• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material pada Proyek Pembangunan Gedung Wilmar Business Institute Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Sisa Material pada Proyek Pembangunan Gedung Wilmar Business Institute Medan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Bangunan Atas

Struktur atas adalah bagian dari struktur yang berfungsi menerima kombinasi

pembebanan, yaitu beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa, dan beban

lainnya yang direncanakan. Selain itu, struktur bangunan atas harus mampu

mewujudkan perancangan arsitektur, sekaligus harus mampu menjamin keamanan

dan kenyamanan.

2.1.1. Struktur Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban

dari balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan

penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan

lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan

dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Fungsi

kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila

diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah

bangunan berdiri.

Salah satu jenis kolom beton bertulang yaitu kolom menggunakan pengikat

sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang

tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat

sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok

(2)

2.1.2. Struktur Balok

Balok merupakan bagian dari konstruksi yang berfungsi memikul beban yang

diterima oleh plat beban balok anak, dan beban-beban lain yang bekerja di atasnya,

dan kemudian meneruskannya pada kolom. Balok terdiri dari balok induk yang

berfungsi membagi plat menjadi segment sebagai pengikat kolom yang satu dengan

yang lain, sehingga plat menahan beban dari yang luas ke yang lebih kecil, dan balok

anak yang merupakan balok yang bertumpu pada balok induk yang menerima beban

dari plat dan kemudian diteruskan ke balok induk.

2.2. Manajemen Material Konstruksi

Menurut (Ervianto, 2004) pemakaian material merupakan bagian terpenting

yang mempunyai persentase cukup besar dari total biaya proyek. Dari beberapa

penelitian menyatakan bahwa biaya material menyerap 50-70% dari biaya proyek,

biaya ini belum termasuk biaya penyimpanan material. Oleh karena itu, penggunaan

teknik manajemen yang baik dan tepat untuk membeli, menyimpan,

mendistribusikan, dan menghitung material konstruksi menjadi sangat penting.

Kegagalan menggunakan dan menjaga system manajemen yang sesuai untuk

material konstruksi akan berakibat buruk bagi kemajuan dan segi financial

pelaksanaan pekerjaan yang antara lain mencakup:

- Tidak tersedianya bahan pada saat diperlukan.

- Material yang akan digunakan rusak.

(3)

Penggolongan material dapat dibedakan menjadi tiga kategori:

- Engineered materials, yaitu produk khusus yang dibuat berdasarkan perhitungan

teknis dan perencanaan. Material ini secara khusus dijelaskan dalam gambar dan

digunakan sepanjang masa pelaksanaan proyek tersebut.

- Bulk materials, yaitu produk yang dibuat berdasarkan standar industri

tertentu.material jenis ini sering kali sulit diperkirakan karena beraneka ragam

jenisnya seperti kabel dan pipa.

- Fabricated materials, yaitu produk yang dirakit tidak pada tempat material

tersebut akan digunakan di luar lokasi proyek seperti kusen dan rangka baja.

2.3. Material Konstruksi

Bahan konstruksi dalam sebuah proyek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

bahan yang kelak akan menjadi bagian tetap dari struktur (bahan permanen) dan

bahan yang dibutuhkan kontraktor dalam membangun proyek. Tetapi, tidak akan

menjadi bagian tetap dari struktur bangunan (bahan sementara).

 Bahan Permanen

Bahan permanen adalah bahan yang dibutuhkan oleh kontraktor untuk

membentuk bangunan dan sifatnya melekattetap sebagai elemen bangunan.jenis

bahan ini akan dijelaskan lebih rinci dalam dokumen kontrak (gambar kerja dan

spesifikasi). Rincian bahan permanen mencakup antara lain:

 Spesifikasi untuk bahan yang digunakan

 Kwantitas bahan yang diperlukan

 Uji coba yang harus dilakukan terhadap setiap bahan yang diperlukan sebelum

(4)

Dengan menggunakan rincian yang tercantum dalam dokumen kontrak, kontraktor

harus menentukan pemasok bahan yang akan digunakan. Tiga sumber pemasok

bahan permanen:

- Pemberi tugas yang mungkin memasok bahan tertentu untuk digunakan oleh

kontraktor.

- Subkontraktor yang mungkin diminta oleh kontraktor utama untuk memasok

bahan permanen berdasarkan kontrak terpisah.

- Kontraktor sendiri yang mengadakan bahan permanen.

