DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH TERHADAP
LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN
AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA PEMATANGSIANTAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian PeersyaratanMemperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
GIOVANNI SILVIANA GULTOM 3103131022
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
BSTRS
Giovanni Silviana Gultom, NIM 3103131022. Dampak Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pematangsiantar. Skripsi, Jurusan Pendidikan Geografi FIS Unimed, 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) jenis sampah yang terdapat di TPAS, (2) metode pengelolaan sampah di TPAS, (3) dampak pengelolaan sampah terhadap lingkungan di sekitar TPAS Kota Pematangsiantar.
Penelitian ini dilaksanakan di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Kota Pematang Siantar. Jumlah populasi daerah ini terbatas maka populasi sekaligus dijadikan sampel. Diambil secara representatif dari penduduk yang berdomisili di Kelurahan Tanjung Pinggir dengan jumlah 98 jiwa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan teknik observasi langsung, teknik komunikasi tidak langsung dan studi dokumentasi. Teknik analisis datanya secara deskriptif.
AFTAR ISI
BABIII METOOLOGI PENELITIAN ... 29
A. Lokasi Penelitian... 29
B. Populasi dan Sampel... 29
C. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 30
D. Teknik Pengumpulan Data... 31
BAB IV ESKRIPSI AERAH PENELITIAN ... 33
A. Kondisi Fisik... 33
B. Kondisi Non Fisik... 3
BAB V HASIL PENELITIAN AN PEMBAHASAN ... 47
A. Hasil Penelitian ... 4
B. Pembahasan... 6
BAB VI KESIMPULAN AN SARAN... 74
A. Kesimpulan... 4
B. Saran... 6
AFTAR PUSTAKA... 78
LAMPIRAN... 80
AFTAR TABEL
No Uraian Hal
1. Sungai Utama di Kota Pematangsiantar... 36
2. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis dan Suku di Kelurahan Tanjung Pinggir ... 38
3. Banyaknya Sekolah, Ruang Belajar, Murid, dan Guru Pada Setiap Tingkat Pendidikan di Kelurahan Tanjung Pinggir... 3
4. Banyaknya Sarana Prasarana Kesehatan di Kecamatan Siantar Martoba ... 40
5. Banyaknya Tenaga Medis di Kecamatan Siantar Martoba ... 40
6. Fasilitas Peribadatan di Kecamatan Siantar Martoba... 41
7. Jenis Profesi Penduduk di Kelurahan Tanjung Pinggir... 42
8. Sarana dan Prasarana yang Tersedia di TPAS Kota Pematangsiantar... 44
. Komposisi Sampah Menurut Jenisnya di Kota Pematangsiantar Tahun 2013... 48
10.Gangguan Estetika Berasal Dari Ceceran Sampah Truk Pengangkut Sampah ... 57
11. Polutan Bau Busuk yang Dirasakan Oleh Penduduk di Sekitar TPAS... 5
12. Hasil Pengukuran Kimia Anorganik pada Cairan Lindi Sumur Pantau TPAS... 61
13. Munculnya Lalat Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk di Sekitar TPAS ... 62
14. Munculnya Tikus Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk di Sekitar TPAS ... 63
15. Masalah Pencernaan Seperti Diare/Sakit Perut yang Dialami Masyarakat di Sekitar TPAS... 64
17. Insiden Sakit Demam Berdarah yang Dialami Masyarakat yang
Tinggal di Sekitar TPAS... 65 18. Gangguan Psikomatis yang Dialami Penduduk yang Tinggal
di Sekitar TPAS ... 66 1. Gangguan Pernapasan yang Dialami Penduduk yang Tingggal
AFTAR GAMBAR
No. Uraian Hal
. Skema Kerangka Berpikir ... 28
2. Peta Administrasi Kecamatan Siantar Martoba ... 34
3. Peta Administrasi Kota Pematangsiantar ... 35
4. Perencanaan Lokasi TPAS Kota Pematangsiantar... 46
5. Denah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pematangsiantar... 47
6. Sampah di TPAS Kota Pematangsiantar... 49
7. Zona Aktif TPAS yang Terdiri dari 4 Blok ... 5
8. Pembuangan Sampah dari Truk Pengangkut Sampah ... 5
9. Pendorongan Sampah ke Jurang Menggunakan Bull Dozer... 52
0. Alat Komposter yang Disediakan oleh BLH ... 53
. Tempat Pengomposan dan Kompos yang Siap Dijual... 54
2. Ceceran Sampah di Pinggir Jalan Pdt. J. Wismar Saragih... 58
AFTAR LAMPIRAN
No. Uraian Hal
. Daftar Observasi... 80
2. Angket Penelitian ... 8
3. Lembar Studi Dokumentasi... 83
4. Daftar Jawaban Responden ... 85
A I
PENDAHULUAN
A. Latar elakang
Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah
yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya
sampah saja. Bentuk, jenis, dan komposisi sampah padat sangat dipengaruhi oleh
tingkat budaya masyarakat dan kondisi alamnya. Sampah itu sendiri merupakan
konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas itu pastinya
menghasilkan buangan atau sampah.
Besarnya sampah yang dihasilkan suatu daerah tertentu sebanding dengan
jumlah penduduk, jenis aktivitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut
terhadap barang/material. Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi
terhadap barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan.
Demikian halnya dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis barang yang
dikonsumsi oleh manusia itu sendiri.
Meskipun kedengarannya sederhana, namun jenis dan volume sampah
menimbulkan permasalahan kompleks pada setiap negara-negara dunia. Banyak
upaya yang telah dilakukan untuk mengelola sampah tersebut, namun pada
kenyataannya tidak ada satupun negara yang berhasil mengelola sampahnya tanpa
melalui pendekatan regional (kewilayahan), meskipun manajemen negara tersebut
telah modern.
Sumantri (200) menjelaskan “di negara maju yang sangat peka terhadap masalah
kesehatan lingkungan, sampah padat umumnya telah diatur pembuangannya
untuk memudahkan pengelolaannya. Adapun di negara-negara berkembang,
umumnya sampah padat masih dibuang tanpa ada usaha memisah-misahkan lebih
dahulu, sehingga wadah-wadah penampungan sampah masih menampung sampah
yang sangat heterogen. Berbagai sampah organik, nonorganik, dan logam masih
menjadi satu, sehingga menyulitkan penanganannya”.
Setiap harinya kota-kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,
dan Medan menghasilkan sampah dalam volume yang cukup besar. Hal ini
disebabkan jumlah penduduk yang cukup besar dan termasuk ke dalam kategori
kota besar Sucipto (202). Keadaan tersebut telah mengalami perubahan karena
masalah sampah bukan hanya di kota-kota besar, tetapi terjadi juga di kota-kota
Kabupaten dan Kecamatan.
Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin
dengan sumbernya, sehingga permasalahan sampah yang dihadapi selama ini
dapat teratasi dengan baik tanpa harus mengeluarkan banyak waktu, tempat dan
biaya. Permasalahan pengelolaan sampah erat kaitannya dengan pengaturan
terhadap penimbunan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,
pembuangan atau pemusnahan dan pemanfaatan sesuai dengan prinsip-prinsip
kesehatan masyarakat (uman ealt principle), ekonomi (economi), keindahan
(estetic) dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya serta disesuaikan
dengan kondisi masyarakat setempat.
Penanganan masalah sampah perlu dikelola dengan baik dan penuh
tanggung jawab agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan terhadap tanah
dan air sehingga hasil pengelolaan sampah tersebut bermanfaat bagi kehidupan
menghilangkan sampah dari pandangan mata, dari lingkungan dimana sampah
berada, tetapi lebih dari itu yang diinginkan dari pengelolaan sampah yang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan seperti terciptanya lingkungan yang bersih
dan nyaman; tidak menimbulkan bau yang tidak sedap; tidak mencemari
permukaan tanah, air, maupun udara; serta tidak menjadi tempat
berkembangbiaknya serangga dan binatang pengerat/vektor penyakit (Suprapto,
2005).
Sumantri (200) menjelaskan “sampah padat yang tidak dikelola
sebagaimana mestinya terbukti sering menyebabkan masalah lingkungan dan
kesehatan pada manusia. Antara lain dari masalah estetik, tersumbatnya saluran
air yang dapat menyebabkan banjir, bahaya kebakaran, terjadinya pencemaran
lingkungan, hingga meningkatnya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
vektor. Oleh karena itu, masalah pengelolaan sampah padat menjadi suatu hal
yang sangat penting untuk diselesaikan”.
Kota Pematangsiantar merupakan salah satu kota terbesar kedua setelah
Kota Medan di Propinsi Sumatera Utara. Kota Pematangsiantar tergolong
kedalam kota sedang dengan jumlah penduduk yang padat yakni 236.947 jiwa
(BPS Kota Pematangsiantar, 203). Dengan semakin tingginya pertambahan
penduduk dan meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat di Kota
Pematangsiantar berakibat semakin banyak timbulan sampah yang jika tidak
dikelola secara baik dan teratur bisa menimbulkan berbagai masalah, bukan saja
bagi pemerintah daerah tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Salah satu upaya
untuk mengantisipasi permasalahan tersebut perlu diambil kebijakan di bidang
kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sampah di wilayah Kota Pematangsiantar
salah satunya adalah usaha untuk mewujudkan Kota Pematangsiantar sebagai kota
yang bersih, sehat, rapi, dan indah sesuai dengan visi dan misinya.
Sejalan dengan aktivitas penduduk, sampah di Kota Pematangsiantar dapat
bersumber dari perdagangan, perindustrian, pemukiman, perkantoran, rumah
sakit, dan sebagainya sehingga jenis sampah yang timbul juga bervariasi. Pada
tahun 203, Kota Pematangsiantar dengan jumlah penduduk 236.947 jiwa,
menghasilkan sampah sebanyak 587 m3/hari, dengan jumlah sampah yang
terangkut ke TPA sebanyak 493 m3/hari. Sehingga banyaknya sampah yang belum
terangkut ke TPA adalah 94 m3/hari. Jika dihitung per bulan, maka dapat
dipastikan timbulan sampah baik yang diangkut maupun yang tidak terangkut ke
TPA semakin banyak. Hal ini membuktikan bahwa salah satu masalah yang
sedang dihadapi oleh pemerintah Kota Pematangsiantar adalah masalah
pengelolaan sampah.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor Tahun
202, pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari
hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah,
sampai ke hilir, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan
pengurangan dan penanganan sampah, pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang sedangkan kegiatan
penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan,
Secara umum untuk tingkat kota dalam usaha mengatasi masalah sampah
ada beberapa tahapan pengelolaan sampah yang baik untuk dilakukan, diantaranya
tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber, tahap pengangkutan
sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sampah, dan tahap pemusnahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sampah yang dapat dilakukan dengan berbagai metode pemusnahan
sampah (Sumantri, 200).
Pemusnahan sampah di TPA dapat dilakukan dengan metode yang tepat
tanpa menimbulkan dampak bagi lingkungan dan masyarakat di sekitarnya,
sehingga terciptanya pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Sampah
dari seluruh wilayah di Kota Pematangsiantar pada akhirnya dibuang ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang terletak di Kelurahan Tanjung Pinggir
Kecamatan Siantar Martoba, dan pemerintah Kota Pematangsiantar telah
melakukan pemrosesan akhir sampah di TPA. Meskipun pengelolaan sampah
telah dilakukan di TPA, namun belum dapat dipastikan sepenuhnya apakah
metode yang digunakan sudah baik atau belum.
Berdasarkan hal itu, perlu dikaji dampak jenis sampah dan metode
pengelolaan sampah yang dilakukan di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah,
serta dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di lingkungan sekitar
. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah melihat sampah sebagai
konsekuensi dari adanya aktifitas manusia, maka volume sampah yang dihasilkan
suatu daerah sebanding dengan jumlah penduduk dan jenis aktivitasnya. Kota
Pematangsiantar merupakan salah satu kota terbesar kedua setelah Kota Medan di
Propinsi Sumatera Utara yang tergolong kota sedang dengan jumlah penduduk
yang padat. Semakin besar jumlah penduduk maka tingkat konsumsi terhadap
barang akan semakin besar, sebanding dengan volume sampah yang dihasilkan.
Semakin besar volume sampah, maka semakin beragam jenis sampah tersebut.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan permasalahan pada
lingkungan dan gangguan bagi kesehatan manusia, antara lain gangguan estetika,
pencemaran lingkungan yang meliputi tercemarnya permukaan tanah, air, maupun
udara, tersumbatnya saluran air yang dapat menyebabkan banjir, bahaya
kebakaran, hingga meningkatnya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui
vektor penyakit. Pengelolaan sampah harus dilakukan dengan baik dimulai dari
sumbernya hingga ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah agar tidak
menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kahidupan.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu luasnya permasalahan pengelolaan sampah, maka
masalah dibatasi dari jenis sampah yang terdapat di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sampah, pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah yakni metode pengelolaan sampah yang digunakan, serta dampak yang
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah yang terdiri atas dampak terhadap lingkungan
dan kesehatan masyarakat.
