• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Analisis Pengaruh Related Party Transaction (RPT) dan Total Asset Turnover (TATO) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Analisis Pengaruh Related Party Transaction (RPT) dan Total Asset Turnover (TATO) terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di BEI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Teoritis

Menurut Felianna Yie Ke dalam Simposium Akuntansi Nasional X

(2007), “transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan berelasi (RPT)

memiliki dua hipotesis yang bertolak belakang yaitu sebagai transaksi

opportunis

atau sebagai transaksi efisien”. RPT dalam transaksi yang

opportunis menyebabkan

conflict of interest yang konsisten dengan

agency

theory dan sebagai transaksi efisiensi, RPT dilakukan untuk pertimbangan

efisiensi dalam memenuhi kebutuhan perusahaan.

Agency Theory (teori keagenan) menyatakan bahwa antara manajemen

dan pemilik mempunyai kepentingan yang berbeda. Perusahaan yang

memisahkan pengelolaan dan kepemilikan akan rentan terhadap konflik

keagenan. Menurut Sunarto dalam Jurnal Teori Keagenan dan Manajemen

Laba (2009), “Perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajemen terletak

pada maksimalisasi manfaat pemilik dan insentif yang akan diterima oleh

(2)

2.1.1.Related Party Transaction (RPT) atau Transaksi Pihak Berelasi

Menurut PSAK No. 7, “Pihak-pihak yang dianggap mempunyai

hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk

mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak

lain dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional”.

Definisi yang RPT menurut International Financial Statement

Standar (IFRS) dalam IAS 24.9 , yaitu:

A related party is a person or entity that is related to the entity that is preparing its financial statements (referred to as the ‘reporting entity’) A related party transaction is a transfer of resources, service, or obligations between related parties, regardless of whether a pr ice is changed”.

Yang berarti, “Pihak berelasi adalah orang atau entitas yang terkait

dengan entitas yang menyiapkan laporan keuangannya (disebut sebagai

'pelapor'). Jadi yang dimaksud dengan RPT adalah transfer sumber daya,

jasa, atau kewajiban antara pihak terkait, terlepas dari apakah harga

berubah”

2.1.1.1Pihak-pihak yang Mempunyai Related Party (Hubungan Berelasi)

Pihak-pihak yang memiliki related party (hubungan

berelasi) adalah sebagai berikut (PSAK No. 7):

(3)

3. Perorangan yang memiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh secara signifikan dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut. Yang dimaksudkan dengan anggota keluarga dekat adalah mereka yang dapat diharapkan mempengaruhi atau dipengaruhi perorangan tersebut dalam transaksinya dengan perusahan pelapor.

4. Karyawan kunci, yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota dewan komisaris, direksi, dan manajer dari perusahaan, serta anggota keluarga dekat orang-orang tersebut.

5. Perusahaan dengan kepentingan substansial dalam hak yang dimiliki, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang yang diuraikan dalam (3) atau (4), atau setiap orang tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Ini mencakup perusahaan yang dimiliki anggota dewan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama dari perusahaan pelapor dan perusahaan-perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang sama dengan perusahaan pelapor.

2.1.1.2

Transaksi yang terjadi dalam RPT

Transaksi-transaksi

yang

karena

sifatnya

mungkin

memberikan indikasi adanya pihak yang memiliki hubungan

berelasi, seperti transaksi peminjaman yang tanpa beban bunga

atau dengan suku bunga di atas atau di bawah yang berlaku

umum, transaksi penjualan dengan harga yang berbeda yang

berlaku umum, transaksi pertukaran aset, dan transaksi

peminjaman

tanpa ketentuan mengenai jadwal dan cara

(4)

2.1.1.3Metode Penetapan Harga dalam RPT

Ada tiga metode penetapan harga dalam RPT, yaitu:

1. Metode Harga Sebanding

Metode ini menetapkan harga yang sama dengan pihak lain

yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

2. Metode Harga Penjualan

Metode harga penjualan menjelaskan penetapan harga dalam

RPT merupakan penetapan harga awal pada barang tersebut.

3. Metode Cost Plus

Metode cost plus menambahkan biaya (mark up) tertentu pada

pemasok.

2.1.1.4Dampak Positif dan Negatif dari RPT 1. Dampak positif

Dampak positif dari RPT dapat dilihat jika pemilik ataupun

manajemen melakukan RPT yang bersifat efisien, artinya

tindakan tersebut tidak merugikan pihak manajeman, pemilik

dan investor.

