• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH TERHADAP LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA PEMATANG SIANTAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH TERHADAP LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA PEMATANG SIANTAR."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH TERHADAP

LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian PeersyaratanMemperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

GIOVANNI SILVIANA GULTOM 3103131022

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)

฀BSTR฀S

Giovanni Silviana Gultom, NIM 3103131022. Dampak Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pematangsiantar. Skripsi, Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unimed, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) jenis sampah yang terdapat di TPAS, (2) metode pengelolaan sampah di TPAS, (3) dampak pengelolaan sampah terhadap lingkungan di sekitar TPAS Kota Pematangsiantar.

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kota Pematang Siantar. Jumlah populasi daerah ini terbatas maka populasi sekaligus dijadikan sampel. Diambil secara representatif dari penduduk yang berdomisili di Kelurahan Tanjung Pinggir dengan jumlah 98 jiwa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik observasi langsung, teknik komunikasi tidak langsung dan studi dokumentasi. Teknik analisis datanya secara deskriptif.

(5)

฀AFTAR ISI

BABIII METO฀OLOGI PENELITIAN ... 29

A. Lokasi Penelitian... 29

B. Populasi dan Sampel... 29

C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data... 31

(6)

BAB IV ฀ESKRIPSI ฀AERAH PENELITIAN ... 33

A. Kondisi Fisik... 33

B. Kondisi Non Fisik... 3฀

BAB V HASIL PENELITIAN ฀AN PEMBAHASAN ... 47

A. Hasil Penelitian ... 4฀

B. Pembahasan... 6฀

BAB VI KESIMPULAN ฀AN SARAN... 74

A. Kesimpulan... ฀4

B. Saran... ฀6

฀AFTAR PUSTAKA... 78

LAMPIRAN... 80

(7)

฀AFTAR TABEL

No Uraian Hal

1. Sungai Utama di Kota Pematangsiantar... 36

2. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis dan Suku di Kelurahan Tanjung Pinggir ... 38

3. Banyaknya Sekolah, Ruang Belajar, Murid, dan Guru Pada Setiap Tingkat Pendidikan di Kelurahan Tanjung Pinggir... 3฀

4. Banyaknya Sarana Prasarana Kesehatan di Kecamatan Siantar Martoba ... 40

5. Banyaknya Tenaga Medis di Kecamatan Siantar Martoba ... 40

6. Fasilitas Peribadatan di Kecamatan Siantar Martoba... 41

7. Jenis Profesi Penduduk di Kelurahan Tanjung Pinggir... 42

8. Sarana dan Prasarana yang Tersedia di TPAS Kota Pematangsiantar... 44

฀. Komposisi Sampah Menurut Jenisnya di Kota Pematangsiantar Tahun 2013... 48

10.Gangguan Estetika Berasal Dari Ceceran Sampah Truk Pengangkut Sampah ... 57

11. Polutan Bau Busuk yang Dirasakan Oleh Penduduk di Sekitar TPAS... 5฀

12. Hasil Pengukuran Kimia Anorganik pada Cairan Lindi Sumur Pantau TPAS... 61

13. Munculnya Lalat Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk di Sekitar TPAS ... 62

14. Munculnya Tikus Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk di Sekitar TPAS ... 63

15. Masalah Pencernaan Seperti Diare/Sakit Perut yang Dialami Masyarakat di Sekitar TPAS... 64

(8)

17. Insiden Sakit Demam Berdarah yang Dialami Masyarakat yang

Tinggal di Sekitar TPAS... 65 18. Gangguan Psikomatis yang Dialami Penduduk yang Tinggal

di Sekitar TPAS ... 66 1฀. Gangguan Pernapasan yang Dialami Penduduk yang Tingggal

(9)

฀AFTAR GAMBAR

No. Uraian Hal

฀. Skema Kerangka Berpikir ... 28

2. Peta Administrasi Kecamatan Siantar Martoba ... 34

3. Peta Administrasi Kota Pematangsiantar ... 35

4. Perencanaan Lokasi TPAS Kota Pematangsiantar... 46

5. Denah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pematangsiantar... 47

6. Sampah di TPAS Kota Pematangsiantar... 49

7. Zona Aktif TPAS yang Terdiri dari 4 Blok ... 5฀

8. Pembuangan Sampah dari Truk Pengangkut Sampah ... 5฀

9. Pendorongan Sampah ke Jurang Menggunakan Bull Dozer... 52

฀0. Alat Komposter yang Disediakan oleh BLH ... 53

฀฀. Tempat Pengomposan dan Kompos yang Siap Dijual... 54

฀2. Ceceran Sampah di Pinggir Jalan Pdt. J. Wismar Saragih... 58

(10)

฀AFTAR LAMPIRAN

No. Uraian Hal

฀. Daftar Observasi... 80

2. Angket Penelitian ... 8฀

3. Lembar Studi Dokumentasi... 83

4. Daftar Jawaban Responden ... 85

(11)

฀A฀ I

PENDAHULUAN

A. Latar ฀elakang

Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya

sampah saja. Bentuk, jenis, dan komposisi sampah padat sangat dipengaruhi oleh

tingkat budaya masyarakat dan kondisi alamnya. Sampah itu sendiri merupakan

konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas itu pastinya

menghasilkan buangan atau sampah.

Besarnya sampah yang dihasilkan suatu daerah tertentu sebanding dengan

jumlah penduduk, jenis aktivitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut

terhadap barang/material. Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi

terhadap barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan.

Demikian halnya dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis barang yang

dikonsumsi oleh manusia itu sendiri.

Meskipun kedengarannya sederhana, namun jenis dan volume sampah

menimbulkan permasalahan kompleks pada setiap negara-negara dunia. Banyak

upaya yang telah dilakukan untuk mengelola sampah tersebut, namun pada

kenyataannya tidak ada satupun negara yang berhasil mengelola sampahnya tanpa

melalui pendekatan regional (kewilayahan), meskipun manajemen negara tersebut

telah modern.

Sumantri (20฀0) menjelaskan “di negara maju yang sangat peka terhadap masalah

kesehatan lingkungan, sampah padat umumnya telah diatur pembuangannya

(12)

untuk memudahkan pengelolaannya. Adapun di negara-negara berkembang,

umumnya sampah padat masih dibuang tanpa ada usaha memisah-misahkan lebih

dahulu, sehingga wadah-wadah penampungan sampah masih menampung sampah

yang sangat heterogen. Berbagai sampah organik, nonorganik, dan logam masih

menjadi satu, sehingga menyulitkan penanganannya”.

Setiap harinya kota-kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,

dan Medan menghasilkan sampah dalam volume yang cukup besar. Hal ini

disebabkan jumlah penduduk yang cukup besar dan termasuk ke dalam kategori

kota besar Sucipto (20฀2). Keadaan tersebut telah mengalami perubahan karena

masalah sampah bukan hanya di kota-kota besar, tetapi terjadi juga di kota-kota

Kabupaten dan Kecamatan.

Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin

dengan sumbernya, sehingga permasalahan sampah yang dihadapi selama ini

dapat teratasi dengan baik tanpa harus mengeluarkan banyak waktu, tempat dan

biaya. Permasalahan pengelolaan sampah erat kaitannya dengan pengaturan

terhadap penimbunan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,

pembuangan atau pemusnahan dan pemanfaatan sesuai dengan prinsip-prinsip

kesehatan masyarakat (฀uman ฀ealt฀ principle), ekonomi (economi), keindahan

(est฀etic) dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya serta disesuaikan

dengan kondisi masyarakat setempat.

Penanganan masalah sampah perlu dikelola dengan baik dan penuh

tanggung jawab agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan terhadap tanah

dan air sehingga hasil pengelolaan sampah tersebut bermanfaat bagi kehidupan

(13)

menghilangkan sampah dari pandangan mata, dari lingkungan dimana sampah

berada, tetapi lebih dari itu yang diinginkan dari pengelolaan sampah yang

memenuhi syarat kesehatan lingkungan seperti terciptanya lingkungan yang bersih

dan nyaman; tidak menimbulkan bau yang tidak sedap; tidak mencemari

permukaan tanah, air, maupun udara; serta tidak menjadi tempat

berkembangbiaknya serangga dan binatang pengerat/vektor penyakit (Suprapto,

2005).

Sumantri (20฀0) menjelaskan “sampah padat yang tidak dikelola

sebagaimana mestinya terbukti sering menyebabkan masalah lingkungan dan

kesehatan pada manusia. Antara lain dari masalah estetik, tersumbatnya saluran

air yang dapat menyebabkan banjir, bahaya kebakaran, terjadinya pencemaran

lingkungan, hingga meningkatnya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui

vektor. Oleh karena itu, masalah pengelolaan sampah padat menjadi suatu hal

yang sangat penting untuk diselesaikan”.

Kota Pematangsiantar merupakan salah satu kota terbesar kedua setelah

Kota Medan di Propinsi Sumatera Utara. Kota Pematangsiantar tergolong

kedalam kota sedang dengan jumlah penduduk yang padat yakni 236.947 jiwa

(BPS Kota Pematangsiantar, 20฀3). Dengan semakin tingginya pertambahan

penduduk dan meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat di Kota

Pematangsiantar berakibat semakin banyak timbulan sampah yang jika tidak

dikelola secara baik dan teratur bisa menimbulkan berbagai masalah, bukan saja

bagi pemerintah daerah tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Salah satu upaya

untuk mengantisipasi permasalahan tersebut perlu diambil kebijakan di bidang

(14)

kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sampah di wilayah Kota Pematangsiantar

salah satunya adalah usaha untuk mewujudkan Kota Pematangsiantar sebagai kota

yang bersih, sehat, rapi, dan indah sesuai dengan visi dan misinya.

Sejalan dengan aktivitas penduduk, sampah di Kota Pematangsiantar dapat

bersumber dari perdagangan, perindustrian, pemukiman, perkantoran, rumah

sakit, dan sebagainya sehingga jenis sampah yang timbul juga bervariasi. Pada

tahun 20฀3, Kota Pematangsiantar dengan jumlah penduduk 236.947 jiwa,

menghasilkan sampah sebanyak 587 m3/hari, dengan jumlah sampah yang

terangkut ke TPA sebanyak 493 m3/hari. Sehingga banyaknya sampah yang belum

terangkut ke TPA adalah 94 m3/hari. Jika dihitung per bulan, maka dapat

dipastikan timbulan sampah baik yang diangkut maupun yang tidak terangkut ke

TPA semakin banyak. Hal ini membuktikan bahwa salah satu masalah yang

sedang dihadapi oleh pemerintah Kota Pematangsiantar adalah masalah

pengelolaan sampah.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor ฀฀ Tahun

20฀2, pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari

hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah,

sampai ke hilir, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan

pengurangan dan penanganan sampah, pengurangan sampah meliputi kegiatan

pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang sedangkan kegiatan

penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan,

(15)

Secara umum untuk tingkat kota dalam usaha mengatasi masalah sampah

ada beberapa tahapan pengelolaan sampah yang baik untuk dilakukan, diantaranya

tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber, tahap pengangkutan

sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke tempat Pembuangan Akhir

(TPA) Sampah, dan tahap pemusnahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) Sampah yang dapat dilakukan dengan berbagai metode pemusnahan

sampah (Sumantri, 20฀0).

Pemusnahan sampah di TPA dapat dilakukan dengan metode yang tepat

tanpa menimbulkan dampak bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya,

sehingga terciptanya pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Sampah

dari seluruh wilayah di Kota Pematangsiantar pada akhirnya dibuang ke Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang terletak di Kelurahan Tanjung Pinggir

Kecamatan Siantar Martoba, dan pemerintah Kota Pematangsiantar telah

melakukan pemrosesan akhir sampah di TPA. Meskipun pengelolaan sampah

telah dilakukan di TPA, namun belum dapat dipastikan sepenuhnya apakah

metode yang digunakan sudah baik atau belum.

Berdasarkan hal itu, perlu dikaji dampak jenis sampah dan metode

pengelolaan sampah yang dilakukan di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah,

serta dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di lingkungan sekitar

(16)

฀. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah melihat sampah sebagai

konsekuensi dari adanya aktifitas manusia, maka volume sampah yang dihasilkan

suatu daerah sebanding dengan jumlah penduduk dan jenis aktivitasnya. Kota

Pematangsiantar merupakan salah satu kota terbesar kedua setelah Kota Medan di

Propinsi Sumatera Utara yang tergolong kota sedang dengan jumlah penduduk

yang padat. Semakin besar jumlah penduduk maka tingkat konsumsi terhadap

barang akan semakin besar, sebanding dengan volume sampah yang dihasilkan.

Semakin besar volume sampah, maka semakin beragam jenis sampah tersebut.

Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan pada

lingkungan dan gangguan bagi kesehatan manusia, antara lain gangguan estetika,

pencemaran lingkungan yang meliputi tercemarnya permukaan tanah, air, maupun

udara, tersumbatnya saluran air yang dapat menyebabkan banjir, bahaya

kebakaran, hingga meningkatnya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui

vektor penyakit. Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan baik dimulai dari

sumbernya hingga ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah agar tidak

menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kahidupan.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu luasnya permasalahan pengelolaan sampah, maka

masalah dibatasi dari jenis sampah yang terdapat di Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) Sampah, pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sampah yakni metode pengelolaan sampah yang digunakan, serta dampak yang

(17)

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang terdiri atas dampak terhadap lingkungan

dan kesehatan masyarakat.

