• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI SMP NEGERI TANJUNG TIRAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DI SMP NEGERI TANJUNG TIRAM."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN

BERPIKIR LOGIS TERHADAP HASIL BELAJAR

MATEMATIKA DI SMP NEGERI TANJUNG TIRAM

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk MemperolehGelar Magister Pendidikan

Program Studi Teknologi Pendidikan

OLEH :

LINDASYAH DALIMUNTHE

NIM. 8106122064

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

SEKOLAH PASCASARJANA (PPs)

(2)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN KEMAMPUAN

BERPIKIR LOGIS TERHADAP HASIL BELAJAR

MATEMATIKA DI SMP NEGERI TANJUNG TIRAM

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk MemperolehGelar Magister Pendidikan

Program Studi Teknologi Pendidikan

OLEH :

LINDASYAH DALIMUNTHE

NIM. 8106122064

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

SEKOLAH PASCASARJANA (PPs)

(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRACT

Lindasyah Dalimunthe, 8106122064. The Effect of Instructional Model and the Ability to Think Logically on Students’ Achievement in Mathematics at state Junior High School Tanjung Tiram.

The research is aimed to determine : (1) the effect of instructional model on learning achievement in Mathematics, (2) the effect of the ability to think critically on learning achievement in Mathematics, and (3) the interaction between instructional model and the ability in thinking critically on learning achievement in Mathematics.

The population in this study is all of students grade VII at state Junior High School Tanjung Tiram. The sampling technique use in this research is cluter random sampling techique. The sample were 52 students in which 26 students as experimental group was taught by using problem based learning model and 26 students as a group taught by using think-pair-square tipe of cooperative instructional model.

Data collection instrument of logical thinking test consisting of 30 items from Piaget and all items met the criteria in measuring logical thinking ability and a questionnaire of 14 items and after the try-out. 46 items met the criteria to measure the learning achievement in Mathematics. The research methods used was quasi experiment with 2x2 factorial design. Technique analyse data use the two way ANAVA testing at significance 0,05.

(7)

ii

ABSTRAK

Lindasyah Dalimunthe, 8106122064. Pengaruh Model Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Logis Terhadap Hasil Belajar Matematika di SMP Negeri Tanjung Tiram.

Penelitian ini beertujuan untuk mengetahui : (1) pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar matematika, (2) pengaruh kemampuan berpikir logis terhadap hasil belajar matematika, (3) interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis terhadap hasil belajar matematika siswa.

Populasi Penelitian ini dilaksanakan terhadap siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri Tanjung Tiram dengan populasi 288 siswa dari 9 kelas. Teknik penarikan sample yang digunakan adalah teknik cluster random sampling. Sampel penelitian berjumlah 52 siswa dimana 26 siswa sebagai kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pemeblajaran berbasis masalah dan 26 siswa sebagai kelompok yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square

Instrumen yang digunakan berdasarkan tes berpikir logis dari Piaget sebanyak 30 butir, semuanya memenuhi kriteria untuk mengukur kemampuan berpikir logis dan angket 14 butir , setelah diuji cobakan 46 butir yang memenuhi kriteria untuk mengukur hasil belajar matematika. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan disain faktorial 2x2. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji ANAVA dua jalur pada taraf signifikan 0,05.

Hasil uji hipotesis menunjukkan: (1) skor rata-rata hasil belajar matematika yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah ( ̅

(8)
(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Swt, karena

atas berkat rahmat, karunia, bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga tesis ini

dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Teknologi

Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Dalam penulisan

tesis ini, disamping ketekunan dan kerja keras, juga banyak mendapat bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang tulus ikhlas dari hati yang paling dalam kepada yang

terhormat Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd, sebagai dosen

pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan yang begitu efektif dan

terperinci, serta selalu memberi semangat dan dorongan kepada penulis untuk

menyelesaikan tesis ini.

Selanjutnya dengan rasa hormat yang tulus penulis menyampaikan terima

kasih kepada Bapak Prof. Dr. Julaga Situmorang, M.Pd yang dengan keluasan dan

kedalaman ilmunya masing-masing telah memberikan masukan yang begitu

berarti terhadap tesis ini baik dari segi teori, penulisan maupun metodologinya,

sehingga tesis ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu,

khususnya dalam bidang pembelajaran.

Terima kasih yang tulus juga disampaikan kepda Bapak Rektor

Universitas Negeri Medan Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, dan Direktur

program pascasarjana Universitas Negeri Medan Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea,

(10)

iv

Pendidikan serta staf/ pegawai yang telah memberikan kesempatan dan bantuan

selama mengikuti perkuliahan di Program pascasarjana Universitas Negeri

Medan.

Berikutnya ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr.

Harun Sitompul, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd, dan Bapak Dr. Keysar

Panjaitan, M.Pd selaku nara sumber yang telah memberikan kritik, saran dan

masukan pada tesis ini dan semua dosen di Program Pascasarjana Universitas

Negeri Medan, khususnya dosen Program Studi Teknologi Pendidikan yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam kepada penulis sehingga

bermanfaat bagi peningkatan wawasan ilmu pengetahuan.

Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Kepala Dinas Pendidikan

Kabupaten Batubara, dan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 dan 4 Tanjung Tiram

yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Selanjutnya penulis

ucapakan terima kasih kepada Bapak ibu guru Matematika di SMP Negeri 1 dan 4

Tanjung Tiram beserta siswa –siswi kelas VII tahun ajaran 2013 / 2014 yang telah

bekerja sama demi lancarnya pelaksanaan penelitian.

Terima kasih yang tidak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda yang

telah mendidik penulis sejak kecil sehingga menjadi seperti yang sekarang, serta

memberi motivasi sehingga penulis dapat melaksanakan studi dan menyelesaikan

tesis ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu,

yang turut membentu dalam penyelesaian pendidikan penulis hingga penyelesaian

(11)

v

bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan mendapat balasan serta berkat

yang lebih dari Allah Swt.

Akhirnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian

tesis ini diucapkan banyak terima kasih yang tidak berhingga semoga semua

bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan mendapat balasan serta berkat

yang lebih tinggi dari Allah dan senantiasa dapat bersukacita didalam

pengasihan-Nya. Amin.

