• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI KERJA EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POTENSI KERJA EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KERJA EKSTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa belimbi) SEBAGAI DIURETIK ALAMI

MELALUI PENDEKATAN AKTIVITAS DIURETIK, pH, KADAR NATRIUM, DAN KALIUM

PONIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTUTUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PONIMAN. 2011. Potensi Kerja Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai Diuretik Alami Melalui Pendekatan Aktivitas Diuretik, pH, Kadar Natrium, dan Kalium. Dibimbing oleh ABADI SUTISNA dan ANDRIYANTO.

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat obat. Salah satu khasiat buah belimbing wuluh adalah diuretik.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada tikus putih jantan galur Sprarague-Dawley. Sebanyak 15 ekor tikus dengan bobot badan antara 250-300 g dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok berjumlah 3 ekor. Kelompok-kelompok tersebut adalah kelompok akuades, kelompok ekstrak etanol belimbing wuluh dengan dosis 0,44; 0,88; dan 1,75 g/kg bb, dan kelompok furosemid dengan dosis 21 mg/kg bb. Seluruh perlakuan diberikan secara peroral. Parameter yang diamati ialah volume urin, aktivitas diuretik, pH, kadar natrium, dan kalium. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada dosis 0,44 dan 0,88 g/kg bb berpotensi sebagai diuretik alami dengan meningkatkan aktivitas diuretik dan kadar natrium-kalium di dalam urin serta menurunkan nilai pH urin.

Kata kunci : Ekstrak etanol buah belimbing wuluh, aktivitas diuretik, pH, natrium, kalium.

(3)

ABSTRACT

PONIMAN. Potential of Averrhoa bilimbi fruits ethanolic extract as natural diuretic by diuretic activity, pH, content sodium, and potassium study. Under direction of ABADI SUTISNA and ANDRIYANTO.

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) is one of medicinal herbs, which is often be used as diuretic. This research was conducted to examine the diuretic effect, pH, sodium, and potassium dynamics of belimbing wuluh fruits ethanolic extract in male Sparague-Dawley rat. Fifteen rats were divided into five groups e.i. aquadest (control negative), ethanolic extract belimbing wuluh at dose as 0.44 g/kg bw (treatment I), ethanolic extract belimbing wuluh at dose as 0.88 g/kg bw (treatment II), ethanolic extract belimbing wuluh at dose as 1.75 g/kg bw (treatment III), and furosemide at dose as 21 mg/kg bw (control positif). The treatments were administrated by orally. Volume of urine excretion, diuretic activity, pH, and content of sodium and potassium were measured in each groups.

The result show that ethanolic extract of belimbing wuluh at dose as 0.44 and 0,88 g/kg bw has the potential of natural diuretics. All treatments, sodium and potassium excretion was increased and on the other hand, the urine in all treatments were decresed pH. The research concluded that the ethanolic extract of belimbing wuluh at dose as 0.44 and 0.88 g/kg bw was increased diuretic activity with enhanced of sodium and potassium concentrate on urine.

Keywords : Ethanolic extract of belimbing wuluh, diuretic activity, pH, sodium, potassium.

(4)

MELALUI PENDEKATAN AKTIVITAS DIURETIK, pH, KADAR NATRIUM, DAN KALIUM

PONIMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Potensi Kerja Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai Diuretik Alami Melalui Pendekatan Aktivitas Diuretik, pH, Kadar Natrium, dan Kalium adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2011

Poniman NRP. B04070153

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang - Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Potensi Kerja Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai Diuretik Alami Melalui Pendekatan Aktivitas Diuretik, pH, Kadar Natrium, dan Kalium.

Nama Mahasiswa : Poniman

NRP : B04070153

Program Studi : Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Disetujui, Dosen Pembimbing 1

Drh. Abadi Sutisna, M.Si NIP. 19470406 197402 1 001

Dosen Pembimbing 2

Drh. Andriyanto, M.Si NIP. 19820104 200604 1 006

Diketahui, Wakil Dekan Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 19621205 198703 2 001

Tanggal Pengesahan :

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan selama satu bulan mulai pada bulan April sampai dengan Juni 2011 di Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Potensi Kerja Ekstrak Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai Diuretik Alami Melalui Pendekatan Aktivitas Diuretik, pH, Kadar Natrium, dan Kalium”.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih atas petunjuk, saran, dan arahan yang telah diberikan oleh semua pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada drh. Abadi Sutisna, M. Si selaku dosen pembimbing pertama dan drh. Andriyanto, M. Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda dan ibunda yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada teman- teman GIANUZZI 44 yang telah memberikan dukungan dan semangatnya.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan. Akhirnya, semoga skripsi ini memberikan manfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2011

Poniman

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang …...

Tujuan …...

Manfaat Penelitian ...

TINJAUAN PUSTAKA

Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin …...

Diuretik ...

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ...

Hewan Coba …...

METODOLOGI

Waktu dan Tempat ...

Alat dan Bahan ...

Tahap Persiapan ...

Tahap Perlakuan ...

Parameter yang Diamati ………..

Analisis Data ………

HASIL DAN PEMBAHASAN

Volume Urin ...

Persentase Ekskresi Urin ...

Kerja Diuretik ...

Aktivitas Diuretik ………..……….

Dinamika pH, Kadar Natrium, dan Kalium Urin ..…….……….

Analisis Fitokimia ………

KESIMPULAN DAN SARAN ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

x xi xii

1 2 2

3 4 6 7

9 9 9 10 11 12

13 14 15 15 17 19 21 22 24

(10)

1 Rataan volume urin (mL) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam perlakuan ………

2 Hasil perhitungan ekskresi urin (%) pada tiap jam perlakuan ………

3 Hasil perhitungan kerja diuretik ……….…

4 Hasil perhitungan aktivitas diuretik ……….…….

5 Dinamika pH, kadar natrium, dan kalium urin (mEq/mL) ………

6 Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh …………..

