BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Bangunan Atas
Struktur atas adalah bagian dari struktur yang berfungsi menerima kombinasi
pembebanan, yaitu beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa, dan beban
lainnya yang direncanakan. Selain itu, struktur bangunan atas harus mampu
mewujudkan perancangan arsitektur, sekaligus harus mampu menjamin keamanan
dan kenyamanan.
2.1.1. Struktur Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban
dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan
penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan
lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan
dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Fungsi
kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila
diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah
bangunan berdiri.
Salah satu jenis kolom beton bertulang yaitu kolom menggunakan pengikat
sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang
tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat
sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok
2.1.2. Struktur Balok
Balok merupakan bagian dari konstruksi yang berfungsi memikul beban yang
diterima oleh plat beban balok anak, dan beban-beban lain yang bekerja di atasnya,
dan kemudian meneruskannya pada kolom. Balok terdiri dari balok induk yang
berfungsi membagi plat menjadi segment sebagai pengikat kolom yang satu dengan
yang lain, sehingga plat menahan beban dari yang luas ke yang lebih kecil, dan balok
anak yang merupakan balok yang bertumpu pada balok induk yang menerima beban
dari plat dan kemudian diteruskan ke balok induk.
2.2. Manajemen Material Konstruksi
Menurut (Ervianto, 2004) pemakaian material merupakan bagian terpenting
yang mempunyai persentase cukup besar dari total biaya proyek. Dari beberapa
penelitian menyatakan bahwa biaya material menyerap 50-70% dari biaya proyek,
biaya ini belum termasuk biaya penyimpanan material. Oleh karena itu, penggunaan
teknik manajemen yang baik dan tepat untuk membeli, menyimpan,
mendistribusikan, dan menghitung material konstruksi menjadi sangat penting.
Kegagalan menggunakan dan menjaga system manajemen yang sesuai untuk
material konstruksi akan berakibat buruk bagi kemajuan dan segi financial
pelaksanaan pekerjaan yang antara lain mencakup:
- Tidak tersedianya bahan pada saat diperlukan.
- Material yang akan digunakan rusak.
Penggolongan material dapat dibedakan menjadi tiga kategori:
- Engineered materials, yaitu produk khusus yang dibuat berdasarkan perhitungan
teknis dan perencanaan. Material ini secara khusus dijelaskan dalam gambar dan
digunakan sepanjang masa pelaksanaan proyek tersebut.
- Bulk materials, yaitu produk yang dibuat berdasarkan standar industri
tertentu.material jenis ini sering kali sulit diperkirakan karena beraneka ragam
jenisnya seperti kabel dan pipa.
- Fabricated materials, yaitu produk yang dirakit tidak pada tempat material
tersebut akan digunakan di luar lokasi proyek seperti kusen dan rangka baja.
2.3. Material Konstruksi
Bahan konstruksi dalam sebuah proyek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
bahan yang kelak akan menjadi bagian tetap dari struktur (bahan permanen) dan
bahan yang dibutuhkan kontraktor dalam membangun proyek. Tetapi, tidak akan
menjadi bagian tetap dari struktur bangunan (bahan sementara).
Bahan Permanen
Bahan permanen adalah bahan yang dibutuhkan oleh kontraktor untuk
membentuk bangunan dan sifatnya melekattetap sebagai elemen bangunan.jenis
bahan ini akan dijelaskan lebih rinci dalam dokumen kontrak (gambar kerja dan
spesifikasi). Rincian bahan permanen mencakup antara lain:
Spesifikasi untuk bahan yang digunakan
Kwantitas bahan yang diperlukan
Uji coba yang harus dilakukan terhadap setiap bahan yang diperlukan sebelum
Dengan menggunakan rincian yang tercantum dalam dokumen kontrak, kontraktor
harus menentukan pemasok bahan yang akan digunakan. Tiga sumber pemasok
bahan permanen:
- Pemberi tugas yang mungkin memasok bahan tertentu untuk digunakan oleh
kontraktor.
