompok pelamar sudah diperoleh melalui rekrutmen, maka proses seleksi dimulai. Proses seleksi dimulai dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Proses seleksi pegawai merupakan salah satu bagian yang teramat penting dalam keseluruhan proses manajemen SDM. (Siagian, 2011, p.131)

Tujuan setiap program seleksi dalah mengidentifikasikan para pelamar yang memiliki skor tinggi pada aspek-aspek yang diukur yang bertujuan untuk menilai pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau karakteristik penting lainnya yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu pekerjaan dengan baik.(Marwansyah, 2010, p.128)

Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA (2011, p.137) dalam proses seleksi ada beberapa tahapan yang biasanya ditempuh, antara lain adalah :

1. penerimaan surat lamaran 2. penyelenggaraan ujian 3. wawancara seleksi

4. pengecekan latar belakang pelamar dan surat –surat refrensinya

(7)

5. evaluasi kesehatan

6. wawancara oleh manajer yang akan menjadi atasan langsungnya 7. pengenalan pekerjaan, dan

8. keputusan atas lamaran.

Agar dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam proses seleksi, maka sebuah tes dalam seleksi yang baik memiliki karakteristik antara lain : (Marwansyah, 2010, p.133)

1. Terstandarisasi, artinya memiliki keseragaman prosedur dan kondisi bagi semua peserta.

2. Obyektivitas, yang berarti untuk setiap jawaban yang sama harus diberikan hasil/nilai yang sama.

3. Memiliki norma, yakni kerangka acuan untuk membandingkan prestasi seorang pelamar dengan pelamar lain,

4. Realibilitas yang berarti bahwa sebuah alat seleksi memberikan hasil yang konsisten setiap kali seseorang menempuh tes ini 5. Validitas

Berarti bahwa alat seleksi berhubungan secara signifikan dengan kinerja atau dengan kriteria lain yang relevan

Proses seleksi secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal organisasi misalnya kecepatan pengambilan keputusan, hierarki organisasi, jenis organisasi dan masa percobaan. Sedangkan faktor eksternal seperti peraturan, jumlah, komposisi, dan pasar tenaga kerja.(Siagian, 2011, p.132)

(8)

2.1.3 Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Dalam konteks sebuah organisasi/perusahaan, pengembangan SDM dirancang untuk membantu individu, kelompok dan organisasi/perusahaan secara keseluruhan agar menjadi lebih efektif. Program ini diperlukan seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan ini disebabkan tidak hanya oleh dinamika internal organisasi tetapi juga karena dinamika faktor – faktor eksternal.

Perkembangan pengetahuan yang bersifat eksponensial dan perubahan sains yang berlangsung cepat telah menjadi kecenderungan global. (Marwansyah, 2010, p. 152)

Kesenjangan antara kemampuan pekerja dan tuntutan pekerjaan yang berkembang itu otomatis memerlukan peningkatan dan penyesuaian pengetahuan dan keterampilan serta sikap pekerja atau dengan kata lain diperlukannya peningkatan profesionalisme SDM. Pelatihan dan pengembangan SDM itu sendiri bisa dipandang sebagai intisari dari sebuah upaya berkelanjutan yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja organisasi.(Bogardus, 2004 dalam Marwansyah 2010, p.153)

Sedangkan menurut Wexley dan Latham pelatihan dan pengembangan sebagai upaya terencana oleh sebuah organisasi untuk memfasilitasi karyawannya dalam mempelajari perilaku yang terkait dengan pekerjaan. Istilah perilaku digunakan dalam arti luas, yang meliputi setiap pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh karyawan melalui praktik atau pengalaman langsung. Wexley dan Latham mengatakan bahwa program pelatihan dan pengembangan memiliki satu atau lebih tujuan – tujuan berikut ini :

(9)

1. Meningkatkan kesadaran diri individu

2. Meningkatkan keterampilan individu dalam satu bidang keahlian atau lebih

3. Meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memuaskan. ( Marwansyah 2010 hlm 156 ) Semisalnya SDM merupakan sumber daya terpenting dalam suatu organisasi/ perusahaan, salah satu implikasinya adalah bahwa investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh suatu organisasi adalah di bidang sumber daya manusianya.(Siagian, 2011, p.181)

Dalam sebuah organisasi/perusahaan, terdapat paling sedikit tujuh manfaat yang dapat dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan, antara lain adalah (Siagian, 2011, p.183) :

1. Peningkatan produktivitas kerja perusahaan

2. Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan

3. Terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena melibatkan para pegawai yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan operasional.

4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam perusahaan dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi.

5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif

6. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif

(10)

7. Penyelesaian konflik secara fungsional yang berdampak pada tumbuhnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan di kalangan anggota.

Namun semua itu juga bergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi pelatihan dan pengembangan SDM, yaitu dukungan dari manajemen puncak yang bersifat konkret dan perlu dikomunikasikan dengan seluruh bagian organisasi. Komitmen para spesialis dan generalis dalam pengelolaan sumber daya manusia, kompleksitas organisasi/perusahaan, gaya belajar dan kinerja masing – masing fungsi manajemen SDM lainnya juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Selain itu perkembangan teknologi yang tidak hanya memberikan dampak terhadap identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan, tetapi juga terhadap pemilihan metode pelatihan yang akan digunakan. (Marwansyah,2010, p.156-157)

Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk memberikan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, antara lain adalah : (Desler, 2010, hlm 285-295)

1. On The Job Training

Yaitu dengan cara meminta seseorang untuk mempelajari pekerjaan itu dengan mengerjakannya langsung. Yang paling dikenal adalah dengan metode Coaching ( membimbing ) atau Understudy (sambil belajar).

2. Magang

Adalah suatu proses terstruktur dimana orang menajdi pekerja yang terampil melalui kombinasi dari pelajaran dikelas dan pelatihan langsung di pekerjaan.

(11)

3. Belajar Secara Informal

Proses belajar dimana seorang karyawan mempelajari tentang pekerjaannya tidak melalui pelatihan formal, melainkan dari perangkat informal dan dengan cara berkolaborasi dengan koleganya.

