• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG TERKENAL ASING DARI PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG TERKENAL ASING DARI PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 SKRIPSI"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG TERKENAL ASING DARI PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016

(KAJIAN TERHADAP PUTUSAN NOMOR 789K/Pdt.Sus-HKI/2016)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

PIRANTY SARAS TITI NIM: 150200172

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

NAMA : PIRANTY SARAS TITI

NIM : 150200172

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN : PERDATA BW

JUDUL SKRIPSI : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PEMEGANG MEREK DAGANG

TERKENAL ASING DARI

PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 (KAJIAN TERHADAP PUTUSAN NOMOR 789K/Pdt.Sus- HKI/2016)

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

3. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Agustus 2019

Piranty Saras Titi

(4)

Syukur Alhamduillah, atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala keberkahan, nikmat, rahmat dan taufik serta hidayah-Nya.

Sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG TERKENAL ASING DARI PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 (KAJIAN TERHADAP PUTUSAN NOMOR 789K/Pdt.Sus-HKI/2016)”.

Adapun penulisan skripsi ini merupakan sebuah tugas wajib bagi mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas serta memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, saya sadar bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun akan diterima oleh saya agar dapat memperbaiki kekurangan dalam skripsi ini.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan motivasi selama proses penulisan skripsi agar skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pihak-pihak tersebut di antaranya adalah:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

(5)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan juga arahan kepada saya selama proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M. Hum., selaku Ketua Dpartemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Dr. EdyIkhsan, SH., MA., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan juga arahan kepada saya selama proses penulisan skripsi ini.

8. Ibu Maria Kaban, SH., M.Hum., selaku Dosen Penasihat Akademik;

9. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik serta membimbing saya

(6)

selama saya menempuh pendidikan di Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara;

10. Ayah dan Ibu, yang sangat saya cintai, yang selalu berada di sisi saya serta memberikan doa, serta bimbingan dan semangat untuk setiap langkah saya. Kepada adik saya yang selalu memberi semangat dan juga teman berbagi.

11. Teman-teman yang sangat saya sayangi atas segala momen bahagia, canda dan tawa, suka dan duka yang telah menemani saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

12. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada saya selama ini, terutama segala bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Saya berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak. Saya juga berharap semoga skripsi ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya dan dapat menambah ilmu bagi yang membaca. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih banyak dan mohon maaf yang sebesar-besarnya untuk setiap kesalahan dan kekhilafan.

Medan, Agustus 2019 Hormat Penulis,

Piranty Saras Titi NIM: 150200172

(7)

ABSTRAK

“Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Terkenal Asing Dari Pelanggaran Merek Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2016 (Kajian Terhadap Putusan Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016)”

Piranty Saras Titi*

OK. Saidin**

Edy Ikhsan***

Perlindungan hukum terhadap pemegang Merek dagang terkenal asing dari pelanggaran Merek di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 (kajian terhadap putusan nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016). Merek memiliki fungsi yang sangat penting terutama dalam dunia perdagangan, sehingga diperlukan perlindungan hukum bagi merek, terutama merek-merek terkenal. Adapum rumusan masalah dari masalah ini adalah Bagaimana perlindungan hukum Merek Terkenal menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Apakah hubungan antara Itikad Tidak Baik dengan pelanggaran Merek di Indonesia, dan Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelanggaran Merek terkenal asing di Indonesia (Putusan Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016).

Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dimana bahan hukum primer yang digunakan meliputi Putusan Mahkamah Agung Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016 serta Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Berdasarkan penelitian hukum yang telah dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016 mengenai kasus LOIS, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perlindungan hukum bagi merek terkenal di Indonesia sudah sesuai dengan hukum yang berlaku dan unsur keterkenalan merek LOIS, serta unsur-unsur itikad tidak baik dapat dibuktikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Merek Terkenal, Itikad Tidak Baik

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

**Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(8)

ABSTRACT

"Legal Protection of Foreign Famous Trademark Holders from Trademark Infringement in Indonesia According to Law Number 20 Year 2016 (Study of

Decision Number 789K / Pdt.Sus-HKI / 2016)"

Piranty Saras Titi * OK Saidin **

Edy Ikhsan ***

Legal protection for holders of foreign well-known Trademarks from infringement of Trademarks in Indonesia according to Law Number 20 of 2016 (a review of the decision number 789K / Pdt.Sus-HKI / 2016). The brand has a very important function, especially in the world of commerce, so that legal protection is needed for brands, especially famous brands. There are also formulation of the problem of this problem is how the legal protection of Famous Trademarks according to Law Number 20 Year 2016, What is the relationship between bad faith and trademark infringement in Indonesia, and How is the judge's consideration in passing a decision on infringement of foreign famous Trademarks in Indonesia (Decision Number 789K / Pdt.Sus-HKI / 2016).

The research method used in writing this thesis is a normative legal research method in which the primary legal materials used include the Supreme Court Decision No. 789K / Pdt.Sus-HKI / 2016 and Law Number 20 Year 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications.

Based on legal research conducted on the Supreme Court Decision Number 789K / Pdt.Sus-HKI / 2016 regarding the LOIS case, it can be concluded that the implementation of legal protection for well-known brands in Indonesia is in accordance with applicable law and the fame elements of the LOIS brand, as well as elements the elements of bad faith can be proven in accordance with statutory regulations.

Keywords: Legal Protection, Famous Brand, Bad Faith

* Student of the USU Faculty of Law's Civil Standing Department

** Supervisor I, USU Faculty of Law's Civil Law Department

*** Supervising Lecturer II, USU Faculty of Law's Civil Law Department

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... iii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 15

B. Rumusan Masalah... 15

C. Tujuan Penulisan... 15

D. Manfaat Penulisan... 16

E. Keaslian Penulisan... 17

F. Metode Penelitian... 17

G. Sistematika Penulisan... 18

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK DAN MEREK TERKENAL... 21

A. Pengertian Merek... 21

B. Fungsi Merek... 23

C. Sejarah Hukum Merek... 26

D. Jenis-Jenis Merek... 27

E. Sistem Pendaftaran Merek... 31

F. Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar... 37

G. Pengertian Merek Terkenal... 39

BAB III PERLINDUNGAN HUBUNGAN ITIKAD TIDAK BAIK DENGAN PELANGGARAN HUKUM MEREK DI INDONESIA...43

A. Pengertian Perlindungan Hukum... 43

B. Perbuatan Pelanggaran Merek... 44

C. Pengaturan Hukum Atas Merek Terkenal... 46

(10)