D. Perumusan Masalah

Sesuai batasan masalah, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah

sebagai berikut :

฀. Apa saja jenis sampah yang terdapat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sampah Kota Pematangsiantar ?

2. Bagaimana metode pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sampah Kota Pematangsiantar ?

3. Bagaimana dampak pengelolaan sampah terhadap lingkungan di sekitar Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pematangsiantar ?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

฀. Mengetahui jenis sampah yang terdapat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sampah Kota Pematangsiantar.

2. Mengetahui metode pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Sampah Kota Pematangsiantar.

3. Mengetahui dampak pengelolaan sampah terhadap lingkungan di sekitar

(18)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain :

฀. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah Kota

Pematangsiantar dalam usaha menangani masalah sampah kota khususnya

pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.

2. Menambah wawsan bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah dalam bentuk

skripsi

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti dengan objek

(19)

฀A฀ V

HASIL PENELITIAN DAN PEM฀AHASAN

A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang

terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, serta menyebarkan angket pada masyarakat

yang berdomisili di Kelurahan Tanjung Pinggir. Sumber dari instansi yang

diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

Pematangsiantar dan Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar. Data yang

dikumpulkan di lapangan disajikan sebagai berikut:

1. Jenis Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA) Sampah Kota

Pematang Siantar

Setiap harinya aktivitas penduduk Kota Pematangsiantar yang bervariasi

menghasilkan timbulan sampah yang bervariasi pula sebagai konsekuensi dari

aktivitas tersebut. Timbulan sampah dengan komposisi yang beranekaragam dari

berbagai sumber menghasilkan jenis sampah yang beranekaragam pula.

Dalam bulan Januari hingga Desember tahun 2013, total timbunan sampah

di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah berjumlah 587 m3/hari atau sama

dengan 17.610 m3/bulan. Komposisi sampah menurut jenisnya di Kota

Pematangsiantar Tahun 2013 yang terdapat di TPAS didominasi oleh jenis

sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya yang terdiri dari

sampah organik dan sampah anorganik. Jenis sampah yang paling dominan

terdapat di TPAS adalah sampah organik basah yang terdiri dari sisa makanan,

(20)

sampah keseluruhan dan jenis sampah yang paling sedikit ditemui di TPAS adalah

jenis sampah kain dengan volume 18 m3/hari atau 3,2% dari jumlah sampah

keseluruhan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Komposisi Sampah Menurut Jenisnya di Kota Pematangsiantar Tahun 2014

No. Jenis Sampah Volume sm3/hari) Persentase s%)

1 Sampah Organik Basah (sisa makanan, sayuran, buah) 26฀ ฀฀,9

2 Kertas 71 12,1

฀umber: Kantor BLH Kota Pematangsiantar, 2014

Dari tabel 9 dapat dikatakan bahwa jenis sampah yang ada di TPAS setiap

harinya terdiri atas sampah organik yang terbagi lagi menjadi sampah organik

basah dan sampah organik kering, serta sampah anorganik. Dari total keseluruhan

sampah yang ada di TPAS yakni 587m3/hari, terdapat sampah organik basah

berupa sisa makanan, sayuran, dan buah berjumlah ฀฀,9%; sampah organik kering

berupa kertas, kayu, karet/kulit, dan kain berjumlah 25,1%; sampah anorganik

berupa plastik, logam, dan kaPa/gelas berjumlah 18,9%; serta sampah lainnya

berjumlah 11,1%.

Pada awal bulan Januari 201฀ hingga akhir bulan April 201฀, diketahui

volume rata-rata sampah yang diangkut ke TPAS berjumlah ฀00 m3/hari. Namun

belum dilakukan perhitungan khusus mengenai jenis sampah, karena hal tersebut

baru akan dilakukan pada akhir tahun mendatang oleh instansi terkait. Bila

(21)

TPAS pada tahun 2013, maka pada tahun 201฀ terjadi penurunan jumlah timbulan

sampah. Jenis sampah yang dihasilkan pada tahun 201฀ diperkirakan sama dengan

jenis sampah yang dihasilkan pada tahun 2013, hanya saja akan terdapat

perbedaan pada jumlah volume sampah tersebut.

Dari hasil observasi langsung dilapangan, jenis sampah yang terdapat di

TPAS didominasi oleh sampah organik basah yakni berbagai maPam sisa

makanan, sayuran, dan buah, berikutnya sampah organik kering seperti kertas,

kayu, kain, serta jenis sampah anorganik seperti sampah plastik, kaPa dan logam

juga mendominasi timbunan sampah di TPAS. Di TPAS Kota Pematangsiantar

tidak terdapat jenis limbah B3, karena jenis limbah tersebut harus dikelola sePara

khusus dan tidak dapat diPampurkan dengan sampah kota biasa.

(22)

2. Metode Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA)

Sampah

Metode pengelolaan sampah yang di terapkan pemerintah di TPAS Kota

Pematangsiantar adalah metode control landfill atau pengurugan berlapis

terkendali. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa metode yang diterapkan

TPAS ini belum sepenuhnya memenuhi persyaratan metode control landfill itu

sendiri, dimana penutupan sampah yang dilakukan dengan menggunakan tanah

yang seharusnya dilakukan 1 kali dalam 7 hari hanya dilakukan dalam jangka

waktu 1 kali dalam 1 bulan dengan ketinggian tanah 30Pm. Sehingga sampah

yang tertumpuk akan menggunung dan metode yang diterapkan di TPAS ini akan

terlihat seperti metode open dumping atau pembuangan terbuka. Dengan demikian

metode yang diterapkan di TPAS ini masih belum sesuai dengan ketentuan yang

diberlakukan dalam pelaksanaan metode control landfill.

Lahan TPA Kota Pematangsiantar terbagi atas 2 zona, yakni zona aktif dan

zona non aktif. Zona aktif merupakan zona yang masih digunakan untuk

pengelolaan sampah dengan luas 1,5 Ha, sedangkan zona tidak aktif merupakan

zona bekas pengelolaan sampah yang sudah tidak difungsikan, namun suatu saat

dapat digunakan kembali untuk pengelolaan sampah. Dalam perenPanaan

pemerintah, zona aktif dibagi menjadi 8 blok dengan tujuan pengelolaan sampah

pada setiap blok mulai dari pembuangan sampah oleh truk sampai pada

pengolahan masing-masing jenis sampah, namun pada pelaksanaan dilapangan

hanya terdapat ฀ blok. Meskipun telah ada pembagian blok, namun di TPAS ini

(23)

Sampah yang diangkut ke TPAS oleh truk pengangkut dibuang pada zona

aktif di blok ฀. Sementara itu blok 1, blok 2, dan blok 3 tidak diterapkan

pengelolaan sampah, pada ketiga blok ini hanya terdapat jenis sampah plastik

kering yang diterbangkan oleh angin dan tidak ada perlakuan khusus pada ketiga

blok ini. Untuk lebih jelasnya, pembagian blok didalam TPAS dapat dilihat pada

gambar 6 dibawah ini.