4. Job Instruction Training

Kelompok pekerjaan yang terdiri dari sebuah rangkaian langkah logis yang diajarkan secara bertahap.

5. Pengajaran

Merupakan cara yang cepat jika ingin memberikan pelatihan kepada sekelompok orang yang akan dilatih.

6. Pelajaran yang terprogram

Adalah metode belajar sendiri langkah demi langkah sampai menyelesaikan program latihan dan mencapai target pembelajaran

7. Teknik pelatihan kemampuan membaca dan menulis

Yang diujikan kembali adalah teknik kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.

8. Pelatihan dengan perangkat audio visual

Adalah teknik pelatihan dengan menggunakan rangkaian audiovisual seperti film, PowerPoint video konfrensi, kaset audio dan kaset video dapat menjadi sangat efektif pada beberapa kondisi dan situasi pembelajaran.

(12)

9. Pelatihan dengan simulasi

Adalah suatu metode dimana orang yang dilatih belajar dengan peralatan yang sebenarnya atau dengan simulasi yang akan digunakan dalam pekerjaan, tetapi sebenarnya mereka dilatih di luar pekerjaan.

10. Pelatihan Berbasis komputer

Orang yang ingin melakukan training, dilatih menggunakan sistem berbasis komputer untuk secara interaktif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan komputer.

11. Sistem pendukung kinerja elektronik

Merupakan sebuah sistem yang terdiri sebuah kumpulan peralatan dan tampilan komputer yang mengotomatisasi pelatihan, dokumentasi, dan dukungan telepon, mengintegrasikan otomatisasi ini ke dalam aplikasi dan memberikan pendukung yang lebih cepat, lebih murah dan lebih efektif daripada metode tradisional.

2.1.4 Perencanaan Karir

Saat ini realita yang dihadapi adalah bahwa setiap orang harus mengalami perubahan tempat kerja dalam satu kali masa kerja mereka. Melalui perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatan- kesempatan yang secara realistis tersedia. Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas dua elemen utama yaitu perencanaan karir individual (individual

(13)

career planning) dan perencanaan karir organisasional (organizational career planning). (Marwansyah, 2010, p.207)

Perencanaan karir individual dan organisasional tidaklah dapat dipisahkan dan disendirikan. Seorang individu yang rencana karir individualnya tidak dapat terpenuhi di dalam organisasi, cepat atau lambat individu tersebut akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi/perusahaan perlu membantu karyawan dalam perencanaan karir sehingga keduanya dapat saling memenuhi kebutuhan. (Marwansyah, 2010, p.208)

Perencanaan karir individual (individual career planning) terfokus pada individu yang meliputi latihan diagnostik, dan prosedur untuk membantu individu tersebut menentukan jati diri dari segi potensi dan kemampuannya.

Prosedur ini meliputi suatu pengecekan realitas untuk membantu individu menuju suatu identifikasi yang bermakna dari kekuatan dan kelemahannya dan dorongan memimpin kekuatan dan mengoreksi kelemahan.(Marwansyah, 2010, p.216)

2.1.5 Pengembangan Karir

Pengembangan karir (seperti promosi) sangat diharapkan oleh setiap pegawai, karena dengan pengembangan ini akan mendapatkan hak – hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya baik material maupun non material misalnya, kenaikan pendapatan, perbaikan fasilitas dan sebagainya. Sedangkan hak-hak yang tidak bersifat non material misalnya status sosial, perasaan bangga dan sebagainya.(Marwansyah, 2010, p.220)

(14)

Menurut Marwansyah (2010, p. 220) pengembangan karir (career development) adalah kegiatan yang meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan.

Selanjutnya ada beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal.

2. Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle manager.

3. Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan akan menempati pekerjaan yang baru.

4. Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional.

Pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir (career planning) dan manajemen karir (career management). Memahami pengembangan karir dalam sebuah organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan

(15)

atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing individu merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan karir/manajemen karir.(Marwansyah, 2010, p.221)

Perencanaan karir (career planning) adalah suatu proses dimana individu dapat mengidentifikasi dan mengambil langkah - langkah untuk mencapai tujuan-tujuan karirnya. Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian tujuan- tujuan yang berkaitan dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut. (Marwansyah, 2010, p. 223)

Manajemen karir (career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang - orang yang berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang. Manajemen karir merupakan proses berkelanjutan dalam penyiapan, penerapan, dan pemantauan rencana- rencana karir yang dilakukan oleh individu seiring dengan sistem karir organisasi. Pendapat lain yang signifikan dengan teori pengembangan karir di atas menyebutkan bahwa pengembangan karir pada dasarnya meliputi dua proses utama, yaitu perencanaan karir dan manajemen karir (Irianto, 2001: 92).

Perencanaan karir terfokus pada individu/pegawai, sedangkan manajemen karir terfokus pada organisasi. Manfaat perencanaan karir bagi pegawai adalah setiap individu/pegawai dapat memahami dan mengidentifikasi tujuan karir yang diinginkan. Sementara itu, manfaat bagi organisasi adalah dapat mengkomunikasikan peluang karir pada para karyawan dan memperoleh

(16)

kesesuaian yang lebih baik antara aspirasi karyawan dengan peluang organisasi.

(Irianto, 2001, p.93)

2.2 Pengambilan Keputusan

2.2.1 Definisi Pengambilan Keputusan

Sebelum kita membicarakan tentang pengambilan keputusan, ada baiknya kita mengetahui apa itu keputusan. Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang sedang dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ‘apa yang harus dilakukan’ dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. (Supranto, 2009, p.2)

Keputusan itu sendiri merupakan unsur kegiatan yang sangat vital. Jiwa kepemimpinan seseorang dapat diketahui dari kemampuan mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Dalam sebuah organisasi/perusahaan, keputusan yang tepat adalah keputusan yang berbobot dan dapat diterima bawahan. Ini biasanya merupakan keseimbangan antara disiplin yang harus ditegakkan dan sikap manusiawi terhadap bawahan. Keputusan yang demikian ini juga dinamakan keputusan yang mendasarkan diri pada human relations.