- Subkontraktor yang mungkin diminta oleh kontraktor utama untuk memasok
bahan permanen berdasarkan kontrak terpisah.
- Kontraktor sendiri yang mengadakan bahan permanen.
Dalam kasus yang bahan permanennya dipasok oleh pemberi tugas, kontraktor tetap
harus menyiapkan manajemen yang diperlukan untuk menjamin:
- Bahan datang tepat waktu
- Dibongkar dan disimpan dengan benar sebelum digunakan
- Dipasang dengan benar dalam bagian proyek
Banyaknya bahan permanen yang dipasok oleh pemberi tugas kepada
kontraktor untuk digunakan pada proyek sangat bervariasi antara satu proyek dengan
proyek yang lain. Pada beberapa proyek jumlah ini sangat kecil (misalnya dalam
pembangunan jalan raya). Sedangkan pada proyek lain mungkin mencapai 80-90%
terdiri bahan jenis ini.
Bahan Sementara
Bahan yang dibutuhkan oleh kontraktor dalam membangun proyek, tetapi tidak
akan menjadibagian dari bangunan setelah digunakan (bahan ini akan disingkirkan).
Jenis bahan ini tidak dicantumkan dalam dokumen kontrak, sehingga kontraktor
kontrak, kontraktor tidak akan mendapat bayaran secara eksplisit untuk jenisbahan
ini. Sehingga, pelaksana harus memasukkan biaya bahan ini ke dalam biaya
pelaksanaan berbagai pekerjaan yang termasuk dalam kontak.
Dalam kasus sebuah proyek jembatan rangka baja yang tergolong dalam jenis
bahan sementara adalah perancah, bahan bakar, dan suku cadang alat konstruksi.
Biasanya kontraktor memasok semua bahan yang dibutuhkan melalui
sumber-sumbernya sendiri atau dengan subkontraktor. Kontraktor sedapat mungkin bertindak
hati-hati dengan harapan bahan ini dapat digunakan kembali dalam pekerjaan lain.
Adapun material yang biasa digunakan pada pelaksanaan struktur beton bertulang,
yaitu:
2.3.1. Material Penyusun Beton
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk massa padat (Anonim 2, 2002). Seiring dengan penambahan umur, beton
akan semakin mengeras dan akan mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari.
2.3.2. Tulangan Beton
Batang baja berbentuk polos atau berbentuk ulir atau berbentuk pipa yang
berfungsi untuk menahan gaya tarik pada komponen struktur beton, tidak termasuk
tendon prategang.
Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton dibedakan menjadi 2 (dua) jenis
yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton ulir.
1)Baja tulangan beton polos
Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang bundar
dengan permukaan rata tidak bersirip, disingkat BjTP.
2)Baja tulangan beton ulir
Menurut SNI 07-2052-2002 (Anonim 1, 2002) baja tulangan beton ulir adalah
baja tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya memiliki sirip
melintang dan rusuk memanjang yang dimaksudkan untuk rneningkatkan daya lekat
dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton,
disingkat BjTD. Notasi untuk menyatakan ukuran yaitu besarnya diameter pada besi
polos diberi notasi Ф dan pada besi ulir (deformed) dengan notasi D (huruf D besar).
Sengkang/Beugel/Ties
Pada peraturan SNI 03-2847-2002 (Anonim 2, 2002) definisi sengkang
adalah tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi dalam
suatu komponen struktur, terbuat dari batang tulangan, kawat baja atau jaring kawat
baja las polos atau ulir, berbentuk kaki tunggal atau dibengkokan dalam bentuk L, U
atau persegi dan dipasang tegak lurus atau membentuk sudut, terhadap tulangan
longitudinal, dipakai pada komponen struktur lentur balok. Sengkang pengikat/ties
adalah sengkang tertutup penuh yang dipakai pada komponen struktur tekan kolom.
Gambar 2.3. Tulangan Polos dan Tulangan Ulir
2.4.Standar Penulangan Kolom dan Balok
2.4.1. Pembengkokan Tulangan
Pembengkokan adalah perubahan arah yang diperlukan batang.