D. Perumusan Masalah
Sesuai batasan masalah, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah
sebagai berikut :
. Apa saja jenis sampah yang terdapat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Kota Pematangsiantar ?
2. Bagaimana metode pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Kota Pematangsiantar ?
3. Bagaimana dampak pengelolaan sampah terhadap lingkungan di sekitar Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Pematangsiantar ?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
. Mengetahui jenis sampah yang terdapat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Kota Pematangsiantar.
2. Mengetahui metode pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Kota Pematangsiantar.
3. Mengetahui dampak pengelolaan sampah terhadap lingkungan di sekitar
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain :
. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah Kota
Pematangsiantar dalam usaha menangani masalah sampah kota khususnya
pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.
2. Menambah wawsan bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah dalam bentuk
skripsi
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti dengan objek
A V
HASIL PENELITIAN DAN PEMAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari instansi yang
terkait dengan penelitian, melaksanakan observasi langsung di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, serta menyebarkan angket pada masyarakat
yang berdomisili di Kelurahan Tanjung Pinggir. Sumber dari instansi yang
diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Pematangsiantar dan Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar. Data yang
dikumpulkan di lapangan disajikan sebagai berikut:
1. Jenis Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA) Sampah Kota
Pematang Siantar
Setiap harinya aktivitas penduduk Kota Pematangsiantar yang bervariasi
menghasilkan timbulan sampah yang bervariasi pula sebagai konsekuensi dari
aktivitas tersebut. Timbulan sampah dengan komposisi yang beranekaragam dari
berbagai sumber menghasilkan jenis sampah yang beranekaragam pula.
Dalam bulan Januari hingga Desember tahun 2013, total timbunan sampah
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah berjumlah 587 m3/hari atau sama
dengan 17.610 m3/bulan. Komposisi sampah menurut jenisnya di Kota
Pematangsiantar Tahun 2013 yang terdapat di TPAS didominasi oleh jenis
sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya yang terdiri dari
sampah organik dan sampah anorganik. Jenis sampah yang paling dominan
terdapat di TPAS adalah sampah organik basah yang terdiri dari sisa makanan,
sampah keseluruhan dan jenis sampah yang paling sedikit ditemui di TPAS adalah
jenis sampah kain dengan volume 18 m3/hari atau 3,2% dari jumlah sampah
keseluruhan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Komposisi Sampah Menurut Jenisnya di Kota Pematangsiantar Tahun 2014
No. Jenis Sampah Volume sm3/hari) Persentase s%)
1 Sampah Organik Basah (sisa makanan, sayuran, buah) 26 ,9
2 Kertas 71 12,1
umber: Kantor BLH Kota Pematangsiantar, 2014
Dari tabel 9 dapat dikatakan bahwa jenis sampah yang ada di TPAS setiap
harinya terdiri atas sampah organik yang terbagi lagi menjadi sampah organik
basah dan sampah organik kering, serta sampah anorganik. Dari total keseluruhan
sampah yang ada di TPAS yakni 587m3/hari, terdapat sampah organik basah
berupa sisa makanan, sayuran, dan buah berjumlah ,9%; sampah organik kering
berupa kertas, kayu, karet/kulit, dan kain berjumlah 25,1%; sampah anorganik
berupa plastik, logam, dan kaPa/gelas berjumlah 18,9%; serta sampah lainnya
berjumlah 11,1%.
Pada awal bulan Januari 201 hingga akhir bulan April 201, diketahui
volume rata-rata sampah yang diangkut ke TPAS berjumlah 00 m3/hari. Namun
belum dilakukan perhitungan khusus mengenai jenis sampah, karena hal tersebut
baru akan dilakukan pada akhir tahun mendatang oleh instansi terkait. Bila
TPAS pada tahun 2013, maka pada tahun 201 terjadi penurunan jumlah timbulan
sampah. Jenis sampah yang dihasilkan pada tahun 201 diperkirakan sama dengan
jenis sampah yang dihasilkan pada tahun 2013, hanya saja akan terdapat
perbedaan pada jumlah volume sampah tersebut.
Dari hasil observasi langsung dilapangan, jenis sampah yang terdapat di
TPAS didominasi oleh sampah organik basah yakni berbagai maPam sisa
makanan, sayuran, dan buah, berikutnya sampah organik kering seperti kertas,
kayu, kain, serta jenis sampah anorganik seperti sampah plastik, kaPa dan logam
juga mendominasi timbunan sampah di TPAS. Di TPAS Kota Pematangsiantar
tidak terdapat jenis limbah B3, karena jenis limbah tersebut harus dikelola sePara
khusus dan tidak dapat diPampurkan dengan sampah kota biasa.
2. Metode Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA)
Sampah
Metode pengelolaan sampah yang di terapkan pemerintah di TPAS Kota
Pematangsiantar adalah metode control landfill atau pengurugan berlapis
terkendali. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa metode yang diterapkan
TPAS ini belum sepenuhnya memenuhi persyaratan metode control landfill itu
sendiri, dimana penutupan sampah yang dilakukan dengan menggunakan tanah
yang seharusnya dilakukan 1 kali dalam 7 hari hanya dilakukan dalam jangka
waktu 1 kali dalam 1 bulan dengan ketinggian tanah 30Pm. Sehingga sampah
yang tertumpuk akan menggunung dan metode yang diterapkan di TPAS ini akan
terlihat seperti metode open dumping atau pembuangan terbuka. Dengan demikian
metode yang diterapkan di TPAS ini masih belum sesuai dengan ketentuan yang
diberlakukan dalam pelaksanaan metode control landfill.
Lahan TPA Kota Pematangsiantar terbagi atas 2 zona, yakni zona aktif dan
zona non aktif. Zona aktif merupakan zona yang masih digunakan untuk
pengelolaan sampah dengan luas 1,5 Ha, sedangkan zona tidak aktif merupakan
zona bekas pengelolaan sampah yang sudah tidak difungsikan, namun suatu saat
dapat digunakan kembali untuk pengelolaan sampah. Dalam perenPanaan
pemerintah, zona aktif dibagi menjadi 8 blok dengan tujuan pengelolaan sampah
pada setiap blok mulai dari pembuangan sampah oleh truk sampai pada
pengolahan masing-masing jenis sampah, namun pada pelaksanaan dilapangan
hanya terdapat blok. Meskipun telah ada pembagian blok, namun di TPAS ini
Sampah yang diangkut ke TPAS oleh truk pengangkut dibuang pada zona
aktif di blok . Sementara itu blok 1, blok 2, dan blok 3 tidak diterapkan
pengelolaan sampah, pada ketiga blok ini hanya terdapat jenis sampah plastik
kering yang diterbangkan oleh angin dan tidak ada perlakuan khusus pada ketiga
blok ini. Untuk lebih jelasnya, pembagian blok didalam TPAS dapat dilihat pada
gambar 6 dibawah ini.