Menurut Marimin dan Nurul, pengambilan keputusan adalah suatu proses yang dilaksanakan seseorang berdasarkan pengetahuan dan informasi yang ada, dengan harapan sesuatu akan terjadi.(Marimin dan Nurul Maghfiroh, 2010, p.16)

(17)

Dari kedua pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Masalahnya telebih dahulu harus diketahui dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada. Suatu keputusan tidak akan memiliki tingkat keakuratan yang kuat jika tidak didukung dengan berbagai informasi yang ada, berbagai input informasi yang diterima, dianalisis secara komprehensif oleh pihak manajemen perusahaan untuk dibentuk suatu rekomendasi keputusan yang bersifat alternatif dan selanjutnya alternatif keputusan yang ditawarkan itu dipilih yang terbaik. (Irham, 2011, p.1)

2.2.2 Komponen Pengambilan Keputusan

Dalam sebuah organisasi/perusahaan, pengambilan keputusan adalah hal yang sangat krusial, karena akan berdampak pada perusahaan sekarang dan di masa yang akan datang. Secara garis besar, komponen pengambilan keputusan terdiri dari : (Supranto, 2009, p.17-19)

1. Penetapan Tujuan

Sebelum melakukan pengambilan keputusan, terlebih dahulu kita harus mengetahui untuk apa keputusan itu dibuat atau dengan kata lain adalah tujuannya. Dalam mengambil keputusan, harus dilihat kemampuan untuk memenuhi tujuan yang diinginkan. Hal tersebut diperlukan, karena selalu ada alternatif lain dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

(18)

2. Identifikasi Alternatif

Setelah menetapkan tujuan, maka yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi seluruh alternatif yang ada. Karena dalam pencapaian tujuan, banyak alternatif yang bisa digunakan yang terlebih dahulu sudah dipertimbangkan segala kemungkinan yang diakibatkan dan kegagalan atau keberhasilan dalam implementasinya. Perlu untuk diingat bahwa dalam menentukan alternatif – alternatifnya, keberhasilan dalam mengidentifikasi alternatif tidak menutup kemungkinan justru akan menimbulkan persoalan baru.

3. Uncontrolable events

Kita tidak bisa menetukan secara pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Namun, kita dapat mengantisipasinya sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Demikian pula sebuah keputusan yang dibuat, keberhasilan atas suatu alternatif yang dipilih belum diketahui selagi keputusan itu belum dilaksanakan.

Keputusan yang dibuat saat ini kedepannya akan berdampak yang tidak menutup kemungkinan akan menghambat keputusan tersebut. Dalam hal ini, pemimpin dituntut mampu untuk memprediksi segala kemungkinan yang terjadi.

4. Sarana untuk mengukur hasil

Agar dapat mengetahui dengan baik keberhasilan pelaksanaan keputusan, diperlukan alat/sarana tertentu yang dapat

(19)

mengukurnya. Alat/sarana ukur ini selanjutnya akan digunakan sebagai pembanding antara rencan tujuan dengan realisasi implentasi keputusan. Jika antara realisasi dan tujuan sudah sesuai, berarti keputusan tersebut sudah benar, berlaku sebaliknya.

Sedangkan menurut Marimin dan Nurul, komponen – komponen yang harus ada dalam pengambilan keputusan berbasis analisa adalah : ( Marimin dan Nurul Maghfiroh, 2010, p.18-21)

1. Alternatif keputusan

Alternatif keputusan adalah pilihan keputusan yang jumlahnya lebih dari satu yang menjadi pertimbangan dalam mencapai tujuan dari pengambilan keputusan.

2. Kriteria keputusan

Adalah pertimbangan dalam penetapan alternatif keputusan.

3. Bobot kriteria

Adalah skor atau nilai setiap kriteria yang menggambarkan tinggi rendahnya kepentingan kriteria tersebut dalam proses pengambilan keputusan.

4. Model penilaian

Model penilaian merupakan suatu bentuk untuk mengevaluasi dan memilih alternatif terbaik berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Model penilaian dapat berupa skala ordinal, interval, rasio ataupun perbandingan berpasangan. Penggunaan skala penialain berdasarkan pada model yang digunakan.

(20)

5. Struktur keputusan

Struktur keputusan adalah hubungan antara elemen – elemen dalam proses pengambilan keputusan yang membantu melakukan pengambilan keputusan. Struktur keputusan terdiri dari matrik keputusan dan hierarki keputusan.

a. Matrik keputusan

Matrik keputusan adalah tabel yang digunakan untuk membandingkan berbagai alternatif berdasarkan kriteria.

Matrik keputusan digunakan untuk melakukan pemilihan di antara beberapa alternatif yang memenuhi atau tidak memenuhi kriteria.

b. Hierarki keputusan

Hierarki adalah lata yang paling mudah untuk melakukan pemahaman terhadap suatu masalah yang kompleks. Masalah tersebut diuraikan kadalam elemen – elemen yang bersangkutan, menyusun, elemen tersebut secara hierarki, lalu melakukan penilaian terhadap elemen tersebut dan menentukan keputusan yang akan di ambil.

6. Model Penghitungan

Model penghitungan adalah metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan kriteria majemuk. Model perhitungan dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain adalah jumlah level hierarki kriteria,

(21)

keseragaman penilaian alternatif pada tiap kriteria, dan skala penilaian.

2.2.3 Dasar Pengambilan Keputusan

2.2.3.1 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi

Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu :

1. Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan.

2. Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan.

Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan. Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh seorang pengambil keputusan yang berdasarkan pada intuisi yaitu pada saat kemampuannya terbatasi dan tidak mampu menjangkau yang diiginkan. (Irham, 2011, p.124)

(22)

2.2.3.2 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta

Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit. Model ilmu manajemen dapat dipergunakan untuk menghasilkan informasi tambahan. Penggunaan komputer untuk pengambilan keputusan setiap hari menjadi sangat penting, bahkan untuk suatu organisasi kecil pun dapat menerapkan ilmu manajemen secara efektif.(Supranto, 2009, p.25-26)

2.2.3.3 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman

Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman- pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih

(23)

sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul.

Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.

2.2.3.4 Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang

Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien.

Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya oleh bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang yang resmi maka akan lebih permanent sifatnya.

Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial.

Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas.(Supranto, 2009, p.6-7)

(24)

2.2.4 Empat Kategori Keputusan

Pada umumnya suatu keputusan dibuat untuk memecahkan permasalahan suatu persoalan (problem solving). Inti dari pengambilan keputusan terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan apa yang sedang menjadi pusat perhatian. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi mengenai sesuatu yang dapat dijadikan dasar untuk pembuatan keputusan. Selanjutnya ada empat kategori keputusan, yaitu: 1) Keputusan dalam keadaan ada kepastian (certainty), terjadi apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersedia/lengkap; 2) Keputusan dalam keadaan ada resiko (risk), terjadi apabila hasil pengambilan keputusan tidak diketahui dengan pasti akan tetapi diketahui nilai kemungkinannya/peluangnya; 3) Keputusan dalam keadaan ketidakpastian (uncertainty) terjadi jika pengambil keputusan tidak tahu sama sekali hasil keputusan yang diambilnya karena hal yang akan diputuskan belum pernah terjadi sebelumnya; 4) Keputusan dalam keadaan ada konflik (conflict), terjadi jika dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi kompetitif. Oleh karena itu, penulis anggap perlu untuk menyajikan teknik-teknik yang dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Dalam semua hal mulai dari keputusan jalur distribusi, pemilihan suplier, tender, bahkan sampai pada proses pemilihan pegawai dan penempatan pegawai.

2.2.4.1 Keputusan Dalam Keadaan Ada Kepastian ( certainty )

Keputusan dalam keadaan ada kepastian (certainty), terjadi apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersedia/lengkap.

(25)

Pemecahan dari keputusan yang diambil bersifat deterministic. Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam keadaan ada kepastian, antara lain:

1. Linear Programming

Yaitu salah satu teknik untuk menyelesaikan masalah optimasi (maksimasi atau minimasi) dengan menggunakan persamaan dan pertidaksamaan linear dalam rangka mencari pemecahan yang optimal dengan memperhatikan pembatas-pembatas (constrains) yang ada.

Persoalan linear programming dapat diselesaikan dengan menggunakan metode grafik, aljabar dan simpleks. (Supranto, 2009, p.30-57)

2. Persoalan Transportasi

Berkaitan bagaimana cara menentukan jumlah barang/objek (xij) yang harus dikirimkan dari setiap sumber (i) ke setiap tujuan (j) sedemikian hingga biaya transportasi total dapat diminimumkan. Jadi dalam persoalan transportasi berusaha menentukan sebuah rencana transportasi sejumlah barang dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan agar biaya transportasi seminimal mungkin. Persoalan transportasi dapat diselesaikan dengan menggunakan:

a. Vogel’s Approximation Method (VAM) b. Nort West Corner Rule (NWCR) c. Stepping Stone Method

d. Modified Distribution Method (MODI).

(26)

Dua metode terakhir digunakan untuk memperbaiki hasil perhitungan dengan menggunakan VAM atau NWCR jika nilai optimasi belum tercapai. (Supranto, 2009, p.121-143)

3. Persoalan Penugasan (assignment problem)

Berkaitan dengan bagaimana cara mendistribusikan pekerjaan terhadap orang/mesin yang ada sedemikian sehingga biaya yang dikeluarkan minimum. Persoalan penugasan dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Hunggaria (Hungarian method).

(Supranto, 2009, p.154 – 171)

2.2.4.2 Keputusan Dalam Keadaan Tidak Ada Kepastian ( uncertainty )

Keputusan dalam keadaan tidak ada kepastian terjadi jika pengambilan keputusan dilakukan tanpa mengetahui peluang kejadian tersebut. Pengambilan keputusan dalam keadaan tak ada kepastian merupkan keadaan yang tidak diinginkan, akan tetapi justru situasi semacam ini yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam keadaan tidak ada kepastian, antara lain:

1. Kriteria Laplace

Oleh karena peluang terjadinya beberapa kejadian tidak pasti di waktu yang akan datang tidak diketahui, maka salah satu pendekatan yang bisa dipergunakan adalah dengan memberi nilai yang sama bagi setiap kejadian, yaitu sebesar 1/k. Selanjutnya hitung harapan payoff untuk masing-masing alternative. Alternatif dengan nilai harapan terbesar merupakan keputusan yang harus diambil. Jadi

(27)

pada criteria Laplace digunakan asumsi bahwa peluang antar kejadian tak pasti sama, kemudian digunakan nilai harapan pay off terbesar (maksimum). (Supranto, 2009, p.301)

2. Kriteria Maximin Wald

Kriteria maximin Wald didasarkan pandangan yang sangat pesimis (pengambil keputusan menghindari resiko yang akan muncul) untuk suatu hasil yang akan dicapai pada waktu yang akan dating.

Dengan demikian kita harus mengharapkan hasil terjelek (the worst out come) bagi setiap alternative tidakan yang akan dipilih. Sehingga, payoff yang minimum untuk alternative dibandingkan dan alternative yang memberikan payoff maksimum diantara payoff yang minimum tersebut harus dipilih. Jadi pada criteria maksimin Wald didasarkan asumsi bahwa pandangan pesimistik akan memaksimumkan kemungkinan pay off minimum. (Supranto, 2009, p.301)

3. Kriteria Maximax

Kriteria maximax didasarkan pandangan yang sangat optimis, sikap yang agresif, optimis mengenai hasil yang akan dicapai di eaktu terbesar (maximum) di antara yang terbesar. Jadi pada criteria maksimaks didasarkan pada pandangan optimistic dan memaksimumkan kemungkinan pay off maksimum. (Supranto, 2009, p.302)

(28)

4. Kriteria Dominan

Kriteria diminan sangat berguna untuk mengurangi atau memperkecil jumlah alternative yang mungkin terlalu banyak. Akan tetapi criteria ini tidak selalu menghasilkan alternative tindakan optimum yang unik. Suatu alternative dikatakan didominasi (dominated) jika ada alternative lain yang menghasilkan suatu pay off yang lebih tinggi (hasil yang lebih menguntungkan) tanpa memperhatikan kejadian apapun yang terjadi. Selanjutnya kita hapus alternative-alternatif yang telah terdominasi oleh alternative lain. Jika setelah proses penghapusan tinggal satu alternative maka alternative yang tidak tehapuskan itu merupakan alternative terbaik merupakan alternative optimum yang harus dipilih. Akan tetapi apabila sisa alternative masih lebih dari satu maka criteria seperti maximin, maximax atau Laaplace dapat digunakan. (Supranto, 2009, p.303) 5. Kriteria Hurwics