Dalam kasus yang bahan permanennya dipasok oleh pemberi tugas, kontraktor tetap

harus menyiapkan manajemen yang diperlukan untuk menjamin:

- Bahan datang tepat waktu

- Dibongkar dan disimpan dengan benar sebelum digunakan

- Dipasang dengan benar dalam bagian proyek

Banyaknya bahan permanen yang dipasok oleh pemberi tugas kepada

kontraktor untuk digunakan pada proyek sangat bervariasi antara satu proyek dengan

proyek yang lain. Pada beberapa proyek jumlah ini sangat kecil (misalnya dalam

pembangunan jalan raya). Sedangkan pada proyek lain mungkin mencapai 80-90%

terdiri bahan jenis ini.

 Bahan Sementara

Bahan yang dibutuhkan oleh kontraktor dalam membangun proyek, tetapi tidak

akan menjadibagian dari bangunan setelah digunakan (bahan ini akan disingkirkan).

Jenis bahan ini tidak dicantumkan dalam dokumen kontrak, sehingga kontraktor

(5)

kontrak, kontraktor tidak akan mendapat bayaran secara eksplisit untuk jenisbahan

ini. Sehingga, pelaksana harus memasukkan biaya bahan ini ke dalam biaya

pelaksanaan berbagai pekerjaan yang termasuk dalam kontak.

Dalam kasus sebuah proyek jembatan rangka baja yang tergolong dalam jenis

bahan sementara adalah perancah, bahan bakar, dan suku cadang alat konstruksi.

Biasanya kontraktor memasok semua bahan yang dibutuhkan melalui

sumber-sumbernya sendiri atau dengan subkontraktor. Kontraktor sedapat mungkin bertindak

hati-hati dengan harapan bahan ini dapat digunakan kembali dalam pekerjaan lain.

Adapun material yang biasa digunakan pada pelaksanaan struktur beton bertulang,

yaitu:

2.3.1. Material Penyusun Beton

Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain,

agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang

membentuk massa padat (Anonim 2, 2002). Seiring dengan penambahan umur, beton

akan semakin mengeras dan akan mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari.

(6)

2.3.2. Tulangan Beton

Batang baja berbentuk polos atau berbentuk ulir atau berbentuk pipa yang

berfungsi untuk menahan gaya tarik pada komponen struktur beton, tidak termasuk

tendon prategang.

Berdasarkan bentuknya, baja tulangan beton dibedakan menjadi 2 (dua) jenis

yaitu baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton ulir.

1)Baja tulangan beton polos

Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang bundar

dengan permukaan rata tidak bersirip, disingkat BjTP.

2)Baja tulangan beton ulir

Menurut SNI 07-2052-2002 (Anonim 1, 2002) baja tulangan beton ulir adalah

baja tulangan beton dengan bentuk khusus yang permukaannya memiliki sirip

melintang dan rusuk memanjang yang dimaksudkan untuk rneningkatkan daya lekat

dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton,

disingkat BjTD. Notasi untuk menyatakan ukuran yaitu besarnya diameter pada besi

polos diberi notasi Ф dan pada besi ulir (deformed) dengan notasi D (huruf D besar).

(7)

Sengkang/Beugel/Ties

Pada peraturan SNI 03-2847-2002 (Anonim 2, 2002) definisi sengkang

adalah tulangan yang digunakan untuk menahan tegangan geser dan torsi dalam

suatu komponen struktur, terbuat dari batang tulangan, kawat baja atau jaring kawat

baja las polos atau ulir, berbentuk kaki tunggal atau dibengkokan dalam bentuk L, U

atau persegi dan dipasang tegak lurus atau membentuk sudut, terhadap tulangan

longitudinal, dipakai pada komponen struktur lentur balok. Sengkang pengikat/ties

adalah sengkang tertutup penuh yang dipakai pada komponen struktur tekan kolom.

Gambar 2.3. Tulangan Polos dan Tulangan Ulir

2.4.Standar Penulangan Kolom dan Balok

2.4.1. Pembengkokan Tulangan

Pembengkokan adalah perubahan arah yang diperlukan batang.

Pembengkokan pada batang-batang utama harus mempunyai garis tengah paling

sedikit 10 x Ø tulangan.

Pembengkokan tulangan harus memiliki ketentuan sebagai berikut:

1. Bengkokan 180o ditambah perpanjangan 4 x Ø tulangan, tapi tidak kurang

(8)

2. Bengkokan 90o ditambah perpanjangan 12 x Ø tulangan, pada ujung bebas

kait.