2. Dampak Negatif

Menurut Vera dkk dalam Jurnal Pengaruh Kepemilikan

Pengendali Akhir terhadap Transaksi Pihak Berelasi, “Di

Indonesia RPT menjadi salah satu cara untuk memperoleh

keuntungan pribadi baik manajemen maupun pemilik. RPT

(5)

interest hypothesis yang merupakan cerminan dari agency

theory (Gordon, 2005), seperti yang telah dijelaskan diawal.

2.1.2.Total Asset Turnover (TATO)

TATO adalah rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur

sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan

sumber dayanya yang berupa

asset. Semakin tinggi efisien penggunaan

asset

dan semakin cepat pengembalian dana dalam bentuk kas (Abdul

Halim, 2007). TATO sendiri merupakan rasio antara penjualan dengan

total aktiva yang mengukur efisiensi penggunaan aktiva secara

keseluruhan. Apabila rasio rendah itu merupakan indikasi bahwa

perusahaan beroperasi pada volume yang memadai bagi kapsitas

investasinya. TATO disebut juga sebagai rasio pengelolaan aktiva

terakhir yang mengukur perputaran atau pemanfaatan dari semua aktiva

perusahaan. Apabila perusahaan tidak menghasilkan volume usaha yang

cukup untuk ukuran investasi sebesar total aktivanya, penjualan harus

ditingkatkan. Beberapa aktiva harus dijual, atau gabungan dari

langkah-langkah tersebut harus segera dilakukan.

Apabila dalam menganalisis rasio selama ini beberapa periode

menunjukkan suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan

gambaran

bahwa

semakin

efisien

penggunaan

aktiva

sehingga

(6)

TATO secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : (Kasmir,

2008)

Total Asset Turnover

2.1.3.Manajemen Laba

2.1.3.1Pengertian Manajemen Laba

Menurut Darsono dan Ari (2008), laba ialah prestasi

seluruh karyawan dalam suatu perusahaan yang dinyatakan dalam

bentuk angka keuangan, yaitu selisih positif antara pendapatan

dikurangi beban (expense). Laba merupakan dasar ukuran kinerja

bagi kemampuan manajemen dalam mengoperasikan harta

perusahaan. Laba harus direncakan dengan baik agar manajemen

dapat mencapainya secara efektif.

Beberapa peneliti mendefinisikan manajemen laba.

Baharuddin dan Satyanugraha (2004) mengutip dua definisi

manajemen laba yaitu:

1. Fisher dan Rosenzweig (1995)

Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk

menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah

perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabakan kenaikan

(penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang.

(7)

Manajemen laba terjadi apabila manajer menggunakan penilaian

dalam laporan keuangan dan dalam struktur transaksi untuk

mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang

saham mengenai prestasi ekonomi perusahaan atau besarnya

laba.

Sedangkan menurut Sugiri (2001) membagi definisi

manajemen laba menjadi dua, yaitu:

1. Definisi sempit

Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan

pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian

sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajemen untuk

“bermain” dengan komponen discretionary accrual dalam

menentukan besarnya laba.

2. Definisi luas

Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk

meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas

suatu unit di mana manajer bertanggung jawab, tanpa

mengakibatkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi

jangka panjang unit tersebut.

Maka manajemen laba adalah suatu tindakan yang sengaja

(8)

akuntansi yang dibutuhkan untuk memenuhi keinginannya

dalam merekayasa laba demi tujuan dan kepentingan

pribadinya.

2.1.3.2Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya Manajemen Laba Menurut Watt dan Zimmerman dalam Creative Accounting

(2011) ada 6 motivasi yang mendorong individu atau perusahaan

melakukan manajemen laba, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Motivasi Bonus

Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan

memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau

evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional

perusahaan. Insentif ini diberikan dalam relatif tetap dan rutin.

Sementara bonus yang relatif besar nilainya hanya akan

diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian

bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Pengukuran

kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi

para manajer untuk memberikan performa terbaiknya, sehingga

tidak menutup peluang mereka melakukan tindakan manajemen

laba agar dapat menampilkan kinerja (performance) yang baik

demi mendapatkan bonus yang maksimal.

2.

Motivasi Hutang

Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham,

(9)

melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam

hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan

dananya di perusahaan, tentunya manajer harus menunjukkan

performa yang baik dari perusahaannya. Dan untuk memperoleh

hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, perilaku

kreatif dari manajer untuk menampilkan performa yang baik

dari laporan keuangan pun seringkali muncul.

