i
KORELASI ASPIRASI JARUM HALUS DENGAN HISTOPATOLOGI AKHIR PADA NEOPLASMA TIROID DI BAGIAN PATOLOGI
ANATOMI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR PERIODE 2015-2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
Diusulkan Oleh : ALYA DELIANA AYUB
C111 14 315 Pembimbing :
dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp. PA (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia- Nya, penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Korelasi Aspirasi Jarum Halus Dengan Histopatologi Akhir Pada Neoplasma Tiroid di Bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Periode 2015-2016”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked.) pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Jutaan terima kasih penulis ucapkan kepada orangtuaku tercinta Ayahanda drg. H. Ayub Irmadani Anwar, Mmed.Ed dan Ibunda tersayang dr. Hj. Irma Helina Amiruddin, Sp.KK atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan jerih payahnya membesarkan, mendidik, serta senantiasa mendoakan penulis demi keberhasilan dan kesuksesan penulis.
Kepada saudara-saudari penulis dr. Anin Darayani Ayub, Aldy Anzhari Ayub, S.kg dan Afif Arfiandy Ayub yang telaha memberikan dukungan selama ini.
Terima kasih juga kepada Zulfikar, S.H yang selalu memotivasi, memberikan dukungan, memberikan waktunya, yang tak kenal lelahmembantu mulai dari proposal hingga skripsi penulis, rela berkorban dan memberikan kasih sayang serta pengertiannya. Serta nmemberikan motivasi kepada penulis untuk bergerak maju mewujudkan cita-cita penulis. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA (K) selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan sabar memberikan arahan, koreksi dan bimbingannya tahap demi tahap penyusunan skripsi ini. Waktu yang beliau berikan merupakan kesempatan berharga bagi penulis untuk belajar.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Kepala Bagian dan seluruh staf dosen Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
iii
3. Teman-teman penulis, Asvika Anis Anwar, Weni Trianggraini, Rara Armita Arman, Shafa Nadia Alyani, dan Thalia Azdani yang senantiasa menyemangati dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Teman-teman SMA penulis, Astihar Madjid, Melisa Tenri Bali, Audina Ulfa, Adani Ayundi, Renya Virga, Athiyyah Harivi dan Zauqy Abd yang tidak pernah lelah memberi dukungan selama ini.
5. Teman-teman bimbingan skripsi penulis, Andi Ratih Iskandar dan Iin Fadhilah Utami.
6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang diharapkan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian, dengan segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak. Akhirnya penulis berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan imbalan yang setimpal kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Amin.
Makassar, 23 Oktober 2017
Penulis
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul :
“KORELASI ASPIRASI JARUM HALUS DENGAN HISTOPATOLOGI AKHIR PADA NEOPLASMA TIROID DI BAGIAN PATOLOGI ANATOMI RUMAH
SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015-2016”
Hari/ Tanggal : Senin, 23 Oktober 2017 Waktu : 10.00 - selesai
Tempat : Bagian Patologi Anatomi RS UNHAS Makassar
Makassar, 23 Oktober 2017
(dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA (K))
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh
Nama : Alya Deliana Ayub NIM : C111 14 315
Fakultas/ Program Studi : Kedokteran / Pendidikan Kedokteran
Judul Skripsi : Korelasi Aspirasi Jarum Halus Dengan Histopatologi Akhir Pada Neoplasma Tiroid di Bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Periode 2015-2016.
Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA (K) (………)
Penguji : Dr. dr. Berti Julian Nelwan, M.Kes, DFM, Sp.PA (………)
Dr. dr. Rina Masadah, Sp.PA, M.Phil (………)
Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 23 Oktober 2017
vi
BAGIAN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK
Skripsi dengan judul:
“KORELASI ASPIRASI JARUM HALUS DENGAN HISTOPATOLOGI AKHIR PADA NEOPLASMA TIROID DI BAGIAN PATOLOGI ANATOMI RUMAH
SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015-2016”
Makassar, 23 Oktober 2017
(dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA (K))
vii
vii
SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER, 2017 Alya Deliana Ayub
dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA (K)
KORELASI ASPIRASI JARUM HALUS DENGAN HISTOPATOLOGI AKHIR PADA NEOPLASMA TIROID DI BAGIAN PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015-2016.
ABSTRAK
Latar Belakang: Diperkirakan terdapat 0,5-10 kasus per 100.000 penduduk yang menderita neoplasma tiroid pada populasi dunia. Neoplasma tiorid yang bersifat ganas memerlukan terapi secepatnya, sedangkan yang jinak dapat diterapi secara medikamentosa. FNAB merupakan langkah diagnostic awal pengelolaan nodul tiroid.
Tehnik FNAB aman, murah, dapat dipercaya dan resiko komplikasi kecil.
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat deskriptif dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar dengan tujuan mengetahui nilai diagnostik FNAB pada neoplasma tiroid dibanding dengan histopatologi anatomi, dimana sampel ditentukan dengan metode consecutive sampling dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medik.
Hasil Penelitian: Pemeriksaan FNAB dibandingkan hasil pemeriksaan baku emas histopatologi akhir didapatkan sampel penelitian berjumlah 55 sampel. Dari hasil pemeriksaan FNAB didapatkan 12 kasus karsinoma tiroid dan 43 kasus non karsinoma tiroid. Pada pemeriksaan FNAB dan histopatologi yang menunjukan positif sebanyak 10 kasus (18,18%), untuk pemeriksaan FNAB positif dan histopatologi negatif terdapat 2 kasus (3,64%), untuk pemeriksaan FNAB negative dan histopatologi positif terdapat 11 kasus (20,00), sedangkan yang memberikan hasil negative pada kedua pemeriksaan ada 32 kasus (58,18%). Dari 55 sampel, didapatkan nilai sensitivitas FNAB 47,62%, spesifitas 94,12%, nilai duga positif 83,33%, nilai duga negatif 74,42%.
Kesimpulan: pada pemeriksaan FNAB didapatkan hasil sensitivitas yang rendah, maka diperlukan pemeriksaan histopatologi akhir dalam menegakkan diagnosa neoplasma tiroid secara akurat. FNAB dapat digunakan sebagai sarana diagnosis preoperative neopalasma tiroid yang akurat, tetapi bukan sebagai pengganti diagnosa histopatologi yang masih menjadi diagnose pasti untuk neoplasma tiroid.
Kata Kunci: Akurasi FNAB, Histopatologi, Neoplasma tiroid.
viii
THESIS FACULTY OF MEDICINE HASANUDDIN UNIVERSITY OCTOBER, 2017 Alya Deliana Ayub
dr. Upik Andriani Miskad, Ph.D, Sp.PA (K)
KORELASI ASPIRASI JARUM HALUS DENGAN HISTOPATOLOGI AKHIR PADA NEOPLASMA TIROID DI BAGIAN PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015-2016.
ABSTRACT
Background: There were estimated 0,5-10 cases per 100.000 people suffering from thyroid neoplasm. Malignant thyroid neoplasm that require immediate treatment, whereas benign could be therapeutically treated. FNAB is the initial diagnostic step of thyroid neoplasm. FNAB technique is safe, inexpensive, reliable and has minor risk of complications.
