ERUPSI G. KARANGETANG 2007 DAN PERKIRAAN KEDALAMAN SUMBER TEKANAN BERDASARKAN DATA ELECTRONIC DISTANCE MEASUREMENT
(EDM)
CECEP SULAEMAN, IYAN MULYANA, OKTORY PRIAMBADA, AGUS BUDIANTO Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Sari
Kegiatan erupsi G. Karangetang meningkat pada bulan Agustus 2007. Peningkatan dicirikan oleh semburan material pijar, letusan abu, aliran lava, guguran-guguran lava, dan terjadinya awan panas guguran. Metoda pengamatan yang digunakan untuk mengamati kegiatan G. Karangetang adalah metode deformasi menggunakan Electronic Distance Measurement (EDM). Berdasarkan data deformasi (EDM) periode Juni 2007 dan Agustus 2007, peningkatan erupsi Agustus 2007 diawali dengan terjadinya inflasi pada Juni 2007 dengan kedalaman sumber tekanan 685 m dari puncak.
Volume material yang dierupsikan terhitung sebesar 6x105 m 3.
Pendahuluan
Gunungapi Karangetang terletak di Pulau Siau, Kabupaten Sitaro, Propinsi Sulawesi Utara. G. Karangetang merupakan gunungapi sangat aktif. Aktivitasnya dicirikan oleh terlihatnya sinar api di puncak pada malam hari sejak tahun 1973 (Wittiri, 2007). Sepanjang kegiatannya tercatat beberapa kali mengakibatkan korban jiwa. Korban terbanyak berjumlah 6 orang yang diakibatkan oleh awan
Kegiatan G. Karangetang meningkat pada bulan Agustus 2007, dicirikan oleh munculnya semburan material pijar, letusan abu, leleran lava, guguran-guguran lava, dan terjadinya awan panas guguran.
G. Karangetang dipantau secara menerus dengan beberapa metoda, diantaranya dengan metoda deformasi menggunakan tiltmeter, dan secara periodik dengan EDM (Electronic Distance Measurement) sejak tahun 2005. Studi
1700 m dari pusat kegiatan. Dari ujung leleran lava terjadi awan panas guguran sejauh 2250 m dari puncak ke arah Kali Keting. Semburan- semburan material pijar (Foto 1, letusan tipe Stromboli) mulai teramati sejak 16 Agustus 2007 yang diselingi dengan letusan-letusan abu.
Suara gemuruh sering terdengar sampai ke pos pengamatan. Tinggi semburan material pijar berkisar antara 100 m hingga 500 m di atas puncak (Grafik 1) dan dilontarkan dengan radius 100 m hingga 300 m (Grafik 2). Oleh karena kemiringan puncak gunung cukup tajam, maka material pijar tersebut meluncur sejauh 100 m hingga 1000 m dari puncak (Grafik 3).
Luncuran material pijar mengarah ke Kali Bahembang, Pangi, Nanitu dan Batang.
Guguran-guguran lava mengarah ke Kali Keting, Kahetang dan Bahembang sejauh 100m hingga 1500m dari puncak (Grafik 4). Hasil pengukuran dengan DOAS (Differerensial Optical Absorption Sprectrometer) flux gas SO2
letusan abu G. Karangetang Agustus 2007 tercatat hampir konstan yaitu sebesar 145 ton per hari (Grafik 5).
Intensitas dan frekuensi letusan mulai menurun sejak 29 Agustus 2007. Tinggi semburan material pijar hingga 5 September maksimum 50 m di atas puncak. Kegiatan yang dominan pada fase ini adalah guguran lava meskipun sinar api di puncak masih selalu tampak dan suara gemuruh masih sering terdengar. Pada tanggal 1 September terlihat kubah lava baru di puncak setinggi lebih kurang 10 m.
Foto 1. Letusan Strombolian dan guguran lava pijar ke arah Kali Keting pada 28 Agustus 2007 pukul 22:36 WITA (Iyan Mulyana, Agustus 2007)
Grafik 1. Tinggi Semburan Material Pijar
0 100 200 300 400 500
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69
tinggi(m)
18 19 25 28 29 31
Agustus September
Grafik 2. Radius Jatuhan Material Pijar
0 50 100 150 200 250 300 350
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69
Radius (m)
18 19 25 28 29
Agustus September
Grafik 3. Jarak Luncuran Material Pijar dari puncak
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69
Jarak (m)
Bahembang Pangi Nani tu Batang
18 19 Agustus September 25 26 29 02
Grafik 4. Jarak Guguran Lava dari Puncak
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
jarak (m)
Ket ing kahet ang Bahembang
Perkiraan Kedalaman Sumber Tekanan Data Deformasi EDM
Pemantauan deformasi dengan EDM di G.Karangetang dilakukan secara periodik sejak September 2005. Awalnya jumlah titik ukur sebagai tempat reflektor berjumlah 2 buah, kemudian sejak Februari 2007 bertambah menjadi 4 titik ukur (Kusnadi, 2007). Dua titik ukur KRT2 dan KRT3 diukur dari titik KRT1 (Pos PGA). Sedangkan titik ukur KRT5 dan KRT6 diukur dari titik KRT4 di Lehi. Jejaring titik ukur EDM tersebut diperlihatkan pada Gambar 1 dan koordinatnya diperlihatkan pada Tabel 1.
