• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

MATEMATIS SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh: Nur Amira Fathia

0800280

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

Oleh:

Nur Amira Fathia

0800280

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu dare syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Proram Studi Pendidikan Matematika Fakultas

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Nur Amira Fathia 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Three-Step Interview untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa SMP” ini sepenuhnya hasil karya sendiri dan saya tidak melakukan

pengutipan melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini

saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila ditemukan

adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya ini atau ada klaim dari pihak lain

terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2013

Yang membuat pernyataan,

(4)

NUR AMIRA FATHIA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP

INTERVIEW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA SMP

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I,

Dra. Encum Sumyati, M.Si. NIP 196304201989032002

Pembimbing II,

Drs. Endang Dedy, M.Si. NIP 195805151984031001

Mengetahui

(5)

ABSTRAK

Nur Amira Fathia. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Three-Step Interview untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional; 2) Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview dan yang mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional; 3) Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen, sedangkan pupulasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 15 Bandung tahun ajaran 2012/2013. Instrumen penelitian yang digunakan berupa instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes berupa soal uraian berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis dan instrumen non-tes berupa angket, lembar observasi dan jurnal harian siswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional; 2) Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview tergolong sedang. Sementara itu kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional tergolong rendah; 3) Sebagian besar siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

(7)

D. Keterkairan antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Three-Step

Interview dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 22

E. Model Pembelajaran Konvensional ... 23

F. Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Metode dan Desain Penelitian ... 25

B. Populasi dan Sampel ... 26

C. Perangkat Pembelajaran ... 26

D. Instrumen Penelitian ... 26

E. Prosedur Penelitian ... 35

F. Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 59

BAB V PENUTUP ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 69

(8)
(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia tentu menginginkan kesejahteraan dan tatanan

kehidupan yang seimbang. Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang dapat

memaksimalkan peranan dirinya dalam mencapai tujuan tertentu dan

memiliki pola pikir yang maju. Salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas

SDM adalah dengan mengikuti pendidikan, khususnya pendidikan formal di

sekolah. Oleh karena itu kemajuan dunia pendidikan pantas mendapatkan

perhatian yang khusus.

Menurut Undang-Undang pada sistem pendidikan nasional

(Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003), pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara. Pada pasal 3 disebutkan bahwa "Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab". Untuk mencapai tujuan pendidikan maka

diperlukan suatu alat pendidikan yang dinamakan kurikulum.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

(10)

pada standar nasional pendidikan untuk menjamin tercapainya tujuan

pendidikan nasional (BNSP:2006).

Matematika merupakan matapelajaran wajib bagi siswa di sekolah. Di

dalam BSNP (2006:148) di jelaskan bahwa mata pelajaran matematika

bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

6. Mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas, memiliki kemampuan komunikasi

merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika dan komunikasi

merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman serta merupakan

bagian yang sangat penting pada pendidikan matematika. Karena melalui

komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan

dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna,

(11)

menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada

pemahaman yang mendalam tentang matematika.

Pentingnya kemampuan komunikasi matematis juga diungkapkan oleh

NCTM (2000) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penting

dalam belajar matematika, melalui komunikasi siswa dapat merenungkan dan

memperjelas ide-ide matematika dan menghubungkan antar konsep

matematika sehingga siswa menjadi jelas, meyakinkan dan tepat dalam

menggunakan bahasa matematika.

Menurut Yulianti (2008:3) ada dua alasan penting mengapa komunikasi

diperlukan dalam pembelajaran matematika. Pertama, karena matematika

bukan hanya alat perpikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah atau

mengambil keputusan tetapi juga merupakan alat berharga dalam

mengomunikasikan berbagai ide atau gagasan. Kedua, karena pembelajaran

matematika merupakan aktivitas sosial, wahana interaksi antar siswa dan alat

komunikasi antara guru dan siswa.

Pentingnya kemampuan komunikasi matematis bagi siswa menjadikan

kemampuan tersebut perlu ditingkatkan dalam proses pembelajaran

matematika di setiap jenjang sekolah, tidak terkecuali pada proses

pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Namun,

kemampuan komunikasi matematis siswa di Indonesia masih tergolong

kurang.

Kurangnya kemampuan komunikasi siswa di Indonesia dapat dilihat

dari rendahnya peringkat Indonesia dalam Programme for International

Stusent Assessment (PPPTK:2011) yaitu pada tahun 2006 berada pada

peringkat 52 dari 57 negara dan pada tahun 2009 berada pada peringkat 61

dari 65 negara. Padahal soal-soal matematika dalam studi PISA lebih banyak

mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan

berkomunikasi dari pada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku

(12)

Hal tersebut di perkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh

Yulianti (2008:60) khususnya untuk siswa SMP bahwa “kemampuan komunikasi matematik siswa hanya 37,5%”. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik pada siswa

SMP. Kemampuan komunikasi yang harus dimiliki siswa bukan hanya

kemampuan komunikasi lisan tetapi juga kemapuan komunikasi tulisan. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utari, dkk (Solihin, 2011:4)

yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia saat ini

dirasakan masih kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkomunikasikan gagasan matematika yang dimilikinya.

