• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian I.

Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan berwarna putih kekuningan. Rasio bobot selulo sa mikrobial kering terhadap selulosa mikrobial basah adalah sekitar 0,0984 – 0.1113. Hasil analisis proksimat serbuk selulosa mikrobial yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil analisis proksimat serbuk selulosa mikrobial kering

Parameter analisis Nilai (%)

Kadar air 3,50

Kadar abu 0,23

Kadar protein (bk) 3,50

Kadar lemak (bk) 1,14

Kadar selulosa (bk) 92,53

Serbuk selulosa mikrobial yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kandungan selulosa yang relatif tinggi yaitu le bih dari 90% sehingga baik untuk digunakan sebagai sumber selulosa pada pembuatan selulosa triasetat.

Dibandingkan dengan selulosa kayu, penggunaan selulosa mikrobial sebagai sumber selulosa relatif lebih menguntungkan karena selain selulosa mikrobial mempunyai kandungan selulosa yang relatif tinggi juga karena tidak terdapat lignin dan hemiselulosa pada selulosa mikrobial.

(2)

Menurut Fengel dan Wegener (1984) pada pulp kayu terdapat senyawa yang bukan selulosa seperti lignin dan hemiselulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolimer sedangkan selulosa merupakan homopolimer. Pada proses asetilasi akan terjadi reaksi antara senyawa-senyawa kelompok hemiselulosa dengan anhidrida asetat. Hal ini akan mengakibatkan selulosa triasetat yang dihasilkan tidak murni karena tercampur dengan hemiselulosa asetat seperti glukomanan asetat.

Serbuk selulosa mikrobial yang digunakan sebagai sumber selulosa pada proses pembuatan selulosa triasetat ini mempunyai kadar air yang relatif rendah yaitu 3,50%, seperti terlihat pada Tabel 11. Kandungan air yang tinggi pada selulosa yang akan diasetilasi tidak diinginkan. Pada proses asetilasi air yang terdapat dalam selulosa akan bereaksi dengan anhidrida asetat membentuk asam asetat. Hal ini akan menyebabkan jumlah anhidrida asetat yang akan bereaksi dengan selulosa menjadi lebih sedikit. Menurut Pine et al. (1980) secara teoritis 1 mol air akan bereaksi dengan 1 mol anhidrida asetat menghasilkan 2 mol asam asetat. Rendahnya kadar air pada selulosa mikrobial yang digunakan pada penelitian ini relatif menguntungkan karena kadar air yang rendah akan mengurangi jumlah anhidrida asetat yang dibutuhkan pada proses asetilasi selulosa menjadi selulosa triasetat.

Selulosa mikrobial yang digunakan pada penelitian ini juga mempunyai kadar abu yang relatif rendah yaitu 0,23%. Hal ini juga menguntungkan karena dengan mengendalikan proses pembuatannya seperti tidak menggunakan peralatan dari logam maka selulosa triasetat yang akan dihasilkan pada proses asetilasi mempunyai kandungan abu yang rendah.

(3)

Penentuan Kondisi Aktivasi Selulosa Mikrobial

Proses aktivasi selulosa bertujuan untuk menggembungkan selulosa sehingga dapat meningkatkan reaktifitas dan aksesibilitas selulosa. Proses aktivasi dapat mempercepat terjadinya pertukaran gugus hidroksil molekul selulosa dengan gugus asetil dari anhidrida asetat. Hasil perolehan selulosa triasetat (STA) pada berbagai kondisi aktivasi yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 12 sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2a.

Tabel 12. Perolehan selulosa triasetat pada berbagai kondisi aktivasi Suhu aktivasi Waktu (jam) Perolehan (g/g)

0 1.20

2 1.48

4 1.60

6 1.63

50 oC

8 1.63

4 1.30

8 1.45

12 1.54

Suhu kamar

16 1.63

Hasil pengukuran perolehan selulosa triasetat (Tabel 12) menunjukkan perolehan selulosa triasetat cenderung meningkat dengan semakin lama waktu aktivasi baik pada suhu 50 oC maupun pada suhu kamar. Diduga hal ini disebabkan oleh perendaman serbuk selulosa mikrobial dalam waktu yang lebih lama dapat menjadikan serat selulosa lebih menggembung (swelling) sehingga memudahkan masuknya pereaksi.

Kondisi aktivasi selulosa mikrobial yang menghasilkan perolehan selulosa triasetat tertinggi pada penelitian ini diperoleh pada aktivasi suhu 50 oC se lama 6 jam dan aktivasi pada suhu kamar selama 16 jam. Waktu aktivasi selulosa

(4)

mikrobial pada penelitian ini relatif lebih lama dibandingkan waktu aktivasi pulp kayu yang dilakukan oleh Saka dan Takanashi (1998) pada pembuatan selulosa triasetat dari pulp kayu yaitu selama satu jam. Nevel dan Zeronian (1985) menyatakan aktivasi selulosa pulp kayu umumnya dilakukan kira-kira selama 1-2 jam. Lama waktu aktivasi yang dicobakan pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan lama waktu aktivasi selulosa mikrobial yang dilakukan oleh Tabuchi et al. (1998) yaitu 72 jam pada suhu kamar.

Kuo et al. (1997) menyatakan waktu aktivasi selulosa bergantung pada jenis selulosa yang digunakan. Waktu aktivasi selulosa mikrobial yang lebih lama pada penelitian ini diduga terjadi karena perbedaan sifat kristalinitas selulosa mikrobial dengan selulosa dari kayu. Selulosa mikrobial mempunyai daerah kristalin yang lebih besar dibandingkan daerah amorf. White dan Brown (1988) menyatakan bahwa selulosa mikrobial bersifat kristalin, dengan derajat kristalinitas lebih besar dari 60 %, yang berarti lebih banyak terdapat daerah kristalin dibandingkan daerah amorf.

Daerah kristalin merupakan bagian yang mempunyai ikatan antar rantai lebih erat dan lebih rapat (Achmadi, 1990). Daerah kristalin mempunyai sifat reaktifitas yang rendah, sehingga sukar terjadi reaksi asetilasi, sedangkan bagian amorf merupakan bagian yang lebih mudah dicapai oleh pereaksi sehingga lebih reaktif. Agar daerah kristalin dapat dicapai oleh pereaksi perlu dilakukan penggembungan (swelling) selulosa dengan menggunakan pelarut. Semakin besar daerah kristalin suatu selulosa maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menggembungkannya. Penggembungan selulosa akan menyebabkan berkurangnya ikatan antar serat selulosa, sehingga memudahkan masuknya

(5)

pereaksi. Semakin lama waktu aktivasi maka semakin banyak asam asetat yang masuk diantara serat selulosa. Keadaan ini menyebabkan reaksi asetilasi lebih mudah terjadi.

