SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Diajukan oleh :
ERY FEBRINA 0913010147
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara)
SKRIPSI
Diajukan oleh :
ERY FEBRINA
0913010147
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara)
ARTIKEL
Diajukan oleh :
ERY FEBRINA
0913010147
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
:
DAlt 'SETEIAH DILAKUKAT-IN'YA
PEMERIKSAAIS
PAJAK
'"
(Studl Kasus Pada l(antor Pelayanan Pqiak Pratama SldoarJo Utaraf
Disusun {f,leh
:
ERY FEIsRINA
0 9 ' t 3 0 1 0 1 4 7 / F E / E A
Telah dipertahankan
dihadapan
dan diterlma
oleh Tim Penguji
Sikripsi
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas
Pemlrangunan
Nasional "Veteran" Jawa Timur
PadE
tanggal : 3l Mei 2013
Pembimblng
:
Pembimbing
.tltama
Sekretaris / /
-,flJ
\ - / 'Dra. Ec. Sri HasJutj.
f{!,.Si
Mengetahui,
Dekan Falrultas
Ekonomi
Ev
Universitas
Pembangunan
Naeional
'r[sfsJ36" Jawa Timur
-^+nAdill---..
Tim Penguli
19630924
X98903
f001
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan judul
“PERBEDAAN KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKANNYA PEMERIKSAAN PAJAK (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo Utara)” Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
Skripsi ini dapat diselesaikan tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung, memberikan
dorongan, nasehat serta bimbingan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Dr. Hero Priono, SE, M.SI, AK selaku Ketua Program Studi
Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Ibu Dra. Ec. Sri Hastuti, M.SI selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar
memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan
mengarahkan penulis demi kesempurnaan penyusunan skripsi.
penulisan skripsi ini.
8. Seluruh karyawan KPP Pratama Sidoarjo Utara yang telah banyak
membantu menyediakan data – data yang diperlukan dalam penulisan
skripsi ini.
9. Keluarga saya, Papa, Mama, Adik Early dan Adik Ervy penulis yang selalu
memberikan doa dan dukungannya kepada penulis serta memovitasi penulis
tanpa putus asa.
10. Geng 16 (Ajeng, Octaria, Siti, Anggun, Mario, Amarus, Defry, Bagus,
Rio, Rizky, Dedy, Riza, Andika, Gofur, Soleh) dan seluruh mahasiswa
akuntansi yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis
serta memotivasi penulis tanpa putus asa.
Penulis berharap semoga Allah SWT selalu berkenan melimpahkan
Rahmat-Nya kepada semua pihak atas bantuan yang telah diberikan. Penulis juga
menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari kesempurnaan. Dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak untuk penyempurnaan skripsi ini sehingga dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membacanya.
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI………... iii
DAFTAR TABEL ………... vii
DAFTAR GAMBAR ……… viii
DAFTAR LAMPIRAN ………... ix
ABSTRAK ……….. xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ………... 1
1.2 PerumusanMasalah ……… 6
1.3 TujuanPenelitian ……… 6
1.4 ManfaatPenelitian ………. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HasilPenelitianTerdahulu ………. 8
2.2 LandasanTeori ……….. 16
2.2.1 Pajak ……….. 16
2.2.1.1 PengertianPajak ……… 16
2.2.1.2 FungsiPajak ………. 18
2.2.2 PajakPenghasilan ………. 19
2.2.2.1 PengertianPajakPenghasilan ………... 20
2.2.3 PajakPenghasilanPasal 21 ………... 20
2.2.3.1 PemotongPajakPenghasilanPasal 21 ………. 21
2.2.3.2 SubyekPajakPenghasilanPasal 21 …………. 23
2.2.4.1 Batas WaktuPenyetorandanPelaporanPPh
Pasal 25 ………..……… 31
2.2.5 PemeriksaanPajak ………. 31
2.2.5.1 PengertianPemeriksaanPajak ……… 31
2.2.5.2 RuangLingkupPemeriksaanPajak …………... 32
2.2.5.3 JenisPemeriksaanPajak ……… 34
2.2.6 KepatuhanWajibPajak ………. 36
2.2.6.1 PengertianKepatuhanWajibPajak …………... 36
2.2.6.2 KriteriaWajibPajakPatuh ………... 38
2.2.6.3 JenisKepatuhanWajibPajak ……… 39
2.3 KerangkaPenelitian ………....40
2.4 Hipotesis ………. 44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 MetodePenelitian………... 44
3.2 ObjekPenelitian ……… 45
3.3 PopulasidanTeknik Sampling………..………... 46
3.3.1 Populasi ………... 46
3.3.2 JumlahSampel ……… 46
3.4 OperasionalisasiVariabel ………. 47
3.5 TeknikPengumpulan Data ……….. 49
3.5.1JenisdanSumber Data ………49
3.5.2PengumpulanData ………... .. 50
3.6 TeknikAnalisisdanUjiHipotesis ………. 50
3.4.1TeknisAnalisis ………... 50
4.1 DeskripsiObjekPenelitian ………. 52
4.1.1Sejarah Kantor ……….. 52
4.1.2Visi, Misi, danTujuan DJP ………... 52
4.1.2.1 Visi ……… 52
4.1.2.2 Misi ……… 53
4.1.2.3 Tujuan DJP ……….... 53
4.1.3Lokasi Kantor ……… 53
4.1.4Wilayah Kerja ……….... 54
4.1.5GambaranSektor Usaha ………...…. 55
4.1.6StrukturOrganisasi ………...…. 57
4.1.7StrukturOrganisasi di KPP PratamaSidoarjo Utara ...… 61
4.2 DeskripsiHasilPenelitian ………... 62
4.2.1Kepatuhan Formal WajibPajakDalam MemenuhiKewajibannyaMenyetorkan PPH 25 dan PPH 21 ……….... 62
4.2.2Kepatuhan Formal WajibPajakDalam MemenuhiKewajibannyaMelaporkan PPH 25 Dan PPH 21 ……….… 64
4.3 UjiHasilPenelitian ……….. 67
4.3.1 PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalam MemenuhiKewajibannyaMenyetorkan PPH 21 Sebelum Dan SesudahDilaksanakan Pemeriksaan ……….………67
Sebelum Dan SesudahDilaksanakan
Pemeriksaan ………..…70
4.3.4 PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalam
MemenuhiKewajibannyaMelaporkan PPH 25