Gambar 7. Zona Aktif TPAS yang Terdiri dari 4 ฀lok

Dimulai dari pengumpulan sampah, pengangkutan, hingga pembuangan ke

TPAS tidak ada proses maupun upaya pemilahan sampah. Oleh sebab itu,

sampah-sampah di TPAS dibuang dan ditumpuk untuk kemudian dipilah-pilah

oleh pemulung dengan tujuan khusus sebagai sumber penghasilan.

(24)

Cara pengisian sampah di TPAS dilakukan sePara langsung oleh truk-truk

pengangkut sampah, kemudian penimbunan sampah dilakukan dengan Para

mendorong sampah ke jurang yang berada tepat di tepi TPAS dengan

menggunakan alat berat yakni bull dozer. Hal ini dimaksudkan untuk pemerataan

lahan dan kestabilan permukaan TPAS. Dengan Para demikian, sePara tidak

langsung jurang dengan ketinggian 300 meter akan tertimbun oleh sampah.

Penyemprotan juga dilakukan di TPAS ini setiap 1 kali dalam 6 bulan untuk

mengatasi permasalahan lalat yang timbul akibat sampah. Tidak ada pembakaran

sampah di TPAS, jadi TPAS Kota Pematangsiantar adalah TPAS yang bebas

asap.

Gambar 9. Pendorongan Sampah Ke Jurang Dengan Menggunkan ฀ull Dozer Tahun 2014

Instansi terkait juga melakukan penanganan timbunan sampah di Kota

Pematangsiantar pada tahun 2013 dalam satuan m3/bulan sebagai berikut :

a. Diangkut ke TPAS berjumlah 1฀.790 m3/bulan atau 83,99 %

(25)

1) Kompos (Organik) berjumlah 1.620 m3/bulan atau 9,20 %

2) Daur Ulang berjumlah ฀50 m3/bulan atau 2,55 %

P. Tidak Terangkut ke TPAS berjumlah 750 m3/bulan atau ฀,26 %

Penanganan sampah dilakukan agar mengurangi jumlah dan jenis sampah

yang akan diangkut dan dikelola di TPAS. Hal ini diupayakan oleh Badan

Lingkungan Hidup (BLH) agar masyarakat Kota Pematangsiantar terbiasa untuk

mengolah sampah yang mereka hasilkan sendiri untuk kembali dimanfaatkan,

baik berupa kompos maupun daur ulang. Sehubungan dengan upaya ini, BLH

juga meyediakan komposter sebagai alat mengolah kompos Pair dan kompos

padat bagi setiap masyarakat yang ingin mengolah sampahnya. Dalam upaya

mengurangi jumlah sampah yang akan diangkut ke TPAS, BLH juga menerapkan

daur ulang sampah-sampah anorganik yang dikreasikan menjadi tas dan dompet

seperti yang diterapkan di sekolah SMA negeri dan MTS/N Kota

Pematangsiantar, serta membuka 2 bank sampah masyarakat, yakni bank sampah

nuri dan bank sampah sitalasari.

(26)

Pemanfaatan sampah di TPAS terdiri dari pemilahan sampah anorganik

seperti plastik oleh pemulung untuk kemudian diolah. Hal tersebut dimanfaatkan

sebagai sumber mata penPaharian pemulung yang juga merupakan masyarakat

yang tinggal di Kelurahan Tanjung Pinggir. Sedangkan pemanfaatan sampah

organik/sampah basah untuk pembuatan kompos yang dilakukan dengan Para

pembusukan sePara alamiah untuk kemudian dijual oleh pemilik lahan TPAS

yakni pihak swasta.

Gambar 11. Tempat Pengomposan dan Kompos yang Siap Dijual Tahun 2014

Aktivitas pemulung di TPAS Kota Pematangsiantar untuk memilah-milah

dan mengumpulkan sampah-sampah anorganik khususnya dari jenis plastik sangat

bermakna untuk menekan jumlah sampah di TPAS. Selain itu, pemulung maupun

masyarakat yang memiliki ternak juga memanfaatkan sampah organik dari TPAS

(27)

3. Dampak Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan di Sekitar Tempat

Pembuangan Akhir sTPA) Sampah

Dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS terhadap

lingkungan sekitarnya terdiri atas dampak positif dan dampak negatif, antara lain

sebagai berikut:

a. Dampak Positif

Dampak positif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS

yakni:

1) Sampah anorganik dapat dimanfaatkan oleh pemulung sebagai mata

penPaharian yakni daur ulang. Hal ini juga sekaligus dapat mengurangi

jumlah sampah di TPAS

2) karena adanya usaha pemanfaatan kembali sampah anorganik oleh

pemulung.

3) Sampah organik (basah dan kering) dimanfaatkan kembali oleh pengelola

TPAS untuk pembuatan kompos yang nantinya akan dijual dan hasil dari

penjualan kompos dimanfaatkan kembali oleh pemilik lahan TPAS. Hal

ini sekaligus dapat mengurangi jumlah sampah di TPAS.

฀) Sampah organik basah seperti sisa-sisa makanan, sayuran, maupun buah

dapat dimanfaatkan pemulung dan masyarakat di sekitar TPAS sebagai

(28)

b. Dampak Negatif

Dampak negatif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS

yakni:

1) Dampak Terhadap Lingkungan

a) Gangguan Estetika

Sampah yang diangkut oleh truk pengangkut sampah pada akhirnya

dibuang pada zona aktif TPAS yang sePara langsung pembuangan sampah

tersebut akan menghasilkan gunungan sampah karena ditumpuk pada satu tempat.

Hal ini menimbulkan kesan pandangan yang tidak baik, karena apabila sampah

yang ditumpuk setelah truk pengangkut menumpahkan sampah di TPAS tidak

segera diatasi, maka sampah-sampah tersebut akan semakin menggunung.

Dari hasil observasi lapangan, gangguan estetika hanya terlihat di sekitar

TPAS, yakni pada radius 0-500m. Ketika melintasi TPAS, maka sePara langsung

akan terlihat sampah yang masih menggunung.