Methods: Using a descriptive study method which conducted in Hasanuddin University hospital, Makassar in order to describe the diagnostic value of FNAB compared with histopathological biopsy in the diagnosis of thyroid neoplasm where the sample is determined by the method of consecutive sampling and data collection is done by using medical records.
Results: FNAB examination compared to the result of the final histopathology gold examination, the research sample was 55 samples. From the results of FNAB examination found 12 cases of thyroid carcinoma and 43 cases of non thyroid carcinoma. In FNAB and histopathology examination which showed positive as many as 10 cases (18,18%), for positive FNAB and negative histopathology there were 2 cases (3,64%), for positive FNAB and positive histopathology there were 11 cases (20,00) , while giving negative result on both examination there were 32 cases (58,18%). From the total of 55 samples, Sensitivity of FNAB were 47,62%, specificity 94,12%, positive predicted value 83,33%, negativepredicted value 74,42%.
Conclusion: it was known that the sensitivity value was not high enough, so histopathology examination was still required in diagnosing the thyroid neoplasm accurately. FNAB can be used as accurate preoperative diagnostic tool for thyroid neoplasm. However, FNAB diagnosis can not be a substitute for the histopathology diagnosis that remain as gold standart in diagnosing thyroid neoplasm.
Keywords: FNAB accuracy, Histopathology, Thyroid neoplasm.
ix DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Pendahuluan ...7
B. Kelenjar Tiroid ... 7
1. Anatomi Kelenjar Tiroid ... 7
2. Fisiologi Kelenjar Tiroid ... 8
3. Histologi Kelenjar Tiroid ... 11
C. Neoplasma Tiroid ... 11
1. Pengertian Neoplasma Tiroid ... 11
2. Klasifikasi Histopatologi Neoplasma Tiroid ... 12
x
Adenoma Folikuler ... 13
Adenoma Sel Hurthle ... 13
Teratoma ... 14
Karsinoma Pailiferum ... 14
Karsinoma Folikuler ... 15
Karsinoma Meduler ... 16
Karsinoma Anaplastik ... 17
3. Diagnosis Karsinoma Tiroid ... 17
a. Anamnesis dan Pemeriksaan FIsik ... 17
b. Pemeriksaan Laboratorium ... 20
c. Sidik Tiroid ... 20
d. Pencitraan ... 21
e. CT Scan dan MRI ... 22
f. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) ... 22
Klasifikasi Sitologi Tiroid berdasarkan Bethesda ... 25
g. Biopsi Patologi Anatomi ... 34
BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP... 41
A. Kerangka Teori ... 41
B. Kerangka Konsep ... 42
BAB IV METODE PENELITIAN ... 43
A. Desain Penelitian ... 43
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43
C. Populasi Penelitian ... 44
xi
1. Populasi Target ... 44
2. Populasi Terjangkau ... 44
D. Sampel Penelitia ... 44
1. Kriteria Inklusi ... 44
2. Kriteria Eksklusi ... 45
E. Cara Sampling Penelitian ... 45
F. Jenis Data dan Instrumen Penelitian ... 45
1. Jenis Data ... 45
2. Instrumen ... 46
G. Manajemen Penelitian ... 46
1. Pengumpulan Data ... 46
2. Pengolahan dan Analisis Data ... 46
H. Alur Penelitian ... 48
I. Etika Penelitian ... 49
BAB V HASIL PENELITIAN ... 50
A. Analisis Sampel ... 50
BAB VI PEMBAHASAN ... 56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
DAFTAR LAMPIRAN ... 66
xii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 ... 28
GAMBAR 2 ... 28
GAMBAR 3 ... 29
GAMBAR 4 ... 29
GAMBAR 5 ... 30
GAMBAR 6 ... 30
GAMBAR 7 ... 31
GAMBAR 8 ... 31
GAMBAR 9 ... 32
GAMBAR 10 ... 32
GAMBAR 11 ... 33
GAMBAR 12 ... 33
GAMBAR 13 ... 34
GAMBAR 14 ... 36
GAMBAR 15 ... 36
GAMBAR 16 ... 36
GAMBAR 17 ... 37
GAMBAR 18 ... 37
GAMBAR 19 ... 37
GAMBAR 20 ... 41
GAMBAR 21 ... 42
GAMBAR 22 ... 48
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ... 25
Tabel 2 ... 47
Tabel 3………. 50
Tabel 4………. 51
Tabel 5………. 51
Tabel 6………. 53
Tabel 7………. 55
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Data Penelitian ... 66
Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 71
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Rekomendasi Etik ... 72
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik ... 73
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Judul ... 74
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Proposal ... 75
Lampiran 7 Lembar Persetujuan Hasil ...76
Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian ...77
Lampiran 9 Data Diri Penulis ...78
.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nodul tiroid merupakan neoplasia endokrin yang paling sering ditemukan di klinik, yaitu berada di superfisial, maka nodul tiroid dengan mudah dapat dideteksi baik melalui pemeriksaan fisik maupun dengan menggunakan berbagai macam diagnostic seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan USG, pemeriksaan scanning tiroid /sidik tiroid. Pemeriksaan FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy), dan pemeriksaan biopsy histopatologi. Nodul tiroid pada umumnya jinak. Prevalensi yang dilaporkan penyakit tiroid nodular tergantung pada populasi yang diteliti dan metode yang digunakan untuk mendeteksi nodul. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan angka kejadian pada wanita dengan faktor resiko defisiensi yodium dan setelah paparan nodul. Yang menjadi kepedulian klinik adalah sekitar 5% dari nodul yang teraba kemungkinan adalah ganas, di samping keluhan pasien seperti perasaan tidak nyaman karena tekanan mekanik nodul terhadap organ sekitarnya serta masalah kosmetik. Maka diperlukan uji saring yang cukup spesifik untuk mendeteksi keganasan mengingat kemungkinannya hanya sekitar 5% dari nodul yang ditemukan di klinik (Masjhur, 2009).
2 Karsinoma tiroid primer merupakan keganasan yang secara histopatologi dapat diklasifikasi sebagai tipe papilar 7 5%, tipe folikular 10%, tipe anaplastic 1-2%, dan tipe medular 5-9% (Pasaribu, 2006).
Karsinoma tiroid menempati urutan pertama keganasan kelenjar endokrin yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 90% dari seluruh keganasan endokrin. Insidens karsinoma tiroid sampai saat ini di Indonesia belum didapat, hanya saja pada registrasi patologi menempati urutan ke 9 (4%) dari 10 keganasan tersering (Pasaribu, 2006).
Pada tahun 2004 American Cancer Society memperkirakan 22.500 kasus baru karsinoma tiroid ditemukan di Amerika Serikat, dengan nisbah wanita dan pria 3:1 sekitar 1,7 % dari seluruh kanker pada wanita adalah karsinoma tiroid, dibandingkan hanya 0,5 % kanker pada pria.
Laporan angka kejadian karsinoma tiroid bervariasi antara 0,5 sampai 10 per 100.000 penduduk (AACE/AAES), serta merupakan 1 % dari seluruh kejadian kanker dan 0,5 % dari kematian karena kanker (American Cancer Society, 2001; McDougall, 2006)
Permasalahan yang dihadapi klinisi dalam hal ini dokter spesialis bedah onkologi adalah diagnosis pasti suatu benjolan kelenjar tiroid yaitu nodul tiroid jinak atau ganas khususnya nodul kecil, nodul yang tidak terpalpasi atau nodul yang tidak jelas memberikan gejala keganasan.