Penentuan Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perolehan STA

Proses asetilasi selulosa bertujuan untuk menggantikan sebagian atau semua gugus hidroksil (OH) pada molekul selulosa dengan gugus asetil (CH3CO) dari anhidrida asetat sehingga membentuk selulosa asetat. Selulosa memiliki 3 gugus hidroksil per residu anhidroglukosa sehingga memungkinkan untuk menghasilkan selulosa asetat dalam bentuk monoasetat, diasetat dan triasetat.

Selama proses asetilasi diharapkan semua selulosa mikrobial dapat dikonversi menjadi selulosa triasetat. Perolehan selulosa triasetat pada penelitian ini dihitung dengan cara membandingkan bobot kering selulosa triasetat yang diperoleh dengan bobot kering selulosa mikrobial yang digunakan (bk/bk).

Perolehan selulosa triasetat pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 13.

Hasil penelitian pada rancangan faktorial dan titik pusat menunjukkan respon perolehan selulosa triasetat yang dihasilkan berkisar antara 0,80 – 1.70 (g/g), seperti terlihat pada Tabel 13. Secara umum bobot kering selulosa triasetat yang dihasilkan pada penelitian ini cenderung lebih besar dari bobot selulosa mikrobial yang digunakan. Hal ini terjadi karena bobot molekul selulosa triasetat yang dihasilkan lebih besar daripada bobot molekul selulosa mikrobial yang digunakan.

(6)

Tabel 13. Perolehan selulosa triasetat pada tahap penentuan faktor -faktor yang berpengaruh pada proses asetilasi

No Konsentrasi Rasio Waktu Suhu Perolehan katalis pereaksi (menit) Reaksi X1 X2 X3 X4 Selulosa (%) (X1) (X2) (X3) (oC)(X4) triasetat (g/g)

1 0.5 2 240 40 -1 -1 -1 -1 0.85

2 0.5 4 240 40 1 -1 -1 -1 0.80

3 0.5 2 360 40 -1 1 -1 -1 1.36

4 0.5 4 360 40 1 1 -1 -1 1.66

5 1.5 2 240 40 -1 -1 1 -1 1.38

6 1.5 4 240 40 1 -1 1 -1 1.38

7 1.5 2 360 40 -1 1 1 -1 1.69

8 1.5 4 360 40 1 1 1 -1 1.70

9 0.5 2 240 60 -1 -1 -1 1 0.81

10 0.5 4 240 60 1 -1 -1 1 1.52

11 0.5 2 360 60 -1 1 -1 1 1.67

12 0.5 4 360 60 1 1 -1 1 1.70

13 1.5 2 240 60 -1 -1 1 1 1.57

14 1.5 4 240 60 1 -1 1 1 1.53

15 1.5 2 360 60 -1 1 1 1 1.63

16 1.5 4 360 60 1 1 1 1 1.67

17 1 3 300 50 0 0 0 0 1.67

18 1 3 300 50 0 0 0 0 1.68

19 1 3 300 50 0 0 0 0 1.68

20 1 3 300 50 0 0 0 0 1.69

Selulosa merupakan polimer linier glukosa yang unit-unitnya terikat dengan ikatan 1,4-β-D glukopiranosa. Bila diasumsikan satu molekul selulosa

terdiri atas n unit glukosa maka secara teoritis pada reaksi asetilasi sempurna , setiap 1 mol selulosa membutuhkan 3n mol anhidrida asetat dan akan menghasilkan 1 mol selulosa triasetat dan 3n mol asam asetat.

Menurut Bydson (1995) selulosa triasetat hasil asetilasi sempurna

(7)

memiliki rumus empirik [C6H7O2(CH3CO)3]n. Bila diasumsikan bobot molekul selulosa mikrobial (C6H7O2( OH)3 )n adalah 162n gram/mol dan bobot molekul selulosa triasetat adalah 288n gram/mol maka setiap 1 gram selulosa mikrobial (setara dengan 0,0062/n mol selulosa mikrobial) akan menghasilkan 0,0062/n mol selulosa triasetat atau setara dengan 1,79 gram selulosa triasetat. Bila reaksi asetilasi selulosa berlangsung sempurna dan tidak terjadi degradasi selulosa maka dari setiap satu gram selulosa yang digunakan akan diperoleh selulosa triasetat sebanyak 1,79 gram.

Hasil analisis keragaman terhadap perolehan selulosa triasetat (Lampiran 2b) menunjukkan faktor rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial berpengaruh secara sangat nyata (a = 0,0044) terhadap perolehan selulosa triasetat sedangkan faktor waktu asetilasi berpengaruh nyata (a = 0,0128) terhadap perolehan selulosa triasetat. Konsentrasi asam sulfat dan suhu asetilasi tidak berpengaruh nyata (a > 0,05) terhadap perolehan selulosa triasetat.

Penambahan katalis asam sulfat pada proses asetilasi bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara gugus hidroksil pada selulosa dengan anhidrida asetat. Penambahan katalis pada reaksi asetilasi akan menurunkan energi aktivasi reaksi sehingga pada waktu yang sama lebih banyak produk yang diperoleh. Energi aktivasi adalah jumlah energi yang dibutuhkan agar molekul yang bertabrakan mencapai keadaan transisi (Fesseden dan Fesseden , 1983: Pine et al., 1988). Pada penelitian ini faktor konsentrasi asam sulfat yang dicobakan

pada proses asetilasi tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan selulosa triasetat. Keadaan ini berbeda dengan yang dinyatakan oleh Ott et al. (1954) bahwa konsentrasi katalis merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan

(8)

reaksi asetilasi. Diduga hal ini terjadi karena konsentrasi katalis yang diujikan relatif kecil (kurang dari 2%). Menurut Nevel dan Zeronian (1985) pada produksi selulosa triasetat dari pulp kayu secara komersial umumnya digunakan katalis dalam konsentrasi tinggi yaitu 7 – 10%. Pemilihan konsentrasi katalis lebih kecil dari 2 % dengan beda antara taraf rendah, tengah dan tinggi sebesar 0,5%

dilakukan karena selulosa triasetat yang ingin diperoleh pada penelitian ini diharapkan mempunyai bobot molekul yang relatif tinggi. Menurut Ott et al.

(1954) dan Kuo et al. (1997) penambahan asam sulfat dalam jumlah banyak dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada molekul selulosa. Penambahan asam sulfat dalam jumlah banyak pada selulosa dapat menyebabkan terjadi reaksi hidrolisis yang mengakibatkan terjadi pemutusan rantai selulosa. Hal ini akan menyebabkan selulosa triasetat yang dihasilkan mempunyai kekuatan mekanik rendah (rapuh). Selulosa triasetat yang ingin diperoleh pada penelitian ini adalah selulosa triasetat yang mempunyai derajat polimerisasi tinggi.