13 14 15 16 17 19

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur nefron ………

2 Buah belimbing wuluh ………....

3 Tikus putih galur Sprague-Dawley ……….

3 6 8

(12)

1 Data percobaan pada kelompok NaCl fisiologis dan urea ……….. 25 2 Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh ………... 26 3 Uji statistik One Way ANOVA terhadap rataan volume urin (mL)

kumulatif tikus percobaan pada setiap jam perlakuan ……… 27 4 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap rataan volume urin (mL)

kumulatif tikus percobaan pada setiap jam perlakuan ……… 28 5 Uji statistik One Way ANOVA terhadap ekskresi urin (%) pada tiap

jam perlakuan ……….. 31

6 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap ekskresi urin (%) pada tiap jam

perlakuan ………. 32

7 Uji statistik One Way ANOVA terhadap kerja diuretik pada tiap jam

perlakuan ………. 35

8 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap kerja diuretik pada tiap jam

perlakuan ………. 36

9 Uji statistik One Way ANOVA terhadap aktivitas diuretik pada tiap

jam perlakuan ……….. 38

10 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap aktivitas diuretik pada tiap jam

perlakuan ………. 39

11 Uji statistik One Way ANOVA terhadap dinamika pH, kadar natrium, dan kalium (mEq/mL) pada tiap jam perlakuan ………. 40 12 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap dinamika pH, kadar natrium,

dan kalium (mEq/mL)pada tiap jam perlakuan ………. 41

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit gagal jantung merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di negara-negara berkembang. Pada tahun 1999, penyakit gagal jantung di Indonesia menempati urutan ketiga sebagai penyakit penyebab kematian. Pada tahun tersebut, tercatat 86.942 pasien yang mengalami rawat inap dan 14.437 pasien di antaranya tidak dapat tertolong (Johari 2003). Penyakit gagal jantung memiliki morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi serta membutuhkan biaya pengobatan yang mahal. Penyakit gagal jantung ialah penyakit dengan kondisi jantung yang gagal memompakan darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh.

Gejala utama gagal jantung biasanya ditandai dengan penurunan curah jantung dan pembendungan darah di vena. Pada kondisi kronis, gagal jantung dapat menyebabkan kongesti, hipertensi, dan edema paru-paru (Guyton 2006). Diuretik merupakan salah satu terapi awal yang dapat digunakan pada kejadian gagal jantung (Felker 2010).

Diuretik adalah suatu sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi dan volume air seni (Guyton 2006). Penggunaan diuretik dalam pengobatan medis dilakukan untuk menurunkan volume cairan ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema dan hipertensi. Diuretik juga dilaporkan dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites (Angeli 2009), sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal (Agunu 2005). Sediaan diuretik dapat berasal dari senyawa kimia sintetik (buatan) dan alami (sumber hayati).

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah, yaitu memiliki sekitar 30 000 jenis tanaman dan sekitar 9 600 di antaranya berkhasiat obat. Sampai saat ini, jumlah tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat baru mencapai 300 jenis (Depkes 2007). Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Depkes

(14)

2010). Apabila digunakan secara tepat, penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman dibandingkan obat sintetik (Sari 2006).

Salah satu tanaman yang berkhasiat diuretik ialah belimbing wuluh.

Bagian tanaman belimbing wuluh yang berkhasiat ialah daun, bunga, dan buah.

Buah belimbing wuluh dipercaya berkhasiat mengobati batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, sakit gigi, jerawat, dan panu (Anonim 2005). Selain itu, menurut Duryatmo (2003), masyarakat Jawa dan Sumatera menggunakan buah belimbing wuluh sebagai pereda rasa sakit (analgesik) dan pelancar air seni (diuretik).

Ekstrak etanol buah belimbing wuluh telah terbukti memiliki potensi sebagai sediaan diuretik (Andriyanto et al. 2011). Namun, penelitian tersebut baru mempelajari potensi awal ekstrak etanol buah belimbing wuluh sebagai diuretik alami dengan menggunakan hewan percobaan mencit secara berkelompok.

Penelitian ini dirancang untuk melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai potensi ekstrak etanol belimbing wuluh sebagai diuretik alami melalui pendekatan kerja diuretik, aktivitas diuretik, dinamika pH, kadar natrium, dan kalium urin.

Tujuan

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui potensi kerja ekstrak etanol buah belimbing wuluh melalui pendekatan aktivitas diuretik, pH, kadar natrium, dan kalium dengan menggunakan tikus galur Sprague-Dawley dan mendapatkan dosis ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang tepat sebagai diuretik pada hewan coba tikus.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pengobatan alternatif sebagai diuretikum di bidang kedokteran hewan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan obat diuretik alami sehingga dapat mengurangi ketergantungan obat diuretik sintesis.

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Ginjal dan Peranannya dalam Pembentukan Urin

Ginjal merupakan salah satu organ yang penting bagi makhluk hidup.

Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi sisa metabolisme dan bahan kimia asing; pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan glukoneogenesis.

Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, akan terlihat dua bagian utama yaitu korteks di bagian luar dan medulla di bagian dalam. Unit terkecil dari ginjal adalah nefron (Gambar 1). Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru sehingga apabila terjadi trauma pada ginjal, penyakit ginjal, atau terjadi penuaan normal, akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Selanjutnya, struktur nefron disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur nefron (Guyton 2006)

Setiap nefron mempunyai dua komponen utama yaitu bagian glomerulus yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah dan bagian tubulus yang panjang di mana cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosa yang memiliki tekanan hidrostatik

(16)

lebih tinggi dibandingkan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan dibungkus dalam kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal.

Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medulla renalis. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden.

Dinding cabang desenden sampai ujung cabang asenden merupakan bagian ansa Henle yang paling tipis. Pada perjalanan kembali ke cabang asenden, dinding akan kembali menebal seperti bagian lain dari sistem tubular sehingga bagian cabang asenden merupakan bagian yang paling tebal dari ansa Henle. Dari ansa helen, cairan akan menuju ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal.

Selanjutnya cairan akan menuju ke tubulus rektus, tubulus kolingentes, dan berakhir di papilla renal. Setiap ginjal mempunyai sekitar 250 duktus kolingentes yang sangat besar dan masing-masingnya mengumpulkan urin dari kira-kira 4.000 nefron (Guyton 2006).

Diuretik

Diuretik adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju pengeluaran volume urin. Selain itu diuretik juga dapat meningkatkan ekskresi bahan terlarut dalam urin seperti natrium dan klorida. Secara klinis, diuretik bekerja dengan menurunkan laju reabsorbsi natrium dari tubulus sehingga menyebabkan natriuresis dan kemudian menimbulkan efek dieresis (Guyton 2006). Menurut Mary (1995), sejumlah besar diuretik terbagi atas lima kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

a) Diuretik penghambat karbonik anhidrase

Diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah senyawa yang dapat menghambat enzim karbonik anhidrase pada sel epitel tubulus proksimal dan dapat menghambat penyerapan kembali ion-ion Na+, Cl-, dan air. Enzim karbonik anhidrase berfungsi mengkatalis pembentukan H+ dan HCO-. Dengan berkurangnya ion H+, pertukaran ion Na+ dengan H+ akan terhambat sehingga terjadi penumpukan Na+ di tubulus dan

(17)

5

menyebabkan perbedaan tekanan osmosis. Efek samping diuretik ini berupa gangguan saluran pencernaan, menurunan nafsu makan, asidosis, dan hipokalemia. Contoh diuretik penghambat karbonik anhidrase adalah asetazolamid, metazolamid, dan etokzolamid (Siswandono 1995).

b) Diuretik loop

Diuretik loop merupakan diuretik yang kuat, bekerja dengan cepat, dan memiliki aktivitas diuretik yang lebih besar dibandingkan dengan golongan diuretik lainnya. Mekanisme kerja diuretik loop bekerja pada ansa Henle segmen asenden dengan menghambat kerja ko-transpor natrium, kalium, dan klorida. Penghambatan kerja ko-transpor akan menurunkan reabsorpsi ion-ion natrium, kalium, dan klorida (Mary 1995).