Pembengkokan pada batang-batang utama harus mempunyai garis tengah paling
sedikit 10 x Ø tulangan.
Pembengkokan tulangan harus memiliki ketentuan sebagai berikut:
1. Bengkokan 180o ditambah perpanjangan 4 x Ø tulangan, tapi tidak kurang
2. Bengkokan 90o ditambah perpanjangan 12 x Ø tulangan, pada ujung bebas
kait.
Tabel 2.1 Diameter bengkokan minimum (Anonim 2, 2002)
Ukuran tulangan Diameter minimum
D-10 sampai dengan D-25 6db
D-29, D-32, 8db
D-44 dan D-56 10db
Batang tulangan harus dipotong dan dibengkokkan sesuai dengan yang
ditunjukkan dalam gambar-gambar rencana dengan toleransi yang disyaratkan oleh
perencana.
2.4.2. Kait Standar
Pembengkokan tulangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Bengkokan 180° ditambah perpanjangan 4db, tapi tidak kurang dari 60 mm, pada
ujung bebas kait.
2) Bengkokan 90° ditambah perpanjangan 12db pada ujung bebas kait.
3) Untuk sengkang dan kait pengikat:
a) Batang D-16 dan yang lebih kecil, bengkokan 90° ditambah perpanjangan 6db
pada ujung bebas kait, atau
b) Batang D-19, D-22, dan D-25, bengkokan 90° ditambah perpanjangan 12db pada
ujung bebas kait, atau
c) Batang D-25 dan yang lebih kecil, bengkokan 135° ditambah perpanjangan 6db
Tabel 2.2. Kait Standard untuk Penulangan (Anonim 2, 2002)
2.4.3.Pelindung Beton untuk Tulangan (Selimut Beton)
Untuk beton bertulang, tebal selimut beton minimum yang harus disediakan untuk
Tabel 2.3. Tebal Selimut Beton Minimum (Anonim 2, 2002)
Untuk beton pracetak (dibuat dengan mengikuti proses pengawasan pabrik), tebal
minimum selimut beton berikut harus disediakan untuk tulangan:
2.4.4. Sambungan
1) Pada pertemuan dari komponen-komponen rangka utama (misalnya pertemuan
balok dan kolom), sambungan lewatan tulangan yang menerus dan pengangkuran
tulangan yang berakhir pada pertemuan itu harus dilindungi dengan sengkang
pengikat yang baik.
2) Sengkang pengikat pada pertemuan tersebut di atas, dapat berupa beton eksternal
atau sengkang pengikat tertutup internal, spiral atau sengkang.
Gambar 2.4. Sambungan Lewatan Tulangan
2.4.5. Ukuran dan Berat Tulangan
Berat besi tulangan dipengaruhi dari masing-masing diameternya dan jenisnya.
Berikut daftar berat besi tulangan tercantum pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Diameter dan Berat Besi Tulangan (Anonim 1, 2002)
2.4.6. Menghitung Koefisien Kebutuhan Tulangan
Koefisien kebutuhan tulangan dihitung dengan cara kebutuhan tulangan per
satuan volume dari suatu ukuran pekerjaan beton.
Dari banyaknya kebutuhan tulangan dalam suatu pekerjaan beton akan
dibandingkan dengan analisa harga satuan yang telah ditetapkan besar kebutuhannya
yaitu menurut SNI 7394-2008 (Anonim, 2008) tentang tata cara perhitungan harga
satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan. Untuk
tiap elemen pekerjaan ditetapkan besaran koefisien kebutuhan tulangan, yaitu:
1. Membuat 1 m3 kolom beton bertulang (300 kg besi)
2. Membuat 1 m3 sloof beton bertulang (200 kg besi)
3. Membuat 1 m3 balok beton bertulang (200 kg besi)
4. Membuat 1 m3 pelat beton bertulang (150 kg besi)
2.5.Sisa Material (Waste)
Sisa material adalah kelebihan kuantitas material yang digunakan/
didatangkan, tetapi tidak menambah nilai pekerjaan. Pada tahap pelaksanaan
konstruksi penggunaan material di lapangan sering terjadi sisa material yang cukup
besar, sehingga upaya untuk meminimalisi sisa material penting untuk diterapkan.