Perlakuan suhu asetilasi yang dicobakan pada penelitian ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap perolehan selulosa triasetat. Hal ini diduga terjadi suhu yang dicobakan relatif rendah dan beda antara suhu taraf rendah, tengah dan tinggi relatif kecil (40, 50, 60 oC). Pemilihan suhu asetilasi pada penelitian ini dibatasi tidak lebih besar dari 60 oC. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadi degradasi molekul selulosa selama proses asetilasi sehingga selulosa triasetat yang dihasilkan diharapkan mempunyai sifat mekanik yang relatif tinggi. Menurut Nevel dan Zeronian (1985) proses asetilasi pada suhu tinggi dapat mempercepat terjadi reaksi asetilasi tetapi juga dapat menyebabkan

(9)

kerusakan pada selulosa. Kuo et al. (1997) menyatakan proses asetilasi selulosa sebaiknya dilakukan pada suhu berkisar 50 – 85 oC.

Reaksi asetilasi pada pembuatan selulosa triasetat mer upakan reaksi subsitusi. Menurut Pine et al. (1988) peningkatan suhu pada suatu reaksi kimia bertujuan meningkatkan energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi sehingga molekul–molekul tersebut bergerak lebih cepat akibatnya tumbukan antar molekul lebih banyak terjadi. Keadaan ini menyebabkan molekul-molekul tersebut mempunyai energi yang cukup untuk mencapai keadaan transisi.

Pembentukan Model Linier Perolehan Selulosa Triasetat

Hasil pembentukan model tahap pertama dengan menggunakan data perolehan pada rancangan faktorial dan titik pusat menunjukkan model perolehan selulosa triasetat tidak merupakan persamaan linier tetapi cenderung kuadratik.

Parameter dan koefisien parameter pembentuk model linier perolehan selulosa triasetat dapat dilihat pada Lampiran 2c.

Hasil uji penyimpangan model linier bersifat sangat nyata dengan nilai peluang 0,0014 (Lampiran 2d). Hal ini berarti model linier yang dibuat menyimpang dari keadaan nyata. Meskipun model ini mempunyai koefisien determinan relatif tinggi (R2 = 0,9264), namun model yang dihasilkan tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat model yang baik. Menurut Box et al.

(1978) dan Gaspersz (1995) syarat model yang baik mempunyai hasil uji penyimpangan model yang bersifat tidak nyata (a > 0,05).

(10)

Pembentukan Model Kuadratik Perolehan Selulosa Triasetat

Pembuatan model kuadratik dilakukan hanya dengan menggunakan peubah yang berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap respon perolehan selulosa triasetat yaitu peubah rasio pereaksi anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial yang digunakan dan waktu reaksi asetilasi. Respon perolehan selulosa triasetat akibat pengaruh peubah rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Perolehan selulosa triasetat tahap pembentukan model kuadratik pada proses asetilasi

No Rasio Waktu Perolehan

pereaksi (menit) X1 X2 Selulosa

(v/b) (X1) (X2) Triasetat (g/g)

1 2,5 240 -1 -1 1.28

2 3,5 240 1 -1 1.55

3 2,5 360 -1 1 1.40

4 3,5 360 1 1 1.75

5 3,0 300 0 0 1.73

6 3,0 300 0 0 1.75

7 3,0 300 0 0 1.74

8 3,0 300 0 0 1.75

9 2,293 300 -1.414 0 1.25

10 3,707 300 1.414 0 1.75

11 3,0 215.16 0 -1.414 1.40

12 3,0 384.84 0 1.414 1.62

Hasil analisis keragaman terhadap perolehan selulosa triasetat pada pembentukan model kuadratik (Lampiran 2e) menunjukkan peubah rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi berpengaruh sangat nyata terhadap

(11)

perolehan selulosa triasetat (peluang < 0,05). Bentuk hubungan dan besarnya pengaruh peubah yang dicobakan terhadap perolehan selulosa triasetat hasil asetilasi dapat dilihat dari nilai koefisien parameter penyusun model yang diperoleh. Peluang dan koefisien parameter penyusun model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 2f .

Hasil uji signifikansi terhadap parameter model kuadratik perolehan selulosa triasetat menunjukkan hampir semua koefisien parameter mempunyai peluang kurang dari 0,05 (α < 0,05) kecuali interaksi antar peubah. Hal ini menunjukkan hampir semua parameter model kuadratik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap model (Box et al., 1978; Gasperz, 1995).

Persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat sebagai fungsi rasio anhidrida asetat dan waktu reaksi pada proses asetilasi selulosa mikrobial dapat dinyatakan seperti pada persamaan 1.

Persamaan 1. Persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat yang dihasilkan sebagai pengaruh rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi.

Persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 dibuat berdasarkan hasil proses asetilasi selulosa mikrobial yang dicobakan pada rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial berkisar 2,293 –3,707 dan

Y Per STA =1,742501 + 0,1659 X1 + 0,077293X2 – 0,12302 X12 -0,02 X1X2 – 0,12047 X22 Y Per STA = perolehan selulosa triasetat

X1 = rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial X2 = waktu reaksi

(12)

waktu asetilasi berkisar 215,16 – 384,84 menit. Asetilasi dilakukan pada suhu 50

oC dengan penambahan asam sulfat sebesar 1,5%.

Hasil uji kesahihan model menunjukkan model kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 mempunyai nilai koefisien determinan relatif tinggi yaitu 0,9927. Hal ini menunjukkan model yang dibuat dapat menjelaskan sekitar 99% dari total keragaman.

Hasil uji penyimpangan model (lack of fit) menunjukkan model yang diperoleh telah sesuai dengan keadaan nyata karena nilai peluang penyimpangan model bersifat tidak nyata (peluang = 0.0869). Hasil uji penyimpangan model kuadratik perolehan selulosa triasetat dapat dilihat pada Lampiran 2f.

Hasil uji asumsi residual menunjukkan bahwa plot residual menyebar secara acak disekitar nol. Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan plot residual mendekati garis lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah terdistribusi secara normal. Nilai residual model kuadratik perolehan selulosa triasetat dan plot residualnya dapat dilihat pada Lampiran 2g da n 2h.

Secara keseluruhan hasil analisis statistik menunjukkan persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 telah memenuhi uji kesahihan model (validitas). Persamaan 1 dapat digunakan untuk menduga perolehan selulosa triasetat optimum (maksimum) pada proses asetilasi selulosa mikrobial. Model ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara peubah (parameter) rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi selulosa mikrobial terhadap perolehan selulosa triasetat.

(13)

Penentuan Nilai Optimum Perolehan Selulosa Triasetat

Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon perolehan selulosa triasetat (Lampiran 2j) menunjukkan titik kritis terjadi pada nilai kode peubah rasio anhidrida 0,704064 atau nilai aktual rasio anhidrida asetat 3,35 dan nilai kode waktu asetilasi 0,379238 atau waktu aktual asetilasi 323 menit. Nilai perkiraan titik stasionari adalah 1,81. Hasil analisis nilai akar ciri (eigenvalue) menunjukkan kedua peubah mempunyai nilai akar ciri yang bernilai negatif yaitu -0,171609 dan -0,250529. Hal ini menunjukkan titik optimum yang diperoleh merupakan titik maksimum (Gaspersz, 1998).