Sebelum Dan SesudahDilaksanakan
Pemeriksaan ………..……. 72
4.4 Pembahasan ………. 74
4.4.1Implikasi ………74
4.4.2PersamaandanPerbedaanPenelitianSekarang
DenganPenelitianTerdahulu ………..….. 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ………... 80
5.2 Saran ………. 81
Tabel 1 KontribusiPerJenisPajakPadaPenerimaan Negara …………. 2
Tabel 2 KepatuhanMenyetorkan PPH 21 ……….... 62
Tabel 3 KepatuhanMenyetorkan PPH 25 ……… 63
Tabel 4 KepatuhanMelaporkan PPH 21 ……….. 64
Tabel 5 KepatuhanMelaporkan PPH 25 ……… 65
Tabel 6 TabulasiSilangMenyetorkan PPH 21 Sebelumdan SesudahAdanyaPemeriksaan ……….………... 67
Tabel 7 McNemar Test (Menyetorkan PPH 21) ………... 68
Tabel 8 TabulasiSilangMelaporkan PPH 21 SebelumdanSesudah AdanyaPemeriksaan ………..………. 69
Tabel 9 McNemar Test (MelaporkanPPh 21) ………. 69
Tabel 10 TabulasiSilangMenyetorkan PPH 25 Sebelumdan SesudahAdanyaPemeriksaan………..……... 71
Tabel 11 McNemar Test (MenyetorkanPPh 25) ………... 71
Tabel 12 TabulasiSilangMelaporkan PPH 25 SebelumdanSesudah AdanyaPemeriksaan ………..……… 72
Tabel 13 McNemar Test ( Melaporkan PPH 25) ………..…………. 73
Gambar 1 KerangkaPikir ……… 43
Gambar 2 PetaAdministrasiKabupatenSidoarjo ………. 54
Gambar 3 StrukturOrganisasi di KPP PratamaSidoarjo Utara ………....61
Gambar 4 KepatuhanMenyetorkan PPH 21 ……….. 62
Gambar 5 KepatuhanMenyetorkan PPH 25 ……….. 63
Gambar 6 KepatuhanMelaporkan PPH 21 ……… 65
Lampiran 1 Data PenelitianTentangPenyetoran PPH Pasal 21
Lampiran 2 Data PenelitianTentangPenyetoran PPH Pasal 25
Lampiran 3 Data PenelitianTentangPelaporan PPH Pasal 21
Lampiran 4 Data PenelitianTentangPelaporan PPH Pasal 25
Lampiran 5
PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM
enyetorkan PPH 21 Sebelum Dan
SesudahDilaksanakanPemeriksaan
Lampiran 6
PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM
elaporkan PPH 21 Sebelum Dan SesudahDilaksanakanPemeriksaan
Lampiran 7
PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM
enyetorkan PPH 25 Sebelum Dan
SesudahDilaksanakanPemeriksaan
Lampiran 8
PerbedaanKepatuhanWajibPajakDalamMemenuhiKewajibannyaM
elaporkan PPH 25 Sebelum Dan SesudahDilaksanakanPemeriksaan
Oleh : EryFebrina ABSTRAK
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara yang begitu penting untuk melaksanakan dan meningkatkan pembangunan Nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat seluruh Indonesia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kepatuhan wajib pajak dalam melakukan penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 dan 25.
Populasi penelitian ini adalah Wajib Pajak Badan yang telah selesai dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tahun 2010 dan 2011 sejumlah 956 Wajib Pajak Badan, dan sampel yang digunakan sebanyak 90 Wajib Pajak Badan dengan pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling. Metode analisis data dengan menggunakan McNemar Test, dan perhitungan statistiK dengan menggunakan program SPSS versi 16.0.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada KPP Pratama Sidoarjo Utara adalah tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya menyetorkan PPH 21 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan PPH 21 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, tidak ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya menyetorkan PPH 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan, ada perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan PPH 25 sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan.
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi
negara yang begitu penting untuk melaksanakan dan meningkatkan
pembangunan Nasional untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
bagi masyarakat seluruh Indonesia. Selain memiliki fungsi budgeter yaitu
pajak merupakan salah satu penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran baik rutin maupun pembangunan, pajak juga memiliki fungsi
regulerend yaitu sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (Siti Resmi, 2008:3). Karena
itu peran dari pajak sendiri harus ditingkatkan lagi, demi tercapainya target
penerimaan pajak. Penggunaan pajak sendiri digunakan mulai untuk belanja
pegawai, pendanaan di berbagai investasi barang publik yang merupakan
tanggung jawab pemerintah, serta digunakan untuk pembiayaan dalam
rangka memberikan rasa aman bagi seluruh masyarakat (Siti Resmi, 2003:
2). Dari kedua fungsi tersebut, baik budgeter dan regulerend, pada dasarnya
pemerintah menegaskan peran penting pajak, baik sebagai alat penerimaan
Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara
untuk mendanai pembangunan nasional adalah Pajak Penghasilan (PPh).
Dapat dilihat di kontribusi per jenis pajak pada penerimaan negara yang
bersumber pada KPP Pratama Sidoarjo Utara di bawah ini :
Tabel 1.1
Kontribusi per Jenis Pajak Pada Penerimaan Negara
Tahun Pajak
Jenis Penerimaan Pajak
PPh Non Migas PPN dan
PPnBM PBB
Pajak Lainnya 2010 115.103.349.826 149.317.503.815 46.016.889.794 271.643.443
2011 183.220.184.858 219.869.220.274 49.609.620.247 94.216.508
Sumber : KPP Pratama Sidoarjo Utara
PPh menempati urutan kedua setelah PPN dan PPnBM sebagai jenis
pajak terbesar dalam penerimaan pajak di Indonesia. Sampai saat ini
keberadaan PPh kedudukannya penting bagi penerimaan Negara.