Material yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi dapat digolongkan dalam
dua bagian besar (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:
1. Consumable material, merupakan material yang pada akhirnya akan menjadi
bagian dari struktur fisik bangunan, misalnya: semen, pasir, kerikil, batu kali, besi
2. Non-consumable material, merupakan material penunjang dalam proses
konstruksi, dan bukan merupakan bagian fisik dari bangunan setelah bangunan
tersebut selesai, misalnya: perancah, bekisting, dinding penahan sementara, dan
lain-lain.
Arus penggunaan material konstruksi mulai sejak pengiriman ke lokasi,
proses konstruksi, sampai pada posisinya yang terakhir akan berakhir pada salah satu
dari keempat posisi di bawah ini (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:
1. Struktur fisik bangunan
2. Kelebihan material (leftover)
3. Digunakan kembali pada proyek yang sama (reuse)
4. Sisa material (waste)
Sisa material konstruksi ini akan terus bertambah sesuai dengan
perkembangan pembangunan yang dilaksanakan, selain mempengaruhi biaya proyek
juga akan menimbulkan permasalahan baru yang dapat mengganggu lingkungan
proyek dan sekitarnya. Pengendalian besarnya kuantitas sisa material tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:
1. Mencari jalan untuk memakai kembali sisa material tersebut.
2. Mendaur ulang sisa material tersebut menjadi barang yang berguna.
3. Memusnahkan sisa material dengan cara pembakaran.
4. Mencari cara untuk mengurangi sisa material yang timbul.
Pengeluaran biaya untuk mengontrol sisa material sejak awal akan lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pengeluaran biaya akibat sisa material.
Menurut (Tchobanoglous et al, 1993), sisa material yang timbul selama pelaksanaan
1. Demolition waste adalah sisa material yang timbul dari hasil pembongkaran atau
penghancuran bangunan lama.
2. Construction waste adalah sisa material konstruksi yang berasal dari pembangunan
atau renovasi bangunan milik pribadi, komersil, dan struktur lainnya. Sisa
material tersebut berupa sampah yang terdiri dari beton, batu bata, plesteran kayu,
sirap, pipa dan komponen listrik.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sisa material di lapangan.
Terjadinya sisa material dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari beberapa
penyebab. (Gavilan dan Bernold ,1994) membedakan sumber-sumber yang dapat
menyebabkan terjadinya sisa material konstruksi atas enam kategori, yaitu:
1. Desain
Hasil penelitian (Bossink,1996) di Belanda dalam (Intan et. al, 2005), menyimpulkan
sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi berdasarkan kategorinya.
Tabel 2.6. Sumber dan Penyebab Sisa Material Konstruksi (Bossink, 1996)
Sumber Penyebab
Desain - Kesalahan pada dokumen kontrak
- Ketidak lengkapan dokumen
kontrak
- Memilih spesifikasi produk
- Memilih produk yang berkualitas
rendah
- Kurang memperhatikan ukuran dari
produk yang digunakan
- Desainer tidak mengenal dengan
baik jenis-jenis produk yang lain
- Pendetailan gambar yang rumit
- Informasi gambar yang kurang
- Kurang berkoordinasi dengan
kontraktor dan kurang
berpengetahuan tentang konstruksi
Pengadaan material - Kesalahan pemesanan, kelebihan,
kekurangan, dsb