Hasil analisis ridge terhadap respon perolehan selulosa triasetat menunjukkan titik optimum adalah 1,81 yang terjadi pada nilai kode X1 sebesar 0.707846 dan X2 sebesar 0.383569 atau rasio anhidrida asetat sebesar 3,35 dan waktu asetilasi 323 menit. Berdasarkan hasil optimasi diatas dapat disimpulkan perolehan maksimum selulosa triasetat pada proses ase tilasi selulosa mikrobial adalah 1,81 yang terjadi pada rasio anhidrida asetat sebesar 3,35 dan waktu asetilasi 323 menit.

Analisis permukaan respon dan plot kontur respon perolehan selulosa triasetat pada proses asetilasi yang dicobakan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11 . Gambar 10 menunjukkan titik optimum perolehan selulosa triasetat merupakan titik maksimum. Gambar 11 menunjukkan titik maksimum perolehan selulosa triasetat terjadi pada penambahan anhidrida asetat antara nilai kode 0,5 – 1,0 dan waktu asetilasi antara nilai kode 0,0 – 0,5.

(14)

Gambar 10. Permukaan respon perolehan selulosa triasetat pada proses asetilasi

1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Waktu

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Rasio Anhidrida Asetat

Gambar 11. Plot kontur respon perolehan selulosa triasetat pada proses asetilasi

(15)

Hasil verifikasi model kuadratik perolehan selulosa triasetat menunjukkan nilai perolehan selulosa triasetat yang dihitung dengan menggunakan persa maan 1 relatif tidak jauh berbeda dengan nilai perolehan selulosa triasetat hasil percobaan di laboratorium (Lampiran 2k). Rataan perolehan selulosa triasetat maksimum hasil percobaan pada rasio anhidrida asetat 3,35 dan waktu asetilasi 323 menit adalah 1,79 sedangkan perolehan maksimum hasil optimasi dengan menggunakan persamaan 1 pada rasio anhidrida dan waktu asetilasi yang sama adalah 1,82.

Rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial yang menghasilkan perolehan maksimum pada penelitian ini (3,35) lebih kecil dibandingkan dengan rasio anhidrida asetat yang digunakan oleh Tabuchi et al. (1998) dan Saka dan Takanashi (1998). Tabuchi et al. (1998) menambahkan anhidrida asetat sebanyak 20 kali jumlah selulosa mikrobial yang digunakan. Tabuchi et a l. (1998) melakukan asetilasi selulosa mikrobial pada suhu kamar, menggunakan katalis aam sulfat sebanyak 1%. Saka dan Takanashi (1998) menambahkan anhidrida asetat sebanyak 7 kali jumlah pulp kayu yang digunakan pada pembuatan selulosa triasetat dengan menggunakan katalis asam sulfat sebesar 7%.

Secara teoritis pada reaksi asetilasi sempurna , setiap 1 mol selulosa akan menghasilkan 1 mol selulosa triasetat. Bila diasumsikan bobot molekul selulosa mikrobial (C6H7O2( OH)3 )n adalah 162n gram/mol dan bobot molekul selulosa triasetat adalah 288n gram/mol maka setiap 1 gram selulosa mikrobial (setara dengan 0,0062/n mol selulosa mikrobial) akan menghasilkan 0,0062/n mol selulosa triasetat atau setara dengan 1,79 gram selulosa triasetat. Secara teoritis perolehan selulosa triasetat maksimum adalah 1,79.

(16)

Pengaruh Peubah Rasio Anhidrida Asetat terhadap Perolehan STA

Persamaan 1 menunjukkan rasio anhidrida asetat merupakan peubah yang berpengaruh paling besar terhadap perolehan selulosa triasetat. Hal ini dapat dilihat dari koefisien parameter rasio anhidrida asetat yang paling besar yaitu 0,1659. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Ott et al. (1954) yaitu rasio anhidrida asetat terhadap selulosa yang digunakan merupakan faktor yang berpengaruh pada proses pembuatan selulosa asetat. Safriani (2000) dan Darwis et al. (2003) juga menyatakan rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial

berpengaruh terhadap rendemen selulosa triasetat.

Pada proses asetilasi selulosa terjadi reaksi subsitusi gugus OH pada molekul selulosa dengan gugus asetil dari anhidrida asetat. Bila satu molekul selulosa terdiri atas n unit glukosa maka secara teoritis pada reaksi asetilasi sempurna , setiap 1 mol selulosa membutuhkan 3n mol anhidrida asetat Bila diasumsikan bobot molekul selulosa mikrobial (C6H7O2( OH)3 )n adalah 162n gram/mol dan bobot molekul anhidrida asetat adalah 102 gram/mol maka setiap 1 gram selulosa mikrobial (setara dengan 0,0062/n mol selulosa mikrobial) akan membutuhkan 3 kali 0,0062/n mol anhidrida asetat atau setara dengan 1,90 gram anhidrida asetat. Reaksi asetilasi selulosa menjadi selulosa triasetat merupakan reaksi dapat balik sehingga agar reaksi berlangsung sempurna dan jumlah perolehan selulosa triasetat maksimum maka anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah berlebih. Selain itu anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah yang lebih banyak dari jumlah kebutuhan teoritis karena pada selulosa yang digunakan terdapat sejumlah air. Air akan bereaksi dengan anhidr ida asetat dan akan menghasilkan asam asetat. Semakin tinggi kadar air selulosa maka

(17)

semakin banyak anhidrida asetat yang harus ditambahkan. Secara teoritis 1 mol air akan bereaksi dengan 1 mol anhidrida asetat dan akan menghasilkan 2 mol asam asetat. Bila diketahui bobot molekul air adalah 18 gram/mol dan bobot molekul anhidrida asetat adalah 102 gram/mol maka setiap 1 gram air (setara dengan 1/18 mol air) akan bereaksi dengan 1/18 mol anhidrida asetat atau setara dengan 5,67 gram anhidrida asetat. Dapat disimpulkan bahwa agar terjadi reaksi asetilasi sempurna dan perolehan selulosa triasetat maksimum maka pereaksi anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah berlebih dari jumlah teoritis yang dibutuhkan. Meskipun penambahan jumlah pereaksi akan menambah laju terbentuknya selulosa triasetat karena akan menambah seringnya terjadi tabrakan antar molekul, namun penambahan anhidrida asetat dalam jumlah yang sangat banyak akan menyebabkan proses asetilasi kurang efisien.

Dengan menggunakan persamaan kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 dapat diketahui secara linier peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh positif (+0.1659) terhadap perolehan sedangkan secara kuadratik berpengaruh negatif (-0,1230) terhadap perolehan. Hal ini menunjukkan peningkatan rasio anhidrida asetat hingga batas optimum (rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial 3,35 v/b) dapat meningkatkan perolehan selulosa triasetat. Sebaiknya penambahan anhidrida asetat dilakukan tidak lebih dari nilai optimumnya.