Selain itu gangguan estetika juga ditimbulkan dari PePeran sampah yang

berasal dari truk pengangkut sampah yang melintasi jalan utama Kelurahan

Tanjung Pinggir. Sebagian besar pada pinggiran jalan yang dilalui truk

pengangkut sampah setiap harinya adalah rumah-rumah penduduk khususnya

Kelurahan Tanjung Pinggir. Dikatakan sangat terganggu apabila PePeran sampah

terjadi setiap kali truk sampah melintas yakni 2 kali dalam satu hari, dikatakan

terganggu apabila PePeran sampah terjadi hanya 1 kali dalam satu hari, dan

dikatakan tidak terganggu apabila tidak ada PePeran sampah dalam satu hari. Dari

98 jiwa penduduk yang tinggal di sekitar TPAS sebagai responden, diperoleh

(29)

Tabel 10. Gangguan Estetika ฀erasal Dari Ceceran Sampah Truk Pengangkut Sampah Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)

Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu

Dari tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa dampak terhadap estetika yang

disebabkan oleh sampah yang terPePer dari truk pengangkut sampah ini dirasakan

terganggu oleh 66 jiwa penduduk atau 67,฀% dari jumlah total responden sePara

keseluruhan. CePeran sampah ini disebabkan oleh jarak tempuh perjalanan truk

hingga 2000m ke TPAS sehingga kePepatan jalannya truk tersebut akan

mempengaruhi terPePernya sampah didalam truk pengangkut yang diterbangkan

oleh angin, terutama apabila truk yang terisi sampah tidak ditutup dengan jaring

penutup.

Penduduk merasa terganggu dengan PePeran sampah yang berasal dari truk

pengangkut sampah yang tidak memiliki jaring penutup yang jatuh di pinggir

jalan sebelum sampai di TPAS hingga radius 2000m. Tidak jarang sampah

organik basah, sampah dedaunan dan batang pohon, sampah plastik terjatuh

dipinggir jalan yang tidak disadari oleh petugas pengangkut, dapat mengganggu

estetika dan sampah tersebut menghasilkan polutan yang menimbulkan bau busuk

(30)

Gambar 12. Ceceran Sampah di Pinggir Jalan Pdt. J. Wismar Saragih Tahun 2014

Dari hasil observasi, gangguan estetika juga ditimbulkan dari adanya

PePeran sampah yang berasal dari tiupan angin, namun hal ini hanya terjadi di

dalam lokasi TPAS dan tidak mengganggu hingga ke pemukiman penduduk.

Sampah-sampah anorganik seperti kantong plastik yang terdapat di TPAS akan

sangat mudah diterbangkan oleh angin. Namun sampah-sampah ini tidak sampai

melewati batas lahan TPAS.

b) Dampak Terhadap Udara

Proses dekomposisi atau pembusukan sampah terutama sampah organik

basah akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk seperti

gas metan. Dari hasil observasi lapangan, bau busuk yang dihasilkan sampah di

TPAS masih dapat dirasakan di sekitar TPAS yakni pada radius 0-500m. Pada

saat pembongkaran sampah dan pembuangan sampah dari truk ke lahan TPAS

akan menimbulkan bau busuk, karena proses tersebut dilakukan pada siang hari

yang menyebabkan gas-gas tertentu terutama gas metan meluap dan menPemari

udara.

Bau busuk dikatakan sangat mengganggu apabila bau tersebut dirasakan 1

(31)

hanya pada saat-saat tertentu, dikatakan tidak mengganggu apabila bau tersebut

tidak dirasakan sama sekali.

Tabel 11. Polutan ฀au ฀usuk yang Dirasakan Oleh Penduduk di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)

Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu

55,1% dari total sampel penduduk yang tinggal di sekitar TPAS merasa terganggu

dengan bau busuk yang berasal dari sampah di TPAS. Meskipun bau busuk yang

dirasakan mengganggu penduduk di sekitar TPAS, namun bau busuk yang timbul

ini tidak setiap saat dirasakan, hanya tergantung pada waktu siang hari, setelah

hujan, arah angin berhembus, serta pada saat pembongkaran sampah maka bau

busuk akan sangat dirasakan mengganggu oleh penduduk, dimana gas metan akan

meluap dan akan diterbangkan angin sehingga bau busuk akan terasa pada radius

lebih dari 500m, yakni hingga radius 2000m ke pemukiman penduduk.

c) Dampak Terhadap Air

Sampah yang ditimbun di TPAS akan menghasilkan Pairan lindi atau

dikenal juga dengan istilah Pairan leachate yang akan merembes kedalam tanah.

Proses rembesan air lindi tersebut akan semakin Pepat mengalir kedalam tanah

terutama pada saat musim hujan. Hal ini dikhawatirkan akan menPemari

(32)

Untuk mengantisipasi timbulnya penPemaran air, maka instansi terkait

membuat 2 unit sumur pantau, yang berfungsi untuk mengontrol Pairan lindi agar

tidak menPemari permukaan air tanah. Gambar sumur pantau dapat dilihat pada

gambar 12 berikut ini.

Gambar 13. Salah Satu Sumur Pantau Air Lindi di TPAS Tahun 2014

Pada awal tahun 201฀ Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

Pematangsaintar telah mengambil sampel air lindi pada sumur pantau yang berada

di TPAS untuk diuji di laboratorium dengan parameter fisik yakni suhu dan

parameter kimia anorganik. Uji laboratorium air lindi dengan parameter suhu

menyebutkan bahwa suhu yang dihasilkan adalah 25,70C. Baku mutu suhu untuk

limbah Pair adalah 380C. Dengan demikian suhu yang dihasilkan oleh Pairan lindi

di TPAS tidak menPemari lingkungan karena masih berada dibawah baku mutu.

Pengukuran kimia anorganik juga dilakukan. Hasil pengukuran tersebut dapat

dilihat pada tabel 12 sebagai berikut.

Tabel 12. Hasil Pengukuran Kimia Anorganik Pada Cairan Lindi Sumur Pantau TPAS Tahun 2014

(33)

2 Amoniak bebas (NH3N) 1 mg/l 0,02112 mg/l

3 Timbal (Pb) 0,1 mg/l 0,0฀317 mg/l

฀ Sianida (CN) 0,05 mg/l 0,00฀ mg/l

5 Nitrat 2 mg/l 0,3 mg/l

฀umber: BLH Kota Pematangsiantar, 2014

Dari tabel 12, dapat diketahui bahwa 5 parameter bahan kimia anorganik

yang terdapat pada Pairan lindi adalah tidak melewati baku mutu. Artinya Pairan

lindi yang dihasilkan oleh tumpukan sampah di TPAS tidak menPemari

permukaan air tanah. Hal ini diperkuat dengan lokasi TPAS yang berada di tepi

jurang, dan aliran air lindi diarahkan hingga pada dasar jurang yang dibawahnya

terdapat aliran sungai.

d) Dampak Terhadap Tanah

Sampah yang telah lama tertimbun pada sebuah lahan pastinya akan

mempengaruhi kualitas tanah tersebut. Sampah organik dan sampah yang

mengandung Bahan Buangan Berbahaya (B3) akan dengan mudah menPemari

tanah. Namun, di TPAS Kota Pematangsiantar tidak terdapat buangan sampah B3,

jadi dapat dipastikan tanah tidak akan terPemar oleh bahan beraPun tersebut.