D. Perlindungan Hukum Atas Merek Terkenal Dikaitkan Dengan

Itikad Tidak Baik... 47

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG TERKENAL ASING DARI PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR789K/Pdt.Sus-HKI/2016) ... 51

A. Kasus Posisi... 51

B. Pertimbangan Hukum... 69

C. Amar Putusan... 97

D. Analisis Putusan... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 107

A. Kesimpulan... 107

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA...111 LAMPIRAN

(11)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak dan kepentingan antar individu dalam masyarakat. Salah satu yang menjadi kajian didalam hukum perdata adalah hukum benda. Hukum benda adalah keseluruhan dari kaidah- kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda dan hak kebendaan. Hak kekayaan intelektual sebenarnya merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda Immateril).2 Dalam Burgerlijk Wetboek (BW), pengaturan mengenai benda dapat dilihat dalam Buku II. Dalam sistem hukum perdata Barat (BW) yang berlaku di Indonesia, pengertian zaak (benda) sebagai objek hukum tidak hanya meliputi “benda yang beruwujud” yang ditangkap panca indra, akan tetapi juga “benda yang tidak berwujud”, yakni hak-hak atas barang yang berwujud. Dilihat dalam Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai hak milik.3 Berdasarkan ketentuan Pasal 499 KUH Perdata tersebut benda tak berwujud itu disebut hak.

Hal ini sejalan dengan pendapat Abdulkadir Muhammad yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan barang (tangilable good) adalah benda material yang ada wujudnya karena dapat dilihat dan diraba, misalnya

2 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 11

3 R. Soebekti dan R. Tridjosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:

Pradnya Paramita, 1986), hal.155

(12)

kendaraan, sedangkan yang dimaksud dengan hak (intangible good) adalah benda Immateril yang ada, tidak ada wujudnya karena karena tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya Hak Kekayaan Intelektual.4 Baik benda berwujud maupun tidak berwujud (hak) dapat menjadii objek hak. Hak atas benda berwujud disebut hak absolut atas suatu benda, sedangkan hak atas benda tidak berwujud disebut hak absolut atas suatu hak, dalam hal ini adalah Hak Kekayaan Intelektual.5 Benda Immateril atau benda tidak berwujud yang berupa hak itu dapatlah kita contohkan seperti hak tagih, hak atas bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak atas benda berupa jaminan, hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights) dan lain sebagainya. Selanjutnya mengenai hal ini Pitlo, sebagaimana dikutip oleh Prof. Mahadi mengatakan, serupa dengan hak tagih, hak immateril itu tidak mempunyai benda (berwujud) sebagai obyeknya. Hak milik immateril termasuk ke dalam hak-hak yang disebut dalam Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu hak milik immateril itu sendiri dapat menjadi obyek dari suatu hak benda. Selanjutnya dikatakannya pula bahwa, hak benda adalah hak absolute atau sesuatu benda berwujud, tetapi ada hak absolute yang obyeknya bukan benda berwujud. Itulah yang disebut dengan nama hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights).6

Dalam tatanan global sangat tampak bahwa substansi hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mengandung nilai yang sangat

4 Abdulkadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal. 75

5 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 3

6 Mahadi, Hak Milik Immateril, (Jakarta: BPHN-Bina Cipta, 1985), hal. 5-6

(13)

3

individualistik,monopolistik, materialistik dan kapitalistik. Lebih mendasar lagi bahwa pembentukan asas dan kaidah perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dalam sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia yang lebih menonjolkan nilai-nilai yang berasal dari bangsa Indonesia yang sampai saat ini dianut oleh masyarakat Indonesia yakni nilai komunal dan spiritual serta nilai- nilai Pancasila. Hak Atas Kekayaan Inetelektual merupakan kreatifitas yang dihasilkan dari olah pikir manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup manusia. Kreatifitas manusia yang muncul sebagai asset intelektual seseorang telah lama memberi pengaruh yang signifikan terhadap peradaban manusia, antara lain melalui penemuan-penemuan (inventions) dan hasil-hasil bidang karya cipta dan seni (art and literary work).

Perlindungan hukum terhadap Hak kekayaan Intelektual mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam tatanan internasional dan bahkan menjadi salah satu issue pada era globalisasi dan liberalisasi sekarang ini. Khususnya sejak disepakatinya perjanjian internasional tentang Aspek-aspek Hak Kekayaan Intelektul dalam Perdagangan (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right-TRIPs Agreement), yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian tentang Pendirian World Trade Organization (WTO) yang telah diratifikasi oleh 150 lebih negara di dunia.

Menurut Djulaeka Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bukanlah merupakan hal baru dalam perkembangan perdagangan global, dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Indonesia sebagai Negara berkembang telah mampu menyesuaikan segala perubahan peraturan terkait dengan kebijakan global tentang Hak kekayaan

(14)

Intelektual.7 Menurut Kholis Roisah saat ini pengaturan tentang masing-masing Hak Kekayaan Intelektual dapat kita temukan dalam undang-undang Indonesia, yaitu tentang Hak Cipta diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002, tentang Merek diatur dalam UU No. 20 Tahun 2016, dan tentang Paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001.8

Hak Kekayaan Intelektual bersifat eksklusif dan mutlak, artinya bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun dan yang mempunyai hak tersebut dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun.

Pemegang hak atas kekayaan intelektual juga mempunyai hak monopoli, yaitu hak yang dapat dipergunakan dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan/penemuannya ataupun menggunakannya. Adapun defenisi dari Hak Kekayaan Intelektual menurut Krisnani Setyowati yaitu suatu cara melindungi kekayaan intelektual dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yaitu Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman.9 Adapun pengertian lain dari HKI menurut Adrian Sutedi adalah hak atau wewenang atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau kekayaan intelektual tersebut dan hak tersebut di atur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku. Kekayaan Intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, mengatur pengetahuan, sastra,

7 Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, (Malang: Setara Press, 2014), hal. 2

8Kholis Roisah, Konsep Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Malang: Setara Press, 2015), hal. vii-9

9 Krisnani Setywowati dkk, Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya di Perguruan Tinggi, (Bogor: Institut Pertanian ,2005), hal. 1

(15)

5

seni, karya tulis, karikatur, pengarang lagu dan seterusnya. Hak itu sendiri dibagi menjadi dua. Pertama, hak dasar (asasi) yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Contohnya : hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan dan sebagainya. Kedua, hak amanat aturan atau perundangan yaitu hak karena diberikan atau diatur oleh masyarakat melalui peraturan atau perundangan.