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita. Oleh karena hal tersebut tidak memberikan
3 keluhan yang begitu berarti dan pada sebagian besar golongan masyarakat di daerah tertentu. Keadaan ini merupakan suatu hal yang biasa di jumpai (Hegedus, 2007).
Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy merupakan langkah diagnostik awal pengelolaan nodul tiroid, dengan catatan harus dilakukan oleh operator dan dinilai oleh ahli sitologi yang berpengalaman. Teknik FNAB aman, sederhana, tanpa komplikasi, murah dan dapat dipercaya.
serta dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan resiko yang sangat kecil. Tehnik FNAB menggunakan jarum halus 25 G, lebih halus dari jarum yang digunakan untuk pengambilan darah. Dengan FNAB, tindakan bedah dapat dikurangi sampai 50% kasus (Subekti dkk, 2009).
Diagnosis pasti suatu benjolan kelenjar tiroid adalah dengan pemeriksaan histopatologi jaringan yang diperoleh dari hasil eksisi operasi dan diperiksa menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi. Kelebihan teknik biopsy dibandingkan dengan FNAB adalah biopsy insisi dapat memperoleh hasil lebih luas dan memperoleh sampel berupa jaringan sehingga didapatkan hasil yang lebih sensitive dan spesifik. Kelemahan teknik ini adalah karena memerlukan proses yang lebih rumit dan biaya yang lebih besar (Clark,2005).
Berdasarkan fakta diatas maka penulis akan melakukan penelitian yaitu membandingkan sensitifitas dan spesifisitas dari pemeriksaan FNAB dibanding dengan pemeriksaan histopatologi anatomi untuk mendiagnosa karsinoma tiroid yang merupakan baku emas.
4 B. Rumusan Masalah
Pemeriksaan nodul tiroid menggunakan FNAB sudah sering digunakan pada instalasi klinik di bagian patologi anatomi karena pemeriksaan ini memiliki keunggulan mudah dan murah namun belum memiliki akurasi yang baku. Gold standar atau baku emas untuk mendiagnosis karsinoma tiroid adalah dengan pemeriksaan biopsi eksisi dari jaringan tiroid hasil operasi dengan blok parafin atau potong beku.
Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, pada pemeriksaan FNAB dalam menegakkan diagnosis karsinoma tiroid.
5 C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui nilai diagnostik FNAB pada neoplasma tiroid dibanding dengan histopatologi anatomi.
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan sensitivitas FNAB pada neoplasma tiroid dibanding dengan histopatologi anatomi.
b. Menentukan spesifisitas FNAB pada neoplasma tiroid dibanding dengan histopatologi anatomi.
c. Menentukan nilai duga positif FNAB pada neoplasma tiroid dibanding dengan histopatologi anatomi.
d. Menentukan nilai duga negatif FNAB pada neoplasma tiroid dibanding dengan histopatologi anatomi.
6 D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini:
1. Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui tata cara penulisan karya ilmiah yang baik serta mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan FNAB dibanding dengan histopatologi anatomi dalam menegakkan diagnosis neoplasma tiroid.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui informasi tentang neoplasma tiroid serta informasi bagaimana sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan FNAB dibanding dengan histopatologi anatomi dalam menegakkan diagnosis neoplasma tiroid
3. Bagi Klinisi dan Ilmu Kedokteran
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber rujukan untuk membantu para klinisi terutama dalam penegakan diagnosis neoplasma tiroid sehingga dapat mencegah keganasan tiroid yang tidak diinginkan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan B. Kelenjar Tiroid
1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Neoplasma tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis (Sjamsuhidajat, 2010).
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari
8 trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior (Sjamsuhidajat, 2010).
2. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke
9 sirkulasi dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus (Sjamsuhidajat, 2010).
Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (Guyton & Hall, 2006).
Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu : (Sherwood, 2011).
a. Efek pada laju metabolism
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.
b. Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.
c. Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat multifaset, hormon ini tidak saja
10 mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan.
d. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal.
e. Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung sehingga curah jantung meningkat.
f. Efek pada pertumbuhan
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormone pertumbuhan, tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein struktural baru dan pertumbuhan rangka.
g. Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.
11 3. Histologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Jaringan tiroid terdiri atas folikel yang berisi koloid. Kelenjar dibungkus oleh simpai jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalam parenkim (Junqueira, 2007).
Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang mengandung suatu asam amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan dalam folikel sebagai koloid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau diantara folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel, memudahkan mencurahkan hormon ke dalam aliran darah (Junqueira, 2007).
C. Neoplasma Tiroid
1. Pengertian Neoplasma Tiroid
Di kepustakaan istilah nodul tiroid sering digunakan pula istilah adenoma tiroid. Adenoma mempunyai arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak jaringan baru dari struktur kelenjar sedangkan istilah nodul tidak spesifik karena dapat berupa kista, atau lesi fokal lain yang berbeda dari jaringan normal. (Masjhur, 2009).
Nodul yang pertumbuhannya cepat mencurigakan keganasan dan sering nodul tiroid yang tumbuh agresif tersebut pengobatannya sukar dan mortalitasnya cukup tinggi. Karsinoma tiroid dapat
12 menyebabkan kematian 10% pada yang berdiferensiasi baik, 50%
pada yang berdiferensiasi buruk dan 100% pada anaplastic (Subekti, 2005; Wijayahadi, 2006).
2. Klasifikasi Histopatologi Neoplasma Tiroid I. Tumor Epitel
a. Jinak
1) Adenoma Folikuler 2) Adenoma Sel Hurthle 3) Teratoma
b. Ganas
1) Karsinoma Folikuler 2) Karsinoma Papiler
3) Karsinoma Meduler (C-cell carcinoma) 4) Karsinoma Anaplastik
5) Lainnya
II. Tumor Non-epitel III. Limfoma Maligna IV. Tumor Sekunder
V. Tumor yang tidak dapat diklasifikasikan VI. Lesi yang menyerupai tumor
(Rubin et al, 2012)
13 Adenoma Folikuler
Merupakan neoplasma jinak yang berasal dari epitel folikel. Lesi biasanya soliter. Tumor ini sulit dibedakan dengan karsinoma folikuler pada pemeriksaan sitologi biopsi jarum halus, sehingga biasanya didiagnosis dengan neoplasma folikuler. Adenoma folikuler merupakan tumor yang berbatas tegas dan berkapsul jaringan ikat fibrous dengan diferensiasi sel folikel yang menunjukkan gambaran yang seragam. Pada pemotongan tampak massa yang homogen tapi kadang-kadang disertai perdarahan dan berkistik. Secara mikroskopis, adenoma folikuler tersusun dari sel-sel dalam folikel-folikel yang mengandung massa koloid dengan dinding kapsulnya yang tebal (De vita, 2005).
Adenoma Sel Hurthle
Neoplasma sel hurthle adalah tumor heterogen yang dapat muncul dengan berbagai aspek klinis. Neoplasma ini berasal dari sel folikel dan terdiri dari sel oncocytic, juga disebut oncocytes. Oncocytes yang mikroskopis ditandai dengan sitoplasma granular yang berlimpah. Studi ultrastruktural telah menunjukkan bahwa granular yang berlimpah ini disebabkan karena banyaknya mitokondria dalam intra sitoplasmik sel.