Selain itu, untuk menguatkan dugaan tersebut maka penulis melakukan

observasi pra-penelitian yang dilakukan terhadap murid kelas VIII pada salah

satu SMP Negeri di Kota Bandung. Untuk mendukung berjalannya obervasi

ini, penulis mengambil beberapa soal kemampuan komunikasi matematis

yang sudah valid dari soal instrumen penelitian yang dilakukan Eni Nuraeni

(2013). Observasi dilakukan dengan memberikan dua buah soal uraian

dimana masing-masing soal memenuhi sebuah indikator kemampuan

komunikasi matematis tertulis menurut Cai, Lane, Jakabcsin (Ansari, 2003:6).

Soal pertama memenuhi indikator komunikasi matematis written texts yaitu

menjelaskan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan

dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis,

masuk akal dan jelas, serta tersusun secara logis; soal kedua memenuhi

indikator komunikasi matematis drawing yaitu menyatakan ide-ide atau

model matematika ke dalam bentuk representasi lain (melukiskan diagram,

gambar, atau tabel) dan mathematical expression yaitu membentuk

persamaan aljabar atau model matematis kemudian melakukan perhitungan

(13)

Berikut ini adalah dua buah sampel jawaban hasil observasi

pra-penelitian yang telah dilakukan:

Soal nomor 1

Gambar berikut menunjukkan panjang sisi sebuah pekarangan rumah yang

berbentuk persegipanjang dalam satuan meter.

a. Apa yang kamu ketahui tentang sisi-sisi persegipanjang?

b. Tuliskan model matematika yang dapat dibentuk dari gambar di atas.

c. Jika di salah satu sudut pekarangan akan dibuat kolam ikan yang

berbentuk persegi dengan ukuran sisi x meter, bagaimanakah cara

menentukan keliling dan luas lahan yang tersisa?

Berikut ini beberapa sampel jawaban siswa:

Siswa 1

Siswa tidak mengerti model matematika yang dibentuk dari gambar, sehingga

siswa kesulitan dalam menemukan ide untuk mencari keliling dan luas lahan

2x+y

y-3x 4x-2

(14)

yang tersisa. Siswa juga tidak terbiasa dengan situasi dimana panjang dan

lebarnya ditentukan oleh variabel.

Siswa 2

Siswa sudah mengerti ciri-ciri dari persegi panjang, namun tidak dapat

menuliskannya secara jelas. Begitupula dalam penulisan model matematika

dari gambar, siswa tidak dapat menuliskan secara matematis, sehingga seperti

siswa pertama, siswa ini masih keliru dalam membaca situasi.

(15)

Siswa kesulitan dalam menuliskan penjelasan mengenai persegipanjang

dengan kata-kata yang tersusun dengan baik. Lebih baik dari siswa pertama

dan kedua, siswa ini dapat menulis mengarah kepada model matematika dari

gambar. Siswa ini juga dapat menuliskan luas dan keliling kolam ikan tetapi

tidak menentukan luas dan keliling lahan yang tersisa. Siswa juga melakukan

kesalahan pada operasi penjumlahan variabel.

Soal nomor 2

Diketahui kebun Pak Adam berbentuk persegipanjang dengan ukuran

panjangnya lebih panjang 4 meter dari dua kali lebarnya.

a. Jika kebun Pak Adam dibagi menjadi dua bagian sama besar, bagaimanakah cara untuk menentukan luas tiap bagiannya?

b. Gambarkan ilustrasi dari bentuk kebun yang kamu buat! Berikut ini beberapa sampel jawaban siswa:

Siswa 1

Siswa tidak dapat menuliskan model matematikanya sehingga tidak bisa

menjawab situasi (a) dengan benar. Siswa juga tidak mengerti bagaimana

menyatakan ide matematika maupun gambar luas tiap bagian jika persegi

panjang dibagi dua sama besar.

(16)

Siswa tidak dapat menuliskan model matematika dari situasi yang diberikan.

Karena siswa terbiasa dengan angka ketika menghitung luas persegi panjang,

siswa tidak bisa ketika diharapkan dapat memodelkan bentuk matematis

dengan variabel. Selain itu siswa juga belum bisa menggambarkan situasi

masalah dengan benar.

Siswa 3

Siswa ketiga dapat menuliskan model matematika dari panjang persegi

panjang. Siswa ini sudah mengerti situasi masalah yang ingin ditunjukkan

hanya saja belum bisa mengkomunikasikannya secara benar dengan tulisan

walaupun sudah baik dalam menggambarkan ide dari bentuk kebun yang

diinginkan.