Medan, Mei 2014

Penulis

(12)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 16

C. Pembatasan Masalah ... 17

D. Rumusan Masalah ... 18

E. Tujuan Penelitian ... 18

F. Manfaat Penelitian ... 19

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGUJIAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoretis ... 20

1. Hakikat Belajar dan Hasil belajar Matematika ... 20

2. Hakikat Model Pembelajaran ... 28

A. Hakikat Model Berbasis Masalah ... 36

B. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 48

3. Hakikat Kemampuan Berpikir Logis ... 61

B. Penelitian Yang Relevan ... 66

C. Kerangka Berpikir ... 67

(13)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 79

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 79

C. Variabel Penelitian ... 81

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 81

E. Metode dan Desain Penelitian ... 82

F. Prosedur Penelitian ... 83

G. Teknik Pengumpulan Data ... 85

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 86

I. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian ... 95

J. Teknik Analisis Data ... 96

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 98

1. Hasil belajar Matematika Kelompok siswa yang Diajar dengan model PBM ... 99

2. Hasil belajar Matematika Kelompok siswa yang Diajar dengan model Kooperatif tipe TPS ... 100

3. Kemampuan Berpikir Logis Tinggi ... 102

4. Kemampuan Berpikir Logis Rendah ... 103

5. Hasil belajar Matematika Kelompok siswa yang Diajar dengan model PBM dan kemampuan Berpikir Logis Tinggi ... 104

6. Hasil belajar Matematika Kelompok siswa yang Diajar dengan model PBM dan kemampuan Berpikir Logis Rendah ... 106

7. Hasil belajar Matematika Kelompok siswa yang Diajar dengan model Koperatif Tipe TPS dan kemampuan Berpikir Logis Tinggi ... 107

(14)

viii

B. Pengujian Pesyaratan Analisis ... 111

1. Uji Normalitas ... 112

2. Uji Homogenitas ... 114

C. Pengujian Hipotesis ... 116

1. Hipotesis Pertama ... 116

2. Hipotesisi Kedua ... 117

3. Hipotesis Ketiga ... 118

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 122

E. Keterbatasan Penelitian ... 134

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ... 137

B. Implikasi ... 137

C. Saran ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 145

(15)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1Daftar nilai Rata-rata ujian akhir di SMP Negeri 4 Tanjung Tiram

Kelas VII mata Pelajaran Matematika ... 7

2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ... 41

2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif ... 52

2.3 Sintaksis Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-pair-Square (TPS).... 59

2.4 Perbedaan Model Berbasis Masalah (PBM) dan Model Koperatif Tipe Think-pair-square (TPS) ... 71

2.5 Perbedaaan Kemampuan berpikir Logis Tinggi dan Kemampuan Berpikir Logis Rendah ... 74

3.1 Distribusi Siswa SMP N 1 Tanjung Tiram dan SMPN 4 Tanjung Tiram ... 80

3.2 Desain Penelitian Quasi Eksperimen dengan Faktorial 2x2 ... 82

3.3 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Matematika Skala dan Perbandingan ... 87

3.4 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Logis ... 88

4.1 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Kelompok siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 99

4.2 Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Kelompok siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-pair-Square (TPS) ... 101

4.3 Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Berpkir Logis Tinggi ... 102

4.4 Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Berpikir Logis Rendah ... 103

4.5 Distribusi Frekuensi Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBM dan Kemampuan Berpikir Logis Tinggi... 105

4.6 Distribusi Frekuensi Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBM dan Kemampuan Berpikir Logis Rendah... 106

4.7 Distribusi Frekuensi Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar dengan Model Kooperati Tipe TPS dan Kemampuan Berpikir Logis Tinggi ... 108

4.8 Distribusi Frekuensi Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar denganModel Kooperati Tipe TPS dan Kemampuan Berpikir Logis Rendah... 109

4.9 Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika ... 111

4.10 Hasil Pengujian Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajarkan dengan PBM dan Model Kooperatif Tipe TPS ... 112

4.11 Hasil Pengujian Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa yang Memiliki Kemampuan Berpikir Logis ... 113

4.12 Hasil Pengujian Normalitas Data Interaksi Antara Model Pembelajaran dengani Kemampuan Berpikir Logis ... 113

(16)

x

4.14 Rangkuman Hasil Pengujian Homogenitas Varians Antar Kelompok Sampel Yang Yang Memiliki Kemampuan Berpikir

Logis ... 114 4.15 Rangkuman Hasil Pengujian Homogenitas Varians Antar

Kelompok Sampel Interaksi antara Model Pembelajaran dan

Kemampuan Berpikir Logis dengan Uji Bartlett ... 115 4.16 Ringkasan Perhitungan Hasil ANAVA 2x2 ... 116 4.13 Hasil Pengujian Perbandingan Ganda Skor Hasil Belajar dengan

(17)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Posisi Hierarkis Model Pembelajaran ... 29

2.2 Ilustrasi Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 46

2.3 Hasil Yang diperoleh dari Cooperative Learning ... 50

3.1 Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 85

4.1 Histogram Hasil Belajar Kelompok siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 100

4.2 Histogram Hasil Belajar Kelompok siswa yang diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-pair-Square (TPS) ... 101

4.3 Histogram Skor Kemampuan Berpkir Logis Tinggi ... 103

4.4 Histogram Skor Kemampuan Berpikir Logis Rendah .. 104

4.5 Histogram Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBM dan Kemampuan Berpikir Logis Tinggi ... 106

4.6 Histogram Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar dengan Model Pembelajaran PBM dan Kemampuan Berpikir Logis Rendah... 107

4.7 Histogram Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar dengan Model Kooperati Tipe TPS dan Kemampuan Berpikir Logis Tinggi ... 109

4.8 Histogram Skor Hasil belajar Matematika Kelompok Siswa Yang Diajar denganModel Kooperati Tipe TPS dan Kemampuan Berpikir Logis Rendah... 110

(18)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 . Silabus ... 149

Lampiran 2. RPP kelas Eksperimen ... 154

Lampiran 3. Soal Tes Hasil Belajar Matematika ... 201

Lampiran 4. Hasil uji Coba Tes Hasil belajar, Uji coba validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, pengecoh dan rekapitulasi hasil belajar ... 207

Lampiran 5. Instrumen Kemampuan berpikir logis ... 228

Lampiran 6. Hasil Analisis data penelitian ... 289

Lampiran 7. Tabel Statistik ... 314

Lampiran 8. Pedoman Penggunaan Model Pembelajaran... 321

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan yang utama sepanjang hayat. Setiap

manusia membutuhkan pendidikan dan berhak meendapatkannya sampai

kapanpun dan dimanapun. Pendidikan juga mempunyai peranan yang sangat

menentukan bagi perkembangan dan perwujudan dari individu dan masyarakat,

terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Kemajuan suatu kebudayaan

bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan

memanfaatkan sumber daya manusia, dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas

pendidikan yang diberikan kepada peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi serta

komunikasi dewasa ini telah menyebabkan arus komunikasi semakin cepat dan

tidak terbatas, sehingga memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi

yang luas, cepat dan mudah dari berbagai sumber di dunia. Sejalan dengan

perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tersebut

maka matematika sebagai suatu ilmu yang berperan dalam ilmu-ilmu lain selalu

mengalami perkembangan. Dalam perkembangan peradaban modern, matematika

memegang peranan penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu

pengetahuan menjadi sempurna. Matematika merupakan ilmu yang diperlukan

oleh semua ilmu pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semua ilmu dan

teknologi tidak mendapat kemajuan yang berarti. Melihat pentingnya peranan

(20)

sehari-2

hari sehingga matematika menjadi salah satu bidang studi yang diajarkan pada

setiap jenjang pendidikan baik dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai

jenjang perguruan tinggi.