Sel adenoma hurthle unilateral dapat diobati dengan lobektomi / isthmusectomy (Chao et al, 2005; Bharnabei et al, 2009).
14 Teratoma
Teratoma adalah tumor yang berasal dari sel germinal yang terdiri dari jaringan yang menyusun fetus pada masa embriologi, yaitu: ectoderm, endoderm, dan mesoderm. Predileksi tersering terjadi di gonad, wilayah
sacrococcygeal, mediastinum dan wilayah pineal, meskipun juga terjadi pada daerah leher rahim dan juga kelenjar tiroid (Oak et al, 2013). Bentuk diferensiasi sel germinal ini tergantung pada kehadiran dan proporsi komponen yang belum matang, usia pasien serta ukuran tumor pada saat presentasi awal. Eksisi bedah adalah pengobatan pilihan (Chao et al, 2005;
Bharnabei et al, 2009).
Karsinoma Papiliferum
Karsinoma papiliferum adalah jenis keganasan tiroid yang paling sering ditemukan (75-85%), yang timbul pada akhir masa kanak- kanak atau awal kehidupan dewasa. Karsinoma papiliferum merupakan karsinoma tiroid yang berkaitan dengan riwayat terpapar radiasi pengion. Tumor ini tumbuh lambat, penyebaran melalui kelenjar limfe dan mempunyai prognosis yang lebih baik diantara jenis karsinoma tiroid lainnya. Faktor yang mempengaruhi prognosis baik adalah usia dibawah 40 tahun, wanita dan jenis histologik dominan papilifer. Sifat biologik daripada tumor jenis papiliferum ini yakni tumor atau lesi primer yang kecil bahkan mungkin tidak teraba tetapi metastasis ke kelenjar getah bening dengan massa atau tumor yang besar atau nyata. Lesi ini sering tampil sebagai nodul tiroid soliter dan biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
15 sitologi biopsi jarum halus. Seseorang dengan karsinoma papiliferum memiliki angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 95% (Kurnia, 2007).
Karsinoma papiliferum secara mikroskopis berupa tumor yang tidak berkapsul dengan struktur berpapil dan bercabang. Sel karakteristik dengan inti sel yang berlapis-lapis dan sitoplasma yang jernih. Terdapat beberapa varian dari karsinoma papiliferum yaitu microcarcinoma, encapsulated, follicular, tall-cell, columnar-cell, clear-cell dan diffuse sclerosing carcinoma. Dua puluh sampai delapan puluh persen berupa tumor yang multisentrik dan bilateral pada 1/3 kasus (Moore, 2003; Mils, 2004).
Karsinoma Folikuler
Karsinoma folikuler meliputi sekitar 10-20% keganasan tiroid dan biasa ditemukan pada usia dewasa pertengahan atau diatas 40 tahun. Pada kasus yang jarang, tumor ini mungkin hiperfungsional (tirotoksikosis). Insiden karsinoma folikuler meningkat di daerah dengan defisiensi yodium. Diagnosis tumor ini secara sitologi sulit dibedakan dengan adenoma folikuler, diagnosis pasti dengan pemeriksaan frozen section pada durante operasi atau dengan pemeriksaan histopatologi untuk melihat adanya invasi ke kapsul atau pembuluh darah. Karsinoma folikuler bermetastasis terutama melalui pembuluh darah ke paru, tulang, hati dan jaringan lunak. Karsinoma folikuler diterapi dengan tiroidektomi total diikuti pemberian iodine radioaktif. Sel karsinoma ini menangkap yodium, maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan, dengan pengukuran kadar TSH sebagai follow up bahwa dosis yang digunakan
16 bersifat supresif untuk memantau kekambuhan tumor. Seseorang dengan karsinoma folikuler memiliki angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 85%
(Moore, 2003; Mils, 2004).
Karsinoma Meduler
Karsinoma meduler merupakan sekitar 5 % keganasan tiroid dan berasal dari sel parafolikuler, atau sel C yang memproduksi kalsitonin. Karsinoma ini timbul secara sporadik (80%) dan familial (20%), dimana tumor ini diturunkan sebagai sifat dominan autosom berhubungan dengan MEN-2a atau MEN-2b atau endokrinopati lainnnya. Karsinoma meduler terutama ditemukan pada usia 50-60 tahun tetapi pernah juga ditemukan pada usia yang lebih muda bahkan anak.
Penyebarannya terutama melalui kelenjar limfe. Bila dicurigai adanya karsinoma meduler maka perlu diperiksa kadar kalsitonin darah. Seseorang yang didiagnosis dengan karsinoma meduler memiliki angka ketahanan hidup 10 tahun mencapai 40% ( Mils, 2004).
Karsinoma meduler memiliki massa tumor berbatas tegas dan keras pada perabaan, pada lesi yang lebih luas tampak daerah nekrosis dan perdarahan dan dapat meluas sampai ke kapsul. Gambaran mikroskopis dari karsinoma meduler tampak kelompokan sel-sel bentuk poligonal sampai lonjong dan membentuk folikel atau trabekula. Tampak adanya deposit amiloid pada strumanya yang merupakan gambaran khas pada karsinoma tipe meduler ini (Moore, 2003; Mils, 2004).
17 Karsinoma Anaplastik
Karsinoma anaplastik merupakan salah satu keganasan pada manusia yang paling agresif dan jarang dijumpai yaitu kurang dari 5%. Karsinoma anaplastik ini berkembang dengan menginfiltrasi ke jaringan sekitarnya. Tumor ini terutama timbul pada usia lanjut, di daerah endemik gondok dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kasus muncul dengan riwayat pembengkakan yang cepat membesar pada leher, disertai dengan adanya kesulitan bernafas dan menelan, serta suara serak karena infiltrasi ke nervus rekurens. Pertumbuhannya sangat cepat walaupun dengan terapi. Metastasis ke tempat jauh sering terjadi, tetapi umumnya kematian terjadi dalam waktu kurang dari setahun. Seseorang dengan karsinoma anaplastik memiliki angka ketahanan hidup 5 tahun <5% (De vita, 2005).
Gambaran makroskopis dari karsinoma anaplastik yaitu tampak massa tumor yang tumbuh meluas ke daerah sekitarnya. Gambaran mikroskopisnya, tampak sel-sel anaplastik (undifferentiated) dengan gambaran morfologi yang sangat pleomorfik, serta tidak terbentuknya gambaran folikel, papil maupun trabekula (Moore, 2003; Mils, 2004).
3. Diagnosis Nodul Tiroid
a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis awal, umumnya kita berusaha untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut toksik atau nontoksik. Keluhan-keluhan toksik antara lain berdebar,
18 berkeringat banyak, cepat lelah, berat badan turun, sering buang air besar, sulit tidur, dan rambut rontok. Sedangkan pasien dengan nodul tiroid nontoksik, baik jinak maupun yang ganas, tidak mempunyai keluhan lain, kecuali datang berobat dengan keluhan kosmetik atau kekehawatiran akan timbulnya keganasan. Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali keganasan jenis anaplastik sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu. Sebagian kecil pasien, khususnya dengan nodul tiroid yang besar, mengeluh adanya gejala penekanan esophagus, dan trakea. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri, kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul atau bila kelainannya adalah tiroid akut/subakut.