Berdasarkan keseluruhan sampel hasil jawaban observasi pra-penelitian

yang telah di uraikan di atas, menunjukan bahwa tingkat kemampuan

komunikasi matematis siswa SMP belum menunjukan hasil yang memuaskan

dan masih perlu ditingkatan. Kemampuan berkomunikasi merupakan bentuk

kemampuan yang berkaitan dengan menerima dan menyampaikan suatu

(17)

matematik siswa SMP adalah melalui penerapan model pembelajaran yang

tepat.

Penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif yang

memungkinkan siswa berinteraksi lebih aktif dalam mengomunikasikan

gagasan matematis kepada teman satu kelompok maupun kepada guru secara

lisan maupun tulisan. Setiap pembelajaran kooperatif memiliki cara tersendiri

dalam pelaksanaannya. Terdapat beberapa tipe model pembelajaran

kooperatif, dalam hal ini penulis memilih model pembelajaran kooperatif tipe

Three-Step Interview (TSI) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa SMP karena tahapan pembelajarannya sangat terlihat dapat

melatih kemampuan komunikasi matematis siswa.

Ciri dari teknik ini adalah setiap siswa diberikan soal yang berbeda dan

diminta mengerjakan masing-masing, kemudian siswa saling berpasangan,

secara bergantian menjelaskan ide kepada teman sepasangnya. Setelah itu

siswa saling berkelompok dan menjelaskan apa yang sudah dijelaskan oleh

teman sepasangnya kepada teman satu kelompok. Pada akhirnya siswa

menjelaskan di depan kelas mengenai ide yang di dapatkan dalam kelompok.

Teknik ini menuntut kerjasama empat orang anggota kelompok yang

kemudian dibagi menjadi dua pasang dalam setiap kelompoknya. Harapan

dari model pembelajaran dengan tenik ini, penulis dapat melihat sikap siswa

ketika berinteraksi dengan teman sepasang, teman satu kelompok dan teman

satu kelas.

Berdasarkan uraian di atas penulis terdorong untuk melakukan

penelitian yang memfokuskan pada pengaruh penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Three-Step Interview terhadap kemampuan komunikasi

(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Three-Step Interview lebih baik daripada siswa yang

mendapatkan pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview dan yang

mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview?

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini, maka penulis menentukan pembatasan masalah pada aspek

kompetensi matematis yang diteliti, yaitu kemampuan komunikasi matematis

tertulis.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview lebih baik daripada

siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika secara konvensional.

2. Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis

(19)

3. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview.

E. Manfaat Penelitian

Apabila penelitian ini berhasil, diharapkan dapat memberikan manfaat

yang berarti, diantaranya:

1. Bagi peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan gambaran yang lebih dalam mengenai

model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview dalam

pembelajaran matematika agar dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa.

2. Bagi siswa

Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Three-Step Interview diharapkan dapat memberikan pengaruh yang lebih

baik dalam meningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP.

3. Bagi guru

Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan model pembelajaran

kooperatif tipe Three-Step Interview dan memberikan motivasi untuk

menerapkan model pembelajaran yang lebih bervariasi.

F. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran kooperatif adalah model belajar mengajar yang

menekankan pada membantu sesama dalam kelompok yang terdiri dari

dua orang atau lebih. Dalam pembelajaran ini siswa akan diberikan tugas

yang dapat mendorong siswa berinteraksi antar anggota kelompoknya.

Sehingga keberhasilan pembelajaran didapat bukan hanya dari guru

tetapi juga dari teman sebaya.

2. Three-Step Interview merupakan salah satu teknik dalam kooperatif learning. Pelaksanaan teknik ini adalah dengan membagi siswa menjadi

(20)

melakukan interview, keempat siswa diberikan soal yang berbeda-beda

dan menyelesaikan tugasnya masing-masing. Kemudian mereka saling

berpasangan dan menjelaskan idenya secara bergantian. Setelah itu siswa

saling berkelompok dan menjelaskan ide yang mereka dapat dari teman

sepasangnya. Pada akhirnya beberapa kelompok memaparkan ide yang

diperoleh dalam kelompok. Yang dibutuhkan pada teknik ini adalah

kemampuan kerjasama dan kemamapuan komunikasi matematis lisan

maupun tulisan yang baik.

3. Kemampuan Komunikasi Matematis adalah kemampuan

merepresentasikan ide dari suatu masalah matematis kedalam kata-kata,

bahasa sehari-hari, gambar berupa tabel, grafik, diagram dan sebagainya

secara tertulis kemudian menjelaskannya dengan kata-kata sendiri.