(KPP:2013)
Dalam pelaksanaan pemungutan PPh, pada tahun 1984 sistem
perpajakan di Indonesia mengalami reformasi dengan ditetapkannya
Undang – undang perpajakan. Sejak adanya peraturan baru tersebut, Wajib
Pajak diperkenalkan dengan self assessment system, yaitu setiap Wajib
Pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung,
menyetor, dan melaporkan,pajaknya sendiri. Sehingga fiskus hanya bertugas
masyarakat yang membutuhkan. Karena itu diperlukan kesadaran dan
kepatuhan dari Wajib Pajak itu sendiri untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di
Indonesia.
Sistem self assessment memungkinkan adanya potensi wajib pajak
tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik akibat kelalaian,
kesengajaan, atau ketidaktahuan para Wajib Pajak atas kewajiban
perpajakannya. Self assessment system akan berdampak positif pada
penerimaan negara jika diimbangi dengan tingkat kepatuhan dari Wajib
Pajak itu sendiri.
Data menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia
masih rendah karena jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Sidoarjo
Utara pada tahun 2010 sebanyak 66.076 Wajib Pajak dan pada tahun 2011
sebanyak 77.233 Wajib Pajak. Sedangkan Wajib Pajak yang melaporkan
pajak terutangnya pada tahun 2011 sebanyak 24.557 Wajib Pajak Orang
Pribadi dan 2.352 Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak yang melaporkan
pajak terutangnya pada tahun 2010 sebanyak 29.020 Wajib Pajak Orang
Pribadi dan 2.053 Wajib Pajak Badan. Dengan demikian diantara semua
yang Wajib Pajak yang terdaftar, pada tahun 2010 yang melaporkan hanya
47% dan tahun 2011 yang melaporkan hanya 35%. Terdapat perbedaan
yang signifikan antara hasil perhitungan pajak PPh yang harus disetorkan
pemeriksaan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang
dikeluarkan pemeriksa yaitu sebanyak 470 buah dan tahun 2011 sebanyak
770 buah (Sumber: Aplikasi Laporan Pemeriksaan Pajak). Hal ini dapat
menunjukkan bahwa masih banyak Wajib Pajak yang kurang patuh dalam
membayar dan melaporkan pajaknya secara jujur. (KPP:2013)
Melihat fenomena ini sudah sepantasnya tingkat pengawasan atau
penegakan hukum dilakukan, agar pelaksanaan self assessment system ini
dapat berjalan secara efektif. Dengan adanya kepercayaan yang besar dari
pemerintah kepada Wajib Pajak untuk menghitung sendiri pajak yang harus
dibayar, maka sudah selayaknya kepercayaan itu diimbangi dengan upaya
penegakkan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan Wajib Pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya (Siti Kurnia Rahayu,
2010:261).
Upaya penegakkan hukum yang dilakukan oleh fiskus untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya penyelewengan oleh Wajib Pajak
yang telah diberikan kepercayaan melalui self assessment system adalah
dengan dilaksanakannya pemeriksaan pajak atau penyidikan pajak dan
penagihan pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:261). Pemeriksaan pajak adalah
serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan (Anang Mury
Kurniawan:3)
Agar dapat menghasilkan pemeriksaan yang efisien dan berhasil guna,
perlu situasi dimana pemeriksa dapat menjalankan tugas pemeriksaannya
dengan baik dan dilain pihak Wajib Pajak merasa hak - haknya diperhatikan.
Salah satu bentuk peran positif Wajib Pajak adalah sikap keterbukaan Wajib
Pajak. Keterbukaan tersebut diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan
pembukuan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sesungguhnya.
Sehubungan dengan hal diatas, maka pemeriksa pajak dalam
melaksanakan tugas pengawasan dan pemeriksaan perlu didukung oleh
faktor penunjang, salah satunya adalah menerapkan langkah strategi
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Karena tujuan utama dari
pemeriksaan pajak adalah meningkatkan kepatuhan, sehingga dengan sistem
yang memenuhi standar tersebut dapat berdampak langsung pada
peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak (Anang Mury
Kurniawan:4).
Berdasarkan uraian diatas yang telah peneliti jelaskan, maka peneliti
tertarik untuk mengambil judul “PERBEDAAN KEPATUHAN
FORMAL WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SETELAH
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan
penyetoran pajak antara sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan
pajak ?
2. Apakah ada perbedaan kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan
pelaporan pajak antara sebelum dan sesudah dilakukannya pemeriksaan
pajak ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian ini agar dapat mengetahui dan
menguji secara empiris perbedaan kepatuhan formal pelaporan dan
penyetoran Wajib Pajak sebelum dan setelah dilaksanakannya pemeriksaan
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan wawasan dan
gambaran serta penerapan teori yang telah penulis terima selama
kuliah mengenai perpajakan.
2. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan sebagai
informasi bahan pembanding bagi peneliti lain yang ingin membahas
masalah ini kepada Universitas Pembagunan National “Veteran” Jawa
Timur pada umumnya dan Fakultas Ekonomi khususnya.
3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sehubungan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Sebelum penulisan skripsi ini dilakukan telah ada penelitian yang
serupa menyangkut kepatuhan wajib pajak. Pada bagian ini dibahas hal –
hal yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan sehingga
dapat diketahui persamaan dan perbedaannya.
1. Yuyun Yuningsih (2010)
Judul Penelitian :
Analisis Atas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Wilayah Kota Bandung.
Rumusan Masalah :
- Bagaimana pemeriksaan pajak pada KPP Pratama di wilayah Kota
Bandung ?