Keluhan lain pada keganasan yang mungkin adalah suara serak.
Evaluasi pasien dengan massa yang di leher harus selalu dimulai dengan riwayat penyakit, diikuti dengan pemeriksaan kepala dan leher secara lengkap (Nadia, 2003).
Umumnya dari nodul tiroid ditemukan sendiri oleh pasien atau saat pemeriksaan fisik. Palpasi dapat memperkirakan lokasi dan ukuran dari nodul, walaupun tidak secara akurat. Nodul yang teraba biasanya mempunyai ukuran lebih dari 1.5 cm, namun hal ini juga bergantung pada letak dan bentuk dari leher pasien..
Dengan pemeriksaan fisik dapat juga untuk melihat pergerakan nodul saat menelan. memperkirakan adanya pembesaran limfonodi
19 di sekitar leher yaitu di daerah supraklavikular dan jugulo-carotid, yang sering terjadi pada karsinoma papiliferum, juga dapat diketahui melalui pemeriksaan daerah leher (Nadia, 2003;
Schlumberger, 2006).
Selain lokasi dan ukuran, palpasi juga dapat memperkirakan konsistensi dari nodul. Adanya konsistensi nodul yang padat dan ireguler atau menempel pada jaringan sekitar, paralisis dari pita suara, disertai dengan pembesaran kelenjar limfe yang terpalpasi, dapat mengarah pada kecurigaan keganasan.
Kecurigaan yang dapat mengarah kepada keganasan adalah apabila: (Nadia, 2003; Schlumberger, 2006).
- Pertumbuhan yang cepat
- Adanya riwayat keluarga menderita karsinoma tiroid meduler - Adanya riwayat keluarga mengalami Multiple
- Endocrine Neoplasia 2 (MEN – 2) - Usia muda (kurang dari 20 tahun) - Laki-laki
- Adanya riwayat telah dilakukan radiasi kepala
- Gejala kompresif, misalnya masalah dalam menelan atau bernafas.
- Nodul yang besar (lebih dari 4 cm) - Tekstur keras
- Nodul yang terfiksasi pada jaringan sekitar
20 - Adanya paralisis pita suara atau suara serak
- Pembesar kelenjar limfonodi b. Pemeriksaan Laboratorium
Pengukuran kadar serum Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dilakukan untuk menyingkirkan disfungsi tiroid, diperiksa pada pasien untuk menentukan orang-orang dengan tirotoksikosis atau hipotiroid. Ketika tingkat TSH normal, aspirasi harus dipertimbangkan. Ketika kadar hormon rendah, diagnosis hipertiroidisme harus dipertimbangkan. Namun pemeriksaan ini tidak berguna untuk membedakan jenis jinak atau ganas (Mousa, 2011).
Pemeriksaan terhadap kadar serum tiroglobulin adalah petanda tumor yang berguna untuk digunakan sebagai follow up pasca dilakukannya pembedahan karsinoma tiroid. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemeriksaan rutin dari kalsitonin harus diukur pada pasien dengan riwayat keluarga kanker tiroid meduler dan diagnosis preoperatif dari karsinoma tiroid meduler (Gharib, 2000).
c. Sidik Tiroid
Sidik tiroid (skintigrafi; thyroid scan), dasar pemeriksaan ini adalah pengambilan dan pendistribusian yodium radioaktif dalam kelenjar tiroid yang dapat dilihat dari pemeriksaan ini adalah besar, bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam
21 kelenjar serta dapat diukur pengambilan yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam. Peran skintigrafi tiroid dalam evaluasi diagnostik dari nodul tiroid bisa digunakan untuk membedakan antara nodul hangat, yang biasanya adalah jinak, dan nodul dingin.
Pemeriksaan skintigrafi ini memiliki sensitifitas yang rendah utntuk mendeteksi nodul tiroid yang kecil dan tidak berguna untuk nodul yang bersifat kistik (Mousa, 2011).
d. Pencitraan
Ultrasonografi (USG) tiroid yang dilakukan dengan frekuensi tinggi (7,5-13 MHz), menjadi banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk evaluasi dari sebuah nodul. USG dapat mendeteksi adanya nodul padat yang berukuran 3 mm dan kistik nodul yang berukuran 2 mm. Dengan teknik pencitraan dari USG juga dapat membedakan komponen dari nodul, yaitu padat, kistik, atau campuran, serta dapat memperkirakan ukuran dari nodul tersebut. Beberapa ciri yang didapatkan dari hasil dari USG dapat mengarah menuju keganasan, seperti misalnya nodul yang hipoekoik, tepi yang ireguler, adanya mikrokalsifikasi dan hipervaskularisasi. Akan tetapi nilai prediktif dari USG tidak terlalu tinggi, sehingga semua nodul tiroid harus dilakukan biopsi jarum halus untuk menentukan diagnosis secara lebih akurat (Mousa, 2011).
22 e. CT Scan atau MRI
CT scan atau MRI merupakan pencitraan anatomi dan tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi nodul tiroid.
Penggunaannya lebih diutamakan untuk mengetahui posisi anatomi dari nodul atau jaringan tiroid terhadap organ sekitarnya seperti diagnosis struma sub-sternal dan kompresi trakea karena nodul (Masjhur, 2009).
f. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) pertama kali
diperkenalkan oleh Martin dan Ellis pada tahun 1930, yang menggunakan tehnik jarum aspirasi 18G. Tetapi, cara ini tidak banyak digunakan karena dikhawatirkan akan terjadi perdarahan dan cancer seeding oleh karena menggunakan jarum yang diameternya besar. Setelah para ahli hematologi di Institut Karolinska Swedia mengembangkannya dengan menggunakan jarum halus 23-25G ternyata kekhawatiran itu tidak terbukti (Clark, 2005; Suen, 2005).
Tehnik FNAB bertujuan untuk mendapatkan sel dan cairan pada massa tiroid. Meskipun cara ini terlihat sederhana, tetapi ketepatan diagnosis dari sampel yang didapat proses laboratorium, dan ahli patologi sehingga diperlukan keterampilan pengambilan
23 aspirasi FNAB yang baik dan benar, agar diperoleh sampel yang adekuat (Clark, 2005; Orell, 1986; Kini, 1987).
Ketepatan FNAB akan meningkat bila sebelum biopsy dilakukan penyidikan isotopic atau ultrasonografi. Sidik tiroid diperlukan untuk menyingkirkan nodul tiroid otonom dan nodul fungsional hiperplastik. Sedangkan ultrasonografi berguna untuk menuntun biopsy (Masjhur, 2009).
Pada prinsipnya FNAB bertujuan untuk memperoleh sampel sel-sel nodul tiroid yang teraspirasi melalui penusukan jarum ke jaringan nodul tiroid. Untuk itu dibutuhkan jarum steril 23-25G serta semprit. Pertama kelenjar tiroid harus dipalpasi secara hati-hati dan nodul diidentifikasi dengan baik dan benar.