4. Model pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah model

pembelajaran langsung dengan menggunakan metode ekspositori. Pada

pembelajaran ini, guru terlebih dahulu menyampaikan materi pelajaran

dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh soal dalam bentuk

ceramah, demonstrasi, tanya jawab kemudian siswa diberikan latihan

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang menguji model kooperatif tipe Three-Step Interview dalam pembelajaran. Metode dalam

penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol

ekivalen. Menurut Ruseffendi (2005:52) pada desain kelompok kontrol

non-ekivalen terdapat pretes dan postes, selain itu subjek tidak dikelompokkan

secara acak. Pengelompokan baru di lapangan sering tidak memungkinkan,

oleh karena itu penelitian ini akan lebih baik jika kelompok-kelompok yang

dibandingkan serupa. Dalam penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen

diberikan perlakuan berupa model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step

Interview, sedangkan pada kelompok kontrol diberikan perlakuan berupa

pembelajaran matematika secara konvensional. Dari kedua kelompok tersebut

akan dibandingkan kemampuan komunikasi matematik yang dicapai siswa.

Dengan demikian skema desain kuasi eksperimen dari penelitian ini

(Ruseffendi, 2005: 53) adalah sebagai berikut:

O X O

O O Keterangan :

O : Pretes dan postes

X : Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Three-Step

Interview

Pada desain ini, kedua kelas diberi pretes, dan setelah mendapatkan

(22)

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 15

Bandung semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Diambil dua kelas

sebagai sampel penelitian dari populasi tersebut berdasarkan pertimbangan

kemampuan rata-rata siswa yang hampir sama di setiap kelasnya. Salah satu

dari kelas tersebut dijadikan sebagai kelas eksperimen yang akan diberikan

pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Three-Step Interview sedangkan satu kelas lainnya dijadikan sebagai kelas kontrol

yaitu kelas yang diberikan pembelajaran secara konvensional.

C. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP untuk kelas eksperimen disesuaikan dengan strategi TSI dan

pada kelas kontrol disesuaikan dengan model pembelajaran konvensional.

RPP untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada lampiran.

2. Bahan Ajar Berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

LKS memuat permasalahan dan tuntunan untuk siswa dalam

menemukan konsep secara mandiri. Pada penelitian ini LKS diberikan

kepada kelas eksperimen. Pengerjaan LKS dalam pembelajaran dilakukan

pada setiap pertemuan yang diringi dengan melakukan tahapan TSI. Dalam

setiap pertemuan, digunakan 4 buah LKS yang akan dibagikan kepada

masing-masing siswa dalam kelompok yang beranggotakan 4 orang. LKS

untuk kelas eksperimen disajikan pada lampiran.

D. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap

(23)

1. Instrumen Data Kuantitatif

a. Tes Kemampuan Komunikasi

Tes yang digunakan diharapkan dapat mengukur kemampuan

komunikasi matematik siswa. Tes yang digunakan adalah tes tertulis

berbentuk uraian (subjektif) yang terbagi ke dalam dua macam tes,

yaitu pretes dan postes. Pretes yaitu tes yang dilakukan sebelum

perlakuan diberikan sedangkan postes yaitu tes yang diberikan

setelah perlakuan diberikan.

Pemberian skor tes komunikasi matematis berupa penyesuaian

dari Holistic Scoring Rubrics (Agisti, 2010: 40) disajikan dalam

Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis

Aspek Skor Keterangan

Written texts

4 Penjelasan konsep, idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis.

3 Penjelasan konsep, idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa.

2 Penjelasan konsep, idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal namun hanya sebagian yang benar.

1 Hanya sedikit dari penjelasan konsep, idea atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis yang benar.

0 Jawaban yang diberikan menunjukkan ketidakpahaman konsep.

(24)

3 Melukiskan diagram, gambar atau tabel secara lengkap namun ada sedikit kesalahan.

2 Melukiskan diagram, gambar atau tabel namun kurang lengkap dan benar.

1 Hanya sedikit dari diagram, gambar atau tabel yang benar.

0 Jawaban yang diberikan menunjukkan ketidakpahaman konsep.

Mathematical expressions

4 Membentuk persamaan aljabar atau model matematis, kemudian melakukan perhitungan secara lengkap dan benar.

3 Membentuk persamaan aljabar atau model matematis, kemudian melakukan perhitungan namun ada sedikit kesalahan.

2 Membentuk persamaan aljabar atau model matematis, kemudian melakukan perhitungan namun hanya sebagian yang benar dan lengkap. 1 Hanya sedikit dari persamaan aljabar atau model

matematis yang benar.

0 Jawaban yang diberikan menunjukkan ketidakpahaman konsep.

Melalui tes uraian, proses atau langkah-langkah penyelesaian

yang dilakukan dan ketelitian siswa dalam menjawab dapat teramati,

seperti yang diungkapkan oleh Suherman (1990: 95) bahwa

penyajian soal tipe subjektif dalam bentuk uraian mempunyai

beberapa kelebihan diantaranya, yaitu (1) hasil evaluasi lebih dapat

mencerminkan kemampuan siswa sebenarnya, (2) proses pengerjaan

tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena

tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik,

menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta

yang relevan.