3. Motivasi Pajak

Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan

menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih

rendah untuk bertindak kreatif melakukan tindakan manajemen

laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih

rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi

perpajakan.

4. Motivasi Penjualan Saham

Motivasi ini banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan go

public ataupun yang sudah go public. Proses penjualan saham

perusahaan ke publik akan direspon positif oleh pasar ketika

peruahaan penerbit saham (emiten) dapat menjual kinerja yang

baik. Salah satu ukuran kinerja yang baik adalah penyajian laba

pada laporan keuangan perusahaan. Kondisi ini sering kali

memotivasi manajer untuk berperilaku kreatif dengan berusaha

menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari biasanya.

(10)

Praktek manajemen laba biasanya terjadi sekitar periode

pergantian direksi atau chief executive officer (CEO). Menjelang

berakhirnya masa jabata, direksi cenderung bertindak kreatif

dengan memaksimumkan laba agar performa kerjanya tetap

terlihat baik pada tahun terakhir menjabat. Motivasi utamanya

adalah memperoleh bonus yang maksimal pada akhir masa

jabatannya.

6. Motivasi Politis

Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang

usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti

perusahaan-perusahaan industri strategis perminyakan, gas,

listrik dan air.

Manajer cenderung melakukan manajemen laba untuk

menyajikan laba lebih rendah dari nilai yang sebenarnya,

terutama selama periode kemakmuran tinggi. Hal ini dilakukan

untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tidak menarik

perhatian pemerintah, media, atau konsumen yang dapat

menyebabkan meningkatnya biaya politis perusahaan.

Rendahnya biaya politis akan menguntungkan manajemen.

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendorong

terjadinya manajemen laba semuanya karena keadaan dan tujuan

tertentu yang ingin dicapai oleh manajer perusahaan. Manajer

(11)

memperoleh insentif atau bonus atas kinerjanya, ingin menjaga

nama baik perusahaan terhadap pihak kreditur agar tetap diberikan

pinjaman, dalam masa-masa-masa akan pensiunnya CEO agar

mendapat bonus, dan pada saat penawaran perdana saham agar

harga saham perusahaan tersebut naik. Dan manajer perusahaan

akan menurunkan laba misalnya untuk tujuan menurunkan pajak.

2.1.3.3Teknik Manajemen Laba

Ada tiga teknik dalam manajemen laba, antara lain:

1.

Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, yaitu manajemen mempengaruhi laba melalui estimasi piutang

tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap dan

amortisasi aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi,dan

lain-lain. Teknik ini misalnya dilakukan dengan merekayasa

beban perusahaan seperti beban piutang tak tertagih, beban

garansi dan beban amortisasi. Apabila manajer ingin

menaikkan laba pada tahun tertentu, maka beban-beban

tersebut akan dikurangi jumlahnya pada tahun tersebut yang

berakibat beban terlalu rendah dan akhirnya akan

meningkatkan laba. Apabila manajer ingin menurunkan laba

pada tahun tertentu, maka beban-beban tersebut akan

ditingkatkan jumlahnya pada tahun tersebut yang berakibat

(12)

2.

Mengubah metode akuntansi, misalnya mengubah metode

penyusutan aktiva tetap. Teknik ini dilakukan dengan

mengubah metode penyusutan aktiva, misalnya dari metode

garis lurus menjadi metode saldo menurun atau menjadi

metode jumlah angka tahun atau sebaliknya. Hal ini juga

berkaitan dengan menaikkan atau menurunkan beban

penyusutan pada tahun tertentuyang diinginkan oleh manajer

sesuai dengan kehendaknya apakah ingin menaikkan atau

menurunkan laba.

3. Menggeser periode beban dan pendapatan, antara lain

menunda/mempercepat pengeluaran untuk penelitian dan

pengembangan sampai periode akuntansi berikutnya,

menunda/mempercepat beban promosi sampai periode

akuntansi berikutnya, menunda/mempercepat pengiriman

produk ke pelanggan, dan lain-lain. Teknik ini mengakibatkan

beban atau pendapatan pada tahun tertentu dicatat tidak sesuai

dengan beban atau pendapatan yang sebenarnya terjadi di

tahun tersebut. Misalnya untuk menaikkan laba tahun tertentu

maka manajer menaikkan pula jumlah pendapatan pada tahun

tersebut dengan cara mengakui pendapatan pada tahun tersebut

yang seharusnya diterima tahun berikutny. Dapat pula

menaikkan laba dengan cara mengurangi beban yaitu menunda

(13)

yang seharusnya terjadi pada tahun ini tetapi baru akan dicatat

pada tahun berikutnya.