Tabel 2.1 Diameter bengkokan minimum (Anonim 2, 2002)

Ukuran tulangan Diameter minimum

D-10 sampai dengan D-25 6db

D-29, D-32, 8db

D-44 dan D-56 10db

Batang tulangan harus dipotong dan dibengkokkan sesuai dengan yang

ditunjukkan dalam gambar-gambar rencana dengan toleransi yang disyaratkan oleh

perencana.

2.4.2. Kait Standar

Pembengkokan tulangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1) Bengkokan 180° ditambah perpanjangan 4db, tapi tidak kurang dari 60 mm, pada

ujung bebas kait.

2) Bengkokan 90° ditambah perpanjangan 12db pada ujung bebas kait.

3) Untuk sengkang dan kait pengikat:

a) Batang D-16 dan yang lebih kecil, bengkokan 90° ditambah perpanjangan 6db

pada ujung bebas kait, atau

b) Batang D-19, D-22, dan D-25, bengkokan 90° ditambah perpanjangan 12db pada

ujung bebas kait, atau

c) Batang D-25 dan yang lebih kecil, bengkokan 135° ditambah perpanjangan 6db

(9)

Tabel 2.2. Kait Standard untuk Penulangan (Anonim 2, 2002)

2.4.3.Pelindung Beton untuk Tulangan (Selimut Beton)

Untuk beton bertulang, tebal selimut beton minimum yang harus disediakan untuk

(10)

Tabel 2.3. Tebal Selimut Beton Minimum (Anonim 2, 2002)

Untuk beton pracetak (dibuat dengan mengikuti proses pengawasan pabrik), tebal

minimum selimut beton berikut harus disediakan untuk tulangan:

(11)

2.4.4. Sambungan

1) Pada pertemuan dari komponen-komponen rangka utama (misalnya pertemuan

balok dan kolom), sambungan lewatan tulangan yang menerus dan pengangkuran

tulangan yang berakhir pada pertemuan itu harus dilindungi dengan sengkang

pengikat yang baik.

2) Sengkang pengikat pada pertemuan tersebut di atas, dapat berupa beton eksternal

atau sengkang pengikat tertutup internal, spiral atau sengkang.

Gambar 2.4. Sambungan Lewatan Tulangan

2.4.5. Ukuran dan Berat Tulangan

Berat besi tulangan dipengaruhi dari masing-masing diameternya dan jenisnya.

Berikut daftar berat besi tulangan tercantum pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Diameter dan Berat Besi Tulangan (Anonim 1, 2002)

(12)

2.4.6. Menghitung Koefisien Kebutuhan Tulangan

Koefisien kebutuhan tulangan dihitung dengan cara kebutuhan tulangan per

satuan volume dari suatu ukuran pekerjaan beton.

Dari banyaknya kebutuhan tulangan dalam suatu pekerjaan beton akan

dibandingkan dengan analisa harga satuan yang telah ditetapkan besar kebutuhannya

yaitu menurut SNI 7394-2008 (Anonim, 2008) tentang tata cara perhitungan harga

satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan. Untuk

tiap elemen pekerjaan ditetapkan besaran koefisien kebutuhan tulangan, yaitu:

1. Membuat 1 m3 kolom beton bertulang (300 kg besi)

2. Membuat 1 m3 sloof beton bertulang (200 kg besi)

3. Membuat 1 m3 balok beton bertulang (200 kg besi)

4. Membuat 1 m3 pelat beton bertulang (150 kg besi)

2.5.Sisa Material (Waste)

Sisa material adalah kelebihan kuantitas material yang digunakan/

didatangkan, tetapi tidak menambah nilai pekerjaan. Pada tahap pelaksanaan

konstruksi penggunaan material di lapangan sering terjadi sisa material yang cukup

besar, sehingga upaya untuk meminimalisi sisa material penting untuk diterapkan.

Material yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi dapat digolongkan dalam

dua bagian besar (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:

1. Consumable material, merupakan material yang pada akhirnya akan menjadi

bagian dari struktur fisik bangunan, misalnya: semen, pasir, kerikil, batu kali, besi

(13)

2. Non-consumable material, merupakan material penunjang dalam proses

konstruksi, dan bukan merupakan bagian fisik dari bangunan setelah bangunan

tersebut selesai, misalnya: perancah, bekisting, dinding penahan sementara, dan

lain-lain.