- Bagaimana kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama di
wilayah Kota Bandung ?
- Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib
Kesimpulan :
- Pemeriksaan Pajak untuk keseluruhan KPP Pratama di wilayah Kota
Bandung dikatakan baik hal tersebut terlihat dari tahapan persiapan
pemeriksaan mencapai 80,4 %, tahapan pelaksanaan pemeriksaan
mencapai 85,7 % dan tahapan pelaporan mencapai 76,9 %.
- Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama yang ada
di Kota Bandung secara keseluruhan masih rendah secara
keseluruhan tingkat kepatuhan Wajib Pajak hanya mencapai 47,65 %.
Artinya hanya 47,65 % Wajib Pajak Badan yang ada di KPP Pratama
yang ada di Kota Bandung memenuhi kewajiban perpajakan sesuai
dengan Undang – Undang perpajakan dan masih 52,35 % dari Wajib
Pajak belum patuh dalam menjalankan kewajibannya sesuai dengan
Undang – Undang perpajakan.
- Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terbukti bahwa pemeriksaan
pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan Wajib
Pajak Badan pada KPP Pratama di wilayah Kota Bandung sebesar
94,3 %, sedangkan sisanya sebesar 5,67 % dipengaruhi oleh faktor
lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.
2. Yani Nurlaila (2010)
Judul Penelitian :
Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Penerimaan
Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Sukabumi).
Rumusan Masalah :
- Apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan berpengaruh positif
terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada KPP Pratama
Sukabumi ?
- Bagaimanakah pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan
terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dengan diperkuat oleh
pemeriksaan pajak sebagai variabel moderasi pada KPP Pratama
Sukabumi ?
Kesimpulan :
- Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan berpengaruh positif terhadap
penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada KPP Pratama Sukabumi.
Dengan demikian, semakin patuh Wajib Pajak Badan melaporkan dan
melunasi kewajiban perpajakannya maka penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai pada KPP akan meningkat.
- Pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap peningkatan
penerimaan pajak pada KPP Pratama Sukabumi tidak diperkuat
dengan adanya pemeriksaan pajak sebagai variabel moderasi. Hal
tersebut disebabkan karena, personil fungsional / pemeriksa pajak
belum optimal dalam melakukan proses pemeriksaan dan atau ikut
kewajiban perpajakan Wajib Pajak setelah dilakukannya
pemeriksaan. Selain itu, perencanaan pemeriksaan belum didukung
pengujian dan pengevaluasian informasi, serta penyampaian Laporan
Hasil Pemeriksaan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan dilaksanakan
dengan sebaik – baiknya, sehingga menghasilkan informasi yang
handal dan dapat dipercaya. Informasi tersebut dapat dijadikan
sebagai acuan para Wajib Pajak dalam menindaklanjuti hasil temuan
pemeriksaan pajak berdasarkan saran – saran yang direkomendasikan
oleh staf pemeriksa pajak. Dengan demikian, dapat meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak.
3. Ervina Krisbianto (2007)
Judul Penelitian :
Efektivitas Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Meningkatkan
Penerimaan Negara Dari Sektor Pajak (Studi Kasus Pada Kantor
Pelayanan Pajak Tulungagung).
Rumusan Masalah :
- Sejauhmana efektivitas pelaksanaan pemeriksaan untuk
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak khususnya PPh
Orang Pribadi di KPP Tulungagung ?
- Faktor – faktor apa yang mendukung pelaksanaan pemeriksaan,
faktor – faktor penghambat apa yang dihadapi KPP Tulungagung
dilakukan KPP Tulungagung dalam mengatasi hambatan – hambatan
tersebut ?
Kesimpulan :
- Hasil penghitungan efektivitas dari segi penyelesaian yang dihitung
berdasarkan pada penerbitan dan realisasi Surat Perintah Pemeriksaan
Pajak (SP3) yang selesai, dimana tahun 2004 - 2006 mempunyai
tingkat efektivitas yang sama yaitu termasuk dalam kriteria efektif
dengan prosentase 100 %.
- Hasil penghitungan efektivitas dari segi penyelesaian penerimaan atas
hasil pemeriksaan yang dihitung berdasarkan target dan realisasi
ketetapan pemeriksaan, dimana tahun 2005 mempunyai efektivitas
sebesar 102,7 % yang termasuk dalam kriteria sangat efektif.
Sedangkan tahun 2006 mempunyai efektivitas sebesar 106.1 % yang
termasuk dalam kriteria sangat efektif. Karena adanya kerjasama
yang kooperatif antara petugas pemeriksa dengan Wajib Pajak baik
yang mempunyai penghasilan besar, menengah, dan kecil. Mereka
memiliki tingkat kesadaran dan kepatuhan yang relatif tinggi
mengenai kewajiban perpajakannya.
- Penyelesaian SP3 bisa berhasil karena KPP Tulungagung selalu bisa
menyelesaikan SP3 dalam jangka waktu yang telah ditentukan yaitu
satu tahun, makanya tidak ada penumpukan SP3 tahun sebelumnya
Pajak kooperatif dalam melaksanakan pemeriksaan pajak sehingga
tidak ada kesulitan yang terlalu mengkhawatirkan pemeriksa. Itu
berarti kinerja dari KPP Tulungagung sudah baik sekali karena bisa
memenuhi target yang telah ditentukan, dan sebaiknya KPP
Tulungagung bisa mempertahankan hal tersebut.
- Adapun faktor - faktor pendukung secara internal dalam pelaksanaan
pemeriksaan yaitu dengan : Informasi tentang Wajib Pajak yang jelas,
karena ada jaringan yang menghubungkan KPP satu dengan KPP
lainnya di seluruh Indonesia, setiap instansi sudah mengirimkan data
tiap bulan secara online karena adanya Sistem Informasi Perpajakan
(SIP) sehingga pekerjaan KPP Tulungagung lebih cepat dan efisien.