2.1.3.4Model – model Manajemen Laba

Menurut Dedhy dan Yeni (2011), model-model untuk

deteksi manajemen laba antara lain:

1. Jones Model (1991)

Model ini berfokus pada total akrual sebagai sumber informasi

manipulasi akuntansi atau manajemen laba. Secara spesifik,

model ini membagi total akrual menjadi akrual diskresioner

dan akrual nondiskresioner.

Jones Model (JM) mengasumsikan bahwa akrual

nondiskresioner bersifat tetap dari satu periode ke periode

lainnya sehingga akrual (perbedaan antara akrual tahun ini

dengan tahun lalu) yang terjadi disebabkan karena adanya

pertimbangan (diskresi) dari pihak manajemen, dalam hal ini

permainan kebijakan akuntansi.

2. Modified Jones Model (1995)

Modified Jones Model (MJM) dikembangkan oleh Dechow

dan kawan-kawan (1995). Model ini muncul untuk mengatasi

kelemahan yang ada dalam Jones Model (JM). Dechow

mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi dalam

penjualan kredit pada periode berjalan merupakan objek

(14)

menghilangkan variabel perubahan piutang dari variabel

perubahan pendapatan untuk mengestimasi akrual

nondiskresioner pada saat periode kejadian.

3. Klasznik Model (1999)

Kasznik Model (KM) telah mempertimbangkan

dimasukkannya operating cash flow (OCF) sebagai variabel

penjelas yang tidak dipertimbangkan dalam MJM. Lebih lanjut

dijelaskan dibawah ini:

 Pada MJM, diasumsikan bahwa akrual non dikresioner

bersifat tetap sehingga total akrual berubah maka

perubahan akrual total merefleksikan perubahan yang

terjadi pada akrual diskresioner.

 Pada MJM, Dechow dan kawan – kawan menunjukkan

perubahan dalam arus kas berhubungan negatif dengan total

akrual. Ini berarti ketika total akrual berubah, maka arus

kas bersifat tetap.

4. Performance – Matched Discretionary Accruals Model (2005)

Model ini dikembangkan oleh Kothari dan kawan – kawan,

yang memiliki ide dasar bahwa akrual yang terdapat dalam

perusahaan yang sedang memiliki kinerja yang “tidak biasa”

(unusual performance) secara sistematis diharapkan bukan nol

sehingga kinerja perusahaan pastinya berhubungan dengan

(15)

Ini berarti bahwa perusahaan yang memiliki kinerja yang tidak

biasa, seperti perusahaan yang sedang mengalami

pertumbuhan hubungan positif dengan akrual. Bahkan, jika

kinerja perusahaan sedang baik, bisa jadi akrual yang dimiliki

perusahaan cukup tinggi. Nilai akrual yang tinggi ini

disebabkan karena perusahaan sedang mengalami

pertumbuhan atau memang kinerjanya sedang dalam keadaan

baik, yang bisa saja ditunjukkan dengan jumlah piutang yang

tinggi, bukan karena manajemen laba.

2.2 Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan penjelasan sementara gejala-gejala yang

menjadi objek permasalahan tentang hubungan antarvariabel yakni variabel

independen dan variabel dependen yang disusun dari berbagai teori yang telah

diuraikan (Sugiyono, 2007). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

Transaksi Hubungan Istimewa dan Total Asset Turnover. Sedangkan variabel

dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Hubungan antara Related

Party Transaction dan Total Asset Turnover terhadap Manajemen Laba

(16)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Pengungkapan dan pelaporan atas RPT yang diwajibkan oleh PSAK 7

yaitu meliputi mengenai besarnya asset, liabilities, sales dan expenses yang

dilakukan perusahaan atas dasar transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai

hubungan istimewa.

TATO merupakan rasio antara jumlah aktiva yang digunakan dengan

jumlah yang diperoleh selama periode tertentu. Rasio ini menjadi ukuran

seberapa jauh aktiva yang digunakan dalam kegiatan atau menunjukkan berapa

kali aktiva berputar dalam periode tertentu. Semakin cepat tingkat perputaran

aktiva maka semakin meningkat penjualan yang nantinya akan mempengaruhi

laba.

