• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS POTENSI EKSPOR HASIL-HASIL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO OLEH ITA MARLINA BUKIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS POTENSI EKSPOR HASIL-HASIL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO OLEH ITA MARLINA BUKIT"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS POTENSI EKSPOR HASIL-HASIL PERTANIAN DI KABUPATEN KARO

OLEH

ITA MARLINA BUKIT 090501123

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi ekspor hasil-hasil pertanian Kabupaten Karo beserta tingkat permintaannya. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) yakni jumlah produksi komoditi pertanian Kabupaten Karo, volume dan nilai ekspor komoditi pertanian Kabupaten Karo tahun 2002-2010. Data dianalisis dengan metode Location Quotient (LQ), Tipologi Klassen, Analisis Shift Share dan analisis deskriftif.

Hasil dari analisis Location Quotient (LQ), Tipologi Klassen, dan Analisis Shift share menunjukkan bahwa komoditi yang memiliki potensi ekspor, basis, maju dan tumbuh pesat adalah kol, wortel, bawang daun dan jeruk manis.

Komoditi dengan tingkat permintaan paling tinggi setiap tahunnya adalah kol dan kentang yaitu masing-masing sebesar 48.929,59 ton dan 27.227,28 ton pada tahun 2009.

Kata Kunci: ekspor, komoditi, Location Quotient (LQ), Tipologi Klassen, Shift Share.

(3)

ABSTRACT

This research aims to analyze export potency of agricultural products and their demand in Karo. This research uses secondary data in time series that is the number of agricultural commodity production Karo, the volume and value of exports of agricultural commodities Karo 2002-2010. It is analyzed by Location Quotient (LQ) method, Typology Klassen, Shift Share Analysis and descriptive analysis.

Results of Location Quotient (LQ), Typology Klassen, and Shift Share Analysis shows that commodities that have export potential, bases, forward and grow rapidly are cabbage, carrots, onions and orange. Commodities with the highest level of demand each year is the cabbage and potatoes respectively 48929.59 and 27227.28 tons tons in 2009.

Keywords: export, commodity, Location Quotient (LQ), Typology Klassen, Shift Share

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Bapa di Sorga, Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia, bimbingan dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Potensi Ekspor Hasil-hasil Pertanian di Kabupaten Karo”.

Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan tahun akademik 2012/2013.

Skripsi ini tidak terlepas dari jasa berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta, orang tua Mandur Bukit dan Rosmina Br Hombing, Kakak dan adikku, Linceria Delvina Bukit, S.Si, Hotma Bukit, SE, Musa Anggiat Hendri Bukit, Lenita Tarigan, Ropina Sitepu, S.P dan keponakanku Miskel Aldric Legideo Bukit.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec,Ac,Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku sekretaris Departemen Ekonomi pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE, M.Ec selaku dosen pembimbing yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya Hasibuan, M.Si selaku dosen pembaca penilai yang telah memberikan masukan dan bimbingan untuk perbaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

(5)

8. Seluruh Pegawai Departemen Ekonomi Pembangunan dan Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Sahabat-sahabat terkasih Damiana, Doriani, Sry Devi, Else, Yustira, Romedina, Elfrida, Yefta, Hardi, Pandapotan, Monang, Geby, Lasria, Agustina, Christy, Esra teman-teman dalam kelompok kecil Sola Fide, Bang Teo, Emma, Naomi, Nike, Denisa, Christ, Belo, Hatci, Cimo, Jabut dan semua sahabat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Semua teman-teman Ekonomi Pembangunan Stambuk 2009.

11. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, namun tidak dituliskan pada lembaran ini, penulis mohon maaf.

Tulisan ini masih jauh dari sempurna, karena itu semua kritik dan saran dari pembaca akan sangat berharga bagi penulis, demi perbaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2013 Penulis

Ita Marlina Bukit

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

ABSTRACT ……….………. ii

KATA PENGANTAR ………..… iii

DAFTAR ISI ………...………..…... v

DAFTAR TABEL………..……….. vii

DAFTAR GAMBAR………... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………...………..… 1

1.2 Perumusan Masalah ………. 7

1.3 Tujuan Penelitian …….………... 7

1.3 Manfaat Penelitian ……… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mengenai Ekspor………..……… 9

2.1.1 Teori Klasik ………..…… 9

2.1.2 Teori Modern ………..……. 13

2.2 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah ………….. 13

2.2.1 Aliran Klasik ……….... 13

2.2.2 Aliran Neo Klasik ……….... 15

2.2.3 Aliran Keynes dan Pasca Keynes ……….... 17

2.2.4 Teori Basis Eksport (Export Base Theory)…………... 18

2.2.5 Teori Sektor (Sector Theory of Growth) ………..…… 19

2.2.6 Teori Kausasi Kumulatif (Cummulative Causation Theory)………. 20

2.2.7 Kerangka Konseptual ……….…. 22

2.3 Penelitian Terdahulu……… 23

BAB III METODOLOGI PENULISAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ..………. 25

3.2 Jenis dan Sumber Data………. 25

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………. 25

3.4 Teknik Analisis Data ……….………..…… 26

3.4.1 Location Quotient (LQ)……… 27

3.4.2 Tipologi Klassen (Klassen Typology)……….. 28

3.4.3 Shift Share ………. 31

3.5 Defenisi Operasional ……… 34

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Karo ... 35

4.1.1 Kondisi Geografis... 35

4.1.2 Wilayah Administrasi... 37

4.1.3 Penduduk dan Sosial ... 37

(7)

4.1.4 Pertanian... 38

4.1.5 Kondisi Perekonomian... 38

4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan... 39

4.2.1 Potensi Ekspor Hasil-hasil Pertanian di Kabupaten Karo... 39

4.2.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) ... 40

4.2.1.2 Tipologi Klassen (Klassen Typology) ... 42

4.2.1.3 Analisis Shift Share ... 45

4.2.1.4 Analisis Komoditas yang Berpotensi Ekspor ... 47

4.3 Tingkat Permintaan Terhadap Hasil-hasil Pertanian di Kabupaten Karo... 63

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……… 72

V.2 Saran ……….……….… 73

DAFTAR PUSTAKA………..………. 74

LAMPIRAN ………..………... 76

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 3.1 Pertumbuhan Produksi Komoditi berdasarkan Tipologi

Klassen ………. 31 Tabel 4.1 Hasil perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Hasil

Pertanian Kabupaten Karo tahun 2002-2010 ……… 42 Tabel 4.2 Rata-rata Perbandingan Pertumbuhan Komoditi Ekspor

Kabupaten Karo dan Sumatera Utara tahun 2003-2010 43 Tabel 4.3 Klasifikasi Komoditi Pertanian di Kabupaten Karo

Menurut Tipologi Klassen tahun 2003-2010 ………….. 45 Tabel 4.4 Hasil perhitungan Nilai Shift Share Komoditi Pertanian