Merupakan criteria hasil kompromi antara criteria maximin dan maximax. Hurwics mengusulkan suatu koefisien optimisme dengan symbol α (0 ≤α≤1) sebagai ukuran tingkat oprimisme pengambilan keputusan. Jika α = 0 maka pengambilan keputusan secara total pesimis (totality pessimist). Jika α = 1 maka pengambilan keputusan secara total optimis. Menurut criteria Hurwics, pay off tertimbang (weight pay off) untuk setiap alternative adalah sebgai berikut. Pay off tertimbang = α (pay off maximum) + (1- α) pay off minimum. Alternatif yang terbaik (optimum) adalah alternatif dengan

(29)

hrapan pay off tertimbang terbesar (maximum weight pay off). Jadi pada criteria Hurwics pengambilan keputusan didasarkan pada koefisien optimistic dan pesimistik untuk memaksimumkan pay off tertimbang. (Supranto, 2009, p.304)

6. Kriteria Minimax

Kriteria minimax sering juga disebut regret criterian, didasarkan atas konsep kehilangan kesempatan (opportunity loss) dikembangkan oleh L.J. Savage. Menurut Savege pengambil keputusan akan mengalami kehilangan kesempatan (penyesalan) jika ia menghadapi kejadian tak pasti yang terjadi dan alternative yang terpilih menghasilkan nilai pay off yang lebih kecil dari pay off maksimum yang mungkin bisa dicapai untuk kejadian tak pasti tersebut. Jadi kehilangan kesepatan/penyesalan (regret) merupakan selisih antara pay iff maksimum dengan pay off lainnya suatu kombinasi antara tindakan dan kejadian tak pasti. Begitu tabel pay off selesai dibentuk, dapat digunakan prinsip minimax yaitu meminimumkan kehilangan kesempatan yang maksimum. Jadi pada criteria minimaks didasarkan pada pandangan konservatif untuk meminimumkan kesempatan kehilangan atau kerugian yang maksimum. (Supranto, 2009, p.307)

2.2.4.3 Keputusan Dalam Keadaan Ada Risiko ( risk )

Keputusan dalam keadaan ada resiko (risk), terjadi apabila hasil pengambilan keputusan tidak diketahui dengan pasti akan tetapi diketahui nilai

(30)

kemungkinannya/peluangnya mengenai hasil atau kejadian yang tidak pasti tersebut. Untuk suatu keputusan dalam keadaan ada resiko, kita harus mengenali komponen berikut:

1. Ada alternative tindakan yang fisibel (bisa dilakukan) 2. Kemungkinan kejadian tak pasti berikut dengan peluangnya

3. Nilai payoff sebagai hasil yang diperoleh dari kombinasi suatu tindakan dan suatu kejadian tak pasti tertentu. (Supranto, 2009, p.257 – 259)

Teknik-teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dalam keadaan ada resiko, antara lain:

1) Nilai Harapan Pay Off (expected pay off)

Dengan cara ini kita memilih alternative dengan nilai harapan payoff terbesar (maximum expected pay off) atau nilai harapa kekalahan terkecil (minimum expected loss). (Supranto, 2009, p.260 – 265)

2) Nilai Kesempatan Yang Hilang (opportunity loss)

Nilai kesempatan yang hilang untuk suatu hasil adalah sejumlah payoff yang hilang oleh karena tidakan yang dipilihnya suatu tindakan dengan payoff terbesar bagi kejadian tak pasti yang sebenarnya terjadi.

(Supranto, 2009, p.265 – 269)

3) Nilai harapan dengan informasi sempurna

Diperoleh dengan memilih alternative atau tindakan didasarkan atas harapan hasil maksimum (maximum expected pay off) setelah ada penambahan informasi. (Supranto, 2009, p.270 – 273)

(31)

2.2.4.4 Keputusan Dalam Keadaan Ada Konflik ( conflict )

Keputusan dalam keadaan ada konflik (conflict), terjadi jika dua atau lebih pengambil keputusan saling bertentangan (ada konflik) dalam situasi kompetitif.

Walaupun terlihat sederhana, namun sebuah keputusan yang diambil dalam keadaan ada konflik pada praktiknya akan menjadi sangat rumit. Seperti pada saat kita dihadapkan pada keadaan yang tidak pasti, ditambah lagi adanya tindakan pihak lawan yang bisa mempengaruhi hasil keputusan. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan menjadi lebih banyak. Keputusan dalam situasi ada konflik bisa dipecahkan dengan teori permainan (game theory). (Supranto, 2009, p.12 - 13)

2.2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan secara umum. Antara lain adalah : (Syamsi, 1995, p.10-15)

1. Posisi atau kedudukan

Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan seseorang dapat dilihat dalam hal letak dan tingkatan posisi seseorang, apakah sebagai pembuat keputusan (decision maker), penentu keputusan (decision taker) ataukah staf (staffer). Dalam hal tingkatan posisi, apakah seseorang sebagai strategi, policy, peraturan, organisasional, operasional atau teknis. Semua posisi ini memiliki peran dan pengaruh yang berbeda dalam pengambilan keputusan. Staf hanya berfungsi memberikan pertimbangan kepada pembuat keputusan, apa yang harus diputuskan atau sebagai mencari informasi yang dibutuhkan.

(32)

2. Permasalahan yang ada

Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan dari apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan. Masalaha dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu masalah terstruktur (well structured problems) dan masalah tidak terstruktur. Maslaah terstruktur, yaitu masalah yang logis, dikenal dan mudah diidentifikasi. Sedangkan masalah tidak terstruktur (ill structured problems), yaitu masalah yang masih baru, tidak biasa, dan informasinya tidak lengkap. Terkadang permasalahan yang ada sudah rutin terjadi yang sifatnya sudah tetap dan selalu dijumpai.