(25)

(i) Uji Validitas

Suherman (2003 : 102) menyatakan bahwa suatu alat

evaluasi disebut valid apabila alat tersebut mampu mengevaluasi

apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu keabsahannya

tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam

melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi

disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu

yang dievaluasi itu. Untuk menghitung kevaliditasan empirik

suatu soal, dihitung dengan koefisien validitas ( ) dengan

mengunakan rumus (Suherman, 2003:121) :

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan:

: Koefisien korelasi antara nilai hasil ujian dan nilai ulangan

harian siswa

n : Banyak siswa

x : Nilai hasil ujian

y : Nilai ulangan harian siswa

Koefisien validitas ( ) diinterpretasikan dengan kriteria

(Suherman, 2003:113) seperti tercantum dalam Tabel 3.2 berikut

(26)

Tabel 3.2

Kriteria Validitas Instrumen

Koefisien Validitas ( ) Kriteria

0,90 Validitas sangat tinggi (sangat baik)

0,70 Validitas tinggi (baik)

0,40 Validitas sedang (cukup)

0,20 Validitas rendah (kurang)

0,00 Validitas sangat rendah (kurang)

Tidak valid

(ii) Uji Reliabilitas

Suherman (2003 : 131) menyatakan bahwa suatu alat

evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel jika hasil evaluasi

tersebut relatif tetap yang digunakan pada subjek yang sama.

Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi

mengalami perubahan yang tidak berarti (tidak signifikan) dan

bisa diabaikan. Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian

ini adalah soal tes tipe subjektif atau uraian, karena itu untuk

mencari koefisien reliabilitas ( ) digunakan rumus Alpha yang

dirumuskan (Suherman, 2003:154) sebagai berikut:

=

Keterangan:

(27)

: Varians skor total

Menurut Guilford (Suherman, 2003 : 139) koefisien

reliabilitas diiterpretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.3

berikut ini.

kelas biasanya terdiri dari ketiga kelompok tersebut. Daya

pembeda dari sebuah soal menyatakan seberapa jauh

kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi

yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang

tidak dapat menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah).

Dengan kata lain daya pembeda sebuah butir soal adalah

kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara testi

(siswa) yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa

yang bodoh. Untuk menentukan daya pembeda digunakan

rumus sebagai berikut:

(28)

Keterangan:

DP : Daya pembeda

̅ : Rata-rata skor siswa kelompok atas

̅ : Rata-rata skor siswa kelompok bawah

SMI: Skor Minimum Ideal

Kriteria yang digunakan untuk daya pembeda (Suherman,

2003:161) dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut ini.

Tabel 3.4

Kriteria Daya Pembeda

(iv) Uji Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan

bilangan yang disebut indeks kesukaran (Suherman, 2003 : 169).

Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval (kontinum)

0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran

mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut terlalu sukar,

sebaliknya soal dengan indeks kesukaran mendekati 1,00 berarti

soal tersebut terlalu mudah. Untuk mencari indeks kesukaran

Daya Pembeda (DP) Kriteria

DP 0,00 Sangat jelek

0,00 Jelek

0,20 Cukup

0,40 Baik

(29)

̅

Keterangan:

IK : Indeks kesukaran

̅ : Rata-rata skor tiap soal

SMI : Skor maksimum ideal

Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran, banyak

digunakan kriteria (Suherman, 2003:170) seperti yang terlihat

pada Tabel 3.5 berikut ini.

Tabel 3.5

Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 Soal sukar

0,30 Soal sedang

0,70 Soal mudah

IK = Soal terlalu mudah

2. Intrumen Data Kualitatif

a. Angket Respons Siswa

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini selain

dengan tes dilakukan juga pengumpulan data dengan non tes. Karena

kadang-kadang yang kita perlukan tidak bisa diperoleh melalui tes

(30)

angket. Instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui

tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, bahan ajar, dan guru

yang mengajar. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala

Likert. Ada dua jenis pernyataan dalam skala Likert yaitu pernyataan

positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Setiap

pernyataan memiliki empat alternatif pilihan, yaitu Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Jurnal Harian Siswa

Jurnal harian adalah karangan yang dibuat siswa pada akhir

pembelajaran yang berisi tanggapan siswa terhadap pembelajaran

yang telah berlangsung. Jurnal harian dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk mengetahui sikap, perasaan, dan respons siswa

terhadap pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe

Three-Step Interview. Jurnal harian ini sangat bermanfaat bagi

peneliti gunanya sebagai refleksi, yaitu untuk memperbaiki

pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

c. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Three-Step Interview atau tidak dan tujuan lain dari lembar observasi

adalah memperoleh data tentang aktivitas yang dilakukan guru dan

siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi

yang digunakan terdiri dari dua macam lembar observasi, yaitu

lembar observasi guru dan lembar observasi siswa. Lembar

observasi ini diisi oleh observer yang terdiri dari guru mata pelajaran

(31)

