• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kombinasi Bahan Kitosan sebagai Metode Koagulan dan Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Potensi Kombinasi Bahan Kitosan sebagai Metode Koagulan dan Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Tahu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS : A KELOMPOK : 1

NAMA (NIM) : 1. Anita Nurul Apriliana (H0919013) 2. Dea Saskya Eka Puji Lestari (H0919032) 3. Eleazar Calvin Paimaon Ritonga (H0919041) 4. Fannia Okta Aldayra (H0919043) 5. Flora Camellia (H0919047) 6. Monika Diah Maharani K. (H0919066)

Potensi Kombinasi Bahan Kitosan sebagai Metode Koagulan dan Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Tahu

A. TAHU

a. Kelebihan produk (dari segi gizi, manfaat, produksi, konsumsi atau potensinya untuk dikembangkan).

Tahu merupakan makanan berbahan dasar kacang kedelai yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Tahu dibuat melalui proses pengolahan kedelai dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan. Tahu mempunyai mutu protein terbaik yang mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan memiliki daya cerna yang tinggi yakni sekitar 85%-98%

(Indrawijawa dkk, 2017). Selain itu, tahu juga memiliki kandungan gizi yang beragam yaitu 86% air, 8-12% protein, 4-6% lemak dan 1-6% karbohidrat (Amnifu dkk, 2019).

Jumlah tingkat konsumsi tahu dinyatakan lebih besar sekitar empat kali lipat tingkat konsumsi daging (ayam maupun sapi) yang merupakan sumber protein hewani karena harga tahu yang lebih terjangkau oleh masyarakat (Biro Pusat Statistik dan Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2002). Oleh karena itu, tahu berpotensi untuk dikembangkan untuk memenuhi tingkat kebutuhan masyarakat dan pemenuhan kandungan gizi.

b. Kelemahan produk terkait umur simpan dan penyebab kerusakan dari produk.

Tahu merupakan bahan makanan yang cepat rusak karena kadar air dan protein tahu yang tinggi, yaitu masing-masing sebesar 86% dan 8-12%

(Indrawijaya dkk., 2017). Air merupakan media tumbuh kembang yang baik untuk

(2)

mikroorganisme. Dengan adanya mikroorganisme, tahu menjadi membusuk yang ditunjukan dengan warnanya yang mulai berubah menjadi kekuningan dan kondisinya yang sudah mulai menurun (Vega dkk., 2013). Biasanya pada kondisi suhu kamar atau normal, tahu hanya memiliki daya tahan selama 1 hari saja. Setelah itu, tahu dengan umur simpan lebih dari satu hari akan mengalami perubahan rasa menjadi asam warna, aroma, dan tekstur juga berubah sehingga tidak layak untuk dikonsumsi (Rohim dkk., 2015).

c. Sebutkan beberapa metode pengawetan yang secara umum digunakan untuk mengawetkan produk.

Metode pengawetan tahu yang umum digunakan adalah dengan memanfaatkan jahe merah. Metode pengawetan dengan jahe merah dilakukan dengan menambahkan bubuk jahe merah dalam suatu konsentrasi misalnya 6%. Penambahan jahe merah dengan konsentrasi 6% serta penyimpanan tahu dalam suhu ruang terbukti memiliki rata-rata jumlah koloni yang terendah sehingga persentase efektivitas daya hambat pertumbuhan bakteri akan tinggi sehingga tahu akan lebih awet. Hal tersebut disebabkan adanya zat gingeron dan gingerol yang terkandung dalam bubuk jahe merah yang akan mendenaturasi protein dan merusak membran sitoplasma (Amnifu dkk., 2019).

Metode pengawetan tahu kedua secara umum adalah kitosan sebagai bahan edible coating. Pelapisan edible coating dari kitosan sangat berpotensi menghambat pertumbuhan mikroba, bakteri, dan kapang. Pada konsentrasi 4% dengan edible coating, tahu memiliki rata-rata tingkat kesukaan panelis yang paling tinggi. Semakin tinggi konsentrasi kitosan sebagai bahan edible coating pada tahu putih maka semakin meningkat tingkat kesukaan konsumen. Konsentrasi tersebut mampu menjaga kenampakan, tekstur, aroma, dan rasa pada tahu, serta mampu menghambat laju pertumbuhan bakteri dan umur panjang relatif lama (Rohim dkk., 2015).