Pengaruh Peubah Waktu Reaksi Asetilasi

Model kuadratik perolehan selulosa triasetat seperti pada persamaan 1 menunjukkan waktu reaksi merupakan peubah yang berpengaruh positif terhadap perolehan selulosa triasetat, meskipun pengaruhnya lebih kecil dibandingkan

(18)

pengaruh rasio anhidrida asetat. Koefisien parameter waktu reaksi adalah +0,077293 sedangkan koefisien parameter rasio anhidrida asetat lebih besar yaitu +0,1659.

Hasil penelitian menunjukkan waktu asetilasi berpengaruh sangat nyata terhadap perolehan selulosa triasetat. Hampir sama dengan peubah rasio anhidrida asetat, peubah waktu asetilasi berpengaruh posistif secara linier terhadap perolehan selulosa triasetat, tetapi berpengaruh negatif secara kuadratik (persamaan 1). Penambahan waktu asetilasi hingga batas optimum (323 menit) dapat meningkatkan nilai perolehan selulosa triasetat. Hal ini terjadi karena waktu asetilasi yang lebih lama dapat memberi kesempatan untuk terjadinya pertukaran gugus hidroksil dengan gugus asetil yang lebih sempurna, tetapi sampai batas waktu tertentu (setelah reaksi asetilasi sempurna) penambahan waktu reaksi tidak ada gunanya.

Selulosa memiliki tiga gugus hidroksil per residu anhidroglukosa (Bydson, 1995). Gugus-gugus hidroksil tersebut terikat pada atom C nomor 2, 3 dan 6. Gugus hidroksil yang terikat pada atom C nomor 6 merupakan gugus hidroksil primer, sedangkan yang terikat pada atom C nomor 2 dan 3 merupakan gugus hidroksil sekunder. Menurut Achmadi (1990) gugus hidroksil primer mempunyai kereaktifan tertinggi. Reaksi subsitusi gugus hidroksil terjadi secara bertahap. Pada kondisi jumlah pereaksi anhidrida cukup banyak maka penambahan waktu asetilasi memberi kesempatan terjadi reaksi subsitusi lebih banyak.

Proses asetilasi selulosa mikrobial sebaiknya segera dihentikan setelah semua gugus hidroksil pada selulosa digantikan oleh gugus asetil dari anhidrida

(19)

asetat. Proses asetilasi yang lebih lama dapat menyebabkan penurunan kualitas selulosa triasetat yang dihasilkan. Hasil penelitian Tabuchi et al. (1989) menunjukkan penambahan waktu reaksi pada proses asetilasi selulosa mikrobial dapat menurunkan derajat polimerisasi selulosa triasetat yang dihasilkan.

Pengaruh Interaksi Antara Rasio Anhidrida Asetat dengan Waktu Asetilasi

Interaksi antara peubah rasio anhidrida asetat dan waktu reaksi berpengaruh positif terhadap perolehan selulosa triasetat dengan koefisien parameter bernilai 0,02 namun pengaruhnya bersifat tidak nyata (Persamaan 1 dan Lampiran 2f). Hal ini menunjukkan semakin banyak anhidrida asetat yang terdapat dalam media asetilasi dan semakin lama waktu reaksi maka kontak antara molekul selulosa dengan molekul anhidrida asetat akan semakin banyak, sehingga semakin besar jumlah selulosa mikrobial yang terkonversi menja di selulosa triasetat.

Penentuan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kadar Asetil Selulosa Triasetat

Selulosa triasetat kering yang dihasilkan berwarna coklat tua, relatif lebih keras dan lebih padat bila dibandingkan selulosa diasetat. Hasil pengukuran kadar asetil menunjukkan selulosa triasetat yang dihasilkan mempunyai kadar asetil berkisar 44,85 – 46,03%. Respon kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan pada proses asetilasi dapat dilihat pada Tabel 15 .

Tabel 15. Respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi Percobaan No Rasio Waktu X1 X2 Kadar asetil

(20)

anhidrida asetat (X1)

(menit) (X2)

selulosa triasetat (%)

Titik 1 2,5 240 -1 -1 44.86

Faktorial 2 3,5 240 1 -1 45.11

3 2,5 360 -1 1 45. 21

4 3,5 360 1 1 45.45

Titik 5 3,0 300 0 0 45.64

Pusat 6 3,0 300 0 0 46.03

7 3,0 300 0 0 45.78

8 3,0 300 0 0 45.73

Titik 5 2,293 300 -1.414 0 44.88

Bintang 6 3,707 300 1.414 0 45.71

7 3,0 215.16 0 -1.414 44.85

8 3,0 384.84 0 1.414 45.44

Hasil analisis keragaman data kadar asetil selulosa triasetat (Lampiran 3a) menunjukkan peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh nyata (a = 0,0192) terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Faktor waktu asetilasi juga berpengaruh nyata (a = 0,0109) terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hal ini berbeda dengan yang dinyatakan Safriani (2000) yaitu pada pembuatan selulosa asetat dari nata de soya , rasio anhidrida asetat terhadap selulosa berpengaruh nyata terhadap

kadar asetil selulosa asetat yang dihasilkan sedangkan lama asetilasi tidak berpengaruh nyata.

Hasil penelitian menunjukkan semakin lama waktu asetilasi maka semakin tinggi kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena semakin lama asetilasi maka semakin banyak terjadi reaksi pertukaran gugus

(21)

hidroksil pada selulosa dengan gugus asetil pada anhidrida asetat. Peningkatan rasio anhidrida asetat yang digunakan menyebabkan peningkatan kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena semakin banyak anhidrida asetat yang ditambahkan maka semakin banyak gugus asetil yang tersedia dan kemungkinan terjadi reaksi antara selulosa dengan anhidrida asetat.

Pembentukan Model Kadar Asetil Selulosa Triasetat pada Proses Asetilasi

Pembentukan model kadar asetil selulosa triasetat dilakukan dengan menggunakan data kadar asetil selulosa triasetat pada rancangan faktorial, titik pusat dan titik bintang. Bentuk hubungan dan besarnya pengaruh peubah yang dicobakan terhadap kadar asetil selulosa triasetat hasil asetilasi dapat dilihat dari nilai koefisien parameter penyusun model yang diperoleh. Peluang dan koefisien parameter penyusun model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial dapat dilihat pada Lampiran 3b. Hampir semua parameter penyusun model kuadratik kadar asetil berpengaruh sangat nyata atau nyata terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hanya parameter interaksi antara rasio anhidrida asetat dengan waktu asetilasi yang tidak nyata pengaruhnya.

Hubungan antara peubah rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial dan waktu asetilasi terhadap kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan pada proses asetilasi dapat dinyatakan seperti pada persamaan 2.