Arus penggunaan material konstruksi mulai sejak pengiriman ke lokasi,

proses konstruksi, sampai pada posisinya yang terakhir akan berakhir pada salah satu

dari keempat posisi di bawah ini (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:

1. Struktur fisik bangunan

2. Kelebihan material (leftover)

3. Digunakan kembali pada proyek yang sama (reuse)

4. Sisa material (waste)

Sisa material konstruksi ini akan terus bertambah sesuai dengan

perkembangan pembangunan yang dilaksanakan, selain mempengaruhi biaya proyek

juga akan menimbulkan permasalahan baru yang dapat mengganggu lingkungan

proyek dan sekitarnya. Pengendalian besarnya kuantitas sisa material tersebut dapat

dilakukan dengan beberapa cara (Gavilan dan Bernold, 1994), yaitu:

1. Mencari jalan untuk memakai kembali sisa material tersebut.

2. Mendaur ulang sisa material tersebut menjadi barang yang berguna.

3. Memusnahkan sisa material dengan cara pembakaran.

4. Mencari cara untuk mengurangi sisa material yang timbul.

Pengeluaran biaya untuk mengontrol sisa material sejak awal akan lebih

menguntungkan dibandingkan dengan pengeluaran biaya akibat sisa material.

Menurut (Tchobanoglous et al, 1993), sisa material yang timbul selama pelaksanaan

(14)

1. Demolition waste adalah sisa material yang timbul dari hasil pembongkaran atau

penghancuran bangunan lama.

2. Construction waste adalah sisa material konstruksi yang berasal dari pembangunan

atau renovasi bangunan milik pribadi, komersil, dan struktur lainnya. Sisa

material tersebut berupa sampah yang terdiri dari beton, batu bata, plesteran kayu,

sirap, pipa dan komponen listrik.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sisa material di lapangan.

Terjadinya sisa material dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi dari beberapa

penyebab. (Gavilan dan Bernold ,1994) membedakan sumber-sumber yang dapat

menyebabkan terjadinya sisa material konstruksi atas enam kategori, yaitu:

1. Desain

Hasil penelitian (Bossink,1996) di Belanda dalam (Intan et. al, 2005), menyimpulkan

sumber dan penyebab terjadinya sisa material konstruksi berdasarkan kategorinya.

Tabel 2.6. Sumber dan Penyebab Sisa Material Konstruksi (Bossink, 1996)

Sumber Penyebab

Desain - Kesalahan pada dokumen kontrak

- Ketidak lengkapan dokumen

kontrak

(15)

- Memilih spesifikasi produk

- Memilih produk yang berkualitas

rendah

- Kurang memperhatikan ukuran dari

produk yang digunakan

- Desainer tidak mengenal dengan

baik jenis-jenis produk yang lain

- Pendetailan gambar yang rumit

- Informasi gambar yang kurang

- Kurang berkoordinasi dengan

kontraktor dan kurang

berpengetahuan tentang konstruksi

Pengadaan material - Kesalahan pemesanan, kelebihan,

kekurangan, dsb

- Pesanan tidak dapat dilakukan

dalam jumlah kecil

- Pembelian material yang tidak

sesuai dengan spesifikasi

- Pemasok mengirim barang tidak

sesuai spesifikasi

- Pengepakan kurang baik

menyebabkan terjadi kerusakan

dalam perjalanan

(16)

lokasi proyek

- Penyimpanan yang keliru

menyebabkan kerusakan

- Material yang tidak dikemas dengan

baik

- Membuang/melempar material

- Material yang dikirim dalam

keadaan tidak padat/kurang

- Penanganan yang tidak hati-hati

pada saat pembongkaran material

untuk dimasukkan ke dalam gudang

Pelaksanaan - Kesalahan yang diakibatkan oleh

tenaga kerja

- Peralatan yang tidak berfungsi

dengan baik

- Cuaca yang buruk

- Kecelakaan pekerja di lapangan

- Penggunaan material yang salah

sehingga perlu diganti

- Metode untuk menempatkan

pondasi

- Jumlah material yang dibutuhkan

tidak diketahui karena perencanaan

(17)