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, yaitu sebagai

berikut:

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan, yaitu:

a. Identifikasi masalah dan kajian pustaka

b. Menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.

c. Membuat rancangan penelitian.

d. Membuat instrumen penelitian.

e. Membuat RPP dan bahan ajar.

f. Melaksanakan perizinan.

g. Melakukan ujicoba instrumen penelitian.

h. Revisi instrumen tes jika terdapat kekurangan.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini, sebagai berikut:

a. Memberikan pretes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran di kedua kelas tersebut.

Pembelajaran yang dilakukan di kelas kontrol menggunakan

pembelajaran secara konvensional, sedangkan pembelajaran di kelas

eksperimen menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Three-Step

Interview.

c. Melakukan observasi kelas pada setiap pembelajaran, baik terhadap

guru, maupun siswa.

d. Memberikan jurnal harian pada setiap akhir pertemuan dan angket

skala sikap pada pertemuan terakhir kepada siswa untuk mengetahui

kesan dan respon siswa di kelas eksperimen terhadap pembelajaran

yang telah dilaksanakan.

(32)

3. Tahap Analisis Data

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pengolahan

data, yaitu sebagai berikut:

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan kualitatif

b. Membandingkan hasil tes secara deskriptif pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol

c. Melakukan analisis data kuantitatif secara statistik terhadap pretes

dan postes

d. Melakukan analisis data data kualitatif berupa angket, jurnal harian,

dan lembar observasi.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Pembuatan kesimpulan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Membuat kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh, yaitu

mengenai peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Membuat kesimpulan dari data kualitatif yang diperoleh, yaitu

mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe

Three-Step Interview.

F. Analisis Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara yakni dengan memberikan tes (pretes dan postes), pengisian angket, jurnal

harian, dan observasi. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam

jenis data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil

ujian siswa (pretes dan postes). Sementara itu data kualitatif meliputi data

hasil pengisian angket, jurnal harian, dan lembar observasi.

1. Analisis Data Kuantitatif

(33)

a. Analisis Data Pretes

Pengolahan data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol

masing-masing bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua

kelas, apakah kedua kelas itu mempunyai kemampuan yang setara

atau tidak. Untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelompok

tersebut menggunakan bantuan software SPPS (Statistical Product

and Service Solution) dengan menggunakan langkah – langkah

sebagai berikut:

(i) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil pretes,

terlebih dahulu dilakukan analisis deskriptif terhadap data yang

meliputi mean, variance, standar deviasi, minimun, maximum,

dan SMI (Skor Maksimal Ideal). Hal ini diperlukan sebagai

langkah awal dalam melakukan pengujian hipotesis.

(i) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah

distribusi data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol yang

diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau

tidak. Untuk melakukan uji normalitas, jika datanya kurang dari

30 maka digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov, namun

jika datanya lebih dari 30, digunakan uji statistik Shapiro-Wilk

dengan taraf signifikansi 5%. Jika kedua kelompok berdistribusi

normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji

homogenitas. Sedangkan jika tidak berdistribusi normal, maka

pengujian dilakukan dengan pengujian non-parametrik.

(ii) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji bahwa

setiap kelompok yang akan dibandingkan memiliki variansi

yang sama atau tidak. Jika kedua kelas tidak berdistribusi

normal, maka pengujian dilakukan dengan pengujian

(34)

(iii)Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui

apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sama. Untuk data yang

memenuhi asumsi normalitas dan homogenitas, maka

menggunakan uji t yaitu Independent Sample T-Test dengan

asumsi kedua varians homogen sedangkan untuk data yang

asumsi normalitas tetapi tidak homogen, maka pengujiannya menggunakan pengujian t’ yaitu Independent Sample T-Test dengan asumsi kedua varians tidak homogen. Untuk data yang

tidak memenuhi asumsi normalitas dan homogenitas maka

pengujiannya menggunakan uji non-parametrik.

b. Analisis Data Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa

Jika hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol

menunjukkan kemampuan yang sama (tidak berbeda secara

signifikan) maka data yang digunakan untuk mengetahui

peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa adalah data

postes, gain atau indeks gain, namun dalam penelitian ini akan

digunakan data postest. Jika hasil pretes kelas eksperimen dan kelas

kontrol menunjukan kemampuan yang berbeda secara signifikan

maka data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan komunikasi matematik siswa adalah data indeks gain.

Analisis data peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa

diperoleh dengan menggunakan rumus (N-Gain) menurut Meltzer &

Hake (Sriwiani, 2005 : 47) sebagai berikut.