Y asetil STA = 45,795017 + 0,232123X1 + 0,214700 X2 – 0,277741X12

- 0,050771X1X2 – 0,352764 X22

Y asetil STA : Kadar asetil selulosa triasetat (%) X1 : rasio anhidrida asetat

X2 : waktu asetilasi

(22)

Persamaan 2. Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan sebagai pengaruh rasio anhidrida asetat dan waktu asetilasi.

Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 dibuat berdasarkan hasil proses asetilasi selulosa mikrobial yang dicobakan pada rasio anhidrida asetat dengan selulosa mikrobial berkisar 2,293 – 3,707 dan waktu asetilasi berkisar 215,16 – 384,84 menit. Asetilasi dilakukan pada suhu 50 oC dengan penambahan asam sulfat sebesar 1,5%.

Pengujian Model Kuadratik Kadar Asetil Selulosa Triasetat pada Asetilasi

Hasil uji kesahihan model menunjukkan model kuadratik kadar asetil pada proses asetilasi seperti pada persamaan 2 mempunyai nilai koefisien determinan relatif tinggi yaitu 0,9066. Hal ini menunjukkan hanya sekitar 9% dari total keragaman yang tidak dapat dijelaskan oleh model, sebaliknya sekitar 91% dari total keragaman dapat dijelaskan oleh model kuadratik seperti persamaan 2.

Hasil uji penyimpangan model (lack of fit) menunjukkan model kuadratik yang diperoleh mempunyai nilai peluang penyimpangan model bersifat tidak nyata (a = 0,4695). Sesuai dengan Box et al. (1978) hal ini menunjukkan model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 yang

(23)

diperoleh telah sesuai dengan keadaan nyata . Hasil uji penyimpangan model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat dapat dilihat pada Lampiran 3c.

Hasil uji asumsi residual terhadap model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat menunjukkan bahwa plot residual menyebar secara acak disekitar nol.

Pemeriksaan asumsi kenormalan juga menunjukkan plot residual mendekati garis lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah terdistribusi secara normal.

Nilai residual model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial dan plot kenormalan dapat dilihat pada Lampiran 3d dan Lampiran 3e.

Berdasarkan hasil uji kesahihan model yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial seperti pada persamaan 2 dapat digunakan untuk menentukan titik optimum (maksimum) kadar asetil selulosa triasetat.

Penentuan Kadar Asetil Selulosa Triasetat Optimum

Hasil analisis kanonik terhadap permukaan respon kadar asetil selulosa triasetat menunjukkan titik kritis terjadi pada nilai kode peubah rasio anhidrida 0,392645 dan nilai kode waktu asetilasi 0,276056. Nilai perkiraan kadar asetil pada titik stasionari adalah 45,87 %. Hasil analisis nilai akar ciri (eigenvalue) menunjukkan bahwa kedua peubah mempunyai nilai akar ciri bernilai negatif yaitu -0,539775 dan -0,720875. Hal ini menunjukkan titik stasioner merupakan titik maksimum (optimum). Hasil analisis ridge terhadap permukaan respon kadar asetil menunjukkan titik optimum diperoleh pada nilai kode X1 sebesar 0,342899 dan X2 sebesar 0,249732 atau rasio anhidrida asetat sebesar 3,17 dan

(24)

waktu asetilasi 315 menit dengan nilai kadar asetil 45,87%. Berdasarkan hasil analisis kanonik dan analisis ridge diatas dapat disimpulkan nilai maksimum kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi adalah 45,87% yang terjadi pada rasio anhidrida asetat 3,17 dan waktu asetilasi 315 menit.

Analisis permukaan respon dan plot kontur respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi selulosa mikrobial seperti Gambar 12 dan Gambar 13, juga menunjukkan terdapat titik maksimum kadar asetil selulosa triasetat.

Gambar 12 menunjukkan titik optimum kadar asetil selulosa triasetat yang diperoleh merupakan titik maksimum. Gambar 13 menunjukkan titik maksimum kadar asetil selulosa triasetat terjadi pada penambahan anhidrida asetat antara nilai kode 0,0 – 0,5 dan waktu asetilasi antara nilai kode 0,0 – 0,5.

Hasil verifikasi terhadap model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi menunjukkan selulosa triasetat yang dihasilkan pada percobaan asetilasi di laboratorium pada suhu 50 oC, konsentrasi katalis 1,5%, rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial sebesar 3,17 dan waktu asetilasi 315 menit mempunyai kadar asetil 45,78%. Nilai ini relatif tidak jauh berbeda dengan nilai kadar asetil selulosa triasetat hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 2 yaitu 45,80 % (Lampiran 3f).

(25)

Gambar 12. Permukaan respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi

Kd. Asetil (%) Asetilasi

45.5 45 44.5 44 43.5

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 43

Waktu asetilasi

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Rasio Anhidrida Asetat

Gambar 13. Plot kontur respon kadar asetil selulosa triasetat pada proses asetilasi

(26)

Rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial yang menghasilkan nilai maksimum perolehan selulosa triasetat yaitu 3,35 relatif tidak berbeda dengan rasio anhidrida asetat yang menghasilkan nilai maksimum kadar asetil selulosa triasetat yaitu 3,17. Waktu asetilasi yang menghasilkan nilai maksimum perolehan selulosa triasetat yaitu 323 menit juga relatif tidak berbeda dengan rasio anhidrida asetat yang menghasilkan nilai maksimum kadar asetil selulosa triasetat yaitu 315 menit. Berdasarkan hal ini maka kondisi optimum pembuata n selulosa triasetat dari selulosa mikrobial adalah pada rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial sebesar 3,35 (v/b) dan waktu reaksi asetilasi 323 menit.

Hasil optimasi menunjukkan kondisi proses asetilasi optimum terjadi pada rasio anhidrida 3,17. Secara teoritis untuk mengasetilasi secara sempurna satu gram selulosa hanya dibutuhkan anhidrida asetat sebanyak 1,90 gram. Rasio anhidrida asetat optimum yang diperoleh lebih tinggi dari rasio anhidrida asetat yang dibutuhkan secara teoritis. Hal ini terjadi karena dua hal yaitu pertama karena reaksi asetilasi merupakan reaksi dapat balik, sehingga untuk menjaga reaksi berlangsung kearah kanan maka harus ditambahkan anhidrida dalam jumlah berlebih. Penyebab kedua adalah adanya sejumlah air di dalam media asetilasi yang terikut bersama selulosa . Selulosa mikrobial yang digunakan mempunyai kadar air sekitar 3 – 5 %. Anhidrida asetat yang ditambahkan akan segera bereaksi dengan air membentuk asam asetat. Secara teoritis setiap satu gram air akan membutuhkan 5,65 gram anhidrida asetat.