Kemudian, pasien ditempatkan pada posisi supinasi dengan leher hiperekstensi, untuk mempermudah tempatkan bantal pada bawah bahu. Pasien tidak diperbolehkan menelan, bertanya, dan bergerak selama prosedur. Perlu diinformasikan juga kepada pasien bahwa prosedur ini tidak memerlukan anestesi lokal. Setelah mengidentifikasi nodul yang akan diaspirasi, kulit tersebut dibersihkan dengan alkohol. Semprit 10cc dipasangkan ke syringe holder dan dipegang dengan tangan kanan. Jari pertama dan kedua tangan kiri menekan dan memfiksasi nodul, sehingga dapat mempertahankan arah tusukan jarum oleh tangan lainnya yang
24 dominan. Tangan kanan memegang jarum dan semprit tusukkan dengan tenang. Waktu jarum sudah berada dalam nodul, dibuat tarikan 2-3cc pada semprit agar tercipta tekanan negatif. Jarum ditusukkan 10-15 kali tanpa mengubah arah, selama 5-10 detik.
Pada saat jarum akan dicabut dari nodul, tekanan negatif dihilangkan kembali. Setelah jarum dicabut dari nodul, jarum dilepas dari sempritnya dan sel-sel yang teraspirasi akan masih berada di dalam lubang jarum. Kemudian isi lubang ditumpahkan keatas gelas objek. Buat 6 sediaan hapus, 3 sediaan hapus difiksasi basah dan dipulas dengan Papanicoulau. Sediaan lainnya dikeringkan di udara untuk dipulas dengan May Gruenwald Giemsa/DiffQuick. Kemudian setelah dilakukan FNAB daerah tusukan harus ditekan kira-kira 5 menit, apabila tidak ada hal-hal yang dikhawatirkan, daerah leher dibersihkan dan diberi small bandage. FNAB sangat aman, tidak ada komplikasi yang serius selain tumor seeding, kerusakan saraf, trauma jaringan, dan cedera vaskular. Mungkin komplikasi yang paling sering terjadi adalah hematoma, ini disebabkan karena pasien melakukan gerakan menelan atau berbicara saaat tusukan. Komplikasi lainnya yang perlu diperhatikan adalah vaso vagal dan jarum menusuk trakea (Orell, 1986; Kini, 1987).
25 Klasifikasi Sitologi Tiroid berdasarkan Bethesda
Tabel 1. Klasifikasi Sitologi Tiroid
I
Tidak terdiagnosa/Tidak memuaskan Cairan kista saja
Spesimen hampir aselular
Lain-lain (penggumpalan darah, artefak pengering udara)
II
Jinak
Konsisten dengan nodul folikel jinak (nodul adenomatoid, nodul koloid, dll) Konsisten dengan tiroiditis limfositik (Hashimoto) dalam konteks klinis yang tepat Konsisten dengan granulomatosa (subakut) tiroiditis
III Atipia signifikansi tidak dapat ditentukan (AUS) IV Mencurigakan untuk neoplasma folikel (SFN)
Tentukan apakah tipe sel Hurtle
V
Mencurigakan untuk keganasan (SFM) Curiga karsinoma papiliferum
Curiga karsinoma meduler Curiga karsinoma metastasi Curiga limfoma
VI
Ganas
Karsinoma papiliferum tiroid
Karsinoma yang kurang terdiferensiasi Karsinoma meduler tiroid
Karsinoma anaplastic Karsinoma sel skuamosa Karsinoma dengan ciri khas Karsinoma metastase Limfoma non-hodgkin (Cibas, 2009).
26 1. Non diagnostik
Kategori non diagnostik dilaporkan mencapai 10-30% kasus bagaimanapun angka non diagnostik lebih besar dari 20% yang akan mendapatkan evaluasi pasien dengan kriteria tersebut. Serta usaha dan proses, sebagaimana kriteria diagnostik yang ada, untuk mengoptimalkan sistem.
2. Benigna
Kategori FNAB benigna tiroid mencapai perkiraan 70% dari semua kasus FNAB tiroid. Nodul yang dominan adalah nodul adenoma atau nodul koloid. Karena angka negative palsu untuk kategori ini rendah (<3%), sebagian pasien diterapi tanpa intervensi operasi.
3. Atipia signifikansi tidak dapat ditentukan
Perkiraan resiko 5%-15% untuk keganasan. Merupakan kategori heterogen dari Bethesda. Terdiri dari kasus-kasus yang tidak dapat didiagnosis secara definitive sebagai jinak, curiga neoplasma, atau curiga keganasan. Pada beberapa kasus, terdapat specimen yang mungkin menunjukkan atopi focal asitektural atau yang signifikannya tidak dapat ditentukan lebih lanjut.
27 4. Curiga Neoplasma (folikular)
FNAB pada kategori ini adalah seluler dan predominan mikrofolikular. Kategori ini bisa mencapai predominan dari Hurthel cells. Resiko menjadi maligna adalah 15-30%. Konsekuensinya adalah sebagian besar pasien akan dioperasi dengan lubektomi. Histologi preparat akan bervariasi tetapi akan menunjukkan folikular adenoma, adenomatous hyperplasia, sebagian kecil Papillary Thyroid Carcinoma (PTC) dan follicular carcinoma.
5. Curiga Maligna
Kategori curiga keganasan berisi tumor yang heterogen/bervariasi, dimana resiko menjadi maligna maka hampir semua pasien dilakukan eksisi bedah, bisa lubektomi atau tiroidektomi.
6. Maligna
FNAB tiroid yang sudah kategori maligna mencapai 5-10% dari semua kasus, dan sebagian besar adalah karsinoma tiroid papilar. Karena positif palsu sangat rendah (1-3%) dari kategori maligna, maka pasien dengan kategori ini biasanya diterapi dengan operasi tiroidektomi
Dengan FNAB tindakan bedah dapat dikurangi hingga 50% kasus nodul tiroid, dan pada waktu bersamaan meningkatkan ketepatan kasus keganasan pada tiroidektomi (Masjhur, 2009).
28 Keterbatasan FNAB yaitu tidak mampu membedakan neoplasma sel folikuler dengan sel Hurtle jinak atau ganas, karena keduanya mirip. Tetapi bisa dibedakan dari ada atau tidak invasi kapsul atau invasi vaskuler pada pemeriksaan histopatologis sediaan dari operasi.
Gambar 1. Karsinoma Folikular. Agregat sel-sel folikular dengan nukleus besar dan intranuclear cytoplasmic inclusion kecil. Koloid sedikit. (Diff- Quik stain) (Koss, 2006).
Gambar 2. Karsinoma Folikular. Kelompokan sel-sel folikular menunjukkan keberagaman ukuran nukleus (MGG, 40x). (Koleksi pribadi Prof.Dr.H.M.Nadjib D. Lbs, Sp.PA(K))
29 Gambar 3. Karsinoma Folikular. Sel-sel tumor menunjukkan nukleolus yang prominen di dalam nukleus besar (Koss, 2006).
Gambar 4. Oxyphil (Hurtle cell) carcinoma. A. Kelompokan trabekular sel-sel oxyphil (MGG, HP). B. Sel-sel oxyphil dengan beberapa sel endotelial (Pap, HP).
(Orell,2005).
A
B
30 Gambar 6. Cystic papillary carcinoma. Cystic change pada metastasis karsinoma papiler dari lymph node servikal, terdiri dari sel-sel foamy dengan beberapa pigmen mirip dengan makrofag; satu kelompokan degenerasi sel-sel epitelial atipik (MGG, HP). (Orell, 2005).