Dampak negatif terhadap tanah dapat terjadi pada lahan yang ditumpuk

sampah organik dalam waktu yang sangat lama dan membutuhkan waktu yang

sangat lama pula untuk proses pemulihannya, namun dampak ini hanya akan

terjadi pada lahan setempat saja dan tidak sampai menyebar luas ke lahan lainnya.

Pada radius 200m dari lahan tempat ditumpuknya sampah, lahan masih dapat

ditanami beberapa jenis tumbuhan seperti pohon pepaya dan pohon pisang untuk

dikonsumsi, serta pohon kelapa sebagai peneduh oleh pihak pengelola.

Tanah yang terdapat di lahan TPAS berwarna Poklat kehitaman dengan

(34)

menurut pengamatan, kualitas fisik tanah tersebut Pukup baik. Jadi dampak

negatif yang mengganggu kualitas tanah pada lahan TPAS hanya terjadi pada

lahan yang telah tertumpuk sampah organik dalam waktu yang sangat lama yakni

pada zona aktif blok ke-฀.

2) Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat

a) Perkembangbiakan Vektor Penyakit

Sampah akan menimbulkan vektor atau perantara penyakit, antara lain

lalat, tikus, serta nyamuk. MunPulnya vektor-vektor penyakit tersebut akan

dikatakan sangat mengganggu apabila munPulnya vektor penyakit sampai

menimbulkan penyakit terhadap kesehatan masyarakat, dikatakan mengganggu

apabila muPulnya vektor penyakit tidak sampai menimbulkan penyaki, dan

dikatakan tidak menggangu apabila vektor penyakit tidak munPul sama sekali.

Lalat dan tikus dapat menimbulkan masalah penPernaan seperti diare pada

kesehatan masyarakat. Nyamuk dapat menimbulkan insiden penyakit demam

berdarah.

Tabel 13. Munculnya Lalat Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk Di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekunsi sJiwa)

Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu

Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa 75,5% dari total responden atau 7฀

(35)

di TPAS. Hal ini didominasi oleh penduduk yang tinggal pada radius 0-500m dari

TPAS.

MunPulnya tikus juga dirasa mengganggu oleh ฀5 jiwa penduduk atau

฀5,9% dari total responden yang tinggal di sekitar TPAS yang didominasi pada

penduduk yang tinggal di radius 0-500m dari TPAS. Berikut disajikan pada tabel

1฀.

Tabel 14. Munculnya Tikus Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk Di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPA smeter) Frekuensi sJiwa)

Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu

MunPulnya lalat dan tikus memang dirasa mengganggu bahkan sangat

mengganggu oleh penduduk yang tinggal di sekitar TPAS, namun hal tersebut

tidak berpengaruh terhadap kesehatan. Masalah penPernaan seperti diare/sakit

perut yang disebabkan oleh vektor penyakit seperti lalat dan tikus tersebut hanya

dirasakan oleh 8 jiwa penduduk atau hanya 9,2% dari total responden. 8 jiwa

penduduk mengalami insiden sakit perut atau masalah penPernaan lebih dari 1 kali

atau dengan kata lain sering mengalami sakit tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 15 berikut ini.

Tabel 15. Masalah Pencernaan Seperti Diare/Sakit Perut yang Dialami Masyarakat yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)

(36)

2 >500 – 1000 1 0 16

Selain vektor penyakit seperti lalat dan tikus, sampah juga menimbulkan

vektor penyakit lainnya yakni nyamuk. Nyamuk dapat mengalami

perkembangbiakan dari sampah anorganik yang menumpuk seperti sampah kaleng

maupun ban bekas yang terisi air hujan. Dalam tabel 16 dibawah ini disajikan

jawaban responden mengenai gangguan nyamuk disekitar tempat tinggal.

Tabel 16. Munculnya Nyamuk Pada Lingkungan Tempat Tinggal Masyarakat Di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)

Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu

Tabel 16 diatas menjelaskan bahwa munPulnya nyamuk dirasakan

mengganggu oleh 66 jiwa penduduk atau 67,3% dari total responden, dan

dirasakan sangat menganggu oleh 13 jiwa penduduk atau 13,3% dari total

responden. Jawaban tersebut didominasi oleh penduduk yang tinggal pada radius

0-500m dari TPAS.

MunPulnya vektor penyakit akan dirasakan sangat mengganggu apabila

sampai menimbulkan penyakit terhadap kesehatan masyarakat. Meskipun

munPulnya nyamuk dirasakan mengganggu oleh penduduk, namun hal hanya

dirasakan mengganggu kesehatan oleh sebagian kePil dari total responden. Hanya

(37)

hanya 2 jiwa penduduk yang lebih dari 1 kali mengalami sakit demam berdarah.

Dengan kata lain hanya 9,2% dari total responden yang pernah mengalami sakit

demam berdarah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 17 dibawah ini.

Tabel 17. Insiden Sakit Demam ฀erdarah yang Dialami Masyarakat yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)

Lebih Dari 1 Kali Hanya 1 Kali Tidak Pernah

1 0 – 500 2 5 29

Dampak pengelolaan sampah terhadap kesehatan masyarakat juga dapat

dilihat dari adanya gangguan psikomatis seperti stres dan insomnia/susah tidur,

serta gangguan pernapasan yakni sesak napas. Penduduk yang mengalami

gangguan psikomatis yakni stres dan insomnia/susah tidur lebih dari satu kali

berjumlah 15 jiwa penduduk atau hanya 15,3% dari total responden. Sedangkan

jawaban didominasi oleh 82 orang penduduk atau 83,7% menjawab tidak pernah

mengalami gangguan psikomatis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 18

dibawah ini.

Tabel 18. Gangguan Psikomatis yang Dialami Penduduk yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPA smeter) Frekuensi sJiwa)

Lebih Dari 1 Kali Hanya 1 Kali Tidak Pernah

1 0 – 500 9 0 27

2 >500 – 1000 0 0 17

3 >1000 – 1500 ฀ 0 17

฀ >1500 – 2000 2 1 21

(38)

Persentase s%) 15,3 1.0 83,7 ฀umber: Data Primer Olahan, 2014

Penduduk yang mengalami gangguan pernapasan seperti sesak napas lebih

dari satu kali berjumlah 11 jiwa penduduk atau hanya 11,2% dari total responden.

Sedangkan jawaban didominasi oleh 87 jiwa penduduk atau 88,8% menjawab

tidak pernah mengalami gangguan pernapasan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel 19 dibawah ini.

Tabel 19. Gangguan Pernapasan yang Dialami Penduduk yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014

No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)

Lebih Dari 1 Kali Hanya 1 Kali Tidak Pernah

1 0 – 500 8 0 28

Berdasarkan hasil penelitian, maka dilakukan pembahasan sebagai berikut:

1. Jenis Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA) Sampah Kota

Pematangsiantar

Sampah di Kota Pematangsiantar berasal dari aktivitas penduduk yang

(39)

rumah sakit, dan sebagainya. Dengan keragaman aktivitas penduduk tersebut,

maka akan menimbulkan sampah dengan jenis yang bervariasi pula. Jenis sampah

di TPAS Kota Pematangsiantar pada perhitungan tahun 2013 adalah jenis sampah

berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya yang terdiri dari sampah

organik yang terdiri atas sampah organik basah dan organik kering, dan sampah

anorganik.