Kenyataan menunjukkan bahwa pelajaran matematika diberikan di semua

sekolah, baik di jenjang pendidikan dasar maupun di jenjang pendidikan

menengah. Matematika yang diberikan di jenjang persekolahan disebut

matematika sekolah. Menurut Soedjadi (1999 : 12) matematika sekolah adalah

unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan dan

berorientasikan kepada : (1) Makna kependidikan, yaitu untuk mengembangkan

kemampuan dan kepribadian peserta didik, (2) Tuntutan perkembangan yang

nyata dari lingkungan hidup yang senantiasa berkembang seiring dengan

kemajuan ilmu dan teknologi.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan pada

jenjang pendidikan menengah, dimana merupakan bidang studi yang teroganisir

yang merupakan pelayan bagi ilmu yang lainnya. Hal ini sejalan dengan yang

diungkapkan Puri (2006 : 2) bahwa bidang studi matematika merupakan dasar

untuk memudahkan belajar bidang studi lainnya, sehingga apabila telah

menguasai matematika maka akan lebih mudah mempelajari bidang studi lainnya.

Oleh sebab itu, matematika harus dipelajari karena dengan menggunakan

matematika seorang siswa akan lebih mudah untuk mempelajari bidang studi

lainnya.

Beberapa alasan yang menyatakan pentingnya belajar dan menguasai

matematika seperti dikemukakan oleh Abdurrahman (2003 : 115) bahwa

(21)

3

setiap segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan ketrampilan

matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, jelas dan

singkat, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5)

meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, (6)

memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang mendatang.

Alasan tersebut di atas sejalan dengan tujuan matematika SMP dalam

Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang mengemukakan bahwa

tujuan khusus pengajaran matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah

sebagai berikut : (1) memahami konsep bilangan real, operasi hitung dan

sifat-sifatnya (komutatif, assosiatif, distributif), barisan bilangan sederhana (barisan

aritmatika dan sifat-sifatnya), serta penggunaannya dalam pemecahan masalah,

(2) memahami kosep aljabar meliputi : bentuk aljabar dan unsur-unsurnya,

persamaan dan pertidaksamaan linier serta penyelesaiannya, himpunan dan

operasinya, relasi dan fungsi dan grafiknya, sistem persamaan linier dan

penyelesaiannya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, (3)

memahami bangun-bangun geometri, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, ukuran dan

pengukurannya, meliputi : hubungan antar garis, sudut (melukis sudut dan

membagi sudut), segitiga (termasuk melukis segitiga) dan segi empat, teorema

Phytagoras, lingkaran (garis singgung sekutu, lingkaran luar dan lingkaran dalam

segitiga dan melukisnya), kubus, balok, prisma, limas dan jaring-jaringnya,

kesebangunan dan kongruensi, tabung, kerucut, bola, serta menggunakannya

dalam pemecahan masalah, (4) memahami konsep data, pengumpulan data

penyajian data (dengan tabel, gambar, diagram, grafik), rentang data, rentang

(22)

4

memahami konsep ruang dan peluang kejadian, serta memanfaatkan dalam

pemecahan masalah, (6) memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya

dalam kehidupan, dan (7) memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

kritis dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama.

Namun kenyataannya banyak siswa yang mengeluh tentang mata

pelajaran matematika, mereka menganggap bahwa matematika merupakan mata

pelajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini disebabkan karena mata pelajaran

matematika diajarkan dengan model pembelajaran yang tidak menarik, dimana

guru menerangkan materi sementara siswa hanya mencatat dan mendengarkan

saja sehingga pada akhirnya siswa akan menghafal materi yang diajarkan tanpa

memahami konsepnya, yang dapat dilihat dari cara yang dilakukan siswa dalam

menyelesaikan soal-soal matematika dengan menghafal rumus, langkah dan

prosedur penyelesaiannya sehingga jika siswa lupa pada rumus dan prosedurnya

maka siswa akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan

tersebut. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan rendahnya hasil belajar

matematika itu sendiri.

Menurut Soedjadi (2000 :17) bahwa penyebab kesulitan belajar

matematika dapat bersumber dari dalam diri siswa dan dari luar diri siswa seperti

cara penyampaian materi pelajaran atau suasana pembelajaran yang dilaksanakan.

Hal ini berarti salah satu factor yang mempengaruhi hasil belajar adalah proses

pembelajaran yang dilaksanakan. Sesuai dengan yang di kemukakan oleh

Soedjadi (2000 : 4) mengemukakan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di

sekolah banyak ditentukan oleh proses belajar mengajar (pembelajaran) yang

(23)

5

Reigeluth dan Merill (1983 : 23) menyatakan bahwa ada tiga variable yang

harus diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran yaitu : (1) kondisi pengajaran

yaitu faktor yang mempengaruhi efek penggunaan metode pengajaran dalam

upaya meningkatkan hasil pengajaran, (2) metode pengajaran yaitu cara-cara yang

berbeda untuk mencapai hasil pengajaran yang berbeda di bawah kondisi yang

berbeda, dan (3) hasil pengajaran yaitu semua efek yang dapat dijadikan sebagai

indicator tentang nilai dari penggunaan metode pengajaran dengan kondisi yang

berbeda.

Kondisi pembelajaran merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh guru

dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran yang dilakukan akan efektif

karena kondisi pembelajaran sangat mempengaruhi keberhasilan dari

pembelajaran yang dilakukan. Salah satu kondisi pembelajaran yang

mempengaruhi kegiatan pembelajaran adalah karakteristik siswa. Karakteristik

siswa merupakan suatu kondisi yang harus diperhatikan karena hal tersebut sangat

berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehingga juga akan

mempengaruhi hasil pembelajaran yang dilakukan. Karakteristik siswa adalah

semua hal yang berkaitan dengan diri siswa atau kualitas perseorangan siswa.

Oleh karena itu seorang guru harus memperhatikan semua karakteristik

siswa dan menjadikannya sebagai dasar untuk menentukan atau menetapkan

model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran sehingga

model pembelajaran tersebut akan lebih efektif. Dalam menentukan atau

menetapkan model pembelajaran, guru harus terlebih dahulu melakukan

identifikasi terhadap karakteristik siswa yang akan diajar. Namun kenyataannya

(24)

6

kurang memperhatikan karakteristik siswa, mereka menganggap semua siswa

sama atau siswa merupakan individu yang sama dalam segala hal, sehingga model

pembelajaran yang digunakan tidak efektif. Selain itu masih banyak juga guru

yang menggunakan metode pembelajaran yang tidak bervariasi, guru hanya

menggunakan satu metode pembelajaran saja yang mengakibatkan siswa akan

merasa bosan dan tidak tertarik pada pelajaran yang diajarkan sehingga

berdampak pada kurang optimalnya pencapaian hasil belajar.