Gambar 7. Zona Aktif TPAS yang Terdiri dari 4 lok
Dimulai dari pengumpulan sampah, pengangkutan, hingga pembuangan ke
TPAS tidak ada proses maupun upaya pemilahan sampah. Oleh sebab itu,
sampah-sampah di TPAS dibuang dan ditumpuk untuk kemudian dipilah-pilah
oleh pemulung dengan tujuan khusus sebagai sumber penghasilan.
Cara pengisian sampah di TPAS dilakukan sePara langsung oleh truk-truk
pengangkut sampah, kemudian penimbunan sampah dilakukan dengan Para
mendorong sampah ke jurang yang berada tepat di tepi TPAS dengan
menggunakan alat berat yakni bull dozer. Hal ini dimaksudkan untuk pemerataan
lahan dan kestabilan permukaan TPAS. Dengan Para demikian, sePara tidak
langsung jurang dengan ketinggian 300 meter akan tertimbun oleh sampah.
Penyemprotan juga dilakukan di TPAS ini setiap 1 kali dalam 6 bulan untuk
mengatasi permasalahan lalat yang timbul akibat sampah. Tidak ada pembakaran
sampah di TPAS, jadi TPAS Kota Pematangsiantar adalah TPAS yang bebas
asap.
Gambar 9. Pendorongan Sampah Ke Jurang Dengan Menggunkan ull Dozer Tahun 2014
Instansi terkait juga melakukan penanganan timbunan sampah di Kota
Pematangsiantar pada tahun 2013 dalam satuan m3/bulan sebagai berikut :
a. Diangkut ke TPAS berjumlah 1.790 m3/bulan atau 83,99 %
1) Kompos (Organik) berjumlah 1.620 m3/bulan atau 9,20 %
2) Daur Ulang berjumlah 50 m3/bulan atau 2,55 %
P. Tidak Terangkut ke TPAS berjumlah 750 m3/bulan atau ,26 %
Penanganan sampah dilakukan agar mengurangi jumlah dan jenis sampah
yang akan diangkut dan dikelola di TPAS. Hal ini diupayakan oleh Badan
Lingkungan Hidup (BLH) agar masyarakat Kota Pematangsiantar terbiasa untuk
mengolah sampah yang mereka hasilkan sendiri untuk kembali dimanfaatkan,
baik berupa kompos maupun daur ulang. Sehubungan dengan upaya ini, BLH
juga meyediakan komposter sebagai alat mengolah kompos Pair dan kompos
padat bagi setiap masyarakat yang ingin mengolah sampahnya. Dalam upaya
mengurangi jumlah sampah yang akan diangkut ke TPAS, BLH juga menerapkan
daur ulang sampah-sampah anorganik yang dikreasikan menjadi tas dan dompet
seperti yang diterapkan di sekolah SMA negeri dan MTS/N Kota
Pematangsiantar, serta membuka 2 bank sampah masyarakat, yakni bank sampah
nuri dan bank sampah sitalasari.
Pemanfaatan sampah di TPAS terdiri dari pemilahan sampah anorganik
seperti plastik oleh pemulung untuk kemudian diolah. Hal tersebut dimanfaatkan
sebagai sumber mata penPaharian pemulung yang juga merupakan masyarakat
yang tinggal di Kelurahan Tanjung Pinggir. Sedangkan pemanfaatan sampah
organik/sampah basah untuk pembuatan kompos yang dilakukan dengan Para
pembusukan sePara alamiah untuk kemudian dijual oleh pemilik lahan TPAS
yakni pihak swasta.
Gambar 11. Tempat Pengomposan dan Kompos yang Siap Dijual Tahun 2014
Aktivitas pemulung di TPAS Kota Pematangsiantar untuk memilah-milah
dan mengumpulkan sampah-sampah anorganik khususnya dari jenis plastik sangat
bermakna untuk menekan jumlah sampah di TPAS. Selain itu, pemulung maupun
masyarakat yang memiliki ternak juga memanfaatkan sampah organik dari TPAS
3. Dampak Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan di Sekitar Tempat
Pembuangan Akhir sTPA) Sampah
Dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS terhadap
lingkungan sekitarnya terdiri atas dampak positif dan dampak negatif, antara lain
sebagai berikut:
a. Dampak Positif
Dampak positif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS
yakni:
1) Sampah anorganik dapat dimanfaatkan oleh pemulung sebagai mata
penPaharian yakni daur ulang. Hal ini juga sekaligus dapat mengurangi
jumlah sampah di TPAS
2) karena adanya usaha pemanfaatan kembali sampah anorganik oleh
pemulung.
3) Sampah organik (basah dan kering) dimanfaatkan kembali oleh pengelola
TPAS untuk pembuatan kompos yang nantinya akan dijual dan hasil dari
penjualan kompos dimanfaatkan kembali oleh pemilik lahan TPAS. Hal
ini sekaligus dapat mengurangi jumlah sampah di TPAS.
) Sampah organik basah seperti sisa-sisa makanan, sayuran, maupun buah
dapat dimanfaatkan pemulung dan masyarakat di sekitar TPAS sebagai
b. Dampak Negatif
Dampak negatif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS
yakni:
1) Dampak Terhadap Lingkungan
a) Gangguan Estetika
Sampah yang diangkut oleh truk pengangkut sampah pada akhirnya
dibuang pada zona aktif TPAS yang sePara langsung pembuangan sampah
tersebut akan menghasilkan gunungan sampah karena ditumpuk pada satu tempat.
Hal ini menimbulkan kesan pandangan yang tidak baik, karena apabila sampah
yang ditumpuk setelah truk pengangkut menumpahkan sampah di TPAS tidak
segera diatasi, maka sampah-sampah tersebut akan semakin menggunung.
Dari hasil observasi lapangan, gangguan estetika hanya terlihat di sekitar
TPAS, yakni pada radius 0-500m. Ketika melintasi TPAS, maka sePara langsung
akan terlihat sampah yang masih menggunung.