Jenis sampah yang ada di TPAS terdiri atas sampah organik yang terbagi

lagi menjadi sampah organik basah dan sampah organik kering, serta sampah

anorganik. Dari total keseluruhan sampah yang ada di TPAS yakni 587m3/hari,

terdapat sampah organik basah berupa sisa makanan, sayuran, dan buah berjumlah

฀฀,9%; sampah organik kering berupa kertas, kayu, karet/kulit, dan kain

berjumlah 25,1%; sampah anorganik berupa plastik, logam, dan kaPa/gelas

berjumlah 18,9%; serta sampah lainnya berjumlah 11,1%.

Pada awal bulan Januari hingga akhir bulan April 201฀, diketahui volume

rata-rata sampah yang diangkut ke TPAS berjumlah ฀00 m3/hari. Namun belum

dilakukan perhitungan khusus mengenai jenis sampah, karena hal tersebut baru

akan dilakukan pada akhir tahun mendatang oleh instansi terkait yakni Dinas

Kebersihan dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pematangsiantar. Jenis

sampah yang dihasilkan pada tahun 201฀ akan sama dengan jenis sampah yang

dihasilkan pada tahun 2013, hanya saja akan terdapat perbedaan jumlah volume

sampah tersebut. Di TPAS Kota Pematangsiantar tidak terdapat jenis limbah B3,

karena jenis limbah tersebut harus dikelola oleh suatu badan khusus dan tidak

(40)

2. Metode Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA)

Sampah

Metode pengelolaan sampah yang di terapkan di TPAS Kota

Pematangsiantar adalah metode Control Landfill atau pengurugan berlapis

terkendali. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa metode yang diterpakan

TPAS ini belum sepenuhnya memenuhi persyaratan metode control landfill itu

sendiri, dimana penutupan sampah yang dilakukan dengan menggunakan tanah

yang seharusnya dilakukan 1 kali dalam 7 hari hanya dilakukan dalam jangka

waktu 1 kali dalam 1 bulan dengan ketinggian tanah 30Pm. Sehingga sampah

yang tertumpuk akan menggunung dan metode yang diterapkan di TPAS ini akan

terlihat seperti metode open dumping atau pembuangan terbuka, dan hal tersebut

diperjelas dengan masih terdapatnya gunungan sampah dan pembuangan sampah

langsung didorong menggunakan bull dozer ke jurang sebagai tempat

penampungan sampah. Dengan demikian metode yang diterapkan di TPAS ini

masih belum sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan dalam pelaksanaan

metode control landfill.

Dalam pengelolaannya, lahan TPAS Kota Pematangsiantar dibagi atas 2

zona, yakni zona aktif dan zona non aktif. Zona aktif merupakan zona yang masih

digunakan untuk pengelolaan sampah dengan luas 1,5 Ha yang terdiri atas ฀ blok,

sedangkan zona tidak aktif merupakan zona bekas pengelolaan sampah yang

sudah tidak difungsikan, namun suatu saat dapat digunakan kembali untuk

pengelolaan sampah.

Meskipun pembagian lahan di TPAS telah tertata, namun pemanfaatan

(41)

pemilahan sampah. Dimulai dari pengumpulan sampah, pengangkutan, hingga

pembuangan ke TPAS tidak ada proses maupun upaya pemilahan sampah. Cara

pengisian sampah di TPAS dilakukan sePara langsung oleh truk-truk pengangkut

sampah, kemudian penimbunan sampah dilakukan dengan Para mendorong

sampah ke jurang yang berada tepat di tepi TPAS dengan menggunakan alat berat

yakni bull dozer dan tidak ada pembakaran sampah di TPAS.

Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah telah tersedia di TPAS Kota

Pematangsiantar yakni saluran drainase, 2 buah sumur pantau, 1 buah bak lindi, 1

unit pos jaga, serta alat-alat berat. Penyemprotan juga dilakukan di TPAS ini

setiap 1 kali dalam 6 bulan untuk mengatasi permasalahan lalat yang timbul.

3. Dampak Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan di Sekitar Tempat

Pembuangan Akhir sTPA) Sampah

Sampah yang tertumpuk dalam jangka waktu yang lama akan

menghasilkan dampak yakni gas metan sebagai sumber bau busuk dan

menghasilkan berbagai vektor penyakit. Dampak dari pengelolaan sampah di

TPAS Kota Pematangsiantar ada yang positif dan ada juga yang negatif, antara

lain:

a. Dampak Positif

Dampak positif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS Kota

Pematangsiantar yakni:

1) Sampah anorganik dapat dimanfaatkan oleh pemulung sebagai mata

(42)

sampah di TPAS karena adanya usaha pemanfaatan kembali sampah

anorganik oleh pemulung.

2) Sampah organik (basah dan kering) dimanfaatkan kembali oleh pengelola

TPAS untuk pembuatan kompos yang nantinya akan dijual dan hasil dari

penjualan kompos dimanfaatkan kembali oleh pemilik lahan TPAS. Hal ini

sekaligus dapat mengurangi jumlah sampah di TPAS.

3) Sampah organik basah seperti sisa-sisa makanan, sayuran, maupun buah

dapat dimanfaatkan pemulung dan masyarakat di sekitar TPAS sebagai

pakan ternak.

b. Dampak Negatif

Dampak negatif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS Kota

Pematangsiantar yakni:

1) Gangguan Estetika

Gangguan estetika hanya terlihat di sekitar TPAS, yakni pada radius

0-500m. Ketika melintasi TPAS, maka sePara langsung akan terlihat sampah yang

masih menggunung. Meskipun gunungan sampah yang ditimbun tidak terlalu

tinggi, namun apabila tidak diatasi dengan segera akan menimbulkan gangguan

estetika yang lebih serius. Selain itu gangguan estetika juga ditimbulkan dari

PePeran sampah yang berasal dari truk pengangkut sampah yang melintasi jalan

utama Kelurahan Tanjung Pinggir juga dirasa mengganggu oleh 66 jiwa

penduduk. Hal tersebut disebabkan oleh truk pengangkut sampah yang tidak

memiliki jaring penutup sampah.