(27)

Pengaruh Peubah Rasio Anhidrida Asetat terhadap Kadar Asetil STA

Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan pada proses asetilasi selulosa mikrobial seperti pada persamaan 2 menunjukkan rasio anhidrida asetat merupakan peubah yang berpengaruh paling besar terhadap kadar asetil STA. Hal ini dapat dilihat dari koefisien parameter rasio anhidrida asetat yang paling besar yaitu 0,232123. Peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh nyata ( α = 0,0189) terhadap kadar asetil selulosa triasetat (Lampiran 3b).

Anhidrida asetat merupakan pereaksi yang berperanan sangat penting pada reaksi asetilasi. Selama reaksi asetilasi gugus asetil pada anhidrida asetat akan menggantikan gugus hidroksil pada selulosa. Agar reaksi asetilasi berlangsung sempurna maka untuk menggantikan 3 gugus hidroksil pada selulosa dibutuhkan anhidrida dalam jumlah yang cukup. Secara teoritis untuk menggantikan 3 gugus hidroksil pada 1 mol selulosa dibutuhkan 3 mol anhidrida asetat atau setiap satu gram selulosa membutuhkan 1,90 gram anhidrida asetat. Namun karena reaksi asetilasi merupakan reaksi dapat balik dan adanya sejumlah air yang terikut bersama selulosa maka anhidrida asetat harus ditambahkan dalam jumlah berlebih.

Jika jumlah anhidrida asetat yang tersedia kurang dari yang dibutuhkan maka tidak terjadi reaksi asetilasi yang sempurna, kemungkinan produk yang dihasilkan bukanlah selulosa triasetat tetapi selulosa diasetat atau selulosa monoasetat. Darwis et a l. (2003) juga menyatakan faktor rasio anhidrida asetat terhadap selulosa mikrobial berpengaruh terhadap kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Selanjutnya Darwis et al. (2003) menyatakan kadar asetil selulosa triasetat akan meningkat dengan meningkatnya rasio anhidrida asetat

(28)

dari 1:2 menjadi 1:3. Selulosa triasetat yang dihasilkan pada penelitian Darwis et a l. (2003) sekitar 43%.

Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 menunjukkan secara linier peubah rasio anhidrida asetat berpengaruh positif terhadap kadar asetil sedangkan secara kuadratik berpengaruh negatif terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hal ini menunjukkan peningkatan rasio anhidrida asetat hingga batas optimum (3,17) dapat meningkatkan kadar asetil selulosa triasetat. Penambahan anhidrida asetat diatas batas optimum akan menyebabkan proses asetilasi kurang efisien

Pengaruh Peubah Waktu Reaksi terhadap Kadar Asetil STA

Peubah waktu reaksi berpengaruh secara nyata (a = 0,0251) terhadap kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan (Lampiran 3b). Model kuadratik kadar asetil selulosa triasetat seperti pada persamaan 2 menunjukkan secara linier waktu reaksi berpengaruh positif terhadap kadar asetil selulosa triasetat, namun secara kuadratik berpengaruh negatif terhadap kadar asetil selulosa triasetat. Hal ini menunjukkan penambahan waktu reaksi asetilasi hingga batas optimum (315 menit) dapat meningkatkan kadar asetil selulosa triasetat.

Penambahan waktu reaksi akan memberi kesempatan terjadi tumbukan antar molekul semakin banyak sehingga molekul-molekul mempunyai energi yang semakin tinggi yang memungkinkan terjadi reaksi kimia. Reaksi subsitusi gugus hidroksil oleh gugus asetil berlangsung secara bertahap. Pada tahap awal akan terjadi reaksi subsitusi pada gugus hidroksil primer, selanjutnya terjadi reaksi subsitusi pada gugus hidroksil sekunder.

(29)

Penambahan waktu asetilasi hingga batas optimum akan memungkinkan terjadi pergantian gugus hidroksil yang lebih banyak sehingga terjadi peningkatan jumlah gugus asetil pada selulosa triasetat yang berakibat tingginya kadar asetil selulosa triasetat yang dihasilkan. Dibandingkan dengan peubah rasio anhidrida asetat maka peubah waktu reaksi berpengaruh lebih kecil. Penambahan waktu reaksi akan efektif untuk meningkatkan kadar asetil selulosa triasetat apabila terdapat jumlah anhidrida asetat yang mencukupi.

(30)

Penelitian II.

Optimasi Proses Hidrolisis Selulosa Triasetat menjadi Selulosa Diasetat

Selulosa diasetat atau disebut juga selulosa asetat sekunder dibuat dengan cara menghidrolisis selulosa triasetat (selulosa asetat primer). Proses hidrolisis selulosa triasetat bertujuan untuk menurunkan derajat subsitusi atau kadar asetil selulosa triasetat hingga tingkat tertentu. Pada penelitian ini selulosa asetat sekunder yang ingin diperoleh mempunyai kadar asetil berkisar 37% - 40%. Hal ini berkaitan dengan penelitian tahap ketiga yaitu pembuatan membran ultrafiltrasi dari selulosa diasetat mikrobial. Larutan selulosa triasetat yang dihidrolisis pada penelitian tahap ke dua ini dibuat berdasarkan kondisi optimum yang diperoleh pada penelitian tahap pertama.

Penentuan Taraf Faktor Suhu dan Waktu Hidrolisis

Penentuan taraf rendah dan tinggi dari suatu faktor pada penelitian yang menggunakan Metoda Permukaan Respon- Rancangan Komposit Pusat merupakan salah satu hal yang penting. Penentuan taraf rendah dan tinggi dari faktor suhu dan waktu hidrolisis ditentukan berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan hidrolisis larutan selulosa triasetat mikrobial pada suhu 40, 50, 60 dan 70 oC selama 2, 4, 6, 8 dan 10 jam. Selulosa triasetat yang akan dihidrolisis mempunyai kadar asetil rata-rata 45,70%. Hasil percobaan pada tahap penentuan taraf faktor suhu dan waktu hidrolisis menunjukkan selulosa asetat sekunder yang dihasilkan pada proses hidrolisis suhu 40 – 70 oC selama 2 – 10 jam mempunyai kadar asetil berkisar

(31)

38,12 – 44,94%. Hasil pengukuran kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis suhu 40 – 70 oC selama 2 – 10 jam dapat dilihat pada Lampiran 4a.

Kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan cenderung semakin menurun dengan semakin tinggi suhu hidrolisis. Demikian juga dengan waktu hidrolisis, kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan cenderung semakin turun dengan semakin lama reaksi hidrolisis. Hubungan antara suhu dan waktu hidrolisis dengan kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 14.

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46

2 4 6 8 10

Waktu (jam)

Kd. Asetil (%)

40 50 60 70

Gambar 14. Hubungan antara suhu dan waktu hidrolisis dengan kadar asetil selulosa asetat sekunder yang dihasilkan.