Kabupaten Karo tahun 2003-2010 ……… 46 Tabel 4.5 Realisasi Ekspor Komoditi Pertanian Kabupaten Karo

Tahun 2002-2004 ……… 67

Tabel 4.6 Realisasi Ekspor Komoditi Pertanian Kabupaten Karo

Tahun 2005-2007 ………. 68

Tabel 4.7 Realisasi Ekspor Komoditi Pertanian Kabupaten Karo

Tahun 2008-2009 ………. 69

Tabel 4.8 Perkembangan Ekspor Hortikultura Kabupaten Karo…. 71

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ………... 22

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Produksi hasil-hasil Pertanian di Sumatera Utara

Tahun 2002-2010 ……… 76

2 Produksi Hasil-hasil Pertanian di Kabupaten Karo Tahun 2002-2010 ………... 77 3 Pertumbuhan Produksi Komoditi Pertanian Sumatera

Utara ……… 78 4 Pertumbuhan Komoditi Ekspor Kabupaten Karo ………. 79

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara agraris, pertanian merupakan salah satu sektor yang penting hal ini terlihat dari peranan sektor pertanian terhadap penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, serta penyumbang devisa melalui ekspor dan sebagainya. Sebagai negara agraris, sektor pertanian menjadi penting di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari dominasi persentase penduduk yang tinggal di daerah pertanian dan berprofesi sebagai petani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2011 sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 40,50 persen.

Tambunan menuliskan analisa klasik dari Kuznets (1964) bahwa pertanian di negara-negara sedang berkembang merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial dalam empat kontribusinya terhadap pembangunan dan pertumbuhan nasional, yaitu: 1) kontribusi produk yaitu ekspansi dari sektor- sektor ekonomi nonpertanian sangat bergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama di industri pengolahan; 2) kontribusi pasar yaitu karena kuatnya bias agraris dari ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk- produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-

(12)

barang produsen maupun barang-barang konsumen; 3) kontribusi faktor-faktor produksi yaitu karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan output- nya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja ) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam ekonomi; 4) Kontribusi Devisa yaitu sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor).

Seiring perkembangan jaman telah terjadi peningkatan pengalihan sektor pertanian ke sektor industri, pendirian perusahaan atau perluasan pemukiman penduduk pada setiap negara sehingga terjadi penyempitan lahan dalam sektor pertanian. Pengalihan fungsi lahan pada negara maju lebih cepat terjadi dibandingkan di negara berkembang, Hal ini disebabkan karena perkembangan sektor industri, jasa, atau sektor manufaktur di negara maju lebih cepat berkembang di negara berkembang. Besarnya tingkat pengalihan lahan menyebabkan kekurangan terhadap ketersediaan pangan. Dengan kondisi seperti ini negara-negara agraris yang umumnya merupakan negara berkembang termasuk Indonesia memiliki peluang untuk memasarkan hasil pertaniannya ke pasar internasional baik dalam bentuk primer atau dalam bentuk produk turunan pertanian. Kehadiran pasar ekspor bagi petani yang terkait langsung dengan

(13)

produksi produk pertanian juga membuka peluang untuk meraih pasar yang lebih luas dan meningkatkan pendapatan petani.

Pengalihan lahan pertanian yang telah terjadi di dunia menyebabkan terjadinya krisis pangan. Pada hakikatnya krisis pangan akibat pengalihan lahan dapat diatasi apabila diiringi oleh peningkatan ilmu pengetahuan pertanian dan peningkatan penggunaan teknologi oleh petani. Sehingga meskipun terjadi pengurangan lahan pertanian, petani mampu mengelola lahan pertanian secara efisien dan mampu meningkatkan produktivitasnya seiring peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di Indonesia telah terjadi pengalihan lahan-lahan pertanian khususnya di pinggiran kota-kota besar. Sehingga daerah-daerah pertanian yang masih ada harus dipertahankan. Seperti Kabupaten Karo yang merupakan salah satu daerah dataran tinggi yang memiliki kesuburan tanah yang cocok dengan kegiatan pertanian dan memiliki potensi untuk memproduksi hasil- hasil pertanian. Pengalihan lahan pertanian di kabupaten karo tidak terjadi secara signifikan sehingga kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pertanian dapat diitingkatkan.

Pada umumnya yang menjadi masalah pembangunan pertanian di dunia adalah perubahan iklim dan pemanasan global yang telah menyebabkan kegagalan panen dan peningkatan harga panen, sedangkan selain hal tersebut di Indonesia yang menjadi masalah pertanian adalah penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian, terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian, adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi, terbatasnya layanan

(14)

usaha terutama di permodalan dan masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian.

Pada era 1960-an sampai 1996 Indonesia telah mampu menjadi negara agraris yang melakukan swasembada pangan sehingga mampu mengekspor hasil- hasil pertaniannya ke negara lain. Krisis ekonomi pada tahun 1998 memiliki pengaruh negatif terhadap kegiatan ekonomi di bidang pertanian. Krisis tersebut juga memberi pengaruh buruk terhadap pertanian dan pemasaran hasil pertanian di Kabupaten Karo. Krisis ekonomi menghambat perdagangan luar negeri Kabupaten Karo dalam bidang pertanian sehingga terjadi penurunan pendapatan petani di Kabupaten Karo.

Produksi hortikultura Kabupaten Karo telah masuk pasar Malaysia sejak awal tahun 1950-an dan Berjaya sekitar 50 tahun sejak tahun itu. Hal tersebut tentu sangat menguntungkan bagi masyrakat di Kabupaten Karo dan di Indonesia karena menambah devisa negara melalui ekspor. Pada saat iru sekitar 70 eksportir Karo pernah memenuhi kebutuhan sayur di Malaysia dan Singapura, dan 13 tahun terakhir tercatat hanya ada sembilan eksportir Karo yang mampu melakukan perdagangan internasional. Redupnya ekspor hortikultura kabupaten Karodiperkirakan karena adanya rumor tentang penggunaan pestisida berlebihan oleh petani Karo, lemahnya pelayanan pelabuhan pengiriman dan gagal bayar pihak pembeli (importir) yang membuat petani pengekspor dirugikan. Masalah penggunaan pestisida dan lemahnya pelaayanan pelabuhan merupakan masalah internal Sumatera Utara untuk meningkatkan ekspornya. Sehingga apabila hal tersebut dapat diperbaiki maka tidak menutup kemungkinan untuk

(15)

mengembalikan kejayaan Kabupaten Karo dalam pengeksporan hasil-hasil pertanian. (Kompas, 2010)

Dalam bidang ekspor hasil-hasil pertanian Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian melakukan telaah mengenai daerah yang menjadi potensi sayuran dan buah untuk tujuan ekspor dan menentukan komoditas buah dan sayuran yang menjadi fokus ekspor. Ada enam provinsi yang menjadi fokus pembinaan yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, jawa Timur, Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan.