Gambar 1. Titik Ukur EDM di G. Karangetang
Tabel 1. Lokasi Titik Ukur EDM
Koordinat Nama Titik
Ukur Bujur Timur Lintang Utara Elevasi (m) KRT1
(Pos PGA) 125°23’01,3” 02°44’46,6” 340 KRT2
(Ar. kambing) 125°23’41,8” 02°45’40,1” 900 KRT3
(K. Batang) 125°23’32,5” 02°46’03,6” 840 KRT4 (Lehi) 125°22’02,8” 02°45’45,48” 40 KRT5 (Beha) 125°23’24,98” 02°46’09,78” 800 KRT6
(Nanita) 125°23’20,82” 02°46’41,88” 805
Grafik 6 dan 7 memperlihatkan nilai jarak miring masing-masing untuk KRT1-KRT2 dan KRT1-KRT3 untuk periode pengukuran September 2005 hingga Agustus 2007.
Sedangkan untuk titik KRT5 dan KRT6 belum tersedia datanya. Jarak miring KRT1-KRT2 memendek sampai periode Juni 2007, kecuali pada Februari 2007 terlihat memanjang. Begitu pula jarak miring KRT1-KRT3 perubahannya memperlihatkan pola yang sama, kecuali untuk periode September 2005-Juni 2006. Sedangkan pada periode pengukuran Agustus 2007 jarak miring kedua titik tersebut memanjang.
Grafik 6. Nilai Jarak Miring KRT1-KRT2 Periode Pengukuran September 2005 – Agustus 2007
Grafik 7. Nilai Jarak Miring KRT1-KRT3 Periode Pengukuran September 2005 – Agustus 2007
Selama pengukuran tersebut, tampak bahwa deformasi terbesar terjadi pada Februari - Juni 2007 berupa inflasi sebesar 9,87 cm untuk KRT2, dan 12,31 cm untuk KRT3. Sedangkan pada periode Juni – Agustus 2007 berupa
deflasi masing-masing sebesar 7,76 cm untuk KRT2 cm, dan 10,11 cm untuk KRT3 (Tabel 2). Tampak pula bahwa perubahan terbesar terdapat pada titik ukur KRT3, karena titik ukur ini lebih dekat ke pusat kegiatan (kawah).
2 1 2 4 .8 7 2 1 2 4 .9 1 2 1 2 4 .9 5 2 1 2 4 .9 9 2 1 2 5 .0 3 2 1 2 5 .0 7
1 5 9 1 3 1 7 2 1 2 5 2 9 3 3 3 7 4 1 4 5 4 9
Pe r io d e c o b a
Jarak Miring (m)
Pe n g u ku r a n Pa g i Pe n g u ku r a n S ia n g Pe n g u ku r a n S o r e Pe n g u ku r a n M a la m S e p - 0 5
Me i- 0 6
Ju l- 0 6
Ju n - 0 7
A g u s tu s - - 0 7 F e b - 0 7
2620.45 2620.49 2620.53 2620.57 2620.61 2620.65
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49
Periode Pengukuran
Jarak Miring (m)
Pengukuran Pagi Pengkuran Siang Pengukuran Sore Pengukuran Malam Sep-05
Mei-06
Jul-06
Feb-07
Jun-07
A gustus-07
Estimasi Sumber Tekanan
Dalam hubungannya dengan deformasi gunungapi, data perpindahan (pemendekan atau pemanjangan jarak) titik ukur dapat digunakan untuk menentukan lokasi pusat tekanan penyebab terjadinya perpindahan tersebut.
Model yang umum digunakan di daerah gunungapi adalah Model Mogi (Mogi, 1958).
Sumber tekanan dimodelkan sebagai bola dengan jejari a pada kedalaman f yang mempunyai tekanan P. Perubahan tekanan akan menyebabkan perpindahan horisontal Δd dan perpindahan vertikal Δh di permukaan bumi.
Perpindahan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
(1)
dimana
Δd = perpindahan horisontal Δh = perpindahan vertical P = perubahan tekanan hidrostatik f = kedalaman pusat tekanan d = jarak radial di permukaan tanah μ = konstanta Lame
k = 4μ 3a3P
Dalam studi ini penyelesaian model Mogi untuk mencari lokasi sumber tekanan tersebut, diasumsikan bahwa data pemanjangan atau pemendekan serta arahnya dianggap sebagai perpindahan radial sebagai representasi dari perubahan tekanan kantong magma. Dan diasumsikan pula pusat tekanan berada di bawah puncak G. Karangetang (+1775 m) pada koordinat 125°24’24” BT; 2°46’47,56 LU. Cara penyelesaiannya adalah membandingkan data perpindahan horisontal (Δd) hasil pengukuran dengan nilai perpindahan horisontal secara teori (model) pada jarak yang sama. Nilai kedalaman f dan k diperoleh bila selisih Δd (data) dengan Δd (teori) mencapai nilai terkecil (kesalahan terkecil). Nilai selisih terkecil tersebut diperoleh dengan cara mengubah harga f dan k. Nilai kesalahan dihitung dengan root mean square (rms), yaitu :
∑=
Δ
− Δ
= N
i
teori data
rms d d
er N
1
)2
1 (
(2)
Tabel 3 dan Grafik 8 memperlihatkan data dan hasil perhitungan kedalaman sumber tekanan di G. Karangetang. Data yang dipakai dalam perhitungan ini adalah hasil pengukuran EDM periode Agustus 2007 yang dibandingkan dengan periode Juni 2007. Hasil estimasi menunjukkan sumber tekanan berada pada kedalaman 685 m dan k = 6x105 m3 dengan kesalahan rms 0,15 cm.