Selain itu gangguan estetika juga ditimbulkan dari PePeran sampah yang
berasal dari truk pengangkut sampah yang melintasi jalan utama Kelurahan
Tanjung Pinggir. Sebagian besar pada pinggiran jalan yang dilalui truk
pengangkut sampah setiap harinya adalah rumah-rumah penduduk khususnya
Kelurahan Tanjung Pinggir. Dikatakan sangat terganggu apabila PePeran sampah
terjadi setiap kali truk sampah melintas yakni 2 kali dalam satu hari, dikatakan
terganggu apabila PePeran sampah terjadi hanya 1 kali dalam satu hari, dan
dikatakan tidak terganggu apabila tidak ada PePeran sampah dalam satu hari. Dari
98 jiwa penduduk yang tinggal di sekitar TPAS sebagai responden, diperoleh
Tabel 10. Gangguan Estetika erasal Dari Ceceran Sampah Truk Pengangkut Sampah Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)
Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu
Dari tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa dampak terhadap estetika yang
disebabkan oleh sampah yang terPePer dari truk pengangkut sampah ini dirasakan
terganggu oleh 66 jiwa penduduk atau 67,% dari jumlah total responden sePara
keseluruhan. CePeran sampah ini disebabkan oleh jarak tempuh perjalanan truk
hingga 2000m ke TPAS sehingga kePepatan jalannya truk tersebut akan
mempengaruhi terPePernya sampah didalam truk pengangkut yang diterbangkan
oleh angin, terutama apabila truk yang terisi sampah tidak ditutup dengan jaring
penutup.
Penduduk merasa terganggu dengan PePeran sampah yang berasal dari truk
pengangkut sampah yang tidak memiliki jaring penutup yang jatuh di pinggir
jalan sebelum sampai di TPAS hingga radius 2000m. Tidak jarang sampah
organik basah, sampah dedaunan dan batang pohon, sampah plastik terjatuh
dipinggir jalan yang tidak disadari oleh petugas pengangkut, dapat mengganggu
estetika dan sampah tersebut menghasilkan polutan yang menimbulkan bau busuk
Gambar 12. Ceceran Sampah di Pinggir Jalan Pdt. J. Wismar Saragih Tahun 2014
Dari hasil observasi, gangguan estetika juga ditimbulkan dari adanya
PePeran sampah yang berasal dari tiupan angin, namun hal ini hanya terjadi di
dalam lokasi TPAS dan tidak mengganggu hingga ke pemukiman penduduk.
Sampah-sampah anorganik seperti kantong plastik yang terdapat di TPAS akan
sangat mudah diterbangkan oleh angin. Namun sampah-sampah ini tidak sampai
melewati batas lahan TPAS.
b) Dampak Terhadap Udara
Proses dekomposisi atau pembusukan sampah terutama sampah organik
basah akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk seperti
gas metan. Dari hasil observasi lapangan, bau busuk yang dihasilkan sampah di
TPAS masih dapat dirasakan di sekitar TPAS yakni pada radius 0-500m. Pada
saat pembongkaran sampah dan pembuangan sampah dari truk ke lahan TPAS
akan menimbulkan bau busuk, karena proses tersebut dilakukan pada siang hari
yang menyebabkan gas-gas tertentu terutama gas metan meluap dan menPemari
udara.
Bau busuk dikatakan sangat mengganggu apabila bau tersebut dirasakan 1
hanya pada saat-saat tertentu, dikatakan tidak mengganggu apabila bau tersebut
tidak dirasakan sama sekali.
Tabel 11. Polutan au usuk yang Dirasakan Oleh Penduduk di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)
Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu
55,1% dari total sampel penduduk yang tinggal di sekitar TPAS merasa terganggu
dengan bau busuk yang berasal dari sampah di TPAS. Meskipun bau busuk yang
dirasakan mengganggu penduduk di sekitar TPAS, namun bau busuk yang timbul
ini tidak setiap saat dirasakan, hanya tergantung pada waktu siang hari, setelah
hujan, arah angin berhembus, serta pada saat pembongkaran sampah maka bau
busuk akan sangat dirasakan mengganggu oleh penduduk, dimana gas metan akan
meluap dan akan diterbangkan angin sehingga bau busuk akan terasa pada radius
lebih dari 500m, yakni hingga radius 2000m ke pemukiman penduduk.
c) Dampak Terhadap Air
Sampah yang ditimbun di TPAS akan menghasilkan Pairan lindi atau
dikenal juga dengan istilah Pairan leachate yang akan merembes kedalam tanah.
Proses rembesan air lindi tersebut akan semakin Pepat mengalir kedalam tanah
terutama pada saat musim hujan. Hal ini dikhawatirkan akan menPemari
Untuk mengantisipasi timbulnya penPemaran air, maka instansi terkait
membuat 2 unit sumur pantau, yang berfungsi untuk mengontrol Pairan lindi agar
tidak menPemari permukaan air tanah. Gambar sumur pantau dapat dilihat pada
gambar 12 berikut ini.
Gambar 13. Salah Satu Sumur Pantau Air Lindi di TPAS Tahun 2014
Pada awal tahun 201 Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota
Pematangsaintar telah mengambil sampel air lindi pada sumur pantau yang berada
di TPAS untuk diuji di laboratorium dengan parameter fisik yakni suhu dan
parameter kimia anorganik. Uji laboratorium air lindi dengan parameter suhu
menyebutkan bahwa suhu yang dihasilkan adalah 25,70C. Baku mutu suhu untuk
limbah Pair adalah 380C. Dengan demikian suhu yang dihasilkan oleh Pairan lindi
di TPAS tidak menPemari lingkungan karena masih berada dibawah baku mutu.
Pengukuran kimia anorganik juga dilakukan. Hasil pengukuran tersebut dapat
dilihat pada tabel 12 sebagai berikut.
Tabel 12. Hasil Pengukuran Kimia Anorganik Pada Cairan Lindi Sumur Pantau TPAS Tahun 2014
2 Amoniak bebas (NH3N) 1 mg/l 0,02112 mg/l
3 Timbal (Pb) 0,1 mg/l 0,0317 mg/l
Sianida (CN) 0,05 mg/l 0,00 mg/l
5 Nitrat 2 mg/l 0,3 mg/l
umber: BLH Kota Pematangsiantar, 2014
Dari tabel 12, dapat diketahui bahwa 5 parameter bahan kimia anorganik
yang terdapat pada Pairan lindi adalah tidak melewati baku mutu. Artinya Pairan
lindi yang dihasilkan oleh tumpukan sampah di TPAS tidak menPemari
permukaan air tanah. Hal ini diperkuat dengan lokasi TPAS yang berada di tepi
jurang, dan aliran air lindi diarahkan hingga pada dasar jurang yang dibawahnya
terdapat aliran sungai.
d) Dampak Terhadap Tanah
Sampah yang telah lama tertimbun pada sebuah lahan pastinya akan
mempengaruhi kualitas tanah tersebut. Sampah organik dan sampah yang
mengandung Bahan Buangan Berbahaya (B3) akan dengan mudah menPemari
tanah. Namun, di TPAS Kota Pematangsiantar tidak terdapat buangan sampah B3,
jadi dapat dipastikan tanah tidak akan terPemar oleh bahan beraPun tersebut.