Hal tersebut juga terjadi dalam kegiatan pembelajaran untuk mata

pelajaran matematika, dimana guru masih menggunakan model pembelajaran

yang tidak sesuai dengan karakteristik siswa dan masih menggunakan satu metode

pembelajaran saja sehingga hasil belajar matematika kurang optimal dan relative

lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Diharapkan dengan

model Pembelajaran berbasis masalah maka hasil belajar matematika meningkat.

Fenomena mengenai rendahnya nilai matematika seperti diungkapkan di

atas juga ditemukan di SMP Negeri 4 Tanjung Tiram. Hal ini diungkapkan oleh

guru matematika yang mengajar di kelas VII yang menyatakan bahwa selama ini

memang nilai matematika masih rendah dibandingkan dengan nilai dalam bidang

studi lain. “Nilai matematika anak-anak ini beragam, mulai dari yang paling

rendah sampai yang paling bagus pun ada, cuman memang nilainya agak lebih

rendah dibandingkan bidang studi lain”.

Rendahnya nilai matematika dapat disebabkan beberapa faktor, salah

satunya adalah metode yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi

pelajaran. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Abbas (2007), bahwa rendahnya

(25)

7

matematika, tetapi masih banyak unsur-unsur yang terkait dengannya, di

antaranya adalah guru.

Rendahnya nilai matematika siswa dapat tergambar dan masih banyaknya

siswa mengikuti remedial pada setiap ujian materi pokok perbandingan dan skala

yang berakibat pada rendahnya skor rata-rata ujian semester siswa yang terjadi 3

tahun belakangan ini, seperti terlihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1 Daftar nilai rata-rata ujian akhir di SMP Negeri 4 Tanjung Tiram kelas VII mata pelajaran matematika

Sumber : Kantor Tata Usaha SMP Negeri 4 Tanjung Tiram

Dari data nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) tersebut, skor/nilai

yang terendah terjadi pada Perbandingan. Siswa pada umumnya tidak dapat

menjawab soal-soal. Hal ini diketahui oleh peneliti dari nilai siswa yang diperoleh

dari nilai ulangan mid semester dan nilai ujian semester. Pada ulangan nasional

yang ada kaitannya dengan Perbandingan, termasuk kategori soal yang sulit.

Pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah belum memanfaatkan

dan memiliki keterkaitan dengan realita dan kegiatan manusia dalam kehidupan

sehari-hari sedangkan untuk memahami konsep-konsep matematika siswa harus

dapat mengaitkan permasalahan matematika dengan keadaan yang terjadi dalam

kehidupan sehari-hari sehingga pada akhirnya siswa akan menemukan sendiri

konsep dalam pemecahan masalah yang diberikan. Oleh karena itu salah satu

(26)

8

pembelajaran adalah dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model

pembelajaran kooperatif tipe think-pair square.

Model pembelajaran Cooperative Learning juga merupakan salah satu

model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran di

kelas karena pelaksanaan model ini sangat mudah. Dalam model pembelajaran ini

siswa belajar dalam kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk

sebelumnya, memberikan tes dan kuis, dan memberikan penghargaan bagi

kelompok dengan prestasi yang lebih baik dari kelompok lainnya. Namun dalam

model pembelajaran ini kadangkal tidak mampu mengukur sejauh mana

keberhasilan siswa secara individu secara langsung setelah materi pelajaran

disampaikan. Meski diadakan presentase masing-masing siswa dalam

menyelesaikan masalah yang diajukan guru, tetapi hasil presentase tersebut

merupakan jawaban dari kelompok diskusi yang dibacakan oleh salah satu

anggota dalam satu anggota , bukan pendapat secara individu. Oleh karena itu

diperlukan penggunaan model pembelajaran yang dapat menambah pemahaman

dan pengalaman yang memberikan tantangan kepada siswa, salah satu model

pembelajaran tersebut adalah Pembelajaran berbasis masalah atau pembelajaran

berbasis masalah.

Dengan model pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa

bagaimana mentranfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pengetahuan yang diterima siswa akan

lebih bermakna digunakan dalam kehidupan sehari-harinya. Kebermaknaan ini

dapat berarti bahwa siswa akan terus mengingat pengetahuan yang diterima.

(27)

9

bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Di samping itu,

pemecahan masalah itu juga dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi

sendiri, baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

Melalui pemecahan masalah dapat memperlihatkan kepada siswa setiap

mata pelajaran, khususnya mata pelajaran matematika pada dasarnya merupakan

cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar

belajar dari guru atau dari buku-buku saja. Oleh karena itu, pemecahan masalah

dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir logis dan

mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan

baru. Dengan demikian, siswa memiliki kesempatan untuk mengaplikasikaan

pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, sehingga kemampuan

berpikir logis mereka terus meningkat.

Belajar dengan Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah. Keterampilan-keterampilan pemecahan masalh

sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Belajar

dengan pendekatan Pembelajaran berbasis masalah berangkat dari pemecahan

permasalahan dalam konteks nyata yang dikaitkan dengan pemecahan masalah

secara matematis.

Model Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model

pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif pada siswa.

PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan

masalah melalui tahap metode ilmiah, sehingga siswa dapat mempelajari

pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki

(28)

10

pembelajaran matematika, siswa diperhadapkan pada kenyataan actual dan

kontektual yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa merasa

penting menguasai konsep-konsep matematika karena dapat digunakan untuk

memecahkan masalah di luar pelajaran matematika itu sendiri. Hal ini akan

menimbulkan minat dan keterbukaan siswa dalam mempelajari matematika.

Selanjutnya Arends (2008 : 42) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis

masalah merupakan salah satu pembelajaran yang membantu siswa untuk

mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, memecahkan masalah dan

keterampilan belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka

dalam menemukan materi atau simulasi dan menjadi pembelajar yang otonom.

Bila pembelajaran dimulai dengan masalah apalagi masalah tersebut bersifat

kontekstual maka hal ini akan menimbulkan ketidakseimbangan kognitif pada diri

siswa, keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan

bermacam-macam pertanyaan di sekitar masalah tersebut seperti “apa yang

dimaksud dengan”, “mengapa bisa terjadi”, “bagaimana mengetahuinya” dan

seterusnya. Bila pertanyaan tersebut telah muncul pada diri siswa maka motivasi

intristik mereka untuk belajar akan tumbuh.

Model pembelajaran berbasis masalah mempunyai tiga hasil belajar yakni

: (1) Inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah. Konsep matematika

yang akan diketahui oleh siswa diperoleh oleh siswa itu sendiri melalui proses

pemecahan masalah. Seringnya siswa menghadapi masalah di dalam proses

pembelajarannya akan meningkatkan keterampilan siswa tersebut dalam

pemechan masalah. (2) Belajar model peraturan orang dewasa, dalam

(29)

11

mempertahankan ide dan mengkritik pendapat temannya dengan alasan-alasan

yang logis sehingga menimbulkan sikap saling menghargai dan percaya diri. (3)

Keterampilan belajar mandiri dianjurkan untuk mencari informasi-informasi yang

berhubungan dengan permasalahan dari berbagi sumber, baik melalui internet,

jurnal maupun buku bacaan yang dimilikinya dan informasi tersebut digunakan

untuk melakukkan pemecahan masalah.