(32)

Penampakan fisik selulosa diasetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis suhu 70 oC relatif berbeda dengan penampakan fisik selulosa diasetat yang dihidrolisis pada suhu 40 oC dan 50 oC. Selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 70 oC bersifat rapuh dan mudah hancur, sedangkan selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 40 oC dan 50 oC relatif lebih keras dan sukar dihancurkan. Hal ini menunjukkan selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 70 oC mempunyai kekuatan mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan selulosa diasetat yang dihasilkan pada suhu 40 oC dan 50 oC. Dikaitkan dengan penelitian tahap ketiga (pembuatan membran dari selulosa diasetat mikrobial) maka selulosa diasetat yang ingin diperoleh pada tahap hidrolisis adalah selulosa diasetat yang mempunyai kekuatan mekanik relatif tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap penentuan taraf suhu dan waktu hidrolisis ini maka ditentukan taraf rendah dan tinggi untuk faktor suhu hidrolisis adalah 40 oC dan 60 oC sedangkan taraf rendah dan tinggi untuk faktor waktu hidrolisis adalah 360 menit dan 840 menit.

Penentuan Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kadar Asetil Selulosa Diasetat pada Proses Hidrolisis

Pada tahap penentuan faktor- faktor yang berpengaruh pada proses hidrolisis ini telah dicobakan 4 faktor yaitu rasio air terhadap selulosa mikrobial, waktu hidrolisis, konsentrasi asam sulfat dan suhu hidrolisis. Hasil pengukuran kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan (pada rancangan titik faktorial dan titik pusat) menunjukkan selulosa diasetat hasil hidrolisis mempunyai kadar asetil berkisar

(33)

36,00% - 43,65% . Kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan pada rancangan faktorial dan titik pusat dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Kadar asetil selulosa diasetat yang dihasilkan pada proses hidrolisis (rancangan faktorial dan titik pusat)

Rasio Air (v/b)

Waktu (menit)

Asam sulfat (%)

Suhu ( oC)

Nilai kode

X1 X2 X3 X4 X1 X2 X3 X4

Kadar asetil Selulosa Diasetat

(%)

1 0.67 360 1 40 -1 -1 -1 -1 43.65

2 1.33 360 1 40 1 -1 -1 -1 43.64

3 0.67 840 1 40 -1 1 -1 -1 42.10

4 1.33 840 1 40 1 1 -1 -1 42.15

5 0.67 360 2 40 -1 -1 1 -1 43.25

6 1.33 360 2 40 1 -1 1 -1 43.14

7 0.67 840 2 40 -1 1 1 -1 40.90

8 1.33 840 2 40 1 1 1 -1 40.88

9 0.67 360 1 60 -1 -1 -1 1 41.26

10 1.33 360 1 60 1 -1 -1 1 41.02

11 0.67 840 1 60 -1 1 -1 1 37.90

12 1.33 840 1 60 1 1 -1 1 36.50

13 0.67 360 2 60 -1 -1 1 1 42.07

14 1.33 360 2 60 1 -1 1 1 41.50

15 0.67 840 2 60 -1 1 1 1 36.85

16 1.33 840 2 60 1 1 1 1 36.00

Titik Faktorial

17 1 600 1.5 50 0 0 0 0 41.48

18 1 600 1.5 50 0 0 0 0 41.06

19 1 600 1.5 50 0 0 0 0 41.60

20 1 600 1.5 50 0 0 0 0 41.30

21 1 600 1.5 50 0 0 0 0 42.12

22 1 600 1.5 50 0 0 0 0 41.56

Titik pusat

(34)

Hasil analisis keragama n terhadap kadar asetil selulosa diasetat pada rancangan faktorial dan titik pusat (Lampiran 4b) menunjukkan 3 faktor yang dicobakan berpengaruh sangat nyata terhadap terhadap kadar asetil selulosa diasetat yaitu waktu hidrolisis, konsentrasi katalis dan suhu hidrolisis. Sedangkan faktor rasio air terhadap selulosa mikrobial berpengaruh nyata terhadap kadar asetil selulosa diasetat. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Kirk dan Othmer (1993) yaitu kecepatan reaksi hidrolisis dipengaruhi oleh waktu, suhu, konsentrasi katalis dan jumlah air yang ditambahkan. Menurut Ott et al. (1954) jumlah pereaksi yang ditambahkan (air dalam asam asetat 60 %) pada proses hidrolisis tidak berpengaruh banyak terhadap kecepatan reaksi hidrolisis tetapi penting untuk mengurangi kandungan sulfat dalam selulosa diasetat yang dihasilkan.

Pembentukan Model Kadar Asetil Selulosa Diasetat pada Proses Hidrolisis

Pembentukan model linier kadar asetil dilakukan dengan menggunakan data rancangan titik faktorial dan titik pusat. Hasilnya menunjukkan terdapat 11 parameter yang berpengaruh terhadap kadar asetil selulosa diasetat selama proses hidrolisis yang terdiri dari 4 parameter linier, 6 parameter interaksi dan 1 parameter kuadratik. Model kadar asetil selulosa diasetat hasil hidrolisis yang diperoleh pada tahap pertama ini merupakan model kuadratik bukan model linier. Parameter dan nilai masing- masing koefisien parameter dapat dilihat pada Lampiran 4c.

Selanjutnya pembentukan model kuadratik dilakukan dengan menggunakan data kadar asetil selulosa diasetat pada rancangan titik bintang dengan nilai faktor

Gambar

Tabel 12. Perolehan selulosa triasetat pada berbagai kondisi aktivasi  Suhu aktivasi  Waktu (jam)  Perolehan (g/g)
Tabel   13.  Perolehan  selulosa  triasetat pada tahap penentuan                    faktor -faktor yang berpengaruh pada proses asetilasi
Tabel 14.  Perolehan  selulosa triasetat  tahap pembentukan   model kuadratik pada proses asetilasi
Gambar  10. Permukaan    respon  perolehan selulosa triasetat               pada proses asetilasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Fajri (2014) adalah terdapat perbedaan kemampuan menulis teks eksplanasi yang signifikan antara pembelajaran yang menggunakan strategi berbagi

yang terdiri dari dimensi kebutuhan pencapaian, kebutuhan akan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan dinyatakan berada pada kategori tinggi. 2) Gambaran tingkat

It deals with the classification of the types of compound words and the description of the meaning of compound words in novel “The single girl’s to -do list ”. Chapter

CABANG OLAHRAGA PORSEMA X TAHUN 2017 TENIS MEJA BEREGU.

Untuk mengetahui hasil pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi.Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi adalah metode PROMETHEE.Dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ikan sidat yang sehat mempunyai nilai leukosit yang lebih kecil (3.453 sel/mm3) dibandingkan ikan sidat yang telah diinfeksi

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan karbon aktif adalah.. tempurung kelapa yang memiliki sifat – sifat sebagai

Penyajian pengalaman gaya hidup yang trendi dan pelayanan yang tak ada tandingannya, menjamurlah berbagai pusat hiburan kelas atas di Jakarta, melengkapi Jakarta dengan sebuah