Dampak negatif terhadap tanah dapat terjadi pada lahan yang ditumpuk
sampah organik dalam waktu yang sangat lama dan membutuhkan waktu yang
sangat lama pula untuk proses pemulihannya, namun dampak ini hanya akan
terjadi pada lahan setempat saja dan tidak sampai menyebar luas ke lahan lainnya.
Pada radius 200m dari lahan tempat ditumpuknya sampah, lahan masih dapat
ditanami beberapa jenis tumbuhan seperti pohon pepaya dan pohon pisang untuk
dikonsumsi, serta pohon kelapa sebagai peneduh oleh pihak pengelola.
Tanah yang terdapat di lahan TPAS berwarna Poklat kehitaman dengan
menurut pengamatan, kualitas fisik tanah tersebut Pukup baik. Jadi dampak
negatif yang mengganggu kualitas tanah pada lahan TPAS hanya terjadi pada
lahan yang telah tertumpuk sampah organik dalam waktu yang sangat lama yakni
pada zona aktif blok ke-.
2) Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat
a) Perkembangbiakan Vektor Penyakit
Sampah akan menimbulkan vektor atau perantara penyakit, antara lain
lalat, tikus, serta nyamuk. MunPulnya vektor-vektor penyakit tersebut akan
dikatakan sangat mengganggu apabila munPulnya vektor penyakit sampai
menimbulkan penyakit terhadap kesehatan masyarakat, dikatakan mengganggu
apabila muPulnya vektor penyakit tidak sampai menimbulkan penyaki, dan
dikatakan tidak menggangu apabila vektor penyakit tidak munPul sama sekali.
Lalat dan tikus dapat menimbulkan masalah penPernaan seperti diare pada
kesehatan masyarakat. Nyamuk dapat menimbulkan insiden penyakit demam
berdarah.
Tabel 13. Munculnya Lalat Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk Di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekunsi sJiwa)
Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu
Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa 75,5% dari total responden atau 7
di TPAS. Hal ini didominasi oleh penduduk yang tinggal pada radius 0-500m dari
TPAS.
MunPulnya tikus juga dirasa mengganggu oleh 5 jiwa penduduk atau
5,9% dari total responden yang tinggal di sekitar TPAS yang didominasi pada
penduduk yang tinggal di radius 0-500m dari TPAS. Berikut disajikan pada tabel
1.
Tabel 14. Munculnya Tikus Pada Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk Di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPA smeter) Frekuensi sJiwa)
Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu
MunPulnya lalat dan tikus memang dirasa mengganggu bahkan sangat
mengganggu oleh penduduk yang tinggal di sekitar TPAS, namun hal tersebut
tidak berpengaruh terhadap kesehatan. Masalah penPernaan seperti diare/sakit
perut yang disebabkan oleh vektor penyakit seperti lalat dan tikus tersebut hanya
dirasakan oleh 8 jiwa penduduk atau hanya 9,2% dari total responden. 8 jiwa
penduduk mengalami insiden sakit perut atau masalah penPernaan lebih dari 1 kali
atau dengan kata lain sering mengalami sakit tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Masalah Pencernaan Seperti Diare/Sakit Perut yang Dialami Masyarakat yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)
2 >500 – 1000 1 0 16
Selain vektor penyakit seperti lalat dan tikus, sampah juga menimbulkan
vektor penyakit lainnya yakni nyamuk. Nyamuk dapat mengalami
perkembangbiakan dari sampah anorganik yang menumpuk seperti sampah kaleng
maupun ban bekas yang terisi air hujan. Dalam tabel 16 dibawah ini disajikan
jawaban responden mengenai gangguan nyamuk disekitar tempat tinggal.
Tabel 16. Munculnya Nyamuk Pada Lingkungan Tempat Tinggal Masyarakat Di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)
Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu
Tabel 16 diatas menjelaskan bahwa munPulnya nyamuk dirasakan
mengganggu oleh 66 jiwa penduduk atau 67,3% dari total responden, dan
dirasakan sangat menganggu oleh 13 jiwa penduduk atau 13,3% dari total
responden. Jawaban tersebut didominasi oleh penduduk yang tinggal pada radius
0-500m dari TPAS.
MunPulnya vektor penyakit akan dirasakan sangat mengganggu apabila
sampai menimbulkan penyakit terhadap kesehatan masyarakat. Meskipun
munPulnya nyamuk dirasakan mengganggu oleh penduduk, namun hal hanya
dirasakan mengganggu kesehatan oleh sebagian kePil dari total responden. Hanya
hanya 2 jiwa penduduk yang lebih dari 1 kali mengalami sakit demam berdarah.
Dengan kata lain hanya 9,2% dari total responden yang pernah mengalami sakit
demam berdarah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 17 dibawah ini.
Tabel 17. Insiden Sakit Demam erdarah yang Dialami Masyarakat yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)
Lebih Dari 1 Kali Hanya 1 Kali Tidak Pernah
1 0 – 500 2 5 29
Dampak pengelolaan sampah terhadap kesehatan masyarakat juga dapat
dilihat dari adanya gangguan psikomatis seperti stres dan insomnia/susah tidur,
serta gangguan pernapasan yakni sesak napas. Penduduk yang mengalami
gangguan psikomatis yakni stres dan insomnia/susah tidur lebih dari satu kali
berjumlah 15 jiwa penduduk atau hanya 15,3% dari total responden. Sedangkan
jawaban didominasi oleh 82 orang penduduk atau 83,7% menjawab tidak pernah
mengalami gangguan psikomatis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 18
dibawah ini.
Tabel 18. Gangguan Psikomatis yang Dialami Penduduk yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPA smeter) Frekuensi sJiwa)
Lebih Dari 1 Kali Hanya 1 Kali Tidak Pernah
1 0 – 500 9 0 27
2 >500 – 1000 0 0 17
3 >1000 – 1500 0 17
>1500 – 2000 2 1 21
Persentase s%) 15,3 1.0 83,7 umber: Data Primer Olahan, 2014
Penduduk yang mengalami gangguan pernapasan seperti sesak napas lebih
dari satu kali berjumlah 11 jiwa penduduk atau hanya 11,2% dari total responden.