Pengawetan tahu juga bisa dilakukan menggunakan bubuk bawang putih dan garam dapur dalam lingkungan asam. Pengawetan dilakukan dengan cara perendaman dan pencelupan kedalam 200 ml larutan garam + jeruk nipis, bubuk bawang putih + jeruk nipis, bubuk bawang putih + garam, dan bubuk bawang putih + garam + jeruk nipis. Tahu yang direndam pada larutan bubuk bawang putih + garam + jeruk nipis

(3)

mampu bertahan hingga 9 hari pada suhu kamar. Bawang putih memiliki kandungan alisin yang dapat berfungsi sebagai antimirkoba (Annisa dkk., 2018). Garam memiliki ion Cl- yang bersifat racun bagi mikroba sehingga dapat membunuh mikroba (Buckle dkk., 2007)

B. RANCANGAN INOVASI PENGAWETAN TAHU

Menurut Anggraeni dkk (2012), kitosan merupakan bahan pengawet alami yang efektif dan aman karena mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, dan mempunyai aktivitas antimikroba. Kitosan mempunyai ketersediaan yang tinggi dan bisa diisolasi dari berbagai limbah kulit udang, kepiting, dan cangkang kerang. Inovasi dari produk tahu yang kami lakukan yaitu dilakukan pengawetan dengan kitosan sebagai koagulan sebesar 5% dan sebagai edible coating sebesar 4% dalam asetat 1% pada suhu 4℃ yang disimpan selama 2 hari.

Menurut Indrawijaya (2017), calon tahu yang telah ditambahkan dengan gel kitosan sebagai bahan koagulan dapat menghasilkan produk tahu yang lebih banyak dibandingkan produk tahu tanpa penambahan gel kitosan. Selain itu, diperoleh pula produk dengan kekuatan yang lebih baik, namun tidak mempunyai tekstur yang licin. Kemudian menurut (Rohim dkk, 2015), untuk menghasilkan tekstur yang licin dan mengkilat dapat dilakukan coating pada tahu. Seluruh permukaan tahu yang akan terlapisi dengan coating menempel secara merata dengan warna transparan sehingga menghasilkan produk tahu yang tampak mengkilat. Hasil tahu yang telah ditambahkan gel kitosan dan terlapisi oleh edible coating mampu meningkatkan ketahanan dan umur simpan pada tahu.

Pengawetan dengan perlakuan kitosan sebagai bahan koagulan dengan konsentrasi 5% mampu menghasilkan kadar air yang paling kecil dibandingkan konsentrasi lainnya.

Kadar air pada produk menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi umur simpan bahan. Pengaplikasian kitosan dengan metode koagulan ini mampu menghasilkan produk tahu yang dapat bertahan dengan kondisi bagus selama 14 hari. Selain itu, berdasarkan uji hedonik, diperoleh hasil bahwa dengan konsentrasi kitosan sebesar 5% mempunyai hasil yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan pada tahu, akan semakin tinggi tingkat ketahanan dan umur simpan produk (Indrawijaya, 2017).

(4)

Kemudian pengawetan dengan perlakuan kitosan sebagai edible coating pada tahu dengan konsentrasi 4% pada suhu 4℃ yang disimpan selama 2 hari memiliki organoleptik berupa penampakan produk, tekstur, aroma dan rasa yang lebih disukai, serta memiliki tingkat hedonik oleh panelis yang tinggi. Edible coating gel kitosan pada tahu akan membentuk sebuah lapisan trasnparan dan mengkilap yang aman dikonsumsi dan berfungsi sebagai penghalang terhadap perpindahan massa seperti kelembaban, oksigen, cahaya dan zat terlarut sehingga dapat meningkatkan daya tahan pada tahu (Rohim dkk., 2015).