Aspek lain yang merupakan dasar memilih Pembelajaran berbasis masalah

adalah aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh siswa dalam usahanya untuk

memecahkan masalah. Aktivitas terjadi disebabkan pada masalah yang dirancang

yang menimbulkan keinginan siswa untuk memecahkannya. Aktifitas-aktifitas

tersebut harus dipertahankan dari mulai awal pelajaran sampai berakhirnya

pembelajaran, oleh sebab itu guru harus merancang rangkaian aktifitas-aktifitas

yang mengarah kepada penguasaan konsep. Untuk itu diperlukan stimulus yang

mampu merangsang siswa untuk melakukan aktifitas tersebut yaitu bentuk

penilaian. Bentuk penilaian yang dibutuhkan adalah bentuk penilaian yang

mampu mengukur baik dari segi afektif, kognitif dan psikomotor siswa. Kepada

siswa harus diberikan kesempatan untuk menilai diri sendiri dan temanya,

kegiatan-kegiatan yang memampukan siswa untuk berpikir tingkat tinggi,

berkolaborasi dan keterampilan pemecahan masalah, semua kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh siswa tersebut harus merupakan bagian dari unsur penilaian.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa untuk memperoleh hasil

belajar seperti yang diharapkan dibutuhkan suatu model pembelajaran yang

mampu memberdayakan siswa dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah

(30)

12

terjadi pembelajaran yang bermakna. Siswa yang belajar memecahkan masalah

akan membuat mereka menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha

mengetahui pengetahuan yang diperlukannya.

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square adalah model

pembelajaran yang menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang

dirancang untuk mempengaruhi siswa dengan cara menuntut siswa berpikir

sendiri serta bekerja sama dengan orang lain untuk memahami suatu konsep

sesuai dengan masalah yang disajikan.

Sebagai langkah awal adalah Think yaitu berfikir, setiap siswa diberi

kesempatan untuk membaca, memahami catatan tentang hal-hal yang tidak

dipahaminya. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki ide-ide dalam penyelesaian

masalah yang disajikan. Pada tahap ini secara individu siswa harus berusaha

menganalisis masalah, dimana hasil pemikiran tersebut harus bias dijelaskannya

kepada kawan kelompoknya. Kemudian pair (berpasangan) dimana pada tahap ini

siswa mendiskusikan hasil pemikiran sendiri dengan pasangan kelompoknya yang

sudah ditentukan. Dalam tahap ini siswa harus bisa menentukan metode

penyelesaian yang lebih tepat dari banyaknya argument yang ada dalam

menyelesaikan masalah. Menyatukan semua informasi yang diperoleh dari

pasangannya membantu siswa menemukan ide yang tepat dalam menyelesaikan

masalah. Hasil akhir dari kerja pasangan akan didiskusikan pada tahap Square

(berempat) sehingga keberhasilan kelompok merupakan tanggung jawab setiap

siswa. Pada tahap Square ini juga siswa dituntut menemukan solusi yang tepat

dari setiap ide yang diberikan oleh anggota kelompoknya. Dimana setiap ide yang

(31)

13

tahapan pembelajaran inilah siswa belajar menganalisis masalah dan menyatukan

informasi yang ada untuk menyelesaikan masalah.

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square dalam

pembelajaran matematika adalah salah satu upaya menanamkan konsep kepada

siswa, karena dengan pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-quare terdapat

keuntungan-keuntungan sebagai berikut: (1) siswa dapat berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran yang disajikan, (2) menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap

inquiry (mencari-temukan), (3) mendukung kemampuan problem solving siswa,

(4) memberikan wahana interaksi antar siswa maupun interaksi antara siswa

dengan guru. Sehingga siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia

yang baik dan benar, (5) materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat

kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam

proses menemukannya.

Permasalahan di atas perlu diupayakan pemecahannya, salah satunya

dengan melakukan tindakan yang dapat mengubah suasana pembelajaran yang

melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, yaitu melalui

pembelajaran dengan memberikan masalah kepada siswa kemudian membimbing

siswa sesuai dengan konsep yang ada, sehingga siswa sendiri yang menemukan

konsep matematika tersebut.

Selain faktor pembelajaran yang lebih terfokus kepada metode, media,

strategi dan model pembelajaran yang digunakan, factor lain yang mempengaruhi

hasil belajar matematika siswa itu sendiri yang berkaitan dengan kemampuan

penalaran atau kemampuan berfikir logis. Kemampuan berfikir logis merupakan

(32)

14

sangat dimengerti dan dipahami melalui penalaran atau berpikir logis yang

dilakukan dengan latihan memecahkan masalah matematika.

Saragih (2007 :2) menyatakan bahwa salah satu kemampuan siswa yang

mempengaruhi hasil belajar matematika siswa adalah kemampuan penalaran atau

kemampuan berpikir logis dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika.

Hal ini berarti bahwa kemampuan berpikir logis yang memuat kemampuan

berpikir deduktif maupun kemampuan berpikir induktif merupakan salah satu

penyebab rendahnya hasil belajar siswa karena dalam menyelesaikan

permasalahan matematika berkaitan dengan kemampuan dan pengetahuan yang

telah dimiliki siswa. Oleh karena itu kemampuan berpikir logis akan sangat

bermanfaat bagi siswa dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang

dihadapinya baik masalah-masalah akademis maupun masalah dalam kehidupan

sehari-hari.

Menurut Mukhayat (2004) dan Poedjawijatna (1992) yang dikutip Saragih

(2007 :7) menyatakan bahwa berpikir logis adalah kegiatan berpikir yang

didasarkan atas kaidah-kaidah, ketentuan, aturan-aturan umum dan sistematik dan

teknik berpikir yang tepat dan benar sehingga tidak mengandung kesalahan dan

memperoleh kesimpulan yang benar. Kemampuan berpikir logis siswa dalam

menyelesaikan masalah bervariasi, ada yang rendah, sedang dan tinggi.

Kemampuan berpikir logis siswa dipengaruhi oleh struktur kognitif dan

pengalaman belajar akan berasimilasi dan berakomodasi dengan pengetahuan baru

sehingga akan terjadi adaptasi dalam kegiatan pembelajaran untuk menpai hasil

(33)

15

Oleh karen itu berdasarkan kemampuan berpikir logis yang dimiliki oleh

siswa maka seorang guru harus mampu memilih dan menggunakan model

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut karena untuk siswa

yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi akan lebih mudah atau tidak akan

mengalami kesulitan yang berarti untuk belajar dengan model pembelajaran

apapun sedangkan untuk siswa yang memiliki kemmapuan berpikir logis rendah

akan mengalami kesulitan jika model pembalajaran yang digunakan tidak sesuai

dengan karakteristik yang dimilikinya.

Berkaitan dengan uraian fenomena tentang rendahnya hasil belajar siswa

maka diketahui bahwa karakteristik siswa yaitu kemampuan berpikir logis

memiliki pengaruh dalam hasil belajar siswa sehingga karakteristik tersebut perlu

mendapat perhatian dalam menentukan dan merapkan suatu model pembelajaran.