- Adapun faktor - faktor pendukung yang mempengaruhi secara
eksternal dalam pelaksanaan pemeriksaan yaitu dengan : adanya
kesadaran yang relatif tinggi dan itikad yang baik dari Wajib Pajak
yang ditunjukkkan melalui kepatuhan dan ketepatan waktu dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya, serta sikap kooperatif yang
ditunjukkan dalam proses pemeriksaan yaitu dengan
memperbolehkan pemeriksa masuk kedalam ruangan yang dianggap
penting untuk mendukung pelaksanaan pemeriksaan, mau
meminjamkan catatan / dokumen / buku kepada petugas pemeriksa ,
memberikan keterangan kepada pemeriksa secara jelas baik lisan
- Adapun faktor - faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan
pemeriksaan yang bersifat internal maupun eksternal, yaitu : jumlah
pemeriksa yang kurang, yaitu tahun 2004 sebanyak 6 orang, tahun
2005 sebanyak 3 orang, tahun 2006 sebanyak 3 orang, dan tingkat
pengetahuan WP yang kurang tentang pajak, terlebih masih
banyaknya WP yang tidak bisa menghitung, memperhitungkan,
melapor, dan menyetorkan sendiri kewajiban perpajakannya.
- Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh KPP Tulungagung dalam
mengatasi masalah tersebut, yaitu : prosedur pemeriksaan yang tidak
berbelit - belit, dilakukan perpanjangan dalam menyelesaikan
kewajiban perpajakannya, dan ketetapan secara jabatan. Maksudnya
pada saat SPT masuk harus dilengkapi dengan data pendukung,
membuat surat edaran, dan jika WP mengajukan keberatan harus
dilengkapi dengan bukti - bukti pendukung yang lengkap dan dapat
dibuktikan kebenarannya.
4. Dwi Rahayu (2010)
Judul Penelitian :
Analisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Selatan.
Rumusan Masalah :
- Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban formal pelaporan dan
- Bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban material pengisian Surat
Pemberitahuan Pajak ?
Kesimpulan :
- Tindakan pemeriksaan memiliki pengaruh terhadap peningkatan
kepatuhan kewajiban formal pelaporan PPh Pasal 25 Wajib Pajak di
KPP Pratama Semarang Selatan. Hal ini ditunjukan nilai p=0.032
lebih kecil daripada α = 0.05 sehingga hasil hipotesis menerima H1.
- Tindakan pemeriksaan memiliki pengaruh terhadap peningkatan
kepatuhan kewajiban formal pelaporan PPh Pasal 21 Wajib Pajak di
KPP Pratama Semarang Selatan. Hal ini ditunjukan dengan hasil
pengujian hipotesis nilai p=0.006 lebih kecil daripada α =0.05,
sehingga H2 diterima.
- Pemeriksaan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan kewajiban
formal penyetoran PPh Pasal 25 Wajib Pajak di KPP Pratama
Semarang Selatan. Hal ini ditunjukan dengan hasil pengujian
hipotesis nilai p=0.032 lebih kecil daripada α=0.05 , sehingga H3
diterima.
- Tindakan pemeriksaan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan
kewajiban formal penyetoran PPh Pasal 21 Wajib Pajak di KPP
hipotesis nilai p=0.004 lebih kecil dari α = 0.05, sehingga H4
diterima.
- Tindakan pemeriksaan berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan
material Wajib Pajak di KPP Pratama Semarang Selatan.Hal ini
ditunjukan dengan hasil pengujian hipotesis Nilai p =0.034 lebih
kecil daripada 0.05, sehingga H5 diterima yang menerima H5.
Kondisi tersebut didukung dengan peningkatan rata - rata persentase
penghasilan neto fiskal terhadap peredaran usaha Wajib pajak setelah
dilakukan pemeriksaan sebesar 0,68%.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pajak
2.2.1.1 Pengertian Pajak
Pemerintah melaksanakan pembangunan nasional yang terus
– menerus dan berkesinambungan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat
merealisasikan tujuannya, pemerintah perlu banyak memperhatikan
masalah pembiayaan pembangunan yang memadai. Dana yang
digunakan salah satunya berasal dari penerimaan kas negara dalam
bentuk pajak.
Sebagai bahan pembanding, penulis akan memberikan
beberapa definisi mengenai pajak itu sendiri. Banyak para ahli yang
definisi tersebut memiliki inti dan tujuan yang sama. Di bawah ini
definisi pajak menurut beberapa ahli perpajakan.
Adapun definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani yang
telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, S.H (1991)
adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan
– peraturan, dengan tidak mendapat prestasi – kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung
dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”
(Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2002:4).
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
adalah sebagai berikut :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum” (Mardiasmo, 2009:1).
Sedangkan definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat adalah
sebagai berikut :
“Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari
kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada
jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk
memelihara kesejahteraan secara umum” (Siti Resmi, 2008:1)
Dapat dilihat dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa pajak adalah pungutan resmi dari pemerintah yang
berdasarkan Undang – Undang dengan menyerahkan sebagian dari
kekayaannya ke kas negara dan dapat dipaksakan dengan tidak
mendapatkan jasa timbal balik secara langsung yang digunakan
untuk membiayai pembangunan nasional dan memelihara
kesejahteraan umum.
2.2.1.2 Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:1) pajak memiliki dua fungsi,
yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran – pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
Menurut Siti Resmi (2008:3) pajak mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah
untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan.
2. Fungsi Regulerend (Pengatur)
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan – tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
2.2.2 Pajak Penghasilan
Pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya
tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang
dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi
sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan.
Undang – Undang Perpajakan yang mengatur Pajak Penghasilan
(PPh) sejak 1 Januari 1984 adalah UU No. 7 Tahun 1983. Sebelum tahun
1983, pengenaan Pajak Penghasilan diistilahkan dengan nama : Pajak
Perseroan (Ord. PPs 1925), Pajak Kekayaan (Stb. 1932), Pajak
Pendapatan (Ord. PPd 1944), dan Pajak Penjualan (UU No. 19 Drt. Th.