HKI (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan amanat aturan, sehingga masyarakatlah yang menjadi penentu seberapa besar Hak Kekayaan Intelektual yang diberikan kepada individu dan kelompok.10

Merek menjadi salah satu bagian dari hak kekayaan intelektual dan menjadi kata yang sangat populer serta sering digunakan dalam hal mempublikasikan produk, baik melalui media massa seperti surat kabar, majalah, tabloid, maupun melalui media elektronik seperti televisi, radio, dan lain-lain.

Seiring dengan semakin pesatnya persaingan dalam dunia perdagangan barang dan jasa maka tidak heran jika merek memiliki peranan yang sangat signifikan untuk dikenali sebagai tanca suatu produk tertentu dikalangan masyarakat dan juga memiliki kekuatan serta manfaat apabila dikelola dengan baik. Terkenalnya suatu merek menjadi suatu merek terkenal (well known mark), dapat lebih memicu tindakan pelanggaran merek baik yang berskala nasional maupun skala internasional. Dengan pengaruh globalisasi yang mengakibatkan terdorongnya laju perkembangan perekonomian masyarakat, secara langsung juga menghasilkan arus perdagangan masyarakat, secara langsung juga menghasilkan arus perdagangan barang dan jasa yang meningkat. Menurut Tim Lindsey hak merek

10 Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Itelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013)

(16)

adalah hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk menggunakannya kepada orang lain. Berbeda dengan hak cipta, merek harus didaftarkan terlebih dahulu didalam Daftar Umum Merek.11

Merek menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek adalah gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Pada dasarnya, Merek dibedakan menjadi merek dagang dan merek jasa serta pada Undang-Undang merek juga dikenal merek kolektif. Sebenarnya, merek sudah digunakan sejak lama untuk menandai produk dengan tujuan menunjukkan asal-usul barang. Perlindungan hukum atas merek makin meningkat seiring majunya perdagangan dunia.

Demikian juga merek pun makin berperan untuk membedakan asal-usul barang dan kualitasnya serta untuk menghindari peniruan.12

Merek harus didaftarkan dengan itikad baik. Itikad baik ini sangat penting dalam hukum Merek karena berhubungan dengan persaingan bisnis dan reputasi pemilik merek. Menurut pasal 4, 5, dan 6 Undang-Undang Merek Indonesia, terdapat kualifikasi merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak, yaitu sebagai berikut:

11 Tim Lindsey,dkk., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung:

PT.Alumni,2011), hal. 131

12 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, (Bogor:

Ghalia Indonesia), hal . 7

(17)

7

1. Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.

2. Merek tidak dapat didaftar bila merek tersebut mengandung salah satu unsur: (a) bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, (b) moralitas agama, (c) kesusilaan, (d) ketertiban umum, (e) tidak memiliki daya pembeda, (f) telah menjadi milik umum, (g) merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.13

3. Permohonan pendaftaran merek ditolak bila merek tersebut (a) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang/jasa yang sejenis; (b) mempunyai persamaan pada pokoknyaatau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis; (c) mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; (d) merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tetulis dari yang berhak; (e) merupakan tiruan atau menyerupai atau singkatan nam, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; (f) merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi

13 Ibid, hal. 8.

(18)

yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Pengaturan Merek dalam ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual (HKI), diruraikan bahwa UU No.19 Tahun 1992 Tentang Merek menggantikan UU No.

21 Tahun 1961 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan di bidang perdagangan, yang sebetulnya sudah disempurnakan melalui UU No. 14 Tahun 1997. Sejauh menyangkut prinsip-prinsip pokok dan pengertian- pengertian, ternyata UU No. 19 Tahun 1992 tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan UU No. 14 Tahun 1997 yang secara substansial telah menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian TRIPS (TRIPS Agreement). Demikian pula UU No. 15 Tahun 2001, jika dibandingkan dengan UU No. 14 Tahun 1997 terdapat beberapa penyempurnaan yang disesuaikan dengan perjanjian TRIPS serta perjanjian-perjanjian Internasional lainnya serta pengalaman Kantor Merek (Dirjen HAKI, Depkeh HAM RI).14

Pasal 21 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, menjelaskan bahwa pemohon yang beritikad baik (good faith) adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen. Pentingnya pemilik merek beritikad baik ditetapkan sebagai salah satu

14 Erma Wahyuni, dkk., Kebijakan Dan Manajemen Hukum Merek, (Yogyakarta:

Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 2

(19)

9

syarat pendaftaran merek, tujuannya untuk mencari kepastian hukum mengenai siapa yang sesungguhnya orang yang menjadi pemilik merek. Dalam sistem konstutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan perlindungan hukum beserta hak atas merek kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada merek asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek terdaftar (HKI) Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan yang sifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif dilakukan melalui pendaftaran merek. Sedangkan perlindungan hukum yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran merek melalui gugatan perdata dan atau tuntutan pidana.15

Pemilik merek terdaftar mendapatkan perlindungan hukum atas pelanggaran hak atas merek baik dalam wujud gugatan ganti rugi maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana melalui aparat penegak hukum. Pemilik merek terdaftar juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembatalan pembatalan merek terhadap merek yang memiliki dengan merek yang ia miliki yang didaftarkan orang lain secara tanpa hak. Perlindungan hukum yang represif ini diberikan apabila telah terjadi pelanggaran hak atas merek. Di sini peran lembaga peradilan dan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), dan kejaksaan sangat diperlukan.16 Untuk menjadikan suatu merek menjadi merek terkenal yang mampu menunjukkan

15 Ibid., hal. 4

16 Erma Wahyuni, dkk., Op.Cit, (Yogyakarta:Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, 2004), hal. 9

(20)

jaminan kualitas atau reputasi suatu produk tentu tidak mudah dan memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit pula. Coca Cola merek minuman ringan dari Amerika Serikat memerlukan waktu 100 tahun, Toyota perlu waktu 30 tahun, dan Mc Donald 40 tahun lebih (Harian Umum Republik,1998).