(35)

Keterangan:

g : gain

Spre : skor pretes

Spos : skor postes

Smaks : skor maksimal

Tahapan yang dilakukan pada analisis data peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa ini adalah:

a) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil

postes, dilakukan terlebih dahulu perhitungan terhadap

deskriptif data yang meliputi mean, standar deviasi, median.

b) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah

distribusi data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol yang

diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau

tidak. Untuk melakukan uji normalitas, jika datanya kurang

dari 30 maka digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov,

namun jika datanya lebih dari 30, digunakan uji statistik

Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Jika kedua

kelompok berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan

dengan menguji homogenitas. Sedangkan jika tidak

berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan

pengujian non-parametrik.

c) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji bahwa

setiap kelompok yang akan dibandingkan memiliki variansi

yang sama atau tidak. Jika kedua kelas tidak berdistribusi

normal, maka pengujian dilakukan dengan pengujian

(36)

d) Uji perbedaan dua rata-rata

Jika data berasal dari distribusi normal dan homogen,

maka dilakukan uji t (independent sample test). Sedangkan

untuk data yang berasal dari distribusi normal tetapi tidak

homogen, maka pengujiannya menggunakan uji t’. Untuk data

yang berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal,

maka pengujiannya menggunakan uji non-parametrik (

Mann-Whitney).

c. Analisis Data Kualitas Peningkatan Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa

Dalam melihat kualitas peningkatan kemampuan komunikasi

matematis siswa, digunakan data indeks gain secara deskriptif

dengan kriteria tingkat gain menurut Hake (Sriwiani, 2005: 64) yang

disajikan pada Tabel 3.6 berikut ini.

Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Gain

Besarnya gain (g) Interpretasi

g 0,7 Tinggi

0,3 g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

2. Analisis Data Kualitatif

Data yang diperoleh dianalisis untuk menjawab hipotesis.

Langkah-langkah dalam menganalisis data kualitatif yang diperoleh

sebagai berikut:

a. Angket

(37)

negatif. Jenis angket yang diberikan merupakan angket tertutup,

maka data yang digunakan untuk mengolah hasil angket diperoleh

dari angket skala Likert. Kategori skala Likert (Suherman, 2013:191)

disajikan dalam Tabel 3.7 berikut ini.

Tabel 3.7

Kategori Skor Angket Skala Likert

Jenis Pernyataan

Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Skor siswa dihitung sesuai skor setiap pernyataan dari jawaban

yang dipilih kemudian dipersentasekan dengan menggunakan rumus

perhitungan persentase Hendro (dalam Rahmawati, 2002 : 18)

n : banyaknya responden (banyaknya siswa yang diteliti)

Selanjutnya dilakukan penafsiran dengan menggunakan

(38)

Tabel 3.8

Interpretasi Persentase Angket

Besar Persentase Tafsiran

Tidak ada

Sebagian kecil

Hampir setengahnya

Setengahnya

Sebagian besar

Pada umumnya

Seluruhnya

Dalam Suherman dan Kusumah (1990:237), data yang

diperoleh dapat dihitung nilai rata-ratanya dengan menggunakan

rumus sebagai berikut.

Keterangan:

X : rata-rata

W : nilai setiap kategori

F : jumlah siswa yang memilih setiap kategori

Skor total untuk setiap subjek dihitung dan dicari

rata-ratanya. Jika reratanya > 3, maka siswa merespon positif, jika

reratanya < 3, maka siswa merespon negatif, dan jika reratanya = 3,

(39)

b. Jurnal Harian

Jurnal ini diberikan secara rutin di akhir pembelajaran

kemudian dianalisis untuk mengetahui aktivitas siswa setelah

pembelajaran. Di akhir, data yang terkumpul ditulis dan dipisahkan

mana yang termasuk jurnal yang bersifat positif dan mana yang

bersifat negatif, sehingga dapat diketahui pendapat siswa terhadap

pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Three-Step Interview. Bagian terpenting dalam jurnal

harian siswa ini adalah pesan siswa selama proses pembelajaran, hal

tersebut dapat membantu untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya.

c. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan data pendukung yang

menggambarkan suasana pembelajaran matematika dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step

Interview. Data yang diperoleh dari lembar observasi mengenai

aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran, dianalisis dengan

(40)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat

pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step

Interview lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran konvensional.

2. Kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Three-Step Interview tergolong sedang. Sementara itu kualitas peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran

dengan model pembelajaran konvensional tergolong rendah.

3. Sebagian besar siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran

matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Three-Step Interview.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diperoleh,

penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Three-Step Interview disarankan untuk dijadikan salah satu

alternatif pembelajaran matematika di sekolah.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Three-Step Interview di

kelas sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa, disarankan memperhatikan kesesuaian alokasi waktu dengan

(41)

3. Bagi peneliti lanjutan disarankan menggunakan pembelajaran kooperatif

tipe Three-Step Interview ini untuk meningkatkan kemampuan matematis

lainnya atau pada jenjang lainnya.