2.2.2.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)
Undang – Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur
pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan
dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak.
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu
Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa
keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
(Ervina, 2007)
2.2.3 Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
2.2.3.1 Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Yang termasuk pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu :
1. Pemberi kerja.
Yang termasuk pemberi kerja adalah orang pribadi atau badan,
baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit
yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah.
Yang termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah
Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah, lembaga – lembaga negara
lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri,
yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun, dana penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja,
dan badan – badan lain yang membayar uang pensiun dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar
honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas
dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk
dan atas nama persekutuannya.
5. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar
honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
denga kegiatan, jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan
status Wajib Pajak luar negeri.
6. Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejehteraan, rumah
sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga,
kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk
apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji,
upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi.
7. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang
membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta
pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.
8. Penyelenggara kegiatan.
Termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional
dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga
lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar
kepada Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.
Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai
kewajiban untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal
21 adalah :
1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Organisasi – organisasi internasional yang telah ditetapkan
oleh Menteri Keuangan.
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang semata – mata
mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
2.2.3.2 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21 adalah :
1. Pegawai.
Yaitu setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan
berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik
tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli
warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan jasa, atau kegiatan, antara lain
meliputi :
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri
dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris,
penilai, dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak,
bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara,
kru film, foto model, peragawan / peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan
moderator.
e. Pengarang, peneliti, dan penertjemah.
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik
computer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi
jasa kepada suatu kepanitiaan.
g. Agen iklan.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau
yang menjadi perantara.
j. Petugas dinas luar asuransi.
k. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct
selling dan kegiatan sejenis lainnya.
4. Penerima upah.
Yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah
mingguan, upah borongan, atau upah satuan.
5. Peserta yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan,
antara lain meliputi :
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain
perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau
kunjungan kerja.
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu.
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
e. Peserta kegiatan lainnya.
Yang tidak termasuk dalam penerima penghasilan yang
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain
dai negara asing, dan orang – orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara
yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan di Indonesia.
2.2.3.3 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
adalah sebagai berikut :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik
berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun
secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain
sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas,
berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada buka pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,
uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
a. Bukan Wajib Pajak.
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
Adapun penghasilan yang tidak dipotong Pajak penghasilan
Pasal 21 adalah :
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan
asuransi bea siswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang
diberikan, kecuali penerimaan dalam bentuk natura dan
kenikmatan lainnya.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran
jaminan hari tua kepada badan penelenggara Jamsostek yang
dibayar oleh pemberi kerja.
4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah.
5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.
6. Penghasilan yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil
golongan II D dan anggota TNI/Polri berpangkat Pembantu
Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke
bawah yang dibebankan kepada keuangan negara atau
keuangan daerah berupa honorarium dan imbalan lain dengan
7. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah.
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
bersifat final adalah :
1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri keuangan dan
Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja.
2. Uang pesangon.
3. Hadiah dan penghargaan perlombaan.
4. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja
barang dan petugas dinas luar asuransi.
5. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan
nama apapun yang diterima oleh pejabat negara, pegawai
negeri sipil, anggota TNI/Polri yang sumber dananya berasal
dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang
dibayarkan oleh pegawai negeri sipil golongan II D kebawah
dan anggota TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu ke
2.2.3.4 Batas Waktu Penyetoran Dan Pelaporan PPh Pasal 21
Adapun batasan waktu penyetoran dan pelaporan PPh Pasal
21, yaitu :
1. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
harus disetorkan atau dibayarkan selambat – lambatnya tanggal
10 (sepuluh) bulan berikutnya setekah masa pajak berakhir.
2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat
Pemberitahuan selambat – lambatnya 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.
2.2.4 Pajak Penghasilan Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam
tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 tersebut dapat
dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam
2.2.4.1 Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25
Batasan waktu dalam menyetorkan dan melaporkan Pajak
Penghasilan Pasal 25 adalah :
1. Pajak Penghasilan Pasal 25 harus disetorkan atau dibayarkan
selambat – lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa selambat – lambatnya 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.
2.2.5 Pemeriksaan Pajak
2.2.5.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun
dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
2.2.5.2 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak dapat dibedakan berdasarkan pada ruang
lingkup cakupannya, yaitu :
1. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan
terhadap Wajib Pajak di tempat kedudukan / kantor, tempat
usaha (pabrik), atau pun pekerjaan bebas, domisili atau tempat
tinggal. Pemeriksaan Lapangan dapat meliputi 1 jenis pajak
atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun –
tahun sebelumnya. Pemeriksaan Lapangan dibedakan menjadi:
a. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk 1 atau lebih jenis pajak secara
terkordinasi antar seksi.
Terkordinasi antara fungsional dan Account Representative di kantor unit pelaksana pemeriksa.
Dalam tahun berjalan atau tahun – tahun sebelumnya.
Menggunakan teknik pemeriksaan yang dianggap perlu menurut keadaan tujuan pemeriksaan.
b. Pemeriksaan Lengkap
Dilakukan satu atau lebih jenis pemeriksaan.
KSO (Kerja Sama Operasi).
Teknik yang lazim dalam pemeriksaan.
Jangka waktu pemeriksaan dalam pemeriksaan adalah 4 bulan
sejak terbit Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sampai dengan
tanggal Lapangan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan dapat
diperpanjang menjadi 8 bulan.