Penelitian yang akan dilakukan berupaya untuk meningkatkan hasil belajar

matematika dengan menerapkan suatu model pembelajaran. Model pembelajaran

yang akan diterapkan adalah model Pembelajaran berbasis masalah dan model

kooperatif tipe Think-Pair-Square dengan materi skala dan perbandingan,

sedangkan kondisi pembelajaran yang berhubungan dengan karakteristik siswa

adalah kemampuan berpikir logis yang diperkirakan berinteraksi dengan model

pembelajaran dan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi

permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran matematika yang akan

(34)

16

sajakah yang mempengaruhi hasil belajar matematika siswa? (2) Apakah model

pembelajaran dan penyampaian bahan ajar matematika kurang menarik perhatian

siswa? (3) Apakah model pembelajaran matematika yang digunakan dapat

meningkatkan proses pembelajaran ? (4) Apakah model pembelajaran matematika

yang digunakan tidak sesuai dengan karakteristik siswa ? (5) Apakah bahan ajar

yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran membantu siswa dalam belajar

matematika? (6) Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan atau SDM guru

matematika terhadap perolehan hasil belajar matematika ? (7) Bagaimana pengruh

model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis terhadap hasil belajar

matematika siswa ? (8) Apakah model pembelajaran matematika kooperatif tipe

TPS sesuai dengan karakteristik siswa ? (9) Apakah penilaian hasil belajar yang

dilakukan guru telah sesuai dengan bahan ajar dan karakteristik siswa ? (10)

Apakah model pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa ? (11) Apakah hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan

pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dari model pembelajaran berbasis

masalah ? (12) Apakah ada pengaruh perbedaan kemampuan berpikir logis siswa

dengan hsil belajar matematika siswa ? (13) Apakah hasil belajar siswa yang

memiliki kemampuan berpikir logis tinggi lebih tinggi dari yang memiliki

kemampuan berpikir logis rendah ? (14) Apakah ada interaksi antara model

pembelajaran dan kemampuan brpikir logi siswa terhadap hasil belajar

matematika siswa?

(35)

17

C. Pembatasan Masalah

Disadari banyaknya faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar

siswa, sehingga perlu pembatasan masalah dalam penelitian ini mengingat

keterbatasan kemampuan peneliti dalam meneliti semua permasalahan serta agar

penelitian lebih terarah maka perlu dibuat suatu pembatasan masalah sehingga

tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dalam proposal penelitian ini, peneliti

membatasai pada ruang lingkup lokasi penelitian, subjek penelitian, waktu

penelitian dan variabel penelitian.

Berkaitan dengan lokasi penelitian, penelitian ini terbatas pada SMP

Negeri Tanjung Tiram. Penelitian ini melibatkan siswa kelas VII (tujuh) dengan

melibatkan satu variabel bebas, satu variabel moderator dan satu variabel terikat.

Variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square dan

model pembelajaran berbasis masalah. Sedangkan variabel moderatornya adalah

karakteristik siswa yang dalam hal ini kemampuan berpikir logis tinggi dan

kemampuan berpikir logis rendah yang diperoleh dari hasil tes kemampuan

berpikir logis dan variabel terikatnya adalah hasil belajar matematika yang

dibatasi pada aspek kognitif untuk pokok bahasan skala dan perbandingan.

D. Rumusan Masalah

Untuk lebih memudahkan dalam mengkaji permasalahan yang ada dalam

penelitian ini, rumusan masalah secara umum adalah:

(1) Apakah hasil belajar matematika pada siswa yang diajarkan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square lebih tinggi dari siswa yang

(36)

18

(2) Apakah hasil belajar matematika pada siswa yang memiliki tingkat

kemampuan berpikir logis tinggi lebih tinggi dari siswa yang memiliki

tingkat kemampuan berpikir logis rendah?,

(3) Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir

logis siswa dalam mempengaruhi hasil belajar matematika?.

E. Tujuan penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

bagaimana pengaruh dari aplikasi model pembelajaran dengan kemampuan

berpikir logis terhadap hasil belajar matematika. Secara khusus penelitian ini

bertujuan :

1. Untuk mengetahui hasil belajar matematika pada siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari siswa yang

diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-square.

2. Untuk mengetahui hasil belajar matematika pada siswa yang memiliki

kemampuan berpikir logis tinggi lebih tinggi dari siswa yang memiliki

kemampuan berpikir logis rendah.

3. Untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran dengan

kemampuan berpikir logis dalam mempengaruhi hasil belajar matematika.

F. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini daharapkan dapat bermanfaat

secara teoritis dan praktis. Manfaat secara teoritis penelitian ini antara lain untuk

memperkaya dan menambah khasanah ilmu pengetahuan guna meningkatkan

(37)

19

matematika, karakteristik siswa, sarana, media yang tersedia dan agar dapat

meningkatkan motivasi dan minat guru untuk mempelajari dan menerapkan model

pembelajaran yang sesuai dan efektif.

Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini antara lain adalah : (1)

sebagai bahan pertimbangan dan alternatif bagi guru tentang model pembelajaran

kooperatif tipe Think-Pair-Square, sehingga guru dapat merancang suatu rencana

pembelajaran yang berorientasi bahwa belajar akan lebih baik jika siswa dapat

menemukan sendiri apa yang menjadi kebutuhan belajarnya dan bukan karena

diberitahukan oleh guru sehingga, dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

(2) Memberi gambaran bagi guru tentang efektifitas dan efisiensi aplikasi model

pembelajaran matematika untuk memperoleh hasil belajar matematika yang lebih

maksimal. (3) Sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelola,

pengembang , lembaga pendidikan dan peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji

secara lebih mendalam tentang hasil penerapan model kemampuan berpikir logis

(38)

137

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam Bab IV, maka

kesimpulan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model Pembelajaran

Berbasis Masalah lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think-Pair-Square.

2. Hasil belajar matematika yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi

lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan

berpikir logis rendah.

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir

logis pada mata pelajaran matematika.

B.Implikasi

1. Implikasi terhadap perencanaan dan pengembangan model pembelajaran.

Temuan penelitian ini adalah bahwa hasil belajar matematika yang diajar

dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah lebih tinggi dibandingkan dengan

siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe

Think-Pair-Square. Hal ini memberikan petunjuk bahwa model Pembelajaran

(39)

138

Dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah, setiap siswa didorong

untuk dapat mengkontruk pengetahuannya sendiri dengan cara meleburkan

pengetahuan dan pengalaman yang ada dengan pengetahuan yang baru. Dalam

proses pemecahan masalah yang disajikan, siswa akan mengidentifikasikan dan

menggali berbagai informaasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah

tersebut. Dengan karakteristik yang menekankan setiap siswa untuk aktif dalam

pembelajarannya, maka materi dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah

disusun dengan struktur yang dapat mendukung proses kemandirian belajar para

siswa sehingga mereka dapat mengembangkan pemikiran kritis, pembelajaran

mandiri, ketrampilan dan sikap terhadap proses kelompok. Sedangkan pada model

pembelajaran Cooperative learning tipe Think-Pair-Square lebih menekankan

bagaimana siswa untuk berinteraksi sosial dan menghargai perbedaan

karakteristik individu yang ada.