Efek samping yang ditimbulkan berupa hiperurisemia, hiperglikemia, hipotensi, hipokalemia, hipokloremik, kelainan hematologis, dan dehidrasi. Contoh diuretik loop adalah asam etakrinat, furosemid, xipamid, dan klopamid (Siswandono 1995).

c) Diuretik turunan tiazid

Diuretik turunan tiazid merupakan diuretik yang dapat menekan reabsorpsi ion-ion K+, Mg+, dan HCO- serta menurunkan ekskresi asam urat. Diuretik turunan tiazid mengandung gugus sulfamil sehingga dapat menghambat enzim karbonik anhidrase dan bekerja pada tubulus distal.

Efek samping yang ditimbulkan berupa hipokalemia dan gangguan keseimbangan elektrolit. Contoh diuretik tiazid adalah klorotiazid, flumetiazid, politiazid, dan klortalidon (Siswandono 1995).

d) Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, menghambat reabsorpsi ion Na+, dan sekresi ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na dan Cl di dalam urin. Efek samping yang ditimbulkan berupa hiperkalemia dan gangguan saluran pencernaan.

Contoh diuretik hemat kalium adalah amilorid, triamteren, dan spironolakton (Siswandono 1995).

(18)

e) Diuretik osmotik

Diuretik osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosis. Senyawa ini memiliki berat molekul yang rendah, difiltrasi secara pasif pada kapsula Bowman, dan tidak direabsorbsi oleh tubulus renalis. Apabila diberikan dalam dosis besar, akan menyebabkan air dan elektrolit tertarik ke tubulus renalis akibat perbedaan tekanan osmosis sehingga terjadi diuresis. Efek samping yang ditimbulkan oleh diuretik osmotik berupa gangguan keseimbangan elektrolit, dehidrasi, sakit kepala, dan takikardi. Contoh diuretik osmotik adalah manitol, glukosa, sukrosa, dan urea (Siswandono 1995).

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Belimbing wuluh di Indonesia di kenal sebagai pohon buah yang tumbuh liar pada tempat yang tidak dinaungi dan cukup lembab. Tumbuhan ini tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 500 meter di atas permukaan laut.

Menurut Inyu (2006), tanaman belimbing wuluh memiliki diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae, kelas Magnoliopsida, ordo Oxalidales, familia Oxalidaceae, genus Averrhoa, dan Spesies Avarrhoea bilimbi. Selanjutnya, gambar buah belimbing wuluh disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Buah belimbing wuluh

(19)

7

Sifat kimia dan efek farmakologis tumbuhan belimbing wuluh adalah buahnya berasa asam, menghilangkan rasa sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang, peluruh kencing, dan sebagai astringen (Wijayakusuma 2005). Kandungan zat aktif yang terkandung pada buah belimbing wuluh adalah flavonoid, saponin, tannin, glukosida, asam formiat, asam sitrat, dan beberapa mineral seperti kalsium dan kalium (Mursito 2005).

Flavonoid adalah zat golongan fenol alam terbesar yang diketahui mempunyai berbagai khasiat seperti antiradang, memperlancar pengeluaran air seni, antivirus, antijamur, antibakteri, antihipertensi, mampu menjaga dan meningkatkan kerja pembuluh darah kapiler (Anonim 2005). Menurut Sirait tahun 2007, flavonoid diklasifikasikan menjadi 12 jenis yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, kalkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin, dan flavan.

Saponin merupakan glikosida yang memiliki sifat khas pembentuk busa.

Saponin terdiri atas aglikogen polisiklik yang disebut sapogenin dan gula sebagai glikon. Sapogenin hadir dalam dua bentuk yaitu steroid dan triterpenoid. Adanya saponin dalam tanaman diindikasikan dangan adanya rasa pahit dan apabila di campur dengan air akan membentuk busa stabil serta membentuk molekul dengan kolesterol (Cheek 2005). Pada penggunaan medis, saponin memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan, meningkatkan absorpsi diuretik (terutama yang berbentuk garam), dan merangsang ginjal untuk bekerja lebih aktif (Gunawan 2004).

Hewan Coba

Menurut Malole dan Pramono (1989), hewan coba adalah hewan yang di pelihara atau sengaja diternakan sebagai hewan model untuk mempelajari dan mengambangkan berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Beberapa hewan coba yang digunakan untuk penelitian adalah mencit, tikus putih, marmot, kelinci, dan primata. Selanjutnya, gambar tikus percobaan disajikan pada gambar 3.

(20)

Gambar 3 Tikus putih galur Sprague-Dawley

Tikus (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur tikus yang umum digunakan yaitu galur Sprague-Dawley, Wistar, dan Long-evans. Ciri-ciri tikus galur Sprague- Dawley adalah berambut putih, bermata merah, kepala kecil, dan memiliki ekor yang lebih panjang dari badannya. Ciri-ciri tikus Wistar adalah memiliki kepala yang lebih besar dan ekor lebih pendek dibandingkan dengan tikus galur Sprague- Dawley. Ciri-ciri tikus Long-evans adalah memiliki ukuran badan yang lebih kecil dibandingkan dengan tikus galur Sprague-Dawley dan memiliki rambut berwarna hitam pada bagian kepala, dada, dan punggung (Malole dan Pramono 1989).

(21)

9

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan April sampai dengan Juni 2011 di Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kandang metabolis untuk rodensia, gelas ukur, erlenmeyer, syringe, sonde lambung, pot plastik, timbangan, pH meter, blender, rotary evaporator, freeze dryer, dan spektrofotometer. Sementara itu, bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tikus putih jantan galur Sprague-Dawley, ekstrak etanol buah belimbing wuluh, furosemid, urea, NaCl fisiologis, dan aquades.

Tahap Persiapan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ialah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang telah dewasa kelamin. Tikus-tikus tersebut memiliki kisaran bobot badan antara 250-300 g.

Sebelum perlakuan, tikus dipelihara selama 2 minggu untuk diaklimatisasikan. Tikus tersebut di tempatkan di dalam kandang yang terbuat dari plastik dan diberi alas sekam padi. Setiap 3 hari sekali, alas sekam padi diganti untuk menjaga kebersihan kandang. Selain itu, bagian atas kandang ditutup dengan menggunakan anyaman kawat.

Setiap kandang berisi antara 3-4 ekor tikus. Pakan yang diberikan berupa pelet standar khusus tikus dan pakan tersebut diberikan pada pagi dan sore hari.

Sementara itu, air minum untuk tikus percobaan diberikan ad libitum.