Metode pengaplikasian kitosan pada tahu dapat digunakan sebagai campuran bahan koagulan. Proses pengaplikasiannya dimulai dengan cara pembuatan larutan kitosan pada konsentrasi 5%. Kemudian pelarutan asam asetat 1% dalam aquades 100 mL lalu larutan dihomogenkan dengan pengaduk pada suhu 50°C hingga tersuspensi sempurna.

Selanjutnya, larutan kitosan ditambahkan ke dalam susu kedelai yang telah disaring dan dipanaskan, serta ditambahkan asam asetat sebanyak 25 mL. Kemudian didiamkan hingga terbentuk lapisan air dan calon tahu sehingga calon tahu bisa disaring dan dibuat menjadi tahu (Indrawijaya dkk., 2017). Setelah dihasilkan produk tahu, metode pengawetan yang digunakan selanjutnya yaitu metode pengaplikasian kitosan sebagai bahan edible coating.

Prosesnya diawali dengan pembuatan edible coating dari kitosan dengan konsentrasi 4%

kemudian dilarutkan dalam asam asetat 1%. Sedikit demi sedikit kitosan yang larut dalam asam asetat akan membentuk gel campuran kemudian dilanjutkan dengan homogenisasi menggunakan pengaduk pada suhu 50°C selama 60 menit. Proses kedua adalah pencelupan tahu dalam gel kitosan selama 1 menit supaya merata. Kemudian, pengeringan atau penirisan selama 5 menit supaya bahan yang dilapisi tidak menetes. Lakukan hingga edible coating merata yang ditunjukkan dengan kenampakan tahu yang terlihat mengkilat (Rohim dkk., 2015).

(5)

Gambar 1 Diagram Alir Pengaplikasian Kitosan sebagai Koagulan pada Tahu

(6)

Gambar 2 Diagram Alir Pelapisan Tahu dengan Edible Coating Kitosan

Rancangan inovasi dalam memperpanjang umur simpan tahu adalah dengan menggunakan metode koagulan dengan bahan kitosan yang dilanjutkan dengan memberi edible coating dengan bahan yang sama yaitu kitosan. Pada metode koagulan dengan konsentrasi 5% dan edible coating konsentrasi 4% selama 1 menit. Penggunaan kitosan sebagai metode pengawetan tahu dilakukan dengan memanfaatkannya sebagai koagulan yang mampu mengikat, menstabilkan dan membentuk tekstur tahu. Hal ini terjadi karena kitosan mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder yang menyebabkan kitosan mampu mengikat air dan minyak (Indrawijaya dkk., 2017). Ketika kitosan berinteraksi maka terjadi penghambatan pada membran sel dan inaktivasi enzim-enzim sehingga terjadi perusakan bahan-bahan genetik dari mikroba yang berinteraksi dengan kitosan tersebut. Kitosan bekerja dengan cara menurunkan kecepatan respirasi dan menghambat pematangan dan pertumbuhan antimikroba dengan mengurangi produksi etilen dan karbondioksida sehingga kitosan mampu memperpanjang umur simpan produk dan mengontrol kerusakan produk yang sebelumnya telah diaplikasikan dengan larutan kitosan (Indrawijaya dkk., 2017).

(7)

Penurunan kadar air yang dilakukan kitosan juga membuat terhambatnya pertumbuhan mikroba dikarenakan kadar air yang lebih tinggi cenderung menunjang kehidupan dari mikroba (Allen LV Jr., 2018)