- Pesanan tidak dapat dilakukan
dalam jumlah kecil
- Pembelian material yang tidak
sesuai dengan spesifikasi
- Pemasok mengirim barang tidak
sesuai spesifikasi
- Pengepakan kurang baik
menyebabkan terjadi kerusakan
dalam perjalanan
lokasi proyek
- Penyimpanan yang keliru
menyebabkan kerusakan
- Material yang tidak dikemas dengan
baik
- Membuang/melempar material
- Material yang dikirim dalam
keadaan tidak padat/kurang
- Penanganan yang tidak hati-hati
pada saat pembongkaran material
untuk dimasukkan ke dalam gudang
Pelaksanaan - Kesalahan yang diakibatkan oleh
tenaga kerja
- Peralatan yang tidak berfungsi
dengan baik
- Cuaca yang buruk
- Kecelakaan pekerja di lapangan
- Penggunaan material yang salah
sehingga perlu diganti
- Metode untuk menempatkan
pondasi
- Jumlah material yang dibutuhkan
tidak diketahui karena perencanaan
- Informasi tipe dan ukuran material
yang akan digunakan terlambat
disampaikan kepada kontraktor
- Kecerobohan dalam mencampur,
mengolah dan menggunakan
material kerja yang tidak akurat,dll
- Pengukuran dimensi yang tidak
akurat sehingga terjadi kelebihan
volume
Residual - Sisa pemotongan material tidak
dapat digunakan lagi
- Kesalahan pada saat memotong
material
- Kesalahan pemasangan barang
karena tidak menguasa ispesifikasi
- Pengepakan
- Sisa material karena proses
pemakaian
Lain-lain - Kehilangan akibat pencurian
- Buruknya pengontrolan material di
proyek dan perencanaan manajemen
2.6. Manfaat Meminimalisasi Sisa Material Konstruksi
Menurut(Al-Moghany ,2006) dalam (Dimas, R., 2012) manfaat dari meminimalisasi
sisa material konstruksi, yaitu:
A. Manfaat dari segi biaya
Manfaat/keuntungan dari segi biaya adalah:
1. Mengurangi biaya pengangkutan untuk sisa material. Hal ini termasuk
pengangkutan dari dan ke lokasi terhadap tempat pembuangan.
2. Mengurangi biaya sisa material.
3. Mengurangi biaya pembelian material baru ketika mempertimbangkan untuk
menggunakan ulang dan daur ulang sisa material.
4. Tingkat pengembalian dapat tercapai dengan menjual material sisa untuk
pemakaian ulang dan daur ulang.
5. Manfaat dalam jangka panjang melalui optimasi perencanaan/konsep bangunan,
yaitu dengan menghindari terjadinya pengeluaran berlebihan dari kerusakan dan
pembuatan bangunan baru.
B. Manfaat bagi lingkungan
(Al-Moghany, 2006), menjelaskan bahwa meminimalisasi sisa material dapat
bermanfaat bagi lingkungan antara lain:
1. Mengurangi jumlah sisa material
2. Pemberdayaan sisa material tepat guna
3. Pengurangan jumlah sisa material yang ditimbun dalam tanah
4. Mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan akibat pembuangan polusi.
5. Mengurangi penggunaan kendaraan pengangkut sisa material (polusi akibat asap
C. Manfaat Lainnya
Keuntungan atau manfaat lainnya dari minimalisasi sisa material menurut (
Al-Moghany, 2006), adalah:
1. Meningkatkan kenyamanan di lokasi
2. Meningkatkan efisiensi pekerjaan
3. Menambah citra baik bagi perusahaan/pelaku konstruksi
2.7. Biaya Material
Menurut (Dipohusodo, 1996) analisis meliputi perhitungan seluruh kebutuhan
volume dan biaya material yang digunakan untuk setiap komponen bangunan, baik
material pekerjaan pokok maupun penunjang. Dalam menghitung volume material
akan dijumpai beberapa kondisi yang sekaligus membatasi pemahamannya.