Apabila suatu merek telah menjadi terkenal tentu akan menjadikan merek tersebut sebagai asset atau kekayaan perusahaan yang penting nilainya. Tetapi di lain pihak, keterkenalan tersebut akan memancing produsen lain yang menjalankan perilaku bisnis curang untuk “membajak” atau menirunya.17 Seorang pemilik merek atau penerima lisensi merek dapat menuntut seseorang yang tanpa izin, telah menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain yang bergerak dalam bidang perdagangan atau jasa yang sama (Pasal 76(1) jo Pasal 77).

Ada beberapa faktor atau alasan yang menyebabkan pihak-pihak tertentu melakukan pelanggaran merek milik orang lain diantaranya:

1. Untuk memperoleh keuntungan secara cepat dan pasti oleh karena merek yang dipalsu atau ditiru itu biasanya merek-merek dan barang-barang yang laris di pasaran.

2. Tidak mau menanggung resiko rugi dalam hal harus membuat suatu merek baru menjadi terkenal karena biaya iklan dan promosi biasanya sangat besar.

3. Selisih keuntungan yang diperoleh dari menjual barang dengan merek palsu itu jauh lebih besar jika dibandingkan dengan

17Ibid, hal.. 3

(21)

11

keuntungan yang diperoleh jika menjual barang yang asli, karena pemalsu tidak pernah membayar biaya riset dan pengembangan, biaya iklan dan promosi serta pajak, sehingga bisa memberikan potongan harga yang lebih besar kepada pedagang.

Merek tergugat akan melanggar merek penggugat jika cenderung menipu konsumen (begitu sama/mirip sehinggan menyesatkan/menyebabkan kebingungan bagi konsumen) sampai pada batas dimana mereka kemungkinan keliru membeli produk tergugat, padahal sebenarnya mereka bermaksud membeli produk penggugat. Yang perlu diingat disini adalah tujuan utama dari peraturan merek adalah melindungi bisnis dan mencegah orang-orang “membonceng” reputasi seseorang atau perusahaan. Jika merek tergugat tidak memiliki persamaan pada pokoknya, tetapi memiliki cukup persamaan tersebut akan mengurangi keuntungan penggugat karena konsumen berpikir bahwa mereka sedang membeli produk penggugat. Kenyataannya, mereka membeli produk orang lain.18 Dengan demikian, akan diberikan perlindungan kepada hak-hak desain orang yang membuat Desain Industri ini. Selain itu, diatur pula bagaimana menjaga pihak yang tidak berhak menyalahgunakan hak Desain Industri bersangkutan ini.

Sebagai negara berkembang, bagi Indonesia untuk menaati persetujuan TRIPS ini, mengahruskan supaya diadakan peraturan Desain Industri. Dengan demikian, ada landasan untuk perlindungan yang efektif terhadap berbagai bentuk penjiplakan, pembajakan atau peniruan atas Desain Industri.19

18 Tim Lindsey,dkk., Op.Cit, (Bandung: PT.Alumni, 2011), hal. 147

19 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Bandung:

PT.Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 10

(22)

Kegunaan untuk memberikan wawasan terhadap masyarakat dan ilmu pengetahuan yaitu bahwa adanya:

1. Pelanggaran hukum yang dilakukan terhadap merek tertentu apabila kita menjiplak/meniru barang tertentu dan menjualnya ditempat umum akan dikenakan sanksi. Sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016.

2. Agar masyarakat lebih mengantisipasi dalam memberi barang dengan merek/brand terkenal yang dimana tujuannya adalah untuk mencari kualitas yang lebih bagus, tetapi masyarakat malah tertipu dengan barang palsu/tiruan yang dijual dengan nama dan brand yang sama.

Indonesia sering kali terjadi sengketa merek antara lain mengenai pendaftaran beritikad tidak baik, klaim atas merek, persamaan merek pada keseluruhan atau persamaan pada pokoknya, peniruan merek terkenal dan lain- lain. Misalnya, contoh kasus yang terjadi di Indonesia yaitu merek LOIS. Merek terkenal asal Spanyol ini awalnya dikenal sebagai merek jeans untuk kelas pekerja. Namun setelah LOIS berada dibawah naungan perusahaan Garmen saez Moreno Group berkembang menjadi merek Eropa yang sangat diperhitungkan, hingga ke Inggris dan Perancis. Di dua negara pusat mode itulah LOIS membuktikan kualitasnya sebagai jeans Eropa yang tidak kalah dengan jeans produk dari Amerika. Pendaftaran gugatan ke Pengadilan atas sengketa Merek LOIS diajukan oleh PT INTIGRAMINDO PERSADA sebagai penerima lisensi yang sah dari LOIS TRADE MARK-CONSULTORES E SERVICOS S.A.

(23)

13

berdasarkan Trademark Lisence Agreement tanggal 1 Juni 2013 dan pemegsng kuasa dari pihak LOIS CONSUTORES E SERVICOS S.A., berdasarkan surat Power Attorney dari LOIS CONSUTORES E SERVICOS S.A., tanggal 24 Januari 2012. LOIS CONSUTORES E SERVICOS S.A., adalah pemilik merek terdaftar LOIS dengan nomor permohonan merek D00-2003-11739-11849, tanggal pengajuan permohonan 12 Mei 2003, dengan uraian barang/jasa adalah barang-barang pakaian luar dan pakaian dalam, alas kaki, tutup kepala , untuk kelas barang 25, tanggal pendaftaran merek 08 November 2004 dengan sertifikat nomor IDM000020831 dan pemilik terdaftar LOIS dengan nomor permohonan merek R00-2006010461, tanggal pengajuan permohonan 20 Oktober 2006, dengan uraian barang/jasa adalah celana untuk laki-laki dan perempuan dan pakaian anak-anak, untuk kelas barang 25, tanggal pendaftaran merek 27 April 2007dengan sertifikat nomor IDM000119532.