Sedangkan ada juga masalah insidentil atau yang sifatnya tidak tetap dan tidak selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari.

3. Situasi yang sedang terjadi

Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap organisasi/perusahaan beserta apa yang hendak diperbuat. Faktor- faktor itu dapat dibedakan atas dua, yaitu faktor yang konstan dan yang tidak konstan atau variabel. Faktor-faktor yang konstan, yaitu faktor-faktor yang sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaanya. Sedangkan faktor-faktor yang tidak konstan, atau variabel, yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu berubah-ubah, tidak tetap keadaannya.

(33)

4. Kondisi internal organisasi/perusahaan

Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak dan kemampuan sebuah organisasi/perusahaan.

Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya.

5. Tujuan pengambilan keputusan.

Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah ditentukan. Tujuan yang ditentukan dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan antara atau objective.

Namun, dalam konteks sebuah organisasi/perusahaan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Faktor – faktor itu bisa berasal dari dalam maupun dari luar organisasi secara langsung maupun tidak langsung. Faktor – faktor tersbut adalah :

1. Keadaan internal organisasi

Keadaan internal organisasi/perusahaan akan sangat berpengaruh pada proses pengambilan keputusan. Keadaan internal dapat berupa ketersediaan dana, kemampuan karyawan, kelengkapan peralatan dan struktur organisasi. Dalam membuat keputusan tentu memerlukan biaya, terutama jika keputusan tersebut merupakan investasi baru. Faktor karyawan pun juga sangat mempengaruhi keputusan. Hal ini karena keputusan yang diambil harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas karyawan. Keputusan yang baik namun karyawan yang ada tidak mampu mengimplementasikannya, maka akan menyebabkan keputusan tidak sesuai dengan tujuan

(34)

organisasi/perusahaan. Dalam hal merekrut karyawan baru, keputusan yang diambil haruslah sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

2. Ketersediaan informasi

Informasi bagi suatu organisasi /perusahaan sangatlah krusial, terutama disaat pengambilan keputusan. Informasi yang didapat bisa bersumber dari internal organisasi/perusahaan dan dari eksternal organisasi/perusahaan. Dari kedua sumber tersebut, selanjutnya digunakan yang memiliki relevansi terhadap persoalan yang dihadapi kemudian dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Informasi yang masuk haruslah baik dan benar, maka dari itu, diperlukan persyaratan lengkap sesuai kebutuhan, terpercaya dan aktual. Dalam hal penerimaan pegawai baru, informasi yang bisa diperoleh adalah melalui proses perekrutan dan seleksi karyawan baru.

3. Keadaan eksternal organisasi

Hampir semu pemimpin organisasi/perusahaan tiddak hanya memusatkan perhatiannya pada kondisi internal organisasi, tetapi juga pada kondisi eksternalnya yang bersangkut paut dengan apa yang dibutuhkan organisasi / perusahaan. Keadaan ekstern organisasi / perusahaan antara lain meliputi keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan sebagainya. Keputusan yang diambil harus memperhatikan situasi ekonomi, jika keputusan tersebut ada sangkut pautnya dengan ekonomi. Keputusan yang diambil tidak boleh

(35)

bertentangan dengan norma-norma, undang-undang, hukum yang berlaku dan peraturan-peraturan yang ada.

4. Kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan

Pengambilan keputusan kerap kali dipengaruhi oleh kepribadian dan kecakapan pengambil keputusan. Kepribadian dan kecakapan dari pengambil keputusan meliputi penilaiannya, kebutuhannya, intelegensinya, keterampilannya, kapasitasnya, dan sebagainya. Nilai-nilai kepribadian dan kecakapan ini turut juga mewarnai tepat tidaknya keputusan yang diambil. Jika pengambil keputusan memiliki kepribadian dan kecakapan yang kurang, maka keputusan yang diambil juga akan kurang, demikian pula sebaliknya.

2.3 Analitycal Hierarchy Process ( AHP )

Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok – kelompoknya.

Kemudian kelompok – kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hierarki.(Mulyono, 2004, p.318)

AHP adalah pendekatan dasar untuk pengambilan keputusan. AHP didesain untuk dapat menanggulangi rasional dan intuisi untuk memilih yang terbaik dari alternatif – alternatif yang di evaluasi dengan beberapa kriteria. Dalam proses ini pembuat keputusan menggunakan pairwise comparison judgement yang digunakan untuk membentuk seluruh prioritas untuk mengetahui ranking dari alternatif. Secara sederhana, AHP sering diartikan sebagai pembobotan ( penentuan prioritas ) dari

(36)

serangkaian persoalan yang dihadapi, baik terhadap kriteria maupun alternatifnya.(Bustanul, 2010, p.9)

AHP dikembangkan tahun 1970 oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Amerika Serikat. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah seperti memilih portfolio, peramalan dan lain lain.

Dengan metode AHP ini memungkinkan kita untuk mengambil keputusan secara efektif terhadap persoalan yang kompleks dimana faktor – faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan data, emosi dan rasa dioptimasikan dalam suatu proses yang sistematis.(Mulyono, 2004, p.319)

Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan – pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu. (Mulyono, 2004, p.319)

Terkadang timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat diolah menjadi numerik, hanya kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi. Prinsip kerja AHP adalah dengan menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tiddak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian – bagian dan tersusun dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik, secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut dansecara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dengan membuat struktur keputusan yang sistematis dan serangkaian prosedur perhitungan,

(37)

maka dapat dihasilkan rekomendasi prioritas atau bobot keputusan tiap alternatif yang diajukan. Dari berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan dalam mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.(Mulyono, 2004, p.319)

2.3.1 Kelebihan Metode AHP

Menurut Marimin dan Nurul (2004, p.92-93), beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil keputusan dengan menggunakan AHP adalah :

1. Kesatuan

AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti dan fleksibel untuk berbagai permasalahan yang tidak terstruktur sekalipun.

2. Kompleksitas

AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. Saling ketergantungan

AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen – elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan suatu penilaian linier 4. Penyusunan hierarki

AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen – elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat

(38)

5. Pengukuran

AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal – hal dan terwujud suatu metode untuk menentukan prioritas.