2.3 Hubungan RPT dengan Manajemen Laba

Menurut PSAK No. 7, “Pihak-pihak yang dianggap mempunyai

hubungan istimewa bila satu pihak mempunyai kemampuan untuk Related Party

Transaction (RPT)

Total Asset Turnover (TATO)

(17)

mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain

dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional”. Sedangkan manajemen

laba yaitu tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba

periode

berjalan

dari

sebuah

perusahaan

yang

dikelolanya

tanpa

menyebabakan

kenaikan

(penurunan)

keuntungan

ekonomi

perusahaan

jangka panjang.

Jian dan Wong (2003) menyatakan, “pihak yang memiliki RPT

menunjukkan kecenderungan opportunis. Dibuktikan dengan ditemukan

tingginya tingkat penjualan dengan RPT, terutama antara pemilik dan anggota

lain perusahaan dalam grup, ketika perusahaan memiliki insentif untuk

memanipulasi data”. Dengan kata lain, transaksi penjualan dengan RPT

digunakan untuk manajemen laba.

Dalam studi kasus Alexandra dan Adriana (2011), menemukan bahwa

transaksi dengan pihak yang diduga mempunyai hubungan istimewa tersebut

digunakan untuk memanipulasi laba, penjarahan perusahaan, dan melakukan

kecurangan. Selain itu Gordon dan Henry (2005) juga mengaitkan jenis transaksi

RPT dengan ukuran manajemen laba.

2.4 Hubungan TATO dengan Manajemen Laba

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting bagi

(18)

menggunakan rasio aktivitas perusahaan, yaitu total asset turnover (TATO).

TATO merupakan rasio aktivitas yang digunakan untuk mengukur sampai

seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya

berupa asset (Abdul Halim, 2007).

Menurut Roychowdhury dalam Creative Accounting, TATO dapat

dihubungkan dengan manajemen laba karena salah satu cara dalam mendeteksi

manajemen laba yaitu mendeteksi produksi yang berlebihan (overproduction).

Agar laba naik, manajer memproduksi lebih banyak persediaan dari yang

sewajarnya untuk memenuhi permintaan. Dengan tingkat produksi yang lebih

tinggi, biaya overhead tetap per unit makin kecil sehingga biaya per unitnya akan

turun. Hal ini membuat biaya barang terjual lebih rendah sehingga perusahaan

mendapat keuntungan operasi yang lebih baik karena harga yang murah lebih

diminati konsumen dan membuat perputaran aset menjadi tinggi. Semakin tinggi

efisien penggunaan asset maka semakin cepat pengembalian dana dalam bentuk

kas (Abdul Halim, 2007).

2.5 Hipotesis Penelitian

Menurut Erlina (2007), “Hipotesis menyatakan hubungan yang

digunakan secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan preposisi

yang dapat diuji secara empiris”. Hipotesis adalah dugaan atau jawaban

(19)

yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian.

Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H0 : terdapat pengaruh RPT dan TATO secara simultan dan parsial terhadap

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini menggunakan studi dengan produk yang berlabel halal. Pemilihan ini didasarkan pada sistem pemakaian para pegawai apakah masih ada

Membuat resume (CREATIVITY) dengan bimbingan guru tentang point-point penting yang muncul dalam kegiatan pembelajaran tentang materi Menentukan Luas Permukaan Balok yang

Myöskään ei voida sanoa, että tässä kunnassa olisi vastausten perusteella ollut erimielisyyksiä tai näkökulmaeroja siinä, mitä on olennaista käydä läpi tarkastusprosessissa

TEMPERATUR PENGERINGAN PADA MESIN PENGERING LADA TERHADAP LAMA WAKTU PENGERINGAN DAN KUALITAS HASIL PENGERINGAN ”.. Maksud dan tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah

Judul PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR AL- QUR'AN HADITS M sLALUI METODE VISUAL PADA SISWA KELAS IV Ml MA'ARLF BIGARAN KECAMATAN BOROBUDUR KABUPATEN MAGELANG TAHUN

 Konsultan Perencanaan Peningkatan Jalan Poros Desa Peningkatan Jalan Poros Desa Strategis Sambeng - CandisariPeningkatan Jalan Poros Desa Strategis Pataan -

Tindak tutur merupakan kemampuan seseorang dalam berbahasa untuk menyampaikan pesan dan tujuan dari penutur kepada mitra tutur, agar pesan yang disampaikan dapat diterima

Hasil analisis mendapati: (1) empat dimensi kecerdasan emosi iaitu menilai emosi diri ( SEA ), mengenal emosi orang lain ( OEA ), menggunakan emosi ( UOE ) dan mengawal emosi ( ROE