Kasus sengketa merek berawal pada tanggal 15 April dan 18 April 2015, penggugat mengetahui/menemukan adanya produk NEW LOIS dan RED LOIS di Toko Gerimis beralamat di PGMATA, Lantai III, Blok B, 162-167, Pusat Grosir Metro Tanah Abang, Jakarta Pusat milik Agus Salim, dalam hal ini sebagai pihak tergugat yang mencatut merek dagang LOIS yang sudah terkenal di berbagai negara. Penggugat membuat laporan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tentang dugaan adanya tindak pidana merek sebagaimana Surat Tanda Terima Laporan Nomor HI-07.03.16.02.09 tanggal 20 April 2015 dan telah menyerahkan barang bukti sebagaimana tersebut dalam Tanda Penerimaan Barang Bukti Nomor

(24)

HI-7.03.10.02.09 tanggal 20 April 2015. Merek NEW LOIS milik tergugat diajukan permohonan pendaftaran merek pada tanggal 05 Juni 2013 dengan nomor permohonan merek D00-2003-13880-14004, tanggal pendaftaran merek 28 Juli 2005, dengan uraian barang/jasa adalah segala macam pakaian jadi, pakaian luar dan dalam untuk pria, wanita, anak-anak, dan bayi, baju jeans, celana jeans, rok/blouse, kemeja rompi, jaket, t-shirt, kaos oblong, kaos singlet, pakaian olahraga, pakaian tidur, pakaian renang, jubah, celana dalam, kutang, piyama, kulot, korslet, safari, setelan jas, dasi, sarung tangan, ban pinggang, topi, sandal, sepatu, sol sepatu, selop, untuk kelas barang 25 dengan sertifikat merek nomor IDM00043020. Sedangkan Merek RED LOIS milik tergugat diajukan permohonan pada tanggal 05 Juni 2003 dengan nomor permohonan D00-2003- 13880-14005 dan tanggal pendaftaran merek 28 Juli 2005, dengan uraian barang/jasa adalah segala macam pakaian jadi, pakaian luar dan dalam untuk pria, wanita, anak-anak, dan bayi, baju jeans, celana jeans, rok/blouse, kemeja rompi, jaket, t-shirt, kaos oblong, kaos singlet, pakaian olahraga, pakaian tidur, pakaian renang, jubah, celana dalam, kutang, piyama, kulot, korslet, safari, setelan jas, dasi, sarung tangan, ban pinggang, topi, sandal, sepatu, sol sepatu, selop, untuk kelas barang 25 dengan sertifikat merek nomor IDMG00043021. Kemudian kasus tersebut dibawa ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan akhirnya PT INTIGRAMINDO PERSADA gagal membatalkan merek NEW LOIS daan RED LOIS milik pengusaha lokal bernama Agus Salim. Dengan begitu, penggugat mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Pada tanggal 21 September 2016 Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan Putusan Nomor 789K/Pdt.Sus-

(25)

15

HKI/2016 yang menyatakan menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.

Berdasarkan latar belakang diataslah, maka penulis ingin melakukan penulisan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Terkenal Asing Dari Pelanggaran Merek Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 (Kajian Terhadap Putusan Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016)”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan hukum Merek Terkenal Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016?

2. Apakah hubungan antara Itikad Tidak Baik dengan Pelanggaran Merek di Indonesia?

3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Pelanggaran Merek terkenal asing di Indonesia (Putusan Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016)?

C. Tujuan Penulisan

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi semua kalangan baik civitas akademika, pemerintah, masyarakat. Dengan keselarasan latar belakang dan perumusan permasalahan yang telah disusun diatas, maka tujuan penulisan ini adalah :

(26)

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum merek terkenal menurut Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016.

2. Untuk mengetahui hubungan antara Itikad Tidak Baik dengan Pelanggaran Merek di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelanggaran merek di Indonesia (Putusan Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016).

D. Manfaat Penulisan

Mengenai manfaat akan hasil penulisan skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:

1. Manfaat Toritis

Secara Teoritis, penulisan ini dapat berguna sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu dibidang Hukum Perdata yang berkenaan dengan Hukum Kekayaan Intelektual, khususnya dibidang Merek.

2. Manfaat Praktis

1. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi penulis khusunya mengenai perlindungan hukum terhadap merek terkenal.

2. Sebagai upaya memberikan sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam menyelesaikan masalah hukum yang berkenaan dengan hukum merek dan sengketa merek.

(27)

17

E. Keaslian Penulisan

Adapun tulisan ini dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Terkenal Asing Dari Pelanggaran Merek Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 (Kajian Terhadap Putusan Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016)” sampai sejauh ini belum ditemukan adanya judul yang sama seperti judul tersebut diatas pada Arsip Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU diatas atas uji bersih yang dilakukan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU sehingga tulisan ini adalah asli.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif. Adapun penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai suatu sistem norma. Dalam hal ini, penulis akan mengkaji mengenai penyelesaian sengketa merek terkenal dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu data- data sekunder yang digunakan tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

(28)

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016 serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum perimer. Dalam penelitian ini, bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi buku-buku, pendapat ahli hukum, serta hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan Merek serta pembahasan yang terdapat dalam skripsi ini.

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan juga sekunder sehingga bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Kamus Besar Bahasa Indonesia serta kamus-kamus hukum.

Data-data sekunder tersebut akan dikumpulkan dengan menggunakan cara studi dokumen atau pustaka yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan, membaca, dan menelusuri sejumlah buku-buku maupun dokumen-dokumen seperti Putusan Mahkamah Agung, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, serta literatur lainnya yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini mencakup keseluruhan isi dalam skripsi ini, yang disusun secara bertahap dalam rangkaian bab demi bab sehingga dapat

(29)

19

memudahkan pemahaman atas tulisan ini serta dapat tercapainya tujuan penulisan skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK DAN MEREK TERKENAL

Dalam bab ini, penulis menguraikan tinjauan-tinjauan umum mengenai merek, yang meliputi pengertian merek, fungsi merek, sejarah hukum merek, jenis-jenis merek, sistem pendaftaran merek, jangka waktu perlindungan merek terdaftar, serta pengertian merek terkenal.

BAB III : PERLINDUNGAN HUBUNGAN ITIKAD TIDAK BAIK DENGAN PELANGGARAN HUKUM MEREK DI INDONESIA

Dalam bab ini, penulis menguraikan mengenai perlindungan hukum bagi merek terkenal, yang meliputi pengertian perlindungan hukum, perbuatan pelanggaran hukum, pengaturan hukum atas merek terkenal, serta perlindungan hukum atas merek terkenal dikaitkan dengan itikad tidak baik.

(30)

BAB IV : ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG TERKENAL ASING DARI PELANGGARAN MEREK DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR 789K/Pdt.Sus-HKI/2016)

Dalam bab ini, penulis menguraikan analisis penulis terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 789K/Pdt.Sus-HKI/2016 yang meliputi kasus posisi, pertimbangan hukum, amar putusan, serta analisis terhadap putusan tersebut.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini yang berisikan kesimpulan atas isi skripsi ini serta saran yang diberikan oleh Penulis.