Dari sektor nonmigas besar ekspor pertanian Indonesia pada tahun 2010 periode Januari-November sebesar US$ 4.534,6 Juta dan pada tahun 2011 periode Januari-November sebesar US$ 4.692,4 juta dengan perubahan sebesar 3.48%

serta menyumbang PDB Indonesia sebesar 2.52%. Sedangkan untuk provinsi Sumatera Utara pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing sektor pertanian menyumbang sebesar 24.34% dan 23.91%. dengan nilai ekspor pertaniannya pada 2006 dan 2007 masing-masing sebesar US$ 35.111.176 dan US$ 26.816.507. Dari sektor pertanian Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi sebagai penyumbang PDB Indonesia terbesar melalui sektor pertanian di pulau Sumatera.

Singapura merupakan salah satu negara maju yang tidak memiliki sumber pangan sehingga memiliki permintaan terbesar akan hasil-hasil pertanian pada Indonesia dibandingkan negara lain. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan permintaan Singapura akan hasil pertanian Indonesia sebesar minimal 20% pada tahun 2014. Dan pada tahun 2011 Indonesia masih mengekspor sebesar 8%.

(16)

Selain Singapura, hasil pertanian Indonesia juga diekspor Jepang, Malaysia, Taiwan, Hongkong, India dan negara lainnya.

Secara geografis Kabupaten Karo berada di Provinsi Sumatera Utara yang lokasinya dekat dengan Singapura dan Malaysia. Selain memiliki peluang ekspor, Kabupaten Karo yang berada di daerah dataran tinggi memilliki tanah yang subur sehingga memiliki potensi untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian secara baik dari segi kualitas dan kuantitas. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi pertanian setiap tahunnya. Pada tahun 2009 sebesar 60.46% sektor pertanian memberi kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Karo. Besarnya produksi pertanian menjadikan peluang bagi Kabupaten Karo untuk melakukan ekspor hasil pertanian, hal ini dapat dilihat dari realisasi ekspor pertanian Karo pada Tahun 2009 dengan volume ekspor 87.719.998Kg dengan nilai US$ 39.018.065.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi ekspor hasil-hasil pertanian di Kabupaten Karo?

2. Apa saja jenis komoditas pertanian Karo yang berpotensi Ekspor?

3. Bagaimana tingkat permintaan terhadap hasil-hasil pertanian Kabupaten Karo?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

(17)

1. Mengkaji potensi ekspor hasil-hasil pertanian di Kabupaten Karo.

2. Menganalisis komoditi pertanian di Kabupaten Karo yang berpotensi untuk diekspor

3. Mengetahui tingkat permintaan terhadap hasil-hasil pertanian Kabupaten Karo

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

3. Sebagai tambahan, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada terutama menyangkut topik yang sama.

4. Sebagai bahan informasi, masukan, dan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan ekspor hasil-hasil pertanian di Kabupaten Karo.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Mengenai Ekspor 2.1.1 Teori Klasik

a. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage/ Absolut Cost)

Teori keunggulan Absolut dikemukakan oleh Adam Smith pada abad ke 18. Di dalam perdagangan bebas Adam Smith menginginkan tidak adanya campur tangan pemerintah dalam perdagangan bebas, karena perdagangan bebas akan membuat orang bekerja keras untuk kepentingan negaranya sendiri dan sekaligus mendorong terciptanya spesialisasi. Dengan terciptanya spesialisasi maka negara akan menghasilkan suatu produk yang memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage).

Adam Smith mengemukakan bahwa teori keunggulan mutlak (absolute advantage) tersebut, dimana negara akan memperolerh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara ini memiliki keunggulan mutlak tersebut dan akan mengimpor barang bila tidak memiliki keunggulan mutlak. Walaupun negara yang satu dengan negara yang lain sama-sama dapat menghasilkasn dua jenis barang yang berbeda, tetapi salah satu dari kedua jenis barang tersebut harus dipilih. Dimana barang yang dipilih adalah barang yang lebih menguntungkan bagi suatu negara untuk menghasilkan sendiri yang didasarkan pada keuntungan mutlak (absolute advantage).

Teori keunggulan Mutlak didasarkan pada asumsi pokok, antara lain:

(19)

i. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja ii. Kualitas barang yang diproduksi kedua Negara sama iii. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang iv. Biaya angkut diabaikan

b. Teori Biaya Relatif (Comparative Cost)

Teori Biaya Relatif (Comparative Cost) dikemukakan oleh David Ricardo.

Teori ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu cost comparative produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya.

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.

Dalam teori ini setiap negara mengkhususkan produksinya dalam bidang- bidang yang diunggulinya secara komparatif dan semua negara melakukan perdagangan secara bebas tanpa hambatan, maka akan tercapainya efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi dan pada gilirannya produksi dunia akan mencapai maksimum, sehingga makin tinggi kemakmurannya.

Apakah suatu negara mempunyai keuntungan komperatif dibandingkan dengan negara lain dapat juga dilihat dari segi ongkos tenaga kerja (wage of labor). Apabila ongkos tenaga kerja rendah, maka harga output akan rendah pula.

Suatu negara akan memproduksi suatu produk yang harga relative lebih rendah

(20)

dari negara lain. Ini berarti mereka mendapat keuntungan komperatif dalam produksi produknya.

2.1.2 Teori Modern a. Teori Heberler

Dalam teori ini Heberler mengatakan bahwa harga barang di pasar bukan hanya disebabkan pemakaian tenaga kerja, tetapi merupakan kombonasi pemakaian faktor produksi (tanah, tenaga kerja dan modal). Untuk itu Heberler menggunakan konsep opportunity cost atau ongkos alternatif, yang dapat dijelaskan dengan possibility curve dan digabungkan dengan indeference curve untuk melihat terjadinya perdagangan antar dua negara, dan sekaligus dapat memperlihatkan keuntungan dari perdagangan internasional tersebut.

Opportunity cost adalah ongkos yang dikorbankan dari memproduksi satu barang untuk memproduksi barang lain atau dapat juga dikatakan beberapa pengorbanan faktor produksi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi satu barang, dialihkan pada barang lain yang dianggap mempunyai keuntungan komperative, yang dapat digambarkan dengan possibility curve. Production possibility curve adalah kurva yang memperlihatkan berbagai kombinasi barang yang dapat kita hasilkan dan sekaligus menggambarkan produksi atau kombinasi yang paling baik.

(21)

b. Teori Hecksher-Ohlin (H-O)

Teori H-O ini disebut juga factor proportion theory atau teori ketersediaan faktor. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perdagangan internasional antar dua negara yang terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost) berbeda antara kedua negara tersebut, yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) yang dimiliki oleh kedua negara tersebut. Sehingga struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intesitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang relative banyak di negara tersebut dan mengimpor barang yang input utamanya tidak dimiliki oleh negara tersebut (jumlahnya terbatas).

c. Teori Keunggulan Kompetitif (Competitive Advantage)

Teori ini dikemukakan oleh Michael E. Porter. Menurut Porter dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau Negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu yakni Human resources (Sumber Daya Manusia), Physical resources (Sumber daya alam), knowledge resources (IPTEK), capital resources (permodalan), infrastructure resources (prasarana).

Permintaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keunggulan daya saing atau competitive advantage suatu bangsa/perusahaan

(22)

produk atau jasa yang dihasilkannya. Adapun yang dimaksud dengan ”demand conditions” tersebut terdiri atas:

1. Composition of home demand

2. Size and pattern of growth of home demand 3. Rapid home market growth

4. Trend of international demand

Untuk menjaga dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing, maka perlu selalu dijaga kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama dalam menjaga dan memelihara value chain. Strategi perusahaan, struktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi persaingan di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi competitive advantage perusahaan. Rivalry yang berat di dalam negeri biasanya justru akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi, peningkatan produktivitas, efesiensi dan efektivitas, serta peningkatan kualitas produk dan layanan.

2.2 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah 2.2.1 Aliran Klasik

Aliran Klasik muncul pada akhir abad ke 18 yang dipelopori oleh Adam Smith. Selain Adam Smith ada beberapa tokoh lain yang berbicara tentang pembangunan dan pertumbuhan wilayah seperti David Ricardo, Robert Malthus dan J.B. Say.

(23)

Adam Smith berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi tergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi (pembentukan modal) dan persediaan modal (capital stock), yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran (kesejahteraan penduduk). Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing return), yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal.

David Ricardo berpendapat, bila jumlah penduduk dan akumulasi modal bertambah terus menerus maka ketersediaan tanah (lahan) yang subur menjadi berkurang jumlahnya. Akibatnya sewa tanah yang subur akan lebih tinggi daripada tanah yang kurang subur. Pengolahan tanah yang subur akan memperoleh penghasilan dan keuntungan yang tinggi sehingga mampu untuk membayar sewa tanah yang tinggi.

Menurut Robert Malthus, kenaikan jumlah penduduk yang terus menerus konsekuensinya adalah permintaan akan bahan pangan semakin meningkat.

Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan tingkat pertumbuhan Bahan pangan mengikuti deret hitung artinya akan terjadi ketimpangan yang semakin besar antara jumlah penduduk dan jumlah bahan

(24)

pangan yang dibutuhkan. Hal ini berdampak terhadap semakin menurunnya tingkat kemakmuran (kesejahteraan penduduk).

Menurut J.B. Say “supply creates its own demand” artinya setiap barang yang dihasilkan oleh produsen selalu ada pembelinya sehingga tidak mungkin terjadinya kelebihan produksi dan pengangguran. Hukum Say hanya akan berlaku apabila kenaikan pendapatan seluruhnya digunakan untuk membeli barang dan jasa, artinya semua tabungan digunakan untuk kegiatan investasi. Jadi tambahan pendapatan adalah sama dengan tambahan konsumsi. Tabungan itu sangat diperlukan untuk pembentukan modal atau investasi. Investasi dilakukan dilakukan setelah ada kenaikan jumlah permintaan secara agregat (aggregate demand).

2.2.2 Aliran Neo Klasik

Ahli-ahli aliran Neo Klasik banyak menyumbang pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut:

i. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi, ii. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan yang gradual,

iii. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif, iv. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan).

Meskipun model pertumbuhan neo klasik telah digunakan secara luas dalam analisis regional, namun beberapa asumsi mereka tidak tepat, yakni: (i) full employment yang terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat

(25)

penggunaan sumberdaya, dan (ii) persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian regional dan spasial.

Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber yaitu akumulasi modal, penawaran kerja dan kemajuan teknik. Model neo klasik menarik perhatian ahli- ahli teori ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilitas faktor.

Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja akan berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan berarus dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah, karena keadaan yang terakhir itu memberikan suatu penghasilan (return) yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.

Model Neo Klasik kurang menjelaskan tentang alasan-alasan riil mengapa beberapa daerah mempunyai daya saing yang kuat dan beberapa daerah lain mengalami kegagalan. Neo klasik berpendapat bahwa dalam perkembangan ekonomi jangka panjang, senantiasa akan muncul kekuatan tandingan (counter forces) yang dapat menanggulangi ketidakseimbangan dan mengembalikan penyeimbangan kepada keadaan keseimbangan yang stabil, sehingga tidak diperlukan intervensi kebijakan pemerintah secara aktif.

2.2.3 Aliran Keynes dan Pasca Keynes

Aliran yang dikemukakan oleh John Maynard Keynes ini muncul pada tahun 1930-an. Mula-mula Keynes menekankan pada persoalan permintaan efektif

(26)

(effective demand). Analisisnya adalah jangka pendek. Kumpulan pemikiran Keynes dibukukan dalam bukunya yang berjudul General Theory of Employment, Interest, and Money (1936). Tema sentralnya adalah bahwa karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full employment equilibrium). Menurut Keynes, akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya (equilibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebijakan fiscal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.

Aliran Pasca Keynes memperluas Teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan pentingpenting dalam analisis pasca Keynes adalah:

i. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan pendapatan yang mantap (steady growth) pada tingkat pendapatan dalam kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi ataupun inflasi.

ii. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi terus-menerus.

Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil harus

(27)

bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (idle capacity).

2.2.4 Teori Basis Eksport (Export Base Theory)

Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini sebenarnya tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari ekonomi makro internasional karena karena teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah- daerah lainnya.

Dalam teori ini masyarakat itu dapat dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor penentu (determinan) pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional.

Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan material (bahan) untuk komoditas ekspor akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat.

Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekspor dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari

(28)

permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan, sektor nonbasis adalah semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service. Sektor basis sifatnya untuk memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh oleh tingkat pendapatan setempat.

2.2.5 Teori Sektor (Sektor Theory of Growth)

Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah Teori Sektor. Teori ini dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumber daya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sektor shift). Dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.

Terjadinya perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi spesialisasi (pembagian kerja) dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah.

Suatu perluasan dari teori sektor ini adalah teori tahapan (stages theory) yang menjelaskan bahwa perkembangan wilayah merupakan proses evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

(29)

i. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya terdapat sedikit investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian.

ii. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan mendorong perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat sederhana (tradisional) untuk memenuhi kebutuhan para petani.

iii. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah, maka wilayah yang maju akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman pangan, selanjutnya diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan.

iv. Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah produk-produk primer, kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi.

v. Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan dalam wilayah maupun di luar wilayah.

2.2.6 Teori Kausasi Kumulatif (Cummulative Causation Theory)

Pada tahun 1955, Gunnar Myrdal mengemukakan tiga kesimpulan penting yaitu:

i. Dunia dihuni oleh segelintir negara-negara yang sangat kaya dan sejumlah besar Negara-negara yang sangat miskin.

ii. Negara-negara melaksanakan pola perkembangan ekonomi yang terus menerus, sedangkan negara-negara miskin mengalami perkembangan yang sangat lamban dan bahkan ada yang mandeg.