Gambar 5. Karsinoma papiler tiroid.
A. Multilayered, susunan papiler kompleks sel-sel folikular merupakan diagnostik dari karsinoma papiler (MGG, 20x). (Koleksi pribadi Prof.Dr.HM.Nadjib D. Lbs,Sp.PA(K)).
B. Sheet sel-sel folikular menunjukkan pembesaran nukleus dan intranuclear cytoplasmic inclusion (Diff-Quik stain) (Koss , 2006)
A
B
31 Gambar 7. Follicular variant of papillary carcinoma. Pola arsitektur mikrofolikular dari syncytial cluster dan folikel yang mengandung koloid, nukleus membesar, pucat, beberapa dengan intranuclear vacuoles (MGG, HP).
(Orell, 2005).
Gambar 8. Tall-cell papillary carcinoma. Kelompokan sel-sel epitelial tall columnar berdekatan dengan material membran basal; sitoplasma banyak, nukleus lebih atipikal daripada karsinoma papiler klasik(MGG, HP) (Orell, 2005).
32 Gambar 9. Columnar cell variant of papillary carcinoma. Agregat dan fragmen papiler dengan nukleus besar yang bertumpang tindih, sel kolumnar tapi tidak tinggi, nukleus ireguler, beberapa nukleolus prominen (Pap, HP).
(Orell, 2005).
Gambar 10. Diffuse sclerosing variant of papillary carcinoma. Banyaknya fragmen jaringan terutama sel-sel metaplasia, fibroblast dan beberapa psammoma bodies (Orell, 2005).
33 Gambar 11. Karsinoma medular tiroid A. SItoplasma bergranul. B.
Sel-sel malignan hamper menyerupai sel-sel plasma (MGG).
(Koss, 2006).
Gambar 12. Karsinoma anaplastik tiroid. A.
Tumor dengan multinucleated giant cells besar. B. Karsinoma anaplastik tiroid dengan nukleus kecil multipel (Diff-Quik). (Koss, 2009).
A
B
A
B
A
34 Gambar 13 Squamous carcinoma. Biopsy aspirasi massa tiroid menunjukkan sel-sel tipikal karsinoma skuamosa (Koss, 2009)
g. Biopsi patologi Anatomi
Pemeriksaan biopsi patologi anatomi atau disebut juga dengan biopsi insisional merupakan metode diagnostik pilihan dan merupakan gold standard dalam menentukan jenis nodul tiroid.
Pemeriksaan ini bersifat invasif dengan mengambil sebagian jaringan untuk kemudian diperiksa menggunakan mikroskop oleh ahli sitology (Pramod, 2011).
Kelebihan teknik biopsi dibandingkan dengan biopsi aspirasi jarum halus adalah biopsi insisi dapat memperoleh hasil lebih luas dan memperoleh sampel berupa jaringan sehingga didapatkan hasil yang lebih sensitif dan spesifik. Kelemahan dari
35 teknik ini adalah karena memerlukan proses yang lebih rumit dan biaya yang lebih besar (Pramod, 2011).
Pada pemeriksaan makroskopis, karsinoma papilifer berupa suatu neoplasma keputihan invasif dengan ill-defined margin. Secara mikroskopik terlihat neoplasma yang tidak
berkapsul yang mempunyai karakteristik tumbuh dengan papila yang terdiri dari epitel neoplastik menutupi tangkai fibrovaskuler.
Tumor yang sangat terdiferensiasi dapat mempunyai pola yang komplek. Nukleus memiliki empty ground glass appearance dengan lekukan nukleus uang khas dan adanya pseudoinklusi.
Mitosis jarang dijumpai pada karsinoma papilifer. Gambaran histologi lain adalah adanya psammoma bodies yang terjadi pada sekitar 50% d a r i karsinoma papilifer. Psammoma bodies adalah dasar kalsifikasi yang mempunyai tampilan sirkuler yang berlapis-lapis dan dapat ditemukan pada stroma tumor. Karsinoma papilifer biasanya multisentrik dengan fokus yang terdapat pada lobus ipsilateral dan kontralateral (Pramod, 2011).
36 Gambar 14. Karsinoma tiroid papilifer. (Koss, 2009).
Gambar 15. Ground glass appearance. (Koss, 2009).
Gambar 16. Psammoma bodies. (Koss, 2009).
37 Gambar 17. Jaringan karsinoma tiroid folikuler (Koss, 2009).
Gambar 18. Jaringan karsinoma meduler (Koss, 2009).
Gambar 19. Karsinoma anaplastik. Sebagian besar terdiri dari sel spindle.
(Koss, 2009).
38 Pada pemeriksaan makroskopis karsinoma folikuler, biasanya tumor berbentuk bulat, berkapsul, dan berwarna coklat. Pada tumor sering ditemukan adanya fibrosis, perdarahan, dan perubahan kistik. Dengan menggunakan mikroskop dapat terlihat neoplasma yang terdiri dari sel folikuler yang secara garis besar dapat terdiri dari pola yang pada, trabekular, atau pertumbuhan folikuler (biasanya menghasilkan mikrofolikel). Pada karsinoma folikuler tidak ditemukan adanya gambaran khas seperti pada karsinoma papilifer. Karsinoma folikuler dapat dibedakan dari adenoma folikuler dengan adanya invasi kapsul atau invasi vaskuler. Dengan alasan inilah, membedakan adenoma folikuler dan karsinoma folikuler tidak dapat dibedakan hanya dengan menggunakan FNAB atau analisis dari frozen surgery (Pramod, 2011).
Pemeriksaan makroskopis karsinoma medulare dapat menunjukkan bentuk tumor dengan batas yang baik, walaupun tidak mempunyai kapsul.
Biasanya tumor berwarna merah muda dan terdiri dari bagian granuler kuning yang merupakan adanya klasifikasi lokal. Sebagian besar tumor tumbuh di tengah dan sepertiga atas dari lobus kelenjar tiroid, setara dengan dengan sel C parafolikuler pada kelenjar tiroid. Hasil pemeriksaan mikroskopis dapat bervariasi, biasanya pola dari tumor adalah pertumbuhan lobaris, trabekuler, insuler, namun beberapa tumor mempunyai pola fibrotik. Sel ganas dapat mempunyai penampakan inti bundar, poligonal, atau berbentuk spindel, sitoplasma eosinofilik dan bergranuler. Pada stroma tumor sering dijumpai adanya deposit amiloid yang berwarna green birefringence pada pengecatan Congo dan penampakan ini adalah karakteristik yang dapat membedakan
39 karsinoma meduler dari keganasan jenis lain. Karakteristik lain yang didapatkan dari karsinoma meduler adalah ditemukannya hiperplasia sel C (Pramod, 2011).
Karsinoma anaplastik tiroid dengan pemeriksaan maksrokopis akan terlihat sebagai tumor yang besar dan invasif. Adanya area yang nekrosis dan perdarahan memberikan penampakan yang bervariasi dari tumor. Tumor sering meluas melewati kapsul tiroid itu sendiri. Area tumor yang berdiferensiasi baik dapat juga ditemukan bersamaan dengan pertumbuhan anaplastik tersebut.