(31)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI MEREK DAN MEREK TERKENAL

A. Pengertian Merek

Dalam dunia ilmu pengetahuan, seringkali setiap orang memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain mengenai pengertian sesuatu hal. Hal demikian wajarlah kiranya karena setiap pemikiran manusia tentu berbeda satu sama lain dalam memandang sesuatu dari berbagai sudut.

Namun tentunya pemikiran ataupun defenisi tersebut hadir semata mata untuk memberikan suatu wawasan yang luas mengenai pandangan suatu kata.

Dalam hal ini untuk memberikan pengertian kata merek, maka penulis mencoba mengutip beberapa pendapat sarjana dan defenisi merek secara yuridis.

Definisi merek menurut para ahli:

1. H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., memberikan rumusan bahwa, “Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.20

2. Prof. R. Soekardono, S.H., memberikan rumusan bahwa, Merek adalah sebuah tanda (Jawa: cirri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau

20 H.M.N. Purwo Sutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1984), hal. 82

(32)

3. diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.21

4. Drs. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya, yaitu:

“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.22

Secara etimologis, istilah merek berasal dari bahasa Belanda. Dalam bahasa Indonesia, merek berartin tanda yang dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh suatu perusahaan.

Pengertian merek menurut UU No. 20 Tahun 2016 tentang merek adalah gambar, kata, nama, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Pada dasarnya, Merek dibedakan menjadi merek dagang dan merek jasa serta pada Undang-Undang merek juga dikenal merek kolektif. Sebenarnya, merek sudah digunakan sejak lama untuk menandai produk dengan tujuan menunjukkan asal-usul barang. Perlindungan hukum atas merek makin meningkat seiring majunya perdagangan dunia. Demikian juga

21 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), hal.

149 22

Suryatin, Hukum Dagang I dan II, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hal. 84

(33)

23

merek pun makin berperan untuk membedakan asal-usul barang dan kualitasnya serta untuk menghindari peniruan.23

Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk menggunakannya kepada orang lain (Pasal 3). Berbeda dengan hak cipta, merek harus didaftarkan terleih dahulu didalam Daftar Umum Merek (Pasal 3).24

B. Fungsi Merek

Berdasarkan defenisi merek, fungsi utama dari suatu merek adalah untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu perusahaan lainnya, sehingga merek dikatakan memiliki fungsi pembeda. Selain fungsi pembeda dari berbagai literatur ditemukan bahwa merek mempunyai fungsi-fungsi yang lain seperti:

a. Menjaga persaingan usaha yang sehat.

Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang yang mencegah persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha dengan menciptakan efektivitas dan efesiensi dalam kegiatan usha;

23 Endang Purwaningsih, Op.Cit, (Bogor: Ghalia Indonesia), hal. 7

24 Tim Lindsey, dkk., Op.Cit, (Bandung: P.T. Alumni, 2006), hal. 131

(34)

b. Melindungi konsumen.

Berdasarkan Undang-Undang Merek Tahun 2001 didalam konsiderannya menyebutkan bahwa salah satu tujuan diadakannya undang-undang ini adalah untuk melindungi khalayak ramai terhadap peniruan barang-barang.

Dengan adanya merek, para konsumen tidak perlu lagi menyelidiki kualitas dari barangnya. Apabila merek telah dikenal baik kualitasnya oleh para konsumen dan membeli barang tersebut, konsumen akan yakin bahwa kualitas dari barang itu adalah baik sebagaimana diharapkannya;

c. Sebagai sarana dari pengusaha untuk memperluas bidang usahanya.

Mereka dari barang-barang yang sudah dikenal oleh konsumen sebagai tanda untuk barang yang bermutu tinggi akan memperlancar usaha pemasaran yang bersangkutan;

d. Sebagai sarana untuk dapat menilai kualitas suatu barang.

kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat memberikan kepuasan bagi setiap orang yang membelinya. Baik atau buruknya kualitas suatu barang tergantung dari produsen sendiri dan penilaian yang diberikan oleh masing-masing pembeli. Suatu merek dapat memberi kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang memakai merek tersebut, minimal mempunyai mutu yang sama seperti yang telah ditentukan oleh pabrik yang mengeluarkannya;

e. Untuk memperkenalkan barang atau nama baran.

Merek mempunyai fungsi pula sebagai sarana untuk memperkenalkan barang ataupun nama barangnya (promosi) kepada khalayak ramai. Para

(35)

25

pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik karena pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya dari pihak lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan mengingat nama mereknya saja. Misalnya, seseorang ingin membeli minuman bermerek fanta, maka cukup menyebut fanta saja.25

Menurut P.D.D Dermawan, terdapat tiga fungsi merek yaitu:

1. Fungsi indicator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber secara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberikan indikasi bahwa produk itu dibuat secara professional;

2. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi;

3. Fungsi sugesif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor produk tersebut.

Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad, terdapat empat fungsi merek dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa yaitu:

1. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hokum dengan produksi orang lain atau badan hokum lainnya;

2. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut mereknya;

3. Sebagai jaminan atas mutu barangnya;

25 Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2011), hal. 33-35

(36)

4. Menunjukkan asal barang/jasa yang dihasilkan.26

C. Sejarah Hukum Merek

Sebelum tahun 1961, UU Merek Kolonial tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan pasal-pasal peralihan dalam UUD 1945 dan UU RIS 1949 serta UU sementara 1950. Namun, UU 1961 tersebut sebenarnya hanya merupakan ulangan dari UU sebelumnya.

Di indonesia, Undang-Undang Merek yang tertua di Indonesia ditetapkan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda melalui Reglement Industrieele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik Industrial Kolonial 1912). Peraturan ini diberlakukan untuk wilayah-wilayah Indonesia, Suriname, dan Curaco.27 Setelah merdeka, peraturan ini dinyatakan terus berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Pada akhir tahun 1961, ketentuan tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 290 dan penjelasannya dimuat dalam Tahmbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2341 yang mulai berlaku pada bulan November 1961.28

Tahun 1992 UU Merek Baru diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan UU Merek tahun 1961. Dengan adanya UU baru

26 Abdul Khadir Muhammad., Op.Cit, hal.1

27 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 7

28 H. OK. Saidin, Op.Cit, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 331-332

(37)

27

tersebut, surat keputusan administrative yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek pun dibuat. Berkaitan dengan kepentingan reformasi UU Merek, Indonesia turut serta merafikasi Perjanjian Internasional Merek WIPO. Tahun 1997,UU Merek tahun 1992 diubah dengan mempertimbangkan pasal-pasal dari Perjanjian Internasional Tentang Aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs) – GATT. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. UU tersebut juga mengubah ketentuan dalam UU sebelumnya dimana pengguna merek pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek.