(30)

iii. Jurang ketidakmerataan ekonomi antara negara-negara kaya dan negara- negara miskin semakin bertambah besar.

Berdasarkan prinsip kausasi sirkuler kumulatif, dapat dijelaskan terjadinya ketidakmerataan ekonomi (internasional, nasional dan regional). Apabila proses kausasi sirkuler kumulatif dibiarkan bekerja atas kekuatan sendiri, maka akan menimbulkan pengaruh merambat yang ekspansioner di satu pihak (spread effects) dan pengaruh pengurasan (backwash effects). Strategi campur tangan pemerintah yang dikehendaki adalah pengambilan tindakan yang melemahkan backwash effect dan memperkuat spread effect agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah ke atas. Dengan demikian semakin memperkecil ketidakmerataan.

Untuk menanggulangi masalah keterbelakangan, ketidakmerataan dan kemiskinan dalam pembangunan dihadapi proses lingkaran tidak berujung pangkal (vicious circle). Daerah yang terbelakang karena masyarakatnya miskin, mereka menjadi miskin karena mereka terbelakang (kapasitas sumberdaya manusianya lemah serta ketersediaan prasarana dan sarana pembangunan terbatas). Kondisis semacam ini dapat diperlihatkan pula pada kesenjangan atau ketimpangan antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan yang cenderung bertambah semakin besar. Demikian pula kesenjangan antar daerah akan menjadi besar.

Kegiatan perdagangan juga bergerak dengan kecendrungan yang menguntungkan daerah yang lebih kaya atau lebih maju dan merugikan daerah- daerah lainnya. Kebebasan dan semakin luasnya pasar seringkali memberikan

(31)

keuntungan bersaing kepada industri-industri di pusat-pusat ekpansi yang sudah mapan. Sebaliknya mengancam kematian kegiatan usaha kerajinan dan industri kecil di daerah-daerah lain yang kurang maju.

2.2.7. Kerangka Konseptual

Pertanian merupakan sektor yang berperan dalam pemenuhan pangan sehingga untuk mengatasi krisis pangan perlu dilakukan perhatian khusus untuk meningkatkan hasil-hasil pertanian. Hasil-hasil pertanian yang diproduksi akan dilihat potensi ekspornya dari sisi produksi dan dari segi permintaan negara

Pertanian

Hasil-Hasil Pertanian

Potensi Ekspor

Tingkat Permintaan Negara Pengimpor

Kontribusi Ekspor

Pengembangan Pertanian

Pembangunan Ekonomi

(32)

pengimpor. dengan terjadinya kegiatan perdagangan luar negeri maka kegiatan ekspor akan member kontribusiny terhadap pendapatan daerah. Dengan demikian perlu dilakukan pengembangan pertanian guna meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil-hasil pertanian. secara tidak langsung pengembangan pertanian mampu meningkatkan pembangunan ekonomi wilayah.

2.3 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian oleh Luhut Hamonangan pada tahun 2009, tentang “Prospek Pembangunan Sektor Pertanian di Kabupaten Karo”, menggunakan data time series dari tahun 2003-2007 dan menggunakan menganalisis secara deskriptif dan hasil penelitian mengungkapkan bahwa hasil pertanian dan ekspor hasil pertanian member kontribusi yang besar terhadap peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Karo, pengeluaran pembangunan di sektor pertanian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produksi hasil pertanian, dan sektor pertanian memberi kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja.

2. Penelitian oleh A. Husni Malian pada tahun 2003, tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor produk pertanian dan produk industri pertanian Indonesia” dengan Pendekatan Macroeconomic Models dengan Path Analysis. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam jangka panjang variabel yang member pengaruh positif terhadap ekspor produk pertanian adalah investasi privat di sektor pertanian, PDB dunia, dan ICOR pertanian.

Sementara variabel PDB Total, indeksa harga barang impor , impor barang

(33)

konsumsi dan tingkat bunga pinjaman investasi tidak member pengaruh terhadap ekspor produk pertanian dalam jangka panjang. Untuk produk industri pertanian nilai tukar PDB dunia, harga ekspor agregat produk industri pertanian member pengaruh yang positif untuk produk hasil pertanian.

(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti potensi ekspor hasil-hasil pertanian di Kabupaten Karo, mengetahui tingkat produksi hasil-hasil pertanian serta menganalisis hasil-hasil pertanian berpotensi untuk diekspor.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Adapun data yang diambil dari penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari publikasi-publikasi resmi, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, dan sumber-sumber lain yang dipublikasikan, serta penelitian sebelumnya. Tahun data adalah tahun 2002 sampai dengan 2009.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan- bahan kepustakaan berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan laporan-laporan penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

(35)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data runtut waktu (time series) dari tahun 2003-2009 dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara.

3.4 Teknik Analisis Data

Alat analisis yang digunakan untuk menjawab permasalahan dari rumusan masalah yang ada adalah:

a. Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu tentang potensi ekspor di Kabupaten Karo digunakan dengan analisis Location Quotient (LQ) dan tipologi Klassen. Location Quotient (LQ) digunakan untuk melihat hasil-hasil pertanian yang memiliki potensi untuk diekspor dengan variabel yang akan diteliti adalah jumlah produksi hasil pertanian. Kemudian hasil- hasil pertanian yang memiliki potensi ekspor tersebut akan diidentifikasi dengan mengklasifikasikan lagi hasil pertanian yang memiliki potensi ekspor dengan analisis Tipologi Klassen. Tipologi Klassen digunakan untuk mengidentifikasi komoditas prioritas atau unggulan di Kabupaten Karo.

Setelah diklasifikasi, maka akan diketahui hasil-hasil pertanian yang diprioritaskan untuk diekspor. Kemudian hasil-hasil pertanian tersebut akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat ketersediaan faktor pendukung produksi hasil-hasil pertanian dengan variabel yang digunakan adalah luas lahan produksi, volume ekspor, dan nilai ekspor.

b. Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu untuk mengetahui besarnya perubahan atau pergeseran sektor pertanian Kabupaten Karo

(36)

digunakan alat analisis Shift Share dengan menggunakan variabel produksi pertanian Kabupaten Karo dan Sumatera Utara.

c. Untuk menjawab rumusan masalah yang ke tiga yaitu tentang tingkat permintaan terhadap hasil-hasil pertanian kabupaten karo oleh negara pengimpor akan dianalisis secara deskriftif dengan menggunakan variabel volume dan nilai ekspor pertanian Kabupaten Karo.

3.4.1 Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) adalah suatu indeks untuk membandingkan sektor atau komoditi pada lingkup wilayah yang lebih kecil (Kabupaten/kota) dengan wilayah yang lebih besar (Provinsi/Nasional).