Pembuatan ekstrak diawali dengan pembuatan simplisia. Simplisia dibuat dengan cara mengeringkan 10 kg irisan buah belimbing wuluh dengan memasukan irisan tersebut ke dalam oven yang bersuhu 50°C selama 24 jam sehingga di dapat 300 g simplisia buah belimbing wuluh. Setelah itu, simplisia

(22)

buah belimbing wuluh yang telah kering digiling dengan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk halus.

Pembuatan ekstrak etanol buah belimbing wuluh dilakukan dengan cara maserasi, yaitu merendam simplisia buah belimbing wuluh ke dalam etanol 70%

dengan perbandingan 1 kg simplisia dibanding 10 L etanol sehingga 300 g simplisia tersebut di rendam dengan 3 L etanol 70 %. Selama perendaman, 3 hari, campuran tersebut diaduk secara berkelanjutan setiap jam sekali. Hasil perendaman ini disaring dengan menggunakan kain kasa untuk memperoleh filtrat hasil perendaman. Selanjutnya, filtrat dimasukan ke dalam rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak etanol buah belimbing wuluh dalam bentuk pasta.

Kemudian, pasta ekstrak etanol buah belimbing wuluh dimasukan ke dalam freeze dryer untuk mendapatkan serbuk kering beku ekstrak buah belimbing wuluh.

Setelah itu, 10 g serbuk kering beku ekstrak etanol belimbing wuluh diencerkan dengan aquades ber-pH 7 dan diukur nilai pH dengan menggunakan pH meter serta dianalisis fitokimia untuk mengetahui kandungan kimia ekstrak tersebut.

Analisis fitokimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, Bogor.

Tahap Perlakuan

Sebelum perlakuan, tikus percobaan terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam. Pemberian ekstrak dilakukan secara peroral dengan mencekok tikus percobaan yang telah dipuasakan tersebut dengan menggunakan sonde lambung.

Setelah pemberian ekstrak, setiap tikus dimasukan ke dalam kandang metabolis secara individu.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah rancangan acak lengkap (RAL). Sebanyak 15 ekor tikus dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan dan 3 ulangan. Selanjutnya, perlakuan tersebut disajikan sebagai berikut.

Kelompok I : Tikus yang dicekok aquades sebagai kontrol negatif.

Kelompok II : Tikus yang dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan dosis 0,44 g/kg bb.

(23)

11

Kelompok III : Tikus yang dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan dosis 0,88 g/kg bb.

Kelompok IV : Tikus yang dicekok ekstrak etanol buah belimbing wuluh dengan dosis 1,75 g/kg bb.

Kelompok V : Tikus yang dicekok furosemid dengan dosis 21 mg/kg bb sebagai kontrol positif.

Dosis pada kelompok perlakuan ekstrak merupakan dosis bertingkat yang diperoleh dari konversi dosis efektif ekstrak etanol belimbing wuluh dari hewan coba mencit ke hewan coba tikus dengan menggunakan metode Laurence dan Bacharach (1964). Dosis efektif tersebut berasal dari penelitian Andriyanto et al.

tahun 2011. Selain perlakuan tersebut, dilakukan juga pengukuran volume urin kelompok tikus yang dicekok NaCl fisiologis dan urea. Perlakuan NaCl fisiologis dan urea ini dilakukan untuk menghitung kerja dan aktivitas diuretik (Mamun et al. 2003). Pencekokan NaCl fisiologis dilakukan dengan memberikan 5 mL NaCl fisiologis. Sementara itu, pencekokan urea dilakukan dengan memberikan larutan urea dengan dosis 350 mg/kg bb.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menampung dan mengukur volume urin setiap jam selama 5 jam paska perlakuan. Pengukuran volume urin dilakukan dengan menggunakan gelas ukur 1 mL. Setelah diukur, volume urin diakumulasikan ke dalam wadah yang terbuat dari plastik. Selanjutnya, volume urin ini digunakan untuk menghitung persentase ekskresi urin, kerja diuretik, dan aktivitas diuretik. Kemudian, volume urin kumulatif digunakan untuk mengukur pH, serta analisis kadar natrium (Na), dan kalium (K). Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter sedangkan analisis kadar natrium dan kalium dilakukan dengan spektrofotometer di Departemen Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, serta dinamika pH, kadar natrium, dan kalium urin.

(24)

Analisis Data

Volume urin yang diperoleh digunakan untuk menghitung persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik berdasarkan persamaan Mamun et al. (2003). Persamaan tersebut diuraikan sebagai berikut.

Persentase Eksresi Urin = Total volume urin (mL)

x 100%

Total cairan yang masuk (mL)

Kerja Diuretik = Ekskresi urin (%) kelompok bahan uji Ekskresi urin (%) kelompok NaCl fisiologis Aktivitas Diuretik = Kerja diuretik kelompok bahan uji

Kerja diuretik urea

Selanjutnya, data persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, pH, kadar natrium, dan kalium dianalisis menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis ini digunakan untuk melihat adanya perbedaan antarperlakuan.

Setelah nilai aktivitas diuretik setiap kelompok percobaan didapat, nilai tersebut dibandingkan dengan skala diuretik Gujral et al. (1955). Skala Gujral menyatakan bahwa aktivitas diuretik dengan nilai kurang dari 0,72 dinyatakan tidak memiliki aktivitas diuretik, nilai 0,73 sampai dengan 1,0 adalah diuretik dengan aktivitas diuretik lemah, nilai 1,1 sampai dengan 1,5 adalah diuretik dengan aktivitas diuretik sedang, dan jika lebih dari nilai 1,5 adalah diuretik dengan aktivitaas diuretik kuat.

(25)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, pH, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan sebagai berikut.

Volume Urin

Rataan volume urin kumulatif setiap jam selama 5 jam pada setiap kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rataan volume urin (mL) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam perlakuan

Jam ke-

Volume urin (mL) kumulatif pada kelompok

Aquades EEBW 0,44 EEBW 0,88 EEBW 1,75 Furosemid 1 1,33±0,23c 0,03±0,06ab 0,37±0,38ab 0,03±0,06ab 0,10±0,10ab 2 2,37±0,32a 3,13±0,51a 3,70±0,61a 2,67±0,38a 3,10±1,15a 3 0,43±0,32ab 1,07±0,65ab 0,23±0,06a 0,13±0,06a 1,80±0,98b 4 0,37±0,32a 0,57±0,25a 0,17±0,12a 0,03±0,06a 0,40±0,69a 5 0,03±0,06a 0,03±0,06a 0,03±0,06a 0,00±0,00a 0,00±0,00a Total 4,53±0,55bc 4,83±0,15bc 4,50±0,26bc 2,87±0,29ab 5,40±1,91c Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris

yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Tabel 1 menunjukan bahwa setiap perlakuan mengalami peningkatan volume urin mulai dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-2 dan mulai menurun pada jam ke-3. Total volume urin kelompok aquades, ekstrak 0,44 g/kg bb, dan ekstrak 0,88 g/kg bb memiliki nilai yang mendekati nilai volume urin kelompok furosemid. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada dosis 0,44 dan ekstrak 0,88 g/kg bb berpotensi sebagai diuretik.