Sedangkan jawaban didominasi oleh 87 jiwa penduduk atau 88,8% menjawab
tidak pernah mengalami gangguan pernapasan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 19 dibawah ini.
Tabel 19. Gangguan Pernapasan yang Dialami Penduduk yang Tinggal Di Sekitar TPAS Tahun 2014
No Jarak Rumah Ke TPAS smeter) Frekuensi sJiwa)
Lebih Dari 1 Kali Hanya 1 Kali Tidak Pernah
1 0 – 500 8 0 28
Berdasarkan hasil penelitian, maka dilakukan pembahasan sebagai berikut:
1. Jenis Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA) Sampah Kota
Pematangsiantar
Sampah di Kota Pematangsiantar berasal dari aktivitas penduduk yang
rumah sakit, dan sebagainya. Dengan keragaman aktivitas penduduk tersebut,
maka akan menimbulkan sampah dengan jenis yang bervariasi pula. Jenis sampah
di TPAS Kota Pematangsiantar pada perhitungan tahun 2013 adalah jenis sampah
berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya yang terdiri dari sampah
organik yang terdiri atas sampah organik basah dan organik kering, dan sampah
anorganik.
Jenis sampah yang ada di TPAS terdiri atas sampah organik yang terbagi
lagi menjadi sampah organik basah dan sampah organik kering, serta sampah
anorganik. Dari total keseluruhan sampah yang ada di TPAS yakni 587m3/hari,
terdapat sampah organik basah berupa sisa makanan, sayuran, dan buah berjumlah
,9%; sampah organik kering berupa kertas, kayu, karet/kulit, dan kain
berjumlah 25,1%; sampah anorganik berupa plastik, logam, dan kaPa/gelas
berjumlah 18,9%; serta sampah lainnya berjumlah 11,1%.
Pada awal bulan Januari hingga akhir bulan April 201, diketahui volume
rata-rata sampah yang diangkut ke TPAS berjumlah 00 m3/hari. Namun belum
dilakukan perhitungan khusus mengenai jenis sampah, karena hal tersebut baru
akan dilakukan pada akhir tahun mendatang oleh instansi terkait yakni Dinas
Kebersihan dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pematangsiantar. Jenis
sampah yang dihasilkan pada tahun 201 akan sama dengan jenis sampah yang
dihasilkan pada tahun 2013, hanya saja akan terdapat perbedaan jumlah volume
sampah tersebut. Di TPAS Kota Pematangsiantar tidak terdapat jenis limbah B3,
karena jenis limbah tersebut harus dikelola oleh suatu badan khusus dan tidak
2. Metode Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir sTPA)
Sampah
Metode pengelolaan sampah yang di terapkan di TPAS Kota
Pematangsiantar adalah metode Control Landfill atau pengurugan berlapis
terkendali. Namun hasil observasi menunjukkan bahwa metode yang diterpakan
TPAS ini belum sepenuhnya memenuhi persyaratan metode control landfill itu
sendiri, dimana penutupan sampah yang dilakukan dengan menggunakan tanah
yang seharusnya dilakukan 1 kali dalam 7 hari hanya dilakukan dalam jangka
waktu 1 kali dalam 1 bulan dengan ketinggian tanah 30Pm. Sehingga sampah
yang tertumpuk akan menggunung dan metode yang diterapkan di TPAS ini akan
terlihat seperti metode open dumping atau pembuangan terbuka, dan hal tersebut
diperjelas dengan masih terdapatnya gunungan sampah dan pembuangan sampah
langsung didorong menggunakan bull dozer ke jurang sebagai tempat
penampungan sampah. Dengan demikian metode yang diterapkan di TPAS ini
masih belum sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan dalam pelaksanaan
metode control landfill.
Dalam pengelolaannya, lahan TPAS Kota Pematangsiantar dibagi atas 2
zona, yakni zona aktif dan zona non aktif. Zona aktif merupakan zona yang masih
digunakan untuk pengelolaan sampah dengan luas 1,5 Ha yang terdiri atas blok,
sedangkan zona tidak aktif merupakan zona bekas pengelolaan sampah yang
sudah tidak difungsikan, namun suatu saat dapat digunakan kembali untuk
pengelolaan sampah.
Meskipun pembagian lahan di TPAS telah tertata, namun pemanfaatan
pemilahan sampah. Dimulai dari pengumpulan sampah, pengangkutan, hingga
pembuangan ke TPAS tidak ada proses maupun upaya pemilahan sampah. Cara
pengisian sampah di TPAS dilakukan sePara langsung oleh truk-truk pengangkut
sampah, kemudian penimbunan sampah dilakukan dengan Para mendorong
sampah ke jurang yang berada tepat di tepi TPAS dengan menggunakan alat berat
yakni bull dozer dan tidak ada pembakaran sampah di TPAS.
Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah telah tersedia di TPAS Kota
Pematangsiantar yakni saluran drainase, 2 buah sumur pantau, 1 buah bak lindi, 1
unit pos jaga, serta alat-alat berat. Penyemprotan juga dilakukan di TPAS ini
setiap 1 kali dalam 6 bulan untuk mengatasi permasalahan lalat yang timbul.
3. Dampak Pengelolaan Sampah Terhadap Lingkungan di Sekitar Tempat
Pembuangan Akhir sTPA) Sampah
Sampah yang tertumpuk dalam jangka waktu yang lama akan
menghasilkan dampak yakni gas metan sebagai sumber bau busuk dan
menghasilkan berbagai vektor penyakit. Dampak dari pengelolaan sampah di
TPAS Kota Pematangsiantar ada yang positif dan ada juga yang negatif, antara
lain:
a. Dampak Positif
Dampak positif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS Kota
Pematangsiantar yakni:
1) Sampah anorganik dapat dimanfaatkan oleh pemulung sebagai mata
sampah di TPAS karena adanya usaha pemanfaatan kembali sampah
anorganik oleh pemulung.
2) Sampah organik (basah dan kering) dimanfaatkan kembali oleh pengelola
TPAS untuk pembuatan kompos yang nantinya akan dijual dan hasil dari
penjualan kompos dimanfaatkan kembali oleh pemilik lahan TPAS. Hal ini
sekaligus dapat mengurangi jumlah sampah di TPAS.