Pada tahun 2001, UU merek baru berhasil diundangkan oleh pemerintah.

UU tersebut berisi tentang berbagai hal yang sebagian besar sudah diatur dalam UU terdahulu. Beberapa perubahan penting yang tercantum dalam UU No. 15 Tahun 2001 adalah penetapan sementara pengadilan, perubahan delik biasa menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa merek, memungkinkan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat.29

D. Jenis-Jenis Merek

Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis membagi merek menjadi dua macam yaitu:

a. Merek Dagang.

b. Merek Jasa.

29 Tim Lindsey, dkk., Op.Cit, (Bandung: P.T.Alumni, 2006), hal. 132

(38)

Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif. Mengenai pengertian merek dagang Pasal 1 Ayat (2) Undang- Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis adalah sebagai berikut:

“Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hokum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya”.

Sedangkan mengenai pengertian merek jasa menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang- Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis adalah sebagai berikut:

“Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-bersama atau badan hokum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya”.30

Jenis merek juga dapat dilihat melalui tingkat kemashyurannya, KBBI mendefinisikan kemashyuran sebagai sebuah hal keadaan masyhuran atau terkenal.31 Dalam hal ini kemashyuran jenis merek dapat dibagi dari seberapa terkenalkah merek tersebut ditengah masyarakat. Terjadinya perbedaan kemashyuran suatu merek membedakan pula tingkat derajat kemashyuran yang

30 H. OK. Saidin, Op.Cit, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 264

31 http://kbbi.web.id/masyhur disudur pada Tanggal 18 Juni 2019 Pukul 21.25 WIB.

(39)

29

dimiliki oleh berbagai merek. Ada 3 jenis merek yang dikenal oleh masyarakat yaitu:32

1. Merek Biasa

Disebut juga sebagai “normal mark” yang tergolong kepada merek biasa adalah merek yang tidak memiliki reputasi tinggi. Merek yang berderajat biasa ini dianggap kurang memberi pancaran simbolis gaya hidup baik dari segi pemakaian dan teknologi, masyarakat atau konsumen melihat merek tersebut kualitasnya rendah. Merek ini dianggap tidak memiliki drawing power yang mampu member sentuhan keakraban dan kekuatan mitos (mysical power) yang sugesif kepada masyarakat dan konsumen, dan tidak mampu membentuk lapisan pasar dan pemakai.

2. Merek Terkenal

Merek terkenal biasa disebut sebagai “Well-Known Mark”. Merek jenis ini memiliki reputasi tinggi karena lambangnya memiliki kekuatan untuk menarik perhatian. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada dibawah merek ini langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachment) dan ikatan mitos (mythical context) kepada segala lapisan konsumen.

32 M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum Dan Hukum Merek di I ndonesia Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 1992, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hal.

80

(40)

3. Merek Termashyur

Tingkat derajat merek yang tertinggi adalah merek termasyur.

Sedemikian rupa tingkat termasyurnya diseluruh dunia, mengakibatkan reputasinya digolongkan sebagai merek aristrokat dunia.33

Disamping jenis merek sebagaimana ditentukan diatas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakan dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek yakni:34

1. Merek lukisan (beel mark) 2. Merek kata (word mark) 3. Merek bentuk (form mark)

4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (title mark)

Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek kata dan merek judul kurang tepat untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal beberapa huruf seperti, ph dan sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga

33 Ibid, hal. 81-85

34 Suryatin, Hukum Dagang I dan II, (Jakarta: Paradya Paramita, 1980), hal. 86

(41)

31

menyesatkan masyarakat banyak umpamanya: Sphinx dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi Sfinks atau Svinks.35

Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis yaitu:

1. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja.

2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah atau, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan.36

E. Sistem Pendaftaran Merek

Pendaftaran merek merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek. Tanpa pendaftaran Negara tidak akan memberikan hak atas merek kepada pemilik merek. Hal ini berarti tanpa mendaftarkan merek, seseorang tidak akan diberikan perlindungan hokum oleh Negara apabila mereknya ditiru oleh orang lain. Pendaftaran merek yang digunakan di Indonesia sejak Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 adalah sistem konstitutif. Jika sebelumnya pada Undang- Undang 21 tahun 1961 sistem pendaftaran yang digunakan adalah sistem pendaftaran deklaratif.

Berikut penjelasan mengenai sistem pendaftaran merek deklaratif dan sistem pendaftaran merek konstitutif:

1. Pendaftaran Merek Dengan Sistem Deklaratif

35 Ibid, hal .87

36 R.M. Suryodiningrat, Aneka Milik Perindustrian, (Bandung, 1981), hal. 15

(42)

Sistem pendaftaran deklaratif adalah suatu sistem dimana yang memperoleh perlindungan hukum adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan. Sistem pendaftaran deklaratif ini dianut dalam Undang-Undang Nomor: 21 Tahun 1961. Dengan perkataan lain, bukan pendaftaran yang menciptakan suatu hak atas merek, tetapi sebaliknya pemakaian pertama di Indonesia lah yang menciptakan atau menimbulkan hak itu.37 Sistem pendaftaran deklaratif pada Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 dapat diketahui dari ketentuan Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan:

“Hak khusus untuk memakai suatu merek guna memperbedakan barang- barang hasil perusahaan atau barang-barang perniagaan seseorang atau suatu badan dari barang-barang orang lain atau badan lain kepada barang siapa yang untuk pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut diatas di Indonesia”.

Pendaftaran dalam sistem deklaratif lebih berfungsi untuk memudahkan pembuktian, artinya dengan adanya surat memperoleh surat pendaftaran maka akan mudah untuk membuktikan apabila ada pihak lain yang mengaku sebagai pemilik merek yang bersangkutan. Hal ini akan berlaku sepanjang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai pemakai pertama kali merek yang didaftarkan tersebut, atau dengan kata lain bahwa pendaftar pertama kali atas suatu merek hanya sebagai dugaan hukum sebagai pemakai pertama kali.