Furosemid merupakan obat diuretik yang sering digunakan sebagai standar pembanding dalam pengujian diuretik (Mamun et al. 2003). Obat ini dapat meningkatkan produksi urin dengan cara menghambat absorbsi ion natrium, kalium, dan klorida pada daerah ansa Henle segmen asenden (Nalwaya et al.

2009). Pada kelompok tikus yang diberikan ekstrak etanol belimbing wuluh dengan dosis 1,75 g/kg bb, didapat hasil volume total yang rendah bila

(26)

dibandingkan dengan kelompok ekstrak etanol belimbing wuluh dengan dosis 0,44 dan 0,88 g/kg bb. Hal ini sejalan dengan pernyataan Duryatmo 2003, bahwa mengonsumi tanaman obat dengan dosis yang tidak tepat maka khasiat yang diharapkan tidak optimal.

Pada kelompok aquades, tikus percobaan mengekskresikan urin dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini disebabkan adanya fungsi homeostasis tubuh.

Fungsi ini menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh dengan cara menurunkan sekresi hormon antidiuretik, mengurangi permeabilitas tubulus distal, dan duktus kolingentes terhadap air sehingga menurunkan reabsorpsi air yang pada akhirnya akan meningkatkan ekskresi urin (Guyton 2006).

Persentase Ekskresi Urin

Persentase ekskresi urin diperoleh sesuai dengan metode Mamun et al.

(2003). Persentase ekskresi urin diperoleh dengan membagi volume urin yang didapat dengan total cairan yang dicekokan pada kelompok NaCl fisiologis dan kemudian dikali dengan 100%. Hasil persentase ekskresi urin disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil perhitungan ekskresi urin (%) pada tiap jam perlakuan

Jam ke- Ekskresi urin (%) kumulatif pada kelompok

Aquades EEBW 0,44 EEBW 0,88 EEBW 1,75 Furosemid 1 26,67±4,62c 0,67±1,15ab 7,33±7,57b 0,67±1,15ab 2,00±2,00ab 2 47,33±6,43a 62,67±10,26a 74,00±12,17a 53,33±7,57a 62,00±23,07a 3 8,67±6,43ab 21,33±13,01ab 4,67±1,15a 2,67±1,15a 36,00±19,70b 4 7,33±6,43a 11,33±5,03a 3,33±2,31a 0,67±1,15a 8,00±13,86a 5 0,67±1,15a 0,67±1,15a 0,67±1,15a 0,00±0,00a 0,00±0,00a Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris

yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Pada jam ke-1, persentase ekskresi urin yang diperoleh pada kelompok aquades meningkat lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Pada jam ke-2, persentase ekskresi urin kelompok aquades, ekstrak 0,44 g/kg bb, ekstrak 0,88 g/kg bb, dan ekstrak 1,75 g/kg bb cenderung sama dengan persentase ekskresi urin kelompok furosemid. Pada jam ke-3 hingga jam ke-5, seluruh perlakuan mengalami penurunan persentase ekskresi urin. Di antara ke tiga dosis perlakuan

(27)

15

ekstrak etanol buah belimbing wuluh, kelompok ekstrak 0,44 g/kg bb memiliki persentase ekskresi urin yang paling mendekati persentase ekskresi kontrol furosemid.

Kerja Diuretik

Kerja diuretik diperoleh sesuai dengan metode Mamun et al. (2003). Kerja diuretik diperoleh dengan cara membagi persentase ekskresi urin kelompok perlakuan dengan persentase ekskresi urin pada kelompok NaCl fisiologis. Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil perhitungan kerja diuretik

Jam ke-

Kerja diuretik pada kelompok

Aquades EEBW 0,44 EEBW 0,88 EEBW 1,75 Furosemid 1 40,00±6,9a 1,00±1,73b 11,00±11,36b 1,00±1,73b 3,00±3,00b 2 71,00±9,64a 94,00±15,39a 111,00±18,25a 80,00±11,36a 93,00±34,60a 3 0,12±0,09ab 0,30±0,18abc 0,07±0,02a 0,04±0,02a 0,50±0,28c

4

5

Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); tanda (∞) menunjukan bahwa kerja diuretik pada kelompok tersebut tidak terhingga.

Pada jam ke-4 dan ke-5, kerja diuretik semua perlakuan memiliki nilai tidak terhingga. Hal tersebut disebabkan faktor pembagi kerja diuretik kelompok NaCl fisiologis memiliki nilai persentase ekskresi urin nol atau sudah tidak menghasilkan urin. Pada semua kelompok ekstrak etanol belimbing wuluh memiliki kerja diuretik hampir sama dengan kelompok furosemid dan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok aquades.

Aktivitas Diuretik

Aktivitas diuretik diperoleh dengan cara membagi kerja diuretik kelompok perlakuan dengan kerja diuretik kelompok urea. Kerja diuretik kelompok urea digunakan sebagai pembanding dalam penentuan aktivitas diuretik dikarenakan kerja diuretik kelompok urea memiliki nilai aktivitas diuretik sebesar 1 (Lipschitz 1943). Hal ini dikarenakan urea merupakan zat yang mudah larut dalam air dan

(28)

dapat meningkatkan tekanan osmotik, sehingga jumlah air dan elektrolit yang diekskresikan akan bertambah besar (Ganiswarna et al. 1995). Selanjutnya, hasil perhitungan aktivitas diuretik disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil perhitungan aktivitas diuretik

Jam ke- Aktivitas diuretik pada kelompok

Aquades EEBW 0,44 EEBW 0,88 EEBW 1,75 Furosemid

1

2 3,23±0,44a 4,27±0,70ab 5,05±0,83b 3,64±0,52ab 4,23±1,57ab 3 0,33±0,25a 0,82±0,50ab 0,18±0,04a 0,10±0,04a 1,38±0,76b

4

5

Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); tanda (∞) menunjukan bahwa aktivitas diuretik pada kelompok tersebut tidak terhingga.

Hasil aktivitas diuretik hanya didapat pada jam ke-2 dan ke-3 saja. Hal ini dikarenakan nilai kerja diuretik kelompok urea pada jam ke-1, ke-4, dan ke-5 bernilai nol atau tidak menghasilkan urin (nilai aktivitas diuretik tidak terhingga).

Pada skala Gujral et al. (1955), aktivitas diuretik dengan nilai kurang dari 0,72 dinyatakan tidak memiliki aktivitas diuretik, nilai 0,73 sampai dengan 1,0 adalah diuretik dengan aktivitas lemah, nilai 1,1 sampai dengan 1,5 merupakan diuretik dengan aktivitas sedang, dan jika lebih dari nilai 1,5 adalah diuretik dengan aktivitas kuat.