Location Quotient adalah teknik yang lazim digunakan untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah. LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis. Dalam teknik LQ berbagai peubah dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

Analisis Location Quotient dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai indikator wilayah.

Rumus Location Quotient (LQ) adalah sebagai berikut:

𝐿𝑄 = 𝑃𝑖𝐾/𝑃𝐾 𝑃𝑖𝑆/𝑃𝑖𝑆 Dimana :

LQ = Koefisien Location Quotient

𝑃𝑖𝐾 = jumlah produksi komoditi i di Kabupaten Karo

(37)

𝑃𝐾 = jumlah produksi seluruh komoditi pertanian di Kabupaten Karo 𝑃𝑖𝑆 = jumlah produksi komoditi i di Provinsi Sumatera Utara

𝑃𝑆 = jumlah produksi seluruh komoditi pertanian di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan hasil perhitungan LQ dapat dianalisis dan disimpulkan sebagai berikut :

- jika LQ > 1, merupakan sektor basis artinya tingkat spesialisasinya kabupaten Karo lebih tinggi dari tingkat Provinsi Sumatera Utara.

- jika LQ < 1, merupakan sektor non basis yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat provinsi Sumatera Utara.

- jika LQ = 1, berarti tingkat spesialisasinya kabupaten sama dengan tingkat provinsi.

3.4.2 Tipologi Klassen (Klassen Typology)

Tipologi Klassen adalah alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, sub sektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Tipologi Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha atau komoditi suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih tinggi atau secara nasional. Hasil analisis Tipologi Klassen akan menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau komoditi pembentuk variabel regional suatu daerah.

Tipologi Klassen dapat digunakan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan daerah. Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral (yang dapat diperluas tidak hanya di tingkat sektor tetapi juga subsektor,

(38)

usaha ataupun komoditi) menghasilkan empat klasifikasi (kuadran) dengan karateristik yang berbeda. Pendekatan daerah memiliki konsep yang serupa dengan pendekatan sektoral, yang membedakan adalah kuadran dibagi menurut klasifikasi daerah.

Dari hasil analisis Tipologi Klassen dapat dibuat prioritas kebijakan daerah berdasarkan keunggulan komoditi yang dihasilkan sehingga pemerintah atau masyarakat daerah dapat memaksimalkan dalam kegiatan produksi komoditi pertanian yang memiliki keunggulan.

Untuk menganalisis tentang komoditi pertanian digunakan Tipologi Klassen dengan pendekatan sektoral yang dibagi menjadi empat karakteristik yaitu:

Kuadran I : menerangkan karateristik produksi komoditi unggul dan tumbuh dengan pesat. Pada kuadran ini laju pertumbuhan nilai produksi komoditi pertanian i di Kabupaten Karo lebih besar dari pada di Sumatera Utara. Selain nilai produksi, kontribusi komoditi pertanian i terhadap total nilai produksi lebih besar di Kabupaten Karo daripada tingkat produksi sumatera utara.

Kuadran II : menerangkan karateristik komoditi berkembang dan cepat. Pada kuadran II laju pertumbuhan nilai produksi komoditi i di Kabupaten Karo lebih besar daripada Sumatera Utara, akan tetapi besar kontribusi komoditi pertanian i terhadap total nilai produksi Kabupaten Karo lebih kecil daripada di Sumatera Utara.

(39)

Kuadran III : menerangkan karateristik komoditi maju dan tumbuh lambat.

Pada kuadran III ini besar kontribusi komoditi pertanian I terhadap total nilai produksi Kabupaten Karo lebih besar daripada Sumatera Utara. Sedangkan laju pertumbuhan nilai produksi komoditi pertanian i di Kabupaten Karo lebih lambat daripada tingkat Sumatera Utara.

Kuadran IV : menerangkan karateristik komoditi yang relatif tertinggal. Pada kuadran IV ini laju pertumbuhan nilai produksi komoditi pertanian i di Kabupaten Karo lebih kecil daripada di Sumatera Utara. Kontribusi komoditi pertanian i terhadap total nilai total produksi

Tabel 3.1 Pertumbuhan Produksi Komoditi berdasarkan Tipologi Klassen

Kontribusi Laju pertumbuhan

yik > yi yik < yi

rik > ri

(Kuadaran I) Komoditi maju dan

tumbuh cepat

(Kuadaran II) Komoditi berkembang

dan cepat

rik < ri

(Kuadran III) Komoditi maju dan

tumbuh lambat

(Kuadran IV) Komoditi relatif

tertinggal Sumber: Sjafrizal, 1997

Keterangan

rjk = laju pertumbuhan nilai produksi komoditi pertanian i di tingkat kabupaten ri = laju pertumbuhan nilai produksi komoditi pertanian i di tingkat provinsi yik = kontribusi komoditi pertanian i terhadap total nilai produksi tingkat

kabupaten

yi = kontribusi komoditi pertanian i terhadap total nilai produksi tingkat provinsi.

(40)

3.4.3 Analisis Shift Share

Analisis shift share menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah berhubungan erat dengan tiga komponen yaitu komponen karena pertumbuhan nasional, komponen interaksi sektor industri (industrial mix) dan pangsa relatif sektor-sektor daerah (regional share) terhadap sektor-sektor nasional. Analisis shift share digunakan untuk mengetahui perbedaan laju pertumbuhan struktur, sektor, komoditi atau kinerja ekonomi daerah (kabupaten/kota) terhadap struktur, sektor, komoditi atau kinerja ekonomi yang lebih tinggi (provinsi/nasional).

Analisis shift share juga menerangkan kinerja perekonomian dalam tiga bidang yang berhubungan yaitu:

a. Pertumbuhan ekonomi daerah (national/provincial share), untuk mengetahui bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi di daerah yang lebih tinggi (propinsi/nasional) terhadap daerah yang lebih kecil (kabupaten/kota)

Provincial Share (PS) dapat di rumuskan sebagai berikut:

𝑃𝑆𝑖𝐾𝑡= 𝑝𝑖𝐾𝑡−1( 𝑝𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡

𝑝𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡−1− 1) Dimana:

PS = provincial share p = produksi pertanian

i = komoditi pertanian dalam produksi K = Kabupaten Karo sebagai wilayah analisis t = tahun/periode

(41)

b. Pergeseran proportional (proportional shift component), untuk mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh komposisi sektor- sektor industry di daerah yang bersangkutan. Komponen ini positif di daerah-daerah yang berspesilasi dalam sektor-sektor secara nasional tumbuh cepat dan negative di daerah-daerah yang berspesialisasi dalam sektor-sektor yang secara nasional tumbuh dengan lambat atau bahkan sedang merosot.

Pergeseran proportional atau proportional shift component (P) dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑃𝑖𝐾𝑡 = 𝑝𝑖𝑡−1 ( 𝑝𝑖𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡

𝑝𝑖𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡−1− 𝑝𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡 𝑝𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡−1) Dimana:

P = pergeseran poroprtional (proportional shift) i = komoditi pertanian dalam produksi

K = Kabupaten Karo sebagai wilayah analisis t = tahun/periode

c. Pergeseran diferensial (differential shift), untuk mengukur besarnya shift regional netto yang diakibatkan oleh sektor-sektor industry tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di daerah yang bersangkutan daripada tingkat nasional yang disebabkan oleh faktor-faktor lokasional intern.