6. Konsistensi

AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan – pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan prioritas.

7. Sintesis

AHP menuntun ke sebuah taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

8. Tawar menawar

AHP mempertimbangkan prioritas – prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan.

9. Penilaian dan konsensus

AHP tidak memaksakan konsensus, tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

10. Pengulangan proses

AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

2.3.2 Prinsip – Prinsip Dasar AHP

Prinsip – prinsip dasar AHP adalah prinsip – prinsip berpikir analitis, yaitu prinsip yang mendasari logika manusia dalam menganalisa dan

(39)

memecahkan suatu masalah. Dalam menyelesaikan masalah dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami. Menurut Mulyono (2004, p.321-322) terdiri dari empat prinsip, yaitu :

1. Decomposition

Setelah kita mendefinisikan permasalahan, maka perlu dilakukan decomposition. Artinya adalah memecah persoalan yang utuh menjadi unsur – unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang aurat, pemecahan yang dilakukan harus mencapai pemecahan terkecil, sehingga di dapatkan beberapa tingkatan dari permasalahan tadi.

Karena inilah maka dinamakan hierarki. Ada dua jenis hierarki, yaitu lengkap dan tidak lengkap. Dalam hierarki lengkap, semua elemen pada suatu tingkatan memiliki semua elemen yang ada pada tingkatan berikutnya. Jika tidak demikian, maka disebut hierarki tidak lengkap.

2. Comparative Judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkatan diatasnya. Penilaiana ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen – elemen. Hasil dari penilaian ini akan tampak lebih enak bila disajikan daam bentuk matriks yang dinamakan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, si pengambil keputusan perlu pengertian menyeluruh tentang elemen – elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Dalam

(40)

penyusunan skala kepentingan ini, digunakan patokan seperti pada tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Skala Dasar Dalam Metode AHP Tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Sama pentingnya dengan yang lainnya 3 Sedikit lebih penting Moderat pentingnya dibanding yang lainnya 5 Lebih penting Kuat pentingnya dibanding yang lain 7 Sangat penting Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain 9 Mutlak lebih penting Ekstrim pentingnya dibanding yang lain 2,4,6,8 Nilai tengah Nilai di antara dua penilaian yang

berdekatan

reciprocal Kebalikan

Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiiki nilai kebalikannya ketika

dibandingkan dengan elemen i Sumber : Mulyono, 2004, p.321

Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal. Artinya jika elemen i dinilai tiga kali lebih penting dibanding elemen j , maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dengan elemen i. Di samping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, yang artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting.

Jika terdapat n elemen, makaakan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriksnya reciprocal dan elemen – elemen diagonal sama dengan 1.

(41)

3. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapat local priority. Karena matriks – matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di local priority.

Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.

Pengurutan elemen – elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. Eigenvektor adalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvalue.

Bentuk persamaannya sebagai berikut:

A . w = λ . w Dengan :

w : eigenvektor

A : Matriks bujursangkar λ : eigenvalue

Eigenvektor biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks bujursangkar sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks tersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan dalam model AHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri

(42)

dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya.

4. Logical Consistency

Konsistensi jawaban dari responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menetukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum responden harus memiliki konsistensi dalam membandingkan, misalnya jika A > B dan B > C, maka secara logis responden harus menyatakan A > C.

Menganalisa masalah dengan menyusunnya dalam bentuk hierarki memiliki beberapa keuntungan, antara lain adalah : (Bernardus dkk, 2012, p.262)

• Hierarki yang mempresentasikan sistem yang dapat digunakan untuk memperjelas bagaimana perubahan tingkat kepentingan elemen – elemen pada tingkat hierarki di bawahnya

• Hierarki memberikan informasi yang jelas dan lengkap atas struktur dan fungsi dari sistem dalam tingkatan yang lebih rendah dan memberikan gambaran faktor – faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tujuan – tujuan pada tingkat yang lebih tinggi. Pembatasan dari elemen – elemen pada tingkat tertentu di presentasikan secara baik dalam berikutnya yang lebih atas dari elemen tersebut.

• Penganalisaaan dengan hierarki, lebih efisien dari pada analisa secara keseluruhan.

• Stabil dan fleksibel. Stabil dalam hal perubahan yang kecil akan memberikan pengaruh yang lebih kecil pula. Sedangkan fleksibel dalam

(43)

hal penambahan terhadap struktur hierarki tidak akan merusak atau mengacau performansi hierarki secara keseluruhan.

2.3.3 Langkah dan Prosedur AHP 1. Penentuan Kriteria

Langkah awal dalam menyelesaikan permasalahan dengan AHP adalah menentukan kriteria dan subkriteria yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Tidak lupa menentukan alternatif lain yang dinilai baik oleh perusahaan. Misalnya dalam permasalahan menentukan suplier mana yang paling tepat dinilai dari kinerjanya. Yang dinilai adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Permasalahan yang dihadapi adalah : (Marimin dan Nurul, 2010, p.93)

Untuk masalah service excelllent, dapat dimasukkan dalam kriteria pelayanan.

• Untuk masalah kualitas yang kurang memuaskan dapat dikategorikan sebagai kriteria kualitas produk.

• Untuk masalah tingkat kepercayaan publik dan penjualan dapat dikategorikan ke dalam pertumbuhan penjualan.

2. Penentuan hierarki

Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.

Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem

(44)

dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut: (Marimin dan Nurul, 2010, p.93-94)

a. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis proses selanjutnya.

b. Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

c. Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam menghadapi persoalan yang ada.

d. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang dicari. Penyusunan tersebut dimulai dari elemen yang menjadi fokus permasalahan, kemudian diuraikan lagi menjadi bagian – bagiannya lagi, kemudian seterusnya secara hierarkis.

Sebagai contoh, dalam kajian evaluasi pemasok di sebuah retailer, susunan hierarkisnya teridiri dari goal, kriteria dan alternatif. Diagram berikut

(45)

mempresentasikan keputusan untuk memilih pemasok yang efisien melalui penialain kinerjanya. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah pelayanan, pertumbuhan penjualan dan kualitas produk. Alternatif yang tersedia terdiri dari beberapa pemasok. Hierarki persoalan ini terlihat pada gambar 2.1. (Marimin dan Nurul, 2010, p.94)

Gambar 2.1. Contoh Struktur Hierarki Dalam AHP

3. Langkah penilaian

Untuk berbagai persoalan, skala 1 – 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala 1 – 9 ditetapkan sebgai pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen di setiap level heirarki terhadap suatu elemen yang berada diatasnya ( Tabel 2.2 ). Skala dengan sembilan satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana kita mampu membedakan intesnsitas tata hubungan antar elemen. Penilaian dilakukan oleh beberapa orang decision maker.(Marimin dan Nurul, 2010, p.94)

(46)

Tabel 2.2. Contoh Kuisioner Penilaian

i 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 j Berarti i sedikit lebih penting dari j i = (3) j

i 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 j Berarti j sedikit lebih penting dari i i = (1/3) j

4. Mencari rata – rata geometrik

Hasil dari rata – rata geometrik ini kemudian dimasukkan kedalam matriks perbandingan berpasangan. Mencari rata – rata geometrik dapat menggunakan rumus :

Rata – rata geometrik = √X1 · X2 · .... Xn

5. Langkah prioritas

Langkah selanjutnya adalah menetapkan prioritas dengan membuat suatu pairwise comparison matrix, maksudnya adalah elemen – elemen dibandingkan berpasangan terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Sebagai contoh, membandingkan tiga suplier dalam kriteria pelayanan. (Marimin dan Nurul, 2010, p.95)

Tabel 2.3. Contoh Perhitungan Matriks Pairwise Comparison Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 1 0,5 0,25

Suplier 2 2 1 0,5

Suplier 3 4 2 1

(47)

6. Normalisasi matriks

Setelah melakukan perhitungan matriks perbandingan berpasangan, maka matriks tersebut dinormalisasikan. Menormalisasi matriks tersebut dengan cara menjumlahkan nilai – nilai dalam setiap kolom (Tabel 2.4.), lalu membagi setiap entry pada setiap kolom dengan jumlah pada kolom tersebut untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Tabel 2.5.).

Tabel 2.4. Mencari Jumlah Dari Setiap Kolom

Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 1 0,5 0,25

Suplier 2 2 1 0,5

Suplier 3 4 2 1

Jumlah 7 3,5 1,75

Tabel 2.5. Hasil Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan Pelayanan Suplier 1 Suplier 2 Suplier 3

Suplier 1 0,14 0,14 0,06

Suplier 2 0,29 0,29 0,16

Suplier 3 0,57 0,57 0,57

7. Penentuan prioritas pilihan

Langkah berikutnya adalah dengan merata – ratakan sepanjang baris dengan menjumlahkan semua nilai dalam setiap baris dari matriks yang dinormalisasi lalu membagi banyaknya entri dari setiap baris.

( 0.14 + 0.14 + 0.06 ) : 3 = 0.14 ( 0.29 + 0.29 + 0.16 ) : 3 = 0.29 ( 0.57 + 0.57 + 0.57 ) :3 = 0.57

(48)

Dari contoh diatas sintesis ini menghasilkan prioritas relatif menyeluruh, atau preferensi untuk suplier 1 = 0.14, suplier 2 = 0.29, dan suplier 3 = 0,57.

(Mulyono, 2004, p.325) 8. Konsistensi

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa harus berpikir apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks konsistensi adalah sebagai berikut

CI = (λ maks - n ) / (n - 1) Keterangan

CI : Indeks Konsistensi λ maks : eigenvalue maksimum n : Orde matriks

Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI yang negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100 % atau

(49)

inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks. Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah ke dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random ( RI ). Dari 500 sampel matriks acak dengan skala perbandingan 1 sampai 9, untuk beberapa orde matriks Saaty mendapatkan suatu nilai rata – rata RI seperti pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Nilai Indeks Random ( RI )

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

N = Ukuran Matriks RI = Indeks Random

Sumber : Bernardus dkk, 2012, p.268

Dengan membandingkan antara CI dan RI akan di dapat suatu patokan yang menyatakan suatu matriks bersifat konsisten atau tidak. Perbandingan antara CI dan RI dikatakan sebagai Consistency Ratio (CR). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur.

Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistenan respon yang diberikan responden. Saaty (1980) telah menyusun nilai CR (Consistency Ratio) yang diizinkan adalah CR < 0.1. (Bernardus dkk, 2012, p.269)

Gambar

Tabel 2.1. Skala Dasar Dalam Metode AHP  Tingkat
Gambar 2.1. Contoh Struktur Hierarki Dalam AHP
Tabel 2.2. Contoh Kuisioner Penilaian
Tabel 2.4. Mencari Jumlah Dari Setiap Kolom
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karenanya, kabar baik yang paling utama dan terpenting bagi setiap Ahmadi dengan berbaiat kepada Hadhrat Masih Mau’ud as adalah mereka mendapatkan peneguhan [hati

Beberapa kajian teoritis tersebut di atas mempunyai relevansi dalam pemaknaan Keputusan Kepala BKN Nomor 43/2001 tentang Standar Kompetensi PNS pada Jabatan Struktural.

Faktor vaksin/obat-obatan tidak berpengaruh secara nyata, (3) jika dilihat dari daerah yang terinfeksi virus AI dan yang tidak terinfeksi, persamaan dari Fungsi

4.3.16 Banyaknya Perkara dan Terdakwa/Tertuduh yang Diselesaikan Pengadilan Negeri Dirinci Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten. Badung Tahun 2011 ……….………

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui genesa bahan galian yang difokuskan dengan pengamatan secara megaskopis keterdapatan batuan mikrodiorit

Pada tahap awal mahasiswa diperkenalkan dengan model pembelajaran workshop dan jurnal kegiatan yang harus mereka lakukan selama mengikuti perkuliahan

Adanya upaya dalam meningkatkan hasil produksi batik warna alam serta memperkenalkan batik warna alam kepada seluruh masyarakat penjuru nusantara dan mengingat kerusakan

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234).  Dalam