Pelapisan edible coating dari kitosan sangat berpotensi menghambat pertumbuhan mikroba, bakteri, dan kapang akibat adanya polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan umur simpan relatif lebih lama. Mekanisme yang terjadi yaitu molekul kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa penyusun sel bakteri seperti protein, asam amino, dan glukosa kemudian teradsorbsi membentuk semacam layer (lapisan) sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan akhirnya mengakibatkan kematian sel (Rohim dkk., 2015). Pemanfaatan kitosan untuk mengawetkan tahu pada metode edible coating akan menghasilkan suatu lapisan yang transparan dan mengkilap. Lapisan edible coating pada tahu dipastikan aman untuk dikonsumsi karena berasal dari kitin yang umum diperoleh dari cangkang udang serta efektif sebagai penghalang terhadap perpindahan massa contohnya kelembaban, oksigen, cahaya dan zat terlarut yang dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan (Indrawijaya dkk., 2017). Edible coating memiliki penampilan baru serta menarik bagi konsumen akibat karakteristiknya yang mengkilap. Selain itu, dengan penggunaan edible coating dapat meningkatkan komponen rasa dan warna produk serta mengurangi kelembapan dan menghambat ketengikan oksidatif terutama bagi makanan dengan kadar lemak yang tinggi (Ulusoy dkk., 2018).

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Allen LV Jr. Quality Control: Water Activity Considerations for Beyond-use Dates. Int J Pharm Compd. 2018;22(4):288-293.

Amnifu, W. A., Mauboy, R. S., dan Ruma, M. T. L. 2019. Pengaruh Konsentrasi Bubuk Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb. var rubrum Rosc.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Selama Penyimpanan Tahu dalam Suhu Ruang. Jurnal Biotropikal Sains.

16(3): 47 – 54.

Buckle, K. A., Edwards R. A., Fleet G. H., dan Wooton M. 2007. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Depok.

Indrawijaya, B., A. Paradiba., dan S. A. Murni., 2017. Uji Organoleptik dan Tingkat Ketahanan Produk Tahu Berpengawet Kitosan. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia UNPAM. 1(2): 1-7.

Nuranisa, H. A., Y. Prasetyaningsih., dan L. Marlina. 2018. Pengaruh Bubuk Bawang Putih dan Garam Dapur terhadap Masa Simpan Tahu pada Suhu Kamar dalam Lingkungan Asam. Jurnal Teknik: Media Pengembangan Ilmu Dan Aplikasi Teknik. 16(2):17

Rohim, M., L. Destiarti., dan T.A. Zaharah., 2015. Uji Organoleptis Produk Tahu Tersalut Kitosan (Tahu-Edible Coating Kitosan). Jurnal Kimia Khatulistiwa. 4(3):54-58 Ulusoy, B. H., F. K. Yildirim., dan Hecer, C. 2018. Edible Films and Coatings: A Good

Idea From Past to Future Technology. Journal of Food Technology Research. 5(1):

28-33

Gambar

Gambar 1 Diagram Alir Pengaplikasian Kitosan sebagai  Koagulan pada Tahu
Gambar 2 Diagram Alir Pelapisan Tahu dengan Edible  Coating Kitosan

Referensi

Dokumen terkait

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Aplikasi Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible Coating untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang

Perlakuan yang diukur adalah kitosan dengan konsentrasi kitosan 1% dan kitosan 1% dengan penambahan ekstrak bawang putih sebesar 2%, kemudian kombinasi kitosan tersebut

Setelah menemukan formulasi yang tepat antara whey protein dan kitosan serta gliserin, maka dilakukan uji efektivitas edible coating yang diaplikasikan pada buah

Pengaruh konsentrasi kitosan sebagai edible coating dan lama penyimpanan terhadap mutu buah jambu biji merah.. Rekayasa Pangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah anggur yang dilapisi dengan edible coating dan disimpan pada suhu 25 0 C, mengalami susut bobot yang lebih rendah jika

Hasil penelitian menunjukan Penambahan cinnamon essential oil pada edible coating kitosan memberikan pengaruh terhadap kualitas fillet ikan kakap merah selama masa

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan akhir bahwa perlakuan konsentrasi ekstrak daun cincau hijau sebagai edible coating yang terbaik dijumpai pada konsentrasi

( = kitosan kontrol, = kitosan 1%, = kitosan 2%, = kitosan 3%) Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), penambahan kitosan sebagai edible coating