Pada jam ke-2, semua perlakuan menunjukkan diuretik kuat dan tidak memiliki aktivitas diuretik pada jam ke-3 kecuali pada perlakuan ekstrak buah belimbing wuluh 0,44 g/kg bobot badan (aktivitas diuretik lemah) dan perlakuan furosemid (aktivitas diuretik sedang) (Tabel 5). Menurut Gudjral et al. (1955), furosemid memiliki aktivitas diuretik kuat yang hanya berlangsung tiga jam pertama. Aktivitas diuretik maksimum dicapai pada jam ke-2 dan akan menurun pada jam berikutnya.

(29)

17

Dinamika pH, Kadar Natrium, dan Kalium

Nilai rataan pH urin kumulatif setiap jam selama 5 jam, kadar natrium dan kalium pada setiap kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Dinamika pH, kadar natrium, dan kalium (mEq/mL)

Nilai Kelompok

Aquades EEBW 0,44 EEBW 0,88 EEBW 1,75 Furosemid pH 6,77±0,25bc 5,90±0,17a 6,10±0,10a 6,13±0,06a 6,43±0,15ab Na 0,06±0,01a 0,10±0,03a 0,13±0,0 ab 0,15±0,06ab 0,11±0,06a

K 0,07±0,03a 0,14±0,07abc 0,23±0,01d 0,22±0,05d 0,18±0,01bcd Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris

yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Nilai pH urin ditentukan oleh pengaturan asam basa di ginjal. Apabila sejumlah ion HCO3-

difiltrasi secara terus-menerus ke dalam tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin, maka akan menyebabkan urin bersifat basa.

Sebaliknya apabila sejumlah ion H+ difiltrasi secara terus-menerus ke dalam tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin, maka akan menyebabkan urin bersifat asam. Dalam pengaturan konsentrasi ion H+, ginjal memiliki beberapa mekanisme yaitu mensekresikan ion H+ ke tubulus, melakukan reabsorpsi ion HCO3-, dan memproduksi ion HCO3- yang baru. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dan menetralisir kelebihan ion H+ di dalam tubuh. Sekresi ion H+ dilakukan oleh transpor aktif sekunder dan transpor aktif primer. Transport aktif sekunder bekerja melalui ko-transpor Na+-H+ yang berfungsi mensekresikan ion H+ dengan mengabsorsi ion Na+ dan sebaliknya. Transport aktif sekunder terjadi di tubulus proksimal, ansa Henle segmen asenden, dan tubulus distal. Kemudian, transpor aktif primer bekerja melalui protein pentranspor-hidrogen ATPase yang dapat mentranspor ion H+ secara langsung ke tubulus. Transpor aktif primer terjadi di tubulus distal dan duktus kolingentes (Guyton 2006).

Berdasarkan Tabel 5, kelompok yang memiliki aktivitas diuretik yang kuat memiliki nilai pH yang cenderung bersifat asam. Nilai pH urin tikus normal berkisar antara 7,3 sampai 8 (Nor et al. 2009). Keadaan ini dimungkinkan ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang dicekok bersifat asam. Ekstrak tersebut

(30)

memiliki nilai pH sebesar 4,7. Akibat dari pencekokan ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang bersifat asam, tubuh memiliki kelebihan ion H+. Untuk menetralisir kelebihan ion H+, salah satu mekanisme kerja ginjal yang diperkirakan terjadi adalah ginjal mensekresikan ion H+ melalui transport aktif primer. Hal ini dibuktikan terjadinya penurunan nilai pH tanpa disertai dengan penurunan kadar natrium di dalam urin (dibanding dengan kadar natrium kelompok aquades).

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar natrium dan kalium urin dibandingkan kelompok aquades. Hal ini dimungkinkan karena terjadi penghambatan kerja ko-transpor natrium dan kalium sehingga menurunkan reabsorpsi ion natrium dan kalium di tubulus. Selain itu, pada semua perlakuan ekstrak etanol buah belimbing wuluh terjadi peningkatan kadar kalium yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kadar natrium di dalam urin. Keadaan ini mirip dengan efek mekanisme diuretik golongan penghambat karbonik anhidrase yang dipaparkan oleh Mary (1995). Diuretik golongan penghambat karbonik anhidrase bekerja dengan menghambat enzim karbonik anhidrase sehingga kadar ion H+ dan HCO3- menjadi sedikit. Berkurangnya ion H+ menyebabkan pertukaran ion H+ dengan ion natrium terhambat sehingga reabsorpsi ion natrium menurun.

Untuk menutupi kekurangan ion natrium di dalam tubuh, ginjal memaksimalkan kerja ko-transpor Na-K di tubulus proksimal. Hasil kompensasi yang dilakukan oleh ginjal menyebabkan peningkatan kadar kalium di dalam urin (Hitner 1999).

Berdasarkan kesamaan kadar natrium dan kalium, ekstrak etanol buah belimbing wuluh dimungkinkan termasuk ke dalam diuretik golongan penghambat karbonik anhidrase.

Furosemid merupakan diuretik kuat yang bekerja pada ansa Henle segmen asenden dengan menghambat kerja ko-transpor natrium, kalium, dan klorida.

Penghambatan kerja ko-transpor akan menurunkan reabsorpsi ion-ion natrium, kalium, dan klorida sehingga kadar ion-ion ini meningkat di dalam urin.

Peningkatan ion-ion hasil mekanisme furosemid menunjukkan peningkatan ion natrium lebih tinggi dibandingkan dengan ion kalium (Mary 1995). Hasil kelompok furosemid menunjukkan peningkatan kadar natrium yang lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat dimungkinkan

(31)

19

kualitas furosemid yang digunakan pada percobaan kurang baik, sensitifitas hewan coba yang rendah terhadap furosemid atau adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi mekanisme furosemid.

Analisis fitokimia

Hasil analisis fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol belimbing wuluh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Selanjutnya, hasil analisis fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh Parameter Uji Hasil Teknik Analisis

Alkaloid Positif Kualitatif

Hidroquinolon Negatif Kualitatif

Tanin Negatif Kualitatif

Flavonoid Positif Kualitatif

Saponin Positif Kualitatif

Steroid Negatif Kualitatif

Triterpenoid Negatif Kualitatif

Senyawa alkaloid adalah senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Alkaloid diketahui berfungsi sebagai analgesik (morfin), penenang (reserpin), antimalaria (kuinina), obat parasimpatolitik (atropin), dan diuretik (kafein, teobromin, dan teofilin) (Sumardjo 2006). Flavonoid adalah zat golongan fenol alam terbesar yang diketahui mempunyai berbagai khasiat seperti antiradang, diuretik, antivirus, antijamur, antibakteri, antihipertensi, dan meningkatkan kerja pembuluh darah kapiler (Anonim 2005). Saponin merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder pada beberapa tanaman. Saponin berfungsi sebagai memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan, meningkatkan absorpsi diuretik (terutama yang berbentuk garam), dan merangsang ginjal untuk bekerja lebih aktif (Gunawan 2004). Berdasarkan paparan di atas, ekstrak buah belimbing wuluh berkhasiat sebagai diuretik dikarenakan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin.