2 3 2 3
) 4 (
3
) 4 (
3
2 2 3
2 2 3
d f
f P h a
d f
d P d a
= + Δ
= + Δ
μ μ
Tabel 3. Hasil Perkiraan Kedalaman Sumber Tekanan Perpindahan Δd
(cm) Tit
ik Uk ur
Jarak dari
Puncak
(m) model data
Kesala han
rms (cm)
Kedala man
f (m)
k (m3) K
RT2 2289 10.07 10.15 0,15 685
6 x10 5 K
RT3 2617 7.93 7.73
Grafik 8. Model Mogi untuk kedalaman sumber tekanan 685 m dan k=6x105 m3. Kesalahan rms 0,15 cm BM = Bench Mark
Volume material yang dikeluarkan melalui erupsi selama periode Agustus 2007 dapat diperkirakan dari hubungan perubahan volume Δv dengan nilai k, yaitu;
Δv = 2 π k (2)
Dari persamaan di atas diperoleh besarnya perubahan volume (Δv) kantong magma atau
lava diujung leleran lava, serta terjadi awan panas guguran. Ciri-ciri erupsi tersebut tampaknya sudah merupakan karakteristik dari kegiatan letusan G. Karangetang selama ini.
Sinar api selalu tampak pada malam hari. Hal ini kemungkinan karena lokasi sumber panas (magma) berada tidak jauh dari puncak, dari
0 5 10 15 20 25
0 1000 2000 3000 4000
Jarak BM dari puncak (m)
Perpindahan (Cm) model
data
G. Karangetang bisa berlangsung berbulan- bulan. Hasil pengamatan seismik menunjukkan masih terdeteksi gempa vulkanik pada kedalaman antara 4-6 km di bawah puncak (Cecep, 2007). Hal tersebut dapat diartikan masih adanya suplai magma dari bawah.
Dengan demikian tidak menutup kemungkinan erupsi masih akan berlangsung. Bila nilai jarak miring hasil pengukuran EDM diartikan sebagai posisi perubahan volume kantong magma, maka posisi jarak miring dalam periode Agustus 2007 belum kembali pada posisi semula yaitu pada periode September 2005.
Dengan demikian untuk mencapai pada volume semula, maka erupsi akan berlangsung.
Disadari bahwa dalam menganalisis lokasi sumber tekanan, data yang dipakai sangat minim. Sehingga untuk mendapat hasil yang lebih valid diperlukan data yang lebih banyak dengan jarak titik ukur yang berbeda dari kawah.
Potensi bahaya letusan G. Karangetang disamping bahaya letusan langsung adalah gugur/longsornya tumpukan lava dan lahar.
Walaupun kegiatan G. Karangetang sudah mulai menurun tetapi potensi gugurnya lava dan lahar tetap mengancam penduduk yang bermukim di bawahnya.
Kesimpulan dan Saran
1. Erupsi G. Karangetang periode Agustus 2007 dicirikan dengan letusan abu, semburan material pijar (tipe stromboli), leleran lava, luncuran material pijar, guguran lava, dan awan panas guguran.
2. Sejak 29 Agustus 2007, intensitas dan frekuensi letusan sudah berkurang
3. Berdasarkan data deformasi (EDM), peningkatan erupsi Agustus 2007 diawali dengan terjadinya inflasi pada Juni 2007 dengan kedalaman sumber tekanan 685 m dari puncak
4. Volume material yang dierupsikan 6x105 m3 5. Bila semburan material sudah berhenti
disarankan agar status kegiatan Gunung Karangetang diturunkan menjadi Waspada dengan merekomendasikan kepada penduduk di daerah bahaya untuk tetap waspada terhadap bahaya longsornya tumpukan lava dan lahar.
Daftar Pustaka
Bronto, S., Djuhara, A., 1996, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Karangetang, Propinsi Sulawesi Utara, Direktorat Vulkanologi
Kusnadi, I., dkk., Laporan Penyelidikan Deformasi Gunungapi Karangetang, Pebruari 2007
Mogi, K., 1958, Relations between the Eruptions Volcanoes and the deformations of Ground surfaces
around them, Bulletin of The earthquake Research Institute
Sulaeman, C, dkk., Laporan Tanggap Darurat Letusan Gunungapi Karangetang, September 2007, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Witiri,S., 2007, Karakteristik Letusan G.
Karangetang, Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi Volume 2 Nomor 1.