Pergeseran diferensial atau differential shift (D) dapat dirumuskan sebagai berikut:

(42)

𝐷𝑖𝐾𝑡 = 𝑝𝑖𝐾𝑡 ( 𝑝𝑖𝐾𝑡

𝑝𝑖𝐾𝑡−1− 𝑝𝑖𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡 𝑝𝑖𝑆𝑈𝑀𝑈𝑇𝑡−1) Dimana

D = pergeseran diferensial (differential shift) i = komoditi pertanian dalam produksi K = Kabupaten Karo sebagai wilayah analisis t = waktu/periode

3.5 Defenisi Operasional

1. Komoditi ekspor adalah setiap barang dan jasa yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berada di luar negeri.

2. Hasil-hasil pertanian adalah komoditi yang dihasilkan oleh manusia melalui pemanfaatan sumber daya hayati dengan cara budidaya, bercocok tanam atau pun pembesaran hewan ternak.

3. Ekspor pertanian adalah kegiatan menjual atau mengirim barang dagangan berupa hasil-hasil pertanian ke luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah.

4. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

5. Kontribusi ekspor adalah sumbangan, sokongan yang diperoleh melalui kegiatan ekspor.

(43)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Karo 4.1.1 Kondisi Geografis

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan dan merupakan daerah hulu sungai. Luas wilayah Kabupaten Karo adalah 2.127,25 Km2 atau 2,97 persen dari luas Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan secara geografis terletak diantara 20 50’ – 30 19’ Lintang Utara dan 970 55’ – 980 38’ Bujur Timur.

Batas-batas wilayah Kabupaten Karo adalah:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Simalungun

 Sebelah Barat berbatasn dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi

Nangroe Aceh Darusalam)

Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 120 – 1600 meter di atas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut:

 Daerah ketinggian 120 – 200 meter dari permukaan laut seluas 28.606 Ha (12,45%)

 Daerah ketinggian 200 – 500 meter dari permukaan laut seluas 17.856 Ha (8,39%)

 Daerah ketinggian 500 – 1000 meter dari permukaan laut seluas 84.893 Ha (39,91%)

(44)

 Daerah ketinggian 1000 – 1400 meter dari permukaan laut seluas 70.774 Ha (33,27%)

 Daerah ketinggian >1.400 meter di atas permukaan laut seluas 10.597 Ha

(4,98%)

Bila dilihat dari kemiringan atau lereng tanahnya dapat dibedakan sebagai berikut:

 Datar 2% = 23.900 Ha = 11,24%

 Landai 2 – 15% = 74.919 Ha = 35,22%

 Miring 15 40 % = 41.169 Ha = 19,35%

 Curam 40% = 72.737 Ha = 34,19%

Ibu kota kabupaten Karo terletak di Kabanjahe yang terletak 76 Km sebelah selatan kota Medan ibu kota propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Karo secara administratif dibagi atas 17 (tujuh belas) kecamatan, tujuh belas kecamatan tersebut terdiri dari 258 (dua ratus lima puluh delapan) desa dan 10 (sepuluh) kelurahan.

4.1.2 Wilayah Administrasi

Dalam surat keputusan Menteri Dalam Negeri No.118 tahun 1991 dan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Propvinsi Sumatera Utara No.

138/21/1994 tentang data wilayah administrasi pemerintahan di Indonesia dan Sumatera Utara serta Peraturan Daerah Kabupaten Karo No.04 tentang Pembentukan Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Naman teran dan Kecamatan Tiganderket serta pemindahan ibukota Kecamatan Payung, maka di Kabupaten Karo terdapat 17 kecamatan, 248 desa serta 10 kelurahan.

(45)

Wilayah Kabupaten Karo dibagi menjadi 17 kecamatan, yaitu: Barusjahe, Berastagi, Juhar, Kabanjahe, Kuta Buluh, Laubaleng, Mardinding, Merek, Munthe, Paying, Simpang Empat, Tiga Binanga, Tiga Panah, Dolat Rakyat, Merdeka, Tiganderket dan Naman Teran.

4.1.3 Penduduk dan Sosial

Penduduk asli yang mendiami wilayah Kabupaten Karo adalah Suku Bangsa Karo. Suku Bangsa Karo ini mempunyai adat istiadat yang sampai saat ini terpelihara dengan baik dan sangat mengikat bagi Suku Bangsa Karo sendiri.

Suku ini terdiri 5 (lima) Merga, tutur si waluh dan rakut sitelu.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Karo sebesar 489.207 jiwa dengan kepadatan penduduk diperkirakan sebesar

229,97 jiwa per Km2. Tahun 2009 di Kabupaten Karo jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan. Laki-laki berjumlah 182.497 jiwa dan perempuan berjumlah 188.122 jiwa. Sex rasionya sebesar 97.01 artinya jika ada 10.000 perempuan maka ada 9701 laki-laki di Kabupaten Karo pada tahun 2009. Dengan melihat jumlah penduduk yang berusia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 59,76 yang artinya berarti setiap seratus orang tua produktif enanggung 60 orang dari usia di bawah usia dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas. Beban tanggungan anak bagi usia produktif sebesar 52 dan beban tanggungan lanjut usia bagi penduduk usia produktif sebesar 8.

(46)

4.1.4 Pertanian

Sektor pertanian merupakan bagian terpenting dalam perekonomian Kabupaten Karo. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja serta kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Karo pada tahun 2011 sebesar 60,94% untuk harga berlaku. Sektor pertanian dikelompokkan menurut sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan sektor kehutanan. Cakupan sub sektor tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Karo meliputi padi/palawija dan holtikultura.

4.1.5 Kondisi Perekonomian

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada umumnya digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi karena PDRB dapat menggambarkan kondisi perekonomian suatu wilayah secara makro. PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan atas harga konstan. Berdasarkan harga berlaku, nilai PDRB Kabupaten Karo pada tahun 2009 sebesar Rp 5.646,54 Miliar sedangkan untuk harga konstan menggunakan harga tahun dasar 2000 PDRB Kabupaten Karo pada tahun 2009 sebesar Rp 3.175,60. Perhitungan PDRB berdasarkan harga konstan dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karo mengalami peningkatan sebesar 5,17 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 5,27 %. Sektor pertanian masih mendominasi struktur perekonomian Kabupaten Karo pada tahun

(47)

2009 yaitu sebesar 60,46% atau sebesar Rp 3.413,85 miliar. Sedangkan penyumbang terkecil diberikan oleh sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih masing-masing sebesar 0,36%.