(43)

Proses pembusukan sampah terutama sampah organik akan menghasilkan

gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk seperti gas metan. Polutan yang

menghasilkan bau busuk timbul akibat penutupan sampah yang tidak

dilaksanakan dengan baik. Dari hasil observasi lapangan, bau busuk yang

dihasilkan sampah di TPAS masih dapat dirasakan di sekitar TPAS yakni pada

radius 0-500m. Bau busuk akan lebih kuat dirasakan pada siang hari saat

pembongkaran sampah dan pada saat setelah turun hujan akan terjadi penguapan

gas metan. Terdapat 5฀ jiwa penduduk yang merasa terganggu dengan adanya bau

busuk tersebut. Proses dekomposisi sampah di TPAS sePara kontinu akan

berlangsung dan dalam hal ini sePara langsung akan menPemari udara serta

mendorong terjadinya emisi gas rumah kaPa (Green House Gases) yang

mengakibatkan pemanasan global (global warming), disamping efek yang

merugikan terhadap kesehatan masyarakat.

3) Dampak Terhadap Air

Sampah yang ditimbun di TPAS akan menghasilkan Pairan lindi atau

dikenal juga dengan istilah Pairan leachate yang akan merembes kedalam tanah.

Proses rembesan air lindi tersebut akan semakin Pepat mengalir kedalam tanah

terutama pada saat musim hujan. Hal ini dikhawatirkan akan menPemari

permukaan air tanah yang juga kemudian akan menPemari sumur penduduk.

Namun setelah dilakukan uji laboratorium pada sampel air limbah di sumur

pantau, diperoleh hasil bahwa 5 parameter bahan kimia anorganik yang terdapat

pada Pairan lindi adalah tidak melewati baku mutu. Artinya Pairan lindi yang

dihasilkan oleh tumpukan sampah di TPAS tidak menPemari permukaan air tanah.

(44)

lindi diarahkan hingga pada dasar jurang dan terdapat sebuah aliran sungai.

Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan Para pembuangan sampah yang

dilakukan dengan mendorong sampah ke jurang suatu saat bisa menPemari aliran

sungai dibawahnya maupun aliran permukaan air tanah pada beberapa tahun

mendatang dan hal ini perlu menjadi perhatian.

4) Dampak Terhadap Tanah

Dampak negatif terhadap tanah dapat terjadi pada lahan yang ditumpuk

sampah organik dalam waktu yang sangat lama dan membutuhkan waktu yang

sangat lama pula untuk proses pemulihannya, namun dampak ini hanya akan

terjadi pada lahan setempat saja dan tidak sampai menyebar luas ke lahan lainnya.

Pada radius 200 meter dari lahan tempat ditumpuknya sampah, lahan masih dapat

ditanami pohon pepaya dan pohon pisang oleh pihak pengelola. Jadi dampak

negatif yang mengganggu kualitas tanah pada lahan TPAS hanya terjadi pada

lahan yang telah tertumpuk sampah organik dalam waktu yang sangat lama.

5) Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat

Masyarakat merasakan dampak terhadap kesehatan akibat dari pengelolaan

sampah yang kurang baik, antara lain menjadikan sampah sebagai tempat

perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat atau tikus yang menimbulkan

masalah penPernaan, serta vektor penyakit seperti nyamuk yang menimbulkan

penyakit demam berdarah. Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan

psikomatis seperti stres dan insomnia/susah tidur serta gangguan pernapasan

seperti sesak napas. Meskipun demikian, dampak terhadap kesehatan masyarakat

hanya dirasakan oleh sebagian kePil penduduk yang menjadi responden. Selain itu

(45)

menjadikan siklus hidup lalat dari telur menjadi larva telah berlangsung sebelum

penutupan dilaksanakan. Suprapto (2005:32) menyebutkan gangguan akibat lalat

umumnya dapat ditemui sampai radius 1-2 km dari lokasi TPAS. Oleh sebab itu,

dampak ini juga masih dapat dirasakan oleh penduduk yang tinggal hingga radius

2000m dari TPAS. Hal tersebut membuktikan bahwa dampak pengelolaan sampah

(46)

฀8

฀AFTAR PUSTAKA

Aswars Azrul. 1996. ฀engantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Blacks J. A dan Champions D. J. 2009. Metode dan Masalah ฀enelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Chandras Budiman. 2012. ฀engantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hadis Sudharto P. 2005. Aspek Sosial Amdal. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kriyantonos Rachmat. 200฀. Teknik ฀raktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Maniks K. E. Sontang. 2009. ฀engelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan. Meirinda. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Udara dalam

Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008. Tesis. Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Mulyono. 2014. Membuat MOL dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga.

Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Neolakas Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugrahas Adrian. 2009. Menyelamatkan Lingkungan Hidup dengan ฀engelolaan Sampah. Bekasi: Cahaya Pustaka Raga.

Putris Shinta Dewi. 2012. Hubungan Antara Komponen Rumah dan Jarak Rumah Terhadap Kadar SO2 Dalam Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(47)

฀9

Rizkis Haidi. 2012. Pengelolaan Limbah Padat Dikawasan Kampung Baru Pada Aliran Sungai Deli. Skripsi). Medan: Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan.

Slamets J. Soemirat. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Suciptos C. Dani. 2012. Teknologi ฀engolahan Daur Ulang Sampah. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Sumantris H. Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana.

Suprapto. 2005. Dampak Masalah Sampah Terhadap Kesehatan Masyarakat.

Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia, (Online)s Volume 1. Nomor 2s (http://repository.usu.ac.id/handle/123456฀89/15366\s diakses 23 Maret 2014).

Suryatis Happy. 2003. Studi Sistem Pengelolaan Sampah Di Kota Bandar Lampung. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Suwerdas Bambang. 2012. Bank Sampah. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Suyono. 2014. ฀encemaran Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gambar

Tabel 9. Komposisi Sampah Menurut Jenisnya di Kota Pematangsiantar
Gambar 6. Sampah di TPAS Kota Pematangsiantar
Gambar 8. Pembuangan Sampah Dari Truk Pengangkut Sampah
Gambar 9. Pendorongan Sampah Ke Jurang Dengan Menggunkan ฀ull
+7

Referensi

Dokumen terkait

SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHfR SAMPAH CIPAYUNG MELALUI PENGUATAN KEMAMPUAN MASYARAKAT. DALAM PEMELIHARAAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa jenis sampah organik, yaitu; sampah dan pasar, sampah rumah tangga, sam- pah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada

Jenis telur cacing yang ditemukan dan hasil identifikasi pada feses sapi yang digembalakan di sekitar tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Tamangapa Makassar dengan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui kualitas airtanah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Desa Semali Kecamatan

Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Personal Hygiene dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap Keluhan Kesehatan pada Pemulung di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa jenis sampah organik, yaitu; sampah dan pasar, sampah rumah tangga, sam- pah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada

Skripsi ini disusun sebagai laporan akhir dari penelitian yang berjudul “Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah : Studi Kasus di TPA

Bahaya penularan penyakit yang dibawah oleh lalat terhadap warga RT 23 dan RT 24 yang memilki rumah di area Tempat Pembuangan Sampah Air Sebakul Kota