- Informasi tipe dan ukuran material

yang akan digunakan terlambat

disampaikan kepada kontraktor

- Kecerobohan dalam mencampur,

mengolah dan menggunakan

material kerja yang tidak akurat,dll

- Pengukuran dimensi yang tidak

akurat sehingga terjadi kelebihan

volume

Residual - Sisa pemotongan material tidak

dapat digunakan lagi

- Kesalahan pada saat memotong

material

- Kesalahan pemasangan barang

karena tidak menguasa ispesifikasi

- Pengepakan

- Sisa material karena proses

pemakaian

Lain-lain - Kehilangan akibat pencurian

- Buruknya pengontrolan material di

proyek dan perencanaan manajemen

(18)

2.6. Manfaat Meminimalisasi Sisa Material Konstruksi

Menurut(Al-Moghany ,2006) dalam (Dimas, R., 2012) manfaat dari meminimalisasi

sisa material konstruksi, yaitu:

A. Manfaat dari segi biaya

Manfaat/keuntungan dari segi biaya adalah:

1. Mengurangi biaya pengangkutan untuk sisa material. Hal ini termasuk

pengangkutan dari dan ke lokasi terhadap tempat pembuangan.

2. Mengurangi biaya sisa material.

3. Mengurangi biaya pembelian material baru ketika mempertimbangkan untuk

menggunakan ulang dan daur ulang sisa material.

4. Tingkat pengembalian dapat tercapai dengan menjual material sisa untuk

pemakaian ulang dan daur ulang.

5. Manfaat dalam jangka panjang melalui optimasi perencanaan/konsep bangunan,

yaitu dengan menghindari terjadinya pengeluaran berlebihan dari kerusakan dan

pembuatan bangunan baru.

B. Manfaat bagi lingkungan

(Al-Moghany, 2006), menjelaskan bahwa meminimalisasi sisa material dapat

bermanfaat bagi lingkungan antara lain:

1. Mengurangi jumlah sisa material

2. Pemberdayaan sisa material tepat guna

3. Pengurangan jumlah sisa material yang ditimbun dalam tanah

4. Mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan akibat pembuangan polusi.

5. Mengurangi penggunaan kendaraan pengangkut sisa material (polusi akibat asap

(19)

C. Manfaat Lainnya

Keuntungan atau manfaat lainnya dari minimalisasi sisa material menurut (

Al-Moghany, 2006), adalah:

1. Meningkatkan kenyamanan di lokasi

2. Meningkatkan efisiensi pekerjaan

3. Menambah citra baik bagi perusahaan/pelaku konstruksi

2.7. Biaya Material

Menurut (Dipohusodo, 1996) analisis meliputi perhitungan seluruh kebutuhan

volume dan biaya material yang digunakan untuk setiap komponen bangunan, baik

material pekerjaan pokok maupun penunjang. Dalam menghitung volume material

akan dijumpai beberapa kondisi yang sekaligus membatasi pemahamannya.

Pertama-tama adalah kebutuhan material berdasarkan pada volume pekerjaan terpasang, yaitu

hasil pekerjaan yang dibayar pemberi tugas yang akurasi dimensinya harus dijamin

benar-benar sesuai dengan spesifikasi dan gambar. Untuk mewujudkan pekerjaan

terpasang, sudah tentu dalam pelaksanaannya membutuhkan volume material lebih

banyak. Dalam arti harus memperhitungkan bagian yang tercecer pada waktu

mengangkut, kebutuhan untuk struktur sambungan, rusak dan cacat, atau susut oleh

berbagai sebab lain. Kemudian harus memperhitungkan material yang dibutuhkan

untuk pekerjaan penunjang terkait yang bersifat hanya sementara. Sedangkan

sewaktu membeli material mentah yang bakal diproses harus dioptimalkan dua

kondisi yang biasanya tidak pernah akur, yaitu antara volume yang dibutuhkan sesuai

(20)

ada tiga langkah pemahaman dalam memperhitungkan volume material yang

diperlukan untuk mewujudkan pekerjaan terpasang.

Maka estimasi biaya selalu dimulai dari menghitung volume kebutuhan

material bersih sesuai hasil terpasang (sesuai gambar), kemudian dikembangkan

melalui analisis hitungan untuk mendapatkan kebutuhan senyatanya. Dalam rangka

mempermudah proses menghitung biasanya digunakan bebrbagai macam bentuk

table dan daftar. Daftar kebutuhan bahan menjelaskan mengenai jumlah atau volume,

dimensi ukurannya, sifat-sifat fisik lainnya seperti berat setiap satuan, danspesifikasi

teknisnya. Biaya material diperoleh dengan menerapkan harga satuan yang berlaku

pada saat dibeli. Harga satuan material merupakan harga di tempat pekerjaan.