Pertama-tama adalah kebutuhan material berdasarkan pada volume pekerjaan terpasang, yaitu
hasil pekerjaan yang dibayar pemberi tugas yang akurasi dimensinya harus dijamin
benar-benar sesuai dengan spesifikasi dan gambar. Untuk mewujudkan pekerjaan
terpasang, sudah tentu dalam pelaksanaannya membutuhkan volume material lebih
banyak. Dalam arti harus memperhitungkan bagian yang tercecer pada waktu
mengangkut, kebutuhan untuk struktur sambungan, rusak dan cacat, atau susut oleh
berbagai sebab lain. Kemudian harus memperhitungkan material yang dibutuhkan
untuk pekerjaan penunjang terkait yang bersifat hanya sementara. Sedangkan
sewaktu membeli material mentah yang bakal diproses harus dioptimalkan dua
kondisi yang biasanya tidak pernah akur, yaitu antara volume yang dibutuhkan sesuai
ada tiga langkah pemahaman dalam memperhitungkan volume material yang
diperlukan untuk mewujudkan pekerjaan terpasang.
Maka estimasi biaya selalu dimulai dari menghitung volume kebutuhan
material bersih sesuai hasil terpasang (sesuai gambar), kemudian dikembangkan
melalui analisis hitungan untuk mendapatkan kebutuhan senyatanya. Dalam rangka
mempermudah proses menghitung biasanya digunakan bebrbagai macam bentuk
table dan daftar. Daftar kebutuhan bahan menjelaskan mengenai jumlah atau volume,
dimensi ukurannya, sifat-sifat fisik lainnya seperti berat setiap satuan, danspesifikasi
teknisnya. Biaya material diperoleh dengan menerapkan harga satuan yang berlaku
pada saat dibeli. Harga satuan material merupakan harga di tempat pekerjaan.
2.8. Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan
2.8.1. Valentino Arya Kusuma. 2010.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif untuk
menghitung kuantitas sisa material dan metode wawancara untuk mengetahui faktor
penyebab sisa material. Proyek yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu
Proyek Gedung Pendidikan dan Laboratorium 8 Lantai Fakultas Kedokteran UNS
Tahap 1. Data proyek yang diperlukan berupa gambar konstruksi untuk menghitung
kebutuhan material, laporan harian untuk menghitung pembelian material, dan harga
satuan bahan untuk menghitung biaya sisa material. Untuk mendukung hasil
penelitian, dilakukan wawancara langsung dengan kontraktor. Hasil analisis data
penelitian menunjukkan bahwa persentase biaya sisa material terbesar berasal dari
material Beton K-300 sebesar 37,43% atau senilai Rp3.908.127, faktor penyebab
Sedangkan persentase total biaya sisa material terhadap total biaya proyek sebesar
0,23% atau senilai Rp 10.441.825.
2.8.2. Suryanto Intan, Ratna S. Alifen, dan Lie Arijanto
Data penelitian diperoleh melalui survey kuesioner pada para pelaku konstruksi, dan
pengamatan di lapangan pada komplek proyek ruko di Surabaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) volume sisa material batu bata dan pasir adalah yang
terbesar, (2) model biaya menunjukkan nilai minimum biaya sisa material (good
waste management practice) sebesar 3,33%, dan nilai maksimum biaya sisa material
(poor waste management practice) sebesar 4,67% dari total anggaran biaya satu ruko,
sehingga Potential waste saving cost menjadi 1,34%.
2.8.3. Abdul Wahab. 2015.
Analisis data menggunakan analisis kuantitatif untuk mengetahui jenis dan kuantitas
sisa material konstruksi. Hasil yang diperoleh koefisien rata-rata kebutuhan tulangan
kolom sebesar 283.064 kg/m3, sedangkan menurut SNI 2008 adalah sebesar 300
kg/m3. Untuk balok koefisien rata-rata kebutuhan tulangan balok sebesar 166.794
kg/m3, sedangkan menurut SNI 2008 adalah sebesar 200 kg/m3.Untuk pelat lantai,
koefisien rata-rata pelat lantai sebesar 58,5 kg/m3, sedangkan menurut SNI 150
kg/m3. Ini menunjukkan elemen kolom, balok dan pelat lantai menggunakan
tulangan lebih sedikit tulangandari yang telah ditetapkan oleh SNIdan koefisien
rata-rata lebih kecil darikoefisien kebutuhan tulangan menurut SNI tahun 2008.Berat
tulangan total 9.211,87 kg, sisa berat tulangan209.058,41 kg, dan persen tulangan