Berdasarkan hal tersebut, maka guru harus merancang skenario dan model

pembelajaran dengan sebaik-baiknya agar komptensi yang ingin dicapai dalam

pembelajaran pada akhirnya dapat tercapai. Model pembelajaran yang dirancang

harus memperhatikan kemampuan berpikir logis dimiliki oleh siswa. Model

pembelajaran harus dapat menggabungkan keahlian materi dan kemampuan

berpikir logis siswa. Kemampuan berpikir logis siswa mendorong siswa untuk

mempelajari dan menguasai matematika agar mereka benar-benar ahli dalam

matematika.

Untuk itu dalam pelaksanaan dalam pembelajaran, guru harus benar-benar

(40)

139

Selain mampu mendesain pembelajaran, guru juga harus mampu mengidentifikasi

kemampuan berpikir logis siswa, sehingga siswa dapat optimal dalam belajarnya

dan menguasai kompetensi-kompetensi matematika. Oleh karena itu, desain

pembelajaran yang telah dirancang diharapkan memperhatikan kemampuan

berpikir logis siswa sehingga proses pembelajaran dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai dan proses belajar siswa lebih bermakna.

Caranya dengan memberikan soal-soal latihan yang lebih banyak lagi kepada

siswa sehingga kemampuan berpikir logis siswa dapat meningkat. Maka dengan

ini dapat dijadikan pertimbangan bagi guru-guru matematika untuk menggunakan

model pembelajaran berbasis masalah khususnya pembelajaran matematika pada

tingkat SMP.

Penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa

berpengaruh terhadap hasil belajar materi matematika. Kegiatan pembelajaran

akan lebih bermakna, jika pembelajaran yang dilaksanakan lebih efektif, efisien

dan mempunyai daya tarik. Namun, perlu disadari bahwa tidak ada satu model

pembelajaran manapun yang paling sesuai untuk setiap karakteristik siswa

maupun karakteristik materi pelajaran. Tatapi hasil penelitian ini bisa menjadi

masukan bagi guru mata pelajaran matematika untuk memilik model

pembelajaran yang sesuai dalam mengajarkan materi pelajaran. Sesuai dengan

hasil penelitian, dapat diaplikasikan dalam merancang pembelajaran disesuaikan

dengan memperhatikan karakteristik siswa maka siswa yang memiliki

kemampuan berpikir logis tinggi akan lebih berhasil belajarnya diajarkan dengan

(41)

140

perilakunya untuk dapat meningkatkan kemampuan mengingat yang dimilikinya

dengan cara belajar aktif atau mengulang pelajaran dirumah supaya perolehan

hasil belajar yang dimiliki dapat lebih baik.

2. Implikasi terhadap Guru Matematika Kompetensi Skala dan Perbandingan

Pengorganisasian dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah dan model

Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Square menuntut guru lebih

kreatif dan cermat dalam memimpin dan mengembangkan pembelajaran yang

struktur. Dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah, guru harus mampu

membantu siswa untuk mengaktifkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki

siswa dan menemukan pengetahuan baru. Guru harus mampu memfasilitasi proses

belajar siswa untuk untuk menemukan pengetahuan tersebut dengan menyediakan

scafolding dalam pembelajaran sehingga dapat menyokong proses pembelajaran

siswa.

Selain itu, guru juga harus mampu menjadi fasilitator dan pembimbing

serta penasehat dalam pembelajaran. Guru harus mampu mengajak siswa untuk

bergerak aktif dalam pembelajaran dan berinteraksi dengan proses pembelajaran

kelompok. Dengan begitu, terciptalah suasana kondusif yang dapat mendorong

siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

Jadi, implikasi dari penelitian ini yaitu untuk model pembelajaran berbasis

masalah perlu diadakan sosialisasi kepada kepala sekolah dan guru yang mengajar

bidang studi matematika melalui wadah MGMP dan mempraktikkan langsung

(42)

141

kegiatan yang dilakukan dalam model pembelajaran berbasis masalah sehingga

para guru dapat menerapkannya di dalam kelas yang diasuhnya. Selain dalam

wadah MGMP, sosialisasi dapat berupa bentuk pelatihan kepada guru-guru dan

dalam bentuk jurnal yang dipublikasikan di kampus dan internet.

3. Implikasi Terhadap Peran Guru

Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan model Cooperative Learning

tipe Think-Pair-Square merupakan model pembelajaran berpusat pada siswa

(student centred learning). Tuntutan kedua model ini adalah dapat

memberdayakan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa turut berperan aktif

dalam proses pembelajaran. Meskipun begitu, kedua model ini memiliki

karakteristik masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena

itu guru harus mampu dan terampil dalam mengaplikasikan model-model

pembelajaran tersebut di dalam pembelajaran.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah yang betitik pusat pada sebuah

masalah, akan mendorong siswa untuk mengeloborasikan dan mengkontruksikan

pengetahuan mereka agar sesuai dengan masalah yang disajikan. Dengan begitu

mereka dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah

dengan skematis, ketrampilan dan sikap terhadap proses kelompok, pembelajaran

mandiri, pemikirian kritis, refleksi kritis, dan mengelola informasi. Sedangkan

model Cooperative Learning lebih menekankan bagaimana siswa berinteraksi

dengan lingkungan sosial kelompoknya dan menghargai perbedaan karakteristik

(43)

142

materi dengan karakteristik siswa, dalam hal ini adalah kemampuan berpikir logis

siswa, sehingga dapat membentuk suasana untuk pembelajaran yang kondusif.

Jadi, implikasi dari penelitian ini yaitu untuk model pembelajaran berbasis

masalah perlu diadakan sosialisasi kepada kepala sekolah dan guru yang mengajar

bidang studi matematika melalui wadah MGMP dan mempraktikkan langsung

disaksikan guru-guru lain sehingga dapat dilihat langsung langkah-langkah dan

kegiatan yang dilakukan dalam model pembelajaran berbasis masalah sehingga

para guru dapat menerapkannya di dalam kelas yang diasuhnya. Selain dalam

wadah MGMP, sosialisasi dapat berupa bentuk pelatihan kepada guru-guru dan

dalam bentuk jurnal yang dipublikasikan di kampus dan internet.

4. Implikasi terhadap lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan model Cooperative Learning

merupakan model pembelajaran yang inovatif yang memberdayakan siswa untuk

berperan aktif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, kedua model pembelajaran

tersebut perlu diperkenalkan kepada mahasiswa-mahasiswa yang menimba ilmu

di jurusan kependidikan dan yang akan menjadi calon pendidik di sekolah.