4. Bagi peneliti lanjutan disarankan melakukan pembelajaran pra penelitian

terlebih dahulu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Agisti, N. S. (2010). Impelementasi Strategi Means-End Analysis untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa SMP dalam Komunikasi Matematis. Skripsi FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ansari, Bansu Irianto. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Siswa SMU Melalui Strategi TTW. Disertasi PPS UPI: Tidak diterbitkan.

BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakara: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

BNSP. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakara: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Fakhrudin. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Melalui Pembelajran dengan Pendekatan Open-Ended; Studi Eksperimen pada Salah SAtu SMP di Kota Semarang Jawa Tengah. Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitkan

Fatirul, Ahmad. (2008). Cooperative Learning. [Online] Tersedia: http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/2008/02/c00perative-learning.pdf. [11 Juni 2012].

Hakim, Nusirwan. (2011). Perbandingan Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Three-step interview pada Materi Analisis Rangkaian Arus Searah Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Cimahi . Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

(43)

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-Istiqomah, G.T.D. (2008). Implementasi Model Pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikas Matematis Siswa SMA. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Jacob, C. (2002). Matematika Sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau Pembelajaran. Tahun VIII, Edisi khusus, Juli 2002. Prosiding Konferensi Matematika XI UM Malang, Bagian I, Tahun VIII, Edisi Khusus, 378-382. Tidak diterbitkan.

Lipton, L., & Wellman, B. (1998). Three Step Interview. [Online]. Tersedia: http://its.guilford.k12.nc.us/act/strategies/three_step_interview.htm. [29 Januari 2013].

National Council of Teacher of Mathematics. (1989). Currculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.

Nuraeni, Eni. (2013). Penerapan Strategi Rotating Trio Exchange (RTE) Pada Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

PPPTK.(2011).Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS.

Rahmawati, N. (2002). Upaya Meningkatkan Minat dan Sikap Posotif siswa SLTP Kelas 1 terhadap Matematika melalui Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (RME). Laporan Penelitian. Bandung: UPI

Ruseffendi, E.T. (2001). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: CV.IKIP Semarang Press.

(44)

memaalui pendidikan matematika realistic. Disertasi pada PPS UPI. Bndung; tisak diterbitkan.

Solihin, A. (2011). Pengaruh Pendekatan Collaborative Problem Solving terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Sriwiani, Y. (2005). Penerapan Model Pembelajaran Interaktif dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama (Penelitian terhadap siswa kelas 2E-F SMPN 1 Batarujeg-Majalengka). Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan.

Suherman, dkk. (2001). Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA FPMIPA UPI.

Suherman, E, dkk. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hands Out Perkuliahan. Bandung: UPI. PT. Refika Aditama.

Sunartomb. (2009). Pengertian Metode Ekspositori. [Online]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/09/pengertian-metode-ekspositori/. [29 Januari 2013]

Suyitno, Amin. (2005). Matematika Sekolah 1. FMIPA UNNES. Semarang.

Gambar

Gambar berikut menunjukkan panjang sisi sebuah pekarangan rumah yang
gambar. Siswa ini juga dapat menuliskan luas dan keliling kolam ikan tetapi
Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.2 Kriteria Validitas Instrumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

BAGI WAJIB PAJAK YANG DIIZINKAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DALAM MATA UANG DOLLAR AMERIKA SERIKAT.

Pada mesin diesel, hanya udara yang dikompresikan dalam ruang bakar dan. dengan sendirinya udara tersebut terpanaskan, bahan bakar disuntikan ke

Untuk mengetahui pengaruh penambahan aditif FeMo terhadap sifat fisis. serbuk BaFe 12

Ukuran serbuk sekecil ini diperlukan agar komponen- komponen pembentuk bahan magnet dapat saling berdeposisi (bereaksi) ketika bahan mengalami pemanasan

Polychaeta pada kawasan mangrove muara sungai kali Lamong-pulau Galang memiliki komposisi spesies yang berbeda di setiap stasiun dan kedalaman substrat..

Sehingga para anggota rapat tidak perlu takut tidak ke bagian jalur transmisi karena dengan penambahan acces point tersebut daya tampung semakin besar, para anggota juga cukup duduk

Untuk masing-masing proses pentransferan da- ta menggunakan rumus pada proses perhitungannya, yaitu dengan cara membagi ukuran data dengan waktu transfer yang didapat.

dianggap tepat untuk menggambarkan mengenai keadaan di lapangan yaitu.. mengenai materi apa saja yang dipelajari pada kegiatan ekstrakurikuler seni. tari, bagaimana pelaksanaan