Dengan menggunakan mikroskop dapat terlihat beberapa variasi sel, yaitu skuamoid, sel spindel, atau sel besar. Ketiga variasi histologik tersebut menunjukkan adanya aktifitas mitotik, fokus nekrosis yang luas, dan adanya infiltrasi. Pada pengecatan imunohistiokimia biasanya positif untuk keratin bermolekul rendah dan terkadang positif untuk tiroglobulin (Pramod, 2011).
Kelebihan biopsi PA dari pada FNAB adalah dapat membedakan jenis karsinoma folikuler dengan adenoma folikuler, untuk memperlihatkan adanya invasi tumor atau invasi vaskuler. (Subekti, 2005).
40 Adapun kekurangannya adalah : (Carpi, 2007).
1. Sulit dilakukan tanpa tenaga ahli
2. Memerlukan anestesi lokal, insisi kulit, dan tehnik pengerjaan harus steril
3. Nodul kurang dari 1cm tidak bisa digunakan menjadi sampel 4. Komplikasi lebih berat (perdarahan dan cedera n.laryngeal)
5. Membutuhkan proses pengerjaan yang lama
6. Biaya mahal, memerlukan pemeriksaan histologi, dan dibutuhkan tim untuk memproses sampel dari awal mula sampai tahap interpretasi.
41 BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Teori
Pasien dengan Nodul Tiroid
Karakteristik klinis Neoplasma tiroid
(anamnesis dan pemeriksaan fisik)
FNAB USG SIdik Tiroid MRI CT Scan
Gambar 20. Kerangka Teori Jenis Kelamin
Usia
Massa
Kelenjar Getah Bening
Riwayat Keluarga
Riwayat Radiasi
Progresivitas
Ukuran Tumor
Paralisis Plica Vocalis / Serak
Pemeriksaan Penunjang
Biopsi Patologi Anatomi Gold Standard
Diagnosis Neoplasma Tiroid
42 Pasien dengan Nodul Tiroid
B. Kerangka Konsep
Pasien dengan Nodul Tiroid
FNAB
Fine Needle Aspiration Biopsy
Gambar 21. Kerangka Konsep Biopsi PA
Jinak
Jinak Ganas
Biopsi PA Ganas
Biopsi PA Jinak
Biopsi PA Ganas
43 BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observasi dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui kesusaian sistem penilaian pemeriksaan FNAB dibandingkan pemeriksaan histopatologi pada nodul tiroid. Penelitian ini menggunakan data sekunder pasien dengan nodul tiroid yang menjalani pemeriksaan FNAB, operasi, dan pemeriksaan histopatologi di Bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2017.
44 C. Populasi Penelitian
1. Populasi Target
Semua pasien dengan neoplasma tiroid di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar yang memiliki rekam medis.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah semua pasien neoplasma tiroid di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2015-2016 yang didiagnosis dengan menggunakan FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) kemudian dilanjutkan dengan histopatologi di Bagian Patologi Anatomi.
D. Sampel Penelitian
Sampel adalah pasien dengan nodul tiroid di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar periode 2015-2016 yang memiliki rekam medis.
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien dengan neoplasma tiroid di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar yang didiagnosis dengan menggunakan FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) kemudian dilanjutkan dengan histopatologi di Bagian Patologi Anatomi.
45 b. Memiliki catatan rekam medis yang lengkap: nomor rekam medis, diagnosa klinis nodul tiroid, tanggal dan nomor pemeriksaan FNAB dan pemeriksaan histopatologi.
2. Kriteria Eksklusi
a. Tidak terbacanya rekam medis.
b. Data rekam medis yang tidak lengkap yaitu tidak melakukan pemeriksaan FNAB atau pemeriksaan Histopatologi.
E. Cara Sampling Penelitian
Cara sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan consecutive sampling, yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi.
F. Jenis Data dan Instrumen a. Jenis Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari pencatatan pada rekam medis pasien di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2015-2016.
46 b. Instrumen
Alat yang digunakan adalah alat tulis untuk mencatat data dan komputer untuk mengolah dan memproses data.
G. Manajemen Penelitian 1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak pemerintah dan Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar. Kemudian nomor rekam medis pada penderita neoplasma tiroid dalam periode yang telah ditentukan akan dikumpulkan untuk memperoleh rekam medis di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar.
Peneliti mengumpulkan semua sampel yang memenuhi kriteria inklusi pada rekam medis yaitu pasien nodul tiroid yang didiagnosis dengan FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) kemudian dilanjutkan dengan Biopsi Patologi Anatomi secara consecutive (kriteria inklusi).
Setelah itu dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung ke dalam table yang telah disediakan.
2. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan setelah pengamatan dan pencatatan data rekam medis telah sesuai dengan yang dibutuhkan data yang didapatkan dilakukan tabulasi dan koding untuk
47 kemudian di analisa. Peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan table 2x2 , serta menghitung sensitifitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif pemeriksaan FNAB dengan menggunakan rumus.
Tabel 2. 2x2
Keter
angan : TP = Positif
FP = Positif Palsu FN = Negatif TN = Negatif
Pada Tabel 2x2 di atas dapat dihitung nilai- nilai uji diagnostik sebagai berikut:
- Sensitivitas = TP / (TP+FN) x 100%
- Spesifisitas = TN / (TN+FP) x 100%
- Nilai Duga Positif = TP / (TP+FP) x 100%
- Nilai Duga Negatif = TN / (TN+FN) x 100%
(Dahlan, 2009)
Pemeriksaan
Sitologi FNAB Jumlah (+)
Karsinoma Tiroid
(-) Karsinoma
Tiroid Pemeriksaan
biopsi patologi anatomi
(+) Karsinoma Tiroid
TP FP TP+FP
(-) Karsinoma Tiroid
FN TN FN+TN
48 H. Alur Penelitian
Gambar 22. Alur Penelitian
Mendata rekam medis pasien dengan nodul tiroid dan karsinoma
tiroid yang sudah didiagnosis dengan FNAB
Mendata pasien dengan nodul tiroid dan karsinoma tiroid yang sudah
didiagnosis dengan biopsi PA
Inklusi
Sampel
Eklusi
Analisis
49 I. Etika Penelitian
1. Menyertakan surat pengantar yang diajukan kepada pihak terkait sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam medic, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
50 BAB V
HASIL PENELITIAN A. Analisis sampel
Periode penelitian dilakukan selama bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2017 dengan menggunakan data catatan medik di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar dari bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Desember 2016. Selama melakukan penulusuran catatan medik pasien selama 2 tahun didapatkan 73 orang dengan neoplasma tiroid. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu telah dilakukan tindakan FNAB kemudian dilanjutkan dengan biopsi PA dalam penelitian ini hanya sejumlah 55 orang.
Tabel 3. Jumlah total sampel pada pemeriksaan FNAB.
Diagnosa Jumlah Sampel Persentase Jumlah Sampel
Ganas 12 21,82%
Jinak 43 78,18%
Total 55
z
100%
Total 55 sampel didapatkan dari pasien dengan tindakan FNAB, 12 (21,82%) sampel merupakan karsinoma tiroid/ganas dan 43 (78,18%) sampel merupakan non karsinoma tiroid/jinak (tabel 3).