(32)

Ekstrak buah belimbing wuluh memiliki efek diuretik yang efektif pada 2 jam pertama setelah perlakuan. Hal ini ditandai dengan peningkatan persentase ekskresi urin pada 2 jam pertama dan mulai menurun pada jam berikutnya. Pada jam ke-2, semua perlakuan ekstrak memiliki kerja diuretik yang maksimum dan bersifat diuretik dengan aktivitas kuat. Pada jam ke-3, semua perlakuan ekstrak tidak memiliki aktivitas diuretik kecuali perlakuan ekstrak buah belimbing wuluh dengan dosis 0,44 g/kg bobot badan yang bersifat diuretik dengan aktivitas lemah.

Khasiat diuretik yang dimiliki ekstrak buah belimbing wuluh dengan dosis 0,44 dan 0,88 g/kg bb merupakan dosis yang berpotensi sebagai diuretik pada hewan coba tikus galur Sprague-Dawley. Ekstrak buah belimbing wuluh berkhasiat sebagai diuretik dikarenakan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Senyawa-senyawa ini dapat menghambat ko-transpor dan menurunkan reabsorpsi ion natrium dan kalium, sehingga meningkatkan kadar natrium dan kalium di dalam urin. Selain itu, senyawa saponin dapat merangsang ginjal melakukan transport aktif primer sehingga mengakibatkan penurunan nilai pH urin menjadi sedikit asam.

(33)

21

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ekstrak etanol buah belimbing wuluh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin. Ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada dosis 0,44 dan 0,88 g/kg bb berkhasiat sebagai diuretik pada hewan coba tikus galur Sprague- Dawley dengan cara meningkatan ekskresi kadar natrium dan kalium serta menurunan nilai pH urin.

Saran

Perlu dilakukan penelitian uji identifikasi untuk mengetahui jenis alkaloid, flavonoid dan saponin yang terkandung di dalam ekstrak etanol buah belimbing wuluh dan penelitian lanjutan yang menggunakan berbagai jenis fraksi ekstrak buah belimbing wuluh.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Agunu A, Abdurahman EM, Andrew GO, Muhhammed Z. 2005. Diuretic activity of the stem-bark extracts of Steganotaenia araliaceahoehst. J of ethnopharmacol 96:471-5.

Andriyanto, Kusumorini N, Yuskha F. 2011. Potensi ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai alternatif sediaan diuretik alami. Jurnal Kefarmasian Indonesia 9:2 Inpress.

Angeli P et al. 2009. Combined versus sequential diuretic treatment of ascites in non-azotaemic patients with cirrhosis: results of an open randomised clinical trial. Int J Gastroenterol and Hepatol [terhubung berkala].

http://gut.bmj.com/content/59/01/98.abstract [18 juni 2011].

Anonim. 2005. Tanaman Obat. [terhubung berkala].

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=69 [23 Mei 2011].

Cheek P R. 2005. Applied Animal Nutrition: Feeds and Feeding. Ed ke-3. USA:

Upper Sadle River.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Kebijakan Obat Tradisional Nasional.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2010. Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. [terhubung berkala].

http://www.hukor.depkes.go.id/ [18 juni 2011].

Duryatmo S. 2003. Aneka Ramuan Berkhasiat dari Temu-Temuan. Jakarta: Puspa Swara.

Felker GM. 2009. How to use diuretics in heart failure. Current Treatment Options in Cardiovascular Medicine 11: 426-432 [terhubung berkala].

http://www.springerlink.com/content/c0m6762061255070/ [18 juni 2011].

Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nefrialdi. 1995.

Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gudjral ML, Saxena PN, Mishra SS. 1955. An experimental study of the comparative activity of indigenous diuretics. J of Indian Med Assoc 25:49- 51.

Gunawan D, Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam Farmakonosi. Depok: Penebar Swadaya.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11.

Philadelphia: Elvesier inc.

Hitner H. 1999. Basic Pharmacology. New York: Mc Graw Hill.

Inyu. 2006. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi). [terhubung berkala].

http://inyu.multiply.com/journal/item/3 [24 Juni 2011].

Johari M. 2003. Rumah Sakit Jantung di Semarang. [terhubung berkala].

http://eprints.undip.ac.id/7368 [24 Juni 2011].

(35)

23

Laurence DR, Bacharach AL. 1964. Evaluation of Drug Activities:

Pharmacometrics. New York: Academic Press.

Lipschitz WL, Zareh H, Andrew K. 1943. Bioassay of diuretics. J of Pharmacol and Exp Ther 2(97):97-110.

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.

Mamun MM et al. 2003. Evaluation of diuretic activity of Ipomoea aquatic (kalmisak) in mice model study. J Med Sci 3:395-400.

Mary JM, Richard AH, Pamela CC. 1995. Farmakologi: Ulasan Bergambar.

Jakarta: Penerbit Widya Medika.

Mursito B. 2002. Ramuan Tradisional untuk Gangguan Ginjal. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nalwaya N, Jarald EE, Asghar S, Ahmad S. 2009. Diuretic activity of a herbal product UNEX. Int J of Green Pharm:224-226.

Nor NM, Yatim AM, Said M. 2009. Blood and urine profiles of spontaneous hypertensive rats supplemented with pink guava (Psidium guajava). Puree Sains Malaysiana 38(6):929-934.

Sari LO. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 3(1):1-7.

Sirait, Midian. 2007. Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.

Siswandono, Soekarjdo B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Wijayakusuma H. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah Tinggi.

Jakarta: Penebar Swadaya.