Dengan mampu menguasai dan mengaplikasikan model pembelajaran tersebut,

diharapkan calon pendidik meemiliki kemampuan mendesain dan mengorganisasi

pembelajaran yang baik, sehingga dapat mewujudkan pembelajaran yang optimal

bagi peserta didik dan kepuasaan bagi pengajar.

(44)

143

Kepada peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut tentang

model pembelajaran berbasis masalah dan kooperative tipe Think-Pair-Square

agar memperluas jumlah sampel, lebih memeriksa pengontrolan kejadian khusus

kepada siswa yang berkaitan dengan pengalaman dan lingkungannya seperti

waktu pelaksanaan dan pengambilan data harus optimum, penelitian dilakukan

lebih dari dua kelas.

C.SARAN

1. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar

matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis

masalah lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar matematika yang

diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square. Jadi,

diharapkan kepada kepala sekolah agar bersedia mengadakan/ mendukung

pelatihan kepada guru-gurunya dengan memberi arahan dan motivasi.

Selain dukungan kepala sekolah, dana juga sanagt diperlukan dalam

terselenggaranya pelatihan dengan adanya sumber dana yang bisa

memfasilitasi pelatihan tersebut. Kemauan dan kerjasama dari guru-guru

juga sangat diharapkan agar pelatihan tersebut dapat berjalan dangan

lancar dan dapat diterapkan dalam kelas masing-masing.

2. Hasil penelitian ini yang dapat diimplikasikan dalam bentuk jurnal. Jurnal

yang dipublikasikan di kampus dapat dilakukan dengan meminta

persetujuan pihak jurusan untuk menerbitkan tesis yang telah disusun

(45)

144

dengan mendaftarkannya dalam bentuk website sehingga dapat dibaca

oleh khalayak umum khususnya para guru

3. Peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan, disarankan untuk

melibatkan variabel moderator lain, seperti kemampuan berpikir kritis,

kemampuan matematika, IQ dan lain-lain. Dengan begitu diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai mata pelajaran

(46)

145

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta : Rineka Cipta

Arends, Ricards I. 2008. Learning to Teach : Belajar Untuk Mengajar. Edisi ketujuh. Jilid 2. Yogyakarta : pustaka Belajar

Arikunto, S. 1993. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Bloom, B. 1982. Human Characteristic and School Learning. New York: Me Graw – Hill Broh.

Boud, D., & Feletti, G, (Eds). 1997. The challenge of problem based learning .London, England : Kogan Page

Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Davies, L., K, 1981 Instructional Technique. New York: Mc. Graw Hill Bokk Company

Dick and Carey. 2001. The Systematic Design of Instruction. New York: Wesley Education

Djamarah, B. S dan Zein,, A. 2002. Strategi Belajar dan Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta

Eggen, D. 1979. Strategies For Teacher. New York: Rinehart and Winston.

Gagne, Robert M and Briggs, Leslie. 1978 Principles Of Instruction Desaign. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Gledler,M. E. B (tanpa tahun). Belajar dan Membelajarkan. Seri pustaka teknologi pendidikan. Jakarta Rajawali Pers.

Hergenhahn, B.R dan Mathew H. Olson. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta : Kencana

Joyce, B dan Weil, M. 1986. Models of Teaching. Ney Jersey : practice

(47)

146

Jurnal Pendidikan Kependidikan diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu Jurnal Penelitian Kependidikan Tahun 2012 Vol 1 No. 2 Desember 2012.

Jurnal Pendidikan Kependidikan diterbitkan oleh Lembaga Penelitian educationist Jurnal Penelitian Kependidikan Tahun 2007 No.1 Vol 1 Januari 2007.

Lie. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : garasindo.

Nasution, S. 2000. Didaktis Azas-azas mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Panjaitan, B. 1999. Karakteristik Pebelajar dan Kontribusinya Terhadap Hasil Belajar .Medan. Poda

Puri, 2006. Pembelajaran Matematika Yang Menyenangkan.Medan Sinar Indonesia Baru.

Reigeluth, M., Charles. 1983. Instructional Design Theories And Models: An Overview of Their Current Status. Hillsdale, New Jersey London: Lawrence Erlbaum Assosiates.

Romiszowski, A., J. 1981. Designing Instructional System.New York : Kogan Page, London Nicholas Publishing

Ruseffendi, E.T . 1993. Pendidikan Matematika 3. Jakarta. Depdikbud

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta . Kencana Prenada Media

Saragih, S. 2007. Pengaruh Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Sekolah Menegah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi Program Doktor disajikan pada seminar mahasiswa Pascasarjana Unimed.

Seel BB and Richey R., C. 1994. Instructional technology; The Definition and Domains of Field. Washington DC: AETC.

Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning: Theory, Rearch, and Practice. United States of America : Allyn & Bacon.

Stahl, R.J. 1994. Cooperative Learning in Social Studies : A Handbook for Teacher. USA : Addison Wesley Publishing Company, Inc.

(48)

147

Sobel, M. 2003. Teaching Mathematics. Terjemahan Suyono. Jakarta: Erlangga

Soerjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika. Jakarta: Direktural Jendral Pendidikan Tinggi.

Sudjana, 2005. Model Statistika. Bandung: Tarsito.

Suparman, A. 1997. Desain Instruksional. Jakarta : raja Grafindo Persada.

Uno, Hamzah. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.

Wilkerson & Gijselaers. 1996. Bringing problem-Based Laerning to Hihger Education : Theory and Practice. San Fransisco : Jossey Bass Publishers

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 1.1 Daftar nilai rata-rata ujian akhir di SMP Negeri 4 Tanjung Tiram kelas VII mata pelajaran matematika

Referensi

Dokumen terkait

1. Siswa SMP Negeri 6, 9 dan 11 di Kota Binjai hendaknya meningkatkan kemampuan berftkir logis, kebiasaan belajamya dan persepsi terhadap matematika agar

Hasil analisis menunjukkan: (1) peningkatan kemampuan berpikir logis matematis secara signifikan terjadi pada siswa kelompok tinggi yang belajar dengan menggunakan model

Daftar Distribusi Frekuensi Skor Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Struktural Untuk Siswa yang Memiliki Gaya

Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Rencana Anggaran Biaya Bangunan yang Tersisa Setelah Di eliminasi ...40. Tabel 6 Distribusi Frekuensi Variabel Kemampuan Berpikir

Dari hasil analisis menggunakan SPSS versi 23, mengenai pengaruh kemampuan berpikir logis kategori tinggi dan kemampuan matematika kategori rendah terhadap kemampuan

Pada kelompok yang memiliki kemampuan berpikir logis rendah, terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang diberikan metode CTL teknik Problem Based

Hasil penelitian dengan α = 5%: (1) pencapaian kemampuan berpikir logis siswa yang menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik indonesia lebih baik dari pada

Hasil penelitian menunjukkan siswa yang berada pada kategori tinggi dapat menyelesaikan soal dan memenuhi semua indikator kemampuan berpikir logis matematis, siswa pada kategori