2. Pemeriksaan Kantor
Pemeriksaan Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan
terhadap Wajib Pajak dikantor unit pemeriksaan (Direktorat
Jenderal Pajak). Jangka waktu pemeriksaan kantor adalah 3
bulan sejak Wajib Pajak harus datang memenuhi panggilan
sampai dengan tanggal Lapangan Hasil Pemeriksaan (LHP)
dan dapat diperpanjang menjadi 6 bulan. Mekanisme
perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dalam hal kondisi
regular dan adanya indikasi transfer pricing :
a. Perpanjangan hanya bisa dilakukan 1 kali.
b. Dilakukan dengan surat pemberitahuan perpanjangan
pemeriksaan.
c. Surat pemberitahuan tersebut dapat disampaikan secara
manual atau surat biasa atau melalui elektronik (email).
d. Memperhatikan jangka waktu Surat Pemberitahuan Lebih
e. Surat pemberitahuan maksimal disampaikan 1 minggu
sebelum berakhirnya jangka waktu.
f. Disampaikan kepada yang menerbitkan persetujuan
(kepala kantor).
2.2.5.3 Jenis Pemeriksaan Pajak
Apabila dikelompokkan sesuai jenisnya maka pemeriksaan
pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin
yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang berhubungan
dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
bersangkutan.
2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi
Pemeriksaan Kriteria Seleksi difokuskan terhadap Wajib Pajak
yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak besar dan menengah
baik skala nasional, regional maupun lokal.
3. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Khusus dilakukan berdasarkan analisis resiko
(risk based audit) terhadap data dan informasi yang diterima.
Pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap Wajib
pengaduan yang berkaitan dengan Wajib Pajak tersebut atau
untuk memperoleh data atau informasi untuk tujuan tertentu
lainnya.
4. Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti
permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan. Bukti permulaan adalah keadaan,
perbuatan, bukti baik keterangan, tulisan atau benda – benda
yang dapat memberikan adanya dugaan kuat bahwa sedang
atau telah terjadi suatu tindak pidana.
5. Pemeriksaan Pajak Lokasi
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan,
pabrik atau tempat usaha yang pada umumnya berbeda
lokasinya dengan Wajib Pajak domisili, berdasarkan
permintaan dari unit pelaksanaan (UPP) yang berada di luar
wilayahnya.
6. Pemeriksaan Tahun Berjalan
Pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun berjalan terhadap
Wajib Pajak untuk jenis – jenis pajak tertentu atau untuk
seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak
7. Pemeriksaan Terintegrasi
Pemeriksaan terintegrasi dilakukan terhadap Wajib Pajak
Orang Pribadi atau Badan yang KPP domisilinya berbeda
dengan KPP lokasi tempat usahanya agar dilakukan
pemeriksaan terintegrasi antar Kantor Wilayah Direktorat
Jendral Pajak.
2.2.6 Kepatuhan Wajib Pajak
2.2.6.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukakan oleh Norman D.
Nowak (Moh. Zain:2004) di dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138)
yaitu :
“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan tercermin dalam situasi dimana :
Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
Menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu
(2010:138), kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan :
“Sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”
Menurut Chaizi Nasucha yang dikutip dari Siti Kurnia
Rahayu (2010:139), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi
dari :
Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.
Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT).
Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang.
Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Dapat dilihat dari pengertian diatas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah tindakan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu
pelaporan dan penyetoran sesuai dengan ketentuan peraturan
undang – undang dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang
2.2.6.2 Kriteria Wajib Pajak Patuh
Menurut Keputusan Menteri Keuangan
No.544/KMK.04/2000, bahwa criteria kepatuhan Wajib Pajak
adalah :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis
pajak dalam 2 tahun terakhir.
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun
terakhir.
4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan
dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan
pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk
masing – masing jenis pajak yang terutan paling banyak 5 %.
5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang
2.2.6.3 Jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Ada dua macam kepatuhan Wajib Pajak, yaitu :
1. Kepatuhan Formal
Suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
perpajakan dengan menitik beratkan pada nama dan bentuk
kewajiban saja, tanpa memperhatikan hakekat kewajiban
tersebut. Disini Wajib Pajak harus menyetorkan dan
melaporkan kewajiban perpajakannya secara tepat waktu
dengan mengabaikan apakah isi SPT tersebut sudah benar atau
belum.
(http://pascasarjana-stiami.ac.id/2010/12/kepatuhan-perpajakan/)
2. Kepatuhan Materiil
Suatu keadaan dimana Wajib Pajak selain memenuhi
kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk
kewajiban perpajakan, juga terutama memenuhi hakekat
kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak selain memperhatikan
tanggal penyampaian SPT tetapi juga memperhatikan
kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat SPT
tersebut.
2.3 Kerangka Pemikiran
Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system,
dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari
pemerintah atas pajak terutangnya. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang
terhutang. Dengan diterapkannya sistem tersebut, kebenaran pembayaran
pajak tergantung pada kejujuran Wajib Pajak itu sendiri dalam melaporkan
kewajiban perpajakannya. Menurut Drs. Kustadi Arianta (1984) dalam Eny
Susanti (2009), kewajiban perpajakan merupakan perwujudan dari
pengabdian dan sarana peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama – sama melaksanakan perpajakan yang diperlukan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional dengan tanggung jawab atas
kewajiban pelaksanaannya dipercayakan sepenuhnya kepada anggota
masyarakat.
Aparat pajak menerapkan upaya pengawasan untuk mencegah Wajib
Pajak melakukan tax evasion ataupun tax avoidance. Pemeriksaan
merupakan salah satu upaya pengawasan yang diterapkan oleh aparat pajak.
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah
data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan
Di dalam ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan, yang
berhak mengadakan pemeriksaan pajak adalah petugas pemeriksa pajak
yang dikoordinasikan oleh Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Unit
Pemeriksa dan Penyidikan Pajak. Pemeriksaan pajak tidak diserahkan pada
pihak ketiga. Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus
dilengkapi dengan Surat Pemeriksaan dan harus memperlihatkannya kepada
Wajib Pajak.
Menurut Norman D. Nowak (Moh. Zain:2004) di dalam Siti Kurnia
Rahayu (2010:138) Kepatuhan Wajib Pajak yaitu :
“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan
tercermin dalam situasi dimana :
Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan.
Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.”