4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan

4.2.1 Potensi Ekspor Hasil-hasil Pertanian di Kabupaten Karo

Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki hasil-hasil pertanian yang melimpah seperti tanaman hortiluktura, palawija dan padi. Letaknya yang berada pada ketinggiian 120-1600 meter di atas permukaan laut menjadikan tanamanan hortikultura dan palawija dapat diproduksi dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Peningkatan produksi hasil pertanian tiap tahunnya membuka peluang baru untuk melakukan pemasaran ke luar daerah atau antar negara.

4.2.1.1 Analisis Location Quotient (LQ)

Untuk mengetahui potensi ekspor hasil-hasil pertanian di Kabupaten Karo digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Teknik analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan kategori suatu sektor termasuk dalam sektor kegiatan basis atau bukan basis. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan yang bersifat exogenous (tidak tergantung pada kekuatan intern/permintaan lokal). Sedangkan, sektor nonbasis adalah semua kegiatan lain

(48)

yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service. Sektor basis sifatnya untuk memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh oleh tingkat pendapatan setempat.

Rumus Location Quotient (LQ) adalah sebagai berikut:

𝐿𝑄 = 𝑃𝑖𝐾/𝑃𝐾 𝑃𝑖𝑆/𝑃𝑖𝑆 Dimana :

LQ = Koefisien Location Quotient

𝑃𝑖𝐾 = jumlah produksi komoditi i di Kabupaten Karo

𝑃𝐾 = jumlah produksi seluruh komoditi pertanian di Kabupaten Karo 𝑃𝑖𝑆 = jumlah produksi komoditi i di Provinsi Sumatera Utara

𝑃𝑆 = jumlah produksi seluruh komoditi pertanian di Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan hasil nilai LQ dapat disimpulkan dan dianalisis sebagai berikut:

LQ> : artinya komoditi ini termasuk golongan basis, dimana produksi suatu komoditas memiliki keunggulan komparatif. Produksi komoditas dengan LQ>1 selain mampu memenuhi kebutuhan lokal, juga memiliki potensi untuk dieskpor.

LQ= : artinya komoditi ini termasuk golongan non-basis, dimana produksi komoditas hanya mampu memenuhi kebutuhan lokal.

LQ<1 : artinya komoditi ini termasuk golongan non basis, dimana produksi komoditi tidak mampu memenuhi kebutuhan lokal sehingga diperlukan kegiatan impor.

Untuk melihat komoditi yang memiliki potensi ekspor digunakan data produksi hasil pertanian. Hasil pertanian yang diteliti adalah kentang, kol/bunga

(49)

kol, tomat, wortel, bawang daun, bawang merah, jeruk manis dan ubi jalar. Hasil pertanian yang diteliti hanya hasil-hasil pertanian yang pernah diekspor oleh Kabupaten Karo. Sehingga perlu diteliti apakah dari segi produksi kedelapan komoditi ini termasuk golongan basis atau non basis.

Tabel 4.1

Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Hasil Pertanian Kabupaten Karo Tahun 2002-2010

Tahun Kentang

Kol/

bunga kol

Tomat Wortel Bawang Daun

Bawang Merah

Jeruk Manis

Ubi Jalar

2002 0.3350 0.9466 0.4831 1.2663 0.6976 0.1474 5.1172 0.0640 2003 0.3225 1.0192 0.4831 1.8021 1.2509 0.0698 5.3709 0.1478 2004 0.7466 1.7755 0.9515 2.1124 2.1445 0.1162 11.244 0.0278 2005 0.7167 0.9924 0.7221 1.1959 1.2754 0.0968 1.2571 0.1109 2006 0.6281 0.8751 0.9531 1.2908 1.1725 0.1804 1.2051 0.0527 2007 0.4168 0.7778 0.4439 0.9109 0.6564 0.2178 1.3036 0.1026 2008 0.5353 1.1555 0.5051 1.7670 1.6830 0.2368 1.2260 0.1767 2009 0.8414 1.2743 1.0069 2.1504 3.2828 0.1196 1.0367 0.1270 2010 0.5336 0.8493 0.4133 1.3331 0.9147 0.1134 1.4076 0.0862 Rata-

rata LQ 0.5640 1.0740 0.6625 1.5365 1.4531 0.1443 3.2409 0.0995

Sumber: data sekunder diolah

Dari tabel hasil perhitungan Indeks LQ di atas dapat diketahui bahwa di Kabupaten Karo selama periode 2002-2010 komoditi pertanian yang tergolong pada komoditi basis atau berpotensi ekspor dengan rata-rata indeks LQ>1 adalah kol, wortel, bawang daun dan jeruk manis. Sedangkan yang termasuk komoditi non basis dengan rata-rata indeks LQ<1 yaitu kentang, tomat, bawang merah, dan ubi jalar.

4.2.1.2 Tipologi Klassen (Klassen Typology)

Gambar

Tabel 3.1 Pertumbuhan Produksi Komoditi berdasarkan Tipologi Klassen
Tabel 4.2 Rata-rata Perbandingan Pertumbuhan Komoditi Ekspor   Kabupaten Karo dan Sumatera Utara (2003-2010)
Tabel 4.4  Hasil Perhitungan Nilai Shift Share Komoditi Pertanian  Kabupaten Karo Tahun 2003-2010
Tabel 4.5 Realisasi Ekspor Komoditi Pertanian Kabupaten Karo   Tahun 2002-2004  Komoditi  2002  2003  2004  VL  (TON)  NL  (US$)  VL  (TON)  NL  (US$)  VL  (TON)  NL  (US$)  Kentang  16529.21  3227289  18182.15  3550018  20373  3834019  Kol  23624.92  5167
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk saat ini hambatan yang dialami oleh mahasiswa pendampingan SMK yaitu ketidaksediaan stopkontak pada kelas sehingga tidak memungkinkan mahasiswa untuk

 Menyelesaikan uji kompetensi untuk materi Unsur kebahasaan dari ungkapan memberi dan meminta informasi terkait keadaan /tindakan/ kegiatan/ kejadian tanpa perlu

Laporan keuangan ini dibuat oleh seorang manajer dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi

Biofertilizer adalah zat yang mengandung mikroorganisme hidup dan bila diterapkan pada benih permukaan tanaman atau tanah, dapat berkolonisasi di. rizosfer dan

Deictic gesture, gerture menunjuk suatu objek atau lokasi sehingga membawa perhatian lawan bicara pada objek yang dimaksud untuk membantu siswa dalam

hasil penelitian di atas maka pelatihan menggunakan ladder drills icky shuffle memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kelincahan, yaitu dengan

Jika ditambah dengan pengolahan kayu (4 hari) dan penyaradan kayu ke luar kawasan (6 hari) maka hanya dalam waktu 14 hari, 10 orang pekerja kayu dapat menghabiskan 1 hektar

Dari hasil penelitian terhadap kerapuhan tablet tersebut dapat disimpulkan semakin besar kandungan amilum garut maka kerapuhan tablet yang dihasilkan semakin