2.8. Hasil Penelitian yang Pernah Dilakukan

2.8.1. Valentino Arya Kusuma. 2010.

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif untuk

menghitung kuantitas sisa material dan metode wawancara untuk mengetahui faktor

penyebab sisa material. Proyek yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu

Proyek Gedung Pendidikan dan Laboratorium 8 Lantai Fakultas Kedokteran UNS

Tahap 1. Data proyek yang diperlukan berupa gambar konstruksi untuk menghitung

kebutuhan material, laporan harian untuk menghitung pembelian material, dan harga

satuan bahan untuk menghitung biaya sisa material. Untuk mendukung hasil

penelitian, dilakukan wawancara langsung dengan kontraktor. Hasil analisis data

penelitian menunjukkan bahwa persentase biaya sisa material terbesar berasal dari

material Beton K-300 sebesar 37,43% atau senilai Rp3.908.127, faktor penyebab

(21)

Sedangkan persentase total biaya sisa material terhadap total biaya proyek sebesar

0,23% atau senilai Rp 10.441.825.

2.8.2. Suryanto Intan, Ratna S. Alifen, dan Lie Arijanto

Data penelitian diperoleh melalui survey kuesioner pada para pelaku konstruksi, dan

pengamatan di lapangan pada komplek proyek ruko di Surabaya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa: (1) volume sisa material batu bata dan pasir adalah yang

terbesar, (2) model biaya menunjukkan nilai minimum biaya sisa material (good

waste management practice) sebesar 3,33%, dan nilai maksimum biaya sisa material

(poor waste management practice) sebesar 4,67% dari total anggaran biaya satu ruko,

sehingga Potential waste saving cost menjadi 1,34%.

2.8.3. Abdul Wahab. 2015.

Analisis data menggunakan analisis kuantitatif untuk mengetahui jenis dan kuantitas

sisa material konstruksi. Hasil yang diperoleh koefisien rata-rata kebutuhan tulangan

kolom sebesar 283.064 kg/m3, sedangkan menurut SNI 2008 adalah sebesar 300

kg/m3. Untuk balok koefisien rata-rata kebutuhan tulangan balok sebesar 166.794

kg/m3, sedangkan menurut SNI 2008 adalah sebesar 200 kg/m3.Untuk pelat lantai,

koefisien rata-rata pelat lantai sebesar 58,5 kg/m3, sedangkan menurut SNI 150

kg/m3. Ini menunjukkan elemen kolom, balok dan pelat lantai menggunakan

tulangan lebih sedikit tulangandari yang telah ditetapkan oleh SNIdan koefisien

rata-rata lebih kecil darikoefisien kebutuhan tulangan menurut SNI tahun 2008.Berat

tulangan total 9.211,87 kg, sisa berat tulangan209.058,41 kg, dan persen tulangan

Gambar

Gambar 2.1. Campuran Beton
Gambar 2.2. Potongan Tulangan Polos dan Tulangan Ulir
Gambar 2.3. Tulangan Polos dan Tulangan Ulir
Tabel 2.1 Diameter bengkokan minimum (Anonim 2, 2002)
+5

Referensi

Dokumen terkait

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung

Pemikiran Azyumardi Azra sangat relevan dengan kondisi pendidikan di Indonesia supaya tidak ada lagi dikotomi ilmu, tercapainya akhlakul karimah, kuatnya Islam

Saat ini telah banyak lembaga baik pemerintah maupun swasta yang berusaha menanggulangi kemiskinan melalui pemberian pelayanan bantuan kredit kepada masyarakat kecil

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan prestasi belajar siswa kelas XI MIA 1 dengan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 5E pada

dengan teknik Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar. siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya

Sintesis Ionofor Sebagai Bahan Aktif Ion Selektif Elektroda (ISE) Untuk Analisis Penentuan Logam Merkuri (Hg) Dalam Sampel Kosmetik.. Zainiati (NIM 082244710010)

Tujuan Pembelajaran : Siswa mampu melafalkan, membaca, menulis dan hafal 3 (tiga) ungkapan bahasa Arab dalam bentuk hiwar/percakapan tentang ucapan selamat (2)

Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran Konvensional, (2) Mengetahui hasil belajar siswa menggunakan model