(36)

LAMPIRAN

(37)

25

Lampiran 1 Data percobaan pada kelompok NaCl fisiologis dan urea Rataan volume urin (mL) kumulatif tikus yang dicekok

NaCl fisiologis dan urea pada setiap jam perlakuan

Jam ke- Volume urin (mL) kumulatif pada kelompok

NaCl fisiologis Urea

1 0.03±0.06ab 0.00±0.00a

2 0.03±0.06a 0.73±1.27a

3 3.57±1.45c 1.30±0.36ab

4 0.00±0.00a 0.00±0.00a

5 0.00±0.00a 0.00±0.00a

Total 3.63±1.46abc 2.03±1.23a

Keterangan: Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Hasil perhitungan ekskresi urin (%) pada tikus yang dicekok NaCl fisiologis dan urea tiap jam perlakuan

Jam ke- Ekskresi urin (%) kumulatif pada kelompok

NaCl fisiologis Urea

1 0.03±0.06ab 0.00±0.00a

2 0.03±0.06a 0.73±1.27a

3 3.57±1.45c 1.30±0.36ab

4 0.00±0.00a 0.00±0.00a

5 0.00±0.00a 0.00±0.00a

Keterangan: Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Hasil perhitungan kerja diuretik pada tikus yang dicekok urea

Jam ke- Ekskresi urin (%) kumulatif pada kelompok Urea

1 0.00±0.00

2 22.00±38.11

3 0.36±0.10

4

5

(38)

Lampiran 2 Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh

(39)

27

Lampiran 3 Uji statistik One Way ANOVA terhadap rataan volume urin (mL) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam perlakuan

ANOVA Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Jam 1 Between

Groups 3.683 4 .921 21.578 .000

Within Groups .427 10 .043

Total 4.109 14

Jam 2 Between

Groups 3.089 4 .772 1.747 .216

Within Groups 4.420 10 .442

Total 7.509 14

Jam 3 Between

Groups 5.847 4 1.462 4.861 .019

Within Groups 3.007 10 .301

Total 8.853 14

Jam 4 Between

Groups .523 4 .131 .985 .458

Within Groups 1.327 10 .133

Total 1.849 14

Jam 5 Between

Groups .004 4 .001 .500 .737

Within Groups .020 10 .002

Total .024 14

(40)

Lampiran 4 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap rataan volume urin (mL) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam perlakuan

Jam ke-1 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

2 3 .0333

4 3 .0333

5 3 .1000

3 3 .3667

1 3 1.3333

Sig. .095 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Jam ke-2 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

1 3 2.3667

4 3 2.6667 2.6667

5 3 3.1000 3.1000

2 3 3.1333 3.1333

3 3 3.7000

Sig. .217 .106

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(41)

29

Jam ke-3 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

4 3 .1333

3 3 .2333

1 3 .4333

2 3 1.0667 1.0667

5 3 1.8000

Sig. .080 .132

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Jam ke-4 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05 1

4 3 .0333

3 3 .1667

1 3 .3667

5 3 .4000

2 3 .5667

Sig. .130

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(42)

Jam ke-5 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05 1

4 3 .0000

5 3 .0000

1 3 .0333

2 3 .0333

3 3 .0333

Sig. .418

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(43)

31

Lampiran 5 Uji statistik One Way ANOVA terhadap ekskresi urin (%) pada tiap jam perlakuan

ANOVA Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

jam1 Between

Groups 1473.067 4 368.267 21.578 .000

Within Groups 170.667 10 17.067

Total 1643.733 14

jam2 Between

Groups 1235.733 4 308.933 1.747 .216

Within Groups 1768.000 10 176.800

Total 3003.733 14

jam3 Between

Groups 2338.667 4 584.667 4.861 .019

Within Groups 1202.667 10 120.267

Total 3541.333 14

jam4 Between

Groups 209.067 4 52.267 .985 .458

Within Groups 530.667 10 53.067

Total 739.733 14

jam5 Between

Groups 1.600 4 .400 .500 .737

Within Groups 8.000 10 .800

Total 9.600 14

(44)

Lampiran 6 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap ekskresi urin (%) pada tiap jam perlakuan

Jam ke-1 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

2 3 .6667

4 3 .6667

5 3 2.0000

3 3 7.3333

1 3 26.6667

Sig. .095 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Jam ke-2 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

1 3 47.3333

4 3 53.3333 53.3333 5 3 62.0000 62.0000 2 3 62.6667 62.6667

3 3 74.0000

Sig. .217 .106

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(45)

33

Jam ke-3 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

4 3 2.6667

3 3 4.6667

1 3 8.6667

2 3 21.3333 21.3333

5 3 36.0000

Sig. .080 .132

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Jam ke-4 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05 1

4 3 .6667

3 3 3.3333

1 3 7.3333

5 3 8.0000

2 3 11.3333

Sig. .130

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(46)

Jam ke-5 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05 1

4 3 .0000

5 3 .0000

1 3 .6667

2 3 .6667

3 3 .6667

Sig. .418

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(47)

35

Lampiran 7 Uji statistik One Way ANOVA terhadap kerja diuretik pada tiap jam perlakuan

ANOVA Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

jam1 Between

Groups 3314.400 4 828.600 21.578 .000

Within Groups 384.000 10 38.400

Total 3698.400 14

jam2 Between

Groups 2780.400 4 695.100 1.747 .216

Within Groups 3978.000 10 397.800

Total 6758.400 14

jam3 Between

Groups .455 4 .114 4.828 .020

Within Groups .236 10 .024

Total .690 14

(48)

Lampiran 8 Uji statistik Duncan (P<0.05) terhadap kerja diuretik pada tiap jam perlakuan

Jam ke-1 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

2 3 1.0000

4 3 1.0000

5 3 3.0000

3 3 11.0000

1 3 40.0000

Sig. .095 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Jam ke-2 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

1 3 71.0000

4 3 80.0000 80.0000 5 3 93.0000 93.0000 2 3 94.0000 94.0000

3 3 111.0000

Sig. .217 .106

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(49)

37

Jam ke-3 Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

4 3 .0400

3 3 .0667

1 3 .1200

2 3 .3000 .3000

5 3 .5033

Sig. .082 .136

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(50)

Lampiran 9 Uji statistik One Way ANOVA terhadap aktivitas diuretik pada tiap jam perlakuan

ANOVA Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

jam2 Between

Groups 5.718 4 1.429 1.735 .219

Within Groups 8.241 10 .824

Total 13.959 14

jam3 Between

Groups 3.462 4 .866 4.855 .020

Within Groups 1.783 10 .178

Total 5.245 14

Referensi

Dokumen terkait

Namun, entah atas alasan apa yang masih perlu didalami lebih jauh, dalam rentang waktu yang hampir satu tahun itu kegiatan dimaksud hanya berkutat pada penyusunan anggaran dasar

Rencana pengelolaan perumahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara ini disesuaikan dengan arahan rencana distribusi penduduk untuk mencapai pemerataan pembangunan. Selain hal

Vegetasi adalah semua spesies tumbuhan dalam suatu wilayah yang luas yang memperlihatkan pola distribusi menurut ruang dan waktu.. Tumbuhan menutup penatapan permukaan bumi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hubungan antara kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap produk Converse “ Chuck Taylor ”, (2) hubungan antara kepuasan dan

Metode perancangan yang digunakan dalam pengerjaan laporan ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang

Cara pembuatan bandeng duri lunak (presto) adalah dengan cara ikan bandeng utuh dicuci terlebih dahulu, kemudian dibelah menjadi dua bagian lalu diberikan olesan bumbu berupa

Masalah kedua dalam perancangan sistem pendeteksi kadar alkohol menggunakan sensor MQ303A ini tidak terlepas dari masalah jarak jangkauan sensor alkohol, dimana jarak jangkau

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang.