Efek Samping dan Toksisitas Sulfonamida
Sulfonamid mempunyai potensi untuk menyebabkan berbagai reaksi yang tidak
diinginkan, termasuk gangguan saluran kemih, gangguan haemopoietik, porfiria dan
reaksi hipersensitivitas. Ketika digunakan dalam dosis besar, sulfonamida dapat menyebabkan reaksi alergi yang cukup kuat. Dua reaksi alergi yang paling serius adalah
sindrom Stevens-Johnson dan Lyell Sindrom (juga dikenal sebagai epidermal toksik
nekrolisis).
Reaksi Hipersensitivitas Sulfonamida Alergi
Alergi dapat terjadi bila seseorang mengalami suatu reaksi hipersensitivitas yang
sangat spesifik terhadap suatu zat atau senyawa tertentu. Alergi atau reaksi hipersentivitas
dapat berupa reaksi lokal pada organ tertentu atau menyeluruh (efek sistemik). Berdasarkan waktu timbulnya reaksi alergi dapat dibedakan menjadi akut, sub akut dan
kronis atau terjadi langsung dan reaksi yang tertunda.
Alergi obat merupakan alergi yang disebabkan oleh suatu obat selama proses pengobatan. Reaksi tersebut terjadi dengan diperantarai oleh IgE setelah seseorang
terpapar oleh suatu obat secara berulang kali. Seseorang yang memiliki riwayat alergi,
maka reaksi tersebut dapat timbul kembali apabila terpapar dengan obat yang sama
sekalipun pemberian dengan dosis yang lebih rendah. Berbagai gejala klinik sering
menyertai reaksi alergi, baik dari yang ringan sampai dengan yang berat. Secara umum terjadinya reaksi alergi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
a. Faktor obat
Kapasitas proses induksi untuk terjadinya respon imum tergantung pada kapasitas
kereaktifan dari obat atau metabolitnya untuk membentuk ikatan dengan jaringan
protein kemudian memilki fungsi sebagai imunogen. b. Faktor pasien
1. Umur : berdasarkan umur, maka reaksi alergi lebih banyak ditemukan pada pasien yang berusia lanjut, hal ini kemungkinan disebabkan berkembangnya defisiensi imunologi.
Mekanisme Alergi Sulfonamida
Mekanisme terjadinya alergi sulfonamid belum sepenuhnya diketahui, tetapi
beberapa prinsip sudah dapat dijelaskan. Istilah Sulfonamide diberlakukan untuk suatu
kelompok sulfon yang terhubung dengan kelompok amina. Semua antibiotik sulfonamida
adalah arilamin.
Seperti kebanyakan alergen kimia, sulfonamid mungkin memerlukan
metabolisme atau haptenasi untuk imunogenisitas. Oksidasi hepatik kelompok arilamin
oleh sistem sitokrom P450 menghasilkan pembentukan sebuah metabolit hidroksilamin
intermediat, yang dapat dikurangi dengan glutation dan dikeluarkan. Namun, kemampuan
untuk konjugasi glutation dapat terlampaui. Hidroksilamin reaktif mampu meng-haptenasi protein endogen dan telah terbukti berhubungan dengan
hipersensitivitas.
Metabolit reaktif lain juga telah diidentifikasi. Ini dapat aktif dengan membentuk struktur
imunogenik (epitopes) untuk antibodi atau sel T dan juga oleh sitotoksisitas langsung
terhadap limfosit dan sel imun lainnya.
Reaksi idiosinkratik sulfonamid dapat disebabkan oleh metabolit reaktif yang dihasilkan oleh oksidasi struktur arilamin. Jika tidak didetoksifikasi, metabolit ini bertindak sebagai hapten (antigen parsial) dan mengikat protein endogen untuk membentuk senyawa yang memicu suatu reaksi imun. Senyawa terhaptenasi juga
mungkin langsung meracuni sel. Struktur arilamin tidak ditemukan pada sulfonamida
non-antibiotik.
Tipe Reaksi Alergi Sulfonamida
A. Reaksi Alergi Tipe I (Antibody-Mediated Anaphylactic/Immediate Hypersensitivity)
Reaksi alergi tipe I merupakan tipe alergi yang paling ditakuti terjadi dari sulfonamida. Namun reaksi anafilaksis tipe 1 (langsung) jarang ditemukan. Reaksi- reaksi
ini berkaitan dengan substituen N-1 dalam struktur antibiotik dan dimediasi oleh IgE. IgE
sehingga disimpulkan bahwa struktur N4 tidak berpartisipasi pada terjadinya reaksi alergi tipe I.
Seperti disebutkan di atas, sulfonamida non-antibiotik tidak mengandung substituen N-1.
Biasanya terjadi pada area kulit (urtikaria dan eksim), area mata (konjuktivitis), area
nasofaring (rhinorrhea), bronkospasmus, angioderma dan gastroenteritits. Reaksi tipe ini
terjadi dalam waktu yang singkat dengan gejala meliputi rasa tidak nyaman sampai
dengan kematian dalam waktu 15 sampai 30 menit setelah pemaparan dengan antigen,
namun dapat pula terjadi dalam rentang waktu 10 sampai 12 jam. B. Reaksi Alergi Tipe II (Sitolitik atau Sitotoksik)
Reaksi Tipe II melibatkan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai antibodi penghancuran sel. Baik IgG dan IgM antibodi dapat berpartisipasi dalam reaksi-reaksi
ini. Reaksi ini berhubungan dengan reaksi sitotoksik antibodi terhadap hapten. Apabila
suatu xenobiotika masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan menganggap sebagai suatu
tersebut. Ikatan antara antibodi dengan hapten ini memiliki kecenderungan dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel atau jaringan. Reaksi alergi ini umumnya terjadi
dalam waktu 7-14 hari setelah pemberian sautu sulfonamida.
Gambar 3. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I C. Reaksi Alergi Tipe III
Reaksi tipe III juga sering disebut sebagai reaksi kompleks imum. Apabila terdapat suatu antigen yang berada dalam sistem sistemik dalam waktu yang lama dan terbentuk suatu antibodi, maka akan terbentuk pula kompleks imum yang dapat
terdeposisi pada jaringan dan mengakibatkan timbulnya inflamasi.
Tipe III juga melibatkan reaksi IgG dan IgM antibodi, tetapi berbeda dari reaksi tipe II, antibodi yang diarahkan terhadap antigen terdistribusikan secara luas dalam
serum. Kerusakan yang disebabkan oleh reaksi tipe II cenderung terjadi di jaringan lokal
atau tipe sel, sedangkan pada reaksi tipe III kerusakan terjadi di seluruh organ di mana
imun. Aktivasi komplemen menghasilkan anafilatoksin yang dapat menyebabkan
degranulasi sel mast sehingga melepaskan histamin dan urtikaria. Selain itu, deposit
kompleks imun dalam jumlah besar pada sendi, membran sel pembuluh darah dan
glomeruli bertanggung jawab pada terjadinya vaskulitis, glomerulonefritis, dan artritis.
Gambar 2. Mekanisme Hipersensitif
D. Reaksi Alergi Tipe IV (Hipersensitivitas Tertunda)
antara suatu xenobiotika dengan protein jaringan tetapi tidak merangsang pembentukan
antibody. melainkan akan memicu sel T untuk mengeluarkan mediator nyeri. Reaksi ini dimediasi oleh sitokin yang dilepaskan oleh sel T. Kemudian sitokin akan menarik dan mengaktifkan makrofag. Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh
reaksi tipe IV biasanya terjadi dalam waktu 48-72 jam dan mungkin bertanggung jawab
atas reaksi pada kulit seperti ruam maculopapular, sindrom Stevens-Johnson, dan
nekrolisis epidermal.
6.4 Reaksi Hipersensitivitas Silang Sulfonamida
Reaksi silang adalah kemungkinan bahwa orang yang telah memiliki reaksi
hipersensitivitas terhadap satu macam obat yang sama akan memiliki reaksi terhadap obat
yang sama secara struktur. Secara teori, reaksi silang diharapkan terjadi pada anggota
antibiotik sulfonamide yang berbeda tetapi tidak terjadi pada berbagai kelas sulfonamid.
Pada kenyataannya, laporan literatur yang mendokumentasikan keamanan penggunaan
sulfonamid pada pasien dengan sejarah alergi sebelumnya terhadap sebuah laporan
melebihi sulfonamide reaksi yang merugikan dua atau lebih sulfonamid.
Sebuah penjelasan yang mungkin untuk laporan sulfonamid sensitivitas silang
mungkin kecenderungan pasien tertentu lebih rentan terhadap reaksi hipersensitivitas.
Pasien yang alergi terhadap salah satu obat antimikroba dilaporkan 10 kali lebih mungkin
untuk bereaksi terhadap non-struktural yang terkait narkoba dibandingkan pasien tanpa
riwayat alergi. Dengan demikian, reaksi terhadap lebih dari satu sulfonamida dapat
benar-benar mewakili berbagai alergi daripada alergi tertentu untuk sulfonamida.
Usaha menghilangkan reaksi alergi sulfonilamid ini telah banyak dilakukan, yaitu
dengan merubah rantai samping dari sulfonilamid. Hasil dari merubah struktur ini
mengakibatkan hilangnya sifat antibakteri dari sulfonamid. Disamping itu, perubahan
struktur ini justru menghasilkan senyawa baru dengan efek farmakologi yang lain seperti
aktifitas sebagai diuretik. Senyawa obat baru hasil dari modifikasi sulfonilamid ini
disebut juga sebagai sulfonilamid non antibiotik. Pemberian sulfonilamid non antibiotik ini kepada pasien yang dulunya telah diketahui alergi terhadap sulfonilamid, ternyata
tidak menimbulkan reaksi alergi. Berdasarkan fenomena ini, dapat disimpulkan bahwa
dalam usaha merubah struktur sulfonamid akan menghasilkan struktur sulfonamid non
antibiotik yang tidak berpotensi menimbulkan reaksi alergi seperti yang ditunjukkan oleh
senyawa sulfonilamid.
Available at : http://www.yanceanascommunity.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Cross-Allergenicity of Sulfonamide Antibiotiks & Other Drugs Stereochemistry and Adverse Reactions to Sulfonamide Antibiotiks. (online database) Available at: www.med.sc.edu. Acessed on December 30, 2009. Anonim, 2008, Drug Reactions Types and Treatment Options, (online database) Available at: www.aapf.org. Acessed on October 30, 2009.
Anonim, 2008, Hypersentivity Reactions, (online database) Available at: www.med.sc.edu. Acessed on Acessed on October 30, 2009.
Block JH, Beale JM (Eds), 2004, Wilson and Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal
and Pharmaceutical Chemistry, 4
th
, Lippincort Williams & Wilkins, USA.
Phant, NH, B A Baldo, and R M Puy. 2001. Studies on The Mechanism of Multiple Drug
Allergies, Stuctural Basis of Drug Recognition. Immunoassay dan Immunochemistry,Vol. 22(1):47-73
Saskatchewan Drug Information Services, 2003, Sulfonamide Cross-Reactions Explained, Vol. 20 (2), www.usask.ca/druginfo
Siswandono, B. Sukardjo, 2000, Kimia Medisinal, Airlangga Univ. Press, hal. 97-107
Thong Y H and A Ferrante, 1980, Effect of tetracycline treatment on immunological