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2003) di dalam Eny
Susanti (2009) disebutkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak dibentuk oleh
dimensi pemeriksaan pajak, penegakan hukum, dan kompensasi pajak.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hasil penelitian menunjukkan
Pajak, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kepatuhan Wajib Pajak tersebut.
Bagian vital dari fungsi pengawasan dalam self assessment system
adalah pemeriksaan pajak. Tujuan dari pemeriksaan pajak itu sendiri adalah
untuk menguji kebenaran pajak terutang yang dilaporkan Wajib Pajak
berdasarkan data, informasi dan bukti pendukung. Dengan kata lain, tujuan
pemeriksaan pajak yaitu untuk melihat kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Pemeriksaan pajak sangat penting
dilakukan untuk menghindari adanya Wajib Pajak yang tidak membayarkan
pajak terhutangnya dengan benar.
Melihat dari pemikiran diatas, maka pemeriksaan pajak sangat penting
dilakukan sebagai upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam
pemenuhan kewajiban perpajakannya. Maka dari itu, penelitian ini mencoba
meneliti adakah perbedaan kepatuhan formal Wajib Pajak sebelum dan
Dari kerangka berpikir tersebut, dapat ditunjukkan suatu paradigma
penelitian sebagai berikut :
GAMBAR KERANGKA PIKIR
Mc Nemar Test Sebelum Dilakukan Pemeriksaan
Pajak
Tingkat Kepatuhan Formal Wajib
Pajak berdasarkan kepatuhan
pelaporan PPh Pasal 21 dan 25,
kepatuhan penyetoran PPh Pasal 21
dan 25
Sesudah Dilakukan Pemeriksaan
Pajak
Tingkat Kepatuhan Formal Wajib
Pajak berdasarkan kepatuhan
pelaporan PPh Pasal 21 dan 25,
kepatuhan penyetoran PPh Pasal 21
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007:5) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan teori dan belum menggunakan fakta.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 : Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya melaporkan
PPh 25 dan PPh 21 secara tepat waktu sesudah dilaksanakannya
pemeriksaan adalah lebih besar bila dibandingkan dengan kondisi
sebelum dilaksanakannya pemeriksaan.
H2 : Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya menyetorkan
PPh 25 dan PPh 21 secara benar sesudah dilaksanakannya
pemeriksaan adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan kondisi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian menurut Sugiyono (2006:1) adalah metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
komparatif kuantitatif. Jenis penelitian komparatif kuantitatif menurut
Sugiyono (2006:11) adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan kepatuhan
Wajib Pajak dalam melakukan penyetoran dan pelaporan pajak terutangnya
antara sebelum dan sesudah dilaksanakannya pemeriksaan pajak pada KPP
Pratama Sidoarjo Utara.
3.2 Objek Penelitian
Menurut Sugiyono (2006:13) objek penelitian adalah sasaran ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang
sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang sesuatu hal (variabel
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian
digunakan untuk memperoleh data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu
yang objektif, valid dan realible. Objek penelitian yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah mengenai kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah
dilaksanakannya pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Sidoarjo Utara.
3.3 Populasi dan Teknik Sampling 3.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2006:90) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas : obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian di tarik kesimpulan. Dalam penelitian ini, populasi yang
digunakan adalah Wajib Pajak Badan yang telah selesai dan diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar pada tahun 2010 dan 2011 sejumlah
956 Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Sidoarjo Utara.
3.3.2 Jumlah Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006:91). Teknik pengambilan sampel
di dalam suatu penelitian merupakan salah satu bagian yang penting,
yaitu pengambilan sampel dari populasi secara acak tanpa
memperhatikan strata dan setiap anggota populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk dijadikan sampel (Sugiyono, 2011:82). Peneliti
menggunakan rumus slovin dalam menghitung sampel yang akan diteliti
(Husein Umar, 2009:78)
Keterangan :
= N
1 + ²
Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau
diinginkan.
Dengan perhitungan menggunakan rumus slovin dan 10% tingkat
batas kesalahan, dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 90 Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Sidoarjo Utara.
3.4 Operasionalisasi Variabel
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel dengan cara member arti atau menspesifikasi kegiatan ataupun
memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel
1. Kepatuhan Formal Wajib Pajak Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Pajak
(μ1)
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang menyetorkan dan
melaporkan PPh 21 dan 25 dan jumlah Wajib Pajak yang tidak
menyetorkan dan melaporkan PPh 21 dan 25.
2. Kepatuhan Formal Wajib Pajak Setelah Dilakukan Pemeriksaan Pajak
(μ2)
Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan yang menyetorkan dan
melaporkan PPh 21 dan 25 dan jumlah Wajib Pajak yang tidak
menyetorkan dan melaporkan PPh 21 dan 25.
Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut adalah:
1. Penyetoran Pajak
Penyetoran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan atas pajak
terutangnya.
2. Pelaporan Pajak
Pelaporan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan atas SPT Masa
dan Tahunannya.
3. Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Pratama Sidoarjo Utara
dengan cara memeriksa SPT Masa dan Tahunan Wajib Pajak jika
terjadi kurang bayar dan lebih bayar terhadap Wajib Pajak yang
4. Kepatuhan Formal Wajib Pajak
Kepatuhan formal Wajib Pajak dalam hal penyetoran pajak terutangnya
dan pelaporan SPT Masa dan Tahunannya. Wajib Pajak yang
menyetorkan pajak terutangnya tahun 2010 sebanyak 5.520 Wajib
Pajak dan tahun 2011 sebanyak 5.762 Wajib Pajak. Sedangkan yang
melaporkan SPT Tahunan pada tahun 2010 sebanyak 2.053 Wajib
Pajak Badan, SPT Tahunan pada tahun 2011 sebanyak 2.352 Wajib
Pajak Badan,
3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data
sekunder yaitu :
1. Kepatuhan Wajib Pajak selama 12 (dua belas) masa pajak dalam
pemenuhan kewajiban formalnya, baik dalam menyetor