Sistem deklaratif adalah sistem pendaftaran yang hanya menimbulkan dugaan adanya hak sebagai pemakai pertama pada merek bersangkutan. Sistem

37 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hukum Merek Indonesia, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 40

(43)

33

deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan sistem konstitutif berdasarkan pendaftaran pertama yang lebih memberikan perlindungan hukum. Sistem pendaftaran pertama disebut first to file principle.

Artinya, merek yang didaftar adalah yang memenuhi syarat dan sebagai yang pertama. Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon beritikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengecohkan atau menyesatkan konsumen.38

2. Pendaftaran Merek dengan Sistem Konstitutif

Merek dengan sistem konstitutif, pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek. Tanpa pendaftaran negara akan memberikan hak atas merek kepada pemilik merek. Hal ini berarti tanpa mendaftarkan merek, seseorang tidak akan diberikan perlindungan hukum oleh Negara apabila mereknya ditiru oleh orang lain. Pendaftaran merek yang digunakan di Indonesia sejak Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 adalah sistem konstitutif. Pada sistem konstitutif ini perlindungan hukumnya didasarakan atas pendaftaran pertama yang beritikad baik.39 Hal ini juga seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang- Undang No. 20 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.

38 Jacki Ambadar,dkk., Mengelola Merek, (Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri, 2007), hal. 79

39 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 326

(44)

Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 disebutkan bahwa permohonan merupakan permintaan pendaftaran yang diajukan secara tertuis kepada Direktorat Jenderal. Sehingga dimungkinkan permohonan pendaftaran merek dapat berlangsung dengan tertib, pemeriksaan merek tidak hanya dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantif. Pemeriksaan substantif atas permohonan pendaftaran merek ini dimaksudkan untuk menentukan dapat atau tidaknya merek yang dimohonkan didaftarkan dalam Daftar Umum Merek. Pemeriksaan substantif dilakukan dalam jangka waktu paling lama 9 (Sembilan) bulan.40

Apabila dari hasil pemeriksaan substantif ternyata permohonan tersebut tidak dapat diterima atau ditolak, maka atas persetujuan Direktorat Merek, hal tersebut diberitahukan secara tertulis pada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Pasal 4,5 dan 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan atas itikad tidak baik, merek juga tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsure yang bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yang beraku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.

Kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek yang paling utama untuk dilindungi, kepastian hukum pembuktian, karena hanya didasarkan pada fakta pendaftaran. Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama,

40 Ibid, hal. 327

(45)

35

mewujudkan dugaan hukum siapa pemilik merek yang paling berhak dengan pasti, tidak menimbulkan kontroversi antara pendaftar pertama dan pemakai pertama.41

Permohonan merek juga harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang atau jasa sejenis, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang sudah dikenal.42

Selain pemeriksaan substantif, harus pula ditempuh mekanisme pengumuman dalam waktu 3 (tiga) bulan dengan menempatkan pada papan pengumuman yang khusus dan dapat dengan mudah dilihat oleh masyarakat dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Merek.

Hal ini dilakukan untuk memungkinkan pihak-pihak yang dirugikan mengajukan bantahan terhadap pendaftaran merek dan dapat mencegah pendaftaran merek yang dilakukan oleh orang yang tidak beritikad baik.

Apabila masa pengumuman berakhir dan tidak ada sanggahan atau keberatan dari pihak lain, Direktorat Merek mendafarkan merek tersebut dalam Daftar Umum Merek serta dilanjutkan dengan pemberian sertifikat merek.

Sertifikat merek merupakan alat bukti bahwa merek telah terdaftar dan juga sebagai bukti kepemilikan. Dalam hal permintaan pendaftaran merek ditolak,

41 Kholis Rosiah, Implementasi Perjanjian TRIPs Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek Terkenal (Asing) Di Indonesia, (Semarang: Tesis Hukum, 2001), hal.

66

42 Ahmadi M.Ramli, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung:

PT. Refika Aditama, 2004), hal. 11

(46)

keputusan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Merek kepada pemilik merek atau kuasanya dengan disertai alas an-alasan. Penolakan terhadap putusan ini dapat diajukan banding secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya kepada Komisi Banding Merek (Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UU No. 20 Tahun 2016).

Komisi Banding Merek merupakan badan khusus yang independen yang berada dilingkungan Direktorat Hak Kekayaan Intelektual. Keputusan yang diberikan oleh Komisi Banding Merek paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding. Keputusan Komisi Banding bersifat final dan mengikat. Apabila komisi bandingmerek mengabulkan permintaan banding, Direktorat Merek melaksanakan pendaftaran dan memberikan sertifikat merek. Jika ditolak, pemohon dan kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan.43

Sistem konstitutif ini mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Merek 1992 (lihat Pasal 2). Pada sistem konstitutif Undang- Undang Merek 1992 teknis pendaftarannya telah diatur seteliti mungkin, dengan melakukan pemeriksaan secara formal persyaratan pendaftaran dan pemeriksaan substantif tentang merek. Sebelum dilakukan pemeriksaan substantif, dilakukan lebih dahulu pengumuman tentang permintaan pendaftaran merek. Bagi mereka

43 Erna Wahyuni, dkk., Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, (Yogyakarta: YPAPI, 2004), hal. 96

Referensi

Dokumen terkait

Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena gigitan adalah sebagai berikut : 1 dosis Human Rabies Immune Globulin (HRIG) dan 5 dosis vaksin anti rabies dalam periode

Dalam rangka pembinaan terhadap GPAI, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam akan melaksanakan program

Böylece Allah'a âmenû olanları (ölmeden önce ruhunu Allah'a ulaştırmayı dileyenleri) ve O'na (Allah'a) sarılanları ise, (Allah) kendinden bir rahmetin ve fazlın içine..

[r]

Dengan mengambil penelitian tentang Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Transportasi Untuk Perjalanan Kuliah (Studi Kasus : Mahasiswa/I Kampus Universitas Atma

Apabila orang yang mewasiatkan sepertiga barang-barang yang diwasiatkan itu kemudian ahli warisnya bahwa barang-brang yang telah ditentukan itu ternyata lebih

Desain perancangan ini menghubungkan antar kantor cabang karang anyar dan kantor pusat yang terletak di rambutan (gambar 2), menghubungkan kedua device/router

Program perencanaan dan perancangan Terminal Tipe B di Kawasan Stasiun Depok Baru merupakan hasil analisa dari pendekatan-pendekatan arsitektural yang digunakan