3) Sampah organik basah seperti sisa-sisa makanan, sayuran, maupun buah
dapat dimanfaatkan pemulung dan masyarakat di sekitar TPAS sebagai
pakan ternak.
b. Dampak Negatif
Dampak negatif yang ditimbulkan dari pengelolaan sampah di TPAS Kota
Pematangsiantar yakni:
1) Gangguan Estetika
Gangguan estetika hanya terlihat di sekitar TPAS, yakni pada radius
0-500m. Ketika melintasi TPAS, maka sePara langsung akan terlihat sampah yang
masih menggunung. Meskipun gunungan sampah yang ditimbun tidak terlalu
tinggi, namun apabila tidak diatasi dengan segera akan menimbulkan gangguan
estetika yang lebih serius. Selain itu gangguan estetika juga ditimbulkan dari
PePeran sampah yang berasal dari truk pengangkut sampah yang melintasi jalan
utama Kelurahan Tanjung Pinggir juga dirasa mengganggu oleh 66 jiwa
penduduk. Hal tersebut disebabkan oleh truk pengangkut sampah yang tidak
memiliki jaring penutup sampah.
Proses pembusukan sampah terutama sampah organik akan menghasilkan
gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk seperti gas metan. Polutan yang
menghasilkan bau busuk timbul akibat penutupan sampah yang tidak
dilaksanakan dengan baik. Dari hasil observasi lapangan, bau busuk yang
dihasilkan sampah di TPAS masih dapat dirasakan di sekitar TPAS yakni pada
radius 0-500m. Bau busuk akan lebih kuat dirasakan pada siang hari saat
pembongkaran sampah dan pada saat setelah turun hujan akan terjadi penguapan
gas metan. Terdapat 5 jiwa penduduk yang merasa terganggu dengan adanya bau
busuk tersebut. Proses dekomposisi sampah di TPAS sePara kontinu akan
berlangsung dan dalam hal ini sePara langsung akan menPemari udara serta
mendorong terjadinya emisi gas rumah kaPa (Green House Gases) yang
mengakibatkan pemanasan global (global warming), disamping efek yang
merugikan terhadap kesehatan masyarakat.
3) Dampak Terhadap Air
Sampah yang ditimbun di TPAS akan menghasilkan Pairan lindi atau
dikenal juga dengan istilah Pairan leachate yang akan merembes kedalam tanah.
Proses rembesan air lindi tersebut akan semakin Pepat mengalir kedalam tanah
terutama pada saat musim hujan. Hal ini dikhawatirkan akan menPemari
permukaan air tanah yang juga kemudian akan menPemari sumur penduduk.
Namun setelah dilakukan uji laboratorium pada sampel air limbah di sumur
pantau, diperoleh hasil bahwa 5 parameter bahan kimia anorganik yang terdapat
pada Pairan lindi adalah tidak melewati baku mutu. Artinya Pairan lindi yang
dihasilkan oleh tumpukan sampah di TPAS tidak menPemari permukaan air tanah.
lindi diarahkan hingga pada dasar jurang dan terdapat sebuah aliran sungai.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan Para pembuangan sampah yang
dilakukan dengan mendorong sampah ke jurang suatu saat bisa menPemari aliran
sungai dibawahnya maupun aliran permukaan air tanah pada beberapa tahun
mendatang dan hal ini perlu menjadi perhatian.
4) Dampak Terhadap Tanah
Dampak negatif terhadap tanah dapat terjadi pada lahan yang ditumpuk
sampah organik dalam waktu yang sangat lama dan membutuhkan waktu yang
sangat lama pula untuk proses pemulihannya, namun dampak ini hanya akan
terjadi pada lahan setempat saja dan tidak sampai menyebar luas ke lahan lainnya.
Pada radius 200 meter dari lahan tempat ditumpuknya sampah, lahan masih dapat
ditanami pohon pepaya dan pohon pisang oleh pihak pengelola. Jadi dampak
negatif yang mengganggu kualitas tanah pada lahan TPAS hanya terjadi pada
lahan yang telah tertumpuk sampah organik dalam waktu yang sangat lama.
5) Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat
Masyarakat merasakan dampak terhadap kesehatan akibat dari pengelolaan
sampah yang kurang baik, antara lain menjadikan sampah sebagai tempat
perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat atau tikus yang menimbulkan
masalah penPernaan, serta vektor penyakit seperti nyamuk yang menimbulkan
penyakit demam berdarah. Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan
psikomatis seperti stres dan insomnia/susah tidur serta gangguan pernapasan
seperti sesak napas. Meskipun demikian, dampak terhadap kesehatan masyarakat
hanya dirasakan oleh sebagian kePil penduduk yang menjadi responden. Selain itu
menjadikan siklus hidup lalat dari telur menjadi larva telah berlangsung sebelum
penutupan dilaksanakan. Suprapto (2005:32) menyebutkan gangguan akibat lalat
umumnya dapat ditemui sampai radius 1-2 km dari lokasi TPAS. Oleh sebab itu,
dampak ini juga masih dapat dirasakan oleh penduduk yang tinggal hingga radius
2000m dari TPAS. Hal tersebut membuktikan bahwa dampak pengelolaan sampah
8
AFTAR PUSTAKA
Aswars Azrul. 1996. engantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Blacks J. A dan Champions D. J. 2009. Metode dan Masalah enelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Chandras Budiman. 2012. engantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hadis Sudharto P. 2005. Aspek Sosial Amdal. Yokyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kriyantonos Rachmat. 200. Teknik raktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana. Maniks K. E. Sontang. 2009. engelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan. Meirinda. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Udara dalam
Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008. Tesis. Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Mulyono. 2014. Membuat MOL dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Neolakas Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugrahas Adrian. 2009. Menyelamatkan Lingkungan Hidup dengan engelolaan Sampah. Bekasi: Cahaya Pustaka Raga.
Putris Shinta Dewi. 2012. Hubungan Antara Komponen Rumah dan Jarak Rumah Terhadap Kadar SO2 Dalam Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9
Rizkis Haidi. 2012. Pengelolaan Limbah Padat Dikawasan Kampung Baru Pada Aliran Sungai Deli. Skripsi). Medan: Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan.
Slamets J. Soemirat. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suciptos C. Dani. 2012. Teknologi engolahan Daur Ulang Sampah. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Sumantris H. Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana.
Suprapto. 2005. Dampak Masalah Sampah Terhadap Kesehatan Masyarakat.
Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia, (Online)s Volume 1. Nomor 2s (http://repository.usu.ac.id/handle/12345689/15366\s diakses 23 Maret 2014).
Suryatis Happy. 2003. Studi Sistem Pengelolaan Sampah Di Kota Bandar Lampung. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Suwerdas Bambang. 2012. Bank Sampah. Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Suyono. 2014. encemaran Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.